Hubungan Pola Konsumsi Kalsium dan Aktivitas Fisik Remaja Usia 15-18 Tahun di Sekolah Menengah Atas Swasta Cahaya Medan 2013

(1)

HUBUN REM PR NGAN POL MAJA USIA DI ROGRAM S FAKU U LA KONSU A 15–18 TAH

I SMA SWA

MAGDA 11

STUDI S2 IL ULTAS KE UNIVERSIT UMSI KALS HUN DENG ASTA CAH TAHUN 20 TESIS Oleh A SIRINGO 17032099/IK LMU KESE ESEHATAN TAS SUMAT MEDAN 2014 SIUM DAN GAN KEPAD HAYA MED 013 O-RINGO KM EHATAN M N MASYAR TERA UTA AKTIFITA DATANTU DAN MASYARAK RAKAT ARA AS FISIK ULANG KAT


(2)

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syaratuntuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes)dalam

Program Studi S2 Ilmu kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Gizi Masyarakat

Pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

MAGDA SIRINGO-RINGO 117032099/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Judul Tesis : HUBUNGAN POLA KONSUMSI

KALSIUMDAN AKTIFITAS FISIK REMAJ USIA15–18 TAHUN DENGAN

KEPADATANTULANG DI SMA SWASTA CAHAYAMEDAN

Nama Mahasiswa : Magda Siringo- ringo Nomor Induk Mahasiswa : 117032099

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Administrasi dan Kebijakan Gizi Masyarakat

Menyetujui Komisi Pembimbing,

( Ir.Etti Surdaryati, M.K.M, P.hD) (Prof,Dr. Ir. Albiner Siagian, M.Si) Ketua Anggota

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M. S)


(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Ir. Etti Sudaryati, M.K.M, P.hD Anggota : 1. Prof. Ir. Albiner Siagian, M.Si 2. dr. Arifin Siregar, M.Kes


(5)

PERNYATAAN

HUBUNGAN POLA KONSUMSI KALSIUM DAN AKTIFITAS FISIK REMAJA USIA 15 – 18 TAHUN DENGAN KEPADATAN TULANG

DI SMA SWASTA CAHAYA MEDAN

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Oktober 2014

Magda Siringo –ringo 117032099/IKM


(6)

Mass/PBM) dan pertumbuhan tulang 40%-50% total skeletal.Upanyapencegahan

pemeliharaan kesehatan hidup sehat adalah denganpola konsumsi kalsium dan beraktifitas fisik secarateratur, maka pembentukan massa kepadatan tulangmencapai maksimal.

Penelitian bertujuan menganalisis hubunganpola konsumsi kalsium(jumlah asupan kalsium, frekuensibahan pangan kalsium tinggi dan rendah,frekuensi bahan zat pembantu dan penghambat penyerapan kalsium, jenis sumber utama kalsium susu dan olahannya), aktifitas fisik dengan kepadatan tulang remaja usia 15-18 tahun.

Jenis penelitian Explanatory Surveypendekatancross-sectional. Populasi 527

siswa kelas XI & XII SMA Swasta Cahaya Medan. Sampel sebanyak 65 orang tekniksimple randomacak sederhana.Datadiperoleh melalui wawancara pola

konsumsi kalsium menggunakan frequensi food questionnaire(FFQ),aktifitas fisik

menggunakan International Physical Activity Questionnares (IPAQ),kepadatan

tulang menggunakan densinometryultrasound.Analisis datakorelasirankSpearmandan regresi linier sederhana.

Hasilpenelitian menunjukkan ada hubungan signifikan positif sangat kuat antarapola konsumsi kalsium(frekuensi konsumsibahan zat pembantu dan penghambat penyerapan kalsium,jenis sumber utama kalsium susu dan olahannya),dengan kepadatan tulang nilai (r=0,985;p=0,000).Sebalikjumlah asupan kalsium,frekuensi bahan pangan tinggi dan rendah kalsium serta aktifitas fisik tidak memiliki hubungan signifikan negatif sangat lemah (r=-0,167:p=0,185) dengan kepadatan tulang. Disarankan padaremaja perlu meningkatkan pola konsumsi kalsium sumber utama kalsium,susu dan menghindari bahan zat penghambat olahannya, dan bahan zat pembantu penyerapan dan penyerapan kalsium, juga perlu beraktifitas fisik olahraga secara benar tepat danterencana.


(7)

ABSTRACT

The paek bone mass (PBM) formation occurs in adolescence and the bone growth,40%-50% of total skeletal. Prevent and maintain the health of healthy living with the pattern of calcium consumption and doing physical activity correctly, precisely, orderly, and well-planned, therefore, the growth of the formation of bone mass density reaches a maximum.

The purpose of this study was to analyze the relationship between the pattern of calcium comsumption (the amount of calcium supply, the frequency of consuming food stuffs with high and low calcium, the frequency of supplement stuffs and calcium absorption inhibitors, the types of primary sources of calcium milk and other dairy products) physical activity and bone mass density in the adolescences of 15 – 18 years old.

The population of this explanatory survey study with cross- sectional approach was 527 Class XI and Class XII students of Cahaya Senior High School Medan, and 65 of them were selected to be the samples for this study through simple random sampling technique. The data of consumption pattern were obtained through Frequency Food Questionnaire (FFQ) and the data of physical activity were obtained through International Physical Activity Questionaire (IPAQ), and data of bone density were obtained through Densinometry Ultrasound. The data obtained were analyuzed trough Spearman Rank Correlation test and simple multiple linear regression tests.

The result of this study showed that there was a very strong significant positive relationship between pattern of callsium consumption (frequency of supplement stuffs and calcium absoption inhibitors, the types of primary sources of calcium of milk and other dairy products) and bone density (ƨ = 0.985; p = 0.000) and law calcium, and physical activity had a very weak negative significant relationship (ƨ = -0.167 ; p = 0.185) with bone density. The adolescences are suggested to improve their consumption pattern of primary sources of calcium milk and to avoid the substance of its processing inhibitor, the Substance of absorption facilitator and calcium absorption, and the adolescence also need to do physical activity/exercices correctly, precisely and well-planned.

Keywords: Bone Density, Calsium Consumption pattern, Physical Activity


(8)

Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat serta pertolongan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan judul “Hubungan Pola Konsumsi Kalsium dan Aktivitas Fisik Remaja Usia 15-18 Tahun di Sekolah Menengah Atas Swasta Cahaya Medan 2013”.

Penyusunan tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Kesehatan (M.Kes) pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Jurusan Administrasi dan Kebijakan Gizi Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Proses penulisan tesis dapat terwujud berkat dukungan, bimbingan, arahan dan bantuan moral maupun material dari banyak pihak. Untuk itu izinkan penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M. Sc (CTM), Sp. A(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

3. Dr. Ir. Evawany Y Aritonang M.Si, selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. Ir. Etti Sudaryati, M.K.M, Ph.D, sebagai ketua komisi pembimbing yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing dan meluangkan waktu untuk mengarahkan penulis dalam penyusunan tesis ini.


(9)

5. Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian, M.Si, selaku anggota komisi pembimbing yang dengan penuh perhatian kesabaran dan meluangkan waktu tenaga pikiran untukmengarahkanpenulis selama perkuliahan maupun dalam penyusunan tesis ini.

6. dr. Arifin Siregar, M.Kes dan Ernawati Nasution, S.K.M., M.Kes selaku komisi penguji yang telah bersedia menguji dan memberikan masukan guna penyempurnaan tesis ini.

7. Seluruh staf pengajar Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang sangat berarti selama penulis mengikuti pendidikan.

8. Ketua Yayasan Widya Fraliska Santa Elisabet Medan dan jajarannya yang telah memperkenankan kesempatan pada penulis untuk mengikuti jenjang pendidikan yang tinggi dengan memberikan materi dan moril.

9. Kepala Sekolah SMA Cahaya Medan Suster Guido Situmorang, KSSY dan jajarannya, yang memberikan izin lokasi dalam pelaksaan penelitian..

10. Keluarga besarku tercinta Polin Carpus Siringo-ringo/Ramean Banjarnahor beserta Saudaraku ( 10 orang),suami tercinta Edison Martinus Panjaitan, SE, anakkuRoy Erick, Chrisantayana, Charissa, Rio Reinheart, yang selalu memberikan dukungan motivasi, do’anya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi ini.


(10)

bermanfaatbagi pengambil kebijkan di bidang kesehatan dan pengembangan pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.

Medan, Oktober 2014 Penulis

Magda Siringo -ringo 117032099/IKM


(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Magda Siringo-ringo, dilahirkan pada tanggal 02 April 1963, di Holbung.Penulis merupakan anak kedua dari 11 (sebelas) bersaudara dari pasanganPolin Carpus Siringo-ringo (Alm.) dan ibunda Ramean Banjarnahor.Penulis menikah dengan Edison Martinus Panjaitan, S.E, dikaruniai 4 (empat) orang anak, yaitu Roy Erick M. H. P, Chrisantayana. Y. E., Charissa. V. S. danRio Reinheart.

Jenjang pendidikan formal di SDN Tipang Holbung (1977), di SMP Negeri Bakara (1979), SMU Negeri di Tarutung (1982), Sekolah Pendidikan Kesehatan (SPK) Santa Elisabeth di Medan (1985), SGP Padjajaran di Bandung (1987), Akademi keperawatan DEPKES di Medan (1997), AKTA-IV di UNIMED (1999), Diploma IV di USU (2000). Penulis mengikuti pendidikan lanjut di Program Studi S-2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat studi Administrasi Kesehatan Gizi Masyarakat,Fakultas Kesahatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara sejak tahun 2011 dan menyelesaikan studi 2014. Pengalaman bekerja sebagai staff pengajar di SPK St. Elisabeth Medan sejak tahun 1988dan sekarang staf pengajar Stikes Santa Elisabet Medan.


(12)

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Permasalahan ... 7

1.3. Tujuan Penelitian ... 7

1.4. Hipotesis ... 7

1.5. Manfaat Penelitian ... 8

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKAAN ... 10

2.1. Pertumbuhan dan Perkembangan Remaja ... 10

2.2. Struktur dan Pembentukan Tulang ... 11

2.3. Pola Komsumsi Kalsium Remaja ... 13

2.3.1. Faktor Mempengaruhi Komsumsi Kalsium Remaja ... 15

2.3.2. Kalsium Pembentukan Tulang Masa Remaja ... 17

2.3.3. Metabolisme Kalsium ... 19

2.3.4. Sumber Kalsium ... 22

2.3.5. Pengukuran Konsumsi Kalsium Remaja ... 23

2.4. Aktivitas Fisik ... 24

2.4.1. Pengukuran Aktivitas Fisik ... 27

2.5. Kepadatan Tulang ... 28

2.5.1. Faktor Mempengaruhi Kepadatan Tulang pada Remaja ... 31

2.5.2. Pengukuran Densitas Tulang ... 35

2.5.3. Upaya Meningkatkan Kepadatan Tulang Remaja ... 37

2.6. Landasan Teori ... 38

2.7. Kerangka Konsep ... 40

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 42

3.1. Jenis Penelitian ... 42

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 42

3.2.1. Lokasi Penelitian ... 42


(13)

3.3.1. Populasi ... 43

3.3.2. Sampel ... 43

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 45

3.4.1. Jenis Data ... 45

3.5. Variabel dan Defenisi Operasional ... 46

3.5.1. Variabel Penelitian ... 46

3.5.2. Defenisi Operasional ... 47

3.6. Metode Pengukuran ... 48

3.7. Metode Analisis Data ... 49

3.7.1. Analisis Univariat ... 49

3.7.2. Analisis Bivariat ... 50

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 52

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 52

4.2. Pola Konsumsi Kalsium Remaja ... 53

4.3. Distribusi Jenis kativitas Fisik Remaja SMA Kelas XI dan XII Swasta Cahaya Medan Tahun 2013 ... 54

4.3.1. Distribusi Frekuensi Pola Konsumsi Kalsium Remaja diSMA Kelas XI &XII Swasta Cahaya Medan Tahun 2013 ... 55

4.3.2. Distriusi Frekuensi Aktivitas Fisik Remaja di SMA Kelas XI & XII Cahaya Medan 2013 ... 59

4.3.3. Distribusi Frekuensi Kepadatan Tulang Remaja di SMA Kelas XI & XII Cahaya Medan 2013 ... 59

4.4. Nilai Minimum, Maksimum, Rerata dan Standar Deviasi Pola Konsumsi Klasium, Aktivitas Fisik dan Kepadatan Tulang SMA Kelas XI & XII Cahaya Medan ... 60

