Sifat Fisik

4.1 Sifat Fisik

Sifat –sifat fisik yang diuji terhadap briket biomasa meliputi:

1. Pengujian massa jenis sesaat setelah dikeluarkan dari cetakan (initial density ) dan massa jenis yang telah mengalami relaksasi selama 1 minggu (relaxed density).

2. Pengujian relaksasi briket biomasa pada interval waktu 1 menit, 10 menit,

30 menit, 1 jam, 2 jam, 1 hari, dan 1 minggu.

3. Pengujian sifat ketahanan briket biomasa menurut standar internasional ASAE S269.4.

4. Pengujian sifat kuat tekan aksial briket biomasa (axial compressive strength ).

5. Pengujian sifat ketahanan briket biomasa terhadap air (water resistance).

4.1.1 Sifat Initial Density dan Relaxed Density

Tujuan pemadatan (densifikasi) adalah untuk meningkatkan massa jenis suatu bahan bakar padat. Semakin besar massa jenis bahan bakar tersebut, maka energi yang terkandung per satuan volumenya juga semakin tinggi. Dalam penelitian ini, pengujian initial density dan relaxed density biomasa dilakukan sesuai standar ASAE S269.2 DEC 96. Pengukuran dimensi briket dilakukan dengan menggunakan jangka sorong (vernier calipper). Pengukuran dimensi setiap spesimen dilakukan secara bertahap mulai sesaat setelah keluar dari cetakan dan setelah satu minggu.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi massa jenis biomasa hasil pemadatan yaitu antara lain: tekanan pembriketan, waktu penahanan, temperatur pembriketan, dan kelembaban tempat penyimpanan briket tersebut (Ndiema dkk,

2001). Dari penelitian ini dapat diketahui bahwa tekanan pembriketan merupakan faktor yang paling berpengaruh pada massa jenis suatu briket. Hal yang sama ditunjukkan pada Tabel 4.1 Tabel tersebut menunjukkan nilai initial dan relaxed density briket 100% kayu Kalimantan merbau untuk berbagai tekanan pembriketan. Nilai-nilai yang diperoleh dari pengujian tersebut memiliki kemiripan dengan nilai initial dan relaxed density briket kayu Kalimantan merbau pada penelitian sebelumnya dengan bahan gergajian kayu Kalimantan merbau (Syafiq, 2009). Sehingga, data-data sifat fisik dari penelitian Syafiq dapat digunakan sebagai pembanding dalam analisis penelitian ini. Sedangkan Tabel 4.2 dan Tabel 4.3 menunjukkan hasil pengukuran initial dan relaxed density untuk briket kayu Kalimantan merbau yang ditambah 20% dan 40% jerami padi untuk berbagai tekanan pembriketan. Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa semakin besar tekanan pembriketan menyebabkan semakin besar nilai massa jenis suatu briket. Hal ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Demirbas dan Sahin pada tahun 1997 dengan menggunakan biomasa jerami gandum. Pada tekanan yang lebih tinggi, pori-pori akan terisi oleh partikel hingga massa jenis hasil penekanan akan mendekati massa jenis massa asli (true density) komponen- komponen penyusunnya (Mani, dkk, 2004).

Tabel 4.1 Data massa jenis awal dan setelah mengalami relaksasi selama satu minggu dari briket 100% kayu Kalimantan merbau

Prosentase pembriketan

2 3 (kg/cm 3 ) (kg/m ) (kg/m ) massa jenis (%) 400

Dimana bulk density dari biomasa serbuk kayu kalimantan merbau dengan 10% pengikat adalah 292,0 kg/m 3

Tabel 4.2 Data massa jenis awal dan setelah mengalami relaksasi selama satu minggu

dari briket kayu Kalimantan merbau yang ditambah 20% jerami padi Tekanan

Prosentase pembriketan

2 3 (kg/cm 3 ) (kg/m ) (kg/m ) massa jenis (%) 400

Dimana bulk density campuran adalah 278,6 kg/m 3

Tabel 4.3 Data massa jenis awal dan setelah mengalami relaksasi selama satu minggu

dari briket kayu Kalimantan merbau yang ditambah 40% jerami padi Tekanan

Prosentase pembriketan

2 3 (kg/cm 3 ) (kg/m ) (kg/m ) massa jenis 400

Dimana bulk density campuran adalah 265,2 kg/cm 3

Dari Tabel 4.2 dan Tabel 4.3 juga dapat dilihat bahwa nilai massa jenis briket campuran berada di bawah massa jenis briket kayu Kalimantan. Dengan penambahan jerami padi menyebabkan massa jenis briket menurun. Hal ini

dikarenakan serbuk jerami memiliki bulk density yang lebih rendah (228 kg/m 3 ) dibanding bulk density serbuk kayu Kalimantan merbau (292 kg/m 3 ).

