Sintesis dan Karakterisasi Hidroksiapatit dari Limbah Cangkang Kerang Bulu (Anadara antiquata)

(1)

SKRIPSI

SRI ANUGRAH WATI 100801026

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014


(2)

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

SRI ANUGRAH WATI 100801026

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014


(3)

PERSETUJUAN

Judul : Sintesis dan Karakterisasi Hidroksiapatit dari Limbah Cangkang Kerang Bulu (Anadara antiquata)

Kategori : Skripsi

Nama : Sri Anugrah Wati Nomor Induk Mahasiswa : 100801026

Program Studi : Sarjana (S1) Fisika Departemen : Fisika

Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Disetujui di

Medan, 26 Agustus 2014

Komisi Pembimbing :

Pembimbing 2, Pembimbing 1,

Dr. Kurnia Sembiring, M.S. Dra. Sudiati, M.Si.

NIP. 195901311986011001 NIP.195905191986012001

Disetujui Oleh

Departemen Fisika FMIPA USU Ketua,

Dr. Marhaposan Situmorang NIP. 195510301980031003


(4)

PERNYATAAN

SINTESIS DAN KARAKTERISASI HIDROKSIAPATIT DARI LIMBAH CANGKANG KERANG BULU (Anadara antiquata)

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri. Kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Agustus 2014

Sri Anugrah Wati 100801026


(5)

PENGHARGAAN

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul : “Sintesis dan Karakterisasi Hidroksiapatit dari Limbah Cangkang Kerang Bulu (Anadara antiquata)”.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu dan mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, yaitu:

1. Ibu Dra. Sudiati, M.Si, dan bapak Dr. Kurnia Sembiring, M.Si selaku pembimbing 1 dan pembimbing 2 serta ibu Sri Elfina, M.Si selaku pembimbing di SMK-SMAK Padang yang telah bersedia meluangkan waktu dan pikirannya untuk membimbing penulis.

2. Bapak Dr. Marhaposan Situmorang dan bapak Drs. Syahrul Humaidi, M.Sc, selaku ketua dan sekretaris Departemen Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

3. Ibunda tercinta (Mujiem), serta ayahanda tercinta (Alm. Wagimin) terimakasih telah melahirkan, membesarkan, mendidik, menyekolahkan, dan senantiasa mendoakan serta mendukung penulis hingga saat ini, semoga kelak penulis bisa membahagiakan kalian.

4. Saudara-saudara kandung penulis yang senantiasa mendukung penulis baik secara moral maupun material.

5. Teman terbaikku Jenery Seventina, terima kasih buat persahabatannya, terimakasih buat dukungan dan semangatnya, terimakasih telah menjadi sahabat yang baik selama ini.

6. Teman diskusi penulis Riki Efendi Mule yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk bertukar pikiran selama mengerjakan penelitian dan skripsi.

7. Teman-teman seperjuangan (Jamu, Saroh, Tere, Tari ndut, Lya, Eka, Layla, Ikhwan, Irman, Edi ndut, Komting, dll) terimakasih untuk 4 tahun ini. Senang bisa mengenal kalian.

8. Physic Inside 2010 yang selalu kompak dimanapun berada, semoga tercapai apa yang selalu kita inginkan. Terimakasih untuk semua nya. 9. Senior-senior dan junior-junior yang ada dijurusan Fisika USU,

terimakasih dukungannya.

10.Teman-teman sepermainan (Epen, Yuni, Yulia, Trisa, Anggi, dll) terimkasih buat doa dan dukungannya.

11.Keponakan-keponakan penulis yang selalu mendoakan dan memberi semangat.

12.Seluruh pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terimakasih buat doa dan dukungan serta semangatnya.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, penulis akan menerima dengan baik segala kritik dan saran yang membangun agar skripsi ini dapat lebih baik dan bermanfaat.


(6)

SINTESIS DAN KARAKTERISASI HIDROKSIAPATIT DARI LIMBAH CANGKANG KERANG BULU (Anadara antiquata)

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian tentang sintesis dan karakterisasi hidroksiapatit (HA) dari cangkang kerang bulu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik HA yang disintesis dari limbah cangkang kerang bulu (Anadara antiquata). Sintesis hidroksiapatit dilakukan dengan menggunakan metode basah

dengan prekursor Ca(OH)2 dan H3PO4. Endapan HA yang dihasilkan disinterring dengan variasi suhu sintering 700oC, 800oC, 900oC, 1000oC dan 1100oC. Karakterisasi gugus fungsi HA menggunakan FT-IR, karakterisasi struktur Kristal HA menggunakan XRD dan karakterisasi morfologi HA menggunakan SEM-EDX. Hasil karakterisasi menunjukkan bahwa pembentukan HA yang paling baik adalah pada suhu sintering 900oC. Hasil uji FT-IR menunjukkan bahwa terdapat gugus fungsi OH- pada bilangan gelombang 3570.91 cm-1 dan 3497.13 cm-1, gugus PO43- terdapat pada bilangan gelombang 1042.24 cm-1 dan 945.47 cm-1. Hasil uji XRD menunjukkan bahwa HA yang dihasilkan bukan HA murni, karena masih terdapat senyawa lain yang mendominasi. Kristal HA yang dihasilkan berukuran nano. Morfologi partikel hasil uji SEM berbentuk butir-butir bulat teraglomerasi. Hasil uji EDX menunjukkan rasio perbandingan Ca/P sebesar 3.59. Bila dibandingkan dengan rasio Ca/P untuk HA murni yaitu 1,67, maka rasio Ca/P yang dihasilkan pada penelitian ini lebih besar. Rasio perbandingan Ca/P yang besar ini disebabkan oleh dominasi Ca didalam sampel HA.


(7)

SYNTHESIS AND CHARACTERIZATION OF HIDROXYAPATITE FROM CLAMSHELL WASTES (Anadara antiquata)

ABSTRACT

A research has done of the synthesis and characterization of hydroxyapatite (HA) from clamshell wastes (Anadara antiquata). This study aims to determine the characteristics of HA synthesized from clamshell wastes (Anadara antiquata). Synthesis of hydroxyapatite is done by using wet methods with precursor Ca(OH)2 and H3PO4. Precipitate of HA was sintering with temperature variations are 700oC, 800oC, 900oC, 1000oC dan 1100oC. Characterization of functional groups of HA by using FT-IR, characterization of Crystal structure HA by using XRD and characterization of morphology HA by using SEM-EDX. The characterization results indicate that the formation of HA is best at temperature sinter 900oC. FT-IR test results indicate that there is a functional group OH- on wave number 3570.91 cm-1 and 3497.13 cm-1, PO43- groups contained in the wave number 1042.24 cm-1 and 945.47 cm-1. XRD test results indicate that HA Produced is not pure, because there are other compounds that dominate. Size of crystal HA is nano. SEM test results of particle morphology is round-shaped grains agglomerated. EDX test results showed the ratio of Ca / P is 3,59. The ratio of Ca / P is large than ratio of Ca/P for pure HA with value 1.67. This is caused by dominated Ca in sample HA.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan i

Pernyataan ii

Penghargaan iii

Abstrak iv

Abstract v

Daftar Isi vi

Daftar Tabel viii

Daftar Gambar ix

Daftar Singkatan x

Daftar Lampiran xi

Bab 1. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Rumusan Masalah 3

1.3 Batasan Masalah 3

1.4 Tujuan Penelitian 3

1.5 Manfaat Penelitian 4

1.6 Sistematika Penulisan 5

Bab 2. Tinjauan Pustaka

2.1 Kerang 6

2.1.1 Kandungan Cangkang Kerang 6

2.1.2 Jenis-Jensis Kerang 7

2.1.2.1Kerang Bulu 7

2.1.2.2Kerang Hijau 8

2.1.2.3Kerang Darah 9

2.2 Hidroksiapatit 10

2.2.1 Deskripsi Hidroksiapatit 10

2.2.2 Sifat-Sifat Hidroksiapatit 11

2.2.2.1Sifat Fisis 11

2.2.2.2Sifat Kimia 11

2.2.2.3Sifat Mekanis 12

2.2.2.4Sifat Biologis 12

2.2.3 Sintesis Hidroksiapatit 13

2.2.4 Aplikasi Hidroksiapatit 14

2.2.5 Karakterisasi Hidroksiapatit 15 2.2.5.1Fourier Transform Infra Red (FT-IR) 15

2.2.5.2X Ray Diffractometer (XRD) 17


(9)

Bab 3. Metodologi Penelitian

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 20

3.2 Peralatan dan Bahan 20

3.2.1 Peralatan 20

3.2.2 Bahan 21

3.3 Prosedur Penelitian 22

3.3.1 Preparasi Sampel 22

3.3.2 Pembuatan CaO 22

3.3.3 Pembuatan Ca(OH)2 22

3.3.4 Sintesis Hidroksiapatit 22

3.3.5 Karakterisasi Hidroksiapatit 23

3.4 Diagram Alir Penelitian 24

3.4.1 Diagram Alir Preparasi Sampel 24 3.4.2 Diagram Alir Pembuatan CaO 24 3.4.3 Diagram Alir Pembuatan Ca(OH)2 25 3.4.4 Diagram Alir Sintesis Hidroksiapatit 26 Bab 4. Hasil dan Pembahasan

4.1 Hasil Uji Karakterisasi HA dengan FT-IR 28 4.2 Hasil Uji Karakterisasi HA dengan XRD 33 4.3 Hasil Uji Karakterisasi HA dengan SEM-EDX 38 Bab 5. Kesimpulan dan Saran

5.1 Kesimpulan 40

5.2 Saran 40


(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel

2.1 Kandungan Kimia Serbuk Cangkang Kerang 7 2.2 Kuat Tekan dan Kuat Tarik dari Hidroksiapatit 12 2.3 Kandungan Elemen Inorganik pada Tulang 15 4.1 Spektrum Hasil Uji FT-IR dari Sampel HA pada Suhu 700oC 29 4.2 Spektrum Hasil Uji FT-IR dari Sampel HA pada Suhu 800oC 30 4.3 Spektrum Hasil Uji FT-IR dari Sampel HA pada Suhu 900oC 31 4.4 Spektrum Hasil Uji FT-IR dari Sampel HA pada Suhu 1000oC 31 4.5 Spektrum Hasil Uji FT-IR dari Sampel HA pada Suhu 1100oC 32 4.6 Puncak-Puncak Tertinggi dari Hasil Uji XRD Sampel HA 35 4.7 Puncak-Puncak Tertinggi HA dengan Suhu Sintering 700oC 36 4.8 Puncak-Puncak Tertinggi HA dengan Suhu Sintering 800oC 36 4.9 Puncak-Puncak Tertinggi HA dengan Suhu Sintering 900oC 36

4.10 Ukuran Kristal Sampel HA 37


(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar

2.1 Kerang Bulu 7

2.2 Kerang Hijau 8

2.3 Kerang Darah 10

2.4 Prinsip Kerja FT-IR 16

2.5 Prinsip Kerja XRD 17

2.6 Prinsip Kerja SEM 19

3.1 Diagram Alir Preparasi Sampel 24

3.2 Diagram Alir Pembuatan CaO 24

3.3 Diagram Alir Pembuatan Ca(OH)2 25 3.4 Diagram Alir Sintesis Hidroksiapatit 26 4.1 Grafik Hasil Uji FT-IR Sampel HA pada Suhu 28

Sintering 700oC

4.2 Grafik Hasil Uji FT-IR Sampel HA pada Suhu 29 Sintering 800oC

4.3 Grafik Hasil Uji FT-IR Sampel HA pada Suhu 30 Sintering 900oC

4.4 Grafik Hasil Uji FT-IR Sampel HA pada Suhu 31 Sintering 1000oC

4.5 Grafik Hasil Uji FT-IR Sampel HA pada Suhu 32 Sintering 1100oC

4.6 Grafik Hasil Uji XRD Sampel HA pada Suhu 33 Sintering 700oC (a) Suhu Sintering 800oC (b)

Suhu Sintering 900oC (c)


(12)

DAFTAR SINGKATAN

HA = Hidroksiapatit

FT-IR = Fourie Transform – Infra Red XRD = X-Ray Diffractometer

SEM = Scanning Electron Microscope


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

Lampiran

1. Peralatan 45

2. Sampel 47

3. Grafik Hasil Uji FT-IR untuk HA Murni 48

4. Tabel Bilangan Gelombang FT-IR 48

5. Grafik Hasil Uji FT-IR HA dengan Suhu Sintering 700oC 49 6. Grafik Hasil Uji FT-IR HA dengan Suhu Sintering 800oC 49 7. Grafik Hasil Uji FT-IR HA dengan Suhu Sintering 900oC 50 8. Grafik Hasil Uji FT-IR HA dengan Suhu Sintering 1000oC 50 9. Grafik Hasil Uji FT-IR HA dengan Suhu Sintering 1100oC 51 10. Menghitung Jumlah Energi Terserap pada Uji FT-IR 52 11. Hasil Uji SEM-EDX HA dengan Suhu Sintering 900oC 54 12. Perhitungan Rasio Perbandingan Ca/P 55

