Keragaman fenotipik dan genetik, profil reproduksi serta strategi pelestarian dan pengembangan sapi katingan di Kalimantan Tengah

KERAGAMAN FENOTIPIK DAN GENETIK,
PROFIL REPRODUKSI SERTA STRATEGI
PELESTARIAN DAN PENGEMBANGAN
SAPI KATINGAN
DI KALIMANTAN TENGAH

BAMBANG NGAJI UTOMO

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul ”Keragaman
Fenotipik dan Genetik, Profil Reproduksi serta Strategi Pelestarian dan
Pengembangan Sapi Katingan di Kalimantan Tengah”, adalah karya saya sendiri
di bawah arahan dan bimbingan para pembimbing. Karya ini belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari

penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di
bagian akhir disertasi ini.

Bogor,

Agustus 2011

Bambang Ngaji Utomo
D161070061

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, Tahun 2011
Hak cipta dilindungi oleh undang-undang
1. Dilarang mengutip sebagaian dan seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumber.
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan
karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu
masalah.
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB


KERAGAMAN FENOTIPIK DAN GENETIK,
PROFIL REPRODUKSI SERTA STRATEGI
PELESTARIAN DAN PENGEMBANGAN
SAPI KATINGAN
DI KALIMANTAN TENGAH

BAMBANG NGAJI UTOMO

Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor
pada
Program Studi Ilmu dan Teknologi Peternakan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

Penguji pada Ujian Tertutup : 1. Prof. Dr. Ir. Muladno, MSA.

2. Dr. Ir. Achmad Mahmud Thohari, DEA

Penguji pada Ujian Terbuka : 1. Dr. Ir. Bess Tiesnamurti, M.Sc.
2. Dr. Ir. Dedy Duryadi Solihin, DEA

HALAMAN PENGESAHAN
Judul Disertasi

: Keragaman Fenotipik dan Genetik, Profil
Reproduksi serta Strategi Pelestarian dan
Pengembangan Sapi Katingan di Kalimantan
Tengah

Nama

: Bambang Ngaji Utomo

NRP

: D161070061


Program Studi / Mayor

: Ilmu dan Teknologi Peternakan (ITP)

Disetujui
Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Ronny R. Noor, M.Rur.Sc. Prof. Dr. drh. H.R. Eddie Gurnadi, M.Sc.
Ketua
Anggota

Prof. Dr. drh. Iman Supriatna
Anggota

Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc.
Anggota

Diketahui
Ketua Program Studi/Mayor Ilmu

dan Teknologi Peternakan

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Dr. Ir. Rarah R.A. Maheswari, DEA

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.

Tanggal ujian: 28 Juli 2011

Tanggal lulus:

i

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang
Maha Kuasa, atas segala rahmat dan karuniaNya sehingga penelitian dan karya
ilmiah dengan judul “Keragaman Fenotipik dan Genetik, Profil Reproduksi serta
Strategi Pelestarian dan Pengembangan Sapi Katingan di Kalimantan Tengah”

berhasil diselesaikan.
Penelitian yang dilaksanakan selama 15 bulan (November 2009 sampai
Januari 2011) mempunyai arti penting mengingat: (1) Sapi Katingan adalah
plasma nutfah yang tidak hanya sebagai aset daerah namun juga aset nasional
yang perlu dilestarikan, dimanfaatkan dan dikembangkan untuk kesejahteraan
masyarakat khususnya Kalimantan Tengah, (2) Sapi Katingan unik karena hanya
dipelihara oleh masyarakat lokal (suku Dayak), mempunyai nilai kultural tinggi
dan nilai sejarah, sehingga dengan demikian ikut serta memberdayakan
masyarakat asli Kalimantan Tengah yang dewasa ini terkesan terpinggirkan
melalui kegiatan bidang peternakan, dan (3) keberadaan Sapi Katingan mulai
mengkhawatirkan sementara informasi dan data dasar ternak sangat minim karena
belum pernah dilakukan penelitian, padahal data tersebut penting sebagai pijakan
untuk pengembangan Sapi Katingan di masa mendatang.
Penelitian ini dapat terlaksana karena dukungan dari berbagai pihak, untuk
itu ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis
sampaikan kepada:
1.

Guru-guru yang berkomitmen dan berdedikasi tinggi, Prof. Dr. Ir. Ronny
Rachman Noor, M.Rur.Sc. sebagai Ketua Komisi Pembimbing, Prof. Dr.

drh. H.R. Eddie Gurnadi, M.Sc., Prof. Dr. drh. Iman Supriatna dan Prof. Dr.
Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc., masing-masing sebagai Anggota Komisi
Pembimbing yang telah meluangkan waktu, pikiran dan tenaganya dalam
membimbing sejak memunculkan ide penelitian, pelaksanaan kegiatan
penelitian, penulisan proposal, artikel sampai selesainya penulisan disertasi
ini. Semoga Guru-guru penulis diberikan pahala dan diampuni dosanya oleh
Allah SWT.

ii

2.

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian dan Sekretaris Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian selaku Ketua Komisi Pembinaan
Tenaga, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk
mengikuti Program S3.

3.

Kepala Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian

(BBP2TP) Bogor dan Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)
Kalimantan Tengah, yang telah memberikan kepercayaan dan dorongan
kepada penulis untuk melanjutkan ke jenjang Program S3 di Sekolah
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

4.

Rektor Institut Pertanian Bogor, Dekan Sekolah Pascasarjana IPB, Dekan
dan Wakil Dekan Fakultas Peternakan IPB dan seluruh jajarannya, yang
telah memberikan pelayanan akademik dan administrasi lainnya.

5.

Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc. selaku Ketua Departemen Ilmu
Produksi dan Teknologi Peternakan (IPTP), Fakultas Peternakan IPB yang
sekaligus sebagai anggota komisi pembimbing dan Dr. Ir. Rarah R.A.
Maheswari, DEA, selaku Ketua Program Studi/Mayor Ilmu dan Teknologi
Peternakan (ITP) atas dukungannya baik dari aspek akademis maupun non
akademis.


6.

Prof. Dr. Ir. Harimurti Martojo, M.Sc. dan Prof. Dr. Ir. Dewi Apriastuti, MS.
atas kesediaannya sebagai penguji luar komisi pada ujian kualifikasi Doktor.
Prof. Dr. Ir. Muladno, MSA. dan Dr. Ir. Achmad Mahmud Thohari, DEA.
masing-masing sebagai penguji luar komisi pada ujian tertutup. Dr. Ir. Bess
Tiesnamurti, M.Sc. dan Dr. Ir. Dedy Duryadi Solihin, DEA. masing-masing
sebagai penguji luar komisi pada ujian terbuka.

7.

