Sintesis Zeoli! X dan Nanokomposit ZeolitJTi02dari Kaolin serta Aplikasinya pada Adsorpsi Fotodegradasi Biru Metilena

PRAKATA
Puji syukur atas Kehadirat Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini sebagai
salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Kimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor.
Shalawat dan salam disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga,
sahabat, dan pengikutnya yang tetap berada di jalan-Nya hingga akhir zaman.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Sri Sugiarti Ph.D dan Ibu Dr.
Eti Rohaeti, MS selaku pembimbing atas segala saran, kritik, dorongan, dan
bimbingannya selama penelitian dan dalam penyusunan karya ilmiah ini. Penulis
juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Sawal, Bapak Mulyadi, Bapak
Caca, dan Teteh Nurul selaku staf laboran di Laboratorium Kimia Anorganik, atas
fasilitas, bantuan, serta masukan yang diberikan. Ungkapan terima kasih juga
penulis berikan kepada keluarga tercinta, atas nasihat, semangat, bantuan materi,
dan doanya. Selain itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada teman-teman
seperjuangan penelitian di Laboratorium Kimia Anorganik, terutama Linda, Ade,
dan Evan atas saran, kritik, dan semangat selama penelitian. Terima kasih kepada
keluarga besar Rumah Eldeweis atas kebersamaan dan keceriaan selama ini serta
terimakasih kepada rekan-rekan kimia 45 atas dukungannya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.


Bogor, April 2013
Indah Mayasari

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

viii

DAFTAR GAMBAR

viii

DAFTAR LAMPIRAN

viii

DAFTAR LAMPIRAN

viii


PENDAHULUAN

1

Perumusan Masalah

1

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

METODE

2


Alat dan Bahan

2

Prosedur Kerja

2

Preparasi Metakaolin

2

Sintesis Zeolit X

3

Sintesis Nanokomposit Zeolit X/TiO2

3


Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Biru Metilena

3

Uji Adsorpsi

4

Pembuatan Kurva Standar Biru Metilena

4

Uji Fotodegradasi

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4


Zeolit X dan Nanokomposit Zeolit X/TiO2

4

Karakteristik Zeolit X dan Nanokomposit Zeolit X/TiO2

5

Kapasitas Adsorpsi

9

Isoterm Adsorpsi Zeolit dan Nanokomposit

11

Hasil Pengujian Fotodegradasi

12


SIMPULAN DAN SARAN

15

Simpulan

15

Saran

15

DAFTAR PUSTAKA

15

LAMPIRAN

17


RIWAYAT HIDUP

32

DAFTAR TABEL
1 Kode sampel pembuatan zeolit X
2 Hasil identifikasi zeolit
3 Komposisi bahan baku dan hasil sintesis menggunakan SEM-EDX
4 Koefisien determinasi dan tetapan isoterm adsorpsi biru metilena oleh
zeolit dan nanokomposit
5 Reaksi yang terjadi pada pengujian fotodegradasi

3
6
9
11
13

DAFTAR GAMBAR
1

2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

Difraktogram Zeolit ZS1
Perbandingan difraktogram NC3 dengan ZS3.
Morfologi kaolin perbesaran 2000x
Metakaolin perbesaran 2000x
Morfologi ZS3 perbesaran 2500x
Morfologi NC3 perbesaran 5000x

Kapasitas penjerapan ZS1, ZS2 dan ZS3
Perbandingan kapasitas penjerapan antara ZS3 dan NC3
BM pada filtrat interaksi tanpa radiasi UV: (A) tanpa sampel, (B)
TiO2, (C) NC3 dan (D) ZS3
BM pada filtrat interaksi dengan radiasi UV: (E) tanpa sampel, (F)
TiO2, (G) NC3 dan (H) ZS3
Spektrum UV-Vis filtrat sampel di tempat gelap. BM (G1), BM +
TiO2 (G2), BM + ZS3 (G3) dan BM + NC3 (G4).
Spektrum UV-Vis filtrat sampel dibawah sinar UV. BM (V1), BM +
TiO2 (V2), BM + ZS3 (V3) dan BM + NC3 (V4).
BM pada endapan interaksi radiasi UV: (A) TiO2, (B) ZS3 dan (C)
NC3.
BM pada endapan interaksi tanpa radiasi UV: (A) TiO2, (B) NC3 dan
(C) ZS3.

5
6
7
7
8

8
10
11
12
12
13
13
14
14

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9

10
11

Bagan alir penelitian
Difraktogram XRD sampel ZS1
Difraktogram XRD sampel ZS2
Difraktogram XRD sampel ZS3
Difraktogram XRD sampel nanokomposit
JCPDS zeolit A (Na)dan LTA
JCPDS Zeolit X
Referensi SEM Zeolit A dan Zeolit X
Hasil SEM-EDX kaolin
Hasil SEM-EDX metakaolin
Hasil SEM-EDX ZS3

17
18
18
19
20
21
22
22
23
23
24

12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
22

Hasil SEM-EDX NC3
Penentuan pola isoterm adsorpsi BM oleh ZS1
Penentuan pola isoterm adsorpsi BM oleh ZS2
Penentuan pola isoterm adsorpsi BM oleh ZS3
Penentuan pola isoterm adsorpsi BM oleh NC3
Penentuan panjang gelombang maksimum larutan biru metilena
Kurva standar larutan biru metilena
Data penentuan kapasitas adsorpsi BM pada ZS1
Data penentuan kapasitas adsorpsi BM pada ZS2
Data penentuan kapasitas adsorpsi BM pada ZS3
Data penentuan kapasitas adsorpsi BM oleh NC3
Persen degradasi NC3

24
25
26
27
28
29
29
30
30
30
31
31

PENDAHULUAN
Zeolit merupakan mineral alami yang tersusun dari kerangka silika-alumina
tetrahedral yang dihubungkan oleh atom oksigen untuk membentuk kerangka
zeolit. Tiap atom Al pada kerangka zeolit bersifat negatif dan akan dinetralkan
oleh ikatan dengan kation yang mudah dipertukarkan. Kation yang mudah
dipertukarkan yang ada pada kerangka zeolit ini berpengaruh dalam proses
adsorpsi (Ozkan dan Ulku 2008). Selain jenis kation, kemampuan adsorpsi zeolit
juga dipengaruhi oleh perbandingan Si/Al dan geometri pori-pori zeolit, termasuk
luas permukaan dalam, distribusi ukuran pori dan bentuk pori (Gruszkiewicz et al.
2005).
Zeolit ada dua macam, yaitu zeolit alam dan sintetis. Zeolit alam sudah
banyak dimanfaatkan di berbagai bidang, seperti: bidang pertanian digunakan
sebagai pupuk, di bidang lingkungan untuk pengolahan air dan di bidang industri
sebagai penukar kation, adsorben dan katalis. Zeolit alam memiliki beberapa
kelemahan, antara lain, adanya pengotor, ukuran pori yang bervariasi, dan adanya
struktur amorf. Kelemahan zeolit alam ini mendorong peneliti untuk membuat
zeolit sintetis yang memiliki tingkat homogenitas tinggi dengan ukuran pori yang
dapat dikendalikan sesuai kehendak (Banon dan Suharto 2008). Indonesia banyak
membutuhkan zeolit sintetis untuk proses–proses kimia di industri seperti sebagai
katalis, penukar ion, dan adsorben dalam pengolahan limbah. Sintesis zeolit
sintetis dibuat dari berbagai sumber bahan baku, terutama dari bahan yang dapat
ditingkatkan nilai ekonomisnya. Bahan baku pembuatan zeolit adalah bahan yang
mengandung silika dan alumina. Salah satu bahan yang dapat digunakan adalah
kaolin. Hal ini disebabkan karena kaolin mengandung SiO2 dan Al2O3 yang
merupakan bahan dasar untuk menyintesis zeolit (Barreer 1978). Kaolin
umumnya digunakan sebagai pengisi kertas, plastik, karet, cat, keramik,
insektisida, zat aditif makanan, dan industri kosmetik (Murray 1960).
Salah satu zeolit sintetis yang memiliki penjerapan maksimum yaitu zeolit
X. Zeolit X memiliki pori yang besar dengan kadar silika rendah yang
menyebabkan sifat adsorpsinya optimum dan sangat baik digunakan sebagai
adsorben zat warna, dengan nisbah Si/Al 1-1,5. Kaolin memiliki nisbah Si/Al < 1,
oleh karena itu untuk menyintesis zeolit X dibutuhkan sumber silika lain, yaitu
natrium silikat (water glass, Na2SiO3). Peningkatan kualitas penjerapan zeolit X
dilakukan dengan pembuatan nanokomposit zeolit X/TiO2 sehingga diperoleh
material yang bersifat adsortif dan fotodegratatif. Zeolit memiliki kemampuan
menyerap zat warna lalu digabungkan dengan TiO2 yang memiliki sifat fotokatalis
sehingga dihasilkan adsorben yang dapat menjerap sekaligus mampu mengurai
bahan yang terjerap (misalnya suatu senyawa toksik) menjadi senyawa yang aman
di lingkungan. Oleh karena itu, metode alternatif yang digunakan adalah metode
adsorpsi-fotodegradasi yang relatif murah tapi cukup efektif
dalam
penanggulangan sebagian besar polutan zat warna.
Perumusan Masalah
Produksi zeolit sintetis di Indonesia masih kurang, padahal banyak
dibutuhkan untuk proses–proses kimia di industri seperti sebagai katalis, penukar