13. Tabel Hannawalt untuk HA Murni 55

14. Hasil Uji XRD sampel HA dengan Suhu Sintering 700oC 56 15. Hasil Uji XRD sampel HA dengan Suhu Sintering 800oC 57 16. Hasil Uji XRD sampel HA dengan Suhu Sintering 900oC 58 17. Perhitungan Ukuran Kristal Sampel HA 59

18. Menentukan hkl Sampel HA 60

19. Menghitung Parameter Kisi HA 61


(14)

SINTESIS DAN KARAKTERISASI HIDROKSIAPATIT DARI LIMBAH CANGKANG KERANG BULU (Anadara antiquata)

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian tentang sintesis dan karakterisasi hidroksiapatit (HA) dari cangkang kerang bulu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik HA yang disintesis dari limbah cangkang kerang bulu (Anadara antiquata). Sintesis hidroksiapatit dilakukan dengan menggunakan metode basah

dengan prekursor Ca(OH)2 dan H3PO4. Endapan HA yang dihasilkan disinterring dengan variasi suhu sintering 700oC, 800oC, 900oC, 1000oC dan 1100oC. Karakterisasi gugus fungsi HA menggunakan FT-IR, karakterisasi struktur Kristal HA menggunakan XRD dan karakterisasi morfologi HA menggunakan SEM-EDX. Hasil karakterisasi menunjukkan bahwa pembentukan HA yang paling baik adalah pada suhu sintering 900oC. Hasil uji FT-IR menunjukkan bahwa terdapat gugus fungsi OH- pada bilangan gelombang 3570.91 cm-1 dan 3497.13 cm-1, gugus PO43- terdapat pada bilangan gelombang 1042.24 cm-1 dan 945.47 cm-1. Hasil uji XRD menunjukkan bahwa HA yang dihasilkan bukan HA murni, karena masih terdapat senyawa lain yang mendominasi. Kristal HA yang dihasilkan berukuran nano. Morfologi partikel hasil uji SEM berbentuk butir-butir bulat teraglomerasi. Hasil uji EDX menunjukkan rasio perbandingan Ca/P sebesar 3.59. Bila dibandingkan dengan rasio Ca/P untuk HA murni yaitu 1,67, maka rasio Ca/P yang dihasilkan pada penelitian ini lebih besar. Rasio perbandingan Ca/P yang besar ini disebabkan oleh dominasi Ca didalam sampel HA.


(15)

SYNTHESIS AND CHARACTERIZATION OF HIDROXYAPATITE FROM CLAMSHELL WASTES (Anadara antiquata)

ABSTRACT

A research has done of the synthesis and characterization of hydroxyapatite (HA) from clamshell wastes (Anadara antiquata). This study aims to determine the characteristics of HA synthesized from clamshell wastes (Anadara antiquata). Synthesis of hydroxyapatite is done by using wet methods with precursor Ca(OH)2 and H3PO4. Precipitate of HA was sintering with temperature variations are 700oC, 800oC, 900oC, 1000oC dan 1100oC. Characterization of functional groups of HA by using FT-IR, characterization of Crystal structure HA by using XRD and characterization of morphology HA by using SEM-EDX. The characterization results indicate that the formation of HA is best at temperature sinter 900oC. FT-IR test results indicate that there is a functional group OH- on wave number 3570.91 cm-1 and 3497.13 cm-1, PO43- groups contained in the wave number 1042.24 cm-1 and 945.47 cm-1. XRD test results indicate that HA Produced is not pure, because there are other compounds that dominate. Size of crystal HA is nano. SEM test results of particle morphology is round-shaped grains agglomerated. EDX test results showed the ratio of Ca / P is 3,59. The ratio of Ca / P is large than ratio of Ca/P for pure HA with value 1.67. This is caused by dominated Ca in sample HA.


(16)

1.1 Latar Belakang

Hidroksiapatit adalah sebuah molekul kristalin yang intinya tersusun dari fosfor dan kalsium dengan rumus molekul Ca10(PO4)6(OH)2. Molekul ini menempati porsi 65% dari fraksi mineral yang ada dalam tulang manusia. Material ini juga terdapat pada struktur gigi manusia terutama dalam dentine dan enamel. Oleh karena itu, peranan material ini sangat penting dalam dunia kesehatan (Suryadi, 2011).

Menurut (Miranda, 2012) berdasarkan data di Asia, Indonesia adalah Negara dengan jumlah penderita patah tulang tertinggi. Diantaranya ada sebanyak 300-400 kasus operasi bedah tulang per bulan di RS Dr. Soetomo Surabaya. Namun jumlah

bone graft yang ada tidak dapat memenuhi kebutuhan bone graft yang terus

meningkat, sehingga untuk mengatasi masalah ini adalah dengan penggunaan bone graft sintetis, yang salah satu bahan baku nya adalah hidroksiapatit sintetis.

Hidroksiapatit sintetis adalah hidroksiapatit yang dibuat secara sintesa kimia. Hidroksiapatit sintetis tidak hanya diperoleh melalui reaksi senyawa-senyawa sintetis, tetapi dapat juga diperoleh dengan mereaksikan senyawa sintetis dengan senyawa alami. Hidroksiapatit sintetis dikenal sebagai salah satu bahan implant yang penting karena mempunyai sifat yang bioaktif, biokompatibel, dan osteokonduktif yang sama dengan mineral tulang alami, sehingga bisa digunakan sebagai pengganti jaringan keras manusia (Muntamah, 2011).

Istifarah (2012) mengemukakan bahwa hidroksiapatit yang disintesis dari bahan alam memiliki osteokonduktivitas yang lebih baik dibandingkan dengan dari bahan sintetik. Menurut Sopyan et al. (2002) persen berat ideal untuk hidroksiapatit

adalah 39,9% Ca, 18,5% P dan 3,38% OH dan rasio ideal antara Ca/P sebesar 1,67. Dahlan (2013) telah mensintesis hidroksiapatit dari cangkang kerang ranga. Sintesis dilakukan dengan menggunakan metode basah pada suhu 80oC dengan prekursor H3PO4. Ukuran Kristal hidroksiapatit yang didapat berkisar antara


(17)

8.566387-408.9359 nm. Rasio Ca/P pada hidroksiapatit yang dihasilkan tidak sesuai dengan rasio Ca/P pada hidroksiapatit murni karena adanya pengotor pada sampel.

Muntamah (2011) telah mensintesis hidroksiapatit dari cangkang kerang darah. Sintesis dilakukan dengan mengunakan metode kering dan metode basah. Sintesis hidroksiapatit dengan menggunakan metode kering menghasilkan hidroksiapatit dengan rasio Ca/P = 1.84 dan merupakan gabungan dari beberapa fasa. Sedangkan sintesis dengan menggunakan metode basah menghasilkan hidroksiapatit dengan rasio Ca/P = 1.64 dan menghasilkan hidroksiapatit dengan bentuk butir-butir halus yang seragam dengan ukuran partikel 0.52 μm.

Saryati (2012) telah mensintesis hidroksiapatit dari cangkang kerang. Sintesis dilakukan dengan menggunakan metode pengendapan dalam reactor kimia pada suhu 35oC dengan precursor (NH4)2HPO4. Hidroksiapatit yang dihasilkan dicampur dengan kitosan kemudian dikalsinasi untuk memperoleh hidroksiapatit berpori. Ukuran partikel yang dihasilkan berkisar antara 0,1 μm hingga 1,0 μm dan membentuk pori-pori dengan ukuran berkisar antara 0,1 μm hingga 1,0 μm.

Pada penelitian ini, hidroksiapatit disintesis dari bahan dasar cangkang kerang bulu. Sintesis hidroksiapatit dilakukan dengan menggunakan metode basah dengan precursor Ca(OH)2 dan H3PO4. Kalsium yang digunakan untuk mensintesis hidroksiapatit adalah kalsium yang dihasilkan dari cangkang kerang bulu. Menurut Setyaningrum (2009) Cangkang kerang bulu mengandung 38% Ca. Penggunaan cangkang kerang bulu juga dimaksudkan untuk memanfaatkan limbah yang selama ini hanya dibuang oleh masyarakat. Cangkang kerang bulu yang digunakan adalah cangkang kerang bulu yang berasal dari daerah Tanjung Balai.

Suryadi (2011) mengemukakan bahwa suhu sintering sangat berpengaruh pada tingkat kristalinitas dan besar kristalit. Maka hidroksiapatit yang dihasilkan pada penelitian ini akan disintering dengan memvariasikan suhu sintering, yaitu 700oC, 800oC, 900oC, 1000oC, dan 1100oC. Karakterisasi hidroksiapatit yang dihasilkan dengan menggunakan FT-IR, XRD dan SEM.


(18)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah sebelumnya, maka penulis merumuskan beberapa hal yang menjadi masalah dalam penelitian diantaranya: 1. Bagaimana mensintesis hidroksiapatit dari cangkang kerang bulu.

2. Berapa suhu sintering yang paling optimum untuk pembentukan hidroksiapatit.

3. Bagaimana karakteristik dari hidroksiapatit yang dihasilkan.

1.3 Batasan Masalah

Untuk mendapatkan suatu hasil penelitian dari permasalahan yang ditentukan, maka perlu ada pembatasan masalah penelitian:

1. Pemisahan kalsium dari cangkang kerang bulu dilakukan dengan metode larutan asam.

2. Proses sintesis hidroksiapatit dengan menggunakan metode basah.

3. Hidroksiapatit yang dihasilkan akan disinterring dengan variasi suhu sintering 700o C , 800o C , 900o C, 1000o C dan 1100o C.

4. Karakterisasi hidroksiapatit dilakukan dengan menggunakan FT-IR, XRD dan SEM-EDX.

1.4 Tujuan penelitian

Sebagai tujuan yang ingin dicapai adalah sebagai berikut: 1. Untuk mensintesis hidroksiapatit dari cangkang kerang bulu.

2. Untuk mengetahui suhu sintering yang paling baik untuk pembentukan hidroksiapatit.


(19)

1.5 Manfaat penelitian

Manfaat yang dapat diambil dari penelitian:

1. Sebagai informasi bahwa cangkang kerang bulu dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan hidroksiapatit.

2. Sebagai informasi dan menambah pengetahuan tentang cara mensintesis hidroksiapatit dengan bahan alami.


(20)

1.6 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan pada masing-masing bab adalah sebagai berikut: BAB 1 Pendahuluan

Bab ini mencakup latar belakang penelitian, rumusan masalah yang akan diteliti, batasan masalah yang akan diteliti, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

BAB 2 Tinjauan Pustaka

Bab ini membahas tentang landasan teori yang berhubungan dengan penelitian sehingga dapat menjadi acuan untuk proses pengambilan data dan pembahasan

BAB 3 Metodologi Penelitian

Bab ini membahas tentang waktu penelitian, tempat penelitian, peralatan yang digunakan dalam penelitian, bahan yang digunakan dalam penelitian serta diagram alir penelitian.

BAB 4 Hasil dan Pembahasan

Bab ini membahas tentang data yang dihasilkan dari penelitian.

BAB 5 Kesimpulan dan Saran

Bab ini berisikan tentang kesimpulan yang didapat dari hasil pengolahan data penelitian serta memberikan saran untuk penelitian yang lebih lanjut.


(21)

2.1Kerang

Kerang adalah salah satu hewan lunak (Mollusca) kelas Bivalvia atau Pelecypoda. Secara umum bagian tubuh kerang dibagi menjadi lima, yaitu (1) kaki (foot byssus),

(2) kepala (head), (3) bagian alat pencernaan dan reproduksi (visceral mass), (4)

selaput (mantle) dan cangkang (shell). Pada bagian kepala terdapat organ-organ

syaraf sensorik dan mulut. Warna dan bentuk cangkang sangat bervariasi tergantung pada jenis, habitat dan makanannya.