Ford Foundation dan The Indonesian International Education Foundation
(IIEF) yang telah memberikan kepercayaan kepada penulis untuk menerima
beasiswa Indonesian Scholar Dissertation Award (ISDA), sehingga sangat
membantu kelancaran

pelaksanaan kegiatan penelitian lapang dan

laboratorium.
8.


Pemerintah Daerah Kabupaten Katingan, Provinsi Kalimantan Tengah,
Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Katingan, Ir. Slamet sebagai kepala sub

iii

bidang Peternakan, Dinas Pertanian Kabupaten Katingan beserta staf, yang
telah memberikan dukungan, informasi dan bantuan tenaga di lapang.
9.

Kaspul dan Minarni, Ka UPTD dan penyuluh dari Kelurahan Pendahara,
Kristiance, Ida dan Izul, Ka UPTD dan penyuluh dari Buntut Bali, Sriyono
petugas teknis lapang Desa Tumbang Lahang yang telah membantu
kelancaran pelaksanaan kegiatan di lapang.

10.

Teman-teman di laboratorium Genetika dan Molekuler Ternak Fapet IPB
yang telah membantu mengarahkan dari aspek teknis dan memberikan
wawasan sehingga penelitian laboratorium bisa berjalan lancar.


11.

Teman-teman seangkatan tahun 2007, Ir. Aron Batubara, M.Sc., Ir. Eko
Handiwirawan, M.Si., Ben Juvarda Takaendengan, S.Pt., M.Si. dan Suryana,
S.Pt., MP. yang saling memberikan dukungan, semangat dan berbagi
wawasan.

12.

Prof. Dr. Ir. Winugroho, M.Sc. yang selalu memberikan semangat, motivasi
dan arahan.

13.

Akhirnya ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada

orang tua dan

mertua, istri tercinta Ermin Widjaja, S.Pt., M.Si. serta ananda Yaumil Putri
Erlambang, Puspita Vania Prajnaparamitha Ramadhani dan Bunga Rajhana
Ragil Gayatri atas dukungan, pengertian dan do’anya.
Pepatah mengatakan tiada gading yang tak retak, penulis menyadari masih
banyak kekurangan dan jauh dari sempurna, namun demikian besar harapan
bahwa karya ilmiah ini bermanfaat bagi perkembangan dan kemajuan ilmu
peternakan di Indonesia, khususnya di Kalimantan Tengah serta pembaca.

Bogor,

Agustus 2011

Bambang Ngaji Utomo

iv

v

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Blora, Kabupaten Blora, Provinsi Jawa Tengah
pada tanggal 3 Desember 1961. Penulis merupakan anak kedua dari enam
bersaudara dari pasangan ayah Karsan Hadiprajitno dan almarhum ibu Satipah.
Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di Sekolah Dasar Negeri Jetis II
Blora pada tahun 1974, pendidikan menengah pertama di SMP Negeri II Blora
pada tahun 1977, dan sekolah menengah atas di SMA Negeri Blora pada tahun
1981. Pada tahun 1981 penulis melanjutkan studi di Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Pada tahun 1999 penulis mengikuti
pendidikan pascasarjana di Wageningen University, Belanda dengan bantuan
beasiswa berbagi antara Pemerintah Indonesia (Badan Litbang Pertanian) dengan
Pemerintah Belanda (VNONCW). Program studi yang diambil adalah Tropical
Animal Production dan berhasil lulus pada tahun 2001 dengan menyandang gelar
Master of Science (MSc). Pada tahun 2007 penulis kembali melanjutkan studi S3
di Institut Pertanian Bogor (IPB) dengan mengambil program studi/mayor Ilmu
dan Teknologi Peternakan (ITP). Bantuan beasiswa berasal dari Badan Litbang
Pertanian.
Sejak tahun 1989 penulis bekerja di Balai Penelitian Veteriner Bogor,
kemudian pada tahun 1991 dipindah tugaskan di Sub Balai Penelitian Veteriner
Banjarbaru, Kalimantan Selatan. Pada tahun 1995 bekerja di Instalasi Penelitian
dan Pengkajian Teknologi Pertanian Banjarbaru selama 2 tahun, kemudian sejak
tahun 1997 bertugas di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Tengah
sampai sekarang sebagai Peneliti Madya.
Penulis menikah dengan Ermin Widjaja, S.Pt., M.Si. pada tahun 1989 dan
dikaruniai tiga orang puteri, yaitu Yaumil Putri Erlambang, Puspita Vania
Prajnaparamitha Ramandhani dan Bunga Rajhana Ragil Gayatri.

Bogor,

Agustus 2011
Penulis

Bambang Ngaji Utomo

vi

DAFTAR PUBLIKASI

1. Utomo, B.N., R.R. Noor, C. Sumantri, I. Supriatna, dan E.D. Gunardi. 2011.
Keragaan Fenotipik Kualitatif Sapi Katingan di Kalimantan Tengah. Bulletin
Plasma Nutfah (Terakreditasi)
2. Utomo, B.N., R.R. Noor, C. Sumantri, I. Supriatna, E.D. Gunardi. 2010.
Keragaan Morfometrik Sapi Katingan di Kalimantan Tengah. Jurnal Ilmu
Ternak dan Veteriner (Terakreditasi)
3. Utomo, B.N., R.R. Noor, C. Sumantri, I. Supriatna, dan E.D. Gunardi. 2011.
Keragaman genetik Sapi Katingan dan hubungan kekerabatannya dengan
beberapa sapi lokal lain menggunakan analisis DNA mikrosatelit. Jurnal Ilmu
Ternak dan Veteriner (Terakreditasi)

vii

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ....................................................................................

ix

DAFTAR GAMBAR ...............................................................................

xiii

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................

xv

PENDAHULUAN
Latar Belakang .............................................................................
Dasar Pertimbangan ......................................................................
Tujuan Penelitian ..........................................................................
Manfaat Penelitian ……………………………………………...

1
3
6
6

TINJAUAN PUSTAKA
Plasma Nutfah Ternak Sapi .........................................................
Keragaman ...................................................................................
Dewasa Kelamin dan Sexual Maturity .........................................
Tingkah Laku Kelamin …………………………………………

7
9
13
14

BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu ......................................................................
Bahan dan Alat ………………………………………………....
Metode Penelitian ………………………………………………
Analisis Data ……………………………………………………

17
19
20
20

EKSISTENSI, STRATEGI PELESTARIAN DAN PENGEMBANGAN
SAPI KATINGAN DI KALIMANTAN TENGAH
Abstract ........................................................................................
Abstrak .........................................................................................
Pendahuluan .................................................................................
Bahan dan Metode .......................................................................
Hasil dan Pembahasan .................................................................
Simpulan dan Saran .....................................................................
Daftar Pustaka ..............................................................................