4.5. Tabulasi Silang Antara Faktor Risiko Osteopenia dengan Kepadatan Tulang Remaja SMA Kelas XI dan XII Cahaya Medan 2013 ... 61

4.6. Hubungan antara Pola Konsumsi Kalsium dan Aktivitas Fisik dengan Kepadatan Tulang Remaja di SMA Kelas XI & XII Cahaya Medan 2013 ... 64

4.6.1. Hubungan antara Asupan Kalsium dengan Kepadatan Tulang SMA Cahaya Medan Tahun 2013 ... 65

4.6.2. Hubungan Jenis Sumber Utama Kalsium Susu dengan KepadatanTulang Remaja SMA Cahaya Medan 2013 ... 66

4.6.3. Hubungan Bahan Pangan Kalsium Tinggi dengan Kepadatan Tulang Remaja SMA Cahaya Medan 2013 ... 67

4.6.4. Hubungan antara Konsumsi Bahan Pangan Kalsium Rendah dan Kepadatan Tulang Remaja ... 68 4.6.5. Hubungan antara Frekuensi Konsumsi Bahan Zat


(14)

PenyerapKalsium dengan Kepadatan Tulang Remaja ... 70

4.6.7. Hubungan antara Aktifitas Fisik dengan Kepadatan Kepadatan Tulang Remaja SMA Cahaya Medan 2013 ... 71

4.7 Hubungan antara Asupan Kalsium Frekuensi Bahan Pangan Kalsium tinggi dan Rendah, Bahan Zat Pembantu dan penghambat Penyerapan Kalsium dan Jenis Sumber Utama Kalsium Susu dan Olahannya, Aktivitas Fisik dengan Kepadatan Tulang ... 73

BAB 5. PEMBAHASAN ... 76

5.1. Hubungan Pola Komsumsi Kalsium dengan Kepadatan Tulang Remaja ... 76

5.1.1. Hubungan Asupan Kalsium Remaja dengan Kepadatan Tulang Remaja di SMA Cahaya Medan ... 76

5.1.2. Hubungan Pola Konsumsi Bahan Pangan Kelsium Tinggi dengan Kepadatan Tulang di SMA Cahaya Medan ... 79

5.1.3. Hubungan antra Frekuensi Konsumsi Bahan Pangan Kalsium Tinggi dengan Kepadatan Tulang Remaja di SMA Cahaya Kelas XI & XII Cahaya Medan 2013 ... 82

5.1.4. Hubungan Frekuensi Komsumsi Bahan Pangan Rendah dengan Kepadatan Tulang Remaja di SMA Cahaya Medan 2013 ... 85

5.1.5. Hubungan antra Frekuensi Konsumsi Bahan Zat Pembantu Penyerapan Kalsium dengan Kepadatan Tulang di SMA CahayaMedan ... 88

5.1.6. Hubungan antara Frekuensi Komsumsi Bahan Zat Penghambat Penyerapan Kalsium dengan Kepadatan Tulang Remajadi SMA Kelas XI & XII Cahaya Medan 2013 ... 89

5.2. Hubungan antara Aktivitas Fisik Remaja di SMA Kelas XI & XII Cahaya Medan dengan Kepadatan Tulang 2013 ... 93

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 98

6.1. Kesimpulan ... 98

6.2. Saran ... 99


(15)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

2.1. Angka Kecukupan Kalsium (mg/hari) pada Remaja ... 19

2.2. Nilai Kalsium Berbagai Bahan Makanan (mg/100 gram) ... 22

2.3. Macam Aktivitas Fisik Sehari-hari ... 24

2.4. Versi T-score Menjadi Kepadatan Mineral Tulang (g/cm²) ... 36

3.1. Pembagian Sampel Berdasarkan Kelas Penelitian ... 45

3.2. Aspek Pengukuran, Variabel, Cara, Alat, Skala dan Hasil Ukur ... 48

4.1. Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin dan Umur Remaja SMA Cahaya Kelas XI dan XII Medan 2013 ... 53

4.2. Distribusi Frekuensi Asupan Kalsium Remaja di SMA Kelas XI &XII Cahaya Medan 2013 ... 55

4.3. Distribusi Frekuensi Bahan Pangan Sumber Kalsium Tinggi di SMA Cahaya Medan ... 56

4.4. Distribusi Frekuensi Bahan Pangan Kalsium Rendah di SMA Kelas XI & XII Cahaya Medan 2013 ... 56

4.5. Distribusi Frekuensi Bahan Pangan Pembantu Penyerapan Kalsium Remaja di SMA Kelas XI &XII Cahaya Medan 2013 ... 57

4.6. Distribusi Frekuens Bahan Zat Penghambat Kalsium Remaja di SMA Kelas XI & XII Cahaya Medan 2013 ... 58

4.7. Distribusi Frekuensi Jenis Sumber Utama Kalsium Susu dan Olahannya Remaja di SMA Kelas XI & XII Cahaya Medan 2013 ... 58

4.8. Distribusi Frekuensi Aktivitas Fisik di SMA Kelas XI & XII Cahaya Medan 2013 ... 59


(16)

Konsumsi Kalsium, Aktivitas Fisik dan Kepadatan Tulang

Remaja SMA Kelas XI & XII Cahaya Medan 2013 ... 61 4.11. Tabulasi Silang Antara Risiko Osteopenia dengan Kepadatan

Tulang Remaja SMA Kelas XI& XII Swasta Cahaya Medan

Tahun 2013 ... 63 4.12. Hubungan Pola Komsumsi Kalsium, Aktivitas Fisik dengan

Kepadatan Tulang Remaja SMA Kelas XI & XII Cahaya Medan 2013 ... 64 4.13. Hasil Analisis Regresi Berganda Sederhana (1) ... 74


(17)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman 2.1. Kerangka Teori Variabel yang Memengaruhi Kepadatan Tulang

(Brunner& Sundarth, 2004) ... 40 2.2. Kerangka Konsep Penelitian ... 41 2.3. Hubungan Antara Asupan Kalsium Dengan Kepadatan Tulang

(r = 0,167; p =0,185) ... 66

2.4. Hubungan Antara Konsumsi Jenis Sumber Utama Kalsium Susu

DenganKepadatan Tulang (r = 0,932 ; p = 0,000) ... 67 2.5. Hubungan antara Frekuensi Konsumsi Bahan Pangan Kalsium

Tinggi dengan Kepadatan Tulang (r = 0.932; p = 0.000) ... 68 2.6. Hubungan antara Frekuensi Konsumsi Bahan Kalsium Rendah

Kepadatan Tulang (r = 0.965; p = 0,000) ... 69 2.7. Hubungan antara Konsumsi Bahan Zat Pembantu Penyerapan

Kalsium dengan Kepadatan Tulang (r=0,928; p= 0.000) ... 70 2.8. Hubungan antara Konsumsi Bahan Penyerapan Kalsium dengan

Kepadatan Tulang (r =0,932 : p = 0.000) ... 71 2.9. Hubungan antara Aktivitas Fisik dengan Kepadatan Tulang


(18)

Mass/PBM) dan pertumbuhan tulang 40%-50% total skeletal.Upanyapencegahan

pemeliharaan kesehatan hidup sehat adalah denganpola konsumsi kalsium dan beraktifitas fisik secarateratur, maka pembentukan massa kepadatan tulangmencapai maksimal.

Penelitian bertujuan menganalisis hubunganpola konsumsi kalsium(jumlah asupan kalsium, frekuensibahan pangan kalsium tinggi dan rendah,frekuensi bahan zat pembantu dan penghambat penyerapan kalsium, jenis sumber utama kalsium susu dan olahannya), aktifitas fisik dengan kepadatan tulang remaja usia 15-18 tahun.

Jenis penelitian Explanatory Surveypendekatancross-sectional. Populasi 527

siswa kelas XI & XII SMA Swasta Cahaya Medan. Sampel sebanyak 65 orang tekniksimple randomacak sederhana.Datadiperoleh melalui wawancara pola

konsumsi kalsium menggunakan frequensi food questionnaire(FFQ),aktifitas fisik

menggunakan International Physical Activity Questionnares (IPAQ),kepadatan

tulang menggunakan densinometryultrasound.Analisis datakorelasirankSpearmandan regresi linier sederhana.

Hasilpenelitian menunjukkan ada hubungan signifikan positif sangat kuat antarapola konsumsi kalsium(frekuensi konsumsibahan zat pembantu dan penghambat penyerapan kalsium,jenis sumber utama kalsium susu dan olahannya),dengan kepadatan tulang nilai (r=0,985;p=0,000).Sebalikjumlah asupan kalsium,frekuensi bahan pangan tinggi dan rendah kalsium serta aktifitas fisik tidak memiliki hubungan signifikan negatif sangat lemah (r=-0,167:p=0,185) dengan kepadatan tulang. Disarankan padaremaja perlu meningkatkan pola konsumsi kalsium sumber utama kalsium,susu dan menghindari bahan zat penghambat olahannya, dan bahan zat pembantu penyerapan dan penyerapan kalsium, juga perlu beraktifitas fisik olahraga secara benar tepat danterencana.


(19)

ABSTRACT

The paek bone mass (PBM) formation occurs in adolescence and the bone growth,40%-50% of total skeletal. Prevent and maintain the health of healthy living with the pattern of calcium consumption and doing physical activity correctly, precisely, orderly, and well-planned, therefore, the growth of the formation of bone mass density reaches a maximum.

The purpose of this study was to analyze the relationship between the pattern of calcium comsumption (the amount of calcium supply, the frequency of consuming food stuffs with high and low calcium, the frequency of supplement stuffs and calcium absorption inhibitors, the types of primary sources of calcium milk and other dairy products) physical activity and bone mass density in the adolescences of 15 – 18 years old.

The population of this explanatory survey study with cross- sectional approach was 527 Class XI and Class XII students of Cahaya Senior High School Medan, and 65 of them were selected to be the samples for this study through simple random sampling technique. The data of consumption pattern were obtained through Frequency Food Questionnaire (FFQ) and the data of physical activity were obtained through International Physical Activity Questionaire (IPAQ), and data of bone density were obtained through Densinometry Ultrasound. The data obtained were analyuzed trough Spearman Rank Correlation test and simple multiple linear regression tests.

The result of this study showed that there was a very strong significant positive relationship between pattern of callsium consumption (frequency of supplement stuffs and calcium absoption inhibitors, the types of primary sources of calcium of milk and other dairy products) and bone density (ƨ = 0.985; p = 0.000) and law calcium, and physical activity had a very weak negative significant relationship (ƨ = -0.167 ; p = 0.185) with bone density. The adolescences are suggested to improve their consumption pattern of primary sources of calcium milk and to avoid the substance of its processing inhibitor, the Substance of absorption facilitator and calcium absorption, and the adolescence also need to do physical activity/exercices correctly, precisely and well-planned.

Keywords: Bone Density, Calsium Consumption pattern, Physical Activity


(20)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Pada masa remaja puncak pertumbuhan masa tulang (Peak Bone Massa/PBM)

yang menyebabkan kebutuhan kalsium paling tinggi pada masa ini dibandingkan dengan tahapan-tahapan usia lain, karena terjadi pertumbuhan skeletal yang cepat. Remaja merupakan periode kritis dimana terjadi perubahan fisik, biokimia, dan emosional yang cepat. Pada masa ini terjadi growth spurt yaitu puncak pertumbuhan

tinggi badan (peak high velocity) dan berat badan (peak weightvelocity).