400 kg/cm 2 600 kg/cm 2 800 kg/cm 2 1000 kg/cm 2

Gambar 4.1. Briket kayu Kalimantan merbau yang ditambah 20% jerami padi setelah mengalami relaksasi selama satu minggu

2 600 kg/cm 2 800 kg/cm 400 kg/cm 2 1000 kg/cm 2

Gambar 4.2. Briket kayu Kalimantan merbau yang ditambah 40% jerami padi setelah mengalami relaksasi selama satu minggu

Tabel 4.4 Massa jenis penyusun briket biomasa

Material

Massa jenis

Kayu Kalimantan 3 292 kg/m

Jerami padi 3 228 kg/m Air 3 1000 kg/m Tetes tebu 3 1426 kg/m

Dari data-data prosentase penurunan massa jenis di atas (yaitu setelah briket mengalami relaksasi) dapat dibuat menjadi sebuah grafik sebagai berikut.

1 60% kayu+ 40% jerami

e la

10 80% kayu+ 20% jerami

P te se se ta

5 100% kayu Kalimantan

Tekanan Pembriketan (kg/cm 2 )

Gambar 4.3 Hubungan antara tekanan pembriketan dengan prosentase penurunan massa

jenis briket setelah satu minggu.

Dari Gambar 4.3 dapat dilihat bahwa dengan penambahan 20% dan 40% jerami padi akan menaikkan prosentase penurunan massa jenis briket setelah satu minggu. Semakin banyak jumlah jerami padi yang ditambahkan menyebabkan prosentase penurunan massa jenis briket setelah satu minggu semakin tinggi. Prosentase penurunan massa jenis briket setelah satu minggu pada briket kayu Kalimantan merbau dengan penambahan 40% jerami padi lebih tinggi daripada prosentase penurunan massa jenis briket setelah satu minggu pada briket kayu Kalimantan merbau dengan penambahan 20% jerami padi dan pada briket 100% kayu Kalimantan merbau. Hal ini dimungkinkan karena sifat dari biomasa jerami padi yang lebih elastis. Biomasa jerami lebih elastis karena biomasa jerami memiliki kandungan cellulose yang cukup tinggi yaitu 25 - 45 % (Aderemi BO, 2008). Dimana cellulose memiliki sifat yang elastis dan tidak mudah putus. Hal ini yang menyebabkan dalam proses relaksasi briket kayu Kalimantan merbau dengan penambahan 20% dan 40% jerami padi terjadi pertambahan panjang dan diameter briket yang lebih tinggi daripada briket 100% kayu Kalimantan merbau. Pertambahan panjang dan diameter briket ini menyebabkan pertambahan volume briket yang akhirnya berpengaruh pada penurunan massa jenis briket setelah satu

2 minggu. Tetapi pada tekanan 400 kg/cm 2 dan 600 kg/cm dengan penambahan 20% dan 40% jerami padi menyebabkan prosentase penurunan massa jenis briket

setelah satu minggu jauh lebih tinggi daripada prosentase penurunan massa jenis briket setelah satu minggu pada briket kayu Kalimantan merbau. Hal ini

disebabkan karena pada tekanan di bawah 600 kg/cm 2 , ikatan antara partikel jerami dan partikel kayu lebih rendah dari ikatan antara partikel kayu sendiri.

Fakta ini diperkuat oleh hasil pengujian relaksasi volume yang dapat dilihat pada Gambar 4.4 di bawah ini.