21
21
22
24
26
50
51

KERAGAMAN FENOTIPIK KUALITATIF SAPI KATINGAN
Abstract ........................................................................................
Abstrak .........................................................................................
Pendahuluan .................................................................................
Bahan dan Metode .......................................................................
Hasil dan Pembahasan .................................................................
Simpulan dan Saran .....................................................................
Daftar Pustaka ..............................................................................

53
53
54
55
57
72
72

KERAGAMAN FENOTIPIK KUANTITATIF SAPI KATINGAN
Abstract ........................................................................................

75

viii

Abstrak .........................................................................................
Pendahuluan .................................................................................
Bahan dan Metode .......................................................................
Hasil dan Pembahasan .................................................................
Simpulan dan Saran .....................................................................
Daftar Pustaka ..............................................................................

75
76
78
83
93
94

KERAGAMAN GENETIK SAPI KATINGAN DAN HUBUNGAN
KEKERABATANNYA DENGAN BEBERAPA SAPI LOKAL LAIN
BERDASARKAN PADA 15 LOKUS MIKROSATELIT
Abstract ........................................................................................
Abstrak .........................................................................................
Pendahuluan .................................................................................
Bahan dan Metode .......................................................................
Hasil dan Pembahasan .................................................................
Simpulan dan Saran .....................................................................
Daftar Pustaka ..............................................................................

97
97
98
100
106
121
122

IDENTIFIKASI HORMON PROGESTERON PADA VARIASI UMUR
UNTUK ESTIMASI PERMULAAN PUBERTAS SAPI KATINGAN
BETINA
Abstract ........................................................................................
Abstrak .........................................................................................
Pendahuluan .................................................................................
Bahan dan Metode .......................................................................
Hasil dan Pembahasan .................................................................
Simpulan dan Saran .....................................................................
Daftar Pustaka ..............................................................................

127
127
128
130
132
141
142

TINGKAH LAKU KELAMIN SAPI KATINGAN JANTAN PADA
MANAJEMEN EKSTENSIF TRADISIONAL
Abstract ........................................................................................
Abstrak .........................................................................................
Pendahuluan .................................................................................
Bahan dan Metode .......................................................................
Hasil dan Pembahasan .................................................................
Simpulan dan Saran .....................................................................
Daftar Pustaka ..............................................................................

147
147
148
150
151
157
157

PEMBAHASAN UMUM ………………………………………………

161

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan ......................................................................................
Saran ............................................................................................

171
172

DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................

173

ix

DAFTAR TABEL
Halaman
1.

Populasi ternak di Kabupaten Katingan tahun 2003-2007 .............

26

2.

Tataguna lahan di Kelurahan Pendahara, Desa Buntut Bali, dan
Desa Tumbang Lahang ..................................................................

27

Kelembagaan pendukung kegiatan pertanian di Kelurahan
Pendahara, Desa Buntut Bali dan Desa Tumbang Lahang .............

30

Struktur penduduk berdasarkan usia produktif, pendidikan, dan
pekerjaan di Kelurahan Pendahara, Desa Buntut Bali dan Desa
Tumbang Lahang...............................................................................

31

Populasi ternak di Kelurahan Pendahara (2008), Desa Buntut Bali
dan Tumbang Lahang pada tahun 2010 ..........................................

32

6.

Responden dan keluarga berdasarkan struktur umur tahun 2009 ...

33

7.

Tingkat pendidikan responden …………………………………..

33

8.

Pekerjaan utama responden ............................................................

34

9.

Jenis tanaman yang diusahakan oleh responden ............................

34

10.

Pendapatan tahunan per KK (responden) pada kegiatan usahatani
campuran (mix farming) di tiga lokasi penelitian ............................

36

Hasil pemeriksaan kotoran sapi lokal di 11 titik ranch di Desa
Buntut Bali dan Kelurahan Pendahara ............................................

39

Kinerja budidaya Sapi Katingan berdasarkan informasi responden
di Kelurahan Pendahara, Desa Buntut Bali, dan Desa Tumbang
Lahang ............................................................................................

40

Rumusan strategi pelestarian dan pengembangan Sapi Katingan di
Kalimantan Tengah ………………………………………………

48

14.

Distribusi contoh Sapi Katingan untuk karakterisasi kualitatif ........

56

15.

Keragaman warna bulu Sapi Katingan betina ................................

59

16.

Keragaman warna bulu Sapi Katingan jantan ................................

62

17.

Keragaman bentuk tanduk Sapi Katingan betina dewasa ..............

68

3.

4.

5.

11.

12.

13.

x

18.

Keragaman bentuk tanduk Sapi Katingan dewasa jantan ..............

69

19.

Bentuk tonjolan di kepala pada sapi lokal Kalimantan Tengah .....

71

20.

Distribusi contoh Sapi Katingan di tiga lokasi penelitian yang
diambil secara acak ........................................................................

79

Rataan (x), simpangan baku (s.d) dan koefisien keragaman (KK)
bobot hidup Sapi Katingan dewasa berdasarkan lokasi dan jenis
kelamin ...........................................................................................

84

Rataan (x), simpangan baku (s.d) dan koefisien keragaman (KK)
parameter tubuh Sapi Katingan dewasa berdasarkan lokasi dan
jenis kelamin ..................................................................................

86

Rataan (x), simpangan baku (s.d) dan koefisien keragaman (KK)
parameter kepala Sapi Katingan dewasa berdasarkan lokasi dan
jenis kelamin ……………………………………………………..

88

Presentase nilai kesamaan dan campuran di dalam dan di antara
kelompok Sapi Katingan .................................................................

91

25.

Matrik jarak genetik antar tiga lokasi (sub populasi) Sapi Katingan

91

26.

Struktur total kanonik ukuran-ukuran tubuh sapi Katingan di tiga
lokasi penelitian ..............................................................................

93

Distribusi contoh darah sapi untuk pemeriksaan keragaman
genetik .............................................................................................

101

28.

Karakteristik 15 lokus mikrosatelit ………………………………

104

29.

Sebaran genotipe untuk masing-masing lokus mikrosatelit pada
tiga subpopulasi Sapi Katingan ......................................................

108

Jumlah alel yang dihasilkan setiap lokus DNA mikrosatelit pada
Sapi Katingan di tiga subpopulasi ..................................................

109

Sebaran frekuensi alel tertinggi dan terendah pada tiga subpopulasi
Sapi Katingan yang diskrining dengan 15 lokus DNA mikrosatelit

114

Alel-alel pada 15 lokus mikrosatelit yang hanya ditemukan pada
Sapi Katingan subpopulasi Buntut Bali, Pendahara, atau Tumbang
Lahang ............................................................................................

