Analisis Pola Konsumsi dan Pola Aktivitas Kadar Asam Urat Pada Lansia Wanita Peserta Pemberdayaan Lansia di Bogor
ABSTRACT
EARLY FAJARINA. Consumption Pattern Analysis and Activity Pattern with Uric Acid Levels in Elderly Women Empowerment Elderly Participants in Bogor. Under the guidance of IKEU TANZIHA and IKEU EKAYANTI.
Increased Life Expectancy or usually called with UHH (Usia Harapan Hidup) impact on the growing number of elderly population, which in turn will also increase the incidence of chronic and acute diseases. Uric acid levels are influenced by many factors, including pattern of consumption and activity pattern. This study aims to analyze the patterns of consumption and patterns of activity with uric acid levels in older women. This study design is cross sectional study and take an example in the Empowerment elderly Yasmina Bogor. After inclusion criteria charged the amount of sample obtained by 30 people.
The study found that household characteristics (education, employment, income and family size) is not related significantly (p> 0.05) on levels of uric acid. The relationship of individual characteristics (age, menopausal age, and nutrition knowledge) does not have a real relationship (p> 0.05) with uric acid levels. Only menopausal age who have a real corelation with uric acid levels (p = 0034, r =- 0389). Nutritional status, activity pattern, and pattern of consumption (energy, carbohydrates, proteins, fats, and purine) are not real corelation with uric acid levels (p> 0.05). Only the consumption of drinking water that has a relationship with uric acid levels (p = 0006, r =- 0487). The results of multiple linear regression test to variable pattern of consumption and pattern of activity on levels of uric acid is obtained that only the consumption of drinking water which significantly affect the levels of uric acid by the equation y = 14429-1138x with a significance 0.006.
Key words: elderly women, uric acid levels, consumption pattern, pattern of activity,drinking water.
(2)
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Keberhasilan pembangunan di suatu negara dapat dinilai melalui derajat kesehatan masyarakat. Indikator yang digunakan untuk menilai kesehatan masyarakat ialah angka kesakitan, kematian penduduk, dan usia harapan hidup. Penurunan angka kesakitan akan berbanding lurus dengan kematian penduduk dan berbanding terbalik dengan usia harapan hidup. Semakin tinggi usia harapan hidup berarti pembangunan kesehatan semakin berhasil. Menurut UU No. 13 tahun 1998, meskipun tidak sekaligus, hal ini berarti peningkatan mutu kehidupan akan menimbulkan perubahan struktur penduduk dan sekaligus menambah jumlah penduduk berusia lanjut (Arisman 2007).
Penuaan populasi di Indonesia mulai muncul sebagai gambaran demografi pergeseran penduduk ke usia lanjut dari sekitar 6% selama periode 1950-1990, kini mencapai 9%, dan diprediksi meningkat tajam menjadi 13% pada tahun 2025, dan menjadi 25% di tahun 2050. Ini berarti pada tahun 2025, 1 dari 4 penduduk Indonesia dapat dikelompokkan sebagai orang berusia lanjut dibandingkan 1 dari 12 penduduk Indonesia saat ini (Fatmah 2010).
Fenomena terjadinya peningkatan jumlah penduduk lansia disebabkan oleh penurunan angka fertilitas penduduk, perbaikan status kesehatan akibat kemajuan teknologi dan penelitian-penilitian kedokteran, transisi epidemilogi dari penyakit infeksi menuju penyakit degeneratif, perbaikan status gizi yang ditandai oleh peningkatan kasus obesitas lansia daripada underweight, peningkatan usia harapan hidup (UHH), pergeseran gaya hidup dari urban rural lifestyle menjadi sedentary urban lifestyle, dan peningkatan pendapatan perkapita sebelum krisis moneter melanda Indonesia (Fatmah 2010). Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 1998, harapan hidup orang Indonesia meningkat dari 65 tahun pada tahun 1997 menjadi 73 tahun pada tahun 2005. Peningkatan UHH menyebabkan populasi lanjut usia (lebih dari 75 tahun) meningkat secara pesat di negara berkembang (Kinsella & Suzman 1992; Schlenker 1998 dalam Shahar et al. 2007) serta akan berdampak pada pergeseran pola penyakit dari penyakit infeksi ke penyakit degeneratif.
Dalam dua dekade terakhir ini, terjadi peningkatan populasi penduduk lansia di Indonesia dari 4.48% tahun 1971 (5.3 juta) menjadi 9.77% pada tahun 2010 (23.9 juta). Bahkan pada tahun 2020 diprediksi akan terjadi ledakan jumlah
(3)
penduduk lansia sebesar 11.34% atau sekitar 28.8 juta (Makmur Sunusi 2006 dalam Fatmah 2010). Kaum wanita mendominasi kelompok pendudukusia tersebut dibandingkan pria. Saat ini hampir 60% penduduk lansia Indonesia adalah wanita (Fatmah 2010).
Seiring bertambahnya usia dan populasi lanjut usia akan turut meningkatkan kejadian penyakit kronik dan ketidakberdayaan di kalangan mereka (Woo 2000 dalam Shahar et al. 2007). Hasil penelitian yang dilakukan di Malaysia menyebutkan bahwa penyakit kronik dan akut yang paling banyak dilaporkan oleh subjek penelitian adalah tekanan darah tinggi (32.7%) dan gout atau artritis (29.6%). Sebaran subjek laki-laki dan perempuan yang mengidap tekanan darah tinggi, gout atau artritis adalah hampir sama (Shahar et al. 2007). Hal senada juga disebutkan oleh Boedidarmojo (1994) dalam Yenrina (2001) yaitu, penyakit radang sendi termasuk golongan empat penyakit yang menonjol pada masyarakat usia lanjut selain kardiovaskuler, penyakit endokrin dan penyakit neoplasma.
Kajian Abu Sabha et al. (1997) dalam Shahar et al. (2007) menunjukkan bahwa artritis merupakan penyakit yang paling sering dikeluhkan oleh kalangan wanita lanjut usia yang berumur 60 tahun ke atas. Artritis yang dimaksud pada penelitian tersebut merupakan semua penyakit radang sendi seperti penyakit asam urat yang disebut dengan hiperurisemia atau gout, dan penyakit radang sendi lainnya seperti reumatik. Pada wanita, peningkatan risiko penyakit asam urat dimulai sejak memasuki masa menopause. Setelah memasuki usia menopause, hormon estrogen pada wanita sudah tidak diproduksi lagi, sehingga menurunkan ekskresi asam urat.
Kebiasaan makan adalah faktor penting yang berpengaruh kepada status kesehatan dan kemampuan fisik seorang lanjut usia (Pirlich & Lochs 2001 dalam Shahar et al. 2007). Apabila usia meningkat, jumlah dan frekuensi makan yang dikonsumsi akan menurun jika dibandingkan dengan golongan yang lebih muda (Seiler 2001 dalam Shahar et al. 2007). Mereka juga cenderung menkonsumsi makanan yang mengandung zat gizi rendah. Keadaan ini disebabkan menurunnya kemampuan mobilitas, kesulitan mengunyah dan menelan makanan, ketidakmampuan menyediakan makanan, status sosioekonomi dan tahap aktivitas fisik yang rendah, kehilangan selera makan yang disebabkan komplikasi sistem pencernaan,kesedihan dan kesendirian (Shahar et al. 2007).
(4)
Pada umumnya, gerak badan dan aktivitas fisik menurun secara signifikan dalam jangka panjang dengan meningkatnya penuaan seseorang. Perubahan penuaan secara normal terjadi pada komposisi tubuh seseorang termasuk penurunan massa tubuh, metabolisme basal, cadangan protein, dan cadangan air. Peningkatan aktivitas seseorang yang termasuk latihan sedang dapat membantu meningkatkan kebugaran pada lanjut usia serta menurunkan risiko kegemukan dan berbagai macam penyakit seperti salah satunya adalah penyakit gout atau asam urat (Komnas Lansia 2010).
Risiko terjadinya asam urat akan bertambah bila disertai dengan pola konsumsi makan yang tidak seimbang. Banyaknya makanan tinggi purin yang dikonsumsi akan memperbesar risiko terkena asam urat pada kaum wanita lanjut usia yang notabene sudah menurun daya imunitasnya akibat hormon estrogen yang tidak diproduksi lagi serta menurunnya daya metabolisme tubuh semakin memperbesar risiko terjadinya penyakit asam urat.
Ada berbagai faktor yang dapat meyebabkan kelebihan asam urat di dalam darah, tetapi asupan purin mempunyai pengaruh paling besar (Clifford and Story.1976 dalam Yenrina 2001). Purin dapat berupa adenin, guanin, xantin, hipoxantin (inosin) adalah molekul yang terdapat dalam sel berbentuk nukleotida, yang mempunyai peranan luas dalam berbagai macam proses biokimia di dalam tubuh. Pada manusia dan hewan primata purin dimetabolisme menghasilkan produk akhir berupa asam urat. Kadar asam urat dalam darah dipengaruhi oleh banyak faktor seperti faktor fisik, genetik, dan juga asupan makanan. Asupan makanan yang baik dapat mengkontrol kadar asam urat dalam darah. Ada banyak jenis makanan yang dapat menyebabkan kadar asam urat dalam darah menjadi tidak normal, seperti makanan yang tinggi purin, makanan yang berprotein tinggi, serta konsumsi alkohol.
Perhatian terhadap kesehatan lansia manjadi hal yang penting untuk meningkatkan angka usia harapan hidup. Hal ini dikarenakan lansia termasuk golongan yang rentan terkena penyakit. Semakin menurunnya kekuatan fisik dan daya tahan tubuh membuat mekanisme kerja organ tubuh menjadi terganggu sehingga rentan terhadap serangan penyakit. Asupan gizi yang baik sangat diperlukan untuk membantu mengoptimalkan kesehatan dan mencegah komplikasi penyakit kronis yang mungkin diderita.
Salah satu kegiatan pemberdayaan wanita usia lanjut adalah Program Pemberdayaan Wanita Pra Lanjut Usia dan Wanita Lanjut Usia yang diadakan
(5)
oleh Kementrian Pendidikan Nasional yang bekerjasama dengan Yayasan Aspirasi Muslimah Indonesia (YASMINA). Program ini dilaksanakan di Bogor dan terdiri dari serangkaian kegiatan. Kegiatan yang dilaksanakan pada program ini adalah penyuluhan tentang perawatan dan pengasuhan usia lanjut, pelatihan daur ulang sampah plastik, pelatihan menyulam pita dan mayet, pelatihan kelembagaan, pendampingan, dan pemeriksaan kesehatan (klinis) usia lanjut. Tujuan dari kegiatan itu salah satunya untuk memberdayakan dan meningkatkan partisipasi para usia lanjut di masyarakat.
Berdasarkan masalah yang telah diuraikan, peneliti tertarik melakukan penelitian tentang analisis pola konsumsi dan pola aktivitas dengan kadar asam urat pada wanita lanjut usia. Peserta Program Pemberdayaan Wanita Pra dan Usia Lanjut dipilih sebagai contoh dalam penelitian ini karena dipandang dapat memberikan gambaran tentang karakteristik wanita usia lanjut. Kemudahan dalam akses pengambilan data juga menjadi pertimbangan peneliti dalam mengambil peserta program sebagai populasi penelitian. Selain itu, peserta program ini juga sudah mendapat pendidikan gizi dan pelatihan keterampilan serta memiliki kegiatan sosial rutin sehingga lebih mudah berkomunikasi dan bekerjasama dalam pengambilan data.
Tujuan Tujuan Umum:
Untuk mengetahui pengaruh pola konsumsi makan dan aktivitas fisik dengan kadar asam urat wanita lanjut usia.
Tujuan Khusus:
1. Menganalisis proporsi lansia berdasarkan kadar asam urat tinggi dan normal.
2. Mengidentifikasi karakteristik rumah tangga dan individu, aktivitas fisik, status gizi, dan pola konsumsi pada lansia berdasarkan kadar asam urat tinggi dan normal.
3. Menganalisis hubungan karakteristik rumah tangga dan individu, aktivitas fisik, status gizi, dan pola konsumsi pada lansia berdasarkan kadar asam urat tinggi dan normal.
4. Menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kadar asam urat pada lansia.
(6)
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi masyarakat tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kadar asam urat pada lansia wanita sehingga dapat menyusun diet dan pola aktivitas yang baik dan benar untuk meningkatkan status kesehatannya. Selain itu diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat bagi petugas kesehatan untuk dapat mengedukasi masyarakat agar dapat mencegah terjadinya penyakit kronik dan akut akibat kadar asam urat yang tidak terkontrol.
(7)
TINJAUAN PUSTAKA
Lanjut Usia
Perkembangan kehidupan manusia dibagi dalam dua tahap, yaitu masa pertumbuhan (bayi, anak, remaja) dan masa dewasa, dimana tidak terjadi lagi pertumbuhan. Tahap lanjut dari masa dewasa yaitu kelompok manusia usia lanjut. Pada masa ini kematangan fisik dan fisiologis telah tercapai dan terlampaui (Nasoetion & Briawan 1993). Usia lanjut dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu usia lanjut kronologis atau usia berdasarkan kalender, dan usia lanjut biologis (Astawan & Wahyuni 1988).
Departemen Kesehatan (1991) membuat pengelompokkan usia lanjut menjadi:
1. Kelompok pertengahan umur ialah kelompok usia dalam masa virilitas, yaitu masa persiapan usia lanjut, yang menampakkan keperkasaan fisik dan kematangan jiwa (45-54 tahun).
2. Kelompok usia lanjut dini ialah kelompok dalam masa prasenium, yaitu kelompok yang mulai memasuki usia lanjut (55-64 tahun).
3. Kelompok usia lanjut ialah kelompok dalam masa senium (65 tahun ke atas).
Lansia adalah mereka yang telah berusia 65 tahun ke atas, menurut Durmin (1992) membagi lansia menjadi young elderly (65-74 tahun) dan older
elderly (≥75 tahun). Sementara Munro et al. (1987) dalam Arisman (2002)
mengelompokkan older elderly ke dalam dua bagian, yaitu 75-84 tahun dan 85 tahun. Menurut Astawan & Wahyuni (1988), untuk negara-negara yang sudah maju, dengan ekonomi, gizi, dan kesehatan yang telah baik, batas lanjut usia adalah sekitar 65 tahun ke atas, sedangkan PBB menetapkan batas lansia adalah 60 tahun ke atas.
Menurut Patmonedowo et al. (2001), ketuaan menjadikan manusia rentan terhadap berbagai penyakit. Dibandingkan dengan usia lain, kesehatan para lansia ditandai oleh menurunnya fungsi berbagai organ tubuh. Penyakit lansia memiliki karakteristik sebagai berikut :
a. saling terkait, kronis sehingga cenderung mengalami komplikasi b. degeneratif, sering menimbulkan kacacatan bahkan kematian c. akut tetapi ada juga penyakit yang berkembang perlahan-lahan d. terjadi karena pengaruh obat-obatan
(8)
Proses Penuaan
Proses penuaan (aging) merupakan proses menua atau proses yang terus menerus (berlanjut) secara alamiah. Proses penuaan ini dimulai sejak proses pembuahan dan umum dialami oleh semua makhluk hidup serta berlangsung berbeda-beda pada setiap orang. Proses kelahiran, pertumbuhan, dewasa dan manula adalah bagian dari penuaan yang normal dan penuaan ini berakhir saat makhluk hidup mati (Cooper et al. 1963).
Turner et al. (1991) menyatakan bahwa proses penuaan terbagi menjadi penuaan eksternal dan internal. Poses penuaan eksternal merupakan proses penuaan yang gejalanya dapat dilihat. Perubahan-perubahannya dapat diamati dari kulit, rambut, gigi, dan postur tubuh. Penuaan internal adalah penuaan yang gejalanya tidak dapat dilihat, yaitu perubahan degeneratif yang terjadi di dalam tubuh. Perubahan tersebut terjadi pada sistem saraf, kardiovaskular, pernapasan, pencernaan, urinari, dan sistem imun. Penuaan dapat disebabkan karena faktor umur juga dapat terjadi karena faktor psikososial seperti stress, sosial ekonomi, lingkungan, makanan (gizi) dan kesehatan.
Menurut Wirakusumah (2002), ada beberapa yang mempengaruhi kecepatan seseorang menjadi tua, baik yang dapat dikendalikan maupun yang tidak dapat dikendalikan.
1. Faktor genetika yang merupakan faktor bawaan (keturunan) yang berbeda pada setiap individu.
2. Faktor lingkungan dan faktor gaya hidup. Faktor ini berkaitan dengan diet, kebiasaan merokok, minum alkohol, kafein, tingkat polusi, pendidikan, pendapatan, dan sebagainya.
3. Faktor endogenik. Terkait proses penuaan, yaitu perusakan sel yang berjalan seiring perjalanan waktu.
Selain umur, proses penuaan yang terjadi pada seseorang dapat juga terjadi karena faktor psikososial seperti stress, sosial ekonomi, lingkungan, kesehatan, dan gizi. Faktor-faktor ini saling mempengaruhi dan pada setiap individu berbeda-beda prosesnya.
Keadaan Kesehatan Lansia
Status kesehatan lansia tidak boleh terlupakan karena berpengaruh dalam penilaian kebutuhan zat gizi. Ada lansia yang tergolong sehat dan ada lansia mengidap penyakit kronis. Disamping itu sebagian lansia masih mampu mengurus diri sendiri. Sementara sebagian lain masih sangat tergantung pada
(9)
belas kasihan orang lain. Kebutuhan zat gizi mereka tergolong aktif biasanya berbeda dengan orang dewasa sehat. Penuaan tidak begitu berpengaruh terhadap kesehatan mereka.
Hal tersebut memunculkan istilah Lansia Risiko Tinggi (High Risk Elderly) dengan kriteria (a) usia diatas 80 tahun, (b) hidup sendiri, (c) depresi, (d) gangguan intelektual, (e) jatuh beberapa kali, (f) inkontinensia urin, dan (g) di masa lalu tidak dapat menyesuaikan diri (Arisman 2007).
Kecukupan Gizi Pada Lansia
Lansia adalah mereka yang telah berusia sama dengan diatas 60 tahun. Lansia mengalami penurunan fungsi organ tubuh yang mengakibatkan aktivitasnya menurun dibandingkan pada masa dewasa ataupun remaja. Hal ini mengakibatkan kecukupan gizi lansia pada umumnya lebih rendah dibandingkan pada kedua masa tersebut (Hardinsyah dan Martianto 1988). Wirakusumah (2002) menyatakan bahwa pada lansia penggunaan energi semakin menurun karena proses metabolisme basalnya juga semakin menurun, kenyataan ini juga berimplikasi pada penurunan kebutuhan energi lansia.
Adanya perubahan pada tubuh lansia menghendaki pola konsumsi pangan yang berbeda dibandingkan pada usia yang lebih muda. Pada prinsipnya kebutuhan akan macam zat gizi pada lansia akan tetap seperti yang dibutuhkan oleh orang dengan usia yang lebih muda, hanya saja terdapat perbedaan pada jumlah dan komposisinya (Astawan dan Wahyuni 1988).
Menurut Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII (LIPI 2004), angka kecukupan gizi rata-rata yang dianjurkan untuk lansia adalah:
Tabel 1 Angka kecukupan gizi rata-rata yang dianjurkan untuk usia lanjut
Zat gizi Angka Kecukupan Gizi 50-64 tahun ≥65 tahun
Energi (kkal) 1750 1600
Protein (g) 50 50
Vitamin A (µg RE) 500 500
Vitamin D (µg) 10 15
Vitamin E (mg) 15 15
Vitamin K (µg) 55 55
Thiamin (mg) 0.9 0.8
Riboflavin (mg) 1.1 1.1
Niasin (mg) 14 14
Sianokobalamin (µg) 2.4 2.4
Asam Folat (µg) 400 400
Vitamin C (mg) 75 75
Kalsium (mg) 800 800
(10)
Seseorang yang berusia 70 tahun akan mengalami penurunan metabolisme basal sebesar 20% dibandingkan dengan mereka yang berusia 30 tahun (Astawan & Wahyuni 1988). Studi mengenai pemilihan makanan pada manusia melibatkan banyak faktor yang saling berinteraksi mulai dari mekanisme biologis, perilaku makan secara psikologis, sosial, budaya, hingga kesehatan umum (David & Annie 2004).
Angka Kecukupan Gizi (AKG) adalah suatu kecukupan rata-rata zat gizi setiap hari bagi hampir semua orang, menurut golongan umur, jenis kelamin, ukuran tubuh dan aktifitas untuk mencegah terjadinya defisiensi maupun kelebihan gizi. Kecukupan gizi seseorang akan lebih besar dibandingkan kebutuhan gizinya. Dalam perhitungan kecukupan gizi, sudah diperhitungkan faktor variasi kebutuhan individual kecuali untuk energi setingkat dengan kebutuhan rata-rata ditambah dengan dua kali simpangan bakunya.
Angka Kecukupan Energi (AKE) pada WNPG VIII bagi orang dewasa didasarkan pada Oxford Equation yang merupakan hasil meta analisis untuk estimasi energi basal metabolisme (EBM) berdasarkan berat badan. Komponen utama yang menentukan kecukupan energi adalah Energi Basal Metabolik (EBM) atau Basal Metabolic Rate (BMR). Menurut Manual of Medical Nutritional Therapy (2011), EBM adalah pengeluaran energi seseorang yang diukur pada saat status post-absorptif (tidak ada konsumsi makanan dalam 12 jam terakhir) setelah beristirahat selama 30 menit dalam lingkungan dengan temperatur normal.
Perhitungan EBM Oxford Equation lebih sesuai karena dalam sampelnya termasuk populasi Asia (China dan Filipina) yang postur tubuhnya mirip orang Indonesia. Disamping studi yang dilakukan di Malaysia dan Filipina juga menunjukkan bahwa Schofield Equation yang digunakan FAO/WHO (1985) overestimate sekitar 10-15% tergantung usia dan jenis kelamin. Tingkat kegiatan diadopsi dari review kajian di Filipina (FNRI 2003). Koreksi umur bagi orang dewasa setelah usia 30 tahun juga dilakukan (FAO/WHO 1985 & IOM 2002). Penurunan kebutuhan energi 5% pada usia 30-64 tahun dan 10% pada usia >65 tahun. Hasil estimasi AKE bagi wanita dewasa disajikan dalam Tabel 2.
Tingkat Kegiatan Fisik (TKF) dalam perhitungan bagi orang dewasa adalah pada tingkat kegiatan ringan. Faktor tingkat kegiatan fisik, menggunakan hasil berbagai penelitian Guzman et al. yang direview oleh FNRI (2003), yaitu 1.58 dan 1.45 masing-masing bagi pria dan wanita kegiatan ringan; 1.67 dan
(11)
1.55 bagi pria dan wanita kegiatan sedang; dan 1.88 dan 1.75 bagi pria dan wanita kegiatan berat. Angka ini sedikit lebih rendah dibandingkan faktor tingkat kegiatan FAO/WHO (1985) terutama untuk wanita. AKE pria dan wanita dewasa menggunakan tingkat kegiatan fisik sedang.
Tabel 2 Proses estimasi AKE wanita dewasa berdasarkan EBM yang menggunakan Oxford Equation
Umur BB
(Kg) Rumus EBM
EBM (kkal)
TKF (ringan)
Koreksi umur
AKE (kkal/hr)
AKE diperhalus Wanita
19-29 52 13.4B + 517 1214 1.55 1.00 1882 1900 30-49 55 9.59B + 687 1214 1.55 0.95 1788 1800 50-64 55 9.59B + 687 1214 1.55 0.95 1788 1750 65+ 55 9.59B + 608 1135 1.55 0.90 1583 1600 Angka Kecukupan Protein (AKP) wanita dewasa didasarkan pada rata-rata kebutuhan protein dikalikan berat badan, ditambah sejumlah safe level (24%) dan dikoreksi dengan faktor koreksi mutu sebesar 1.2. Tambahan 24% didapat dari review FAO/WHO (1985) yang masih valid menurut IOM (2002), yaitu berasal dari koefisien variasi 12% (2 x koefisien variasi). Koreksi mutu protein didasarkan pada kenyataan bahwa pangan hewani hanya berkontribusi sekitar 4% terhadap total energi, artinya mutu protein makanan penduduk Indonesia masih rendah, sehingga perlu adanya faktor koreksi mutu yaitu sebesar 1.2.