Kerang biasanya simetri bilateral, mempunyai sebuah mantel yang berupa daun telinga atau cuping dan cangkang setangkup. Mantel dilekatkan ke cangkang oleh sederetan otot yang meninggalkan bekas melengkung yang disebut garis mantel. Fungsi dari permukaan luar mantel adalah mensekresi zat organik cangkang dan menimbun kristal-kristal kalsit atau kapur. Cangkang terdiri dari tiga lapisan, yakni (Rina Hudaya, 2010):

a. Lapisan luar tipis, hampir berupa kulit dan disebut periostracum, yang melindungi.

b. Lapisan kedua yang tebal, terbuat dari kalsium karbonat; dan

c. Lapisan dalam terdiri dari mother of pearl, dibentuk oleh selaput mantel dalam bentuk lapisan tipis. Lapisan tipis ini yang membuat cangkang menebal saat hewannya bertambah tua.

2.1.1 Kandungan Cangkang Kerang

Menurut (Setyaningrum, 2009) Kulit kerang merupakan bahan sumber mineral yang pada umumnya berasal dari hewan laut berupa kerang yang telah mengalami penggilingan dan mempunyai karbonat tinggi. Kandungan kalsium dalam cangkang kerang adalah 38%.


(22)

Tabel 2.1 Kandungan Kimia Serbuk Cangkang Kerang

Komponen Kadar (% berat)

CaO 66,70

SiO2 7,88

Fe2O3 0,03

MgO 22,28

Al2O3 1,25

Sumber : Shinta Marito Siregar 2009

2.1.2 Jenis-Jenis Kerang

Rina Hudaya (2010) mengemukakan bahwa kerang merupakan sumber bahan makanan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat, karena mengandung protein dan lemak. Jenis kerang yang sering menjadi konsumsi masyarakat, yaitu kerang hijau

(Mytilus viridis), kerang darah (Anadara granosa), dan kerang bulu (Anadara antiquata).

2.1.2.1Kerang Bulu (Anadara antiquata)

Kerang darah (Anadara granosa) dan kerang Bulu (Anadara antiquata) adalah family

arcidae dan genus Anadara. Secara umum kedua kerang ini memiliki ciri morfologi yang hampir sama. Cangkang memiliki belahan yang sama melekat satu sama lain pada batas cangkang. Perbedaan dari kedua kerang ini adalah morfologi cangkangnya. Kerang bulu (Anadara antiquata) memiliki cangkang yang ditutupi

oleh rambut-rambut serta cangkang tersebut lebih tipis daripada kerang darah

(Anadara granosa).


(23)

Kerang darah memiliki cangkang yang lebih tebal, lebih kasar, lebih bulat, dan bergerigi dibagian puncaknya serta tidak ditumbuhi oleh rambut-rambut. Kerang bulu pada umumnya hidup di perairan berlumpur dengan tingkat kekeruhan tinggi. Klasifikasi kerang bulu adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia Phylum : Mollusca Class : Bivalvia Ordo : Arcioda Family : Arcidae Genus : Anadara

Spesies : Anadara antiquate

2.1.2.2Kerang Hijau (Mytilus viridis)

Kerang hijau hidup di laut tropis seperti Indonesia, terutama di perairan pantai dan melekatkan diri secara tetap pada benda-benda keras yang ada disekelilingnya. Kerang ini tidak mati walaupun tidak terendam selama air laut surut. Kerang hijau termasuk binatang lunak, mempunyai dua cangkang yang simetris, kakinya berbentuk kapak, insangnya berlapis-lapis satu dengan lainnya dihubungkan dengan cilia.


(24)

Klasifikasi kerang hijau adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia

Phylum : Mollusca Class : Bivalvia Ordo : Filibranchia Family : Mytilidae Genus : Mytilus Spesies : Mytilus viridis

Habitat kerang hijau belum diketahui secara merata di perairan Indonesia, namun dapat dicatat karakteristik perairan yang sesuai bagi budidaya kerang hijau antara lain suhu perairan berkisar antara 27oC 37oC, pH air antara 3 4 , arus air dan angin tidak terlalu kuat dan umumnya pada kedalaman air antara 10 m-20 m. Laju pertumbuhan kerang hijau berkisar 0,7-1,0 cm/ bulan. Ukuran konsumsi yang panjangnya sekitar 6 cm dicapai dalam waktu 6-7 bulan.

2.1.2.3Kerang Darah (Anadara granosa)

Cangkang kerang darah memiliki belahan yang sama melekat satu sama lain pada batas cangkang. Rusuk pada kedua belahan cangkangnya sangat menonjol. Cangkang berukuran sedikit lebih panjang dibanding tingginya tonjolan (umbone). Setiap belahan Cangkang memiliki 19-23 rusuk.

Dibanding kerang hijau, laju pertumbuhan kerang darah relatif lebih lambat. Laju pertumbuhan 0,098 mm/hari. Untuk tumbuh sepanjang 4-5 mm, kerang darah memerlukan waktu sekitar 6 bulan. Presentase daging terbesar dimiliki oleh A. granola, yaitu sebesar 24,3%. Kerang darah memijah sepanjang tahun dengan puncaknya terjadi pada bulan Agustus/September. Hewan ini termasuk hewan berumah dua (diocis). Kematangan gonad terjadi pada saat kerang darah mencapai ukuran panjang 18-20 mm dan berumur kurang dari satu tahun. Adapun pemijahan mulai terjadi pada ukuran 20 mm.


(25)

Gambar 2.3 Kerang Darah

Kerang ini hidup dalam cekungan-cekungan di dasar perairan di wilayah pantai pasir berlumpur. Jenis kekerangan ini menghendaki kadar garam antara 13-28 g/kg, kecerahan 0,5-2,5 m, dan pH 7,5-8,4. Klasifikasi kerang darah adalah sebagai berikut

Kingdom : Animalia Phylum : Mollusca Class : Bivalvia Ordo : Arcioda Family : Arcidae Genus : Anadara

Spesies : Anadara granosa

2.2 Hidroksiapatit

2.2.1 Deskripsi Hidroksiapatit

Hidroksiapatit merupakan jenis biomaterial keramik yang mampu menggantikan mineral jaringan tulang. Hal ini karena hdroksiapatit mempunyai komposisi yang hampir mirip dengan tulang manusia yaitu tersusun dari mineral kalsium dan fosfat. Sebagai bahan rehabilitasi jaringan tulang hidroksiapatit dapat meningkatkan pertumbuhan sel-sel yang akan memperbaiki fungsi daur kehidupan jaringan yang digantikan (Nanang, 2012).


(26)

Pada umumnya berat hidroksiapatit dapat mencapai 69% dari berat tulang alami. Hidroksiapatit memiliki struktur heksagonal dan merupakan senyawa yang paling stabil diantara berbagai kalsium. Hidroksiapatit juga sangat stabil dalam cairan tubuh serta diudara kering atau lembab hingga 1200o C. Kesamaan hidroksiapatit dengan komposisi mineral pada tulang dan gigi manusia membuat hidroksiapatit ini cocok untuk pengganti segmen yang rusak pada sistem kerangka manusia (Mahreni, 2012).

Menurut Sopyan et al. (2002) Biokeramik hidroksiapatit adalah keramik

berbasis kalsiumfosfat dengan rumus kimia Ca10(PO4)6(OH)2 yang merupakan paduan dua senyawa garam trikalsiumfosfat dan kalsiumhidroksida dengan persen berat ideal 39,9% Ca, 18,5%P dan 3,38% OH dan rasio ideal antara Ca/P sebesar 1,67

2.2.2 Sifat-Sifat Hidroksiapatit

Pane (2004) mengemukakan bahwa sifat-sifat hidroksiapatit adalah sebagai berikut: 2.2.2.1Sifat Fisis

Hidroksiapatit merupakan contoh biokeramik bioaktif. Biokeramik ialah keramik yang secara inovatif dimanfaatkan secara khusus yang dipergunakan untuk memperbaiki dan merekonstruksi bagian tubuh yang terkena penyakit atau cacat. Bioaktif berarti kemampuan suatu bahan untuk merangsang pertumbuhan tulang baru disekitar implan.

Permukaan bahan biokeramik bioaktif melekat pada jaringan sehingga mampu menahan beban gaya mekanis diatasnya. Sering terjadi adhesi dipermukaan lebih besar daripada kohesi tulang atau implan, bila terjadi keretakan mekanis. Hal ini terjadinya tidak pada permukaan melainkan pada tulang atau implan.

2.2.2.2Sifat Kimia

Pada suhu tubuh, ada dua jenis kalsium phospat yaitu dikalsium phospat atau brushit dan hidroksiapatit yang dapat berkonta dengan stabil pada media berair misalnya cairan tubuh. Dikalsium phospat (CaHPO4.H2O) atau brushit (C2P) stabil pada pH dibawah 4,2 sedangkan hidroksiapatit stabil pada pH diatas 4,2.


(27)

Pemadatan keramik kalsium phospat terjadi pada suhu antara 1000-1500oC. perubahan bentuk yang terjadi pada keramik phospat yang terjadi pada suhu tinggi tidak hanya tergantung pada suhu tetapi juga pada tekanan persisi air dalam atmosfer. Bila ada air, maka kalsium phospat dapat terbentuk menjadi hidroksiapatit stabil sampai suhu 1350oC. Stabilitas suhu hidroksiapatit meningkat sesuai dengan tekanan parsial.

2.2.2.3Sifat Mekanis

Perbandingan dari pengamatan sifat mekanis hidroksiapatit dapat dilihat pada tabel 2.2 berikut:

Tabel 2.2 Kuat Tekan dan Kuat Tarik dari Jaringan Keras dan Hidroksiapatit Keramik/Jaringan Keras Kuat Tekan

(MPa)

Kuat Tarik (MPa)

Tulang Kortikal 135-160 69-110

Dentin 295 51,7

Enamel 270 70

Hidroksiapatit porus (tipis) 30-170 4,8 Hidroksiapatit non porus (padat) 917 78-196 Sumber: Mai Sarah Pane 2004

Ukuran porousitas dari partikel hidroksiapatit tampaknya memegang peranan penting pda proses pertumbuhan jaringan tulang, melalui lubang porousitas ini cairan dari jaringan ikat masuk kepermukaan.

2.2.2.4Sifat Biologis

Hidroksiapatit memiliki kemampuan bertahan terhadap korosi, terhadap efek toksis yang dihasilkan korosi dan kemampuan bertahan terhadap perubahan selama pemakaian bahan dilingkungan tubuh, dan tidak menimbulkan reaksi penolakan dari jaringan tubuh, sehingga dikatakan bahwa hidroksiapatit memiliki sifat biokompatibilitas yang tinggi.


(28)

Hidroksiapatit yang digunakan sebagai pelapis pada logam berpori dapat mempercepat laju pembentukan tulang dalam pori-porinya. Tetapi besarnya pori-pori dapat mengurangi kekuatan bahan.

2.2.3 Sintesis Hidroksiapatit

Sintesis hidroksiapatit dapat dilakukan dengan beberapa metode diantaranya:

1. Metode basah, menggunakan reaksi cairan (dari larutan menjadi padatan), merupakan metode yang umum digunakan karena sederhana dan menghasilkan serbuk hidroksiapatit dengan sedikit Kristal atau amorf.

2. Metode kering, menggunakan reaksi padat (dari padatan menjadi padatan) dan menghasilkan serbuk hidroksiapatit dengan butir halus dan derajat kristalinitasnya tinggi.

3. Metode hidrotermal, menggunakan reaksi hidrotermal (dari larutan menjadi padatan) dan menghasilkan hidroksiapatit dengan Kristal tunggal.

4. Metode alkoksida, menggunakan reaksi hidrolisa (dari larutan menjadi padatan) dan biasanya digunakan untuk membuat lapisan tipis dan hidroksiapatit yang dihasilkan mempunyai derajat kristalinitas tinggi.

5. Metode fluks, menggunakan reaksi peleburan garam (dari pelelehan menjadi padatan), menghasilkan hidroksiapatit Kristal tunggal yang mengandung unsure lain seperti boron apatit, fluorapatit dan kloroa

Sintesis hidroksiapatit dengan metode basah yaitu dengan menggunakan larutan dan akan dihasilkan padatan. Pada metode basah ini melalui proses presipitasi. Kristal apatit banyak mengandung gugus karbon dalam bentuk karbonat. Pada struktur hidroksiapatit, dapat menggantikan ion OH- membentuk Kristal apatit karbonat tipe A, dan bila menggantikan ion PO43- membentuk Kristal apatit karbonat tipe B. Pada umumnya, presipitasi pada temperature rendah akan membentuk apatit karbonat tipe B, sedangkan apatit hasil presipitasi dari reaksi pada suhu tinggi akan menghasilkan apatit karbonat tipe A.Proses sintesis dengan metode basah ada 2 macam, yaitu:


(29)

1. Proses yang melibatkan reaksi antara kalsium hidroksida Ca(OH)2 dan garam posfat (NH4)2HPO4

2. Proses yang melibatkan reaksi antara asam (H3PO4) dan basa (Ca(OH)2) Keuntungan utama sintesis dengan metode basah, adalah bahwa hasil samping sintesisnya air, kemungkinan kontaminasi selama pengolahan sangat rendah dan biaya pengolahan rendah. Reaksi ini sederhana, murah, cocok untuk produksi industry skala besar dan tidak menimbulkan polusi terhadap lingkungan. Sintesis dengan metode basah menghasilkan hidroksiapatit dengan tingkat kemurnian tinggi (Muntamah, 2011).

