Adsorpsi biru metilena pada metakaolin dan nanokomposit metakaolin-TiO2 serta uji fotokatalisis

ABSTRAK
PRAVITHA WIDYASTANA HARTIANTO. Adsorpsi Biru Metilena pada
Metakaolin dan Nanokomposit Metakaolin-TiO2 serta Uji Fotokatalisis.
Dibimbing oleh SRI SUGIARTI dan ZAENAL ABIDIN.
Salah satu metode yang digunakan untuk menghilangkan zat warna pada
perairan adalah adsorpsi-fotodegradasi. Metode ini berdasar pada proses adsorpsi
senyawa organik oleh permukaan padatan yang sekaligus dapat mendegradasi
senyawa organik. Adsorben yang digunakan umumnya berbahan dasar lempung,
seperti kaolin. Pemanasan suhu tinggi pada kaolin membuat struktur dari kaolin
itu sendiri rusak dan membentuk metakaolin yang bersifat amorf. Penggunaan
metakaolin sebagai adsorben kurang diminati karena memiliki daya jerap yang
rendah. Oleh karena itu, dilakukan modifikasi metakaolin menjadi nanokomposit
dengan menambahkan serbuk TiO2 anatase secara fisik. Pada penelitian ini,
metakaolin dibentuk dengan mengkalsinasi kaolin Bangka Belitung pada suhu
550 dan 700 ˚C selama 3 dan 6 jam. Hasil pengamatan menunjukkan kapasitas
adsorpsi turun dengan bertambahnya suhu kalsinasi pada kaolin. Nanokomposit
metakaolin-TiO2 dibuat dari metakaolin hasil kalsinasi pada suhu 550 ˚C selama 3
jam dengan bantuan bahan pengikat TB3. Komposisi dalam pembuatan
nanokomposit ini adalah metakaolin:bahan pengikat:TiO2 (6:3:1). Kapasitas
adsorpsi metakaolin lebih tinggi dibanding nanokomposit, yaitu 14,76 dan 13,26
mg/g. Akan tetapi, nanokomposit ini mempunyai kelebihan yaitu mampu

mendegradasi biru metilena menjadi senyawa lain.
ABSTRACT
PRAVITHA WIDYASTANA HARTIANTO. Methylene Blue adsorption on
Metakaolin and Metakaolin-TiO2 Nanocomposite and Their Catalysis Test.
Supervised by SRI SUGIARTI and ZAENAL ABIDIN.
One method used for handling organic dyes in wastewater is adsorptionphotodegradation. This method is based on adsorption of the organic compound
by the surface of a solid material that subsequently degrades the organic
compound. Clay materials such as kaolin are commonly used as the adsorbent.
High temperature heating of kaolin damages its structure and forms amorphous
metakaolin. However, metakaolin is rarely used as adsorbent due to its low
adsorption capacity. Therefore, modification was done on metakaolin to obtain a
nanocomposite by physically mixing metakaolin with TiO2 anatase. In this study
metakaolin was formed from Bangka Belitung kaolin by calcinations at
temperatures of 550 and 700 ˚C for 3 and 6 hours for a total of four treatments.
The study showed that the adsorption capacity decreased with increasing
calcination temperature. Metakaolin calcined at 550 ˚C for 3 hours was used to
create metakaolin-TiO2 nanocomposite using TB3 as binder with a
metakaolin:binder:TiO2 mixing ratio of 6:3:1. The adsorption capacity of the
nanocomposite was slightly lower than that of the metakaolin at 13.26 and 14.76
mg/g, respectively. This nanocomposite successfully photodegraded the

methylene blue compound.

PENDAHULUAN
Kaolin atau ”kaolinite” dengan rumus
molekul Al2O3.2SiO2.2H2O merupakan salah
satu jenis mineral lempung yang banyak
terdapat di Indonesia. Kaolin lazim disebut
sebagai “lempung cina” karena pertama kali
ditemukan di daerah Kao-Lin, Cina (Zheng
2005). Bagian permukaan kristal kaolinit
mempunyai muatan negatif yang tetap dan
tidak bergantung pada pH (permanent
charge). Muatan negatif tersebut berasal dari
substitusi atom dalam struktur kristal yang
tidak memengaruhi struktur kristal tersebut,
misalnya dengan adanya atom Al yang
bermuatan +3 menggantikan atom Si yang
bermuatan +4, kerangka kaolinit kekurangan
muatan positif atau kelebihan muatan negatif
(Tan 1982).