100% ka yu Ka lima nta n (Sya fiq,2009) %) 30 80% ka yu + 20% jera mi

( et

k 60% ka yu + 40% jera mi 25

Tekanan pembriketan (kg/cm 2 )

Gambar 4.4 Relaksasi volume berbagai briket untuk berbagai tekanan

Dapat dilihat pada Gambar 4.4 di atas, relaksasi volume pada campuran kayu Kalimantan merbau dan jerami padi pada tekanan di bawah 600 kg/cm 2

masih jauh lebih tinggi dan setelah penekanan di atas 600 kg/cm 2 relaksasi volumenya menurun drastis. Ini menunjukkan bahwa ikatan pada briket campuran

dengan tekanan sampai 600 kg/cm 2 melemah kembali selama proses relaksasi. Penyebab lemahnya ikatan antara kayu Kalimantan merbau dan jerami padi pada

tekanan yang rendah adalah karena bentuk partikel yang tidak seragam antara serbuk kayu Kalimantan merbau dan jerami padi sehingga menghambat terjadinya proses interlocking. Sedangkan dengan penekanan yang lebih tinggi, ikatan antar partikel akan menjadi lebih kuat.

( 500 60% kayu + 40% jerami

ty si

y = 203,3x + 186,5 400

en

D 100% kayu Kalimantan

d 300 y = 144,5x + 404,1 80% kayu + 20% jerami y = 198,1x + 221,3

ln P ; (P in bar)

Gambar 4.5 Hubungan antara relaxed density (D) dengan tekanan (P)

Persamaan hubungan antara relaxed density dan tekanan pembriketan telah diusulkan oleh Ooi Chin Chin dan Siddiqui tahun 2000, ke dalam persamaan:

... (4.1) Dimana D adalah relaxed density (kg/m 3 ), P adalah tekanan pembriketan

D = a ln P + b

(bar), a dan b adalah konstanta empirik Dari Gambar 4.5 dapat diperoleh nilai konstanta-konstanta a dan b sebagai berikut.

Tabel 4.5 Konstanta fungsi D = a ln P + b

a b 100% Kayu kalimantan (Syafiq, 2009)

Komposisi Briket

144,5 404,1 80% kayu Kalimantan merbau + 20% jerami

198,1 221,3 60% kayu Kalimantan merbau + 40% jerami

203,3 186,5 Serbuk kayu (Ooi Chin Chin dan Siddiqui 2000)

4.1.2 Sifat Relaksasi

Untuk mengetahui sifat relaksasi dari suatu briket biomasa perlu dilakukan pengukuran besarnya relaksasi briket tiap menit sampai akhir relaksasi yaitu 1 minggu. Pengujian sifat relaksasi mengadopsi pengujian menurut standar ASAE S269.2 DEC 96 yakni menggunakan metode pengukuran dimensi briket dengan alat jangka sorong (vernier calipper). Data-data pengujian sifat relaksasi ini Untuk mengetahui sifat relaksasi dari suatu briket biomasa perlu dilakukan pengukuran besarnya relaksasi briket tiap menit sampai akhir relaksasi yaitu 1 minggu. Pengujian sifat relaksasi mengadopsi pengujian menurut standar ASAE S269.2 DEC 96 yakni menggunakan metode pengukuran dimensi briket dengan alat jangka sorong (vernier calipper). Data-data pengujian sifat relaksasi ini

400 kg/cm2

ke ri

600 kg/cm2

ang B

800 kg/cm2

anj nP

1000 kg/cm2

Log Waktu (detik)

Gambar 4.6. Pertambahan panjang briket pada tiap variasi tekanan briket 80% kayu Kalimantan merbau dan 20% jerami padi

400 kg/cm2

e um

600 kg/cm2

ol V n

800 kg/cm2

ha 20 %

ba 1000 kg/cm2

Log Waktu (detik)

Gambar 4.7. Pertambahan volume briket pada tiap variasi tekanan briket 80% kayu Kalimantan merbau dan 20% jerami padi

400 kg/cm2

t ke

30 % ri

600 kg/cm2

B ang

800 kg/cm2

anj 20 %

1000 kg/cm2

Log Waktu (Detik)

Gambar 4.8. Pertambahan panjang pada tiap variasi tekanan untuk briket 60% kayu Kalimantan merbau dan 40% jerami padi

30 % 400 kg/cm2 e

um 600 kg/cm2 ol

800 kg/cm2 ha 20 % ba 1000 kg/cm2 m ta er

P 10 %

Log Waktu (detik)

Gambar 4.9. Pertambahan volume pada tiap variasi tekanan untuk briket 60% kayu Kalimantan merbau dan 40% jerami padi

Dari Gambar 4.6 sampai Gambar 4.9 dapat diketahui hubungan antara pertambahan panjang dan pertambahan volume briket kayu Kalimantan merbau Dari Gambar 4.6 sampai Gambar 4.9 dapat diketahui hubungan antara pertambahan panjang dan pertambahan volume briket kayu Kalimantan merbau