2

ion, dan adsorben dalam pengolahan limbah. Oleh karena itu, perlu dilakukan
penelitian zeolit sintetis. Zeolit di sintesis menggunakan kaolin dan water glass
sebagai sumber silika. Peningkatan kualitas penjerapan zeolit dilakukan dengan
pembuatan nanokomposit zeolit/TiO2 guna mengurangi pencemaran limbah zat
warna.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan menyintesis zeolit X dan nanokomposit zeolit
X/TiO2 dari bahan dasar kaolin dan water glass serta melakukan pencirian
dengan spektroskopi XRD, SEM dan uji adsorpsi serta fotodegradasi terhadap zat
warna biru metilena.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini bermanfaat memperoleh data cara menanggulangi polutan zat
warna melalui adsorpsi oleh zeolit X yang disintesis dari kaolin dan water glass
serta adsorpsi oleh nanokomposit zeolit X/TiO2 yang diharapkan memiliki sifat
fotokatalis sehingga dapat digunakan untuk proses adsorpsi-fotodegradasi.

METODE
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan adalah alat-alat gelas, botol plastik (polipropilen),
oven, tanur, neraca analitik, kertas pH, lampu UV, spektrofotometer UV-Vis,
difraktometer sinar X (XRD), dan mikroskop elektron susuran (SEM). Bahanbahan yang digunakan pada penelitian ini, antara lain kaolin dari Bangka Belitung,
water glass, titanium oksida (TiO2), biru metilena, NaOH dan air destilata.

Prosedur Kerja
Penelitian ini terdiri atas empat tahap (Lampiran 1). Tahap pertama
mencakup preparasi metakaolin (MK). Tahap kedua meliputi pembuatan zeolit
dan nanokomposit zeolit X/TiO2, tahap ketiga adalah penentuan kapasitas adsorpsi,
dan tahap terakhir adalah uji fotodegradasi menggunakan lampu UV pada panjang
gelombang 365 nm.

Preparasi Metakaolin
Sampel serbuk kaolin yang berasal dari Bangka Belitung dikalsinasi dalam
tanur pada suhu 700C selama 6 jam. Setelah proses kalsinasi, sampel kaolin yang

3

telah berubah menjadi metakaolin dianalisis menggunakan SEM untuk
mengetahui morfologinya (Thammavong 2003).
Sintesis Zeolit X
Sebanyak 2 g sampel metakaolin (hasil kalsinasi 700C) ditambahkan
larutan NaOH dengan konsentrasi 1,5 N sebanyak 40 mL. Campuran tersebut
kemudian ditambahkan 4 mL water glass yang dimasukkan dalam botol
polipropilen dan didiamkan (ageing) pada suhu 40C selama 6 jam. Setelah itu,
sampel dipanaskan dalam oven pada suhu 100C selama 24 jam. Produk disaring
dan dicuci dengan air destilata dan dikeringkan kembali dalam oven 100C
selama 6 jam. Produk padat yang diperoleh dikarakterisasi dengan XRD dan SEM.
Zeolit kemudian disintesis lagi dengan prosedur yang sama seperti diatas dengan
variasi NaOH 2,5 N dan waktu ageing 24 jam sehingga diperoleh kombinasi
komposisi pada Tabel 1 (Thammavong 2003).
Tabel 1 Kode sampel pembuatan zeolit X
Kode sampel
ZS1
ZS2
ZS3

Komposisi dan waktu ageing
MK + NaOH 1,5 N + water glass (ageing 24 jam)
MK + NaOH 2,5 N + water glass (ageing 24 jam)
MK + NaOH 2,5 N + water glass (ageing 6 jam)

Sintesis Nanokomposit zeolit X/TiO2
Pembuatan anokomposit zeolit X/TiO2 diawali dari sejumlah penambahan
metakaolin dan TiO2, dengan nisbah 85:15 dalam 2 g. Sintesis nanokomposit
zeolit X/TiO2 kemudian disintesis berdasarkan prosedur dan komposisi pada
sintesis zeolit ZS3, yaitu sebanyak 20 mL NaOH 2,5 N ditambahkan 1 mL water
glass dan diageing selama 6 jam pada suhu 40C. Setelah itu, campuran
dipanaskan dalam oven pada suhu 100C selama 24 jam. Sampel disaring dan
dicuci dengan air destilata hingga mencapai pH netral. Selanjutnya, endapan yang
diperoleh dipanaskan kembali pada suhu 100C selama 24 jam. Hasil yang
diperoleh kemudian dianalisis menggunakan XRD dan SEM (Hediana 2011).
Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Biru Metilena
Larutan biru metilena 2 mg/L dipayar pada panjang gelombang 200-700 nm
dengan spektrofotometer UV-Vis hingga diperoleh spektrum absorpsi biru
metilena dan puncak serapan atau nilai absorbansi tertinggi. Panjang gelombang
yang menghasilkan absorbansi tertinggi terhadap biru metilena adalah panjang
gelombang maksimum biru metilena, digunakan untuk pengukuran selanjutnya.
Uji Adsorpsi
Larutan biru metilena (BM) dibuat dengan varian konsentrasi berturut-turut
50, 100, 150, 200 dan 300 mg/L. Sebanyak 0,05 g zeolit kemudian ditambahkan
15 mL larutan MB dari setiap konsentrasi dalam tabung reaksi yang berbeda.
Setelah itu, campuran dipisahkan dan pada filtratnya kemudian dilakukan

4

pengukuran konsentrasi metilena biru menggunakan spektrofotometer UV-Vis
(Hediana 2011).
Pembuatan Kurva Standar Biru Metilena
Larutan biru metilena yang dibuat pada konsentrasi (0,5; 1; 1,5; 2; 2,5; dan
3 mg/L) diukur serapannya pada panjang gelombang maksimum. Setelah itu
dibuat kurva hubungan antara konsentrasi dengan absorbansi, dan ditentukan
persamaan linearnya. Persamaan linear ini digunakan untuk menghitung
konsentrasi metilena biru pada larutan sampel (Hediana 2011).
Uji Fotodegradasi
Sebanyak 0,1 g TiO2, zeolit sintetis dan nanokomposit ditimbang masingmasing lalu ditambahkan 15 mL larutan biru metilena dengan konsentrasi 12,5
mg/L, kemudian diradiasi sinar UV pada panjang gelombang 365 nm selama 6
jam untuk melihat kemampuan campuran kedua material tersebut dalam
menguraikan zat warna. Filtrat kemudian diukur serapannya pada pemayaran
panjang gelombang 200 sampai 700 nm (Hediana 2011).