Kecepatan pertumbuhan tinggi badan rata-rata mencapai 20 cm/tahun pada laki-laki dan 16 cm/tahun pada perempuan. Demikian pula kecepatan pertumbuhan berat badan rata-rata mencapai 20 kg/tahun pada laki-laki dan 16 kg/tahun pada perempuan. Kecepatan pertumbuhan tinggi badan dan berat badan pada masa remaja ini lebih besar dibandingkan dengan pertumbuhan tinggi badan dan berat badan pada masa anak-anak usia dua sampai 10 tahun yang rata-rata hanya 5-6 cm/tahun dan 2-3 kg/tahun (Wahlavist, 1997).

Pada masa remaja, rangka tubuh secara aktif tumbuh dan berkembang serta bertambah besar dan kuat. Pada akhir remaja pertumbuhan tulang sudah lengkap dan telah mencapai puncak massa tulang sampai 90%, dan massa tulang puncak diperoleh dengan usia 18 tahun pada remaja putri dan usia 20 tahun pada laki-laki. Pada masa ini pembentukan tulang pesat dan merupakan masa persiapan untuk


(21)

2

mencapai puncak pertumbuhan massa tulang atau yang biasa disebut dengan peak bone massa. Puncak massa tulang yang terbentuk selama masa remaja hampir

setengah dari kerangka dewasa, dan tulang yang terbentuk pada masa ini merupakan yang terkuat. Keadaan terbentuknya tulang pada masa remaja sangat dipengaruhi dengan kecukupan kalsium yang masuk ke dalam tubuh. Namun remaja yang mendapat cukup kalsium setiap harinya hanya sekitar 15%.

Kebutuhan kalsium paling tinggi terjadi pada masa remaja dibanding tahapan usia yang lain. Pertumbuhan tulang terjadi secara cepat pada saat remaja karena 40-50% dari total skeletal telah dibentuk. Kepadatan tulang (bone density) akan terus

meningkat demikian pula penumpukan mineral pada skeletal dan biasanya berakhir pada usia 30 tahun. Apabila pada masa ini kalsium yang dikonsumsi kurang dan berlangsung dalam waktu yang cukup lama puncak pembentukan massa tulang tidak akan terbentuk secara optimal (Kalwarf, et.al., 2003; Debar, 2006; Ketchmer, 1997;

Mann & Trusll, 2007).

Kalsium merupakan mineral dengan jumlah terbesar yang terdapat dalam pembentukan tulang terbesar pada masa ini yang sangat tinggi efesiensi penyerapan dan deposit kalsium meningkat hingga 2 kali lebih besar dari masa-masa sebelum ataupun sesudahnya sehingga suplai kalsium yang adekuat dari makanan menjdadi sangat penting untuk memaksimalkan peak bone massa/PBM dan menjaga

keseimbangan kalsium tubuh yang optimal. Peranan kalsium pada masa pertumbuhan remaja sangat penting maka rekomendasi kecukupan kalsium per hari tinggi.di negara-negara maju seperti Amerika dan Australia angka kecukupan kalsium yang


(22)

dianjurkan bagi remaja adalah sebesar 1200-1500 mg/hari. Di Indonesia hasil Widya Karya Pangan dan Gizi tahun 2004 menetapkan angka kecukupan gizi (AKG) untuk kebutuhan kalsium bagi remaja usia 13-19 tahun sebesar 1000 mg/hari tidak jauh berbeda dengan angka kecukupan di negara-negara maju. Baik di negara maju maupun di negara berkembang asupan kalsium pada remaja umumnya masih kurang. Hasil survei NHANES di Amerika Serikat (AS) memperlihatkan bahwa rata-rata asupan kalsium remaja usia 12-15 tahun menurun dari 854 mg/hari pada tahun 1976-1980 menjadi 796 mg/hari menjadi 796 mg/hari 1988-1997. Data lainnya dari USDA

nationwide food comsumption survei di 48 negara bagian AS tahun 1977-1978

menunjukkan bahwa rata-rata asupan kalsium pada remaja awal (10-15 tahun) berkisar antara 70-79% recommended dietary allowance (RDA) dan kemudian

menurun menjadi berkurang dari 70% RDA pada usia 15-18 tahun.

Penelitian Blum (1997), menyatakan bahwa sekitar 26% keterlambatan pembentukan massa tulang terjadi pada masa pubertas sehingga kepadatan tulang rendah dengan prevalensi sekitar 25,8% remaja perempuan dan 12,1% pada laki laki. Kemudian pada tahun 2005 Pusat Latihan Pengembangan Gizi Indonesia telah melakukan pemeriksaan dengan densinometer hasilnya menunjukan angka prevalensi

pada kaum muda yang berumur kurang dari 25 tahun sekitar 37,1% (Rahmawati, 2008). Menurut Broto (2004), pada pemeriksaan kepadatan tulang dengan bone densinometer merupakan pemeriksaan paling akurat sehingga dapat digunakan untuk


(23)

4

pertumbuhan dan tertundanya pematangan seksual selain masa puncak perkembangan fisik dan mental juga pada masa ini merupakan kesempatan terakhir untuk status gizi khususnya dalam hubungan kepadatan tulang. Remaja membutuhkan kalsium lebih tinggi daripada masa anak-anak atau saat dewasa karena pertumbuhan dan pemeliharaan tulang digunakan untuk pembentukan skeletal, sehingga puncak massa tulang dapat terpenuhi (Suandi, 2004). Kalsium memperbaiki mengambil kalsium dari tubuh secara terus menerus dalam jangka waktu yang lama akan mengakibatkan berlangsungnya massa dan kepadatan tulang menurun sehingga terjadilah penipisan tulang (Trusell, 2007).

Kepadatan tulang dipengaruhi gaya hidup remaja yang kurang sehat terhadap konsumsi pangan, baik sosial ekonomi, personal preference, media. Semakin baik

sosial ekonomi seseorang maka ketersedian pangan terhadap jenis dan kualitas makanan di rumah dan jajan semakin beragam, pengetahuan juga mempengaruhi konsumsi pangan kalsium pada remaja semakin banyak informasi yang diperoleh maka jenis makanan yang dipilih semakin tepat. Perubahan gaya hidup modernisasi, kondisi sosial ekonomi semakin meningkat serta aktivitas semakin tinggi keluar rumah bagi remaja menimbulkan dampak terhadap apa yang akan dimakan remaja tersebut remaja mulai dapat membeli dan mempersiapkan makanan untuk dirinya sendiri dan remaja suka makan serba instan di luar rumah seperti; fast food yang

biasanya mengandung zat gizi tidak seimbang sehingga dapat berpengaruh terhadap status gizi remaja. Penelitian yang dilakukan oleh Prihartini (2010), menunjukkan bahwa remaja status gizi kurus dengan Indeks Massa Tubuh/IMT < 18,5 cm lebih


(24)

rentan terhadap menurunnya kepadatan tulang, dibandingkan dengan orang IMT > 18,5 cm. Survei yang dilakukan Yuliarti (2008), menemukan bahwa sekitar 25% remaja memiliki asupan kalsium lebih rendah dari yang direkomendasikan sehingga berdampak terhadap pembentukan tulang terlambat dengan resiko terjadi osteopenia dimasa usia selanjutnya. Pada dasarnya manusia memang harus bergerak dan kebiasaan dewasa sekarang ini banyak orang yang kurang bergerak terutama penduduk Indonesia usia 12 tahun ke atas. Menurut Wijaya (2010), aktivitas fisik akan mempengaruhi terhadap penyerapan kalsium dalam usus juga mempengaruhi massa tulang dan kekuatan tulang yang keduanya secara langsung berdistribusi terhadap osteoblas dalam tulang berperan dalam penyerapan tulang dan merangsang penyerapan kalsium di usus halus.

Asupan kalsium yang rendah pada masa remaja berhubungan dengan berkurangnya kepadatan tulang panggul sebesar tiga persen (Kalkwarrf et. al., 2003).

Apabila tidak dilakukan upaya pemeliharaan kepadatan tulang maka akan terjadi

osteopenia sehingga akan mempercepat terjadinya penyakit osteoporosis (Suryono,

2007). Penelitian yang dilakukan olah Syafiq dan Fikawati (2004), menunjukkan bahwa konsumsi kalsium remaja siswa SMUN di Kota Bogor masih jauh dari Angka Kecukupan Gizi (37,79% AKG), sedangkan hasil penelitian Suryono (2007), pada remaja pria menunjukkan banwa pemberian susu berkalsium tinggi berpengaruh sangat nyata (p<0,01) terhadap peningkatan kepadatan tulang pinggang dan panggul. Muhaimin (2008), menyatakan bahwa sekitar 60% risiko osteoporosis ditentukan


(25)

6

memaksimalkan kepadatan tulang pada remaja dengan upaya yang dicanangkan pemerintah sesuai dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1142/Menkes/SK/XII/2008; tentang pedoman pengendalian terhadap gangguan skeletal dengan faktor penyebab dasar pembentukan puncak massa tulang yang terhambat harus dilaksanakan koreksi bila mungkin. Bila pembentukan massa tulang akibat kesalahan diet maka perlu diberikan kaya protein dan kalsium dan vitamin D yang tinggi. Vitamin D akan meningkatkan konsentrasi kalsium dan fosfor dalam cairan ekstrasel maka tersedia ion kalsium dan fosfor untuk mineralisasi tulang.

Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan peneliti di Sekolah Swasta SMA Cahaya Medan bahwa lokasi sekolah ini sangat berdekatan dengan tempat-tempat perbelanjaan yang menyediakan berbagai jenis makanan yang cepat saji serta banyaknya billboard yang terpasang untuk mempromosikan berbagai produk jenis

makanan jajanan sehingga mereka secara tidak langsung rutin melewati dan melihat tempat tersebut akan mempengaruhi mereka tentang produk yang dipromosikan melalui billboard. Kemudian melalui wawancara peneliti tentang aktitivitas fisik

lebih banyak melakukan kegiatan duduk diam (sedenlentary life) misalnya bahwa

mereka setelah selesai proses belajar mengajar di kelas langsung private les dan

aktivitas beridiri aktif berat seperti; futsal, bulutangkis berada dalam ruangan yang tertutup yang tidak ada sinar matahari. Pola makan mereka dengan mengkonsumsi makanan yang kurang sehat atau kurang memperhatikan nilai gizi sebab mereka sering mengkonsumsi makanan bentuk jajanan serta minuman ringan (soft drink)


(26)

seperti; pepsi, coca-cola, sprite. Setelah mempelajari hal tersebut di atas peneliti

berkeinginan mengetahui asupan kalsium berdasarkan pola konsumsi kalsium dan aktivitas fisik yang berdampak terhadap kepadatan tulang.

1.2.Permasalahan

Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi permasalahan yang adalah pola konsumsi pangan kalsium kurang sehat dengan kebiasaan mengkonsumsi makanan siap saji dan minuman ringan (soft drink) seperti; coca-cola dan sejenisnya

serta aktivitas fisik yang kurang menggerakkan beban kerangka tubuh berdampak kesehatan pertumbuhan pembentukan kepadatan massa tulang tidak maksimal. Berdasarkan kondisi di atas sehingga peneliti menentukan estimasi rumusan masalahnya bagaimana hubungan pola konsumsi kalsium dan aktivitas fisik dengan kepadatan tulang remaja di Sekolah Menengah Atas Cahaya Medan.

1.3.Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah menganalisis hubungan pola konsumsi kalsium dan aktivitas fisik dengan kepadatan tulang remaja Sekolah Menengah Atas Cahaya Medan.


(27)

8

1.4. Hipotesis

1. Ada hubungan antara jumlah asupan kalsium dengan kepadatan tulang remaja usia 15-18 tahun.

2. Ada hubungan antara jenis sumber utama kalsium susu dan olahannya dengan kepadatan tulang remaja usia 15-18 tahun.

3. Ada hubungan antara frekuensi bahan zat pembantu dan penghambat penyerapan kalsium dengan kepadatan tulang remaja usia 15-18 tahun.