115

Nilai heterozigositas dan rataan heterozigositas ke 15 lokus
mikrosatelit pada tiga subpopulasi Sapi Katingan ……………….

116

21.

22.

23.

24.

27.

30.

31.

32.

33.

xi

34.

Nilai rataan heterozigositas 15 lokus mikrosatelit pada populasi
Sapi Katingan di tiga lokasi penelitian …………………………...

118

Perbandingan nilai rataan heterozigositas (Ĥ) antara Sapi Katingan
dengan sapi lokal lainnya yang diskrining dengan variasi lokus
mikrosatelit ……………………………………………………….

118

Matrik jarak genetik Nei (1978) antara tiga subpopulasi Sapi
Katingan dengan Sapi PO, Sapi Bali dan Sapi Bos Taurus ……...

119

Distribusi contoh darah Sapi Katingan untuk pemeriksaan hormon
progesteron ……………………………………………………….

131

Hasil pemeriksaan hormon progesteron pada variasi umur Sapi
Katingan ………………………………………………………….

134

39.

Perbandingan umur pubertas sapi tropis dan subtropis …………..

135

40.

Konsentrasi Cu Sapi Katingan dari contoh darah sapi yang sama
untuk pemeriksaan hormon progesteron …………………………

138

Hasil pengamatan yang memberikan gabaran umum tingkah laku
seksual pejantan Sapi Katingan …………………………………..

153

Lingkar skrotum Sapi Katingan di tiga lokasi penelitian ………...

155

35.

36.

37.

38.

41.

42.

xii

xiii

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1.

Alur kerangka pemikiran penelitian ...............................................

5

2.

Peta lokasi kegiatan penelitian Sapi Katingan …………………...

18

3.

Peta sumberdaya lahan lokasi penelitian di Kabupaten Katingan ...

29

4.

Kontribusi variasi komoditas dalam % terhadap pendapatan
keluarga responden per tahun di lokasi penelitian sapi lokal ……..

37

5.

Pemeliharaan sapi secara ekstensif di dalam ranch ........................

38

6.

Tali yang dibentangkan diantara pepohonan untuk menautkan tali
kekang sapi .....................................................................................

39

Manajemen reproduksi 1 induk 1 anak dalam 1 tahun (20
responden) .......................................................................................

41

8.

Tanaman Karabayan penjinak sapi liar …………………………..

42

9.

Cara mengumpulkan sapi dengan memberi air garam ....................

43

10.

Kuadran analisa pelestarian dan pengembangan Sapi Katingan …

49

11.

Bentuk tanduk dan tonjolan di kepala pada Sapi Katingan dewasa
betina ...............................................................................................

57

12.

Performan Sapi Katingan dewasa jantan dan betina ……………

58

13.

Keragaman warna bulu Sapi Katingan betina ................................

60

14.

Keragaman warna Sapi Katingan betina di tiga lokasi penelitian ..

61

15.

Keragaman warna bulu Sapi Katingan jantan ……………………

63

16.

Keragaman warna Sapi Katingan jantan di tiga lokasi penelitian ..

64

17.

Sapi Katingan jantan umur 13 bulan dengan perubahan warna
hitam di punuk mulai nampak jelas ……………………………...

67

18.

Keragaman bentuk tanduk pada Sapi Katingan dewasa betina …..

68

19.

Keragaman bentuk tanduk Sapi Katingan betina di tiga lokasi
penelitian …………………………………………………………

69

7.

xiv

20.

Keragaman bentuk tanduk Sapi Katingan dewasa jantan ………..

70

21.

Keragaman bentuk tanduk Sapi Katingan jantan di tiga lokasi
penelitian …………………………………………………………

70

22.

Variasi tonjolan pada Sapi Katingan betina ……………………...

71

23.

Perkiraan umur sapi berdasarkan pergantian gigi seri ……………

78

24.

Bagian-bagian permukaan tubuh sapi yang diukur ………………

80

25.

Perbandingan bobot badan Sapi Katingan dengan sapi lokal
lainnya: 1)Abdullah (2008), 2)Sarbaini (2004), 3)Suryoatmojo
(1993), 4)Wijono dan Setiadi (2004) ……………………………..

85

Perbandingan ukuran tubuh Sapi Katingan dengan sapi lokal
lainnya: 1)Utomo et al. (2011), 2)Abdullah (2008), 3)Sarbaini
(2004), 4,5,6)Surjoatmodjo (1993) ………………………………...

87

Perbandingan ukuran tubuh Sapi Katingan dengan sapi lokal
lainnya: 1)Suryoatmojo (1993), 2)Sarbaini, 3)Abdullah (2008) …..

87

Gambaran kanonikal Sapi Katingan di lokasi penelitian Buntut
Bali (B), Pendahara (P) dan Tumbang Lahang (T) ........................

89

29.

Pohon fenogram dari ketiga lokasi (subpopulasi) Sapi Katingan ..

92

30.

Pola pita 2 lokus mikrosatelit (ILSTS045 dan ILSTS052) hasil
elektroforesis PAGE 6% pada genom Sapi Katingan. M: Marker
DNA (20 bp), Lajur 1-12: produk PCR ………………………….

107

Frekuensi alel pada 15 lokus DNA mikrosatelit di tiga subpopulasi
Sapi Katingan …………………………………………………….

111

Pohon filogenik pada tiga subpopulasi Sapi Katingan dan dengan
beberapa sapi lokal lain …………………………………………..

119

Pohon filogenik dan fenogram pada tiga subpopulasi Sapi
Katingan ………………………………………………………….

120

Konsentrasi hormon progesteron pada individu-individu Sapi
Katingan berbagai umur ………………………………………….

134

Konsentrasi Cu pada Sapi Katingan yang diperiksa hormon
progesteronnya …………………………………………………...

139

Korelasi antara kadar progestron dan kadar Cu Sapi Katingan …..

140

26.

27.

28.

31.

32.

33.

34.

35.

36.

xv

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1.

Kuisener kegiatan penelitian eksploratif Sapi Katingan ................

181

2.

Daftar sapi yang diambil contoh darahnya untuk pemeriksaan
DNA mikrosatelit ...........................................................................

203

Macam, ukuran alel dan genotipe pada 15 lokus mikrosatelit Sapi
Katingan, Kalimantan Tengah …………………………………...

215

3.