HASIL DAN PEMBAHASAN
Zeolit X dan Nanokomposit Zeolit X/TiO2
Kaolin dan water glass digunakan sebagai bahan baku pembuatan zeolit X.
Pemilihan bahan ini didasarkan atas jumlahnya yang melimpah dan harganya
yang relatif murah. Kaolin yang digunakan terlebih dahulu dikalsinasi pada suhu
700ºC. Menurut Janjira (2002), metakaolin akan terbentuk pada suhu kalsinasi
700ºC atau lebih. Namun jika kalsinasi dilakukan pada suhu ≥ 1050ºC maka yang
akan terbentuk adalah mulit, sedangkan jika suhu kasinasi terlalu rendah maka
yang akan terbentuk adalah hidroksi sodalit (Chandrasekar 1999). Kalsinasi
bertujuan menghilangkan gugus hidroksil yang terikat secara kimia. Proses
dehidroksilasi kaolin menghasilkan metakaolin.
2Al2Si2O5(OH)4 → 2Al2Si2O7 +4H2O
Kaolin

Metakaolin

Selanjutnya, metakaolin direaksikan dengan NaOH 1,5 N dan 2,5 N.
Tujuannya untuk melarutkan Si dan Al yang terkandung dalam metakaolin
(Jozefaciuk dan Bowanko 2002), kemudian dipanaskan pada suhu 40ºC selama 24
jam. Pemanasan ini bertujuan mempercepat proses pembentukan inti kristal zeolit
X. Selanjutnya, dipanaskan lagi pada suhu 100ºC selama 24 jam untuk
menyempurnakan pembentukan kristal zeolit.
Zeolit yang dihasilkan kemudian dicuci dengan air destilata hingga pH
netral. Pencucian ini bertujuan untuk menghilangkan material yang tidak menjadi
bagian dari penyusun zeolit yang mungkin ada di permukaan dan larut dalam air.
Zeolit kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 100ºC selama 6 jam, yang
bertujuan menguapkan air yang terperangkap dalam pori-pori kristal zeolit sehingga

5

jumlah pori dan luas permukaan spesifiknya bertambah (Suardana 2005). Zeolit
sintetis yang dihasilkan berupa serbuk putih kekuningan.
Pembuatan nanokomposit zeolit X/TiO2 bertujuan meningkatkan sifat
individu dari zeolit, baik dari segi kekuatan, struktur atau stabilitas, sehingga
dapat bersinergi dalam menghilangkan zat warna. Nanokomposit dibuat dengan
perlakuan yang sama seperti sintesis zeolit, hanya saja pada nanokomposit
diberikan bahan TiO2 yaitu semikonduktor yang sering digunakan sebagai katalis
dalam penanganan polutan dan zat warna. Titanium oksida paling banyak
digunakan sebagai bahan fotokatalis karena paling stabil, tahan terhadap korosi,
memiliki sifat ampifilik, dan harganya relatif murah (Wijaya et al. 2005).
Nanokomposit zeolit X/TiO2 hasil sintesis berupa serbuk putih.

Karakteristik Zeolit dan Nanokomposit Zeolit/TiO2
Zeolit hasil sintesis dikarakterisasi menggunakan teknik difraksi sinar-X
(XRD) untuk mengetahui struktur kristal serta kemurnian dari zeolit tersebut.
Hasil difraktogram ZS1 ditunjukkan pada Gambar 1. Zeolit ZS1 memiliki puncak
khas, yaitu pada sudut 2θ = 7,32º; 10,25º; 12,53º; 16,16º; 21,72º; 24,03º; 27,16º;
29,99º dan 34,22º dengan kristalinitas sebesar 64,03%. Berdasarkan Joint
Committee on Powder Difraction Standards (JCPDS), ZS1 memiliki pola spektra
sudut-sudut 2θ yang mendekati zeolit A meskipun intensitasnya berbeda
(Lampiran 2). Puncak khas ZS1 tersebut terdeteksi sebagai Zeolit A, yaitu pada
sudut 2θ sebesar 7,18º; 10,16º; 12,46º; 16,10º; 21,66º; 23,98º; 27,11º; 29,94º dan
34,18º. Zeolit X yang tidak terbentuk dapat disebabkan karena penambahan silika
atau water glass dalam proses sintesis yang tidak mencukupi dalam pembentukan
kerangka zeolit X. Zeolit A dan zeolit X sama-sama merupakan zeolit silika
rendah. Perbedaan kedua zeolit tersebut terdapat pada ukuran porinya. Zeolit A
memiliki pori yang kecil, yaitu < 0,45 nm, sedangkan zeolit X memiliki ukuran
pori yang lebih besar, yaitu > 0,55 nm (Flanigen 1991).
intensitas

2 Theta (deg)

Gambar 1 Difraktogram Zeolit ZS1
Hasil karakteristik zeolit sintetis ZS2 dan ZS3 juga teridentifikasi sebagai
zeolit A. Pola difraktogram sudut-sudut 2θ-nya mendekati zeolit A dengan
intensitas berbeda (Lampiran 3 dan 4). Derajat kristalinitas zeolit sintetis tertinggi,
yaitu pada sampel ZS3 sebesar 65,96%. Semakin besar derajat kristalinitas maka
bahan semakin bersifat kristal. Peningkatan derajat kristalinitas juga

6
mengindikasikan struktur ZS3 lebih teratur dibandingkan zeolit ZS1 dan ZS2
(Tabel 2).
Tabel 2 Hasil identifikasi zeolit
Sampel
ZS1
ZS2
ZS3

kondisi
[NaOH] Ageing
(N)
(jam)
1.5
24
2.5
24
2.5
6

tipe zeolit yang
dihasilkan

% Derajat
kristalinitas

Zeolit A
Zeolit A
Zeolit A

64.03
65.75
65.96

Nanokomposit zeolit/TiO2 dibuat berdasarkan kondisi sintesis ZS3 karena
memiliki persen derajat kristalinitas yang tinggi. Perbandingan pola difraksi ZS3
dan nanokomposit ditampilkan pada Gambar 2. Keberadaan TiO2 yang terikat di
dalam NC3 ditunjukkan oleh 2θ sebesar 25,14 Å. Menurunnya intensitas jumlah
puncak karakteristik ZS3 pada keseluruhan NC3 hasil sintesis menunjukkan
adanya penurunan kristalinitas, yaitu dari derajat kristalinitas sebesar 65,96%
menjadi 64,56%. Berdasarkan JCPDS, difraktogram NC3 teridentifikasi sebagai
zeolit X (Lampiran 5). Diduga bahwa TiO2 menggangu proses pembentukan
kristal zeolit, selain itu zeolit X yang terbentuk merupakan struktur yang
metastabil.
intensitas

2 Theta (deg)

Gambar 2 Perbandingan difraktogram NC3 dengan ZS3.
Kaolin, metakaolin, dan zeolit hasil sintesis ZS3 juga dikarakterisasi
menggunakan SEM untuk mengetahui morfologi permukaan adsorben dan bentuk
kristal. Kaolin memiliki tekstur permukaan kasar dan bentuk kristal persegi tak
beraturan yang cenderung membentuk agregat. Ukutan partikel kaolin bervariasi
dari 6 µm - 20 µm (Gambar 3). Metakaolin memiliki tekstur permukaan kasar
dan berbentuk lapisan yang terdiri dari kristal lembaran persegi tak beraturan serta
cenderung beragregat. Ukuran partikel metakaolin bervariasi sekitar 2 µm - 18
µm (Gambar 4).