4. Ada hubungan antara frekuensi bahan pangan tinggi dan rendah kalsiun dengan kepadatan tulang remaja usia 15-18 tahun.

5. Adanya hubungan antara aktivitas fisik dengan kepadatan tulang remaja usia 15-18 tahun.

1.5. Manfaat Penelitian 1.5.1. Manfaat Teoritis

Sebagai bahan informasi mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan mengevaluasi pola konsumsi kalsium (frekuensi bahan pangan kalsium tinggi dan rendah, frekuensi bahan zat pembantu dan penghambat penyerapan kalsium, jenis sumber utama kalsium susu dan olahannya dan aktivitas fisik yang dapat memengaruhi kepadatan tulang remaja saat ini dalam upaya pemeliharaan yang akan dilaksanakan untuk mencengah kerapuhan tulang dimasa tua dikemudian hari.


(28)

1.5.2. Manfaat Praktisi.

Sebagai bahan pertimbangan dalam memberikan pengarahan pada masyarakat betapa pentingnya memperhatikan asupan kalsium, frekuensi bahan zat pembantu dan penghambat penyerapan kalsium, jenis sumber utama kalsium susu dan olahannya (keju, mentega dan yoghurt) serta meningkatkan aktivitas fsik karena berhubungan dengan keterlambatan pembentukan massa tulang serta menurunnya kepadatan tulang pada remaja yang berisiko osteoporosis dimasa tuanya dikemudian hari, dan sebagai bahan informasi bagi Dinas Kesehatan Kota Madya Medan Khususnya Wilayah kerja Puskesmas Darussalam Medan Baru untuk meningkatkan kualitas maupun kwantitas pelayanan program Usaha Kesehatan Sekolah sasaran remaja dalam memberikan komunikasi edukasi pedoman gizi seimbang dengan memuat sumber kalsium menu sehari-.hari, dalam upaya meningkatkan kesehatan tulang pengendalian osteopenia pada usia muda serta pencengahan penyakit osteoporosis di masa usia lanjut.


(29)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pertumbuhan dan Perkembangan Remaja

Masa remaja merupakan masa peralihan diantara anak-anak dan masa dewasa. Menurut WHO (1995), remaja yang umum berkisar antara 10 tahun-19 tahun dan menurut Desmita (2005), batasan usia remaja yang umumnya digunakan para ahli adalah antara 12 tahun hingga 21 tahun. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kelangsungan hidup manusia tersebut adalah masa transisi dari masa anak-anak ke masa dewesa yang ditandai dengan pertumbuhan dan perkembangan yang cepat baik fisik maupun mental (Nasoetion & Riyadi, 1995). Ahmadi dan Sholeh (2005), mengungkapkan pada masa ini terdapat beberapa fase ada empat yaitu fase pre-remaja (usia 8 tahun-10 tahun), fase remaja awal (usia 11 tahun-13 tahun), fase remaja pertengahan (usai 14 tahun-16 tahun) dan fase akhir remaja (usia 17 tahun-19 tahun). Masa remaja merupakan periode penting pada pertumbuhan dan kematangan manusia.

Menurut Affandi dan Danukusumo (1990), remaja dimulai dengan masa pubertas, yaitu tanda-tanda awal dari perkembangan karateristk seksualitas sekunder dan terus berlanjut sampai terjadinya perubahan morfologi dan fisiologi pada masa dewasa. Pertumbuhan adalah suatu proses bertambahnya ukuran fisik tubuh sebagai hasil interaksi yang berkesinambungan dan kompleks antara faktor keturunan dan lingkungan (Jellife & Jellife, 1989), faktor lain yang berperan adalah hormon


(30)

biologik, tingkat sosial. Struktur tulang serta adanya trauma psikologik pada anak, selama remaja, perubahan hormonal mempercepat pertumbuhan. Menurut WHO (1995), faktor genetik memengang peranan penting pada proses pertumbuhan seseorang terutama tinggi badan. Kecepatan pertumbuhan fisik pada saat remaja adalah kedua tercepat setelah masa bayi pada masa remaja ini sekitar 20% tinggi badan dan 50% berat badan seseorang telah tercapai (Khomsan, 2004) salah satu demensi pertumbuhan tulang.

2.2. Struktur dan Pembentukan Tulang

Pembentukan tulang berlangsung terus menerus dan dapat berupa pemanjangan dan penebalan kecepatan pembentukan tulang berubah selama hidup. Pembentukan tulang dipengaruhi oleh hormone, faktor makanan, stres yang dibebankan pada sumsum tulang dan akibat aktivitas sel-sel pembentukan tulang yaitu osteoblast. Osteoblast berespon terhadap berbagai sinyal kimia untuk

menghasilkan matrik tulang. Kalsium salah satu komponen yang berperan terhadap pembentukan massa tulang sebagian ion kalsium di tulang tidak mengalami kristalisasi garam nonkristalisasi ini dianggap sebagai kalsium yang dapat dipertukarkan dan dapat dipindahkan dengan cepat antara tulang cairan interstinum dan darah. Sedangkan penguraian tulang disebut absorpsi terjadi secara bersamaan dengan pembentukan tulang penyerapan tulang terjadi karena aktivitas sel-sel yang disebut osteoklas adalah sel fagositosis multinuklear besar berasal dari sel-sel monosit yang terdapat pada tulang yang mengeluarkan banyak enzim yang


(31)

12

mempermudah menerima tulang memfagositosis pada suatu daerah potongan tulang

osteoklast menghilang dan muncul osteoblast. Keseimbangan antara aktivitas osteoblast dan osteoklast menyebabkan tulang terus menerus diperbaharui atau

mengalami remordelling. Pada dewasa muda aktivitas osteoblast dan osteoklast

biasanya setara, sehingga jumlah total masa tulang konstan pada usia pertengahan

osteoklast melebihi osteoblast dan kepadatan tulang mulai kadar hormon estrogen

dan immobilisasi. Faktor yang mengontrol aktivitas osteblast di rangsang oleh

aktivitas fisik dan stres beban akibat arus listrik yang terbentuk sewaktu stres mengenai tulang hormon estrogen, testosterone dan hormon pertumbuhan adalah promotor kuat bagi aktivitas osteoblast dan pertumbuhan tulang.

Pertumbuhan tulang dipercepat semasa pubertas akibat melonjatnya hormon estrogen dan testosterone akhirnya menyebabkan tulang-tulang panjang berhenti tumbuh dengan merangsang penutupan lempeng epifisis (ujung pertumbuhan tulang) defisiensi hormon pertumbuhan juga akan mengganggu pertumbuhan tulang. Vitamin D dalam jumlah yang kecil merangsang klasifikasi tulang secara langsung dengan bekerja pada osteoblast dan secara tidak langsung merangsang penyerapan kalsium

dalam usus hal ini meningkatkan konsentrasi kalsium darah yang mendorong klasifikasi tulang. Namun vitamin D dalam jumlah yang besar meningkatkan kadar kalsum serum dengan meningkatkan penguraian tulang maka vitamin D dalam jumlah yang besar tanpa diimbangi kalsium yang adekuat dalam makanan akan menyebabkan absorpsi tulang terganggu.


(32)

Ada faktor-faktor yang mengontrol aktivitas osteoklas terutama di kontrol oleh hormone paratiroid dengan pelepasan hormone paratiroid meningkatkan respon

terhadap penurunan kadar kalsium dimana hormone paratiroid meningkatkan

aktivitas osteoklast dan merangsang pemecahan tulang untuk membebaskan kalsium ke dalam darah. Proses penyerapan tulang terjadi dalam tiga minggu, sedangkan proses pembentukan tulang membutuhkan waktu sekitar tiga bulan masa hidup bone remordeling unit (BRU), enam sampai sembilan bulan lebih lama dari masa hidup

osteoblas yaitu tiga bulan dan masa hidup osteoklas dua minggu, sehingga diperlukan persediaan banyak osteoblast yang dibentuk oleh sel mesenkim dan osteoklast

(Compston 2001; Canalis, 2005).

2.3. Pola Konsumsi kalsium Remaja

Konsumsi adalah setiap kegiatan yang memakai, menggunakan, menikmati barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhannya berdasarkan primer, sekunder dan tiertier dengan tujuan meneruskan kebutuhan fisik dan psikologi. Pola konsumsi merupakan proporsi atau jumlah pengeluaran yang digunakan untuk memenuhi kebutuhannya (Samuelson, 2008), sedangkan konsumsi pangan adalah informasi tentang jenis dan jumlah pangan yang dimakan seseorang atau sekelompok orang (keluarga atau rumah tangga) pada waktu tertentu hal ini menunjukkan bahwa telaahan terhadap konsumsi pangan dapat ditiinjau dari aspek jenis pangan yang dikonsumsi (Hardinsyah & Martianto, 1998).


(33)

14

Munurut Wulandari (2008), konsumsi pangan secara garis besar adalah kuantitas pangan yang di konsumsi seseorang ataupun sekelompok orang dengan tujuan tertentu jenis tunggal maupun beragam ada tiga hal yang mempengaruhi konsumsi pangan yaitu kuantitas ragam, pangan yang tersedia dan produksi, pendapatan dan tingkat pengetahuan. Pola komsum kalsium adalah merupakan suatu kebiasaan dalam cara memilih, menikmati dan menggunakan jenis jumlah bahan makanan kalsium rata-rata per orang per hari yang umumnya dikonsumsi/dimakan dalam waktu tertentu (PERSAGI, 2008). Perkembangan dari seorang anak menjadi dewasa pasti melalui masa remaja pada fase fisik seseorang terus berkembang demikian pula aspek sosial maupun psikologis perubahan ini membuat seorang remaja mengalami banyak ragam gaya hidup, perilaku tidak terkecuali pengalaman dalam menentukan makanan apa yang akan dikonsumsi. Hal terakhir inilah yang akan berpengaruh pada keadaan gizi seorang remaja. Tahap pemeilihan makanan penting diperhatikan karena remaja sudah menginjak tahap independensi. Remaja biasa

memilih makan apa saja yang disukainya bahkan tak selera lagi makan bersama keluarga di rumah aktivitas yang banyak dilakukan diluar rumah membuat remaja sering dipengaruhi rekan sebanyanya. Pemilihan makanan tidak lagi didasarkan pada kandungan gizi tetapi sekedar bersosialisasi untuk kesenangan dan supaya tidak kehilangan status hal ini menyebabkan remaja termasuk dalam nutritionally vulnerable group pada masa remaja dipengaruhi kelompok atau rekan sebaya lebih


(34)

Remaja adalah golongan individu yang sedang mencari identitas diri mereka suka ikut-ikutan dan terkagum-kagum pada idola yang berpenampilan menarik banyak remaja sering merasa tidak puas akan penampilan mereka sendiri apalagi kalau sudah menyangkut body image. Dewasa ini gaya hidup remaja yang berada

dalam kota cenderung bergaya hidup budaya barat salah satu contoh adalah seperti mengkonsumsi makanan siap saji (fast food) misalnya hotdog, pizza, hamburger, fried chicken, french fries, junk food makanan ini sering di anggap sebagai tren yang

harus diikuti para remaja.

2.3.1. Faktor yang Memengaruhi Konsumsi Kalsium pada Remaja

Menurut Hidayat (1979), menyebutkan bahwa pada dasarnya intake makanan

dipengaruhi oleh dua hal, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam diri manusia itu sendiri dapat berupa emosi atau kejiwaan yang memiliki kebiasaan sementara itu, faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri manusia seperti, ketersediaan bahan pangan yang ada disekitarnya serta kondisi sosial ekonomi yang mempengaruhi daya beli manusia terhadap bahan pangan. Worthington-Robert (2000), menyebutkan banyak faktor yang mempengaruhi kebiasaan makan pertumbuhan remaja meningkatkan partisipasi dalam kehidupan sosial dan aktivitas remaja dapat menimbulkan dampak apa yang dimakan remaja tersebut. Gopalan (1994), menyebutkan bahwa intake kalsium pada

masyarakat miskin di Asia sangat rendah dibawah kecukupan yang dianjurkan yaitu hanya 300 mg kalsium perhari.


