Senyawa Kimia Penciri Jernang untuk Pembaruan Parameter Standar Nasional Indonesia

2

SENYAWA KIMIA PENCIRI JERNANG UNTUK
PEMBARUAN PARAMETER
STANDAR NASIONAL INDONESIA

UMAR TORIQ

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

2

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Senyawa Kimia Penciri
Jernang untuk Pembaharuan Parameter Standar Nasioanl Indonesia adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam

bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2013
Umar Toriq
NIM G44080094

2

ABSTRAK
UMAR TORIQ. Senyawa Kimia Penciri Jernang untuk Pembaruan Parameter
Standar Nasional Indonesia. Dibimbing oleh SUMINAR S ACHMADI dan
TOTOK K WALUYO.
Jernang merupakan resin yang dihasilkan rotan jernang (Daemonorops draco)
yang memiliki banyak manfaat sehingga harga dan permintaan akan getah jernang selalu
tinggi. Badan Standardisasi Nasional telah menerbitkan Standar Nasional Indonesia (SNI)

untuk jernang berdasarkan parameter ciri fisik dan visual. Tiga mutu jernang tersebut dari
mutu tertinggi ke rendah ialah “super”, A, dan B. Namun, parameter-parameter tersebut
rentan dimanipulasi oleh pedagang untuk menambah bobot dan kebersihan jernang.
Dalam penelitian ini diketahui semua parameter tersebut tidak saling berkorelasi erat
dalam menentukan mutu kelas jernang. Kelas mutu menurut pedagang tidak selalu sama
dengan penggolongan berdasarkan SNI. Analisis dengan spektrofotometer sinar tampak
pada panjang gelombang 473.5 nm menunjukkan bahwa secara kuantitatif, kelas mutu
jernang menurut SNI berkorelasi positif dengan kadar resin dan absorbans. Usulan
perbaikan metode analisis dengan SNI ialah ekstraksi dengan maserasi menggunakan
pelarut aseton. Identifikasi senyawa menggunakan kromatograf gas-spektrometer massa
menunjukkan keberadaan senyawa drakorhodin di semua sampel jernang. Dengan
demikian, drakorhodin dapat dijadikan sebagai senyawa penciri dalam komoditas jernang.
Kata kunci: drakorhodin, jernang, spektrofotometer UV-Vis, Standar Nasional Indonesia

ABSTRACT
UMAR TORIQ. Marker Compound of Dragon’s Blood for Revision of Indonesia
National Standard Parameter. Supervised by SUMINAR S ACHMADI and
TOTOK K WALUYO.
Dragon’s blood, a resin exudated from rattan (Daemonorops draco) fruits has
many benefits so that prices and demand are always high. The National Standardization

Agency has issued Indonesia National Standard (SNI) for dragon’s blood based on
physical characteristics and visual parameters. Three qualities of this commodity from
the highest to the low quality are “super” , A , and B. However, these parameters are
prone to be manipulated by traders to add weight and purity of the resin. In this study, it
was discovered that all SNI parameters are not always correlated in determining the
classification of dragon’s blood. Analysis by ultraviolet-visible spectrophotometer at a
wavelength of 473.5 nm showed that the classification according to SNI was positively
correlated with the resin content and the absorbance. A quantitative analytical method
proposed for SNI revision is extraction through maceration using acetone. Compound
identification using gas chromatography-mass spectrometer showed the presence of
dracorhodin compounds in all resins samples was. Therefore, dracorhodin can be used as
a marker in dragon’s blood commodity.
Keywords: dracorhodin, dragon’s blood, Indonesia National Standard, UV-vis
spectrophotometer

2

SENYAWA KIMIA PENCIRI JERNANG UNTUK
PEMBARUAN PARAMETER
STANDAR NASIONAL INDONESIA


UMAR TORIQ

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

2

Judul Skripsi : Senyawa Kimia Penciri Jernang untuk Pembaruan Parameter
Standar Nasional Indonesia
Nama

: Umar Toriq
NIM
: G440080094

Disetujui oleh

Prof Ir Suminar S. Achmadi, PhD
Pembimbing I

Ir Totok K Waluyo, MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Tun Tedja Irawadi, MS
Ketua Departemen Kimia

Tanggal lulus:

2


PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala
limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya
ilmiah yang berjudul “Senyawa Kimia Penciri Jernang untuk Pembaruan
Parameter Standar Nasional Indonesia”. Karya ilmiah ini disusun berdasarkan
penelitian yang dilaksanakan pada bulan Juli hingga November 2012 di
Laboratorium Kimia Organik, Departemen Kimia, Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih atas semua bimbingan, dukungan, dan
kerjasama yang telah diberikan oleh Ibu Prof Ir Suminar S Achmadi, PhD selaku
pembimbing I dan Bapak Ir Totok K Waluyo, MSi selaku pembimbing II. Di
samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Budi Arifin, MSi, Fadli A
Muntaqo, SSi, dan Fanindra atas segala diskusi dan saran berkaitan dengan
penelitian. Terima kasih juga kepada Bapak Sabur, Ibu Yenni Karmila, Dumas,
Ani, dan Dwi atas bantuan yang telah diberikan selama penulis melakukan
penelitian di Laboratorium Kimia Organik. Ungkapan terima kasih juga
disampaikan kepada ayah, ibu, keluarga serta Aida atas segala doa dan kasih
sayangnya.
Penelitian ini disponsori oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
melalui Hibah Kerja Sama Antarlembaga dan Perguruan Tinggi yang diraih oleh

Prof Ir Suminar S Achmadi, PhD.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Terima kasih.

Bogor, Januari 2013

Umar Toriq

3

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
METODE
Uji Klasifikasi Jernang
Ekstraksi Resin Jernang
Identifikasi Senyawa
HASIL DAN PEMBAHASAN

Klasifikasi Mutu SNI
Ekstrak Resin Jernang
Identitas Senyawa Berdasarkan GCMS
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

vii
vii
vii
1
2
2
4
4
4
4

8
10
13
13
14
14
16
20

4

DAFTAR TABEL
1 Spesifikasi persyaratan mutu jernang (SNI 1671:2010)
2 Kecocokan antara kelas mutu menurut SNI dan pedagang berdasarkan
kadar air jernang
3 Kecocokan antara kelas mutu menurut SNI dan pedagang berdasarkan
kadar resin jernang
4 Kecocokan antara kelas mutu menurut SNI dan pedagang berdasarkan
kadar pengotor jernang
5 Kecocokan antara kelas mutu menurut SNI dan pedagang berdasarkan

kadar abu jernang
6 Kecocokan antara kelas mutu menurut SNI dan pedagang berdasarkan
titik leleh jernang
7 Kecocokan antara kelas mutu menurut SNI dan pedagang berdasarkan
warna jernang
8 Mutu warna jernang berdasarkan UV-Vis pada λ 473.5 nm
9 Perbandingan hasil ektraksi soksletasi dengan pelarut dietil eter
dengan ekstraksi maserasi dengan pelarut aseton
10 Korelasi kandungan resin ekstrak aseton jernang dengan mutu SNI
11 Senyawa yang sering terdeteksi GCMS
12 Korelasi kadar drakorhodin dan 3,4-dihidro-5-metoksi-6-metil-2fenil-2H-1- benzopiran-7-ol

2
5
5
6
6
7
7
8

9
9
11
13

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4

Korelasi kadar resin dengan absorbans jernang
Struktur 2,6,10,14-tetrametilpentadekana
Struktur asam linoleat dan trendiona
Struktur Struktur 7-pentadekuna dan 4-(4-etilsikloheksil)-1-pentilsikloheksena
5 Struktur 3,4-dihidro-5-metoksi-6-metil-2-fenil-2H-1-benzopiran-7-ol dan
drakorhodin

10
11
11
11
12

DAFTAR LAMPIRAN
1 Rekapitulasi sifat fisis-kimia jernang
2 Senyawa dan kadarnya dalam berbagai mutu jernang berdasarkan
analisis GCMS