Mekanisme penyusutan yang terjadi dapat dijelaskan sebagai berikut. Setelah briket keluar cetakan sampai penyimpanan satu hari, briket mengalami relaksasi panjang dan volume. Relaksasi terjadi karena ikatan dalam briket yang melemah. Akibat relaksasi, rongga-rongga antar partikel membesar dan memungkinkan air permukaan menguap. Air permukaan yang lepas tersebut berasal dari sejumlah air yang ditambahkan pada saat pengkondisian kadar air (moisture content) awal. Terbukti kadar air briket setelah satu minggu berkurang menjadi 12,05%. Lepasnya air permukaan dari dalam briket menyebabkan briket mengalami shrinkage (pengkerutan) sehingga terjadi penurunan relaksasi baik dalam panjang maupun dalam volume. Pengkerutan dapat terjadi karena terdapat sifat jerami padi yang berbentuk serat dan serbuk kayu yang berbentuk menyerupai bulat sehingga pada saat air permukaan keluar, terjadi proses penyusunan partikel kembali khususnya dari serbuk kayu.

Penambahan air untuk masing-masing komposisi briket ditunjukkan pada Tabel 4.6. Sedangkan pengurangan massa briket dapat dilihat pada Tabel 4.7 untuk briket 80% kayu Kalimantan merbau ditambah 20% jerami padi dan Tabel

4.8 untuk briket 60% kayu Kalimantan merbau ditambah 40% jerami padi.

Tabel 4.6 Penambahan air untuk pengkondisian kadar air awal

Penambahan Komposisi Briket

Kadar air

Kadar air

kadar air 80% kayu kalimantan

awal bahan* akhir bahan*

5,6 % merbau + 20% jerami

60% kayu kalimantan

6,2 % merbau + 40% jerami

* basis kering

Tabel 4.7 Pengurangan massa briket 80% kayu Kalimantan merbau ditambah 20% jerami padi setelah satu minggu

Tekanan Massa masuk Massa keluar Massa satu Pengurangan Penambahan (kg/cm 2 ) cetakan (g) cetakan (g) minggu (g) massa (g)

Tabel 4.8 Pengurangan massa briket 60% kayu Kalimantan merbau ditambah 40% jerami padi setelah satu minggu

Tekanan Massa masuk Massa keluar Massa satu Pengurangan Penambahan (kg/cm 2 ) cetakan (g) cetakan (g) minggu (g) massa (g)

Dari Gambar 4.6 sampai Gambar 4.9 juga terlihat bahwa pertambahan panjang terbesar terjadi pada tekanan 400 kg/cm 2 dan terkecil pada tekanan 1000

kg/cm 2 . Sehingga dapat disimpulkan bahwa pertambahan panjang dan volume akan berkurang apabila tekanan pembriketan diperbesar (Ndiema dkk, 2001). Hal

ini dikarenakan semakin tinggi tekanan pembriketan mengakibatkan jarak antar partikel biomasa akan semakin dekat sehingga besarnya luas permukaan kontak antar partikel menyebabkan ikatan partikel briket biomasa semakin kuat. Dan relaksasi yang terbentuk menjadi lebih kecil.

Dengan membandingkan Gambar 4.6 dan Gambar 4.8, dapat diketahui bahwa pertambahan panjang pada briket kayu Kalimantan merbau dengan penambahan 20% jerami padi lebih kecil daripada pertambahan panjang pada briket kayu Kalimantan merbau yang ditambahkan 40% jerami padi. Hal ini dikarenakan jerami padi memiliki kemampuan ikat yang rendah. Dibandingkan dengan kayu, jerami padi mengandung komponen pengikat seperti lignin yang jumlahnya lebih rendah (Wamukonya, 1994). Dimana besarnya kandungan lignin kayu adalah 16 – 24% sedangkan besarnya kandungan lignin jerami sebesar 11 – 20%. Lignin struktur kimiawinya bercabang-cabang dan berbentuk polimer tiga dimensi. Karena ukuran dan strukturnya yang tiga dimensi ini, memungkinkan lignin berfungsi sebagai semen atau lem yang dapat mengikat serat.

4.1.3 Sifat Ketahanan (Durability)

Sifat ketahanan briket biomasa dicari menggunakan standar uji ASAE S269.4. Dec 96. Pengujian ketahanan briket biomasa dilakukan dengan alat uji ketahanan. Briket biomasa dimasukkan dalam alat uji ketahanan kemudian diputar selama 3 menit pada putaran 40 rpm. Setelah diputar, sisa briket biomasa ditimbang sehingga massa tiap-tiap pecahan briket dapat diketahui.