(35)

16

Hasil penelitian cross-sectional tentang total mineral tulang wanita usia 11-13

tahun menyebutkan bahwa total mineral tulang dicapai pada usia rata-rata 20 tahun sementara itu penelitian yang dilakukan secara longitudinal pada wanita usia 18-26 tahun diketahui bahwa total mineral tulang meningkat rata-rata 1% tahun selama tiga dekade kehidupan dan mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya usia. Pemberian suplemen kalsium pada anak-anak dan remaja terbukti dapat meningkatkan penambahan kalsium tulang (Jackman, dkk, 1997).

Penelitian Wardlaw (2008), menyebutkan bahwa mengkonsumsi suplemen kalsium dan vitamin D pada laki-laki dan perempuan dapat meningkatkan densitas tulang pada bagian tulang femur dan leher, maka hal tersebutlah, dianjurkan pada anak dan remaja untuk mengkonsumsi kalsium 1.500 mg kalasium dan vitamin D antara 600-800 IU/hari (Janice, 1997). Selain itu pola konsumsi pangan kalsium juga dipengaruhi oleh suku bangsa. Suhardjo (1989) menyatakan bahwa hal itu terkait kebudayaan dan pangan lokal yang tersedia di daerah. (1) Jenis Kelamin; asupan kalsium pada remaja sangat berkaitan dengan asupan energi (Brown, 2005). (2) Pendidikan dan pengetahuan konsumsi kalsium didasari atas tiga kenyataan; (a) status gizi yang cukup adalah penting bagi kesehatan dan kesejahtraan. (b) setiap orang hanya cukup gizi yang diperlukan jika makanan yang dimakan mampu menyediakan zat gizi yang diperlukan. (c) ilmu gizi memberikan fakta-fakta yang perlu sehingga masyarakat dapat belajar menggunakan pangan dengan baik bagi perbaikan gizi (Suharjo, 1998). (3) sosial ekonomi faktor yang berperan dalam menentukan status kesehatan seseorang adalah tingkat sosial ekonomi dalam hal ini adalah daya beli


(36)

keluarga, kemampuan keluarga untuk membeli bahan pangan antara lain tergantung pada besar kecilnya pendapatan keluarga, harga bahan makan itu sendiri serta tingkat pengelolaan sumber daya lahan pekarangan. (4) Ketersediaan makanan di rumah; ketersediaan bahan makanan sumber kalsium. (5) Kebiasaan jajan; kebiasaan jajan pada remaja merupakan salah satu masalah kebiasaan makan kesehatan pilihan remaja terhadap makanan pada umumnya tinggi gula, sodium dan lemak serta rendah vitamin dan mineral, remaja yang kurang kalsium banyak ditemukan pada remaja yang sering jajan, (6) Peer group; adalah pengaruh yang terpenting selama masa

remaja di sekolah dan situasi tertentu ini lebih besar daripada pengaruh keluarga dalam hal ini terdapat pola umum bahwa remaja di daerah perkotaan lebih banyak dipengaruhi oleh peer group sedangkan di pedesaan lebih banyak dipengaruhi oleh

keluarga.

2.3.2. Kalsium Pembentukan Massa Tulang Remaja

Kalsium adalah elemen mineral yang paling banyak terdapat dalam tubuh terdapat kurang lebih 1200 gram kalsium (Wardiaw et al., 2007; Wisman, 2002).

Sekitar 99% total kalsium berada di dalam tulang rangka, sedangkan 1% berada di dalam jaringan lain dan cairan tubuh yang secara luas didistribusikan ke seluruh tubuh. Jika kekurangan kalsium tubuh akan mengambil cadangan dalam tulang semakin lama semakin banyak kalsium yang diambil maka tulang semakin berkurang penebalan massa tulang semakin tipis kemudian akan beresiko osteopenia (Handrwan Nadesul, 2006).


(37)

18

Usaha mempertahankan kadar kalsium darah dalam keadaan normal tergantung pada keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran kalsium dari aliran darah. Sumber kalsium diperoleh dari diet yang mengandung garam kalsium. Kalsium di absorpsi di saluran cerna, ginjal dan tulang absorbsi kalsium terutama terjadi dalam usus yang ditingkatkan oleh kerja hormon paratiroid yang sinergis dengan vitamin D (Evi Rahmawati, 2006; Wardiaw et al., 2007). Menurut Almatsier

(2006), jumlah kalsium dalam tulang berubah menurut umur, ukuran dan komposisi tubuh serta akan mengalami penurunan massa tulang sejalan dengan penambahan umur. Kalsium mempunyai peranan penting dalam tubuh, yaitu dalam pembentukan tulang dan gigi, dalam pengaturan fungsi sel pada cairan ekstracelluler dan intracelluler seperti untuk transmisi saraf, kontraksi otot, pengumpalan darah dan

menjaga permeabilitas membran sel, pengatur pekerjaan hormon (Krummel, 2002 & Winarno, 1997). Almatsier (2002), menyebutkan bahwa kalsium dalam tulang mempunyai dua fungsi (a) Sebagai integral dari struktur tulang, (b) Sebagai tempat penyimpanan kalsium. Kebutuhan kalsium pada remaja sangat tinggi karena masa pembentukan tulang terjadi saat remaja karena kebutuhannya yang tinggi efesiansi penyerapan kalsium pada remaja meningkat dan deposit kalsium meningkat hingga 2 kali lebih besar daripada masa-masa sebelum ataupun sesudahnya. Dengan demikian asupan kalsium yang cukup dari makanan sangat diperlukan untuk memaksimal peak bone massa (PBM) dan menjaga keseimbangan kalsium tubuh yang optimal


(38)

Tabel 2.1. Angka Kecukupan Kalsium (mg/hari) pada Remaja

No Jenis Kelamin Usia (tahun) (mg/hari)

1

2

Laki-laki

Wanita

10-12 tahun 13-15 tahun 16-18 tahun 19-29 tahun 10-12 tahun 13-15 tahun 16-18 tahun 19-29 tahun

1000 1000 1000 800 1000 1000 1000 800

Sumber: Widyakarya Pangan dan Gizi Nasional VIII (2004)

2.3.3. Metabolisme Kalsium

Kalsium diabsorpsi melalui mukosa usus dengan dua cara; tranfor aktif dan difusi pasif atau penyerapan sangat bervariasi tergantung pada umur dan kondisi tubuh. Pada waktu anak-anak atau masa pertumbuhann sekitar 50%-70% kalsium dicerna, diserap tetapi pada dewasa hanya 10%-40% kalsium diserap (Winarno, 2002). Absorpsi yang efisien terjadi jika kebutuha persediaan kalsium dalam tubuh semakin meningkat dan persediaan tubuh semakin menurun. Peningkatan kebutuhan terjadi selama masa pertumbuhan, masa anak-anak dan remaja jumlah kalsium yang dikonsumsi akan mempengaruhi kalsium yang diabsorpsi. (Almatsier, 2006; Bender, 2003). Pada kedaan normal sebanyak 30%-50% kalsium yang dikonsumsi di absorpsi tubuh kemampuan absorpsi lebih tinggi pada masa pertumbuhan dan menurun pada proses penuaan. Kemampuan absopsi pada laki-laki lebih tinggi dari pada perempuan pada semua golonagan usia.

Absorpsi kalsium terutama dilakukan secara aktif dengan menggunakan alat angkut protein pengikat kalsium (calbindin). Absorpsi pasif terjadi dipermukaan


(39)

20

saluran cerna kalsium hanya bisa diabsorpsi bila terdapat dalam bentuk terlarut. (Almatsier, 2006). Proses metabolisme kalsium melibatkan kerja hormon-hormon ada tiga hormon yang dihubungkan dengan regulasi metabolisme kalsium. Menurut Ganong (1990), 1.25- dihidrokalsiferol merupakan hormon steroid yang dibentuk dari vitamin D oleh hidroksilasi berurutan di dalam hati dan ginjal fungsi utamanya yaitu meningkatkan absorbsi kalsium dalam usus dengan meningkatnya aktivitas protein pengikat kalsium yang disebut calbindin (Gropper. Smith,& Groff, 2009). Hormon

paratiroid memobilisasi kalsium dari tulang dan meningkatkan ekskresi fosfat urin, penurunan kadar kalsium plasma sekalipun dalam jumlah kecil akan meningkatkan sekresi paratiroid hormon yang merangsang reabsorpsi tulang secara aktif. Kalsitonin merupakan suatu hormon yang dapat menurunkan kadar kalsium plasma dan menghambat reabsorupsi tulang. Ganong (1990), menambahkan bahwa peran hormon pertumbuhan dan estrogen akan mempengaruhi metabolisme kalsium. Menurut Muchtadi et al., 1993) absorpsi kalsium tidak pernah sempurna tergantung pada

kalsium dalam bentuk ion terlarut (pH asam) disebabkan oleh menurunnya waktu transit gastrointestinal seperti; diare, stres dan immobilisasi serta hormon tiroid absorupsi kalsium dapat meningkat dengan konsumsi beberapa antibiotik seperti; penisiline, neomisin dan kloroamphenical absoprsi kalsium dirangsang oleh vitamin D, peranan vitamin D dalam meningkatkan penyerapan kalsium oleh usus terjadi pada saat kekurangan kalsium dalam bahan makanan atau saat kebutuhan kalsium yang berlangsung dengan perantaraan metabolit 1.25-(OH)2. D3 (Chocalcifero)


(40)

merupakan metabolit yang aktif dari vitamin D yang berperan dalam penyerapan kalsium dan fosfor dalam usus (Muchtadi, 1998).

Faktor yang meningkatkan absorpsi kalsium : (1) vitamin D menjadi bentuk aktif 1.25 dihidroksi vitamin D secara tidak langsung mempengaruhi kemampuan sel usus untuk mengabsorpsi kalsium vitamin D mengatur pembentukan kalsium terikat dengan protein yang membawa kalsium masuk ke dalam usus dan melepaskannya ke dalam darah dengan ada vitamin D bentuk aktif yang dapat meningkatkan absorbsi kalsium sebanyak 10-30% (Guthrie & Picciano, 1995). (2) laktose dapat meningkatkan absorbsi pasif kalsium dengan meningkatkan kelarutan kalsium pada ileum (Gibson, 2005), pada bayi misalnya, laktose dapat meningkatkan perbandingan absorpsi kalsium sebanyak 33%-48% (Guthrie & Picciano, 1995), (3) kebutuhan kalsium yang meningkat seperti masa remaja akan meningkat absorpsi kalsium sampai 50% bila asupan kalsium menurun tubuh beradaptasi dengan mengabsorpsi kalsium dalam jumlah besar dengan mengekskresikan lebih sedikit (Guthrie & Picciano, 1995), (4) postatisium bekerja berlawanan dengan sodium postasium membantu absorpsi kalsium dalam tubuh, yaitu dengan mengurangi kalsium lewat urin (Bendich & Deckelbaun, 2005). Faktor menurunkan absorpsi kalsium ada beberapa faktor yang menurunkan absorpsi kalsium yaitu; protein, sodium, fosfor, asam oxalat, asam pitat, serat, kafein, obat-obatan, nikotine (merokok),


(41)

22

2.3.4. Sumber Kalsium

Sumber kalsium utama adalah susu dan olahan susu seperti keju, ikan kering yang dimakan bersama dengan tulangnya termasuk ikan kering adalah sumber paling baik, serealia, kacang-kacangan, tahu, tempe dan sayuran hijau merupakan sumber kalsium yang baik. Kalsium menurun pada masa remaja menghasilkan tulang yang dapat masalah serius pada sesorang selama kehidupannya terutama pada masa tuanya makanan seperti; susu, yogurt dan keju adalah sumber kalsium yang paling baik dan harus dimasukkan dalam menu sehari-hari (American, Dietari Assosiasi 1999).