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Plasma nutfah ternak mempunyai peranan penting dalam memenuhi
kebutuhan pangan dan kesejahteraan bagi masyarakat dan lingkungannya. Sebagai
negara tropis Indonesia memiliki plasma nutfah ternak cukup berlimpah, khusus
untuk ternak sapi, Indonesia memiliki banyak bibit-bibit ternak sapi unggulan.
Jenis-jenis ternak sapi asli dan sapi lokal Indonesia adalah Sapi Bali, Sapi PO,
Sapi Madura, Sapi Aceh, Sapi Grati, Sapi Jawa, Sapi Pesisir (Otsuka et al. 1980;
Pane 1993; Soeroso 2004; Sarbaini 2004; Johari et al. 2007; Astuti et al. 2007;
Abdullah 2008). Definisi ternak lokal adalah ternak hasil persilangan atau
introduksi dari luar yang telah dikembangbiakkan di Indonesia sampai generasi
kelima atau lebih yang telah teradaptasi pada lingkungan dan atau manajemen
setempat (Ditjennak 2009).
Plasma nutfah sapi tersebut merupakan modal dasar bagi pembangunan
subsektor peternakan karena dapat direkayasa untuk pembentukan bibit ternak
unggul yang sesuai dengan kondisi tropis dan secara sosial budaya dapat diterima
masyarakat. Sapi lokal secara genetik mempunyai potensi produksi yang baik
bahkan dalam kondisi lingkungan yang minimal. Sapi mampu memanfaatkan
pakan berkualitas rendah dan mempunyai daya reproduksi yang baik, yaitu
mampu menghasilkan anak setiap tahun dan dapat beranak lebih dari 10 kali
sepanjang hidupnya. Selain itu sapi lokal juga lebih tahan terhadap penyakit. Sapi
Madura secara genetik memiliki sifat toleran terhadap iklim panas dan lingkungan
marginal serta tahan terhadap serangan caplak. Sapi PO yang termasuk Bos
indicus potensial dikembangkan karena memiliki daya adaptasi yang tinggi
terhadap lingkungan tropis. Sapi-sapi lokal tersebut sangat penting untuk
dilindungi, dimanfaatkan dan dikembangkan secara hati-hati dan bijaksana guna
menghindari kerusakan genotip yang telah mereka miliki sebagai bangsa sapi
tertentu. Sangat disayangkan sapi-sapi unggul tersebut banyak yang tidak
dikembangbiakkan sebagaimana mestinya, akibatnya ukuran tubuh ternak
semakin mengecil, sebagaimana dilaporkan oleh Abdullah (2008) pada sapi Aceh.
Perbaikan mutu genetik sapi untuk mendukung peningkatan produktivitas dapat

2

dilaksanakan secara seleksi pada komunitas in-situ yang telah cocok dengan
lingkungannya. Program seleksi diterapkan untuk memelihara kemurniannya
dalam rumpun dan meningkatkan kompetisi ekonominya atau produksinya,
sementara dengan tetap memelihara sifat khas dari sapi tersebut.
Kebutuhan daging sapi sebagai salah satu sumber protein hewani semakin
meningkat sejalan dengan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap
pentingnya gizi yang seimbang, pertambahan penduduk dan meningkatnya daya
beli masyarakat. Meningkatnya permintaan yang cenderung lebih besar daripada
produksi mengesankan seolah populasi sapi tidak meningkat padahal terkuras
untuk memenuhi permintaan yang selama 5 tahun terakhir (2006-2010) rata-rata
mencapai 446 042 ton/tahun dengan senjang produksi pada tahun 2010 sebesar
10.920 ton (Mayulu et al. 2010). Populasi sapi dari tahun 2005 sampai 2010
dilaporkan Mayulu et al. (2010) selalu meningkat setiap tahunnya dari 11 045 900
ekor pada tahun 2005 menjadi 14 763 000 ekor pada tahun 2010. Salah satu upaya
untuk memenuhi kebutuhan daging tersebut adalah dengan meningkatkan
populasi dan produktivitas sapi potong. Bibit sapi potong lokal merupakan salah
satu faktor produksi yang menentukan dan mempunyai nilai strategis dalam upaya
mendukung terpenuhinya kebutuhan daging, sehingga diperlukan upaya
pengembangan pembibitan sapi potong secara berkelanjutan (Deptan 2006).
Berbagai potensi sumberdaya genetik ternak yang ada, unggas,

ruminanasia

besar, ruminansia kecil bahkan juga ternak-ternak yang berpotensi penghasil
daging (promising commodity) perlu dimanfaatkan secara maksimal agar
swasembada daging dapat segera tercapai.
Usaha peternakan di Indonesia membutuhkan sumberdaya genetik ternak
sebagai bahan untuk merakit bibit ternak unggul agar peternakan mampu
berkembang secara maksimal. Hal ini sesuai dengan yang diamanahkan pada UU
No. 18 tahun 2009, dimana upaya pelestarian ternak asli Indonesia diarahkan
dalam kerangka pengembangan ternak bibit unggul nasional sebagai salah satu
upaya pelestarian plasma nutfah berwawasan ke depan yaitu melestarikan potensi
genetik ternak dalam rangka biodiversity untuk tujuan perekayasaan bibit unggul
nasional. Keanekaragaman sumberdaya genetik ternak perlu dipertahankan, untuk
kemudian ditingkatkan potensinya dan dimanfaatkan secara berkelanjutan dalam

3

rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat, ketersediaan bahan pangan,
terciptanya lapangan kerja, dan peningkatan devisa negara.

Dasar Pertimbangan
Kalimantan Tengah yang sebagian wilayahnya dilalui oleh garis
khatulistiwa memiliki keanekaragaman hayati yang melimpah, diantaranya adalah
plasma nutfah sapi potong. Sapi tersebut terletak di Kabupaten Katingan dan
Gunung Mas. Keunikannya adalah sapi tersebut hanya dibudidayakan oleh
masyarakat Dayak yang merupakan masyarakat lokal Kalimantan Tengah, di
sepanjang daerah aliran sungai (DAS), yaitu DAS Katingan di Kabupaten
Katingan dan DAS Kahayan di Kabupaten Gunung Mas, sedangkan sapi asli dan
sapi-sapi lokal lainnya seperti Sapi Bali, Sapi Madura dan Sapi PO dipelihara oleh
masyarakat pendatang (transmigran). Sapi lokal yang ada di Kabupaten Gunung
Mas sudah sulit dijumpai dan kemungkinan hampir punah, sedangkan sapi yang
berada di Kabupaten Katingan relatif terjaga populasinya walaupun dalam jumlah
tidak besar. Manajemen pemeliharaannya yang menyebar di sepanjang daerah
aliran sungai Katingan, sehingga sapi tersebut dinamakan Sapi Katingan.
Masyarakat Dayak sendiri menyebutnya dengan panggilan sapi lokal atau kadangkadang sapi “Helu” (sapi jaman dahulu), tidak pernah mereka menamakannya
sapi Katingan. Istilah sapi Katingan diproklamirkan untuk membedakan dengan
sapi lokal lainnya. Penamaan sapi diberikan sesuai lokasi habitatnya sebagaimana
umumnya pada sapi-sapi lokal lainnya (Abdullah 2008; Sarbaini 2004; Sun et al.
2008).
Sapi Katingan dipelihara oleh masyarakat Dayak sudah ratusan tahun
sebelum ada introduksi sapi lokal lainnya baik melalui program pemerintah
maupun swasta. Sapi Katingan adalah sapi lokal Kalimantan Tengah yang sangat
terkait dengan nilai kultural dan sejarah warisan masyarakat Dayak. Berbagai
acara ritual masyarakat Dayak selalu memanfaatkan sapi tersebut sebagai hewan
korbannya, tidak dengan sapi lokal lainnya. Dengan demikian keberadaan Sapi
Katingan mempunyai arti penting bagi masyarakat Dayak. Jumlah populasi sapi
secara pasti tidak diketahui apalagi data dinamika populasinya. Nampaknya
perhatian pemerintah daerah lebih difokuskan pada ternak-ternak asli dan lokal