2.2.4 Aplikasi Hidroksiapatit

Hidroksiapatit banyak diaplikasikan pada dunia medis karena sifatnya yang sangat mirip dengan komponen pada organ-organ tertentu dari manusia. Salah satu aplikasi hidroksiapatit adalah sebagai bahan dasar implant tulang.

Prasetyanti (2008) mengemukakan bahwa tulang terdiri atas matriks organik keras yang sangat diperkuat oleh endapan garam kalsium. Tulang padat rata-rata mengandung matriks 30% berat dan 70% garam. Garam kristal yang diendapkan di dalam matriks tulang terdiri atas kalsium dan fosfat. Garam kristal utama dikenal sebagai hidroksiapatit (HAp) dengan formula Ca10(PO4)6(OH)2.

Garam kalsium yang pertama diendapkan dalam tulang adalah bukan kristal hidroksiapatit tetapi senyawa amorf seperti dikalsium fosfat dihidrat yang merupakan tahap awal proses pertumbuhan kristal hidroksiapatit. Dikalsium fosfat dihidrat ukurannya kecil sehingga dalam profil XRD masih tampak seperti amorf. Kalsium fosfat amorf memiliki rumus kimia bervariasi, rasio molar unsur Ca dan P rendah, dan kaya akan HPO42-. Strukturnya dapat terganggu dengan kedatangan ion asing.

Garam kalsium yang kedua, trikalsium fosfat. Peluang trikalsium fosfat kecil akan terbentuk kristal dalam salah satu komponen mineral jaringan keras. Garam yang ketiga, oktakalsium fosfat, strukturnya mirip dengan hidroksiapatit. Garam lainnya seperti apatit karbonat tipe A dan B. Proses substitusi dan penambahan


(30)

atom-atom, atau melalui proses reabsorpsi dan pengendapan kembali, garam-garam ini diubah menjadi kristal hidroksiapatit dalam waktu beberapa minggu atau beberapa bulan. Jadi, garam kalsium dapat berada dalam berbagai fasa, yaitu fasa amorf dan fasa kristal. Hidroksiapatit ini merupakan fasa kristal yang paling stabil dengan grup ruang P63/m, dan struktur kristal berbentuk heksagonal.

Ion magnesium, natrium, kalium dan karbon ditemukan di antara garam tulang ditunjukkan dalam Tabel 2.3. Karbonat juga terdapat pada tulang. Kombinasi yang demikian memberikan fungsi mekanik yang dibutuhkan oleh tulang untuk penyangga tubuh dan pendukung gerakan, karena hidroksiapatit yang tumbuh berada di dekat setiap segmen serat kolagen yang terikat kuat untuk menjaga kekuatan tulang.

Tabel 2.3 Kandungan elemen inorganik pada tulang

Sumber: Fitriani Prasetyanti 2008 2.2.5 Karakterisasi Hidroksiapatit

2.2.5.1Fourier Transform Infra Red (FT-IR)

FT-IR merupakan variasi instrumental dari spektroskopi IR yang menggunakan prinsip interferometri. Kelebihan-kelebihan dari FT-IR mencakup persyaratan ukuran sampel yang kecil, perkembangan spectrum yang cepat, dan arena instrument ini memiliki computer yang terdedikasi memiliki kemampuan untuk menyimpan dan memanipulasi spectrum (Sopyan, 2001).

Spektroskopi fourier Transform infrared merupakan salah satu teknik

spektroskopi inframerah yang dapat mengidentifikasi kandungan gugus kompleks dalam senyawa kalsium fosfat, tetapi tidak dapat digunakan untuk menentukan

unsur-Komposisi

Tulang Kandungan (%berat)

Ca, % 34

P, % 15

Mg, % 0,5

Na, % 0,8

K, % 0,2

C, % 1,6


(31)

unsur penyusunnya. Bahan yang dianalisis dapat berupa padatan, cairan, dan gas. Dalam hal ini metode spektroskopi yang digunakan adalam metode spektroskopi absorpsi, yang didasarkan pada perbedaan penyerapan radiasi inframerah oleh molekul suatu materi. Pada spektroskopi inframerah, spectrum inframerah terletak

pada daerah panjang gelombang yang dimulai dari 0.75 μm sampai 1000 μm atau

bilangan gelombang dari 12800 cm-1 sampai 1 cm-1. Dilihat dari segi aplikasi dan instrumentasi, spectrum infrared dibagi menjadi tiga jenis radiasi yaitu infrared dekat

(bilangan gelombang 12800-4000 cm-1), infrared pertengahan (bilangan gelombang 4000-200 cm-1), dan infrared jauh (bilangan gelombang 200-10 cm-1). FTIR termasuk dalam kategori radiasi infrared pertengahan.

Gambar 2.4 Prinsip Kerja FT-IR

Absorpsi infrared oleh suatu materi dapat terjadi jika adanya kesesuaian antara frekuensi radiasi inframerah dengan frekuensi vibrasional molekul sampel dan perubahan momen dipole selama bervibrasi. Pada FTIR terdapat komponen interferometer Michelson yang berfungsi untuk mengurai radiasi inframerah menjadi komponen-komponen frekuensi. Cara kerja FTIR yaitu dengan mengumpulkan data dan dikonversi dari pola interferensi menjadi spectrum (Selvia, 2012).


(32)

2.2.5.2XRD (X-ray Difractometer)

Teknik difraksi yang paling umum digunakan adalah metode serbuk. Dalam hal ini sampel ditumbuk hingga membentuk partikel dengan ukuran tertentu. Partikel-partikel tersebut akan berada pada orientasi tertentu yang memenuhi kondisi hokum Bragg. Analisis Kristal modern menggunakan difraktometer sinar X yang dilengkapi dengan sebuah pencacah radiasi (radiation counter). Untuk mencatat sudut dan

intensitas difraksi, sebuah recorder mencatat berkas difraksi seiring dengan gerakan

goniometer sinkron dengan gerakan sampel pada rentang 2θ.

Gambar 2.5 Prinsip Kerja XRD

Panjang gelombang sinar-X untuk difraksi berada pada rentang 0.05 hingga 0.25 nm (panjang gelombang sinar tampak sekitar 600 nm). Sinar-X untuk tujuan difraksi diproduksi dengan tegangan antara katoda dan anoda sebesar 35 kV dalam kondisi vakum. Bila filament tungsten dipanaskan, electron terlepas dari katoda

melalui proses emisi termionik dan dipercepat menuju target, dan sinar-X terlepas. Sebagian besar energi kinetik elektron dikonversi menjadi panas sehingga perlu didinginkan dari luar (Subaer, 2008).

Berdasarkan pada hukum Bragg, suatu X-Ray dengan panjang gelombang tertentu dikenakan pada Kristal dengan sudut θ terhadap permukaan bidang Bragg


(33)

yang berjarak d. interferensi konstruktif dari X-Ray dihamburkan hanya akan terjadi, jika beda lintasannya memenuhi persamaan (2.1) berikut:

�� = 2� sin � (2.1)

Berdasarkan harga hkl yang yang diperoleh dapat dilakukan perhitungan parameter kisi untuk struktur heksagonal dengan menggunakan persamaan (2.2) berikut:

2

=

ℎ2+ℎ + 2

�2

+

2

2 (2.2) Untuk menentukan apakah sampel yang dihasilkan memiliki ukuran dalam daerah butir (grain) ataukah partikel, berdasarkan data hasil uji XRD dilakukan perhitungan diameter grain dengan menggunakan menggunakan persamaan Scherrer (Djamas, 2010) sebagai berikut:

� =

.9 �

� cos �

(2.3)

Dimana:

t : diameter grain (m)

β : FWHM (rad)

θ : Sudut Bragg (rad)

2.2.5.3Scanning Electron Microscopy (SEM)

Prinsip kerja SEM adalah berkas electron yang dipergunakan untuk memindai specimen dihasilkan oleh electron gun yang tersusun atas tiga komponen yaitu :

1. Filament katoda yang terbuat dari kawat tungsten, Kristal lanthanum hexaboride (LaB6) atau cerium hexaboride (CeB6),

2. Tudung bercelah (Wehnelt Cylinder) yang mengontrol aliran dari electron

(bias),

3. Plat anoda bermuatan positif yang menarik dan mempercepat electron menuju specimen.

Ketika electron dengan energi tinggi menumbuk specimen, electron tersebut akan dihamburkan oleh atom dari specimen. Hamburan electron menyebabkan perubahan arah rambatan electron dibawah permukaan specimen. Interaksi yang


(34)

terjadi pada volum tertentu dibawah permukaan specimen. Dari interaksi tersebut dihasilkan apa yang disebut dengan Secondary Electron (SE) dan Backscattered Electron (BSE) yang nantinya dipergunakan sebagai sumber sinyal untuk membentuk

gambar. Zona ini biasa disebut dengan pears-head karena bentuknya yang mirip buah

pir dan ukurannya bertambah dengan meningkatnya energi dari electron yang datang (Suryadi, 2011).

Gambar 2.6 Prinsip Kerja SEM

Analisis mikrostruktur dengan SEM dapat dilakukan pada sampel yang telah dipoles atau sampel yang tidak dipoles atau sampel fraktur (fractured specimen).

Sampel yang digunakan didalam penyelidikan SEM dipersiapkan dengan cara sebagai berikut: Sampel dipotong hingga berukuran tebal 2.00 mm dengan diameter

10 mm. Selanjutnya material tersebut dipoles hingga ukuran 1 μm dengan pasta intan. Sampel yang telah dibersihkan dan dikeringkan kemudian dilapisi dengan emas untuk imaging atau lapisan karbon untuk analisis elemental dengan EDX.


(35)

3.1Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di :

1. Laboratorium SMK-SMAK Padang.

2. Laboratorium Farmasi Universitas Andalas, Padang. 3. Laboratorium Fisika Universitas Negeri Medan, Medan. Penelitian dilakukan pada tanggal 25 Mei – 19 Juni 2014.

3.2Peralatan dan Bahan 3.2.1 Peralatan

1. X-Ray Diffractometer (XRD)

Untuk mengetahui struktur Kristal dan susunan senyawa dari Hidroksiapatit. 2. Scanning Electron Microscopy EDX (SEM-EDX)

Untuk melihat struktur permukaan Hidroksiapatit dan unsur-unsur yang terkandung didalamnya.

3. Fourier Transform Infra Red (FT-IR)

Untuk mengetahui gugus fungsi yang terdapat pada hidroksiapatit. 4. pH Universal

Untuk mengukur pH dari suatu larutan 5. Tabung Erlenmenyer

Sebagai wadah menampung filtrat 6. Mortar dan Pestle

Untuk menghaluskan cangkang kerang 7. Pipet Tetes

Untuk meneteskan larutan dengan kecepatan tertentu 8. Magnetic Stirrer


(36)

9. Timbangan Digital

Untuk menimbang bahan-bahan yang akan digunakan. 10. Beaker Glass

Sebagai wadah sintesis HA 11. Kertas Saring

Untuk menyaring endapan HA dari larutan 12. Cawan keramik

Sebagai wadah untuk mensintering sampel 13. Corong

Untuk menyaring endapan 14. Furnace

Untuk mensintering sampel dengan suhu yang telah di tentukan. 15. Buret

Untuk mentitrasi larutan 16. Standar dan Klem

Sebagai penyanggah buret 17. Cawan Penguap

Sebagai wadah untuk memanaskan sampel 18. Oven

Untuk memanaskan sampel 19. Desikator

Untuk mendinginkan sampel

3.2.2 Bahan

1. Cangkang kerang bulu 2. Aquades

3. HCL 36 % 4. NH4OH 5. H3PO4 85%


(37)

3.3Prosedur

3.3.1 Preparasi sampel.

Cangkang kerang yang digunakan adalah cangkang kerang bulu yang dikumpulkan dari limbah masyarakat, dimana cangkang kerang bulu yang akan digunakan dicuci terlebih dahulu dengan air bersih lalu dikeringkan. Setelah dikeringkan, cangkang kerang bulu dihaluskan dengan mortar dan pestle lalu diayak dengan ukuran 200 mesh.