7

Gambar 3 Morfologi kaolin perbesaran 2000x

Gambar 4 Metakaolin perbesaran 2000x
Zeolit sintetis ZS3 memiliki struktur permukaan berongga serta berbentuk
persegi, sesuai dengan morfologi zeolit A. Wujud kristal relatif tidak beraturan
dan cenderung beragregat membentuk partikel yang lebih besar. Ukuran partikel
ZS3 bervariasi sekitar 2 µm - 5 µm (Gambar 5). Nanokomposit zeolit/TiO2 (NC3)
memiliki struktur persegi enam dan permukaan yang halus, sesuai dengan
morfologi zeolit X (Lampiran 8). Ukuran partikel nanokomposit NC3 bervariasi
sekitar 0,5 µm - 2 µm (Gambar 6). Walaupun ukuran nanokomposit yang
dihasilkan adalah mikrometer (µm), namun karena TiO2 memiliki ukuran 10 nm
sehingga dapat dikatakan bahwa material yang terbentuk merupakan
nanokomposit.

8

Gambar 5 Morfologi ZS3 dengan perbesaran 2500x

Gambar 6 Morfologi NC3 dengan perbesaran 5000x
Sampel juga dianalisis dengan SEM-EDX (Energy Dispersive X-ray
Spectroscopy) untuk mengetahui komposisi unsur yang terkandung dalam sampel
(Lampiran 9 dan 10). Komposisi unsur kaolin, metakaolin, zeolit sintetis ZS3 dan
NC3 dapat dilihat pada Tabel 3. Tampak bahwa komposisi sampel kaolin,
metakaolin, ZS3 dan NC3 didominasi oleh atom O sekitar 60-70%. Atom C pada
kaolin tidak terdeteksi setelah adanya pemanasan pada proses kalsinasi. Atom K
tidak terdeteksi pada ZS3, sehingga dapat disimpulkan bahwa ion Na menjadi
penyeimbang muatan pada kerangka struktur zeolit. Keberadaan titanium (Ti)
pada komposisi NC3 menunjukkan bahwa pembuatan nanokomposit zeolit/TiO2
berhasil. Struktur kristal zeolit yang tidak homogen dan cenderung beragregasi
pada hasil SEM diduga karena adanya ion pengotor seperti Rb dan Ba. Pengotor
tersebut diduga ikut bergabung dalam membentuk kerangka struktur zeolit selama
proses hidrotermal (Wang et al. 2009). Namun demikian, komposisi zeolit
tergantung pada lokasi penembakan sinar X. Oleh karena itu, sebaiknya
penembakan sinar X dilakukan pada berbagai posisi struktur kristal.

9

Tabel 3 Komposisi bahan baku dan hasil sintesis menggunakan SEM-EDX
Komposisi
Kaolin
Metakaolin
ZS3
NC3
Atom (%) Atom (%) Atom (%) Atom (%)
O
65.32
O
58.66
O
69.50
O
61.59
Al
18.48
Al
22.69
Al
9.73
Al
9.79
Si
14.16
Si
17.29
Si
9.95
Si
9.44
C
1.52
K
0.72
Na
9.53
Na
9.62
In
0.52
Fe
0.64
Rb
0.93
Rb
1.10
Ba
0.36
Ba
1.10
Ti
7.36
Nisbah Si/Al ZS3 dan NC3 (Lampiran 11 dan 12), yaitu 1,02 dan 0,96.
Nisbah Si/Al untuk zeolit A dan zeolit X, yaitu 1 dan 1,25. ZS3 memiliki nisbah
yang sesuai dengan zeolit A, sedangkan pada NC3 yang telah teridentifikasi
sebagai zeolit X memiliki nisbah Si/Al < 1. Lebih rendahnya nisbah Si/Al pada
nanokomposit NC3 dapat disebabkan karena Si dan Al yang terlarut tidak
membentuk zeolit, melainkan SiO2 dan Al2O3 yang terkristalkan.
.
Kapasitas Adsorpsi
Kapasitas adsorpsi zeolit terhadap biru metilena
Pengukuran serapan sinar oleh standar biru metilena 2 ppm pada pemayaran
200 sampai 700 nm menunjukkan panjang gelombang maksimum pada 664 nm
dengan nilai absorbansi yaitu 0,226. Pengukuran pada panjang gelombang
maksimum ini (664 nm) akan memberikan kepekaan dan ketelitian yang paling
tinggi pada spektrofotometer. Hal ini sesuai yang dilaporkan Mouzdahir et al.
(2007) panjang gelombang maksimum biru metilena adalah 663 nm.
Hasil pengujian kemampuan zeolit dalam menjerap zat warna biru metilena
(BM) menunjukkan bahwa kapasitas adsorpsi bertambah besar seiring dengan
meningkatnya konsentrasi awal larutan BM. Menurut Mouzdahir et al. (2007), hal
ini terjadi karena semakin besar konsentrasi awal BM yang diberikan, akan
semakin banyak pula BM yang terjerap pada zeolit. Hal ini terjadi bila keberadaan
tapak aktif sampel zeolit masih memungkinkan untuk menjerap BM yang
konsentrasi atau jumlahnya semakin meningkat. Kemampuan penyerapan BM
dapat dilihat dari nilai kapasitas adsorpsi (q).
Zeolit ZS2 yang disintesis dengan NaOH 2,5 N memiliki kapasitas
penjerapan tertinggi, yaitu 17,32 mg/g, sedangkan ZS1 yang disintesis dengan
NaOH 1,5 N dengan waktu ageing yang sama, yaitu 24 jam memiliki kapasitas
penjerapan BM terendah, yaitu 16,60 mg/g (Gambar 7). Zeolit yang dibentuk
dengan konsentrasi NaOH lebih tinggi memiliki kapasitas penjerapan yang lebih
baik terhadap zat warna. Hal ini disebabkan semakin tinggi konsentrasi NaOH
maka semakin banyak silika yang terlarut. Pelarutan silika menyebabkan nisbah
Si/Al menurun sehingga meningkatkan kapasitas adsorpsi.

10
20
18
16
Q (mg/g)

14
12

ZS1

10

ZS2

8

ZS3

6
4
2
0
0

50

100

150

200

250

300

Ce (mg/L)

Gambar 7 Kapasitas penjerapan zeolit ZS1, ZS2 dan ZS3
Variasi waktu ageing pada sintesis zeolit ZS2 dan ZS3 mempengaruhi
kapasitas penjerapan zeolit. Zeolit yang disintesis dengan NaOH 2,5 N dengan
waktu ageing 6 jam (ZS3) dan 24 jam (ZS2) memiliki kapasitas penjerapan
sebesar 17,01 mg/g dan 17,32 mg/g (Gambar 7). Semakin lama waktu ageing
maka semakin tinggi kemampuan penjerapannya. Hal ini disebabkan pada waktu
ageing selama 24 jam, zeolit sudah cukup membentuk inti kristal dengan
sempurna sehingga pori zeolit membesar dan memiliki daya serap tinggi.
Kapasitas adsorpsi zeolit sintetis belum mencapai adsorpsi biru metilena
maksimum, hal ini terlihat pada kurva (Gambar 7) yang semakin landai. Oleh
karena itu, perlu penambahan variasi konsentrasi biru metilena untuk mengetahui
kapasitas adsorpsi maksimum dari zeolit sintetis ini.
Kapasitas adsorpsi nanokomposit terhadap biru metilena
Pengujian ini bertujuan mengetahui kemampuan adsorpsi zeolit setelah
dikombinasikan dengan TiO2. Perbandingan kapasitas adsorpsi antara zeolit dan
nanokomposit dapat dilihat pada Gambar 8. Data lengkap penentuan kapasitas
adsorpsi BM oleh ZS3 dan NC3 disajikan pada Lampiran 17 dan 18. Berdasarkan
Gambar (8) terlihat bahwa NC3 memiliki kapasitas adsorpsi lebih tinggi terhadap
BM dibanding ZS3. Hal ini diduga karena keberadaan TiO2 mampu merubah
struktur dari kerangka zeolit yakni menyebabkan rongga zeolit semakin besar
akibat terbentuknya penyangga Ti. Selain itu, hal ini juga dapat disebabkan karena
pengukuran kapasitas adsorpsi dilakukan diruangan yang terbuka (terang), diduga
sebagian BM mengalami degradasi oleh TiO2.