4

lainnya seperti sapi Bali dan PO. Padahal menurut Noor (2008), sapi lokal adalah
sapi yang terbaik untuk lokal setempat karena sapi-sapi tersebut mampu bertahan
hidup berdasarkan seleksi alam selama bertahun-tahun. Demikian halnya Sapi
Katingan yang mampu bertahan hidup dengan reproduksi yang baik walaupun
dengan manajemen ekstensif tradisional, di daerah yang kondisi cuacanya relatif
ekstrim, keterbatasan sumberdaya pakan terutama kualitasnya, lahan masam (pH
rendah) dan diduga defisiensi mineral tertentu (Darmono 2009).
Eksistensi Sapi Katingan ke depan mulai terancam. Populasi sapi
berkembang lambat dan cenderung stagnan. Pemasaran dan perkembangan sapi
yang hanya di seputaran wilayah tertentu dikhawatirkan memudahkan terjadinya
kasus inbreeding ditambah lagi dengan masuknya sapi lokal lainnya
mengakibatkan sering terjadi crossbreeding. Hal-hal tersebut dikhawatirkan bisa
menyebabkan terjadinya erosi genetik. Mengingat belum pernah ada penelitian
tentang Sapi Katingan, informasi dasar tentang sapi tersebut sangat minim bahkan
tidak ada, seperti data produktivitas ternak, morfometrik, genetik, lingkungan
budidaya, ketrampilan peternak dan inovasi teknologi yang diterapkan. Astuti et
al. (2007) juga melaporkan tidak ada data mengenai Sapi Katingan. Padahal
informasi-informasi tersebut sangat penting terkait dengan keberhasilan program
pelestarian, pemanfaatan dan pengembangannya di masa yang akan datang.
Melihat sangat terbatasnya informasi-informasi penting terkait dengan
kesuksesan pengembangan sapi lokal Kalimantan Tengah, perlu dilakukan
penelitian yang sifatnya eksploratif sebagaimana dengan alur pemikiran yang
disajikan pada Gambar 1.

5

Sapi Katingan:
sapi lokal Kalimantan Tengah

Potensi:
- Sebagai sumber plasma nutfah daerah/nasional
- Potensi ekonomi keluarga dan daerah
- Nilai kultural dan sejarah masyarakat Dayak

Permasalahan:
- Informasi potret budidaya sangat minim
- Populasi rendah dan berkembang hanya pada wilayah tertentu
- Data dasar ternak tidak ada
- Ancaman erosi genetik (inbreeding dan crossbreeding)

Penelitian Eksploratif
Kabupaten Katingan
(Populasi)

Kec. Tewah
Sanggalang Garing
Pendahara
(subpopulasi)

Kec. Pulau Malan
Buntut Bali
(subpopulasi)

Kec. Katingan
Tengah
Tbg. Lahang
(subpopulasi)

Lapangan dan Laboratorium:
- Eksistensi sapi Katingan
- Keragaman fenotipik, genetik dan kekerabatannya
- Profil reproduksi: umur pubertas dan tingkah laku kelamin

Profil dan
strategi konservasi Sapi Katingan

Gambar 1 Alur kerangka pemikiran penelitian.

6

Tujuan Penelitian
Tujuan Jangka Pendek
Berdasarkan uraian di atas dilakukan rangkaian penelitian yang bertujuan:
1. Mengamati eksistensi sapi lokal Kalimantan Tengah yang dikenal dengan
nama Sapi Katingan di daerah aliran sungai Katingan yang meliputi kegiatan
budidaya, lingkungan, potensi sumberdaya pendukung, permasalahan dan
prospek ke depan.
2. Merumuskan strategi pelestarian dan pengembangannya di Kalimantan
Tengah.
3. Mempelajari keragaman fenotipik, genetik dan kekerabatannya dengan
beberapa sapi lokal lainnya.
4. Mempelajari profil reproduksi sapi betina dalam penentuan umur pubertas dan
reproduksi sapi jantan dari aspek tingkah laku kelamin.

Tujuan Jangka Panjang
1. Meningkatkan produksi dan reproduksi sapi serta strategi pemanfaatannya
secara lestari berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh.
2. Menempatkan Sapi Katingan sebagai salah satu plasma nutfah sapi lokal di
Indonesia.
3. Meningkatkan peran serta secara aktif Pemerintah Daerah dalam peningkatan
populasi Sapi Katingan.
4. Melestarikan nilai kultural masyarakat Dayak melalui pelestarian Sapi
Katingan.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dasar dalam
upaya: (1) optimalisasi reproduksi Sapi Katingan, (2) perbaikan mutu genetik sapi
melalui program seleksi, dan (3) penentuan kebijakan mengenai perlindungan,
pemanfaatan dan pengembangan Sapi Katingan secara berkelanjutan yang sudah
barang tentu secara simultan akan ikut meningkatkan peran sapi tersebut dalam
mendukung kecukupan daging daerah dan pemberdayaan masyarakat Dayak.

7

TINJAUAN PUSTAKA
Plasma Nutfah Ternak Sapi
Indonesia dengan kondisi geografis dan ekologi yang bervariasi telah
menciptakan

keanekaragaman

hayati

yang

sangat

tinggi.