3.3.2 Pembuatan CaO

1. Ditimbang cangkang kerang yang telah dihaluskan sebanyak 20 gr. 2. Dipanaskan pada suhu 900o C selama 2 jam.

3. Didinginkan didalam desikator.

3.3.3 Pembuatan Ca(OH)2

1. Ditimbang CaO sebanyak 8 gr.

2. Dimasukkan kedalam beaker glass lalu ditambahkan HCl 1 M sebanyak 200 ml.

3. Diaduk dengan kecepatan 700 rpm hingga larut. 4. Ditambahkan NH4OH hingga larutan basa pH 12.

3.3.4 Sintesis Hidroksiapatit

1. Disediakan Ca(OH)2 yang telah dihasilkan.

2. Dititrasi larutan H3PO4 0,3 M dengan kecepatan 1 ml/detik. 3. Diaduk dengan kecepatan 700 rpm selama 6 jam.

4. Diatur pH dengan menambahkan NH4OH agar larutan basa pH 10. 5. Didiamkan selama 15 jam sampai terbentuk endapan HA.

6. Disaring endapan yang dihasilkan.

7. Dicuci endapan dengan aquades panas untuk menghilangkan ion Cl. 8. Dikeringkan endapan HA didalam oven hingga berat konstan.


(38)

9. Disinterring pada suhu 700o C , 800o C , 900o C, 1000o C dan 1100o C selama 2 jam.

3.3.5 Karakterisasi Hidroksiapatit

Sampel HA yang telah disinterring pada suhu 700oC , 800oC , 900oC, 1000oC dan 1100oC diuji dengan FT-IR untuk mengetahui gugus fungsi yang terdapat pada sampel HA tersebut. Setelah diuji dengan FT-IR, akan diambil tiga sampel yang karakteristiknya paling mendekati dengan HA murni. Selanjutnya ketiga sampel HA tersebut akan diuji dengan XRD untuk mengetahui tingkat kristalinitasnya.

Setelah diuji dengan XRD, akan diambil satu sampel lagi yang karakteristiknya paling mendekati dengan HA murni dan selanjutnya akan diuji dengan SEM-EDX untuk mengetahui struktur permukaan dari sampel HA tersebut dan untuk mengetahui rasio perbandingan Ca/P.


(39)

3.4Diagram Alir penelitian 3.4.1 Preparasi Sampel

Gambar 3.1 Diagram Alir Preparasi Sampel 3.4.2 Pembuatan CaO

Gambar 3.2 Diagram Alir Pembuatan CaO Ditimbang 20 gr

CaO

Dipanaskan T:900oC, t:2 jam

Sampel

Cangkang Kerang Bulu

Dicuci dengan air bersih

Dikeringkan

Sampel

Dihaluskan lalu diayak dengan ukuran 200 mesh


(40)

3.4.3 Pembuatan Ca(OH)2

Gambar 3.3 Diagram Alir Pembuatan Ca(OH)2 Ditimbang 8 gr

Ca(OH)2

Ditambah HCl 1 M 200 ml CaO

Ditambah NH4OH hingga pH 12 Diaduk kec:700 rpm hingga larut


(41)

3.4.4 Sintesis Hidroksiapatit

Gambar 3.4 Diagram Alir Sintesis Hidroksiapatit Disaring endapan

FT-IR

Ca(OH)2

Dititrasi dengan H3PO4 0,3 M dan diaduk kec: 700 rpm t:6 jam

Didiamkan 15 jam hingga terbentuk endapan HA Ditambah NH4OH

hingga pH 10

Dicuci dengan aquadest panas hingga ion Cl hilang

Dikeringkan

Disinterring dengan suhu yang ditentukan

Dikarakterisasi

SEM - EDX XRD


(42)

3.1Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di :

1. Laboratorium SMK-SMAK Padang.

2. Laboratorium Farmasi Universitas Andalas, Padang. 3. Laboratorium Fisika Universitas Negeri Medan, Medan. Penelitian dilakukan pada tanggal 25 Mei – 19 Juni 2014.

3.2Peralatan dan Bahan 3.2.1 Peralatan

1. X-Ray Diffractometer (XRD)

Untuk mengetahui struktur Kristal dan susunan senyawa dari Hidroksiapatit. 2. Scanning Electron Microscopy EDX (SEM-EDX)

Untuk melihat struktur permukaan Hidroksiapatit dan unsur-unsur yang terkandung didalamnya.

3. Fourier Transform Infra Red (FT-IR)

Untuk mengetahui gugus fungsi yang terdapat pada hidroksiapatit. 4. pH Universal

Untuk mengukur pH dari suatu larutan 5. Tabung Erlenmenyer

Sebagai wadah menampung filtrat 6. Mortar dan Pestle

Untuk menghaluskan cangkang kerang 7. Pipet Tetes

Untuk meneteskan larutan dengan kecepatan tertentu 8. Magnetic Stirrer


(43)

9. Timbangan Digital

Untuk menimbang bahan-bahan yang akan digunakan. 10. Beaker Glass

Sebagai wadah sintesis HA 11. Kertas Saring

Untuk menyaring endapan HA dari larutan 12. Cawan keramik

Sebagai wadah untuk mensintering sampel 13. Corong

Untuk menyaring endapan 14. Furnace

Untuk mensintering sampel dengan suhu yang telah di tentukan. 15. Buret

Untuk mentitrasi larutan 16. Standar dan Klem

Sebagai penyanggah buret 17. Cawan Penguap

Sebagai wadah untuk memanaskan sampel 18. Oven

Untuk memanaskan sampel 19. Desikator

Untuk mendinginkan sampel

3.2.2 Bahan

1. Cangkang kerang bulu 2. Aquades

3. HCL 36 % 4. NH4OH 5. H3PO4 85%


(44)

3.3Prosedur

3.3.1 Preparasi sampel.

Cangkang kerang yang digunakan adalah cangkang kerang bulu yang dikumpulkan dari limbah masyarakat, dimana cangkang kerang bulu yang akan digunakan dicuci terlebih dahulu dengan air bersih lalu dikeringkan. Setelah dikeringkan, cangkang kerang bulu dihaluskan dengan mortar dan pestle lalu diayak dengan ukuran 200 mesh.

3.3.2 Pembuatan CaO

1. Ditimbang cangkang kerang yang telah dihaluskan sebanyak 20 gr. 2. Dipanaskan pada suhu 900o C selama 2 jam.

3. Didinginkan didalam desikator.

3.3.3 Pembuatan Ca(OH)2

1. Ditimbang CaO sebanyak 8 gr.

2. Dimasukkan kedalam beaker glass lalu ditambahkan HCl 1 M sebanyak 200 ml.

3. Diaduk dengan kecepatan 700 rpm hingga larut. 4. Ditambahkan NH4OH hingga larutan basa pH 12.

3.3.4 Sintesis Hidroksiapatit

1. Disediakan Ca(OH)2 yang telah dihasilkan.

2. Dititrasi larutan H3PO4 0,3 M dengan kecepatan 1 ml/detik. 3. Diaduk dengan kecepatan 700 rpm selama 6 jam.

4. Diatur pH dengan menambahkan NH4OH agar larutan basa pH 10. 5. Didiamkan selama 15 jam sampai terbentuk endapan HA.

6. Disaring endapan yang dihasilkan.

7. Dicuci endapan dengan aquades panas untuk menghilangkan ion Cl. 8. Dikeringkan endapan HA didalam oven hingga berat konstan.


(45)

9. Disinterring pada suhu 700o C , 800o C , 900o C, 1000o C dan 1100o C selama 2 jam.

3.3.5 Karakterisasi Hidroksiapatit

Sampel HA yang telah disinterring pada suhu 700oC , 800oC , 900oC, 1000oC dan 1100oC diuji dengan FT-IR untuk mengetahui gugus fungsi yang terdapat pada sampel HA tersebut. Setelah diuji dengan FT-IR, akan diambil tiga sampel yang karakteristiknya paling mendekati dengan HA murni. Selanjutnya ketiga sampel HA tersebut akan diuji dengan XRD untuk mengetahui tingkat kristalinitasnya.

Setelah diuji dengan XRD, akan diambil satu sampel lagi yang karakteristiknya paling mendekati dengan HA murni dan selanjutnya akan diuji dengan SEM-EDX untuk mengetahui struktur permukaan dari sampel HA tersebut dan untuk mengetahui rasio perbandingan Ca/P.


(46)

3.4Diagram Alir penelitian 3.4.1 Preparasi Sampel

Gambar 3.1 Diagram Alir Preparasi Sampel 3.4.2 Pembuatan CaO

Gambar 3.2 Diagram Alir Pembuatan CaO Ditimbang 20 gr

CaO

Dipanaskan T:900oC, t:2 jam

Sampel

Cangkang Kerang Bulu

Dicuci dengan air bersih

Dikeringkan

Sampel

Dihaluskan lalu diayak dengan ukuran 200 mesh


(47)

3.4.3 Pembuatan Ca(OH)2

Gambar 3.3 Diagram Alir Pembuatan Ca(OH)2 Ditimbang 8 gr

Ca(OH)2

Ditambah HCl 1 M 200 ml CaO

Ditambah NH4OH hingga pH 12 Diaduk kec:700 rpm hingga larut


(48)

3.4.4 Sintesis Hidroksiapatit

Gambar 3.4 Diagram Alir Sintesis Hidroksiapatit Disaring endapan

FT-IR

Ca(OH)2

Dititrasi dengan H3PO4 0,3 M dan diaduk kec: 700 rpm t:6 jam

Didiamkan 15 jam hingga terbentuk endapan HA Ditambah NH4OH

hingga pH 10

Dicuci dengan aquadest panas hingga ion Cl hilang

Dikeringkan

Disinterring dengan suhu yang ditentukan

Dikarakterisasi

SEM - EDX XRD


(49)

Hidroksiapatit yang dihasilkan dari penelitian ini adalah hidroksiapatit yang disintesis dari cangkang kerang bulu. Kalsium yang terkandung dalam cangkang kerang dipisahkan melalui proses presipitasi. Akan tetapi, cangkang kerang bulu dikalsinasi terlebih dahulu untuk menghilangkan unsur-unsur lain yang ada dalam cangkang kerang bulu tersebut. Setelah dikalsinasi, maka dihasilkan CaO yang selanjutnya dilarutkan dengan HCl. Larutan yang dihasilkan dari campuran tersebut berupa larutan bening karena sifat kalsium yang larut didalam asam. Selanjutnya larutan tersebut ditambahkan dengan NH4OH sampai larutan basa pH=12 dan membentuk larutan Ca(OH)2. Proses ini dijelaskan pada reaksi berikut:

1. Reaksi antara CaO dengan HCl

�� + ��� ���� + � (4.1)

2. Reaksi antara CaCl2 dengan NH4OH

���� + � + � � �� � + �� + � + � (4.2)

Proses sintesis hidroksiapatit dilakukan dengan menggunakan metode basah. Dimana Ca(OH)2 akan direaksikan dengan H3PO4. Larutan yang dihasilkan dari reaksi tersebut merupakan larutan keruh berwarna putih susu. Selanjutnya larutan tersebut ditambahkan dengan NH4OH agar pH larutan terjaga yaitu pada pH=10. Endapan yang dihasilkan adalah berupa hidroksiapatit. Proses ini dijelaskan pada reaksi berikut:

�� � + 6� �� 6 � + 8� (4.3)

Hidroksiapatit yang dihasilkan selanjutnya disinterring dengan variasi suhu sintering 700oC , 800oC , 900oC, 1000oC dan 1100oC. Setelah disinterring, dilakukan uji karakterisasi dengan menggunakan FT-IR, XRD, dan SEM-EDX. Hasil uji karakterisasi hidroksiapatit yang disintesis dari cangkang kerang bulu dijelaskan di pembahasan selanjutnya.


(50)

4.1Hasil Uji Karakterisasi HA dengan FT-IR

Uji karakterisasi HA dengan FT-IR dilakukan untuk mengetahui terbentuknya HA. Terbentuknya HA dapat diketahui dengan adanya gugus OH- dan PO43-. Rentang bilangan gelombang dan gugus fungsi yang ada pada FT-IR dapat dilihat pada Tabel FT-IR (Lampiran 4). Dari hasil pengujian sampel HA dengan menggunakan FT-IR, dihasilkan grafik dengan puncak yang berbeda-beda dari setiap variasi suhu sintering.