Pola Konsumsi Pangan
Nasoetion et al. (1992) mendefinisikan pola konsumsi pangan sebagai susunan jenis atau ragam pangan yang biasa dikonsumsi seseorang atau sekelompok orang di daerah tertentu. Pengelompokkan pola konsumsi pangan dapat dibentuk berdasarkan kegunaan atau fungsi pangan dalam tubuh meliputi pola konsumsi pangan pokok, pola konsumsi pangan sumber protein, pola konsumsi sayuran, dan pola konsumsi buah-buahan.
Pola konsumsi pangan dapat juga diartikan sebagai frekuensi bahan makanan yang dikonsumsi seseorang sehari-hari dan merupakan ciri khas pada suatu kelompok masyarakat tertentu. Konsumsi pangan merupakan faktor utama untuk memenuhi kebutuhan gizi seseorang (Harper et al. 1985).
Supariasa et al. (2002) menjelaskan bahwa dalam penelitian konsumsi pangan terdapat tiga metode yang digunakan, yaitu metode kualitatif, metode kuantitatif, serta gabungan keduanya. Metode kualitatif digunakan untuk mengetahui frekuensi makan, frekuensi konsumsi menurut jenis bahan pangan, dan menggali informasi tentang kebiasaan makan. Metode kuantitatif digunakan
(12)
untuk mengetahui jumlah makanan yang dikonsumsi sehingga dapat dihitung asupan zat gizi.
Menurut Riyadi (1996) pola konsumsi pangan dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya yaitu, (1) ketersediaan pangan, jenis, dan jumlah pangan dalam pola makanan di suatu daerah tertentu. Bila pangan tersedia secara kontinyu maka akan membentuk kebiasaan makan, (2) pola sosial, budaya, dan pola kebudayaan mempengaruhi seseorang dalam memilih pangan. Pilihan pangan biasanya ditentukan oleh adanya faktor-faktor penerimaan atau penolakan terhadap pangan oleh seseorang atau sekelompok orang. Pola konsumsi pangan yang baik hendaknya diartikan dengan membudayakan makan yang memenuhi konsumsi makanan yang bermutu, beragam, bergizi seimbang, dan sesuai kebutuhan serta aman dan halal.
Metode food recall 24 jam adalah salah satu metode dalam melakukan penilaian konsumsi pangan dengan tujuan untuk mengetahui kebiasaan makan dan gambaran tingkat kecukupan bahan pangan dan zat gizi pada tiap kelompok, rumah tangga, dan individu serta faktor-faktor yang mempengruhi konsumsi pangan. Prinsip dari metode ini adalah melakukan pencatatan jenis dan jumlah bahan pangan yang dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu. Data yang diperoleh cenderung bersifat kualitatif. Data kuantitatif didapatkan dengan menanyakan secara lebih rinci jumlah makanan yang dikonsumsi dengan menggunkan alat ukuran rumah tangga (URT) seperti sendok, gelas, piring, dan lain-lain (Supariasa et al. 2002).
Penyakit Asam Urat (Gout)
Gout adalah salah satu penyakit artritis yang disebabkan oleh metabolisme abnormal purin yang ditandai dengan meningkatnya kadar asam urat dalam darah. Hal ini diikuti dengan terbentuknya timbunan kristal berupa garam urat di persendian yang menyebabkan peradangan sendi pada lutut dan atau jari (Bagian Gizi RS.Dr.RSCM dan Persagi 2005).
Menurut Price dan Wilson (2002) gout merupakan gangguan metabolik yang sudah dikenal oleh Hipokrates pada zaman Yunani kuno. Pada waktu itu gout dianggap sebagai penyakit kalangan sosial elit yang disebabkan karena terlalu banyak makan, minum anggur, dan seks. Sejak saat itu banyak teori etiologis dan terapeutik yang telah diketahui mengenai penyakit gout, dan tingkat keberhasilannya juga tinggi.
(13)
Gout merupakan istilah yang dipakai untuk sekelompok gangguan metabolik, sekurang-kurangnya ada sembilan gangguan, yang ditandai oleh meningkatnya konsentrasi asam urat (hiperurisemia). Gout dapat bersifat primer maupun sekunder. Gout primer merupakan akibat langsung pembentukan asam urat tubuh yang berlebihan atau akibat penurunan ekskresi asam urat. Gout sekunder disebabkan karena pemebentukan asam urat yang berlebihan atau ekskresi asam urat yang berkurang akibat proses penyakit lain atau pemakaian obat-obat tertentu.
Masalah akan timbul jika terbentuk kristal-kristal monosodium urat monohidrat pada sendi-sendi dan jaringan sekitarnya. Kristal-kristal berbentuk seperti jarum ini mengakibatkan reaksi peradangan yang jika berlanjut akan menimbulkan nyeri hebat yang sering menyertai gout. Jika tidak diobati, endapan kristal akan menyebabkan kerusakan yang hebat pada sendi dan jaringan lunak.
Gout merupakan salah satu penyakit tertua yang tercatat sepanjang sejarah kesehatan yang merupakan kegagalan metabolisme purin yang level akumulasi asam urat dalam darahnya di atas normal (hyperurisimia). Sebagai konsekuensinya, sodium urat dibentuk dan disimpan sebagai tophi dalam tulang sendi kecil dan mengelilingi jaringan. Penyakit ginjal terjadi dan asam urat nephrolithiasis dapat terjadi. Pada penyakit gout, titik yang biasa terjadi adalah di sekitar telinga, kemudian titik tersebut menjadi pelebaran jempol atau siku (Mahan & Stump 2008).
Prevalensi gout meningkat (Choi dan Curhan 2005 dalam Mahan dan Stumb 2008), penyakit ini biasanya terjadi setelah usia 35 tahun dan didominasi oleh laki-laki. Tetapi, ini dapat menyebar merata pada kedua jenis kelamin pada usia lanjut (Sag dan Choi 2006 dalam Mahan dan Stumb 2008).
Gout dicirikan oleh nyeri atritis pada suatu tempat dengan serangan mendadak dan akut yang biasanya dimulai pada ibu jari dan berlanjut ke kaki. Pada sebuah kajian retrospektif pada keluarga yang menderita gout mempunyai serangan 7.5 tahun lebih awal dibandingkan dengan kelompok subjek dengan kadar serum trigliserida, kolesterol, dan hipertensi terendah dibandingkan dengan keluarga tanpa penyakit guot (Chen et al. 2001 dalam Mahan dan Stumb 2008). Simpanan urat dapat merusak jaringan sendi, menunjukkan gejala artritis kronis.
Salah satu yang membentuk gout adalah obesitas (WHO 2002 dalam Mahan dan Stumb 2008). Peningkatan jaringan adiposa viseral sepertinya
(14)
memberatkan risiko resistensi insulin dalam gout dan dapat membuat pasien lebih berisiko untuk penyakit aterosklerosis (Takashi et al. 2001 dalam Mahan dan Stumb 2008). Meskipun penurunan berat badan kelihatan melindungi (Choi et al. 2005; Dessein et al. 2000 dalam Mahan dan Stumb 2008), ketosis dikaitkan dengan puasa atau diet rendah karbohidrat juga dapat menurunkan serangan.
Ada kalanya gangguan tersebut disebabkan oleh pembedahan. Sebagai penyakit yang maju, gejala yang terjadi lebih berfrekuensi dan lebih lama. Luka yang parah atau di luar yang biasa terjadi dapat mempercepat episode dan serangan yang berhubungan dengan lingkungan. Hipertensi dan penggunaan diuretik menjadi faktor risiko gout yang tepat (Choi et al. 2005b dalam Mahan dan Stumb 2008). Kajian epidemiologi menunjukan adanya hubungan antara gout dengan dislipidemia, diabetes mellitus, dan sindrom resistensi insulin (Fam 2005 dalam Mahan dan Stumb 2008).
Asam urat merupakan hasil akhir dari metabolisme purin pada satwa primata, baik purin yang berasal dari bahan pangan maupun dari hasil pemecahan purin asam nukleat tubuh. Dalam plasma, urat terutama berada dalam bentuk natrium urat sedangkan dalam saluran urin, urat dalam bentuk asam urat. Namun pada umumnya disebutkan sebagai asam urat tanpa menunjukkan tempat keberadaannya (Yenrina 2001).
Kandungan normal natrium urat dalam plasma kurang dari 7 mg/dl (Martin et al. 1984). Berdasarkan penelitian laboratorium klinis, kadar natrium urat normal untuk wanita berkisar berkisar 2.4-5.7 mg/dl dan untuk pria berkisar 3.4-7 mg/dl. Jika natrium urat plasma melebihi standar ini disebut hiperurisemia.
Enzim penting yang berperan dalam sintesis asam urat adalah xantin oksidase yang sangat aktif bekerja dalam hati, usus halus, dan ginjal. Tanpa bantuan enzim ini asam urat tidak dapat dibentuk (Martin et al. 1984). Mekanisme turn over asam urat dapat dilihat pada Gambar 1.
(15)
Gambar 1 Mekanisme Turn Over Asam Urat
Peningkatan kadar asam urat dalam plasma dapat disebabkan oleh meningkatnya produksi asam urat atau menurunnya pengeluaran asam urat. Apabila produksi asam urat meningkat akan terjadi peningkatan pool asam urat, hiperurisemia, dan pengeluaran asam urat melalui urin meningkat. Peningkatan produksi asam urat dapat disebabkan oleh tingginya konsumsi bahan pangan yang mengandung purin atau meningkatnya sintesis purin dalam tubuh (Krisnatuti et al. 2000).
Menurut Passmore dan Eastwood (1987), penyebab hiperurisemia dibagi dua yaitu primer dan sekunder. Hiperurisemia primer disebabkan oleh faktor genetik dan lingkungan. Hiperurisemia sekunder disebabkan adanya komplikasi dengan penyakit atau obat dari penyakit ginjal, hipertensi, diabetes mellitus, hyperlipidemia, pisoriasis, hipotiroid, dan leukemia sedangkan faktor kegemukan dan minum alkohol dapat memicu terjadinya hiperurisemia.
Prekusor bukan purin
Purin jaringan nukleotida
Pool Asam Urat Nukleoprotein
makanan
Ekskresi melalui ginjal
Ekskresi melalui saluran cerna
Asam Nukleat Jaringan
Katabolisme Sintesa de novo
(16)
Gambaran Klinis
Pada keadaan normal kadar asam urat serum pada laki-laki mulai meningkat setelah pubertas. Pada perempuan kadar urat tidak meningkat sampai setelah menopause karena estrogen meningkatkan ekskresi asam urat melalui ginjal. Setelah menopause, kadar urat serum meningkat seperti pada pria.
Terdapat empat tahap perjalanan klinis dari penyakit gout yang tidak diobati. Tahap pertama adalah hiperurisemia asimtomatik. Nilai normal asam urat serum pada laki-laki adalah 5.1 ± 1.0 mg/dL dan pada perempuan adalah 4.0 ± 1.0 mg/dL. Nilai-nilai ini meningkat sampai 9-10 mg/dL pada seseorang dengan gout. Dalam tahap ini pasien tidak menunjukkan gejala-gejala selain dari peningkatan asam urat serum. Hanya 20% dari pasien hiperurisemia asimtomatik yang berlanjut menjadi serangan gout akut (Price & Wilson 2002).
Pengelompokkan Bahan Makanan Menurut Kadar Purin dan Anjuran Makan Kelompok 1 merupakan bahan makanan dengan kandungan purin tinggi (100-1000 mg purin/100 g bahan makanan). Kelompok bahan makanan ini sebaiknya dihindari. Kelompok tersebut terdiri dari otak, hati, jantung, ginjal, jeroan, ekstrak daging/ kaldu, bouillon, bebek, ikan sardine, makarel, remis, dan kerang.