Tabel 4.9 Contoh hasil uji ketahanan (durability) briket kayu Kalimantan merbau

yang ditambah 20% jerami padi pada variasi tekanan 1000 kg/cm 2

TANGGAL PENGUJIAN

02-Jul-09

TEKANAN (kg/cm2)

SERBUK KAYU KAL

82,0 84,0 MASSA AWAL (g)

82,0 82,0 MASSA TOTAL (g)

MASSA TOTAL

68 373 % original mass

44,99% 0,00% Size distribution index

134,98 0,00 Size distribution index total

DURABILITY

Tabel 4.10 Durability rating briket biomasa

Durability rating briket biomasa Kayu Kalimantan 80% kayu Kalimantan 60% kayu Kalimantan

Tekanan

merbau + 20% jerami merbau + 40% jerami (kg/cm ) (Syafiq,2009)

Dari Tabel 4.10 dapat dibuat grafik sebagai berikut:

100% kayu Kalimantan

b 40

ra u

kayu : jerami = 80 : 20

D 20 kayu : jerami= 60 : 40

Tekanan Pembriketan (kg/cm 2 )

Gambar 4.10 Hubungan tekanan dan durability rating briket biomasa

Dari Gambar 4.10 digambarkan hubungan antara tekanan pembriketan dengan durability rating dari tiga macam briket biomasa. Dengan adanya kenaikan tekanan pembriketan mengakibatkan nilai durability rating cenderung mengalami kenaikan. Dari grafik tersebut dapat dilihat bahwa durability rating

terendah diperoleh pada tekanan 400 kg/cm 2 untuk setiap variasi tekanan dan akan meningkat seiring penambahan tekanan pembriketan. Durability rating tertinggi

diperoleh pada tekanan 1000 kg/cm 2 yaitu 85,04% untuk briket kayu Kalimantan merbau yang ditambah 20% jerami padi, 72,15% untuk briket kayu Kalimantan

merbau yang ditambah 40% jerami padi dan 95,40% untuk briket 100% kayu Kalimantan merbau. Secara umum briket biomasa mengalami peningkatan nilai merbau yang ditambah 40% jerami padi dan 95,40% untuk briket 100% kayu Kalimantan merbau. Secara umum briket biomasa mengalami peningkatan nilai

Dari Gambar 4.10 juga diperoleh bahwa dengan adanya penambahan jerami padi menyebabkan durability rating semakin menurun untuk tiap-tiap tekanan pembriketan. Briket kayu Kalimantan merbau dengan penambahan jerami padi 20% memiliki durability rating yang lebih tinggi daripada briket kayu Kalimantan merbau dengan penambahan jerami padi 40%. Hal ini dikarenakan kayu sendiri mengandung lebih banyak zat pengikat seperti lignin yang mampu meningkatkan ikatan kohesi antar partikelnya (Wamukonya, 1994). Sedangkan jerami padi tidak mengandung banyak lignin tetapi memiliki lapisan lilin tipis (wax ) yang menyelimuti partikel biomasa jerami (Demirbas, 1997). Dimana wax yang menyelimuti partikel biomasa jerami padi tersebut justru membuat ikatan yang terbentuk tidak kuat karena wax mengakibatkan air dan bahan pengikat tidak dapat terserap ke dalam partikel biomasa jerami padi.

2 Pada tekanan 400 kg/cm 2 dan 600 kg/cm terjadi fenomena yaitu ketahanan briket relatif rendah. Hal ini disebabkan karena pada tekanan di bawah

600 kg/cm 2 , ikatan antara partikel kayu Kalimantan merbau dan partikel jerami padi lebih rendah dari ikatan antara partikel sendiri. Fakta ini diperkuat oleh hasil

pengujian relaksasi volume yang dapat dilihat pada Gambar 4.4.