Gambar 4.1 Grafik Hasil Uji FT-IR Sampel HA pada Suhu Sintering 700oC

Dari Gambar 4.1, terlihat bahwa pada sampel HA dengan suhu sintering 700oC memiliki gugus OH- yang terdapat pada bilangan gelombang 3572.39 cm-1, gugus PO43- terdapat pada bilangan gelombang 1092.85 cm-1, tetapi juga terdapat gugus CO32- pada bilangan gelombang 2359.09 cm-1. Terbentuknya gugus CO32- ini dapat disebabkan karena proses sintesis HA dilakukan diudara terbuka. Hal ini juga bisa disebabkan karena sampel HA yang telah disinterring terkontaminasi dengan udara bebas sehingga terjadi pengikatan CO2 dari udara. Spektrum hasil uji FT-IR ini juga dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut:


(51)

Tabel 4.1 Spektrum hasil uji FT-IR sampel HA pada suhu sintering 700oC

Gugus Bilangan Gelombang (cm-1) Energi Terserap (%)

OH- 3572.39 10.74

PO43- 1092.85 72.69

CO32- 2359.09 41.05

Gambar 4.2 Grafik Hasil Uji FT-IR Sampel HA pada Suhu Sintering 800oC

Dari Gambar 4.2 dapat dilihat bahwa gugus OH- terdapat pada bilangan gelombang 3570.96 cm-1, gugus PO43- terdapat pada bilangan gelombang 1042.62 cm-1 dan 945.33 cm-1, sama seperti sampel HA yang disinterring pada suhu 700oC, sampel HA yang disinterring pada suhu 800oC juga membentuk gugus CO32- pada bilangan gelombang 2359.87 cm-1. Spektrum hasil uji ini juga dapat dilihat pada Tabel 4.2 berikut:


(52)

Tabel 4.2 Spektrum hasil uji FT-IR sampel HA pada suhu 800oC

Gugus Bilangan Gelombang (cm-1) Energi Terserap (%)

OH- 3570.96 10.77

PO43- 1042.62 73.95

PO43- 945.33 76.38

CO32- 2359.87 41.03

Gambar 4.3 Grafik Hasil Uji FT-IR Sampel HA pada Suhu Sintering 900oC

Dari Gambar 4.3 terlihat bahwa gugus OH- terdapat pada bilangan gelombang 3570.91 cm-1 dan 3497.13 cm-1, gugus PO43- terdapat pada bilangan gelombang 1042.24 cm-1 dan 945.47 cm-1. Pada sampel HA ini tidak terdapat gugus CO32-, hal ini bisa disebabkan karena sampel HA yang telah disinterring pada suhu 900oC tidak terkontaminasi dengan udara bebas sehingga tidak terjadi pengikatan CO2. Spektrum hasil uji ini juga dapat dilihat pada Tabel 4.3 berikut:


(53)

Tabel 4.3 Spektrum hasil uji FT-IR sampel HA pada suhu sintering 900oC

Gugus Bilangan Gelombang (cm-1) Energi Terserap (%)

OH- 3570.91 10.77

OH- 3497.13 12.62

PO43- 1042.24 73.96

PO43- 945.47 76.38

Gambar 4.4 Grafik Hasil Uji FT-IR Sampel HA pada Suhu Sintering 1000oC

Dari Gambar 4.4, dapat dilihat bahwa gugus OH- terdapat pada bilangan gelombang 3571.00 cm-1, gugus PO43- terdapat pada bilangan gelombang 1061.52 cm-1, dan pada sampel HA dengan suhu sintering 1000oC ini juga tidak terbentuk gugus CO32-. Spektrum hasil uji ini juga dapat dilihat pada Tabel 4.4 berikut:

Tabel 4.4 Spektrum hasil uji FT-IR sampel HA pada suhu sintering 1000oC

Gugus Bilangan Gelombang (cm-1) Energi Terserap (%)

OH- 3571.00 10.77


(54)

Gambar 4.5 Grafik Hasil Uji FT-IR Sampel HA pada Suhu Sintering 1100oC

Dari Gambar 4.5, dapat dilihat bahwa gugus OH- terdapat pada bilangan gelombang 3569.73 cm-1 dan 3496.23 cm-1, gugus PO43- terdapat pada bilangan gelombang 1046.06 cm-1, sedangkan gugus CO32- juga terbentuk pada bilangan gelombang 2342.11 cm-1 dan 2360.06 cm-1. Spectrum hasil uji ini juga dapat dilihat pada Tabel 4.5.

Tabel 4.5 Spektrum hasil uji FT-IR dari sampel HA pada suhu sintering 1100oC Gugus Bilangan Gelombang (cm-1) Energi Terserap (%)

OH- 3569.73 10.80

OH- 3496.23 12.64

PO43- 1046.06 73.86

CO32- 2342.11 41.48

CO32- 2360.06 41.03

Dari semua pembahasan tentang uji FT-IR, dapat diketahui bahwa pada kelima sampel terjadi pembentukan HA. Akan tetapi, pembentukan HA yang paling mendekati HA murni adalah pada suhu sintering 700oC, 800oC dan 900oC. Hal ini dibuktikan dengan membandingkan grafik yang dihasilkan dari uji FT-IR pada suhu-suhu sintering tersebut dengan grafik yang dihasilkan dari uji FT-IR pada HA murni (Lampiran 3).


(55)

4.2Hasil Uji Karakterisasi HA dengan XRD

Dari kelima sampel yang telah diuji menggunakan FT-IR, tiga sampel yang karakterisiknya paling mendekati dengan HA murni akan diuji menggunakan XRD. Tiga sampel HA yang akan diuji dengan XRD adalah sampel HA dengan suhu sintering 700oC, 800oC dan 900oC. Uji karakterisasi menggunakan XRD dilakukan untuk mengetahui struktur Kristal dari sampel HA serta untuk mengetahui senyawa-senyawa yang terbentuk pada sampel. Perbandingan hasil uji sampel HA dengan menggunakan XRD dapat dilihat pada gambar 4.6 berikut:

0 200 400 600 800 1000 1200 < 2 Th e ta 7 .8 4 1 0 .7 0 1 3 .5 6 1 6 .4 2 1 9 .2 8 2 2 .1 4 2 5 .0 0 2 7 .8 6 3 0 .7 2 3 3 .5 8 3 6 .4 4 3 9 .3 0 4 2 .1 6 4 5 .0 2 4 7 .8 8 5 0 .7 4 5 3 .6 0 5 6 .4 6 5 9 .3 2 6 2 .1 8 6 5 .0 4 6 7 .9 0 2 theta int e ns it a s

(a)

hhh Hidroksiapatit Merillite


(56)

Gambar 4.6 Grafik Hasil uji XRD sampel HA pada Suhu Sintering 700oC (a) Suhu Sintering 800oC (b) Suhu Sintering 900oC (c)

0 200 400 600 800 1000 1200 < 2 Th e ta 7 .8 2 1 0 .6 6 1 3 .5 0 1 6 .3 4 1 9 .1 8 2 2 .0 2 2 4 .8 6 2 7 .7 0 3 0 .5 4 3 3 .3 8 3 6 .2 2 3 9 .0 6 4 1 .9 0 4 4 .7 4 4 7 .5 8 5 0 .4 2 5 3 .2 6 5 6 .1 0 5 8 .9 4 6 1 .7 8 6 4 .6 2 6 7 .4 6 2 theta Int e ns it a s 0 200 400 600 800 1000 1200 1400 < 2 T h e ta 7 .8 4 1 0 .7 0 1 3 .5 6 1 6 .4 2 1 9 .2 8 2 2 .1 4 2 5 .0 0 2 7 .8 6 3 0 .7 2 3 3 .5 8 3 6 .4 4 3 9 .3 0 4 2 .1 6 4 5 .0 2 4 7 .8 8 5 0 .7 4 5 3 .6 0 5 6 .4 6 5 9 .3 2 6 2 .1 8 6 5 .0 4 6 7 .9 0

2 the ta

In te n s it a s

(b)

(c)

hhh Hidroksiapatit Merillite

hhh Hidroksiapatit Merillite


(57)

Dari data hasil pengujian yang ditunjukkan oleh Gambar 4.6, tiga puncak tertinggi yang ditunjukkan pada Tabel 4.6 akan dicocokkan dengan data dari tabel Hannawalt untuk hidroksiapatit (Lampiran 13). Berikut adalah Tabel 4.6:

Tabel 4.6 Puncak-Puncak Tertinggi dari Hasil Uji XRD sampel HA

Sampel

Suhu Sintering

(oC)

Puncak 1 Puncak 2 Puncak 3

d(Å) 2θ(o) I d(Å) 2θ(o) I d(Å) 2θ(o) I

A 700 2.87 31.19 100 2.88 31.01 100 2.88 31.04 100 B 800 2.59 34.55 65 2.61 31.74 85 2.61 34.35 70 C 900 2.82 31.77 52 3.28 34.32 60 3.21 27.79 55

Dari Tabel 4.6 dapat dilihat adanya perbedaan antara puncak-puncak tertinggi dari hasil uji XRD sampel HA pada suhu 700oC, 800oC, dan 900oC. Jika dibandingkan dengan data dari Tabel Hannawalt, puncak-puncak tertinggi dari ketiga sampel HA tersebut tidak ada yang sesuai dengan puncak-puncak tertinggi dari HA murni yang ditunjukkan oleh tabel Hannawalt, sehingga dapat dikatakan bahwa HA yang dihasilkan bukan merupakan HA murni.

Untuk mengetahui puncak-puncak dari sampel HA maka grafik hasil uji XRD dicocokkan dengan database yang ada pada software Match2!® (Lampiran 20). Dengan mencocokkan grafik hasil uji XRD dengan database Match2!®, maka akan diketahui pembentukan HA yang paling baik diantara ketiga sampel tersebut. Dengan software Match2!® juga diketahui senyawa-senyawa apa saja yang terdapat dalam ketiga sampel HA tersebut.


(58)

Tabel 4.7 Puncak-Puncak Tertinggi HA dengan suhu sintering 700oC

Tabel 4.8 Puncak-Puncak Tertinggi HA dengan suhu sintering 800oC

No 2θ (o) sin θ d (Å) dhkl (Å) hkl Senyawa 1 31.79 0.2739 2.8125 2.8123 2 1 1 HA 2 32.94 0.2835 2.7173 2.7171 3 0 0 HA 3 32.21 0.2774 2.7765 2.7769 1 1 2 HA 4 39.87 0.3409 2.2594 2.2596 3 1 0 HA 5 16.99 0.1477 5.2140 5.2153 1 0 1 HA

Tabel 4.9 Puncak-Puncak Tertinggi HA dengan suhu sintering 900oC

No 2θ (o) sin θ d (Å) dhkl (Å) hkl Senyawa 1 31.80 0.2739 2.8124 2.8123 2 1 1 HA 2 32.94 0.2835 3.1885 2.7171 3 0 0 HA 3 25.84 0.2236 3.4383 3.4449 0 0 2 HA 4 32.22 0.2775 2.7192 2.7758 1 1 2 HA 5 39.86 0.3409 2.2600 2.2599 3 1 0 HA

Dengan menggunakan persamaan Scherrer (Lampiran 17), dapat diketahui ukuran kristal dari sampel HA yang disinterring pada suhu 700oC, 800oC, dan 900oC.

No 2θ (o) sin θ d (Å) dhkl (Å) hkl Senyawa

1 31.79 0.2739 2.8124 2.8123 2 1 1 HA 2 27.96 0.2416 3.1885 3.1883 1 0 2 HA 3 25.89 0.2240 3.4383 3.4388 0 0 2 HA 4 32.91 0.2833 2.7192 2.7190 3 0 0 HA 5 32.22 0.2775 2.7758 2.7759 1 1 2 HA


(59)

Tabel 4.10 Ukuran Kristal Sampel HA

No Suhu Sintering (oC) Ukuran Kristal (nm)

1 700oC 40

2 800oC 40

3 900oC 50

Struktur Kristal HA adalah struktur Kristal heksagonal dengan parameter kisi a = b = 9.432 Å dan c = 6.881. Pada penelitian ini didapat nilai parameter kisi pada Tabel 4.11 sebagai berikut:

Tabel 4.11 Parameter Kisi Hidroksiapatit

No Suhu Sintering (oC) Parameter Kisi (Å)

a=b (Å) c (Å)

1 700oC 9.4181 5.9028

2 800oC 9.4168 5.9054

3 900oC 9.4864 5.7639

Dari penjelasan tentang uji karakterisasi dengan XRD diatas, dapat dilihat bahwa pembentukan HA yang paling baik adalah pada suhu sintering 900oC. Hal ini disebabkan karena pada sampel HA dengan suhu sintering 900oC, puncak-puncak yang menunjukkan karakteristik HA adalah yang paling banyak muncul dibandingkan dengan sampel HA suhu sintering 700oC dan 800oC. Hal ini ditunjukkan dari hasil uji XRD dengan menggunakan software Match2!® (Lampiran 20). Ukuran Kristal dari ketiga sampel yang berukuran nano, sesuai dengan ukuran Kristal HA murni. Parameter kisi dari ketiga sampel mendekati dengan nilai parameter kisi HA murni yang mempunyai struktur heksagonal. Akan tetapi pada ketiga sampel ini masih terdapat juga senyawa-senyawa lain yang menyebabkan HA yang dihasilkan bukan merupakan HA murni.