11

25

Q (mg/g)

20
15
ZS3
10

NC3

5
0
0

50

100

150
Ce (mg/L)

200

250

300

Gambar 8 Perbandingan kapasitas penjerapan antara ZS3 dan NC3
Isoterm Adsorpsi Zeolit dan Nanokomposit Zeolit/TiO2
Penentuan isoterm dilihat dari nilai koefisien determinasi (R2) yang
tertinggi. Berdasarkan Tabel 4, tipe isoterm Langmuir dan Freundlich memiliki
nilai koefisien determinasi yang tidak berbeda nyata (Lampiran 13-16). Hal ini
menunjukkan variasi konsentrasi biru metilena yang dilakukan pada penelitian ini
belum dapat menunjukkan tipe isoterm yang diikuti oleh adsorpsi biru metilena
olet zeolit maupun nanokomposit yang disintesis.
Tabel 4 Koefisien determinasi dan Tetapan Isoterm adsorpsi biru metilena oleh
zeolit dan nanokomposit
Sampel
ZX1
ZX2
ZX3
NC3

R2 (%)
Langmuir Freundlich
98.91
98.61
99.54
98.42
99.62
99.35
99.60
99.45

Xm
(mg/g)
23.87
22.78
22.62
28.57

KL
(L/g)
0.009
0.014
0.012
0.010

Nilai tetapan Xm dan KL dapat dilihat pada Tabel 4. Nilai Xm
menggambarkan jumlah yang dijerap atau kapasitas adsorpsi maksimum untuk
membentuk satu lapisan yang sempurna pada permukaan adsorben. Berdasarkan
data yang diperoleh, nilai Xm nanokomposit lebih besar daripada zeolit sintetis
lainnya. Hal ini menunjukkan jumlah BM yang dijerap oleh nanokomposit lebih
banyak dari zeolit. Nilai KL merupakan tetapan yang bertambah dengan kenaikan
ukuran molekuler yang menunjukkan kekuatan ikatan molekul adsorbat pada
permukaan adsorben. ZS2 memiliki nilai KL paling besar, hal ini berarti molekul
biru metilena lebih kuat terikat pada ZS2 dibanding sampel lainnya.

12

Hasil Pengujian Fotodegradasi
Uji fotodegradasi terhadap nanokomposit zeolit/TiO2 bertujuan mengetahui
kemampuannya dalam menguraikan zat warna di bawah radiasi sinar UV panjang
gelombang 365 nm. Zeolit memiliki kemampuan menyerap zat warna, sedangkan
TiO2 menguraikan zat warna. Oleh karena itu, kombinasi keduanya di dalam
nanokomposit diharapkan dapat menghilangkan zat warna secara efisien sekaligus
mengubahnya menjadi senyawa yang aman di lingkungan. Pemilihan biru
metilena pada penelitian ini karena interaksinya dengan air akan menghasilkan ion
BM yang bermuatan positif. Kation yang dihasilkan ini kemudian dapat dijerap
zeolit yang memiliki muatan negatif. Sifat fotokatalis nanokomposit diuji dengan
membandingkan warna BM perlakuan penyinaran UV menggunakan 0,1 g sampel
yang terdiri dari zeolit, nanokomposit serta TiO2 dan 15 mL larutan BM 12,5
mg/L. Pengujian ini dilakukan selama 6 jam.
Hasil perlakuan yang diamati secara visual dapat dilihat pada perubahan
warna biru metilena. Berdasarkan Gambar 9 dan 10, menunjukkan warna dari BM
yang tidak direaksikan dengan bahan penjerap tidak berubah. Begitu pula pada
sampel TiO2, tidak ada perubahan warna. Hal ini dapat disimpulkan bahwa TiO2
tanpa sinar UV tidak dapat menguraikan molekul zat warna BM. Sampel zeolit
(C) dan nanokomposit zeolit/TiO2 (D) terjadi perubahan warna. Hal ini
mengindikasikan bahwa reaksi yang terjadi antara BM dengan zeolit dan
nanokomposit zeolit/TiO2 adalah adsorpsi. Hasil reaksi dengan sinar UV (Gambar
10), BM yang dicampurkan zeolit (G) dan nanokomposit zeolit/TiO2 (H) terjadi
perubahan warna, yaitu menjadi tidak berwarna. Namun, hal ini belum
menunjukkan adanya fotodegradasi karena intensitas warna pada sampel G dan H
sama, sehingga masih kemungkinan proses yang terjadi hanyalah adsorpsi.

Gambar 9 BM pada filtrat
interaksi tanpa radiasi UV:
(A) tanpa sampel, (B) TiO2,
(C) NC3 dan (D) ZS3

Gambar 10 BM pada filtrat
interaksi dengan radiasi UV:
(E) tanpa sampel, (F) TiO2,
(G) NC3 dan (H) ZS3

Secara kualitatif sudah terlihat jelas bahwa telah terjadi penyerapan zat
warna oleh zeolit maupun nanokomposit yang diradiasi sinar UV maupun tidak.
Pengukuran kuantitatif filtrat semua sampel tersebut kemudian diukur
menggunakan spektroskopi UV-Vis yang akan memperjelas kuantitas penurunan
konsentrasi BM.

13

Gambar 11 Spektrum UV-Vis filtrat sampel di tempat gelap: (A) BM, (B) BM +
TiO2, (C) BM + ZS3 dan (D) BM + NC3.

Gambar 12 Spektrum UV-Vis filtrat sampel dibawah sinar UV: (E) BM, (F) BM
+ TiO2, (G) BM + ZS3 dan (H) BM + NC3.
Spektrum penyerapan BM di daerah UV-Vis diperlihatkan pada Gambar
(11) dan (12). Spektrum A dan E adalah spektrum absorpsi UV-Vis larutan BM
konsentrasi 12,5 mg/L. Spektrum A dan E menunjukkan karakteristik puncak
khas dari BM yaitu 664 nm. Spektrum B dan F masih terdeteksi adanya BM,
dengan konsentrasi yang lebih rendah daripada A dan E, menunjukkan sebagian
BM sudah teradsorpsi. Spektrum C dan G yang berisi sampel ZS3 menunjukkan
bahwa pada G filtrat sudah tidak terdeteksi kandungan BM-nya, dengan kata lain
telah mengadsorpsi BM dengan sempurna. Spektrum D dan H menunjukkan
bahwa tanpa dan dengan sinar UV, larutan BM sudah teradsorpsi sempurna.
Spektrum H, selain terjadi adsorpsi juga terjadi fotodegradasi, hal ini disebabkan
TiO2 mampu mengurai senyawa biru metilena sehingga tidak ada lagi warna biru
baik pada filtrat maupun endapan. Filtrat H yang diperoleh telah berubah menjadi
senyawa lain yang bila degradasinya sempurna akan menghasilkan
karbondioksida dan air.

14

Selain pengujian filtrat, perlu pengamatan tambahan pada endapan sampel
TiO2, ZS3 dan NC3 yang dapat digunakan sebagai indikator terjadinya proses
adsorpsi-fotodegradasi (Gambar 13 dan 14). Endapan yang berwarna biru
menunjukkan bahwa pada sistem hanya terjadi proses adsorpsi, sedangkan bila
endapan berwarna putih, maka pada sistem terjadi proses adsorpsi-fotodegradasi.
Hasil uji fotodegradasi BM menunjukkan bahwa TiO2 yang disinari UV
menghasilkan endapan yang berwarna putih. Hal ini dikarenakan TiO2 mampu
mengurai senyawa BM sehingga tidak ada lagi warna biru baik pada filtrat
maupun endapan. Nanokomposit dengan UV ternyata tidak menghasilkan
endapan berwarna putih, namun masih berwarna biru. Bila warna endapannya
dibandingkan dengan nanokomposit dalam gelap, terlihat warna birunya lebih
pudar karena selain terjadi adsorpsi, NC3 juga mengalami fotodegradasi.

Gambar 13 BM pada endapan
interaksi radiasi UV: (A)
TiO2, (B) ZS3 dan (C)
NC3.