4.1.4 Sifat Kuat Tekan Aksial Briket Biomasa (Axial Compressive Strength)

Kuat tekan aksial merupakan salah satu sifat yang perlu diperhatikan pada briket biomasa karena briket seringkali ditumpuk saat disimpan maupun di dalam ruang pembakaran. Oleh karena itu diperlukan adanya briket yang tidak mudah hancur ketika tertindih. Menurut standar nasional Indonesia, kuat tekan aksial Kuat tekan aksial merupakan salah satu sifat yang perlu diperhatikan pada briket biomasa karena briket seringkali ditumpuk saat disimpan maupun di dalam ruang pembakaran. Oleh karena itu diperlukan adanya briket yang tidak mudah hancur ketika tertindih. Menurut standar nasional Indonesia, kuat tekan aksial

Data-data hasil pengujian kuat tekan aksial briket biomasa kayu Kalimantan merbau yang ditambah 20% dan 40% jerami padi serta briket 100% kayu Kalimantan merbau ditampilkan dalam tabel berikut.

Tabel 4.11 Data sifat kuat tekan aksial briket biomasa kayu Kalimantan merbau dengan tambahan 20% dan 40% jerami padi

2 Kuat tekan aksial (kgf/cm ) Kayu kalimantan 80% kayu kalimantan 60% kayu kalimantan

Tekanan

merbau + 20% jerami merbau + 40% jerami (kg/cm ) (Syafiq, 2009)

Dari Tabel 4.11 terlihat bahwa kenaikan tekanan pembriketan menyebabkan nilai kuat tekan aksial briket naik. Hal ini karena ikatan antar partikel briket biomasa semakin kuat sehingga ruang kosong yang terdapat di antara partikel mengecil dan daerah kontak antar partikel meluas. Dengan demikian, pergeseran partikel briket akibat beban aksial menjadi semakin sulit terjadi.

Kuat tekan aksial yang paling rendah diperoleh pada tekanan pembriketan 400 kg/cm 2 . Sedangkan kuat tekan aksial tertinggi diperoleh pada tekanan

pembriketan 1000 kg/cm 2 untuk setiap variasi komposisi. Apabila data-data kuat tekan aksial tersebut dituangkan dalam bentuk grafik, maka akan diperoleh grafik

sebagai berikut.

m 60,00 c f/

g 50,00 (k l a

si k 40,00 a

n a k 30,00 t te a

u 20,00 i k

60% kayu kalimantan + 40% jerami a

il 10,00 80% kayu kalimantan + 20% jerami N

100% kayu kalimantan

Tekanan Pembriketan (kg/cm 2 )

Gambar 4.11 Nilai kuat tekan aksial briket biomasa sebagai fungsi dari tekanan pembriketan

Dari Gambar 4.11 dapat dilihat bahwa penambahan jerami padi mampu meningkatkan nilai kuat tekan aksial briket kayu Kalimantan merbau. Semakin banyak jumlah jerami padi yang ditambahkan pada briket kayu Kalimantan merbau maka nilai kuat tekannya juga semakin tinggi. Ini dapat dilihat dari kuat tekan briket kayu Kalimantan merbau yang ditambah 40% jerami padi lebih tinggi dari kuat tekan briket kayu Kalimantan merbau yang ditambah 20% jerami padi.

Dari penelitian Syafiq tahun 2009, diketahui bahwa kuat tekan aksial briket kayu Kalimantan merbau memiliki nilai di antara 5,79 2 – 49,27 kgf/cm .

Nilai kuat tekan aksial briket kayu Kalimantan merbau murni lebih rendah daripada briket dengan penambahan jerami padi. Hal ini disebabkan karena partikel jerami padi berbentuk serat dan bersifat elastis. Bentuk partikel seperti ini membutuhkan tekanan pembriketan yang lebih besar untuk mengubahnya menjadi bentuk plastis. Selain itu biomasa jerami padi memiliki kandungan cellulose yang cukup tinggi 25 - 45 % (Aderemi BO, 2008). Kandungan cellulose mampu meningkatkan kuat tekan aksial briket biomasa, seperti yang tertuang di dalam hasil penelitian Demirbas pada Tabel 4.12.

Tabel 4.12 Hubungan kuat tekan aksial briket dan kandungan selulosa biomasa (Demirbas) Kuat

aksial (MPa)

Paper waste*

Pulping reject***

Hazelnut shells**

Wheat straw*

: Demirbas (1997) ** : Demirbas (1998) *** : Demirbas (2004)

Dari Tabel 4.12 dapat ditarik kesimpulan bahwa semakin tinggi kandungan cellulose dalam biomasa maka kuat tekan aksial briket biomasa akan semakin tinggi. Cellulose memiliki sifat yang elastis dan tidak mudah putus. Hal inilah yang menyebabkan briket biomasa jerami padi memiliki kuat tekan aksial yang tinggi dibandingkan kuat tekan aksial briket biomasa kayu. Sehingga pada waktu pembebanan diberikan, briket biomasa jerami padi hanya mengalami pemampatan ruang antar partikelnya.