Tabel 2.2 Nilai Kalsium Berbagai Bahan Makanan (mg/100 gram)

Bahan Makanan mg Bahan Makanan mg

Susu bubuk Keju

Susu sapi segar Yogurt Udang kering Teri kering Sarden Kaleng Telur bebek Telur ayam Ayam Daging sapi Susu kental manis Kacang kedele ,kering Tempe kacang kedelei murni

904 777 143 120 1209 1200 354 56 54 14 11 275 227 129 Tahu Kacang merah Oncom

Tepung kacang kedele Bayam Sawi Daun melinjo Katuk Selada air Daun singkong Ketela pohon Kentang Jangung kuning,pipil Kacang tanah 124 80 58 96 195 265 220 219 204 182 165 33 10 58

Sumber : Daftar Komposisi Bahan Makanan (Depkes, 1979)

Pada remaja tulang tumbuh dengan cepat sehingga remaja membutuhkan kalsium yang sangat banyak pada menu sehari-hari. Membangun tulang yang kuat dengan cara mengkonsumsi menu yang kaya kalsium dan aktivitas fisik yang aktif pada saat berumur 20 tahun dan 30 tahun. Kurangnya konsumsi kalsium dapat


(42)

menyebabkan gangguan pertumbuhan pembentukan massa tulang sehingga berdampak terhadap kesehatan tulang dan sistem jaringan yang lain; seperti dapat terjadi kejang otot rendahnya kalsium juga mempengaruhi penyerapan zat gizi lain seperti; Zn, Fe dan Mg. Kalsium untuk bayi anak-anak serta remaja dibutuhkan untuk memperkuat tulang karena pada masa tersebut terjadi pertumbuhan massa tubuh luar biasa oleh karena itu dianjurkan pada anak-anak remaja untuk mengkonsumsi susu berkalsium 2 gelas (250 ml) sehari, setara dengan 835 mg kalsium. Maka jika 2-3 gelas susu mengandung 1250 mg-1875 mg kalsium (Depkes, Jakarta, 2010). Kekurangan kalsium pada masa pertumbuhan menyebabkan gangguan pertumbuhan pembentukan massa tulang kurang kuat, mudah bengkok, rapuh dan mudah patah juga menyebabkan osteomalasia pada orang dewasa juga disebut riketsia pada

anak-anak biasanya terjadi akibat kekurangan vitamin D dan ketidakseimbangan terhadap fosfor rmineralisasi matrik tulang terganggu sehingga kandungan kalsium di dalam tulang menurun (Almatsier, 2006).

2.3.5. Pengukuran Konsumsi Kalsium Remaja

Pengkuran pola konsumsi pangan kalsium dengan menggunakan metode

frequency food quesionare (FFQ) semikuantitatif yang meliputi jumlah dan frekuensi

pangan dan tingkat kecukupan kalsium diperoleh dengan membandingkan konsumsi kalsium total dari semua sumber kalsium yang dikonsumsi dengan angka kecukupan kalsium untuk remaja Indonesia, yaitu sebesar 1000 mg untuk usia 16 tahun dan 800 mg/hari usia 19 tahun. Angka Kecukupan Gizi (AKG) hasil perhitungan dinyatakan


(43)

24

(Hardiyansyah & Briawan, 1994), Tingkat konsumsi zat gizi = Konsumsi zat gizi aktual x 100%. Klasifikasi tingkat kecukupan mineral dan vitamin menurut Gibson.yaitu; (1) kurang (< 77% dari AKG), (2) cukup ( ≥ 77% dari AKG).

2.4. Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik adalah gerakan yang dilakukan otot tubuh dan sistem penunjangnya. Selama aktivitas fisik otot memerlukan energi di luar metabolisme untuk bergerak (Williams Sons & Nugroho, 1993). Menurut WHO aktivitas fisik didefenisikan sebagai gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka yang memerlukan pengeluaran energi atau pembakaran kalori sehingga dapat disimpulkan bahwa aktivitas fisik itu segala macam gerak yang dilakukan secara teratur telah dianggap sebagai komponen penting dari gaya hidup sehat (Russel R. Pate, 2005).

Tabel 2.3. Macam Aktivitas Fisik Sehari-hari

Aktifitas Nilai Aktifitas Nilai

Bersepeda (cepat) 7,6 Main Piano 1,4

Bersepeda (sedang) 2.5 Membaca keras 0,4

Bertukang kayu (berat) 2.3 Berlari 7,0

Menyulam 0,4 Menjahit, tanngan 0,4

Berdansa (cepat) 3,8 Menjahit mesin jahit tangan 0,6 Berdansa (lambat) 3,0 Menjahit mesin jahit motor 0,4

Mencuci piring 1.0 Menyanyi keras 0,8

Mengganti baju 0,7 Duduk diam 0,4

Menyetir mobil 0,9 Berdiri tegap 0,6

Makan 0,4 Berdiri relaks 0,5

Mencucipakaian 1,3 Menyapu lantai 1,4

Tiduran 0,1 Berenang 3,5 kg/jam 7,9

Mengupas kentang 0,6 Mengetik cepat 1,0

Main ping pong 4,4 berjalan 3km/jam 2,0

Menulis 0,4 Berjalan 6,8 km/jam 3,4

Mengecat kursi 1,5 Berjalan 10 km/jam 9,3


(44)

Penelitian Zeitterman (2002), menunjukkan tulang mengalami perkembangan antara umur 13 tahun dan 15 tahun. Aktivitas fisik berpengaruh pada kesehatan khususnya pada masa remaja dimana pada usia remaja tersebut kegiatan aktivitas fisik olahraga memiliki banyak peranan dalam kesehatan di usia remaja beberapa diantaranya yang membuktikan bahwa aktivitas fisik olahraga berperan dalam kesehatan remaja adalah ; (1) menjadikan pertumbuhan pembentukan massa tulang yang kuat. Menurut penelitian Kour dan Crusell (2008), bahwa aktivitas fisik olahraga akan bekerja lebih baik dalam pembentukan tulang sehat dan kuat dibandingkan konsumsi kalsium saja oleh karena itu aktivitas fisik lebih penting dibandingkan hanya minum susu untuk menghindari osteopenia, (2) meningkatkan kekuatan tulang dengan melaksanakan aktivitas fisik benich press membutuhkan

kontraksi isometrik dan otot bagian tulang belakang yang berguna untuk mengurangi resiko cedera. Iklan di televisi yang menyebutkan cara mudah untuk mendapatkan kepadatan tulang membuat sebagian orang memilih cara instan tersebut pada hal kegiatannya adalah yang dijual lebih penting dari cara instan.

Aktivitas fisik yang dipergunakan untuk meningkatkan kepadatan tulang dengan jenis aktivitas fisik olahraga yang ringan misalnya; jalan kaki, bersepeda, lari dan senam lantai, dengan aktivitas fisik berjalan aktif dengan membawa beban antara lain: jogging, angkat besi, barbel, bulu tangkis, tennis meja serta naik turun tangga dimana waktu kegiatan aktivitas olahraga ini dilaksanakan pada pagi hari, karena sinar matahari pagi baik untuk sentesis vitamin D yang diperlukan dalam membantu


(45)

26

absorbsi kalsium dengan durasi melakukan aktivitas olahraga senam rutin 30 menit sampai dengan 1 jam selama 3-5 kali per minggu (Charoenphandhu, 2007).

Kebutuhan kalsium akan meningkat pada orang yang tingkat aktivitas fisik olahraganya cukup dengan meningkatkan densitas tulang seperti; basket, sepak bola, lari, jalan kaki, dan lain meningkatnya aktivitas fisik olahraga diharapkan konsumsi kalsium juga akan meningkat sehingga kebutuhan kalsiumnya dapat terpenuhi selain itu tingkat aktivitas fisik seseorang berpengaruh baik terhadap absorpsi kalsium strees fisik dan mental cenderung menurunkan absorpsi kalsium dalam usus halus dan akan meningkatkan ekskresi kalsium dalam urin (Almatsier, 2000). Manfaat Aktivitas fisik tidak hanya menguatkan otot-otot, olahraga yang teratur serta cukup porsinya menguatkan tulang juga penting untuk memelihara keutuhan semua bentuk sendi-sendi seumur hidup oleh karena itu haruslah hati-hati meningkatkan aktikvitas fisik dalam memelihara agar tidak terjadi cedera atau gangguan-gangguan sendi-sendinya.

Penelitian Winarno (2002), membuktikan bahwa tulang dan sendi remaja harus selalu mendapat pembebanan secara terus menerus dan aktivitas fisik agar tulang selalu tetap kuat dan aktif. Dalen dan Olsen (2004), menyatakan bahwa pada pria remaja yang penggemar lintas alam didapati perbedaan yang mencolok pada kaki (20%) dan pada ujung tulang-tulang pinggannya (10%) dari pada mereka yang tidak beraktivitas fisik olahraga lintas alam massa tulangnya lebih padat. Aktivitas fisik mempengaruhi terhadap penyerapan kalsium di dalam usus, pembentukan massa tulang dan kekuatan tulang yang keduanya secara langsung berkontribusi. Menurut Roux and Orcel (2000), sel osteoblast dalam tulang berperan dalam penyerapan


(46)

tulang. Selama aktivitas fisik perubahan metabolisme kalsium tergantung pada intensitas aktivitas fisik. Menurut Huang (2003), menyatakan bahwa aktivitas fisik ketahanan meningkatkan kepadatan mineral tulang peak bone massa kekuatan tulang

dan tingkat pembentukan tulang dengan demikian aktivitas fisik ketahanan moderat dampaknya untuk mendorong kalsium positif keseimbangan dan memiliki efek yang menguntungkan pada metabolisme tulang. Selain itu, kombinasi moderat dampak aktivitas fisik olahraga dan asupan kalsium yang cukup dapat meningkatkan kekuatan tulang selama anak-anak meskipun penyerapan kalsium ditingkat usus kemungkinan dimediasi oleh peningkatan dalam serum 1,25 (OH)2. D3 tingkat olahraga juga dapat merangsang penyerapan kalsium dengan mengubah motilitas usus dan permeabilitas epitel, namun efek dari berat dan isometrik aktivitas fisik olahraga pada transportasi kalsium usus belum pernah dilaporkan, mekanisme molekuler penyerapan kalsium ditingkatkan melalui aktivitas fisik olahraga belum diketahui. Di sisi lain, menurut Charoenphan (2007), immobilisasi oleh denervasi siatik bilateral pada tikus betina menyebabkan penurunan penyerapan kalsium di duodenum terutama komponen aktif dimana pasien lumpuh didalam tinja kalsium dan fosfor meningkat mungkin oleh penurunan dalam penyerapan usus dari unsur-unsur kimia.

2.4.1. Pengukuran Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik dapat diukur menggunakan kuesioner yang disebut APARQ (Adolessenci Physical Activity Recall Questionnaire), remaja menuliskan jenis,


(47)

28

dalam aktivitas berat, paling sedikit 3 kali seminggu untuk maksimal 30 menit perhari, dikatakan kurang aktif jika remaja hanya melakukan aktivitas sedang sedikit 3 jam perhari dalam satu minggu (Booth, 2006). Skor aktivitas diperoleh berdasarkan jenis aktivitas fisik dikalikan frekwensi dan akurasi aktivitas fisik yang dilakukan selama 7 hari. Aktivitas fisik berdasrkan tingkat: ringan (25% dari jenis aktivitas fisik), sedang (60% digunakan dari jenis aktivitas fisik dalam per hari), berat (≥ 75% waktu yang dipergunakan untuk aktivitas fisik (Gutric, 1989). Aktivitas fisik dapat dinilai dalam total pengeluaran energi yang berkaitan dengan hasil dari pengkajian yang didapat rangkuman frekuensi, durasi dan intensitas dan volume aktivitas dapat ditentukan kuantitasnya dengan satuan MET (Metabolik Energi Turnovere)-perhari

atau perminggu yaitu, intensitas semua aktivitas yang dinyatakan dengan ekuivalen MET dikalikan dengan waktu bagi semua aktivitas. Klasifikasi aktivitas fisik antara

lain: ringan; <600 MET perminggu, sedang 600-3000 MET perminggu, Berat: >3000 MET perminggu (Gibney et al., 2009).