Mineral lempung kaolin dalam bentuk
dehidroksilasi
disebut
metakaolin.
Terhidroksilasi kaolin menjadi metakaolin
merupakan
proses
endotermik
yang
membutuhkan sejumlah energi yang besar
untuk menghilangkan gugus hidroksil yang
terikat secara kimia. Pemanasan suhu tinggi
pada kaolin membuat struktur kaolin rusak
dan membentuk metakaolin yang bersifat
amorf berdasarkan analisis sinar-X (Mitra dan
Bhattacherjee 1969). Metakaolin ini dapat
dimanfaatkan untuk mengatasi pencemaran
lingkungan pada perairan khususnya.
Dewasa
ini

masalah
pencemaran
lingkungan yang disebabkan oleh zat warna
telah cukup memprihatinkan sehingga perlu
ditangani dengan serius. Salah satu contoh zat
warna yang sering digunakan pada industri
tekstil adalah biru metilena. Salah satu metode
yang digunakan untuk menghilangkan zat
warna adalah teknik adsorpsi dengan
menggunakan berbagai jenis adsorben. Teknik
adsorpsi dilakukan karena metodenya
sederhana dan ekonomis. Mekanisme adsorpsi
dapat dibedakan menjadi dua, yaitu adsorpsi
secara fisika (fisisorpsi) dan secara kimia
(kimisorpsi). Pada proses fisisorpsi, gaya yang
mengikat adsorbat oleh adsorben adalah gayagaya van der Waals, sedangkan pada proses
kimisorpsi terjadi interaksi adsorbat dengan
adsorben melalui pembentukan ikatan kimia.
Adsorben yang paling umum digunakan
adalah zeolit, montmorilonit, dan karbon aktif.

Upaya konvensional tersebut telah banyak
dilakukan. Kelemahan cara ini adalah
menimbulkan masalah baru dalam mendaur
zat warna yang telah teradsorpsi pada
adsorben.

Nanokomposit merupakan suatu bahan
yang dibuat dari penggabungan antara dua
komponen berbeda yang salah satu atau
keduanya berskala nanometer (10-9) atau
setara dengan ukuran atom dan molekul
(Netcomposites 2007). Pada penelitian ini,
dibuat nanokomposit dengan menggunakan
prinsip metode adsorpsi-fotodegradasi untuk
mengatasi masalah dalam mendaur ulang zat
warna yang telah teradsorpsi pada adsorben.
Metode adsorpsi-fotodegradasi didasarkan
pada proses adsorpsi senyawa organik oleh
permukaan padatan yang sekaligus dapat
mendegradasi senyawa organik. Metode ini

sedang dikembangkan. Dari berbagai hasil
penelitian, diketahui bahwa senyawa-senyawa
zat warna dapat didegradasi melalui
serangkaian
proses
fotokimia
dengan
menggunakan sinar UV.
Fotokatalis
yang
digunakan
pada
penelitian ini adalah oksida logam TiO2.
Serbuk TiO2 memiliki aktivitas fotokatalitik
yang tinggi, stabil, dan tidak beracun.
Titanium
oksida
merupakan
bahan
semikonduktor oksida logam yang sering

digunakan sebagai katalis dalam berbagai
penanganan limbah polutan organik dan zat
pewarna (Wijaya et al. 2005). TiO2 mampu
mendegradasi senyawa organik, namun
kurang efektif dalam mengolah limbah yang
konsentrasinya
tinggi.
Kemampuan
fotokatalisis oksida logam transisi ini dapat
mengalami peningkatan apabila memiliki
ukuran partikel dalam kisaran nanometer.
Penurunan dimensi partikel oksida logam
transisi sampai ke daerah nanometer dapat
membantu aktivitas dalam proses degradasi
dari zat warna.
Zat warna yang digunakan pada penelitian
ini adalah biru metilena. Biru metilena
merupakan
senyawa
kimia

aromatik
heterosiklik. Senyawa ini memiliki rumus
molekul C16H18ClN3S dengan bobot molekul
319,86 g/mol. Struktur kation biru metilena
ditunjukkan pada Gambar 1. Biru metilena
merupakan salah satu zat warna pencemar
yang murah, mudah didapat, dan cukup
berbahaya.

Gambar 1 Struktur kation biru metilena.
Interaksi biru metilena dengan air akan
menghasilkan ion biru metilena yang

bermuatan positif. Kation yang dihasilkan
akan berinteraksi dengan adsorben sehingga
terjadi penurunan intensitas warna.
Penelitian ini bertujuan mensintesis
metakaolin
dari
kaolin,

mensintesis
nanokomposit metakaolin-TiO2 untuk proses
adsorpsi-fotodegradasi, menentukan kapasitas
adsorpsi,
isoterm adsorpsi,
dan
uji
fotokatalisis.