Gambar 14 BM pada endapan
interaksi tanpa radiasi
UV: (D) TiO2, (E) NC3
dan (F) ZS3.

Perubahan warna filtrat pada sampel nanokomposit zeolit/TiO2 yang disinari
UV dari berwarna menjadi tidak berwarna menunjukkan struktur molekul zat
warna BM telah berubah menjadi suatu senyawa yang tidak berwarna. Dengan
demikian dapat disimpulkan,selain terjadi proses adsorpsi, nanokomposit juga
mengalami fotodegradasi. Persen degradasi NC3 yang diperoleh, yaitu 85,19%
(Lampiran 23). Hasil proses fotodegradasi ini menghasilkan CO2, H2O, dan asamasam mineral (Madhu et al. 2007). Reaksi fotodegradasi BM dapat dituliskan
sebagai berikut (Nogueira & Jardim 1993):
C16H18N3SCl + 51/2 •O2→ HCl + H2SO4 + 3HNO3 + 16CO2 +6H2O
Biru metilena

Tabel 5 Proses yang terjadi pada pengujian fotodegradasi
Sampel
BM
BM+TiO2
BM+NC3
BM+ZS3

Proses
Di tempat gelap
Adsorpsi
Adsorpsi

Di bawah sinar UV
Fotodegradasi
Adsorpsi dan Fotodegradasi
Adsorpsi

15

SIMPULAN DAN SARAN
SIMPULAN
Zeolit X tidak dihasilkan dalam sintesis ini, melainkan tipe zeolit lain yaitu
Zeolit A. Zeolit X terbentuk pada sintesis nanokomposit zeolit/TiO2. Uji adsorpsi
zeolit menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi biru metilena, maka
semakin besar pula kapasitas penjerapannya. Zeolit yang disintesis pada
konsentrasi NaOH 2,5 N dengan waktu ageing 24 jam memiliki nilai kapasitas
adsorpsi tertinggi yaitu 17,32 mg/g. Pembuatan nanokomposit zeolit/TiO2
menyebabkan nilai kapasitas adsorpi zeolit menjadi sebesar 21,03 mg/g. Tipe
isoterm adsorpsi zeolit dan nanokomposit sintetis belum bisa ditentukan karena
memiliki nilai koefisien determinasi Langmuir dan Freundlich yang tidak berbeda
nyata. Nanokomposit memiliki sifat fotokalisis setelah penyinaran UV 365 nm
yang ditunjukkan dari kemampuannya menguraikan biru metilena 12,5 g/mL
selama 6 jam dengan persen degradasi sebesar 85,19%.

SARAN
Tahapan selanjutnya perlu dilakukan penambahan variasi konsentrasi biru
metilena agar dapat diketahui konsentrasi maksimum biru metilena yang dapat
diadsorpsi zeolit sintetis serta mendapatkan tipe isoterm yang diikuti pada proses
adsorpsi zeolit dan nanokomposit sintetis.

DAFTAR PUSTAKA
[JCPDS] Joint Committee on Powder Difraction Standards. Zeolite A. 39-0222.
[JCPDS] Joint Committee on Powder Difraction Standards.Zeolite X. 38-0237.
Atkins PW. 1999. Kimia Fisik. Irma IK, penerjemah. Jakarta (ID): Erlangga.
Terjemahan dari: Physical Chemistry.
Banon C dan Suharto ET. 2008. Adsorpsi amoniak oleh adsorben zeolit alam yang
diaktivasi dengan larutan amonium nitrat. Gradien. 4:354-360.
Barreer RM. 1978. Zeolite and Clay Mineral, Sorbents and Molecular Sieves.
London (US): Academic Pr.
Chandrasekhar S dan Pramada PN. 1999. Investigation on the synthesis of zeolite
Na-X from Kerala kaolin. J of Porous Mater. 6:283-297.
doi:10.1023/A:1009632606671.
Fatimah Is, Wijaya K. 2005. Sintesis TiO2/zeolit sebagai fotokatalis pada
pengolahan limbah cair industri tapioka secara adsorpsi-fotodegradasi.
TEKNOIN. 10:257-267.
Flanigen EM. 1991. Zeolite and Molecular Sieves An Historical Perspective. New
York (US): Elsevier Science Publishers BV.
Gruszkiewics MS, Simonson JM, Burchell TD, Cole DR. 2005. Water adsorption
and desorption on microporous solids at elevated temperature. J of Therm Anal
and Calor. 81:609-615. doi:10.1007/s10973-005-0832-1.

16
Hediana N. 2011. Sintesis, pencirian, dan uji fotodegradasi nanokomposit
sodalit/TiO2 terhadap zat warna biru metilena [Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Janjira W. 2002. Synthesis and kinetic study of zeolite NaA from thai kaolin
[Tesis]. Suranaree (TH): Degree of Mater of Science in Chemistry, Suranaree
University of Technology.
Jozefaciuk G, Bowanko G. 2002. Effect of acid and alkali treatments on surface
areas and adsorption energies of selected minerals. J Clays and Clay Minerals.
50(6):771-783. doi:10.1180/claymin.2011.046.1.73.
Madhu GM, Lourdu AR, Vasantha, Kumar PK, Shreyas. 2007. Photodegradation
of methylene blue dye using UV/BaTiO3, UV/H2O2, and UV/H2O2/BaTiO3
oxidation
processes.
Indian
J
of
Chem
Tech.
14:139–144.
doi:10.1016/j.desal.2005.04.005.
Mouzdahir Y El, Elmchaori A, Mahboub R, Gil A, Korili SA. 2007. Adsorption
of methylene blue from aqueous solutions on a Moroccan clay. J Chem Eng
Data. 52:1621-1625. doi:10.1021/je700008g.
Murray HH. 1960. Industrial applications of kaolin. Clay and Clay Mineral: 292298.
Nogueira R, Jardim WF. 1993. Photodegradation of methylene blue using solar
light
and
semiconductor
(TiO2).
J
Chem.
70(10):861-862.
doi:10.1021/ed070p861.
Ozkan FC, Ulku S. 2008. Diffusion mechanism of water vapour in a zeolitic tuff
rich in clinoptilolite. J of Therm Anal and Calorimetry. 94:699-702.
doi:10.1007/s10973-008-9357-8.
Suardana N. 2005. Optimalisasi daya adsorpsi zeolit terhadap ion kromium (III).
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Sains & Humaniora. 2(1):17-33.
Treacy MMJ, Higgins JB. 2001. Collection of Simulated XRD Powder Patterns
for Zeolites. New York (US): Elsevier Science Publishers BV.
Thammavong S. 2003. Studies of synthesis, kinetic and particle size of zeolite X
from Narathiwat kaolin [Tesis]. Suranaree (TH): Degree of Master of Science
in Chemistry, Suranaree University of Technology.
Wang S, Terdkiatburana T, Tade MO. 2008. Adsorption Cu (II), Pb (II), and
humic acid on natural zeolite tuff in single and binary systems. Separation and
Purification Technology. 62:64-70. doi:10.1016/j.cej.2007.08.005.
Wang Chunfeng, Sun Xia, Wang L, Jiansheng L. 2008. Evaluation of zeolites
shynthesized from fly ash as potential adsorbent for waste water containing
heavy metals. J of Envi Scien. 21:127-136. doi:10.1016./j.jhazmat.2008.02.107.