16
17

1

PENDAHULUAN
Jernang adalah resin hasil sekresi buah rotan jernang (Daemonorops draco)
yang endemik di Asia Tenggara. Resin tersebut menempel dan menutupi bagian
luar buah rotan, dan untuk mendapatkannya diperlukan proses ekstraksi. Getah ini
merupakan hasil hutan bukan kayu yang cukup penting bagi masyarakat di sekitar
hutan di Kabupaten Jambi, Aceh, dan Medan di Sumatra. Jernang memberikan
sumbangan yang cukup nyata pada pendapatan rumah tangga tradisional yang
dimanfaatkan oleh masyarakat lokal. Meskipun pada mulanya digunakan untuk
keperluan sendiri, tetapi sekarang jernang banyak diperjualbelikan dengan harga
cukup mahal, yaitu Rp700 ribu sampai Rp1 juta per kg. Hasil ekstraksi getah
jernang menjadi penting karena merupakan bahan komoditas ekspor.
Masyarakat memanfaatkan getah jernang sebagai bahan obat tradisional
seperti untuk pengobatan diare dan gangguan pencernaan, sebagai bahan pewarna
untuk memperindah peralatan rumah tangga dan kerajinan. Di samping itu, juga
sebagai bahan pewarna vernis, keramik, alat dari batu, kayu, rotan, bambu, kertas,
dan cat. Jernang juga digunakan sebagai serbuk untuk gigi, asma, sifilis, dan
berkhasiat afrodisiak (Grieve 2006).
Jernang termasuk kelompok resin keras, yaitu padatan yang mengilat,
bening sampai kusam, rapuh, meleleh bila dipanaskan, dan mudah terbakar
dengan mengeluarkan asap dan bau yang khas (Sumadiwangsa 2000).
Sumadiwangsa (1973) dan Coppen (1995) juga memasukkan jernang ke dalam
kelompok resin keras, berwarna merah, berbentuk amorf, bobot jenis 1.18–1.20;
bilangan asam rendah, bilangan ester sekitar 140, titik cair sekitar 120 °C, larut
dalam alkohol, eter, minyak lemak, dan minyak atsiri, sebagian larut dalam
kloroform, etil asetat, metanol, karbon disulfida, dan tidak larut air.
Komponen kimia utama pada resin yang dihasilkan buah jernang adalah
resin ester dan drakoresino tanol (57–82%). Selain itu, resin berwarna merah
tersebut juga mengandung berbagai senyawa seperti drakoresena (14%),
drakoalban (hingga 2.5%), resin taklarut (0.3%), residu (18.4%), asam
benzoilasetat, drakorhodin, dan beberapa pigmen terutama nordrakorhodin dan
nordrakorubin (Purwanto et al. 2005). Di perdagangan, jernang dikelompokkan
berdasarkan tingkat kebersihannya.
Badan Standardisasi Nasional (BSN) membedakan dan mengelompokkan
jernang dalam 3 jenis mutu, yaitu Mutu Super, Mutu A, dan Mutu B (Tabel 1).
Parameter mutu suatu jernang didasarkan pada kadar air, kadar abu, kadar resin,
titik leleh, kadar pengotor, dan warna. Tidak jarang jernang yang diperdagangkan
dicampur dengan resin lain bahkan batu bata merah untuk meningkatkan
bobotnya. Pada dasarnya, parameter yang digunakan berdasarkan sifat fisis dan
tidak kuantitatif, sehingga cenderung banyak penyimpangan dalam penetapan
mutu. Parameter lainnya didasarkan pada pengamatan visual dan kekasaran resin
sehingga mutu ditetapkan secara subjektif. Rao et al. (1982) melaporkan bahwa
drakorhodin dan turunannya adalah senyawa aktif dari jernang dan merupakan
komponen utama. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk menemukan
senyawa kimia penciri yang bersifat kuantitatif sehingga diperoleh kepastian dan
objektivitas dalam penentuan mutu jernang.

2

Tabel 1 Spesifikasi persyaratan mutu jernang (SNI 1671:2010)
Persyaratan Mutu
Jenis Uji
Satuan
Mutu Super
Mutu A
Mutu B
Kadar resin (b/b)
%
Min. 80
Min. 60
Min. 25
Kadar air (b/b)
%
Maks. 6
Maks. 8
Maks. 10
Kadar pengotor (b/b)
%
Maks. 14
Maks. 39
Maks. 50
Kadar abu (b/b)
%
Maks. 4
Maks. 8
Maks. 20
Titik leleh
°C
Min. 80
Min. 80
Warna
Merah tua
Merah muda Merah pudar