Kelompok 2 adalah bahan makanan dengan kandungan purin sedang ( 9-100 mg purin/9-100 g bahan makanan). Kelompok bahan makanan ini dibatasi maksimal 50-75 g (1-1 ½ potong) daging, ikan atau unggas, atau 1 mangkok (100 g) sayuran sehari. Kelompok bahana makanan tersebut terdiri dari daging sapi dan ikan (kecuali yang terdapat dalam kelompok 1), ayam, udang ; kacang kering dan hasil olahannya, seperti tahu dan tempe; asparagus, bayam, daun singkong, kangkung, daun dan biji melinjo.
Kelompok 3 merupakan bahan makanan dengan kandungan purin rendah, sehingga dapat diabaikan dan dapat dimakan setiap hari. Kelompok bahan makanan ini adalah nasi, ubi, singkong, jagung, roti, mie, bihun, tepung beras, cake, kue kering, puding, susu, keju, telur; lemak dan minyak; gula; sayuran dan buah-buahan, kecuali sayuran dalam kelompok 2 (Bagian Gizi RS.Dr.RSCM dan Persagi 2005).
(17)
Purin
Purin adalah molekul yang terdapat dalam sel dalam bentuk nukleotida. Asam amino dan nukleotida berhubungan satu sama lain. Keduanya adalah unit dasar dalam biokimiawi pembawa sifat genetik. Nukleotida unsur pemberi sandi asam nukleat, bersifat essensial pada pemeliharaan dan pemindahan informasi genetik. Asam amino merupakan unit pembangun protein dan dibutuhkan untuk ekspresi informasi genetik (Lehninger 1991).
Nukleotida yang paling dikenal adalah purin dan pirimidin sebagai pra-zat monomerik asam ribonukleat (RNA) dan asam deoksiribonukleat (DNA). Purin apabila berdiri sendiri disebut basa purin, jika basa purin berikatan dengan gula pentosa disebut nukleosida, jika basa purin berikatan dengan gula pentosa dan asam phospat disebut nukleotida purin. Basa purin terdiri dari adenin, guanin, hipoxantin (inosin) dan xantin (Bondy dan Rosenberg 1980, Martin et al. 1984 dalam Yenrina 2001).
Basa-basa purin yang terdapat pada nukleotida berasal dari substitusi struktur cincin zat dasar purin. Adenin dan guanin terdapat pada makhluk hidup sedangkan xantin dan hipoxantin terdapat sebagai zat antara pada metabolisme adenin dan guanin (Martin et al. 1984).
Fungsi utama nukleitida purin bersama-sama dengan nukleotida pirimidin adalah sebagai pro-zat pembentuk asam nukleat yaitu asam deoksiribonukleat (DNA) dan asam ribonukleat (RNA). Selain itu nukleotida purin berperan sebagai komponen dari molekul berenergi tinggi yaitu adenosin tripospat (ATP), adenosin dipospat (ADP), adenosin monopospat (AMP), dan guanosin monopospat (GMP), guanosin dipospat (GDP), dan guanosin tripospat (GTP) (Yenrina 2001). Fungsi Purin
Asam deoksiribonukleat (DNA) berkaitan dengan sifat-sifat genetik, pada mikroorganisme satu untai DNA menyimpan informasi genetiknya. Pada organisme tingkat tinggi, DNA terdapat sebagai nukleoprotein di dalam kromosom, sebagian besar DNA terdapat di dalam inti sel, sejumlah kecil di dalam mitokondria dan kloroplas.
DNA menyediakan cetakan bagi sintesis protein di dalam sel, sifat keturunan diwariskan melalui proses replikasi yang melibatkan peranan sejumlah protein dan enzim (Suhartono 1989 diacu oleh Yenrina 2001). DNA dibutuhkan dalam pertumbuhan dan pembelahan sel, unit monomer DNA adalah adenin,
(18)
guanin, sitosin, dan timin. Unit-unit monomer DNA dijadikan bentuk polimer oleh ikatan 3’5’ fosfodiester.
Asam ribonukleat tersebar luas diseluruh sel, sebagian RNA terdapat di dalam sitoplasma sebagai RNA terlarut dan RNA ribosom sebagian kecil terdapat di dalam inti sel dan di dalam mitokondria. Asam ribonukleat dibutuhkan dalam sintesis protein, unit monomer RNA adalah adenin, guanin, sitosin, dan urasil (Yenrina 2001).
Metabolisme Purin
Di dalam bahan pangan, purin terikat dalam asam nukleat berupa nukleoprotein. Di dalam usus, asam nukleat dibebaskan dari nukleoprotein oleh enzim pencernaan, dan asam nukleat dipecah menjadi mononukleotida. Selanjutnya mononukleotida dihidrolisis menjadi nukleosida.
Nukleosida sudah dapat langsung diserap dan sebagian dipecah lebih lanjut menjadi purin dan pirimidin. Purin teroksidasi menjadi asam urat yang dapat diabsorpsi melalui mukosa usus dan diekskresikan melalui urin (Martin et al. 1984). Mamalia dan sebagian besar vertebrata bersifat prototrofik untuk purin dan pirimidin yaitu mampu mensintesis nukleosida purin dan pirimidin de novo sehingga tidak tergantung pada asam nukleat dan nukleotida dari bahan pangan.
Berbagai macam nukleosida hasil dari pemecahan nukleoprotein dapat diserap atau dipecah lebih lanjut oleh posporilase usus menjadi purin atau pirimidin bebas. Basa guanin dioksidasi menjadi xantin dan kemudian menjadi asam urat, nukleosida adenosin dapat dirubah menjadi inosin, hipoxantin, dan kemudian menjadi asam urat.
Pada manusia dan mamalia lainnya, nukleotida purin disintesis untuk memenuhi kebutuhan organisme akan pra-zat monomer asam nukleat dan untuk fungsi lainnya. Pada beberapa organisme seperti burung, amphibi, dan reptilia, sintesis purin mempunyai fungsi tambahan sebagai alat ekskresi produk buangan nitrogen sebagai asam urat. Organisme ini dinamakan urikotelik, sedangkan organisme yang membuang produk nitrogennya dalam bentuk urea seperti manusia dinamakan ureotelik. Organisme urikotelik mensintesis nukleotida purin dengan kecepatan yang relatif lebih besar dari pada organisme ureotelik, akan tetapi langkah yang diperlukan dalam sintesa de novo nukleotida purin sama (Yenrina 2001).
Sintesis purin melibatkan dua jalur, yaitu jalur de novo dan jalur penghematan (salvage pathway).
(19)
1. Jalur de novo melibatkan sintesis purin dan kemudian asam urat melalui prekursor nonpurin. Substrat awalnya adalah ribosa-5-fosfat, yang diubah melalui serangkaian zat antara menjadi nukleotida purin (asam inosinat, asam guanilat, asam adenilat). Jalur ini dikendalikan oleh serangkaian mekanisme yang kompleks, dan terdapat beberapa enzim yang mempercepat reaksi yaitu: 5-fosforibosilpirofosfat (PRPP) sintetase dan amidofosforibosiltransferase (amido-PRT). Terdapat suatu mekanisme inhibisi umpan balik oleh nukleotida purin yang terbentuk, yang fungsinya untuk mencegah pembentukan yang berlebihan.
2. Jalur penghematan adalah jalur pembentukan nukleotida purin melalui basa purin bebasnya, pemecahan asam nukleat, atau asupan makanan. Jalur ini tidak melalui zat-zat perantara seperti pada jalur de novo. Basa purin bebas (adenin, guanin, hipoxantin) berkondensasi dengan PRPP untuk membentuk prekursor nukleotida purin dari asam urat. Reaksi ini dikatalisis oleh dua enzim: hipoxantin guanin fosforibosiltransferase (HGPRT) dan adenin fosforibosiltransferase (APRT) (Murray et al. 2006) Asam urat yang terbentuk dari hasil metabolisme purin akan difiltrasi secara bebas oleh glomerulus dan diresorpsi di tubulus proksimal ginjal. Sebagian kecil asam urat yang diresorpsi kemudian diekskresikan di nefron distal dan dikeluarkan melalui urin.
Pengetahuan Gizi
Pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu, di mana sebagian besar dari pengetahuan tersebut diperoleh manusia melalui indera mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan dominan yang sangat penting bagi terbentuknya suatu tindakan. Tindakan yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari pengetahuan (Notoatmodjo 1993 dalam Sukandar 2007).
Lebih lanjut dijelaskan oleh Notoatmodjo (1993) dalam Marga (2007), tingkat pengetahuan mencakup 6 tingkatan, yaitu (1) Tahu atau dapat mengingat materi yang sebelumnya; (2) Memahami, yaitu kemampuan untuk menjelaskan dan menginterpretasikan dengan benar objek yang diketahui; (3) Aplikasi yaitu menggunakan materi yang telah dipelajari pada kondisi yang sebenarnya; (4) Analisis yaitu kemampuan menjabarkan materi kedalam komponen-komponen; (5) Sintesis yaitu kemampuan menghubungkan bagian-bagian menjadi satu
(20)
kesatuan yang baru; (6) Evaluasi yaitu kemampuan melakukan penilaian terhadap suatu objek.
Pengetahuan adalah hasil “tahu” dan ini terjadi setelah melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Brieger (1992) mengemukakan bahwa pengetahuan umumnya datang dari pengalaman yang dapat diperoleh dari informasi yang disampaikan oleh guru, orang tua, keluarga, teman, buku, surat kabar dan majalah. Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa pengetahuan adalah proses untuk mengetahui sesuatu yang dilakukan oleh manusia berdasarkan pengalaman, perasaan, pola pikirnya terhadap objek tertentu.
Pengetahuan gizi mempunyai peranan penting dalam pembentukan kebiasaan makan seseorang, sebab hal ini akan mempengaruhi seseorang dalam memilih jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi (Harper et al. 1985). Menurut Sanjur (1982) yang diacu dalam Sukandar (2007), pengaruh pengetahuan gizi terhadap konsumsi makanan tidak selalu linier, artinya semakin tinggi tingkat pengetahuan gizi ibu rumah tangga, belum tentu konsumsi makanan menjadi baik. Konsumsi makanan jarang dipengaruhi oleh pengetahuan gizi secara tersendiri, tetapi merupakan interaksi dengan sikap dan keterampilan gizi. Semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang akan cenderung memilih makanan yang murah dengan nilai gizi yang lebih tinggi, sesuai dengan jenis pangan yang tersedia dan kebiasaan makan dan minum sejak kecil sehingga kebutuhan zat gizi dapat terpenuhi. Seseorang yang memiliki pengetahuan positif tentang makanan maka akan memiliki kualitas makanan yang lebih baik. Kualitas yang dimaksud adalah ketersediaan zat gizi dalam jumlah dan jenis yang cukup bagi kesehatan tubuh.
Status Gizi
Status gizi adalah keadaan tubuh seseorang atau sekelompok orang sebagai akibat dari konsumsi, penyerapan, dan penggunaan zat gizi makanan. Penilaian status gizi dapat memberikan gambaran tentang baik atau tidaknya status gizi orang tersebut (Gibson 2005). Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari keadaan gizi dalam bentuk variabel tertentu (Supariasa et al. 2001). Penilaian status gizi dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu melalui konsumsi makanan, antropometri, biokimia, dan klinis. Menurut Riyadi (2001), penilaian
(21)
status gizi dapat dilakukan secara tunggal dengan satu indikator atau dapat menggunakan beberapa indikator gabungan agar didapat hasil yang lebih efektif.
WHO (2000) menyatakan bahwa wanita cenderung mengalami peningkatan penyimpanan lemak. Kekurangan dan kelebihan gizi pada orang dewasa adalah masalah penting karena akan menimbulkan resiko penyakit tertentu. Pemantauan keadaan tersebut perlu dilakukan secara berkesinambungan salah satunya adalah dengan mempertahankan berat badan normal. Menurut Manual Of Medical Nutritional Therapy (2011), penentuan status gizi seseorang juga dapat dilakukan dengan menggunakan persentase berat badan aktual terhadap berat badan ideal.