17

Lampiran1 Bagan alir penelitian
Kaolin
Kalsinasi 700C
T = 6 jam
Metakaolin

Waterglas
s

NaOH 1,5 N
dan 2.5 N

Hasil sintesis zeolit X

TiO2
Hasil
sintesis
nanokomposit
zeolit X/TiO2
Biru
metilena

Penentuan kapasitas adsorpsi
zeolit X dan nanokomposit
zeolit X/TiO2

Uji fotodegradasi nanokomposit
zeolit X/TiO2

Warna BM filtrat

Warna BM endapan

XRD &
SEM

18

20

Lampiran 2 Difraktogram XRD sampel ZS1

Tabel Identifikasi Zeolit ZS1
ZS1


7.3299
10.2491
12.5329
16.1604
21.7191
24.0339
27.1621
29.9902
34.2223

JCPDS
I/Io
7
21
24
27
55
84
81
100
59


7.184
10.166
12.460
16.106
21.664
23.986
27.111
29.944
34.183

Lampiran 3 Difraktogram XRD sampel ZS2

I/Io
100
51
32
20
11
44
41
20
27

Tipe zeolit

Zeolit A
Zeolit A
Zeolit A
Zeolit A
Zeolit A
Zeolit A
Zeolit A
Zeolit A
Zeolit A

21
19

Tabel Identifikasi Zeolit ZS2
ZS2



JCPDS
I/Io
11
26
25
26
51
84
78
100
64

7.3359
10.2827
12.5631
16.1927
21.7442
24.0653
27.1921
30.0178
34.2606


7.184
10.166
12.460
16.106
21.664
23.986
27.111
29.944
34.183

Tipe zeolit
I/Io
100
51
32
20
23
44
41
20
27

Zeolit A
Zeolit A
Zeolit A
Zeolit A
Zeolit A
Zeolit A
Zeolit A
Zeolit A
Zeolit A

Lampiran 4 Difraktogram XRD sampel ZS3

Tabel Identifikasi Zeolit ZS3
ZS3

7.2882
10.2334
12.5172
16.1421
21.6972
24.0165
27.1384
29.9634
34.2053

I/Io
3
21
27
27
59

93
81
100
65

JCPDS
I/Io

7.184
10.166
12.460
16.106
21.664
23.986
27.111
29.944
34.183

100
51
32
20
23
44
41
20
27

Tipe zeolit
Zeolit A
Zeolit A
Zeolit A
Zeolit A
Zeolit A
Zeolit A
Zeolit A
Zeolit A
Zeolit A

20

22

Lampiran 5 Difraktogram XRD sampel nanokomposit NC3

Keterangan:

= Zeolit X,

= Zeolit A
Tabel Identifikasi NC3

Nanokomposit


10.0498
11.7429
15.4324
16.1251
20.0610
21.6912
23.5884
26.6387
27.4022
29.9823
30.9195
31.9668
34.1784
37.3104
39.9372

I/Io
16
18
44
6
30
15
11
83
4
30
100
48
33
19
10

JCPDS


9.994
11.737
15.464
16.106
20.089
21.664
23.630
26.706
27.417
29.944
30.997
32.033
34.183
37.407
39.999

I/Io
18
12
18
20
9
23
3
18
1
20
19
8
27
5
1

Tipe zeolit
Zeolit X
Zeolit X
Zeolit X
Zeolit A
Zeolit X
Zeolit A
Zeolit X
Zeolit X
Zeolit X
Zeolit A
Zeolit X
Zeolit X
Zeolit A
Zeolit X
Zeolit X

23
21

Lampiran 6 JCPDS zeolit A (Na) dan LTA (Treacy dan Higgins 2001)

24

22

Lampiran 7 JCPDS Zeolit X

Lampiran 8 Referensi SEM Zeolit A dan Zeolit X (Wang et al, 2008)

Zeolit A

Zeolit X

25
23

Lampiran 9 Hasil SEM-EDX kaolin

Lampiran 10 Hasil SEM-EDX metakaolin

24
Lampiran 11 Hasil SEM-EDX ZS3

Lampiran 12 Hasil SEM-EDX NC3

26

27
25

Lampiran 13 Penentuan pola isoterm adsorpsi BM oleh ZS1
Co

*Ce

Ct

m

(mg/L)
50
100
150
200
300

(mg/L)
30.8421
71.1579
106.421
152.7368
243.7894

(mg/L)
19.1579
28.8421
43.5789
47.2632
56.2105

(g)
0.0502
0.0502
0.0517
0.0504
0.0508

Isoterm Langmuir
x/m
(mg/g)
5.7245
8.6182
12.6438
14.0664
16.5976

x* (g)
0.0003
0.0004
0.0007
0.0007
0.0008

c/(x/m)
(g/L)
5.3878
8.2567
8.4169
10.8583
14.6882

Isoterm
Freundlich
log
x/m
log c
1.4891 0.7577
1.8522 0.9354
2.0270 1.1019
2.1839 1.1482
2.3870 1.2200

*Ce digunakan sebagai variabel c pada rumus Isoterm Langmuir dan
Freundlich

Persamaan garis isoterm Langmuir yang diperoleh y = 0,0419x + 4,4469
dengan R2= 98,91%

c/(x/m) (g/L)





16
14
12
10
8
6
4
2
0

y = 0,0419x + 4,4469
R² = 0.9891

0

50

100

150

200

250

300

Ce (mg/L)

Persamaan garis isoterm Freundlich yang diperoleh y = 0,5370x – 0,0348
dengan R2= 98,61%
1.4
1.2
1.0
Log x/m



0.8

y = 0.5370x + 0.0348
R² = 0.9861

0.6
0.4
0.2
0.0
1.4891

1.8522

2.0270
Log C

2.1839

2.3870

28

26

Lampiran 14 Penentuan pola isoterm adsorpsi BM oleh ZS2
Co

*Ce

Ct

m

(mg/L)
50
100
150
200
300

(mg/L)
28.2106
64.8421
105.3684
146.4211
241.6842

(mg/L)
21.7894
35.1579
44.6316
55.1579
58.3158

(g)
0.0504
0.0501
0.0513
0.0509
0.0505

Isoterm
Freundlich

Isoterm Langmuir
x/m
(mg/g)
6.4849
10.5263
13.0502
16.2548
17.3215

x* (g)
0.0003
0.0005
0.0007
0.0008
0.0009

c/(x/m)
(g/L)
4.3502
6.1600
8.0741
9.0079
13.9528

log c
log x/m
1.4504 0.8119
1.8119 1.0223
2.0227 1.1156
2.1656 1.2110
2.3832 1.2386

*Ce digunakan sebagai variabel c pada rumus Isoterm Langmuir dan
Freundlich




Persamaan garis isoterm Langmuir yang diperoleh y = 0,0439x + 3,1651
dengan R2= 99,54%
16
14
y = 0,0439 + 3.1651
R² = 0.9954

c/(x/m) (g/L)

12
10
8
6
4
2
0
0

50

100

150

200

250

300

Ce (mg/L)

Persamaan garis isoterm Freundlich yang diperoleh y = 0,4766x + 0,1427
dengan R2= 98,42%
1.4
1.2
1.0
log x/m



0.8

y = 0.4766x + 0.1427
R² = 0.9842

0.6
0.4
0.2
0.0
1.4504

1.8119

2.0227
Log C

2.1656

2.3832

27
29

Lampiran 15 Penentuan pola isoterm adsorpsi BM oleh ZS3
Co

*Ce

Ct

m

(mg/L)
50
100
150
200
300

(mg/L)
28.7368
66.3669
108.5263
149.0527
242.7368

(mg/L)
21.2632
33.5790
41.4737
50.9474
57.2632

(g)
0.0503
0.0508
0.0504
0.0505
0.0505

Isoterm
Freundlich

Isoterm Langmuir
x* (g)
0.0003
0.0005
0.0006
0.0008
0.0009

x/m
(mg/g)
6.3409
9.9151
12.3434
15.1329
17.0089

c/(x/m)
(g/L)
4.5320
6.6935
8.7923
9.8496
14.2712

log c
log x/m
1.4584 0.8022
1.8220 0.9963
2.0355 1.0914
2.1733 1.1799
2.3851 1.2307

*Ce digunakan sebagai variabel c pada rumus Isoterm Langmuir dan
Freundlich

Persamaan garis isoterm Langmuir yang diperoleh y = 0,0442x + 3,5614
dengan R2= 99,62%

c/(x/m) (g/L)





16
14
12
10
8
6
4
2
0

y = 0,0442x + 3,5614
R² = 0.9962

0

50

100

150

200

250

300

Ce (mg/L)