METODE
Penelitian ini terbagi dalam 3 tahap, yaitu tahap penentuan mutu sampel
jernang berdasarkan parameter SNI, tahap ekstraksi, serta identifikasi senyawa.
Senyawa diidentifikasi menggunakan kromatograf gas-spektrometer massa
(GCMS) Shimadzu. Bahan yang digunakan adalah jernang yang sudah diolah
dalam bentuk serbuk dan batangan yang didapat dari penjual di 3 kota.
Sampel jernang didapatkan dari pedagang yang tersebar di Provinsi Jambi
sebanyak 5 jenis, yakni daerah penghasil jernang terbaik. Sampel juga didapat dari
Aceh sebanyak 3 jenis dan Medan 1 jenis. Pemberian kode sampel pada penelitian
ini berdasarkan asal kota didapatkannya. Untuk sampel dari Jambi diberi kode
Sarolangun serbuk (Jambi 1), Sarolangun murni (Jambi 2), Sarolangun kota
(Jambi 3), Muarabungo (Jambi 4), dan Merangin (Jambi 5). Sampel dari Aceh
didapatkan dari pedagang yang berasal dari Jagakarsa (Aceh 1 dan Aceh 3) dan
Kranji (Aceh 2) serta sampel dari Medan (Medan). Semua sampel berasal dari
spesies D. draco.

Uji Klasifikasi Jernang
Kadar Resin (SNI 1671: 2010)
Sebanyak 5 g getah jernang yang telah dihaluskan ditimbang dan
dimasukkan ke dalam timbel, selanjutnya dimasukkan ke dalam radas soxhlet.
Sebanyak 200 mL dietil eter dimasukkan ke dalam labu didih dan radas soxhlet
dirangkaikan. Sampel disoxhletasi selama 7 jam, kemudian dietil eter diuapkan
hingga diperoleh resin. Sebanyak 50 mL air suling ditambahkan ke dalam resin
dan dipindahkan ke dalam corong pisah. Resin pada fraksi dietil eter dipisahkan
dari air suling dan dikeringudarakan. Ekstrak dikeringkan di dalam eksikator
sampai diperoleh bobot tetap. Uji kadar resin dilakukan duplo.
Kadar Air (AOAC 950.46 (B) 2005)
Cawan petri kosong dimasukkan ke dalam oven bersuhu 105 °C selama 3
jam lalu dinginkan di dalam desikator. Cawan petri kosong ditimbang. Sebanyak
3 g sampel ditimbang dan ditempatkan pada cawan petri, kemudian diratakan di
atas cawan menggunakan spatula. Cawan beserta sampel dimasukkan ke dalam

3

desikator hingga dingin. Bobot sampel ditimbang kembali sebagai bobot kering.
Uji ini dilakukan duplo.
Penetapan Kadar Pengotor (SNI 5009: 2001)
Sebanyak 2 g contoh jernang dilarutkan ke dalam 10 mL toluena, kemudian
disaring dengan kertas saring bebas air. Kertas saring yang digunakan sebelumnya
dikeringkan di dalam oven sehingga didapatkan bobot konstan. Kertas saring yang
sudah digunakan, dikeringkan bersama residu yang tidak tersaring, kemudian
ditimbang hingga mendapatkan bobot konstan. Uji kadar pengotor dilakukan
duplo.
Penetapan Kadar Abu (SNI 1671: 2010)
Contoh sebanyak 5 g ditimbang di dalam cawan porselen yang sebelumnya
sudah diketahui bobotnya. Cawan yang berisi contoh dipanaskan di atas pembakar
bunsen. Cawan dipanaskan sampai senyawa organik di dalamnya terbakar semua
hingga berkurangnya asap. Cawan tersebut kemudian dipindahkan ke dalam tanur
bersuhu 600 °C untuk menyempurnakan pengabuan selama 2 jam. Abu yang
didapat kemudian dilarutkan dengan air suling dan dilanjutkan dengan
penyaringan menggunakan kertas saring bebas abu. Kertas saring kemudian
dipindahkan ke dalam cawan porselen dan dibakar kembali dengan pembakar
bunsen. Cawan yang sudah dipanaskan kemudian didinginkan di dalam eksikator
hingga diperoleh bobot tetap. Uji kadar abu ini dilakukan duplo.
Penetapan Titik Leleh (AOAC 920.156 2005)
Contoh jernang 50–100 mg digerus di dalam mortar. Tabung kapiler diisi
dengan jernang, dengan ditekan bagian ujung terbuka pada contoh. Tabung
kapiler diketuk-ketukkan dengan dasar tertutup bagian bawah agar padatan yang
menyumbat turun ke dasar tabung. Cara ini diulangi sampai didapatkan contoh
padat dalam tabung setinggi 1–2 mm. Sebelumnya, pemanas listrik dinyalakan
lalu suhunya dinaikkan dengan cepat sampai 65 °C. Tabung tersebut dimasukkan
ke dalam pemanas listrik untuk penetapan titik leleh. Setelah itu, diturunkan laju
kenaikan suhunya 2–3 °C/menit. Penetapan titik leleh dilakukan duplo.
Penentuan Warna (SNI 1671: 2010)
Contoh getah jernang ditumbuk hingga halus dengan mortar. Contoh yang
sudah dihaluskan ditimbang sebanyak 1 g kemudian dilarutkan ke dalam etanol 20
mL di dalam gelas piala. Larutan tersebut dituangkan perlahan-lahan di atas kertas
putih (HVS) kemudian dikering-udarakan. Hasil tersebut diamati secara visual.
Penentuan Warna dengan Spektrofotometri UV-Vis
Uji ini bukan merupakan parameter uji dalam SNI. Contoh getah jernang
ditumbuk hingga halus dengan mortar. Serbuk halus ditimbang sebanyak 1 g
kemudian dilarutkan ke dalam etanol 20 mL di dalam gelas piala. Larutan
kemudian diencerkan 200 kali. Hasil pengenceran tersebut dianalisis dengan
spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 473.5 nm berdasarkan hasil
pemayaran.