METODE
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah kaolin yang berasal dari
Bangka Belitung, TiO2 Degussa P25, zat
warna biru metilena, TB1, TB2, TB3, dan air
destilata.
Alat-alat yang digunakan adalah alat-alat
gelas, neraca analitik, oven, tanur, cawan
porselen, sentrifuga Kokusan H-107, lampu
UV, XRD, dan spektrofotometer UV-Vis

Shimadzu 1700.
Lingkup Kerja
Penelitian ini terbagi menjadi empat
tahapan (Lampiran 1). Tahap pertama adalah
pembentukan metakaolin. Tahap kedua
sintesis
nanokomposit
metakaolin-TiO2.
Tahap ketiga adalah penentuan kapasitas
adsorpsi dan penentuan tipe isoterm adsorpsi.
Tahap keempat adalah uji fotokatalisis.

Penentuan kapasitas adsorpsi dan isoterm
adsorpsi zat warna
Sebanyak 500 mg metakaolin hasil
kalsinasi 250, 550, dan 700 ˚C selama 3 dan 6
jam dimasukkan ke dalam vial kemudian
ditambahkan larutan biru metilena dengan
konsentrasi 25, 50, 75, 100, 150, 200, dan 300
mg/L sebanyak 15 mL. Larutan tersebut

kemudian digojok selama 2 jam, lalu
disentrifugasi selama 10 menit dan
konsentrasi supernatan ditentukan dengan
spektrofotometer UV-Vis pada panjang
gelombang maksimum. Metode yang sama
dilakukan juga untuk TiO2, bahan pengikat,
dan nanokomposit.
Kapasitas adsorpsi dapat dihitung dengan
menggunakan rumus

Keterangan:
Q
= kapasitas adsorpsi (mg/g)
V
= volume larutan (L)
Co
= konsentrasi awal (mg/L)
C
= konsentrasi akhir (mg/L)
m
= massa (g)
Pola isoterm adsorpsi diperoleh dengan
membuat
persamaan
regresi
linier
menggunakan persamaan Langmuir dan
Freundlich untuk menentukan tipe isoterm
yang sesuai.
Sintesis Nanokomposit Metakaolin-TiO2

Larutan stok biru metilena 1000 mg/L
dibuat dengan cara 1000 mg serbuk zat warna
dilarutkan dengan air distilata hingga 1 Liter,
kemudian dibuat larutan standar dari larutan
biru metilena tersebut dengan konsentrasi 0,5;
1; 1,5; 2; 2,5; dan 3 mg/L.

Nanokomposit metakaolin-TiO2 dibuat
dengan mencampurkan metakaolin-bahan
pengikat-TiO2 dengan metakaolin sebagai
komposisi terbesar dan TiO2 sebagai
komposisi terkecil. Sebelum nanokomposit
dibuat, dilakukan uji coba 3 jenis bahan
pengikat, yaitu TB1, TB2, dan TB3 dengan
perbandingan metakaolin-bahan pengikat 9:1,
8:2, dan 7:3. Kemudian campuran metakaolinbahan pengikat-TiO2 dibuat pasta dengan cara
menambahkan air distilata. Pasta diaduk
hingga homogen kemudian dikeringkan pada
suhu 100 ˚C dan dibiarkan pada suhu kamar
selama 24 jam. Hasil nanokomposit yang
diperoleh dan serbuk TiO2 dianalisis
menggunakan XRD.

Penentuan panjang gelombang maksimum

Uji Fotokatalisis

Panjang gelombang maksimum ditentukan
dengan mengukur serapan larutan biru
metilena 5 mg/L pada panjang gelombang
600-700 nm.

Sebanyak
100
mg
nanokomposit
dimasukkan ke dalam cawan petri kemudian
ditambahkan 15 ml larutan biru metilena 12,5
ppm. Sampel kemudian diletakkan dalam
kotak tertutup yang telah diberi lampu UV

Pembentukan Metakaolin
Kaolin dikalsinasi pada suhu 250, 550, dan
700 ˚C selama 3 dan 6 jam. Setelah itu,
dianalisis menggunakan difraktometer sinar-X
(XRD).
Pembuatan larutan stok Biru Metilena

selama 6 jam. Larutan diambil dan diukur
serapannya dengan spektrofotometer UV-Vis
pada panjang gelombang 700 sampai dengan
200 nm. Sebagai pembanding juga dilakukan
untuk 15 ml biru metilena, larutan biru
metilena dan TiO2, larutan biru metilena dan
bahan pengikat, serta larutan biru metilena
dan metakaolin. Sebagai kontrol dilakukan
juga perlakuan tersebut dan disimpan dalam
ruang gelap (tanpa sinar UV).