Tabel 3 Kriteria status gizi berdasarkan persentase berat badan aktual terhadap berat badan ideal
Persentase Berat Badan Ideal (%) Kriteria
≥200 Obesitas II
≥150 Obesitas I
≥120 Overweight
80-90 Gizi kurang I
70-79 Gizi kurang II
≤69 Gizi kurang III
Indeks Massa Tubuh
Indeks Massa Tubuh (IMT) merupakan teknologi tepat guna untuk memantau status gizi orang dewasa khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan, maka mempertahankan berat badan normal memungkinkan seseorang dapat mencapai usia harapan hidup lebih panjang. Berikut ini merupakan tabel Indeks Massa Tubuh berdasarkan usia.
Tabel 4 Indeks Massa Tubuh Berdasarkan Usia
Usia (Tahun) IMT (Berat/Tinggi [kg/m2])
19-24 19-24
25-34 20-25
35-44 21-26
45-54 22-27
55-65 23-28
>65 24-29
Sumber : Food and Nutrition Board, Committee on Diet and Health, National Research Council: Implications for reducing chronic diseases risk 1989 dalam Mahan and Stump
(22)
Penggunaan IMT tidak dapat diterapkan pada bayi, anak, remaja, ibu hamil, dan olahragawan. Selain itu IMT dapat diterapkan pada keadaan khusus (penyakit) lainnya seperti edema, asites, dan hepatomegali (Supariasa et al. 2002).
Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik adalah gerakan yang dilakukan oleh otot-otot tubuh dan system penunjangnya. Selama melakukan aktivitas fisik, otot membutuhkan energi di luar metabolismenya untuk bergerak, sedangkan jantung dan paru-paru memerlukan tambahan energi untuk menghantarkan zat-zat gizi dan oksigen ke seluruh tubuh dan untuk mengeluarkan sisa-sisa dari tubuh. Banyaknya energi yang dibutuhkan tergantung pada berapa berat pekerjaan yang dilakukan (Almatsier 2003). Riyadi (1996) menyatakan bahwa jika diketahui jumlah energi tubuh yang dikeluarkan selama aktivitas sehari maka sebenarnya jumlah tersebut merupakan kebutuhan energi seseorang, dengan asumsi aktivitas harian tersebut merupakan aktivitas normal.
Perubahan terbesar yang terjadi pada usia lanjut adalah kehilangan massa tubuhnya, termasuk tulang, otot, dan massa organ tubuh, sedangkan massa lemak meningkat (Doewes 1996). Peningkatan massa lemak dapat memicu resiko penyakit kardiovaskular, diabetes melitus, hipertensi, dan penyakit degeneratif lainnya. Penurunan aktivitas fisik pada usia lanjut harus diimbangi dengan penurunan asupan kalori. Hal tersebut untuk mencegah terjadinya obesitas. Jika asupan kalori tidak diimbangi dengan penggunaan kalori maka akan dapat meningkatkan resiko terjadinya penyakit degeneratif (Wirakusumah 2001).
Program Pemberdayaan Wanita Pra Lanjut Usia dan Wanita Lanjut Usia Program ini merupakan program pemberdayaan wanita lanjut usia. Program ini diadakan oleh Kementrian Pendidikan Nasional yang bekerjasama dengan Yayasan Aspirasi Muslimah Indonesia (YASMINA). Program ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan, keterampilan dan produktivitas wanita lanjut usia. sasaran dan peserta dalam kegiatan adalah ibu-ibu usia lanjut dan/atau keluarga
Terdapat 6 kegiatan yang dilaksanakan dalam program pemberdayaan wanita pra lanjut usia dan wanita lanjut usia. Kegiatan yang dilaksanakan pada program ini adalah penyuluhan tentang perawatan dan pengasuhan lanjut usia, pelatihan daur ulang sampah plastik, pelatihan menyulam pita dan mayet,
(23)
pelatihan kelembagaan, pendampingan, dan pemeriksaan kesehatan (klinis) lanjut usia. Kegiatan-kegiatan tersebut menjalin kemitraan dengan Yayasan Emong Lansia (YEL), Puskesmas Dramaga, Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor, Koperasi Usaha Kecil Menengah (UKM) Trashion, Posdaya Desa Babakan, serta Pusat Penelitian dan Pengembangan Kewirausahaan IPB.
(24)
KERANGKA PEMIKIRAN
Dewasa ini peningkatan pembangunan khususnya di bidang kesehatan telah mengurangi angka kesakitan dan kematian penduduk. Hal ini sesuai dengan Visi Indonesia Sehat 2010 yang ingin meningkatkan derajat kesehatan penduduk Indonesia. Angka kesakitan dan kematian berbanding terbalik dengan Usia Harapan Hidup (UHH). Semakin menurunnya angka kesakitan dan kematian, UHH penduduk semakin tinggi. Peningkatan UHH menyebabkan populasi lanjut usia semakin banyak dan akan berdampak pada meningkatnya kejadian penyakit kronik dan akut di kalangan lansia.
Bergesernya penyebab penyakit, dari infeksi menjadi degeneratif yang terjadi pada masa sekarang ini dipengaruhi oleh gaya hidup yang tidak sehat, diantaranya pola aktivitas yang kurang dan pola makan yang tidak sehat. Penyakit yang diderita oleh lansia diduga merupakan dampak dari pola makannya terdahulu yang baru dirasakan dampaknya setelah mereka memasuki usia lanjut. Setelah memasuki usia lanjut ini, para lansia umumnya memiliki aktivitas fisik yang lebih rendah dari golongan usia yang lebih muda dikarenakan sudah berkurangnya kemampuan otot mereka. Konsumsi makan dan aktivitas fisik yang tidak seimbang akan meningkatkan risiko terjadinya berbagai penyakit, salah satunya adalah radang sendi seperti asam urat. Aktivitas fisik yang rutin dilakukan dapat menurunkan risiko berbagai penyakit dan meningkatkan kualitas hidup serta kebugaran pada lansia.
Salah satu penyakit yang banyak diderita oleh lansia adalah penyakit asam urat. Faktor penyebab terjadinya risiko penyakit asam urat adalah pola makan yang tinggi kandungan purin dan juga faktor genetik. Namun, pada penelitian ini hubungan penyakit asam urat dengan variabel genetik tidak diteliti.
Tinggi atau rendahnya kadar asam urat seseorang disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya adalah pola makan dan pola aktivitas. Karakteristik individu dapat mempengaruhi pola aktivitas, karakterstik rumah tangga, dan juga dapat dengan langsung mempengaruhi pola makan. Pola makan dan pola aktivitas seseorang akan mempengaruhi status gizinya. Status gizi ini akan berpengaruh terhadap kadar asam urat seseorang. Oleh karena itu penelitian mengenai pola konsumsi dan pola aktivitas pada wanita lanjut usia penting untuk dilakukan.
(25)
Gambar 2 Kerangka pemikiran penelitian Keterangan:
: Variabel yang diteliti : Variabel yang tidak diteliti : Hubungan yang diteliti : Hubungan yang tidak diteliti
Risiko Kejadian Gout Atritis Karakteristik Rumah Tangga
- Besar keluarga - Tingkat pendidikan - Tingkat Pendapatan - Pekerjaan
Status Gizi
-IMT (BB/TB2 (kg/m2))
Status Kadar Asam Urat
Genetik
Karakteristik individu
- Usia
- Usia menopause
- Pengetahuan gizi asam urat
Aktivitas Fisik -Kegiatan sehari-hari - Kebiasaan olah raga
Konsumsi Pangan:
Frekuensi, jenis, jumlah konsumsi pangan: - Pangan sumber
karbohidrat - Pangan hewani - Sayur & buah - Air
(26)
METODE PENELITIAN
Desain, Tempat dan Waktu PenelitianDesain penelitian ini adalah dengan cross sectional study. Pemilihan tempat tersebut dilakukan secara purposive, yaitu di Bogor pada peserta Program Pemberdayaan Wanita Pra Lanjut Usia dan Wanita Lanjut Usia. Pengambilan data dilakukan pada bulan Februari 2011 hingga Mei 2011.
Cara Pengambilan Contoh
Populasi dalam penelitian ini adalah wanita lansia di masyarakat luar panti serta mengikuti kegiatan Pemberdayaan Wanita Lanjut Usia, dengan kriteria inklusi berusia ≥55 tahun, bugar, sudah mengalami menopause minimal satu tahun, tidak bungkuk, tidak mengalami gangguan pendengaran serta bersedia dan dapat diwawancarai. Jumlah populasi adalah 50 orang wanita lansia yang menghadiri pemeriksaan gratis di Kampus IPB Dramaga.
Penentuan populasi yang akan dijadikan contoh dalam penelitian atas dasar pertimbangan: (1) Kemudahan akses pengambilan data; (2) Keadaan sosial ekonomi yang bervariasi; (3) Peserta program sudah pernah mendapat pelatihan dan pembinaan sehingga dapat lebih mudah berkomunikasi dengan baik. Peserta program seluruhnya berjumlah 65 orang. Jumlah peserta yang diambil sebagai contoh penelitian adalah 30 orang setelah dikenai kriteria inklusi.
Gambar 3 Cara pengambilan contoh Kota Bogor (N = 11)
Yayasan Yasmina
Bogor (Purposive)
N= 65
Kabupaten Bogor (N = 54)
Populasi reference
Populasi sumber (N=50)
Contoh penelitian (n= 30)
Dikenakan kriteria inklusi Hadir dalam pemeriksaan gratis
(27)
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan sekunder. Data primer terdiri dari karakteristik rumah tangga, karakteristik individu, aktivitas fisik, antropometri, status gizi, dan konsumsi pangan. Data primer diperoleh dengan cara wawancara melalui kuesioner yang ditanyakan langsung dan pengukuran (data antropometri). Data sekunder diperoleh dari laporan kegiatan Program Pemberdayaan Wanita Pra Lanjut Usia dan Wanita Lanjut Usia di Bogor meliputi profil YASMINA, daftar nama peserta, dan kadar asam urat.
Tabel 5 Variabel,jenis, dan cara pengumpulan data
Variabel Jenis data Cara Pengumpulan
Karakteristik rumah tangga
- Pendidikan - Pendapatan - Besar keluarga - Pekerjaan
- Wawancara
menggunakan kuesioner
Karakteristik individu
- Usia
- Usia menopause - Pengetahuan gizi
tentang asam urat
- Wawancara
menggunakan kuisoner - Data kesehatan
pemberdayaan lansia Aktivitas fisik - Aktivitas individu satu
hari
- Kebiasaan olahraga
- Recall aktivitas 1 x 24 jam.
- Wawancara Konsumsi pangan - Jumlah konsumsi
pangan
- Jenis konsumsi pangan
- Kebiasaan konsumsi makanan sumber purin
- Food recall 1 x 24 jam - Wawancara
menggunakan FFQ (Food Frequency Questionaires)
Konsumsi pangan diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan
Food recall 1 x 24 jam. Untuk lebih mengetahui pola atau gambaran makan
contoh dilakukan pula Food Frequency Questionaires (FFQ). Data konsumsi makan meliputi frekuensi makan dalam seminggu. Jenis data yang digunakan berupa jenis dan frekuensi konsumsi makan serta kebiasaan makan sumber purin.
Data sekunder meliputi karakteristik wanita usia lanjut, data kadar asam urat contoh serta profil Program Pemberdayaan Wanita Lanjut Usia di Bogor. Data sekunder diperoleh dari studi pustaka dan laporan akhir Program Pemberdayaan Wanita Lanjut Usia di Bogor yang diadakan oleh Yayasan Aspirasi Muslimah Indonesia (YASMINA) bekerjasama dengan Kementrian Pendidikan Nasional (2011).
Pemeriksaan kadar asam urat dilakukan pada pagi hari setelah semua peserta program diberikan sarapan pagi yang telah disediakan oleh panitia
(28)
program. Semua peserta program tidak dalam keadaan puasa sebelumnya. Pemeriksaan dilakukan oleh dokter dan hasil pemeriksaannya menjadi arsip Yayasan Aspirasi Muslimah Indonesia (YASMINA).
Pengolahan dan Analisis Data
Data primer yang telah didapatkan lalu dianalisis secara statistik. Tahapan pengolahan data dimulai dari pengkodean (coding), pemasukan data (entry), pengecekan ulang (cleaning) dan selanjutnya dianalisis. Setelah dilakukan pengkodean (coding) kemudian data dimasukan ke dalam tabel yang telah ada (entry). Setelah itu dilakukan pengcekan ulang (cleaning) untuk memastikan tidak ada kesalahan dalam memasukan data. Untuk tahap analisis, data diolah menggunakan program komputer Microsoft Excell 2010 dan
Statistical Pogram for Social Science (SPSS) versi 16 for Windows. Jenis dan
kategori data yang diolah disajikan pada Tabel 6 berikut.