(60)

4.3Hasil Uji Karakterisasi HA dengan SEM-EDX

Dari ketiga sampel yang telah diuji dengan menggunakan XRD, didapat satu sampel yang karakteristiknya paling mendekati HA murni. Maka sampel HA dengan suhu sintering 900oC akan diuji dengan menggunakan SEM-EDX untuk mengetahui strukur permukaannya dan untuk mengetahui rasio perbandingan Ca/P dari hasil yang diperoleh.

Gambar 4.7 Hasil Uji SEM sampel HA dengan Suhu Sintering 900oC

Dari gambar 4.7 diatas, dapat dilihat bahwa morfologi sampel HA yang diuji dengan SEM pada perbesaran 521 X memiliki struktur yang tidak homogen dimana terlihat adanya gumpalan dan butir-butir halus. Gumpalan tersebut merupakan HA yang terbentuk dalam sampel HA, sedangkan butir-butir halus yang tersebar merupakan unsur Ca yang tidak memiliki pasangan lagi untuk berikatan dengan unsur P. Hal ini dapat diketahui dari hasil uji EDX (Lampiran 11) yang menunjukkan bahwa unsur Ca dalam sampel HA lebih dominan dari unsur P.


(61)

Hasil uji EDX juga menunjukkan rasio perbandingan Ca/P yang besar yaitu 3,59. Rasio perbandingan Ca/P yang dihasilkan dalam penelitian ini dikatakan besar jika dibandingkan dengan rasio Ca/P dari HA murni yaitu sebesar 1,67. Rasio perbandingan Ca/P yang besar ini dapat disebabkan oleh dominasi Ca yang ada dalam sampel HA. Persentase Ca yang ditunjukkan dari hasil uji EDX jauh lebih besar dibandingkan dengan persentase P. Sehingga Ca yang mendominasi dalam sampel mengikat unsur-unsur lain yang ada dalam sampel HA dan membentuk senyawa-senyawa lain.


(62)

5.1Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Dari hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa hidroksiapatit dapat disintesis dari kalsium yang terdapat dalam cangkang kerang bulu. Sintesis hidroksiapatit dilakukan dengan menggunakan metode basah dengan precursor Ca(OH)2 dan H3PO4.

2. Suhu sintering yang paling optimum untuk pembentukan hidroksiapatit adalah pada suhu 900oC.

3. Karakterisasi hidroksiapatit dilakukan dengan menggunakan FT-IR, XRD, dan SEM-EDX. Rasio Ca/P yang dihasilkan sebesar 3.59. Rasio Ca/P yang didapat cukup besar bila dibandingkan dengan rasio Ca/P untuk HA murni yaitu 1.67, hal ini dapat disebabkan karena dominasi Kalsium (Ca) dalam sampel sehingga terjadi kelebihan Kalsium (Ca) yang tidak lagi dapat mengikat Fosfor (P) karena jumlah Fosfor (P) yang sedikit.

5.2Saran

1. Disarankan untuk penelitian selanjutnya agar melakukan pengujian lain seperti uji mekanik untuk hidroksiapatit.

2. Disarankan untuk penelitian selanjutnya agar menggunakan bahan alami lain untuk mensintesis hidroksiapatit.

3. Disarankan untuk penelitian selanjutnya agar tidak melakukan penelitian di udara terbuka.


(1)

Match! Phase Analysis Report

Sample: Sampel_S8_B (S8B)

Sample Data

File name SampelS8B.ORG

File path E:/data FT-IR/xrd/SampelS8B Data collected Jul 3, 2014 11:00:17 Data range 5.090º - 70.090º Number of points 3251

Step size 0.020

Rietveld refinement converged No Alpha2 subtracted No Background subtr. No

Data smoothed No

2theta correction 0.09º

Radiation X-rays

Wavelength 1.540600 Å

Matched Phases

Index Amount (%) Name Formula sum

A 100.0 Hydroxylapatite Ca5 H O13 P3

41.4 Unidentified peak area

A: Hydroxylapatite (100.0 %)

Formula sum Ca5 H O13 P3 Entry number 96-900-1234 Figure-of-Merit (FoM) 0.878918 Total number of peaks 134 Peaks in range 59

Peaks matched 47

Intensity scale factor 0.66

Space group P 63/m

Crystal system hexagonal

Unit cell a= 9.4166 Å c= 6.8745 Å

I/Icor 1.60

Calc. density 3.160 g/cm³

Reference Hughes J M, Cameron M, Crowley K D, "Structural variations in natural F, OH, and Cl apatites Locality: Holly Springs, Georgia, USA", American Mineralogist 74, 870-876 (1989)

Candidates

Name Formula Entry No. FoM

potassium decacalcium iron heptaphosphate Ca9.8 Fe0.2 K0.8 O28 P7 96-222-6014 0.9018 Silver(I) decacalcium heptakis(orthophosphate) Ag Ca10 O28 P7 96-223-8072 0.9009 Calcium Thorium Phosphate Ca10.381 O28 P7 Th0.119 96-901-3987 0.8968

Whitlockite Ca9 H Mn O28 P7 96-901-1162 0.8951

Whitlockite Ca10.115 Mg0.385 O28 P7 96-901-2137 0.8855

decacalcium potassium heptakis(orthophosphate) Ca10 K O28 P7 96-221-1652 0.8771 C6 Cl3 N3 O6 96-200-1647 0.8275

barium yttrium silicate Ba O10 Si3 Y2 96-201-5697 0.8271

Silver chromium phosphorus sulfide (.5/.5/1/3) Ag0.5 Cr0.5 P S3 96-100-0192 0.8269

C Cl N2 S2 96-701-1348 0.8265

Whitlockite Ca9.06 Fe0.079 H0.87 Mg0.921 O28 P7 96-901-0492 0.8249 Silver chromium phosphorus sulfide (.5/.5/1/3) Ag0.5 Cr0.5 P S3 96-100-0193 0.8242

Merrillite Ca9.45 Fe0.22 Mg0.78 O28 P7 96-901-6664 0.8239

Ba2 (B4 Se13) B4 Ba2 Se13 96-151-1728 0.8227

B La Ni3 96-433-1517 0.8215

Octadecabromidobis(dicarbido)decadysprosium C4 Br18 Dy10 96-221-7355 0.8209 Dipotassium dimanganese tristrontium tris(diphosphate) K2 Mn2 O21 P6 Sr3 96-201-3005 0.8200 As Cs5 P4 Se12 96-431-6680 0.8200 Pentaterbium-Nonabromide-Monoethanide C2 Br9 Tb5 96-810-0801 0.8198 barium copper indium nitride Ba14 Cu2 In4 N7 96-201-2638 0.8193 Cl Cs6 Dy21 Se34 96-432-8911 0.8192 Lead molybdenum oxide: Pb~5~MoO~8~ Mo O8 Pb5 96-200-7542 0.8189 Tribarium tetranitridotungstate(VI) Ba3 N4 W 96-810-1308 0.8183

Niocalite Ca7 F Nb O17 Si4 96-900-9613 0.8179

Ca4 H34 O41 V8 96-450-1915 0.8172

Marthozite Cu H16 O22 Se2 U3 96-900-4630 0.8166

O9 Pb4 V2 96-900-4785 0.8166

Te3 Tl2 Zr 96-400-0784 0.8165

Ag7 As8 Fe3 O28 96-705-1675 0.8155 Whitlockite Al0.02 Ca9 Fe0.35 H Mg0.62 Mn0.02 O28 P796-901-5249 0.8141 H8 Na O14 P2 V2 96-700-9226 0.8138 Rubidium gadolinium bis(tungstate) Gd O8 Rb W2 96-201-4858 0.8132 Ca4 F2 O7 Si2 96-110-0154 0.8128 Magnesium borohydride ammonia B2 H14 Mg N2 96-430-4782 0.8126 Cl Cs6 Ho21 Se34 96-432-8912 0.8124 Cuspidine Ca3.69 F2 Na0.17 O7 Si2 Zr0.14 96-900-5693 0.8117 Bi8 Cu13.08 I11 S14 96-210-0185 0.8114 Ag7 As8 Fe3 O28 96-705-1674 0.8114 decacerium pentagallium tetrabromide Br4 Ce10 Ga5 96-810-2925 0.8113 Potassium [iron(II)/magnesium] iron(III) bis(orthophosphate)Fe1.91 K Mg0.09 O8 P2 96-223-5287 0.8110 Strontium Germanium Nitride Ge4 N6 Sr11 96-711-1482 0.8110 Ba2 In Sm Te5 96-433-0903 0.8106


(2)

Ba5.4 Eu0.6 Ge25 96-810-0506 0.8100 lanthanum germanium antimonide Ge2.8 La6 Sb13.2 96-431-9314 0.8098

Ca Mo5 O8 96-220-1243 0.8096

Ca Mo5 O8 96-900-7923 0.8096

Lipscombite Fe1.473 H O5 P 96-900-1208 0.8095

Cobalt Co 96-901-1617 0.8093

Calcium Silicon Nitride Ca8 N16 Si8 96-431-1198 0.8090

Bismuth molybdenum vanadium oxide (26/6.14/3.86/68) Bi26 Mo6.14 O68 V3.86 96-100-4119 0.8089 Pb2 S25 Ti7 Tl18 96-433-3827 0.8087 cesium tin bismuth telluride (0.88/1.88/3.12/7) Bi3.12 Cs0.88 Sn1.88 Te7 96-411-4686 0.8084 and 152 others...

Search-Match

Settings

Reference database used COD-Inorg REV107951 2014.03.25 Automatic zeropoint adaptation Yes

Minimum figure-of-merit (FoM) 0.60 Parameter/influence 2theta 0.50 Parameter/influence intensities 0.50 Parameter multiple/single phase(s) 0.50

Peak List

No. 2theta [º] d [Å] I/I0 FWHM Matched

1 6.01 14.6953 35.18 0.2000 2 6.19 14.2724 39.51 0.2000 3 6.35 13.9113 38.66 0.2000 4 6.52 13.5530 48.46 0.2000 5 6.89 12.8137 35.88 0.2000 6 10.87 8.1341 136.67 0.2000 A 7 13.63 6.4916 148.31 0.2000 8 14.21 6.2281 35.24 0.2000 9 16.99 5.2140 202.76 0.2000 A 10 20.22 4.3880 52.09 0.2000 11 21.85 4.0648 156.26 0.2000 A 12 25.83 3.4470 441.14 0.2000 A 13 26.52 3.3579 79.91 0.2000 14 27.47 3.2445 74.64 0.2000 15 27.81 3.2052 580.05 0.2000 16 28.15 3.1670 58.20 0.2000 A 17 28.77 3.1002 57.01 0.2000 18 28.92 3.0844 80.44 0.2000 A 19 29.64 3.0113 125.34 0.2000 20 31.06 2.8770 1000.00 0.2000 21 31.79 2.8125 554.77 0.2000 A 22 32.21 2.7765 364.32 0.2000 A 23 32.45 2.7570 317.18 0.2000 24 32.94 2.7173 376.91 0.2000 A 25 33.51 2.6718 81.75 0.2000 26 34.15 2.6235 180.50 0.2000 A 27 34.36 2.6075 678.31 0.2000 28 35.12 2.5532 93.19 0.2000 29 35.60 2.5199 131.95 0.2000 A 30 35.90 2.4992 41.11 0.2000 31 37.36 2.4050 95.37 0.2000 32 37.86 2.3747 55.59 0.2000 A 33 39.25 2.2937 43.09 0.2000 A 34 39.42 2.2840 36.06 0.2000 35 39.87 2.2594 214.49 0.2000 A 36 41.08 2.1956 111.53 0.2000 A 37 41.72 2.1634 97.17 0.2000 38 41.95 2.1518 35.27 0.2000 A 39 43.61 2.0736 67.13 0.2000 40 43.89 2.0610 70.34 0.2000 A 41 44.51 2.0338 73.04 0.2000 A 42 44.64 2.0281 51.62 0.2000 43 45.33 1.9991 78.22 0.2000 A 44 46.73 1.9423 172.65 0.2000 A 45 46.97 1.9330 258.85 0.2000 46 48.00 1.8940 164.24 0.2000 A 47 48.38 1.8799 128.02 0.2000 A 48 49.53 1.8388 184.96 0.2000 A 49 49.78 1.8302 79.61 0.2000 50 50.41 1.8087 91.92 0.2000 A 51 50.67 1.8001 67.49 0.2000 52 51.25 1.7810 87.79 0.2000 A 53 51.42 1.7757 116.36 0.2000 54 52.12 1.7535 59.96 0.2000 A


(3)

64 60.31 1.5334 34.89 0.2000 A 65 61.54 1.5058 47.64 0.2000 A 66 61.72 1.5016 44.47 0.2000 A 67 63.04 1.4735 39.59 0.2000 A 68 63.33 1.4674 57.73 0.2000 69 63.49 1.4640 38.16 0.2000 A 70 64.15 1.4507 64.69 0.2000 A 71 64.68 1.4400 41.50 0.2000 72 64.86 1.4363 37.34 0.2000 73 65.03 1.4330 41.67 0.2000 A 74 66.24 1.4099 49.42 0.2000 75 66.43 1.4062 40.79 0.2000 A 76 67.43 1.3878 36.38 0.2000 A

Rietveld Refinement using FullProf

Calculation was not run or did not converge.