4

Ekstraksi Resin Jernang
Sebanyak 5 g serbuk jernang yang telah dihaluskan dimasukkan ke gelas
piala, kemudian dimaserasi dengan aseton sebanyak 50 mL. Ekstraksi dilakukan
sebanyak triplo kemudian disaring. Hasil penyaringan digabungkan. Ekstrak
gabungan kemudian dipekatkan dengan penguap putar hingga semua pelarutnya
menguap. Ekstrak pekat yang diperoleh merupakan resin jernang yang berwarna
merah. Bobot akhir ekstrak ditimbang dan dihitung rendemennya.

Identifikasi Senyawa
Komponen kimia ekstrak pekat dianalisis dengan GCMS. Analisis GCMS
dilakukan di Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor) Mabes Polri. Proses
analisis menggunakan metode ionisasi serangan elektron (EI) pada kromatograf
gas GC-17A (Shimadzu) yang ditandem dengan spektrometer massa MS QP
5050A; kolom kapiler DB-5 ms (J&W) (silika 30 m × 250 µm × 0.25 µm); suhu
kolom 50 °C (0 menit) hingga 290 °C pada laju 15 °C/menit; gas pembawa
helium pada tekanan tetap 7.6411 psi, dan pangkalan data yang digunakan adalah
Wiley 7N tahun 2008.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Klasifikasi Mutu SNI
Dalam penelitian ini mutu sampel ditetapkan berdasarkan parameter SNI
dan dicocokkan dengan mutu yang dinyatakan oleh pedagang. Berdasarkan
informasi yang didapat dari pedagang, kelas mutu untuk sampel Jambi 2 termasuk
super karena jernang tidak dicampur dengan resin lain. Sampel Jambi 3 dan Jambi
4 juga termasuk super, tetapi tidak diketahui pasti apakah resin tersebut dicampur
dengan resin lain. Sampel Jambi 5 termasuk kelas mutu A dan Jambi 1 termasuk
kelas B. Sampel Aceh 2 termasuk kelas mutu B dan Aceh 1 termasuk kelas mutu
A. Sampel Aceh 3 memiliki mutu super tetapi tidak diuji parameter SNI-nya
karena keterbatasan bahan. Sampel jernang Medan tidak diketahui kelas mutunya
oleh pedagang; sampel ini ditentukan mutunya berdasarkan uji SNI dan absorbans
serta dilihat kemiripan hasilnya dengan jernang yang sudah diketahui mutunya
baik oleh pedagang dan SNI.
Kadar Air
Kadar air sampel ditentukan untuk mengevaluasi tingkat kekeringan
jernang. Tabel 2 menunjukkan rerata kadar air dari 2 penetapan. Jika menurut
standar SNI, informasi yang didapatkan dari pedagang mengenai kelas mutunya
berbeda. Hasil menunjukkan kecenderungan kelas mutu yang dihasilkan
berdasarkan SNI lebih rendah dibandingkan dengan informasi pedagang.