Tabel 6 Jenis dan kategori variabel pengolahan data
Variabel Katagori Variabel
Usia (Depkes 1991) 55-64 tahun
65-85 tahun Pengetahuan gizi asam urat (Khomsan
2000)
Kurang (nilai <60) Sedang (nilai 60-80) Baik (nilai ≥ 80)
Pendidikan Tidak sekolah
SD SMP SMA
Perguruan tinggi
Pendapatan/bulan <Rp 500.000
Rp 500.000-Rp 1.000.000 ≥Rp 1.000.000
Besar Keluarga (BKKBN 1998) Kecil (≤4 orang) Sedang (5-7 orang Besar (>7 orang)
Aktivitas fisik (FAO/WHO/UNU 2001) Sangat ringan (Nilai PAL 1.20-1.39) Ringan (Nilai PAL 1.40-1.69) Sedang (Nilai PAL 1.70-1.99) Berat (Nilai PAL 2.00-2.40)
Kebiasaan olahraga Ya
Tidak Status Gizi (Committee on Diet and Health
1989).
Kriteria IMT normal
Usia 55-65 tahun : 23-28 Usia >65 tahun : 24-29 Kadar asam urat (mg/dL) (Wohl &
Goodhart 1968)
Normal (2-6 mg/dL) Tinggi (>6 mg/dL)
Menurut FAO/WHO/UNU (2001) besarnya aktivitas fisik seseorang dalam 24 jam dinyatakan dalam PAL (Physical Activity Level) atau tingkat aktivitas fisik. PAL ditentukan dengan rumus sebagai berikut:
(29)
Keterangan: PAL : Physical Activity Level (tingkat aktivitas fisik)
PAR : Physical Activity Ratio (jumlah energi yang dikeluarkan
untuk jenis aktivitas per satuan waktu tertentu) Sedangkan jenis PAR menurut FAO/WHO/UNU (2001) adalah:
Tabel 7 Physical Activity Ratio (PAR) berbagai aktivitas
Jenis Aktivitas PAR/satuan waktu
Tidur 1.0
Berkendaraan dalam bus/mobil 1.2
Aktivitas santai (nonton TV dan mengobrol) 1.4
Makan 1.5
Duduk (bekerja di kantor, menjaga toko) 1.5
Mengendarai mobil/berjalan 2.0
Masak 2.1
Berdiri, membawa barang yang ringan 2.2
Mandi dan berpakaian 2.3
Menyapu, mencuci baju dan piring tanpa mesin 2.3
Mengerjakan pekerjaan rumah 2.8
Berjalan 3.2
Berkebun 4.1
Olahraga ringan (jalan kaki) 4.2
Konsumsi pangan meliputi jenis konsumsi pangan ditentukan berdasarkan hasil jawaban dari setiap pertanyaan mengenai frekuensi konsumsi pangan dalam seminggu yang dikelompokkan menjadi makanan pokok, protein hewani, pangan tinggi purin, sayur dan buah, serta air. Frekuensi konsumsi pangan dihitung selama satu minggu. Jumlah asupan energi dan zat gizi (protein, lemak, dan karbohidrat) diolah dengan menggunakan Nutrisurvey 2007 berdasarkan data recall makan 1 x 24 jam. Sedangkan konsumsi bahan pangan tinggi purin dihitung berdasarkan pendekatan tabel kandungan purin pada bahan pangan yang terdapat pada hasil penelitian (Yenrina 2001).
Tingkat Kecukupan dihitung meliputi Tingkat Kecukupan Energi (TKE) dan Tingkat Kecukupan Protein (TKP). Perhitungan TKE berdasarkan AKE dari Oxford Equation pada WNPG VIII untuk orang dewasa. AKE untuk wanita berusia 50-64 tahun adalah 1750 kkal dan untuk wanita berusia 65 keatas adalah 1600 kkal. TKP dihitung berdasarkan AKP WNPG VIII. AKP wanita berusia 50-64 tahun dan 65 tahun keatas adalah 50 gram per hari. AKE dan AKP kemudian dikoreksi dengan berat badan aktual contoh (untuk contoh dengan IMT normal) sehingga didapatkan AKE dan AKP contoh yang digunakan untuk menentukan TKE dan TKP. Menurut Departemen Kesehatan (1996) yang mengklasifikasikan tingkat kecukupan energi dan protein ke dalam lima tingkat, yaitu defisit tingkat
(30)
berat (<70%), defisit tingkat sedang (70-79%), defisit tingkat ringan (80-89%), normal (90-119%), dan kelebihan (≥120%).
Data karakteristik individu seperti usia, usia menopause, dan pengetahuan gizi dan asam urat; karakteristik rumah tangga seperti pendidikan, pekerjaan, pendapatan, dan besar keluarga dianalisis secara deskriptif. Analisis hubungan antar variabel yang dilakukan adalah uji korelasi Pearson (usia contoh, status gizi, aktivitas fisik, pengetahuan gizi, konsumsi energi, protein, lemak, karbohidrat, purin, dan air minum) dan Spearman’s rho (pendidikan, pekerjaan, pendapatan, besar keluarga, dan usia awal menopause). Uji beda menggunakan
uji independent sample T-test. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi status
(31)
Definisi Operasional
Lansia adalah seorang wanita yang berusia ≥55 tahun yang memenuhi kriteria sebagai contoh yaitu masih mampu diwawancarai, tidak mengalami kelumpuhan, dan tidak mengalami ganggan pendengaran.
Keadaan rumah tangga adalah keadaan lansia yang ditinjau dari besar keluarga, pendapatan, pekerjaan dan tingkat pendidikan.
Besar keluarga adalah banyaknya anggota keluarga yang dihitung dari jumlah orang yang tinggal bersama dengan contoh dan sumber pendapatan yang sama dengan contoh.
Pendapatan adalah uang yang diperoleh lansia untuk memenuhi kebutuhan hidunya sehari-hari.
Tingkat pendidikan adalah pendidikan terakhir yang berhasil ditamatkan oleh lansia.
Konsumsi makan adalah semua jenis pangan sumber purin, protein, karbohidrat, lemak, dan air minum yang dikonsumsi lansia setiap hari. Frekuensi makan adalah banyaknya makan yang dilakukan lansia setiap hari
termasuk makan berat dan selingan.
Aktivitas fisik adalah jenis dan jumlah waktu yang diperlukan contoh untuk melakukan berbagai kegiatan (dalam satuan jam) selama 24 jam yang kemudian dicari besar energi aktivitasnya.
Status gizi adalah keadaan fisik lansia yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan dan penggunaan zat gizi oleh tubuh dan ditentukan oleh IMT. Indeks Massa Tubuh (IMT) yaitu rasio dari berat badan (kg) dengan kuadrat
dari tinggi badan (m).
Kadar Asam urat adalah ukuran atau jumlah asam urat dalam darah seseorang yang dinyatakan dalam mg/dL darah.
Kebiasaan olah raga adalah kegiatan olah fisik yang sengaja rutin dilakukan secara berulang-ulang.
(32)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Program Pemberdayaan Wanita Pra Lanjut Usia dan Wanita Lanjut Usia di Bogor
Program Pemberdayaan Wanita Pra Lanjut Usia dan Wanita Lanjut Usia adalah suatu program pemberdayaan usia lanjut yang diadakan oleh Kementrian Pendidikan Nasional dan bekerjasama dengan Yayasan Aspirasi Muslimah Indonesia (YASMINA), dan Departemen Gizi Masyarakat, Institut Pertanian Bogor. Program tersebut diikuti oleh pra lanjut usia dan lanjut usia wanita yang berumur 45-85 tahun.
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh program pemberdayaan lanjut usia ini yaitu:
1. Perawatan lanjut usia, kegiatan ini mendidik lanjut usia untuk merawat diri sendiri di usianya sekarang meliputi pengetahuan tentang makanan, gizi seimbang dan olahraga yang baik untuk menjaga kesehatan lanjut usia. Hal ini dimaksudkan agar wanita lanjut usia dapat merawat diri mereka tanpa bergantung dengan orang lain. Untuk wanita pra lanjut usia sendiri hal ini dapat melatih dirinya untuk merawat diri menjelang lanjut usia. 2. Kemandirian sosial, kegiatan ini meliputi penyuluhan tentang cara
berkomunikasi yang baik kepada orang lain dan membuat social group seperti kelompok pengajian agar para lanjut usia dapat berkomunikasi dan menjalin hubungan sosial yang baik dengan orang-orang sekitarnya. Komunikasi dan hubungan sosial yang baik akan membuat wanita lanjut usia merasa lebih bersemangat dalam menjalani hidup sehingga mereka dapat mengaktualisasikan diri mereka di masyarakat.
3. Kemandirian ekonomi, dalam kegiatan ini lanjut usia diajarkan untuk berkreatifitas seperti menyulam dan mendaur ulang sampah plastik. Kegiatan ini bertujuan agar wanita lanjut usia tetap produktif dan tidak menjadi beban bagi keluarga serta orang lain.
Tujuan umum dari program pemberdayaan lanjut usia ini adalah meningkatkan kemandirian sosial ekonomi dari usia lanjut, sedangkan tujuan khususnya adalah: meningkatkan kesehatan lanjut usia; memperbaiki pola hidup yang baik; meningkatkan status gizi; dan meningkatkan keterampilan untuk menunjang perekonomian. Keluaran dari program pemberdayaan lanjut usia tersebut adalah meningkatkan pendapatan lanjut usia.
(33)
Peserta program terdiri dari kelompok pengajian ibu-ibu Agrianita dan kelompok pengajian ibu-ibu Desa Babakan. Kedua kelompok pengajian ini berada dalam binaan Agrianita Institut Pertanian Bogor. Kelompok pengajian ibu-ibu Agrianita terdiri dari istri pensiunan, dosen ataupun pegawai IPB. Sebagian besar anggota kelompok pengajian Agrianita bertempat tinggal di Perumahan Dosen dalam komplek lingkar kampus IPB. Ibu-ibu kelompok pengajian Agrianita juga ada yang bertempat tinggal di daerah Kota Bogor. Ibu-ibu kelompok pengajian Desa Babakan bertempat tinggal di daerah Babakan Raya yang tersebar antara RT 01, 02, 03, 04, dan 07.
Kedua kelompok pengajian ini mengadakan pengajian bersama setiap satu bulan sekali yang biasanya dilakukan pada hari Rabu minggu kedua atau ketiga setiap bulannya. Tempat dilaksanakannya pengajian adalah Wisma Land Huis lingkar kampus IPB. Setiap acara pengajian juga diisi dengan beberapa kegiatan edukasi seperti pemeriksaan klinis, edukasi gizi dan lain sebagainya. Kelompok pengajian Desa Babakan juga mengadakan pengajian secara mandiri setiap minggu yang dilaksanakan setiap hari Selasa.
Proporsi Wanita Lanjut Usia Berdasarkan Status Kadar Asam Urat Semua contoh yang mempunyai hasil pemeriksaan kadar asam urat dan sesuai dengan kriteria inklusi dijadikan contoh dalam penelitian ini. Hasil pemeriksaan tersebut kemudian diklasifikasikan ke dalam dua kelompok, yaitu kelompok dengan kadar asam urat normal dan tinggi berdasarkan klasifikasi kenormalan kadar asam urat menurut Wohl & Goodhart (1968). Berikut ini sebaran contoh berdasarkan kadar asam uratnya.