Persamaan garis isoterm Freundlich yang diperoleh y = 0,4758x – 0,1204
dengan R2= 99.35%
1.4
1.2
1.0
Log x/m



y = 0.4758x + 0.1204
R² = 0.9935

0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
1.4584

1.8220

2.0355
Log C

2.1733

2.3851

30

28

Lampiran 16 Penentuan pola isoterm adsorpsi BM oleh NC3
Isoterm
Freundlich

Isoterm Langmuir

Co

*Ce

Ct

m

(mg/L)
50
100
150
200
300

(mg/L)
27.1579
62.2105
102.2106
147.4737
229.6842

(mg/L)
22.8421
37.7895
47.7894
52.5263
70.3158

(g)
0.0501
0.0501
0.0504
0.0501
0.0501

x* (g)
0.0003
0.0006
0.0007
0.0008
0.0011

x/m
(mg/g)
6.8390
11.3142
14.2230
15.7264
21.0526

c/(x/m)
(g/L)
3.9711
5.4984
7.1863
9.3774
10.9100

log c
log x/m
1.4339 0.8350
1.7939 1.0536
2.0095 1.1530
2.1687 1.1966
2.3611 1.3233

*Ce digunakan sebagai variabel c pada rumus Isoterm Langmuir dan
Freundlich




Persamaan garis isoterm Langmuir yang diperoleh y = 0,0350x + 3,4043
dengan R2= 99,60%
14

c/(x/m) (g/L)

12

y = 0,0350x + 3,4043
R² = 0.9960

10
8
6
4
2
0
0

50

100

150

200

250

Ce (mg/L)

Persamaan garis isoterm Freundlich yang diperoleh y = 0,5085x + 0,1189
dengan R2= 99.45%
1.6
1.4
1.2
Log x/m



1.0
0.8
y = 0.5085x + 0.1189
R² = 0.9945

0.6
0.4
0.2
0.0
1.4339

1.7939

2.0095
Log C

2.1687

2.3611

31
29

Lampiran 17 Penentuan panjang gelombang maksimum larutan biru metilena
Panjang
gelombang
(nm)
664.0
374.5
321.5
291.5
245.5
504.0
380.0
364.5
356.5
320.0
260.0
220.5

maks= 664 nm

absorbans
0.226
0.006
0.026
0.117
0.054
0.009
0.005
0.004
0.005
0.026
0.033
0.024

Lampiran 18 Kurva standar larutan biru metilena
Larutan
std 1
std 2
std 3
std 4
std 5
std 6

konsetrasi
absorbansi
(mg/L)
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0

0.050
0.067
0.127
0.168
0.231
0.276

Kurva standar biru metilena
0.300

absorbansi

0.250
y = 0.0950x - 0.0131
R² = 0.9924

0.200
0.150
0.100
0.050
0.000
0.5

1.0

1.5

2.0

konsentrasi BM (mg/L)

2.5

3.0

32

30

Lampiran 19 Data penentuan kapasitas adsorpsi BM pada ZS1
Bobot
zeolit (g)

Co
(ppm)

Abs

Ce
(ppm)

FP

Ct
(ppm)

Q
(mg/g)

0.0502
0.0502
0.0505
0.0500
0.0519
0.0516
0.0500
0.0509
0.0510
0.0506

50
50
100
100
150
150
200
200
300
300

0.043
0.048
0.058
0.051
0.089
0.087
0.129
0.135
0.220
0.217

29.5263
32.1579
74.8421
67.4737
107.4737
105.3684
149.5789
155.8947
245.3684
242.2105

50
50
100
100
100
100
100
100
100
100

20.4737
17.8421
25.1579
32.5263
42.5263
44.6316
50.4211
44.1053
54.6316
57.7895

6.1176
5.3313
7.4726
9.7579
12.2908
12.9743
15.1263
12.9976
16.0681
17.1313

Rerata Q
5.72
8.62
12.63
14.06
16.60

Lampiran 20 Data penentuan kapasitas adsorpsi BM pada ZS2
Bobot
zeolit (g)

Co
(ppm)

Abs

Ce
(ppm)

FP

Ct
(ppm)

0.0503
0.0505
0.0500
0.0503
0.0516
0.0510
0.0502
0.0517
0.0503
0.0507

50
50
100
100
150
150
200
200
300
300

0.042
0.039
0.051
0.046
0.085
0.089
0.123
0.129
0.215
0.218

29.0000
27.4211
67.4737
62.2105
103.2632
107.4737
143.2632
149.5789
240.1053
243.2632

50
50
100
100
100
100
100
100
100
100

21.0000
22.5789
32.5263
37.7895
46.7368
42.5263
56.7368
50.4211
59.8947
56.7368

Q
(mg/g)
6.2624
6.7066
9.7579
11.2692
13.5863
12.5077
16.9532
14.6289
17.8613
16.7860

Rerata Q
6.48
10.51
13.05
15.79
17.32

Lampiran 21 Data penentuan kapasitas adsorpsi BM pada ZS3
Bobot
zeolit (g)

Co
(ppm)

Abs

Ce
(ppm)

FP

Ct
(ppm)

Q
(mg/g)

0.0505
0.0501
0.0511
0.0505
0.0507
0.0501
0.0510
0.0500
0.0504
0.0506

50
50
100
100
150
150
200
200
300
300

0.038
0.045
0.049
0.051
0.083
0.097
0.123
0.134
0.216
0.219

26.8947
30.5789
65.3684
67.4737
101.1579
115.8947
143.2632
154.8421
241.1579
244.3158

50
50
100
100
100
100
100
100
100
100

23.1053
19.4211
34.6316
32.5263
48.8421
34.1053
56.7368
45.1579
58.8421
55.6842

6.8629
5.8147
10.1658
9.6613
14.4503
10.2112
16.6873
13.5474
17.5125
16.5072

Rerata Q
6.34
9.91
12.33
15.12
17.01

3331
Lampiran 22 Data penentuan kapasitas adsorpsi BM oleh NC3
Bobot
nanokomposit (g)

Co
(ppm)

Abs

Ce (ppm)

FP

Ct
(ppm)

Q
(mg/g)

Rerata
Q

0.0501
0.0501
0.0501
0.0502
0.0505
0.0503
0.0502
0.0501
0.0501
0.0502

50
50
100
100
150
150
200
200
300
300

0.039
0.038
0.046
0.046
0.085
0.083
0.126
0.128
0.097
0.095

27.4211
26.8947
62.2105
62.2105
103.2632
101.1579
146.4211
148.5263
231.7895
227.5789

50
50
100
100
100
100
100
100
200
200

22.5789
23.1053
37.7895
37.7895
46.7368
48.8421
53.5789
51.4737
68.2105
72.4211

6.7602
6.9177
11.3142
11.2917
13.8822
14.5652
16.0096
15.4113
20.4223
21.6398

6.84

Contoh perhitungan:

(

)

Keterangan:
Co : Konsentrasi awal larutan biru metilena (mg/L)
Ce : Konsentrasi akhir larutan biru metilena (mg/L)
Ct : Konsentrasi terjerap larutan biru metilena (mg/L)
Q : Kapasitas adsorpsi (mg/g)
Lampiran 23 Persen degradasi NC3

11.30
14.22
15.71
21.03

34
32

RIWAYAT HIDUP
Penulis merupakan putri keempat dari Bapak H. Usin dan Ibu Hj. Fatmawati
yang dilahirkan di Tangerang pada tanggal 16 Mei 1990.
Tahun 2008 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Ciputat, yang sekarang
bernama SMA Negeri 1 Tangerang Selatan. Di tahun yang sama, penulis lulus
seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis
memilih Program Studi Kimia, Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam. Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten
praktikum Kimia Anorganik tahun ajaran 2011/2012.
Penulis melakukan Praktik Lapang di Badan Pengawas Obat dan Makanan
(BPOM) di bagian Pusat Riset Obat dan Makanan (PROM) dan melakukan riset
mengenai bahan berbahaya yang terkandung dalam kosmetik.