2.5. Kepadatan Tulang

Menurut Suryono (2007), densitas atau kepadatan tulang adalah jumlah

kandungan mineral tulang diukur dengan alat densinometer. Densinometer tulang

pada remaja dapat menentukan kepadatan tulang atau kekokohan kompakta lapisan jaringan tulang. Densitas tulang secara umum disebut dengan istilah massa mineral tulang (Bone Mineral Density). Densitas tulang memiliki hubungan terbalik yang


(48)

tulang maka semakin besar resiko patah tulang (National Osteoporosis Foundation

2003). Pembentukan tulang sangat pesat dialami oleh seseorang yang berada pada

rentang usia antara 18 tahun hingga 20 tahun (Mann & Truswell 2007; Kementerian Kesehatan RI, 2008), menyebutkan bahwa massa tulang usia 30 tahun akan mengalami suatu puncak kepadatan tulang yang biasanya disebut Peak Bone Massa (PBM). Massa jaringan tulang total pada tubuh yang terbentuk pada masa remaja

adalah 45% dan mencapai puncak kepadatan tulang pada saat remaja akhir (Matkovic et al., 1994). Kebutuhan gizi selama remaja mengalami peningkatan

karena adanya proses pertumbuhan. Hal tersebut juga berlaku untuk kebutuhan mineral termasuk kalium. Menurut Riyadi (2003), lebih dari 20% pertumbuhan tinggi badan total dan sekitar 50% massa tulang dewasa dicapai selama remaja, sehingga ini menyebabkab kebutuhan kalsium meningkat sekitar 50%. Menurut Kalwarf et al.,

(2003), seseorang yang mengkonsumsi kalsium terutama susu kurang pada saat anak-anak dan remaja akan memiliki kepadatan tulang kurang kuat dan terjadilah kerapuhan, mudah patah pada saat usia lanjut.

Selama pertumbuhan dan pembentukan tulang serta guna mencapai peak bone massa laki-laki membutuhkan lebih banyak kalsium dari pada perempuan selama usia

20 tahun pertama kehidupan mereka. Menurut Olson, Broquist, Darby, Kolbye & Stanley (1988), hal tersebut disebabkan massa tulang perempuan lebih kecil dibanding dengan laki-laki oleh karena itu, laki-laki membutuhkan lebih tinggi zat gizi kalsium penting untuk mempertahankan densitas tulang.


(49)

30

Kalsium mempunyai berbagai fungsi dalam tubuh salah satunya adalah memberikan kekuatan dan pembentukan pada tulang dan gigi, Kalsium dalam tulang merupakan sumber kalsium darah (Almatsier 2006). Asupan kalsium yang cukup sangat dianjurkan karena kalsium didalam darah mengaalami penurunan tubuh akan langsung menyedot kalsium dari tulang bila keadaan ini berlangsung secara terus menerus kadar kalsium di dalam tubuh akan mengalami penurunan sehingga menyebabkan densitas tulang menurun (Mann & Trussel 2007; Kemenkes 2008; Wardiaw et al., 2007). Konsumsi kalsium makanan berserat dalam jumlah yang

besar proporsi fosfor yang lebih besar daripada kalsium adanya asam fitat, oksalat dan asam lemak yang tidak dapat diserap dan mengikat kalsium akan menurunkan, penyerapan kalsium dalam tubuh selain itu obat-obatan tertentu jenis glukosteroid dapat berpengaruh terhadap kesediaan biologik kalsium atau meningkatkan ekskresi sehingga dapat menyebabkan penurunan kepadatan tulang (Almatsier, 2006; Dawson-Hughes, 2006). Aktivitas fisik seharian dan olahraga juga dapat mempengaruhi massa dan kepadatan tulang aktivitas fisik olahraga dengan tingkat sedang yang dilakukan secara teratur sangat baik diterapkan sejak dini untuk pertumbuhan massa tulang (Mann & Trussel 2007; Valimaki et al., 1994 & CDC,

2005; Fikawati et al., 2005), menyatakan bahwa aktivitas fisik olahraga yang baik

untuk mendukung kekuatan dan kepadatan tulang mencapai peak bone massa

maksimal adalah dengan melakukan teratur dari 3 kali seminggu minimal 30 menit setiap kali melakukannya. Remaja dengan aktivitas kurang cukup memperoleh rangsangan untuk memenuhi kebutuhan kalsiumnya dengan asumsi bahwa jika


(50)

aktivitas fisik seseorang tinggi maka ia akan memperoleh rangsangan untuk memenuhi kebutuhan kalsium dengan berusaha mengkonsumsi makanan sumber kalsium (Fikawati et al., 2005). Penelitian Lloyd et al., (2004), menunjukkan adanya

hubungan yang positif antara tingkat aktivitas fisik olahraga dengan massa dan kekuatan tulang aktivitas fisik olahraga pada masa remaja berhubungan dengan massa tulang dan kekuatan tulang panggul masa dewasa.

2.5.1. Faktor yang Mempengaruhi Kepadatan Tulang Remaja

Puncak massa tulang menentukan massa tulang pada usia lanjut dengan kata lain untuk menjamin terjadinya massa tulang di usia tua tergantung pada puncak massa tulang di masa pertumbuhan (Gibson, 2005). Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi atau dirubah antara lain; (1) Usia; Usia adalah jumlah hari, bulan, tahun yang telah dilalui sejak lahir sampai dengan waktu tertentu. Usia juga biasa diartikan sebagai satuan waktu yang mengukur waktu keberadaan suatu benda atau makhluk baik yang hidup maupun mati. Misalnya umur manusia dikatakan lima belas tahun diukur sejak dia lahir hingga waktu umur itu dihitung (Fitriansyah, 1999). (2) Gender diperkirakan selama hidup wanita akan kehilangan massa tulang 30%-50% sedangkan pria hanya 20%-30% namun tidak berarti semua wanita yang telah mengalami keterlambatan haid atau ketidakteraturan siklus haidnya akan mengalami

keterlambatan pembentukan kepadatan tulangnya. (3) Genetik; faktor utama yang menentukan resiko menurunnya mineralisasi massa tulang adalah faktor genetik perempuan muda yang ibunya pernah mengalami patah tulang belakang peluang lebih


(51)

32

juga menjadi indikasi bertambahnya resiko mengalami osteopenia dimasa dewasa dikemudian hari masa tuanya (Setiono Mangoenprasodjo, 2005). Wanita yang aminore dan siklus haid yang tidak teratur pria yang mengalami defisit testosteron hormon ini dalam darah diubah menjadi estrogen. (4) gangguan hormonal lain, seperti tiroid, paratiroid, insulin dan glucoscorticoid. Sedangkan faktor risiko yang dapat dirubah atau dimodifikasi antara lain; (1). Ekonomi; faktor ekonomi memengaruhi konsumsi kalsium remaja, tingkat ekonomi tinggi memengaruhi keragaman jenis makanan dan minuman sumber kalsium daripada remaja dengan sosial ekonomi rendah sulit untuk kesediaan sumber kalsium tidak cukup dirumah. Faktor ekonomi masyarakat dengan tingkat ekonomi tinggi atau kaya adalah susu dan hasil olahannya yang mengandung sekitar 1150 mg kalsium per liter. Sumber lain kalsium adalah sayuran hijau, kacang-kacangan dan ikan yang dikalengkan (WNPG, 2004). Semakin rendah ekonomi seseorang atau pendapatan seseorang semakin rendah juga daya beli seseorang untuk membeli dan mengkonsumsi makanan yang lebih higienis dan bermanfaat tinggi bagi pembentukan dan pertumbuhan tulang, seperti halnya susu hal ini sangat jarang dapat dibeli oleh masyarakat dengan ekonomi kebawah. (2) pendidikan dan pengetahuan merupakan faktor yang dapat mempengaruhi prilaku manusia menurut teori kognitif dijelaskan bahwa manusia adalah mahluk rasional tingkah lakunya ditentukan kemampuan berpikir. Semakin berpendidikan dan semakin berpengatahuan semakin baik perbuatan untuk memenuhi kebutuhannya (Makmun, 1996). (3) Imobilitas; immobilitas dalam waktu yang lama memiliki risiko yang lebih tinggi mengalami penurunan kepadatan tulang. Imobilitas akan terjadi


(52)

pengecilan tulang dan pengeluaran kalsium dari tubuh (hiperkalsiuria). Immobilitas

umumnya dialami orang yang berada dalam masa penyembuhan yang perlu mengistirahatkan tubuhnya untuk waktu lama. (4) gaya hidup yang tidak sehat memengaruhi kepadatan tulang seseorang diantaranya adalah sebagai berikut; (a) kebiasaan merokok ternyata rokok bisa menghambat penyerapan kalsium dalam tubuh sehingga akan dapat menimbulkan gangguan pertumbuhan dan pembentukan massa tulang (Fachry, 2010). Ketua Perhimpunan Osteoporosis Indonesia (Perosi) Jawa Barat mengatakan perokok sangat rentan menurunnya kepadatan tulang karena zat nikotin di dalam mempercepat penyerapan tulang. Selain penyerapan tulang nikotin membuat kadar dan aktivitas hormon estrogen dalam tubuh berkurang sehingga, susunan sel tulang tidak kuat dalam menghadapi proses pelapukan.

Rokok membuat penghisapnya bisa mengalami hipertensi, penyakit jantung, dan tersumbatnya aliran darah keseluruh tubuh akan terganggu kalau darah sudah tersumbat proses pembentukan tulang sulit terjadi. Jadi tidak langsung nikotin jelas menyebabkan menurunnya pembentukan massa tulang saat masih berusia muda, efek nikotin pada tulang memang tidak akan terasa karena proses pembentukan tulang masih terus terjadi namun saat melewati umur 35 tahun efek rokok pada tulang akan mulai terasa karena proses pembentukan pada umur tersebut sudah berhenti. Jadi apabila tulang terasa lebih mudah ngilu, letih, dan sakit disbanding periode sebelumnya bisa jadi tubuh anda telah dimasuki gejala awal penyakit gangguan penipisan matrik tulang, (b) minuman beralkohol; peminum alkohol yang berat


(53)

34

sehingga akan menimbulkan terhambatnya sel osteoblast mengadakan absopsi maka akan terjadilah penipisan matrik tulang, tetapi penggunaan alkohol yang sedang tidak lebih dari 2 gelas sehari untuk pria dan 1 gelas untuk wanita berhubungan dengan ketebalan tulang yang lebih tinggi. Kebanyakan dokter menyarankan membatasi namun tidak menghilangkan penggunaan alkohol, (c) kurangnya berolahraga faktanya aktivitas fisik olahraga jauh lebih baik dalam membentuk tulang sehat dan kuat sehingga terhindari gangguan pembentukan massa tulang mungkin karena terbius oleh iklan-iklan susu yang menjanjikan tulang kuat membuat orang lebih suka mengkonsumsi susu daripada melaksanakan aktivitas fisik olahraga susu dikatakan sumber terbaik penghasil kalsium yang sangat bermanfaat bagi kesehatan tulang. Namun menurut penelitian baru aktivitas fisik olahraga ternyata bekerja jauh lebih baik dibanding kalsium dalam hal pembentukan tulang yang sehat dan kuat. Karena itu aktivitas fisik lebih utama ketimbang minum susu (Tom Lloyd, 2009). (d) diet rendah makanan yang mengandung kalsium dan vitamin D. (d) kebiasaan minum minuman bersoda (soft drink) minuman yang sangat populer di kalangan remaja ini

beberapa di antaranya mengandung fosfat dengan kadar yang tinggi menarik kalsium dari tulang jadi ada baiknya para remaja mengurangi konsumsi minuman bersoda. (e) kebiasaan minum kopi dilaporkan dapat menyebabkan adanya risiko tinggi dalam pengurangan massa tulang pada wanita. (f) kebiasaan pemakaian obat yang mengganggu metabolisme tulang; antara lain; kostikosteroid, sitostatika, anti kejang, anti kuagulansia (warfarin & heparin). (g) kurang terpapar sinar matahari pagi sinar


(54)

membentuk vitamin D3 dalam menetralisasi tulang dimana sel osteoblast yang merupakan sel pembentuk tulang membutuhkan kalsium sebagai bahan dasar dan hormon kalsitriol berasal dari vitamin D3 kulit dan vitamin D2 yang berasal dari makanan misalnya ; mentega, keju, telur, ikan.