4.1.5 Sifat Ketahanan Briket Biomasa Terhadap Air (Water Resistance)

Ketahanan terhadap air merupakan salah satu sifat penting briket biomasa sebagai bahan bakar alternatif di masa depan. Hal ini mengingat selama proses penyimpanan dan pendistribusian, briket-briket tersebut seringkali ditempatkan pada tempat yang lembab. Namun begitu, nilai ketahanan terhadap air bagi briket biomasa belum ditentukan dalam Standar Nasional Indonesia.

Pengujian ketahanan air (water resistance) dilakukan dengan mengadopsi prosedur penelitian yang telah dilakukan oleh Ricards (1989). Prosedur pengujiannya yaitu: menimbang massa awal briket, merendam briket di dalam air selama 30 menit, menimbang massa akhir briket setelah 30 menit, dan mencatat perubahan massa briket.

Perhitungan indeks ketahanan air (water resistant index) briket dapat dihitung dengan menggunakan persamaan dibawah ini:

WRI  100 %  % penyerapan air ... (4.2)

% penyerapan air  b a x 100 % ... (4.3)

Dimana: m b : massa akhir briket setelah direndam 30 menit (kg) m a : massa awal briket sebelum direndam

(kg) Data-data yang diperoleh dari hasil pengujian tiap komposisi ditampilkan dalam Tabel 4.13.

Tabel 4.13 Indeks ketahanan air (water resistance index) briket biomasa WRI (%)

Tekanan Briket kayu

60% kayu pembriketan

80% kayu

2 Kalimantan Kalimantan merbau Kalimantan merbau (kg/cm )

(Syafiq,2009) + 20 % jerami padi + 40 % jerami padi 400

49,4 Keterangan : * sampel menyerap air yang sangat banyak sehingga tidak lagi berbentuk briket, rapuh, dan mudah pecah.

Apabila data-data indeks ketahanan air tersebut dituangkan dalam bentuk grafik, maka akan diperoleh grafik sebagai berikut.

60% ka yu ka lima nta n merbau + 40% jera mi pa di 80% ka yu ka lima nta n merbau + 20% jera mi pa di

50 100% ka yu Ka lima nta n

Tekanan Pembriketan (kg/cm 2 )

Gambar 4. 12 Nilai ketahanan terhadap air (WRI) briket biomasa berdasarkan variasi tekanan pembriketan

Dari penelitian Syafiq tahun 2009, diperoleh hasil indeks ketahanan air (water resistance indeks) nol untuk variasi tekanan 400 kg/cm 2 briket kayu

Kalimantan merbau murni. Hal ini dikarenakan briket hancur setelah direndam selama 30 menit.

Hasil pengujian yang tertuang pada Tabel 4.13 menunjukkan bahwa semakin tinggi prosentase penambahan jerami padi pada briket kayu Kalimantan merbau menyebabkan indeks ketahanan airnya semakin menurun. Ketidaktahanan jerami padi terhadap air dikarenakan serbuk jerami padi memiliki lapisan lilin (wax) tipis yang melapisi permukaan serbuk jerami padi (Demirbas, 1997). Lapisan tipis lilin (wax) pada permukaan partikel jerami padi mengakibatkan dalam proses pembriketan tidak terbentuk susunan partikel yang memiliki ikatan yang kuat antar partikel biomasa jerami padi. Dan ketika briket biomasa jerami padi direndam dalam air, air memasuki celah-celah antar partikel dan mengakibatkan jarak antar partikel melebar dan briket biomasa jerami padi menjadi hancur.

Dari Tabel 4.13 dapat dilihat juga bahwa nilai indeks ketahanan terhadap air pada briket biomasa berbanding lurus dengan tekanan pembriketan. Briket yang ditekan dengan tekanan paling besar mempunyai nilai ketahanan terhadap air yang paling besar pula (Yaman dkk, 2000). Karena semakin besar tekanan pembriketan suatu biomasa maka ruang kosong antar partikel yang terbentuk akan semakin kecil, sehingga massa air yang terserap dan mengisi ruang-ruang kosong ini menjadi kecil.