5

Kecocokan antara standar SNI berdasarkan parameter kadar air dengan informasi
pedagang sebesar 14%. Nilai kecocokan ditetapkan berdasarkan perbandingan
jumlah mutu yang sesuai antara SNI dan pedagang dengan 7 jumlah sampel yang
diketahui mutunya menurut pedagang.
Tabel 2 Kecocokan antara kelas mutu menurut SNI dan pedagang berdasarkan
kadar air jernang
Sampel

Kadar air (%)

Jambi 1
Jambi 2
Jambi 3
Jambi 4
Jambi 5
Aceh 1
Aceh 2
Medan

17.00
9.33
4.67
12.67
9.00
11.59
2.29
4.53

Kelas mutu
menurut SNI
B*
B
Super
B*
B
B*
Super
Super

Kelas mutu menurut
pedagang
B
Super
Super
Super
A
A
B
-

Keterangan: B* tidak memenuhi syarat kelas mutu B

Kadar Resin
Kadar resin ditetapkan dengan ekstraksi panas menggunakan soxhlet. Kadar
resin digunakan untuk mengetahui kemurnian jernang. Tabel 3 menunjukkan
rerata kadar resin dari 2 penetapan. Hasilnya menunjukkan bahwa informasi yang
diberikan oleh pedagang 71% cocok. Rendahnya kadar resin karena pada
umumnya pengolahan masih secara tradisional sehingga masih tercampur dengan
kulit buahnya (Waluyo 2008).
Tabel 3 Kecocokan antara kelas mutu menurut SNI dan pedagang berdasarkan
kadar resin jernang
Sampel

Kadar resin (%)

Jambi 1
Jambi 2
Jambi 3
Jambi 4
Jambi 5
Aceh 1
Aceh 2
Medan

37.01
99.56
95.23
92.60
61.42
8.11
81.67
50.9

Kelas mutu
menurut SNI
B
Super
Super
Super
A
B*
Super
B

Kelas mutu menurut
pedagang
B
Super
Super
Super
A
A
B
-

Keterangan: B* tidak memenuhi syarat kelas mutu B

Kadar Pengotor
Kadar pengotor mengindikasikan banyaknya campuran dalam jernang.
Tabel 4 menunjukkan hasil rerata penentuan kadar pengotor dari 2 penetapan.
Hasil analisis kembali menunjukkan perbedaan kelas mutu antara pedagang dan
standar SNI pada 2 jernang, yaitu Jambi 4 dan Aceh 1. Informasi yang diberikan
pedagang 42% cocok. Tingginya kadar pengotor yang dihasilkan diduga karena
proses pemisahan jernang dari buahnya tidak sempurna sehingga banyak kulit
buah ikut terbawa. Jernang memang masih diolah secara tradisional dengan cara
menumbuk buah rotan dan kemungkinan besar bagian kulit ikut terbawa. Bahkan

6

bila terlalu kuat menumbuk, buah rotan jernang akan pecah sehingga jernang
bercampur dengan buah rotan yang hancur (Waluyo 2008).
Tabel 4 Kecocokan antara kelas mutu menurut SNI dan pedagang berdasarkan
kadar pengotor jernang
Sampel
Jambi 1
Jambi 2
Jambi 3
Jambi 4
Jambi 5
Aceh 1
Aceh 2
Medan

Kadar pengotor
(%)
55.16
12.64
9.75
20.09
38.09
89.59
76.67
57.82

Kelas mutu
menurut SNI
B*
Super
Super
A
A
B*
B*
B*

Kelas mutu menurut
pedagang
B
Super
Super
Super
A
A
B
-

Keterangan: B* tidak memenuhi syarat kelas mutu B

Kadar Abu
Penetapan kadar abu bertujuan mengukur kadar bahan anorganik yang ada
di dalam jernang. Parameter ini berkorelasi dengan banyaknya pengotor pada
parameter sebelumnya. Tabel 5 menunjukkan hasil rerata penetapan kadar abu
dari 2 penetapan. Jika menurut SNI, kelas mutu yang dihasilkan berdasarkan SNI
cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan informasi pedagang. Kecocokan
standar SNI berdasarkan parameter kadar abu dengan informasi pedagang hampir
60%.
Tabel 5 Kecocokan antara kelas mutu menurut SNI dan pedagang berdasarkan
kadar abu jernang
Sampel

Kadar abu (%)