Di

dalam

keanekaragaman hayati, terdapat keragaman di dalam jenis yang disebut plasma
nutfah. Jadi plasma nutfah adalah keanekaragaman genetik di dalam jenis
(Sumarno 2002). Dengan keanekaragaman plasma nutfah, terbuka peluang yang
besar bagi upaya program pemuliaan guna memperoleh manfaat secara optimal
(Kurniawan et al. 2004). Plasma nutfah yang ada harus dipertahankan
eksistensinya atau keberadaannya, karena plasma nutfah merupakan aset negara
yang tak ternilai. Plasma nutfah merupakan bahan genetik yang memiliki nilai
guna, baik secara nyata maupun yang masih berupa potensi. Upaya mengurangi
atau bahkan mencegah terjadinya erosi genetik yang makin meningkat terhadap
plasma nutfah, maka perlu perhatian dalam bentuk kegiatan inventarisasi
(koleksi), pendataan (dokumentasi) dan pelestarian (konservasi) (Azmi et al.
2006).
Keanekaragaman bangsa sapi di Indonesia terbentuk dari sumberdaya
genetik ternak asli dan impor. Keanekaragaman ternak menurut Subandriyo dan
Setiadi (2003) penting dalam rangka pembentukan rumpun ternak modern dan
akan terus berlanjut sampai masa yang akan datang. Punahnya keanekaragaman
plasma nutfah ternak tidak akan dapat diganti meskipun dengan kemajuan
bioteknologi, paling tidak hingga saat ini. Proses perkembangan sapi di Indonesia
telah menghasilkan plasma nutfah ternak yang lebih beragam. Sarbaini (2004)
mengelompokkan ternak sapi Indonesia ke dalam tiga kategori, yaitu (1) ternak
asli, (2) ternak yang telah beradaptasi, dan (3) ternak impor. Beberapa diantara
sumberdaya ternak sapi tersebut menurut

Utoyo (2002) dan Martojo (2003)

adalah Sapi Bali, juga sapi hasil silangan yang telah menjadi sapi lokal seperti
Sapi Pesisir, Sapi Aceh, Sapi Madura, Sapi Sumba Ongole (SO) dan Sapi
Peranakan Ongole (PO).
Diperlukan upaya untuk mempertahankan ternak-ternak lokal di suatu
daerah atau negara karena ternak-ternak tersebut telah beradaptasi dengan

8

keadaan lingkungan baik terhadap makanan yang bernilai gizi rendah maupun
penyakit terutama di daerah tropis. Dalam mempertahankan sumber daya genetik
atau plasma nutfah ternak diperlukan langkah-langkah yang sistematis. Tahapan
pengelolaan sumber daya genetik ternak menurut Turner (1981) adalah
melakukan

dokumentasi,

evaluasi,

pengembangan

rencana

pemuliaan

(development of breeding plans) dan konservasi.
Mengacu kepada UU No. 18 tahun 2009, upaya pelestarian ternak asli
Indonesia diarahkan dalam kerangka pengembangan ternak bibit unggul nasional
sebagai salah satu upaya pelestarian plasma nutfah berwawasan kedepan yaitu
melestarikan potensi genetik ternak dalam rangka biodiversity untuk tujuan
perekayasaan bibit unggul nasional. Hal ini masih mendapatkan hambatan karena
inventarisasi terhadap potensi berbagai sumberdaya genetik ternak, distribusi,
performans dan perkembangan masih belum lengkap sehingga sangat sulit
dilakukan kebijakan-kebijakan yang strategis khususnya arah dan program kerja
manajemen pemanfaatan dan konservasi sumberdaya genetik ternak baik secara
morfologis maupun genetik (Azmi et al. 2006).
Keberadaan plasma nutfah tidak mempunyai arti tanpa pemberdayaan
melalui karakterisasi dan evaluasi serta pemanfaatan untuk kesejahteraan.
Menurut KNPN (2002), pemanfaatan plasma nutfah ternak secara umum ada tiga
macam, yaitu :
1. Penggunaan rumpun ternak asli (lokal) sebagai rumpun murni secara terus
menerus. Hal ini diterapkan apabila rumpun ternak impor tidak akan lebih
baik hasilnya dibandingkan dengan ternak asli (lokal), bahkan ternak asli
(lokal) lebih baik mutunya dibandingkan dengan rumpun impor pada kondisi
lingkungan tertentu. Keadaan ini dapat terjadi apabila kondisi produksi dan
pasar statis.
2. Membentuk rumpun baru melalui persilangan. Apabila kondisi produksi atau
pasar berubah secara cepat, maka pembentukan rumpun yang sesuai dengan
persilangan dapat dicapai dalam waktu yang relatif cepat, yaitu dengan
menggabungkan rumpun-rumpun yang tersedia. Rumpun baru ini dikenal
sebagai rumpun komposit atau sintetis.

9

3. Penggantian rumpun. Perubahan pasar dan kondisi produksi dapat
mengakibatkan banyak rumpun yang tidak sesuai untuk digunakan lagi. Pada
masa lampau penggantian rumpun dilakukan secara bertahap melalui metode
silang balik berulang (repeated back cross atau grading up) terhadap suatu
rumpun.

Keragaman
Produksi ternak dipengaruhi oleh banyak faktor, yang secara garis besar
dapat dikelompokkan dalam faktor lingkungan dan faktor genetis. Salah satu
faktor lingkungan utama yang mempengaruhi produktivitas ternak adalah berupa
pakan, baik kualitas maupun kuantitas. Kualitas pakan akan mempengaruhi sistem
pencernaan dan metabolisme. Disamping itu, masing-masing individu ternak
memiliki sistem pencernaan dan sistem metabolisme yang diatur secara genetis,
yang antara individu satu dengan individu lain dalam populasi terdapat variasi.
Variasi genetis inilah yang kemudian dijadikan dasar dalam pemuliaan (Sutarno
2009). Keragaman individu (terutama variasi genotip) memegang peranan penting
dalam pemuliabiakan ternak. Jika dalam suatu populasi ternak tidak ada variasi
genotip, maka tidak ada gunanya menyeleksi ternak bibit. Semakin tinggi variasi
genotip didalam populasi, semakin besar perbaikan mutu bibit yang diharapkan.
Populasi ternak yang memiliki keragaman genetik rendah crossbreeding ataupun
outcrossing akan sangat bermanfaat untuk meningkatkan mutu genetik ternak.
Sebaliknya, apabila keragaman genetik suatu populasi sangat tinggi maka upaya
peningkatan mutu genetik ternak sebaiknya dilakukan melalui program seleksi
yang ketat sehingga kemajuan genetik yang diperoleh akan lebih besar (Soeroso
2004). Di Indonesia usaha untuk menyeleksi dan menyingkirkan sapi-sapi yang
kurang baik dari kelompok sapi yang dipelihara hampir tidak pernah dilakukan.
Hal semacam ini disamping kurang menguntungkan dari segi ekonomi, juga dapat
memperburuk keturunan-keturunan berikutnya (Sutarno 2009).
Keragaman

dalam

populasi

dibedakan

keragaman

fenotipik

dan

keragaman genetik (Noor 2008). Keragaman fenotipik lebih banyak digunakan
pada kegiatan pemuliaan praktis. Dewasa ini keragaman genetik melalui teknologi

10

molekuler telah berkembang dengan pesat sejak ditemukannya PCR, marker dan
teknologi sekuensing (Hanotte & Jianlin 2005).