Integrated Profile Areas

Based on calculated profile

Profile area Counts Amount

Overall diffraction profile 229238 100.00%

Background radiation 91398 39.87%

Diffraction peaks 137840 60.13%

Peak area belonging to selected phases 42841 18.69%

Unidentified peak area 94999 41.44%

Peak Residuals

Peak data Counts Amount

Overall peak intensity 2485 100.00%

Peak intensity belonging to selected phases 825 33.18% Unidentified peak intensity 1661 66.82%

Diffraction Pattern Graphics

Match! C opyright © 2003-2014 C RYSTAL IMPAC T, Bonn, Germany


(4)

Match! Phase Analysis Report

Sample: Sampel_S8_C (S8C)

Sample Data

File name SampelS8C.ORG

File path E:/data FT-IR/xrd/SampelS8C Data collected Jul 3, 2014 11:00:19

Data range 5.080º - 70.080º

Number of points 3251

Step size 0.020

Rietveld refinement converged No

Alpha2 subtracted No

Background subtr. No

Data smoothed No

2theta correction 0.08º

Radiation X-rays

Wavelength 1.540600 Å

Matched Phases

Index Amount (%) Name Formula sum

A 100.0 Hydroxylapatite Ca5 H O13 P3

46.6 Unidentified peak area

A: Hydroxylapatite (100.0 %)

Formula sum Ca5 H O13 P3

Entry number 96-901-1092

Figure-of-Merit (FoM) 0.904810 Total number of peaks 134

Peaks in range 58

Peaks matched 47

Intensity scale factor 0.67

Space group P 63/m

Crystal system hexagonal

Unit cell a= 9.4240 Å c= 6.8790 Å

I/Icor 1.61

Calc. density 3.153 g/cm³

Reference Sudarsanan K., Young R. A., "Significant precision in crystal structural details: Holly Springs hydroxyapatite Locality: Holly Springs, Cherokee County, Georgia, USA Sample: X-23-4", Acta Crystallographica, Section B 25, 1534-1543 (1969)

Candidates

Name Formula Entry No. FoM

potassium decacalcium iron heptaphosphate Ca9.8 Fe0.2 K0.8 O28 P7 96-222-6014 0.9145

Silver(I) decacalcium heptakis(orthophosphate) Ag Ca10 O28 P7 96-223-8072 0.9126

Calcium Thorium Phosphate Ca10.381 O28 P7 Th0.119 96-901-3987 0.9055

decacalcium potassium

heptakis(orthophosphate) Ca10 K O28 P7 96-221-1652 0.8964

Whitlockite Ca10.115 Mg0.385 O28 P7 96-901-2137 0.8946

Whitlockite Ca9 H Mn O28 P7 96-901-1162 0.8944

C6 Cl3 N3 O6 96-200-1647 0.8374

Octadecabromidobis(dicarbido)decadysprosiumC4 Br18 Dy10 96-221-7355 0.8274

C Cl N2 S2 96-701-1348 0.8262

Silver chromium phosphorus sulfide (.5/.5/1/3) Ag0.5 Cr0.5 P S3 96-100-0192 0.8210

Silver chromium phosphorus sulfide (.5/.5/1/3) Ag0.5 Cr0.5 P S3 96-100-0193 0.8207

Cl Cs6 Dy21 Se34 96-432-8911 0.8200

lanthanum germanium antimonide Ge2.8 La6 Sb13.2 96-431-9314 0.8197

Ba2 (B4 Se13) B4 Ba2 Se13 96-151-1728 0.8184

Ca4 H34 O41 V8 96-450-1915 0.8149

Pentaterbium-Nonabromide-Monoethanide C2 Br9 Tb5 96-810-0801 0.8147

cesium tin bismuth telluride (0.88/1.88/3.12/7) Bi3.12 Cs0.88 Sn1.88 Te7 96-411-4686 0.8134

Cl Cs6 Ho21 Se34 96-432-8912 0.8127

Titanite Ca O5 Si Ti 96-900-2444 0.8125

Seidozerite Ca0.26 F3 Fe0.32 Mg0.305 Mn0.425 Na3.91 Nb0.04 O15 Si4 Ti1.36 Zr1.38 96-900-4796 0.8123

Te3 Tl2 Zr 96-400-0784 0.8115

Manitobaite Al6.78 Ca1.84 Fe12.22 Mn12.91 Na13.5 O120 P30 96-901-6714 0.8108

Ba2 In Sm Te5 96-433-0903 0.8107

F15 Mo5 O15 Rb15 96-450-8553 0.8101

Gatehouseite As0.06 H4 Mn5 O12 P1.76 Si0.18 96-901-4915 0.8100

In9 Li2 Y5 96-430-9585 0.8098

Ag7 As8 Fe3 O28 96-705-1675 0.8094

Ag7 As8 Fe3 O28 96-705-1674 0.8091

Seidozerite Ca1.28 F2 Fe0.42 Mn0.56 Na3.56 O16 Si4 Ti0.78 Zr1.4 96-901-1850 0.8086

Barium dicalcium pentalanthanum pentayttrium

oxide Ba Ca2 La5 O18 Y5 96-200-2477 0.8084


(5)

Bi8 Cu13.08 I11 S14 96-210-0185 0.8029

Lead Chromate Oxide Cr O5 Pb2 96-810-3051 0.8026

Al3.5 Fe Ge2 Mg0.5 Y3 96-400-1819 0.8012

Gatehouseite H4 Mn5 O12 P2 96-900-9893 0.8012

Mo5 O8 Sr 96-200-9382 0.8007

Ag V (P S3)2 Ag P2 S6 V 96-150-9506 0.8005

Cobalt Co 96-901-1617 0.7999

Ca Mo5 O8 96-220-1243 0.7998

Ca Mo5 O8 96-900-7923 0.7998

Bismuth strontium copper oxide (4/8/5/20.5) Bi4 Cu5 O20.5 Sr8 96-100-6013 0.7997

Titanite Ca O5 Si Ti 96-900-2443 0.7995

Whitlockite Ca9.06 Fe0.079 H0.87 Mg0.921 O28 P7 96-901-0492 0.7992

Keyite As3 Cd Cu1.5 H4 O14 Zn2 96-900-4425 0.7986

and 153 others...

Search-Match

Settings

Reference database used COD-Inorg REV107951 2014.03.25 Automatic zeropoint adaptation Yes

Minimum figure-of-merit (FoM) 0.60 Parameter/influence 2theta 0.50 Parameter/influence intensities 0.50 Parameter multiple/single phase(s) 0.50

Peak List

No. 2theta [º] d [Å] I/I0 FWHM Matched

1 10.86 8.1426 144.86 0.1600 A

2 13.62 6.4944 152.06 0.1600

3 14.22 6.2250 32.89 0.1600

4 16.99 5.2147 204.69 0.1600 A

5 20.23 4.3869 53.63 0.1600

6 21.84 4.0658 158.10 0.1600 A

7 22.89 3.8815 38.12 0.1600 A

8 25.48 3.4927 31.77 0.1600 A

9 25.84 3.4453 408.84 0.1600 A

10 26.17 3.4024 55.44 0.1600

11 26.53 3.3571 82.91 0.1600

12 27.48 3.2432 68.03 0.1600

13 27.81 3.2058 555.84 0.1600

14 28.17 3.1647 60.38 0.1600 A

15 28.96 3.0808 91.24 0.1600 A

16 29.65 3.0109 124.09 0.1600 17 31.06 2.8772 1000.00 0.1600

18 31.80 2.8121 576.55 0.1600 A

19 32.22 2.7757 330.16 0.1600 A

20 32.47 2.7550 245.60 0.1600

21 32.94 2.7166 417.36 0.1600 A

22 33.52 2.6715 67.18 0.1600

23 34.11 2.6267 158.63 0.1600 A

24 34.37 2.6073 679.54 0.1600

25 35.11 2.5539 92.02 0.1600

26 35.58 2.5209 124.76 0.1600 A

27 35.88 2.5005 48.59 0.1600

28 37.37 2.4045 94.15 0.1600

29 37.84 2.3755 58.12 0.1600

30 39.19 2.2969 36.28 0.1600 A

31 39.86 2.2600 225.57 0.1600 A

32 41.09 2.1951 117.57 0.1600 A

33 41.70 2.1640 94.70 0.1600

34 42.02 2.1485 32.53 0.1600 A

35 43.57 2.0754 62.80 0.1600

36 43.91 2.0603 76.56 0.1600 A

37 44.53 2.0331 80.29 0.1600 A

38 45.34 1.9988 80.40 0.1600 A

39 46.70 1.9433 175.20 0.1600 A

40 46.97 1.9331 222.38 0.1600

41 48.00 1.8938 154.38 0.1600 A

42 48.38 1.8800 119.11 0.1600 A

43 49.52 1.8392 168.22 0.1600 A

44 49.84 1.8283 54.65 0.1600

45 50.49 1.8060 99.73 0.1600 A

46 50.62 1.8018 81.71 0.1600

47 51.28 1.7802 109.64 0.1600 A

48 51.38 1.7768 110.72 0.1600

49 52.13 1.7531 67.15 0.1600 A

50 53.02 1.7258 249.19 0.1600 A

51 53.13 1.7224 190.33 0.1600 A

52 53.59 1.7089 83.46 0.1600

53 54.41 1.6850 58.71 0.1600

54 54.52 1.6819 53.89 0.1600 A

55 55.91 1.6433 36.56 0.1600 A

56 56.07 1.6389 43.35 0.1600 A

57 57.38 1.6044 47.68 0.1600 A

58 57.57 1.5998 45.57 0.1600

59 59.56 1.5509 93.66 0.1600

60 59.73 1.5469 47.09 0.1600 A


(6)

61 61.54 1.5057 38.11 0.1600 A

62 61.71 1.5019 41.67 0.1600 A

63 63.01 1.4741 33.98 0.1600 A

64 63.24 1.4693 32.07 0.1600

65 63.35 1.4669 38.98 0.1600 A

66 64.02 1.4532 44.78 0.1600 A

67 64.18 1.4499 50.05 0.1600 A

68 65.00 1.4337 34.19 0.1600 A

69 65.12 1.4313 33.99 0.1600 A

70 66.25 1.4096 34.13 0.1600

71 66.43 1.4063 30.67 0.1600 A

72 67.45 1.3874 36.63 0.1600 A

Rietveld Refinement using FullProf

Calculation was not run or did not converge.

Integrated Profile Areas

Based on calculated profile

Profile area Counts Amount

Overall diffraction profile 228870 100.00%

Background radiation 80278 35.08%

Diffraction peaks 148592 64.92%

Peak area belonging to selected phases 41978 18.34%

Unidentified peak area 106614 46.58%

Peak Residuals

Peak data Counts Amount

Overall peak intensity 2334 100.00%

Peak intensity belonging to selected phases 841 36.05%

Unidentified peak intensity 1493 63.95%

Diffraction Pattern Graphics