Jambi 1
Jambi 2
Jambi 3
Jambi 4
Jambi 5
Aceh 1
Aceh 2
Medan

6.08
0.83
0.67
2.73
4.52
9.48
0.73
8.21

Kelas mutu
menurut SNI
A
Super
Super
Super
A
B
Super
B

Kelas mutu menurut
pedagang
B
Super
Super
Super
A
A
B
-

Kelas mutu jernang berdasarkan kadar abu tidak memiliki perbedaan yang
nyata dengan kelas mutu berdasarkan parameter kadar pengotor. Menurut Waluyo
(2008), kadar abu berkorelasi positif dengan kadar pengotor, semakin tinggi kadar
pengotor, semakin tinggi pula kadar abunya. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 4
dan 5.
Titik Leleh
Titik leleh mengisyaratkan kemurnian senyawa yang ada dalam jernang.
Tabel 6 menunjukkan hasil penetapan titik leleh pada semua jernang. Hasil
penetapan titik leleh menunjukkan kesesuaian antara informasi dari pedagang dan
standar SNI. Namun, yang perlu diperhatikan adalah standar ambigu yang

7

tercantum SNI jernang, yaitu untuk mutu super titik leleh minimum 80 °C dan
untuk mutu A minimum 80 °C. Pernyataan ini membingungkan produsen
maupun konsumen. Pada jernang Jambi 1, Aceh 1, dan Aceh 2 titik leleh tidak
dicantumkan, karena sampai suhu 120 °C sampel tidak juga meleleh sehingga
masuk kelas B seperti yang dinyatakan pada SNI. Perbedaan mutu antara SNI dan
pedagang terjadi pada jernang Aceh 1. Selain itu, kecocokan antara mutu menurut
pedagang dan SNI sebesar 85%. Titik leleh jernang juga berkorelasi positif
dengan kadar pengotor.
Tabel 6 Kecocokan antara kelas mutu menurut SNI dan pedagang berdasarkan
titik leleh jernang
Sampel
Jambi 1
Jambi 2
Jambi 3
Jambi 4
Jambi 5
Aceh 1
Aceh 2
Medan

Rata-rata titik
leleh (°C)
71-73
82-91
80-83
81-84
75-80

Kelas mutu
menurut SNI
B
Super
Super/A
Super/A
Super/A
B
B
Super/A

Kelas mutu menurut
pedagang
B
Super
Super
Super
A
A
B
-

Warna
Warna ditetapkan secara visual. Tabel 7 menunjukkan perbedaan mutu
jernang berdasarkan SNI dengan pedagang untuk jernang Aceh 1. Selain itu,
kecocokan antara mutu pedagang dan SNI sebesar 85%. Menurut Winarni et al.
(2005), jernang dengan mutu yang baik harus jernih dan bila ditumbuk akan
diperoleh bubuk berwarna merah terang tembaga yang larut dalam metanol.
Namun, pengamatan warna sebagai salah satu parameter SNI masih diragukan
karena cara visual sifatnya subjektif. Oleh karena itu, warna dianalisis dengan
spektrofotometer UV-Vis dengan konsentrasi yang sama.
Tabel 7

Kecocokan antara kelas mutu menurut SNI dan pedagang berdasarkan
warna jernang
Sampel

Warna

Jambi 1
Jambi 2
Jambi 3
Jambi 4
Jambi 5
Aceh 1
Aceh 2
Medan

Merah pudar
Merah tua
Merah tua
Merah tua
Merah muda
Merah tua
Merah pudar
Merah muda

Kelas mutu
menurut SNI
B
Super
Super
Super
A
Super
B
A

Kelas mutu menurut
pedagang
B
Super
Super
Super
A
A
B
-

Larutan sisa hasil penentuan uji warna diencerkan sebesar 200 kali agar
larutan jernang dapat terbaca oleh detektor spektrofotometer UV-Vis mengingat
tingkat kepekatan larutan yang sangat tinggi. Hasil pemayaran menunjukkan
panjang gelombang maksimum 473.5 nm. Tabel 8 menunjukkan hasil penetapan
intensitas warna dengan spektrofotometer UV-Vis. Hasil tersebut menunjukkan

8

pola korelasi positif antara absorbans dan kelas mutu SNI. Semakin tinggi kelas
mutu jernang, semakin tinggi pula absorbans yang dihasilkan. Dari data tersebut,
dapat diusulkan rentang absorbans berdasarkan mutu, yaitu untuk mutu super
absorbans > 0.50, mutu A absorbans sebesar 0.30–0.43, dan mutu B absorbans