Tabel 8 Proporsi contoh berdasarkan kadar asam urat
Range Kadar Asam Urat
Normal 2-6 mg/dL
Tinggi
≥6 mg/dL Total
Rata-rata± SD 4.57±1.02 8.3±3.2 6.4±3.06
Min;Max 2 ; 5.8 6.3 ; 19.4 2 ; 19.8
∑ ; % 15 ; 50% 15 ; 50% 30 ; 100%
Hasil dari pengklasifikasian contoh berdasarkan kadar asam uratnya didapatkan bahwa rata-rata kadar asam urat contoh keseluruhan adalah 6.4±3.06 mg/dL dengan kadar asam urat terkecil adalah 2 mg/dL dan tertinggi adalah 19.8 mg/dL. Rata-rata kadar asam urat pada contoh normal adalah 4.57±1.02 mg/dL dan pada kelompok contoh dengan kadar asam urat tinggi adalah 8.3±3.2 mg/dL. Jumlah proporsi wanita lanjut usia yang memiliki kadar asam urat normal dan tinggi sama besar, yaitu 50%-50%.
(34)
Karakteristik Rumah Tangga
Tingkat Pendidikan.Tingkat pendidikan contoh dibagi ke dalam empat kategori berdasarkan sebaran contoh, yaitu tidak sekolah, lulus SD, lulus SMP, lulus SMA dan lulus perguruan tinggi. Tingkatan pendidikan contoh cukup beragam mulai dari kategori tidak sekolah hingga lulus perguruan tinggi. Tabel 9 menunjukkan bahwa kelompok contoh dengan kadar asam urat normal sebagian besar lulusan sekolah dasar (SD), yaitu sebanyak 8 orang (53.3%) dan begitu juga pada kelompok contoh dengan kadar asam urat tinggi, yaitu sebanyak 5 orang (23.3%). Meskipun rata-rata tingkat pendidikan pada ke dua kelompok itu sama tetapi pada kelompok asam urat tinggi terdapat contoh yang tidak bersekolah, yaitu sebanyak 13.3% dan tidak ada contoh yang tamat sekolah menengah pertama (SMP). Sedangkan pada kelompok asam urat normal tidak ada yang tidak sekolah, semua contoh bersekolah mulai dari SD sampai perguruan tinggi. Contoh yang menamatkan pendidikannya sampai jenjang sekolah menengah atas lebih banyak terdapat pada kelompok dengan kadar asam urat tinggi, yaitu sebesar 26.7%, tetapi pada kelompok asam urat normal hanya 13.3%. Jumlah contoh dengan tingkat pendidikan hingga jenjang perguruan tinggi pada ke dua kelompok sama, yaitu sebanyak 26.7%. Hasil uji beda menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata (p=0.9) antara tingkat pendidikan pada kedua kelompok contoh.
Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan
Tingkat Pendidikan
Contoh dengan kadar As.Urat
normal
Contoh dengan kadar As.Urat
tinggi
Total
n % n % n %
Tidak sekolah 0 0.0 2 13.3 2 6.7
SD 8 53.3 5 33.3 13 43.3
SMP 1 6.7 0 0.0 1 3.3
SMA 2 13.3 4 26.7 6 20
Perguruan tinggi 4 26.7 4 26.7 8 26.7
TOTAL 15 100 15 100 30 100
Tingkat Pendapatan Keluarga. Pendapatan merupakan salah satu faktor ekonomi yang mempengaruhi pola konsumsi seseorang. Pendapatan mempengaruhi anggaran belanja pangan rumah tangga yang pada akhirnya mempengaruhi pola konsumsi seseorang. Pendapatan keluarga adalah besarnya rata-rata penghasilan yang diperoleh dari seluruh anggota keluarga (Susanti dalam Mutingatun 2006).
Menurut Darmojo (2000) dalam Mutingatun (2006), usia lanjut di Indonesia masih banyak bergantung pada orang lain terutama anak.
(35)
Ketergantungan pada anak lebih banyak diderita oleh wanita usia lanjut dan persentasenya naik dengan bertambahnya usia. Banyak faktor yang menentukan status ekonomi usia lanjut. Hal ini bisa disebabkan oleh produktivitas usia lanjut yang semakin berkurang dengan bertambahnya usia sehingga pendapatan yang didapat tidak murni hasil kerja usia lanjut.
Ada beberapa kondisi yang membatasi kesempatan kerja bagi pekerja usia lanjut: (1) Wajib pensiun, pemerintah dan sebagian besar industri/perusahaan mewajibkan pekerja pada usia tertentu untuk pensiun. Mereka tidak mau lagi merekrut pekerja yang mendekati usia wajib pensiun, karena waktu, tenaga dan biaya untuk melatih mereka sebelum bekerja relatif mahal (2) Jika personalia perusahaan dijabat orang yang lebih muda, maka para usia lanjut sulit mendapatkan pekerjaan (3) Sikap sosial. Kepercayaan bahwa pekerja yang sudah tua mudah kena kecelakaan, karena kerja lamban, perlu dilatih agar menggunakan teknik-teknik modern merupakan penghalang utama bagi perusahaan untuk mempekerjakan orang usia lanjut (4) Fluktuasi dalam daur usaha. Jika kondisi usaha suram maka usia lanjut adalah yang pertama kali harus diberhentikan dan kemudian digantikan orang yang lebih muda apabila kondisi usaha sudah membaik (Hurlock dalam Marga 2007).
Tingkat pendapatan contoh dibagi menjadi tiga kategori, yaitu ≤Rp 500.000, Rp 500.000 sampai dengan Rp 1.000.000 dan di atas Rp 1.000.000. Sebagian besar pendapatan contoh pada kelompok kadar asam urat normal dan tinggi adalah pada kisaran di atas satu juta rupiah. Tetapi bila dilihat proporsinya, jumlah contoh dengan penghasilan di atas satu juta rupiah lebih banyak pada kelompok kadar asam urat tinggi, yaitu sebanyak 9 orang atau sebesar 60%. Sedangkan pada kelompok asam urat normal hanya 6 orang atau sebesar 40%. Pada kelompok asam urat tinggi sangat sedikit contoh dengan penghasilan kurang dari sama dengan lima ratus ribu rupiah, yaitu hanya sebanyak 2 orang atau 13.3%. Sedangkan pada kelompok asam urat normal terdapat 4 orang (26.7%) dengan penghasilan di bawah lima ratus ribu rupiah.
Pendapatan dapat mempengaruhi gaya hidup seseorang, termasuk pola makan seseorang. Penghasilan yang besar menyebabkan seseorang dapat lebih mampu mengkonsumsi makanan dalam jumlah dan kualitas yang lebih baik. Konsumsi makanan dalam jumlah yang banyak belum tentu baik untuk kesehatan. Pola konsumsi makan yang tidak baik dapat menyebabkan gangguan kesehatan diantaranya seperti kadar asam urat yang meningkat yang akan
(36)
menyebabkan penyakit gout. Hasil uji beda menunjukkan bahwa tingkat pendapatan pada kedua kelompok contoh tidak terdapat perbedaan yang nyata (p=0.5). Tabel 10 memperlihatkan pendapatan keluarga contoh perbulan.
Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan pendapatan keluarga
Tingkat Pendapatan Contoh dengan kadar As.Urat
normal
Contoh dengan kadar As.Urat
tinggi
Total
N % N % n %
≤ Rp 500.000 4 26.7 2 13.3 6 20
Rp 500.000- Rp 1 juta 5 33.3 4 26.7 9 30
≥ Rp 1 juta 6 40.0 9 60.0 15 50
TOTAL 15 100 15 100 30 100
Besar Keluarga. Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari ayah, ibu dan anak (keluarga inti). Besar keluarga merupakan banyaknya anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah (Suhardjo 1989). Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (1998) membagi besar keluarga menjadi tiga kategori yaitu kecil (≤ 4 orang), sedang (5-6 orang) dan besar (≥ 7 orang). Data besar keluarga dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga
Besar Keluarga Contoh dengan kadar As.Urat
normal
Contoh dengan kadar As.Urat
tinggi
Total
N % n % n %
≤ 4 orang (kecil) 9 60.0 10 66.7 19 63.4
5-6 orang (sedang) 5 33.3 5 33.3 10 33.3
≥ 7 orang (besar) 1 6.7 0 0.0 1 3.3
TOTAL 15 100 15 100 30 100
Besaran keluarga contoh pada kedua kelompok cukup beragam. Rata-rata contoh tergolong dalam kelurga kecil, yaitu ≤ 4 orang. Kelompok contoh dengan kadar asam urat normal yang tergolong keluarga kecil sebanyak 9 orang (60%), keluarga sedang sebanyak 5 orang (33.3%) dan keluarga besar sebanyak 1 orang (6.7%). Sedangkan kelompok contoh dengan kadar asam urat tinggi yang termasuk ke dalam keluarga kecil sebanyak 10 orang (66.7%), sedang sebanyak 5 orang (33.3%) dan tidak ada contoh yang termasuk ke dalam keluarga besar. Contoh yang tergolong besar keluarga sedang biasanya tinggal bersama anak, menantu dan cucu, sedangkan contoh yang tergolong kecil biasanya hidup terpisah dari anak dan hanya tinggal dengan suami saja. Hasil uji beda menunjukkan bahwa besaran keluarga pada ke dua kelompok contoh tidak memiliki perbedaan yang nyata (p=0.1).
Pekerjaan. Status pekerjaan contoh dibagi dalam beberapa kategori berdasarkan sebaran contoh, yaitu PNS (Pegawai Negeri Sipil), wiraswasta, IRT
(37)
(Ibu Rumah Tangga) dan lainnya (termasuk pensiunan). Jenis pekerjaan seseorang merupakan faktor yang menentukan kuantitas dan kualitas makanan karena jenis pekerjaan memiliki hubungan dengan pendapatan yang diterima (Suharjo 1989). Selain itu, pekerjaan juga menentukkan aktivitas fisik yang dilakukan seseorang dan alokasi waktu seseorang untuk dapat melakukan kegiatan olahraga. Tabel 12 menunjukkan sebaran contoh berdasarkan pekerjaannya.
Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan
Pekerjaan Contoh dengan kadar As.Urat
normal
Contoh dengan kadar As.Urat
tinggi
Total
n % n % N %
PNS 0 0.0 0 0.0 0 0
Ibu rumah tangga 13 86.6 13 86.6 26 86.7
Wiraswasta 1 6.7 0 0.0 1 3.3
Lainnya 1 6.7 2 13.4 3 10
TOTAL 15 100 15 100 30 100
Sebagian besar contoh pada kedua kelompok hanya sebagai ibu rumah tangga, yaitu sebesar 13 orang atau 86.6% (Tabel 12). Tidak ada contoh yang bekerja sebagai pegawai negeri sipil. Hal ini diduga karena pada usia 55 tahun sudah memasuki usia pensiun. Pada kelompok contoh dengan kadar asam urat rendah terdapat 1 orang (6.7%) yang bekerja sebagai wiraswasta dan 1 orang (6.7%) termasuk kategori lainnya. Pada kelompok asam urat tinggi tidak ada yang bekerja sebagai wiraswasta, tetapi terdapat dua orang (13.4%) yang termasuk ke dalam kategori lainnya. Contoh yang tidak bekerja menggunakan sebagian besar waktunya untuk mengurus rumah tangga seperti memasak, membersihkan rumah, mencuci, menjaga anak dan kegiatan sosial. Hasil uji beda menunjukkan bahwa jenis pekerjaan pada kedua kelompok contoh tidak memiliki perbedaan yang nyata (p=0.326).