2.5.2. Pengukuran Densitas Tulang

1. Kadar Ca, P dan alkalisfosfatase tidak menunjukkan kelainan yang nyata. 2. Kadar 1,25 (OH) 2 vitamin D dan absorbsi Ca menurun.

3. Ekresi fosfat dan hydroksyprosoline terganggu sehingga meningkatkan kadarnya. 4. Scann Tomografi (CT) mengukur densitas tulang secara kuantitatif DEXA (Dual

energy X-ray Absorptiometry) dan BMD (BoneMineralDensity).

Menurut Broto (2004), pemeriksaan kepadatan tulang dengan bone densinometer merupakan pemeriksaan kepadatan tulang akurat dan presisi untuk

menilai kepadatan tulang sehingga dapat digunakan untuk mendiagnosis kepadatan tulang terhadap penipisan, kerapuhan tulang. Sistem kerja alat ini ada yang dapat mengukur lumbal, pangkal paha, lengan bawah ataupun tumit (Kemenkes, 2008). Ukuran kepadatan tulang biasanya dinyatakan dengan nilai T-score. Nilai T adalah

nilai perbandingan kepadatan tulang standar populasi orang dewasa muda normal dengan jenis kelamin yang sama sedangkan nilai Z-score adalah perbandingan nilai

kepadatan tulang yang diharapkan pada pasien sesuai umur dan jenis kelamin. Menurunnya -T score secara paralel berkaitan dengan menurunnya massa tulang hal ini sering terjadi dengan bertambahnya umur (NOF, 2003). Hasil nilai pengukuran


(55)

36

Normal nilai -t score +1 SD, Osteopenia nilai -t score -1 sampai dengan -2,5 SD, Osteoporosis nilai -t score >-2,5 SD. (WHO.1994). Dari berbagai hasil penelitian dan pengukuran diperoleh konversi nilai T-score dengan nilai kepadatan meniral tulang (g/cm²), sebagaimana terlihat pada tabel 4 (Mellinkow, 2005).

Tabel 2.4. Konversi T-score Menjadi Kepadatan Mineral Tulang (g/cm²)

T-score Kepadatan Mineral

Tulang T-Score

Kepadatan Mineral Tulang T-score Kepadatan Mineral Tulang - 5.0 - 4,9 - 4.8 - 4,7 - 4,6 - 4,5 - 4,4 - 4,3 - 4,2 - 4,1 - 4,0 - 3,9 - 3,8 - 3,7 - 3,6 - 3,5 - 3,4 - 3,3 - 3,2 - 3,1 - 3,0 - 2,9 - 2,8 0,580 0,592 0,604 0,616 0,628 0,640 0,652 0,664 0,676 0,688 0,700 0,712 0,724 0,736 0,748 0,760 0,722 0,784 0,796 0,808 0,820 0,832 0,844 - 2,7 - 2,6 - 2,5 - 2,4 - 2,3 - 2,2 - 2,1 - 2,0 - 1,9 - 1,8 - 1,7 - 1,6 - 1,5 - 1,4 - 1,3 - 1,2 - 1,1 - 1,0 - 0,9 - 0,8 - 0,7 - 0,6 - 0,5 0,856 0,868 0,880 0,892 0,904 0,916 0,928 0,940 0,952 0,964 0,976 0,988 1.000 1,012 1,024 1,034 1,048 1,060 1,072 1,084 1,098 1,108 1,120 -0,4 -0,3 -0,2 -0,1 0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1,0 1,1 1,2 1,3 1,4 1,5 1,6 1,7 1,8 1,132 1,144 1,156 1,168 1,180 1,192 1,204 1,216 1,228 1,240 1,252 1,264 1,276 1,288 1,300 1,312 1,324 1,336 1,348 1,360 1,372 1,384 1,396 Sumber: Peak Bone Mass and Mineral density (Gabriela.Tm. Ruben, Martha 2009)


(1)

Aktivitas Fisik * Kepadatan Tulang

Kepadatan Tulang

Responden Aktfitas Fisik Responden Kepadatan Tulang Responden Pearson Correlation 1 -.393**

Sig. (2-tailed) .001

N 65 65

Aktfitas Fisik Responden Pearson Correlation -.393** 1

Sig. (2-tailed) .001

N 65 65


(2)

Lampiran : Risiko Osteopenia Kepadatan Tulang

Kepadatan Tulang * Jumlah Asupan Kalsium

Asupan Kalsium Baik,Jika>1000

mg Kurang,jika < 100 mg/hari Total Kepadatan Tulang Normal,jika T.score >-2 SD 11 34 45

Osteopenia,jika T Score <

-2 SD 2 18 20

Total 13 52 65

Kepadatan Tulang Responden * Konsumsi Bahan Makan Kalsium Tinggi

Faktor Konsumsi Bahan Makan Kalsium Tinggi

Baik,jika >2x/hr

Kurang,jika Tidak ada,< 2

x/hr Total Kepadatan Tulang

Responden Normal,jika T.score >-2 SD 43 2 45

Osteopenia,jika T Score <

-2 SD 0 20 20

Total 43 22 65

Kepadatan Tulang * Konsumsi Bahan Pangan Kalsium Rendah

Konsumsi Bahan Pangan Kalsium Rendah Jarang,Jika


(3)

Kepadatan Tulang Normal,jika T.score >-2 SD 43 2 45 Osteopenia,jika T Score <

-2 SD 0 20 20

Total 43 22 65

Kepadatan Tulang * Konsumsi Bahan Zat Pembantu Penyerapan Kalsium

Pembantu Absorbsi Kalsium Baik,Jika

sering>2x/hari

Kurang,jika Tidak

pernah,<2x/hr Total Kepadatan Tulang

Responden Normal,jika T.score >-2 SD 44 1 45

Osteopenia,jika T Score <

-2 SD 0 20 20

Total 44 21 65

Kepadatan Tulang* Konsumsi Bahan Zat Penghambat Penyerapan

kalsium

Konsumsi Bahan Zat Penghambat Penyerapan kalsium

Baik,jika,tidak komsusmsi

,1x/hr buruk,jika sering >1x/hari Total Kepadatan Tulang Normal,jika T.score >-2 SD 44 1 45

Osteopenia,jika T Score <

-2 SD 1 19 20

Total 45 20 65

 

 

 


(4)

Kepadatan Tulang * Jenis Sumber Utama Kalsium Susu dan Olahanya

Jenis Sumber Utama Kalsium Susu Dan olahannya.

Baik,jika minum susu,>2 Jenis

bm Kalsium

Kurang,jika minum susu,< 2

Jenis BM

Kalsium Total Kepadatan Tulang Normal,jika T.score >-2 SD 43 2 45

Osteopenia,jika T Score <

-2 SD 0 20 20

Total 43 22 65

Kepadatan Tulang * Aktvitas Fisik

Aktfitas Fisik

Ya,Jika

>600-3000 Mets/mgg Tidak,Jika < 600 Mets/minggu Total Kepadatan Tulang Normal,jika T.score >-2 SD 6 39 45

Osteopenia,jika T Score <

-2 SD 10 10 20

Total 16 49 65

 

 

 

 


(5)

REGRESI LINIER SEDERHANA

Model Summaryb

Mod

el R Square R R Square Adjusted

Std. Error of the Estimate

Change Statistics

Durbin-Watson R Square

Change Change df1 F df2 Change Sig. F 1 .985a .971 .968 .083

.971 324.302 6 58 .000 2.095 a. Predictors: (Constant), Aktfitas Fisik Responden, Faktor Konsumsi Bahan Makan Kalsium Rendah, Jenis Utama Kalsium Susu Responden, Pembantu Absorbsi Kalsium Responden, Penghambat Absorbsi kalsium KResponden, Faktor Konsumsi Bahan Makan Kalsium Tinggi

b. Dependent Variable: Kepadatan Tulang Responden

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 13.445 6 2.241 324.302 .000a

Residual .401 58 .007

Total 13.846 64

a. Predictors: (Constant), Aktfitas Fisik Responden, Faktor Konsumsi Bahan Makan Kalsium Rendah, Jenis Utama Kalsium Susu Responden, Pembantu Absorbsi Kalsium Responden, Penghambat Absorbsi kalsium KResponden, Faktor Konsumsi Bahan Makan Kalsium Tinggi b. Dependent Variable: Kepadatan Tulang Responden


(6)

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardize d Coefficients

t Sig.

Collinearity Statistics B Std. Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant) -.121 .070 -1.723 .090

Faktor Konsumsi Bahan Makan

Kalsium Tinggi .113 .072 .116 1.583 .119 .093 10.779 Faktor Konsumsi

Bahan Makan

Kalsium Rendah .113 .072 .116 1.583 .119 .093 10.779 Pembantu Absorbsi

Kalsium Responden .459 .064 .465 7.192 .000 .119 8.384 Penghambat

Absorbsi kalsium

KResponden .099 .073 .099 1.351 .182 .093 10.746 Jenis Utama Kalsium

Susu Responden .239 .053 .245 4.544 .000 .172 5.829 Aktfitas Fisik

Responden .039 .027 .037 1.437 .156 .762 1.313

a. Dependent Variable: Kepadatan Tulang Responden

 


Dokumen yang terkait

Hubungan Aktivitas Fisik Terhadap Gangguan Tidur Pada Remaja di Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Pancur Batu

3 54 92

Konsumsi Energi Dan Aktivitas Fisik Wanita Usia Lanjut Di Kelurahan Helvetia Timur Medan Tahun 2003

0 37 63

Pengaruh Pola Konsumsi, Aktivitas Fisik Dan Keturunan Terhadap Kejadian Obesitas Pada Siswa Sekolah Dasar Swasta Di Kecamatan Medan Baru Kota Medan

2 83 115

Konsumsi Pangan dan Gizi serta Skor Pola Pangan Harapan (PPH) pada Remaja Usia 13-18 Tahun di Indonesia

1 3 74

Hubungan Pola Konsumsi Pangan Sumber Protein serta Aktivitas Fisik dengan Massa Otot pada Remaja di Perdesaan dan Perkotaan.

0 3 39

Hubungan antara Aktivitas Fisik, Konsumsi Fast Food dan Soft Drink pada Anak Obesitas Di Usia Sekolah Dasar

0 17 61

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan dan Perkembangan Remaja - Hubungan Pola Konsumsi Kalsium dan Aktivitas Fisik Remaja Usia 15-18 Tahun di Sekolah Menengah Atas Swasta Cahaya Medan 2013

0 0 32

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Hubungan Pola Konsumsi Kalsium dan Aktivitas Fisik Remaja Usia 15-18 Tahun di Sekolah Menengah Atas Swasta Cahaya Medan 2013

0 1 9

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN PERILAKU KONSUMSI MINUMAN BERALKOHOL (KHAMAR) PADA REMAJA USIA 15-18 TAHUN

0 0 99

7. Lampiran 7.1. Formulir Kuisioner KUISIONER PERSEPSI DAN POLA KONSUMSI SUSU SAPI DI KALANGAN REMAJA USIA 16-18 TAHUN DI KOTA SURAKARTA. - POLA KONSUMSI DAN PERSEPSI TERHADAP SUSU SAPI DI KALANGAN REMAJA USIA 16 -18 TAHUN DI KOTA SURAKARTA, PROVINSI JAWA

0 0 25