Keragaman Fenotipik
Variasi merupakan ciri-ciri umum yang terdapat di dalam suatu populasi.
Keragaman terjadi tidak hanya antar bangsa tetapi juga di dalam satu bangsa yang
sama, antar populasi maupun di dalam populasi. Keragaman pada sapi dapat
dilihat dari ciri-ciri (karakteristik) yang dapat diamati atau terlihat secara
langsung. Setiap sifat yang diekspresikan seekor hewan disebut fenotipe (Martojo
1992; Hardjosubroto 1994; Noor 2008). Potensi biologik seekor ternak diukur
berdasar kemampuan produksi dan reproduksinya dalam lingkungan pemeliharaan
yang tersedia, karena data kuantitatif potensi biologik yang berupa fenotipe
produksi dan reproduksi tidak terlepas dari pengaruh lingkungan tempat ternak
dipelihara. Seekor hewan atau ternak menunjukkan fenotipenya (P) sebagai hasil
pengaruh seluruh gen atau genotipenya (G), lingkungan (E) dan interaksi antara
genotipe dan lingkungan (IGE) (Martojo 1992; Hardjosubroto 1994). Populasi
Sapi Jawa yang menyebar pada lokasi-lokasi yang berbeda menunjukkan
keragaman performan yang tinggi pada beberapa sifat kuantitatif, hal ini
disebabkan karena kondisi pakan pada setiap lokasi tidak sama (Soeroso 2004),
kondisi yang relatif sama dilaporkan oleh Bugiwati (2007) pada Sapi Bali di
Sulawesi Selatan.
Karakterisasi merupakan kegiatan dalam rangka mengidentifikasi sifatsifat penting yang bernilai ekonomis, atau yang merupakan penciri dari varietas
yang bersangkutan. Karakterisasi dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif
(Sarbaini 2004; Noor 2008).
Ukuran-ukuran tubuh yang merupakan sifat kuantitatif mempunyai
peranan yang penting untuk melihat produktivitas ternak. Rekwot et al. 2000 dan
Ho Son et al. 2001 melakukan penelitian dengan menghubungkan antara sifat
kuantitatif (bobot badan) dengan umur pubertas sapi. Ukuran-ukuran tubuh
banyak dikaitkan dengan bobot badan. Pada sapi ukuran tubuh yang digunakan
untuk menentukan bobot badan adalah lingkar dada dan panjang badan Abdullah
(2008).

11

Warna bulu dan bentuk tanduk merupakan bentuk ekspresi gen lainnya
selain ukuran tubuh yang dikenal dengan sifat kualitatif (Noor 2008). Sifat
kualitatif menurut Soeroso (2004) dan Noor (2008) tidak banyak dipengaruhi oleh
lingkungan (lokasi penyebaran), oleh karena itu sifat kualitatif seperti warna bulu
kulit memiliki keragaman yang rendah. Warna bulu kulit pada sapi dan mamalia
disebabkan kehadiran melanin. Melanin ada 2 tipe yaitu eumelanin yang responsif
terhadap warna hitam dan coklat dan phaeomelanin yang responsif terhadap
warna merah dan kuning (Russo & Fontanesi 2004). Menurut Fries dan Ruvinsky
(1999), hewan-hewan dengan warna bulu terang yang menutupi kulit berpigmen
gelap akan beradaptasi dengan baik di daerah tropis dimana tingkat radiasi
mataharinya tinggi.

Keragaman Genetik
Studi genetik sangat diperlukan pada kegiatan konservasi. Riwantoro
(2005) menjelaskan bahwa konservasi adalah semua bentuk kegiatan yang
melibatkan tatalaksana pemanfaatan sumberdaya genetik dengan baik untuk
memenuhi kebutuhan pangan dan pertanian saat ini dan masa yang akan datang
dengan mempertahankan keragaman genetik yang dikandungnya. Menurut
Peraturan Pemerintah RI No. 7 Tahun 1999 konservasi adalah sebagai
pengawetan, yaitu suatu upaya untuk menjaga agar keanekaragaman jenis
tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya baik di dalam maupun di luar
habitatnya tidak punah. Pelestarian keragaman sumberdaya genetik penting dan
diperlukan untuk mengantisipasi perubahan. Keragaman genetik yang tinggi akan
sangat membantu suatu populasi beradaptasi terhadap perubahan-perubahan yang
terjadi di lingkungan sekitarnya, termasuk mampu beradaptasi terhadap penyakitpenyakit yang ada di alam. Berkembangnya teknologi molekuler maka keragaman
genetik, kesamaan genetik dan jarak genetik populasi sapi yang berasal dari
berbagai wilayah dapat dipelajari (Astuti 2004). Menurut Metta et al. (2004)
karakterisasi molekuler rumpun sapi adalah penting untuk mencegah erosi genetik
karena adanya crossbreeding.
Polimorfisme protein adalah marker molekuler pertama yang digunakan
pada ternak yang dikenal sebagai allozyme. Sejumlah besar penelitian tersebut

12

telah didokumentasikan terutama pada periode tahun 1970an (Hanotte & Jianlin
2005). Adanya variasi di dalam protein plasma atau serum darah yang merupakan
polimorfisme biokimia (misalnya albumin, alkaline phosphatase, transferrin dan
lain-lain), sel darah merah (acid phosphatase, Haemoglobin beta, Peptidase B dan
sebagainya), sel darah putih (Alkaline ribonuclease, Leucocytic protein 2,
Phosphoglucomutase dan sebagainya) dan susu (Casein beta, Casein kappa,
Lactoglobulin beta dan sebagainya) juga merupakan keragaman yang dapat dilihat
pada sapi (Handiwirawan & Subandrio 2004). Lebih lanjut dikatakan
Handiwirawan dan Subandrio (2004) bahwa jenis-jenis protein di dalam darah
maupun susu dapat menunjukkan polimorfisme (dengan menggunakan prosedur
elektroforesis),

yang

merupakan

cerminan

adanya

perbedaan

genetis.

Polimorfisme biokimia yang diatur secara genetis dijelaskan oleh Maeda et al.
(1980) sangat berguna untuk membantu penentuan asal usul dan menyusun
hubungan filogenetis antara spesies-spesies. Namun demikian menurut Hanotte
dan Jianlin (2005), level polimorfisme yang diamati pada protein sering rendah
sehingga akan mempengaruhi studi keragaman. Berkembangnaya teknologi
Polymerase Chain Reaction (PCR) dan sekuensing, polimorfisme berbasis DNA
se