Karakteristik Individu
Usia. Peserta Program Pemberdayaan Wanita Pra Lanjut Usia dan Wanita Lanjut Usia di Bogor yang berusia 55-85 tahun, yaitu sejumlah 39 orang. Peserta program yang diambil sebagai contoh dalam penelitian adalah sejumlah 30 orang, yaitu sekitar 46.8%. Jumlah tersebut didapat setelah peserta Program Pemberdayaan Wanita Pra Lanjut Usia dan Wanita Lanjut Usia di Bogor dikenai kriteria inklusi. Menurut Departemen Kesehatan (1991), pengelompokkan usia lanjut dini yaitu kelompok dalam masa prasenium adalah 55-64 tahun dan kelompok usia lanjut dalam masa senium berusia 65 tahun ke atas. Usia contoh
(1)
Pengetahuan Gizi Tentang Asam Urat
1. Apa yang dimaksud dengan asam urat?a. asam yang berbentuk kristal-kristal yang merupakan hasil akhir dari metabolisme purin
b. asam yang ada di urat
c. penyakit yang meyebabkan rasa nyeri di sendi d. Tidak tahu / tidak jawab
2. Kelompok makanan apa yang menyebabkan kadar asam urat dalam tubuh meningkat?
a. Makanan sumber karbohidrat b. Makanan sumber lemak c. Makanan sumber protein d. Tidak tahu / tidak jawab
3. Contoh makanan yang menyebabkan peningkatan kadar asam urat adalah:
a. Padi, kentang, gandum, roti
b. hati, ginjal, otak, jantung, paru, jeroan, udang, alkohol c. sirup, susu, keju
d. Tidak tahu/tidak jawab
4. Sayuran yang menyebabkan penyakit asam urat adalah :
a. kacang-kacangan kering, kembang kol, bayam, asparagus, buncis, jamur,daun singkong, daun pepaya, kangkung.
b. Sawi, ketimun, wortel, kubis, labu siam, kentang c. Paria, tomat, katuk
d. Tidak tahu/tidak jawab
5. Siapa yang paling rentan terkena penyakit asam urat? a. Wanita
b. Pria c. Anak-anak
d. Tidak tahu/ tidak jawab
6. Berapa rata-rata kadar asam urat normal pada wanita? a. 1,0 –2,5 mg/dl
b. 2,6 – 6 mg/dl c. 7,0 – 12 mg/dl
d. Tidak tahu/ tidak jawab
7. Berapa rata-rata kadar asam urat normal pada pria? a. 1,0 – 3,0 mg/dl
b. 3,5 – 7,0 mg/dl c. 7,5 – 10,0 mg/dl d. Tidak tahu/tidak jawab
(2)
8. Apa gejala umum dari penyakit asam urat? a. sakit perut
b. sakit kepala c. nyeri sendi
d. Tidak tahu/ tidak jawab
9. Hormon apa yang ada pada wanita yang dapat melindungi wanita dari penyakit asam urat?
a. estrogen b. testosteron c. Insulin
d. Tidak tahu/ tidak jawab
10. Contoh menu makanan yang dapat meningkatkan kadar asam urat dalam
darah adalah…
a. roti, nasi goreng, kentang rebus, kue, sirup
b. ikan sarden, tempe semur, soto babat, rendang hati, sayur daun singkong
c. keju, pudding, biskuit, ayam goreng d. Tidak tahu/ tidak jawab
(3)
Metode Pemeriksaan Kadar Asam Urat Sampel
Pemeriksaan kadar asam urat menggunakan alat Easy Touch® II Blood Uric Acid Test Strips. Alat ini digunakan hanya untuk diagnosis in vitro. Alat ini dirancang untuk pemeriksaan kuantitatif kadar asam urat dalam keseluruhan darah kapiler segar. Pengukuran berdasarkan pada determinasi pada perubahan saat itu yang disebabkan oleh reaksi asam urat dengan reagent pada elektroda strip. Ketika darah sampel secara lembut tersentuh daerah target sampel pada strip, darah secara otomatis tergambarkan ke dalam zona reaksi pada strip. Hasil uji akan terpampang pada layar setelah 10 detik.
Tata cara persiapan dan pengambilan darah sampel :
1. Cuci tangan dengan sabun dan air hangat, kemudian keringkan. 2. Siapkan penusuk sesuai dengan instruksi.
3. Gunakan penyekap alkohol dan yakinkan bahwa jari sudah benar-benar dalam keadaan kering sebelum menusuk jari sampel.
4. Gunakan penusuk untuk memperoleh tetesan darah. Hindari terlalu memencet titik tusukan.
Tahapan pengujian kadar asam urat adalah sebagai berikut :
1. Sisipkan strip penguji. Strip penguji diselipkan pada lubang strip penguji dan pengukur akan bergerak secara otomatis.
2. Penggunaan sampel. Ketika tanda tetesan darah terpampang pada layar, teteskan darah sampel pada daerah target sampel pada strip penguji. Darah secara otomatis tergambar pada zona strip uji. Pengukur akan segera memulai pengukuran kadar asam urat.
3. Membaca hasil setelah 10 detik. Kadar asam urat akan terpampang pada layar setelah 10 detik.
Nilai yang Diharapkan.
Hasil yang diharapkan untuk kadar asam urat normal adalah sebagai berikut : Pria : 3~7.2 mg/dL (179 ~ 428 µmol/L)
Wanita : 2~6 mg/dL (119 ~ 357 µmol/L).
(4)
Uji Regresi Linier Berganda Asam Urat dengan Kebiasaan
Minum
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) 14.429 2.746 5.254 .000
minum -1.138 .386 -.487 -2.949 .006
a. Dependent Variable: as.urat
Model Summary
Model R R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
1 .487a .237 .210 2.72827
(5)
RINGKASAN
EARLY FAJARINA. Analisis Pola Konsumsi dan Pola Aktivitas Fisik Dengan Kadar Asam Urat Pada Lansia Wanita Peserta Pemberdayaan Lansia di Bogor Dibimbing oleh Ikeu Tanziha dan Ikeu Ekayanti
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan pola konsumsi makan dan aktivitas fisik dengan kadar asam urat wanita lanjut usia. Adapun tujuan penelitian ini secara khusus adalah: (1) Menganalisis proporsi lansia berdasarkan kadar asam urat tinggi dan normal; (2) Mengidentifikasi karakteristik sosial ekonomi dan individu, aktivitas fisik, dan pola konsumsi pada lansia berdasarkan kadar asam urat tinggi dan normal; (3) Menganalisis hubungan karakteristik sosial ekonomi dan individu, aktivitas fisik, dan pola konsumsi pada lansia berdasarkan kadar asam urat tinggi dan normal pada lansia; (4) Menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kadar asam urat pada lansia.
Desain penelitian ini adalah dengan cross sectional study. Penelitian dilakukan pada peserta Program Pemberdayaan Wanita Pra Lanjut Usia dan Lanjut Usia di Bogor. Contoh adalah peserta pelatihan berusia ≥ 55 tahun, bugar, dapat diukur tinggi badan dan berat badannya, serta bersedia dan dapat diwawancarai. Secara keseluruhan jumlah peserta yang diambil sebagai contoh penelitian adalah 30 orang.
Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer meliputi karakteristik individu, karakteristik rumah tangga, pola konsumsi makan, status gizi, serta aktifitas fisik. Data sekunder mengenai profil program pemberdayaan lansia dan nama peserta serta data hasil pemeriksaan kadar asam urat lansia. Data primer diperoleh dengan menggunakan kuesioner yang dilakukan dengan teknik wawancara langsung dan pengukuran.
Analisis gambaran menggunakan statistik deskriptif. Analisis hubungan menggunakan uji korelasi Pearson dan Spearman serta regresi linier berganda untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kadar asam urat. Hasil analisis secara deskriptif menunjukkan bahwa proporsi lansia yang mempunyai kadar asam urat tinggi dan normal adalah 50%-50%. Kelompok contoh dengan kadar asam urat normal sebagian besar lulusan sekolah dasar (SD), yaitu sebanyak 8 orang (53.3%) dan begitu juga pada kelompok contoh dengan kadar asam urat tinggi, yaitu sebanyak 5 orang (23.3%).. Pendapatan pada contoh dengan kadar asam urat normal dan tinggi terbanyak ada pada selang di atas Rp 1.000.000,00 yaitu secara berturut-turut 40% dan 60%. Mayoritas contoh dengan kadar asam urat normal dan tinggi tergolong dalam keluarga kecil karena tinggal terpisah dari anak dan hanya berdua dengan suami. Presentase besaran keluarga contoh dengan kadar asam urat normal dan tinggi secara berturut-turut adalah 60% dan 63.4%.
Contoh dengan kadar asam urat normal lebih banyak mengalami menopause pada usia di atas 50 tahun, yaitu sebanyak 73.3% .Sebaliknya, pada kelompok kadar asam urat tinggi lebih banyak mengalami menopause pada usia di bawah sama dengan 50 tahun, yaitu sebanyak 60%.
Rata-rata konsumsi beras pada kelompok dengan kadar asam urat normal adalah 21 kali/minggu atau 3 kali/hari. Sedangkan pada kelompok asam urat tinggi tidak jauh berbeda, yaitu (20.06±2.4) kali/minggu. Telur ayam merupakan pangan hewani yang paling sering dikonsumsi oleh kelompok contoh dengan kadar asam urat normal, yaitu (3.2±3.8) kali/minggu. Sedangkan pada kelompok dengan asam urat tinggi, daging ayam lah yang paling sering
(6)
dikonsumsi, yaitu mencapai (5.8±1.6) kali/minggu. Rata-rata frekuensi konsumsi tahu pada kelompok contoh dengan asam urat tinggi lebih tinggi dari contoh dengan kadar asam urat normal, yaitu (5.13±1.40) kali/minggu. Sedangkan pada contoh dengan kadar asam urat normal sebanyak (4.2±1.69) kali/minggu. Rata-rata frekuensi konsumsi ketimun pada contoh dengan kadar asam urat normal adalah sebesar (9.9±4.7) kali/minggu dan pada kelompok tinggi sebesar (6.6±4.8) kali/minggu. Jeruk merupakan buah yang paling sering dikonsumsi oleh kedua kelompok contoh. Pada contoh dengan kadar asam urat normal sebanyak (2±1.06) kali/minggu dan pada contoh dengan kadar asam urat tinggi sebanyak (2.33±1.29) kali/minggu. Rataan asupan energi contoh dengan kadar asam urat normal adalah 1537 280 kkal dan contoh dengan kadar asam urat tinggi adalah adalah 1509±391 kkal dengan tingkat kecukupan berturut-turut sebesar 89.8% dan 82.2%. Rataan asupan protein contoh dengan kadar asam urat normal adalah 47.8±14.6 gram sehari dan memenuhi 93.7% kecukupan. Sedangkan rataan asupan protein contoh dengan kadar asam urat tinggi adalah 47.5% sehari dan memenuhi 89.2% kecukupan. Tingkat kecukupan energi dan protein contoh dengan kadar asam urat tinggi tergolong dalam defisit tingkat ringan, sedangkan pada contoh dengan kadar asam urat normal kecukupan energinya tergolong defisit ringan namun kecukupan proteinnya sudah tergolong normal (Depkes 1996). Pada kelompok contoh yang memiliki kadar asam urat normal terdapat 66.7% yang mempunyai kebiasaan minum lebih dari sama dengan delapan gelas sehari sedangkan kelompok contoh dengan kadar asam urat tinggi sebesar 40%.
Rata-rata contoh memiliki aktivitas yang tergolong sedang dengan nilai tingkat aktivitas sebesar 1.70-1.99. Mayoritas satatus gizi kedua kelompok contoh termasuk ke dalam status gizi normal, tetapi kelompok dengan kadar asam urat normal mempunyai presentase lebih besar.
Kelompok contoh dengan kadar asam urat normal rata-rata konsumsi purin dalam satu harinya adalah sebesar (229.29±181.3) mg/hari. Sedangkan pada kelompok contoh dengan kadar asam urat yang tinggi rata-rata konsumsi purin perharinya adalah sebesar (433.6±362.6) mg/hari. Rata-rata konsumsi purin perhari pada kelompok contoh dengan kandungan asam urat yang tinggi lebih banyak dibandingkan dengan rata-rata konsumsi kelompok contoh dengan kandungan asam urat normal.
Bahan pangan hewani yang paling banyak dikonsumsi oleh contoh adalah daging sapi, telur ayam, cumi, dan daging ayam. Sedangkan pada bahan pangan nabati, jenis yang paling sering dikonsumsi adalah tahu, tempe, bayam, kangkung, dan buncis. Namun secara uji statistik tidak diperoleh hubungan yang nyata (p>0.05) antara konsumsi purin dengan kadar asam urat dalam darah.
Berdasarkan uji hubung yang dilakukan pada semua variabel, hanya dua variabel yang memiliki hasil signifikan dengan kadar asam urat ,yaitu usia menopause (p=0.034, r=-0.389) serta konsumsi air minum (p=0.006, r=-0.487). Uji regresi linear berganda yang dilakukan menunjukkan bahwa konsumsi minum berpengaruh nyata terhadap kadar asam urat dengan R2=0.237, artinya konsumsi air minum berpengaruh sebesar 23.7% terhadap perubahan kadar asam urat pada lansia.