Gambar 4. 13 Briket biomasa yang tersisa dan masih berwujud briket setelah pengujian uji ketahanan air

4.1.6 Pemilihan Parameter Briket Optimum

Dalam menentukan briket biomasa yang mempunyai kualitas yang baik, briket tersebut harus memenuhi kriteria-kriteria yang dibutuhkan. Untuk menentukan parameter pembriketan optimum dari hasil penelitian maka digunakan metode yang telah dilakukan oleh G. Munoz-Hernandez tahun 2004. Dalam metode ini parameter optimum diperoleh dengan cara membandingkan respon dari sifat fisik yang diteliti akibat variasi tekanan pembriketan terhadap nilai sifat fisik briket yang secara umum diterima.

Dalam analisa pemilihan briket optimum, sifat fisik yang dianalisa adalah massa jenis, ketahanan (durability), kuat tekan, ketahanan terhadap air (water resistance ) dan relaksasi.

Metode pemilihan kualitas briket optimum dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1. Mengubah faktor variasi tekanan kedalam bentuk variable tanpa dimensi

Tabel 4.14 Faktor dan level

1 Tekanan (kg/cm )

2. Membentuk model regresi untuk masing-masing respon yaitu y 1 : massa jenis, y 2 : durability, y 3 : kuat tekan, y 4 : ketahanan terhadap air (water resistance ) dan y 5 : relaksasi kedalam persamaan berikut:

p   p 0    ip x i    pi x i     i j p x i x j

Karena faktor variasi yang digunakan hanya 1 maka persamaan menjadi:

p   p 0   p 1 x   p 11 x

3. Dengan menggunakan statistik diperoleh nilai β p untuk setiap respon Tabel 4. 15 Nilai β briket 80% kayu Kalimantan merbau + 20% jerami padi

β 0 β 1 β 11 Y1 657,9205 77,5015 -12,9420 Y2

Y3

29,1375 15,5925 -2,0375

Y4

22,3900 20,0200 -2,4000

Y5

0,1386 -0,0252

Tabel 4. 16 Nilai β briket 60% kayu Kalimantan merbau + 40% jerami padi

β 0 β 1 β 11 Y1 614,1450 68,0950 -8,0250 Y2

4. Mencari nilai desirability untuk setiap respon d i (x) dengan persamaan:  y i ( x )  y min

 y no min al  y max  0 if y min  y i ( x ) atau y i ( x )  y max 

Dimana y min dan y mak adalah nilai terendah dan nilai tertinggi dari data yang diperoleh dan untuk y nominal adalah nilai yang secara umum diinginkan. Dalam analisa ini y nominal untuk setiap sifat fisik ditentukan 700

3 kg/m 2 untuk massa jenis, 95% untuk durability, 60 kgf/cm untuk kuat tekan, 93% untuk ketahanan terhadap air (water resistance) dan 25%

untuk relaksasi.

5. Mencari nilai total desirability (D) dengan persamaan:

Dari hasil analisa pemilihan briket optimum diperoleh nilai sebagai berikut:

Tabel 4.17 Nilai desirability briket 80% kayu Kalimantan merbau ditambah 20% jerami padi

Tekanan

d 1 d 2 d 3 d 4 d 5 D pembriketan desirability desirability desirability desirability desirability desirability

(kg/cm 2 )

relaksasi total 400

massa jenis durability kuat tekan

WRI

Tabel 4.18 Nilai desirability briket 60% kayu Kalimantan merbau ditambah 40% jerami padi

Tekanan

d 1 d 2 d 3 d 4 d 5 D pembriketan desirability desirability desirability desirability desirability desirability

(kg/cm 2 ) massa jenis

relaksasi total 400

durability kuat tekan

Dari hasil analisa pemilihan parameter briket optimum diperoleh nilai desirability total untuk masing-masing variasi tekanan pembriketan untuk briket kayu Kalimantan merbau dengan penambahan 20% dan 40% jerami padi dapat dilihat dalam Tabel 4.17 dan Tabel 4.18. Yaitu diketahui untuk briket 80% kayu Kalimantan merbau ditambah 20% jerami padi pembriketan optimum diperoleh

pada tekanan 800 kg/cm 2 dengan nilai desirability total 0,589. Dan untuk briket 60% jerami padi ditambah 40% kayu Kalimantan merbau pembriketan optimum

diperoleh pada tekanan pembriketan 800 kg/cm 2 dengan nilai desirability total 0,545.