HASIL
Pembentukan Metakaolin

Kaolin yang dikalsinasi 250 ˚C selama 3
dan 6 jam masih menunjukkan puncak khas
kaolin pada 2θ = 12,36 dan 24,88, sedangkan
kaolin yang dikalsinasi pada 550 dan 700 ˚C
selama 3 dan 6 jam sudah berbentuk amorf.
Perubahan ini ditandai dengan hilangnya
puncak-puncak khas kaolin. Hal ini
menunjukkan metakaolin hasil kalsinasi 550
dan 700 ˚C selama 3 dan 6 jam sudah
terbentuk.

Intensitas

Serbuk kaolin yang berasal dari Bangka
Belitung (BB) dikalsinasi dengan beberapa
variasi suhu dan waktu, yaitu 250, 550, dan

700 ˚C selama 3 dan 6 jam. Kemudian
dilakukan pencirian menggunakan XRD untuk
melihat puncak-puncak khas yang muncul
pada 2θ. Gambar 2, 3, dan 4 memperlihatkan
pola difraksi sampel kaolin yang dikalsinasi
dengan suhu 250, 550, 700 ˚C selama 3 dan 6
jam.


) dan 6 ( ) jam.

Intensitas

Gambar 2 Pola XRD dari metakaolin BB hasil kalsinasi suhu 700 ˚C selama 3(


Gambar 3 Pola XRD dari metakaolin BB hasil kalsinasi suhu 550 ˚C selama 3 (
jam.

) dan 6 (

)

Gambar 4 Pola XRD dari metakaolin BB hasil kalsinasi suhu 250 ˚C selama 3(

) dan 6 ( ) jam.

Penentuan Kapasitas Adsorpsi Metakaolin
Panjang gelombang maksimum biru
metilena adalah 664 nm (Lampiran 2).
Penentuan kapasitas adsorpsi larutan biru
metilena yang terjerap pada metakaolin
dilakukan menggunakan tujuh konsentrasi
yang berbeda. Semakin tinggi konsentrasi,
kapasitas
adsorpsinya
semakin
tinggi
(Lampiran 3-8). Nilai kapasitas adsorpsi
metakaolin hasil kalsinasi 250, 550, dan 700
˚C selama 3 dan 6 jam ditunjukkan pada Tabel
1. Kurva yang menunjukkan kapasitas
adsorpsi metakaolin, TiO2, dan bahan
pengikat TB3 terdapat pada Gambar 5. Nilai
kapasitas adsorpsi bahan pengikat TB3 dan
TiO2 pada Lampiran 9 dan 10.
Tabel 1 Kapasitas adsorpsi biru metilena pada
metakaolin hasil kalsinasi berbagai
suhu dan lama kalsinasi
Kapasitas adsorpsi
Sampel
(mg/g)
250˚C 3 jam

15,1949

250˚C 6 jam

14,9446

550˚C 3 jam

14,7637

550˚C 6 jam

12,2890

700˚C 3 jam

12,1521

700˚C 6 jam

9,1411

Gambar

5

Kurva kapasitas adsorpsi
metakaolin hasil kalsinasi
250 ˚C 3 jam ( ), 250 ˚C 6
jam ( ), 550 ˚C 3 jam ( ),
550 ˚C 6 jam ( ), 700 ˚C 3
jam ( ), 700 ˚C 6 jam ( ),
TiO2 (
), dan bahan
pengikat TB3 ( ) terhadap
larutan biru metilena.

Pemodelan Isoterm Adsorpsi Metakaolin
Hasil pengukuran kapasitas adsorpsi
digunakan untuk menentukan tipe isoterm
adsorpsi dari metakaolin. Berdasarkan nilai
linieritas, tipe isoterm adsorpsi metakaolin
hasil kalsinasi 250, 550, dan 700 ˚C selama 3
dan 6 jam adalah isoterm Langmuir (Tabel 2).
Data penentuan isoterm adsorpsi dapat dilihat
pada Lampiran 11-16. Nilai konstanta Xm dan
k ditunjukkan pada Tabel 3.

Tabel 2 Nilai linieritas isoterm adsorpsi
Sampel

Langmuir

Freundlich

250 ˚C 3 jam

0,9942

0,9855

250 ˚C 6 jam

0,9977

0,9716

550 ˚C 3 jam

0,9972

0,9439

550 ˚C 6 jam

0,9955

0,9640

700 ˚C 3 jam

0,9992

0,8511

700 ˚C 6 jam

0,9888

0,8764

Tabel 4

Hasil uji coba beberapa jenis
perbandingan
metakaolin
dan
bahan pengikat

Jenis
bahan
pengikat
TB 1

Perbandingan
metakaolin dan
bahan pengikat
9:1
8:2
7:3
9:1
8:2
7:3
9:1
8:2

TB 2

TB 3

7:3
Tabel 3

Hasil
Hancur
Hancur
Hancur
Hancur
Hancur
Hancur
Hancur
Sedikit
Hancur
Tidak hancur

Nilai konstanta isoterm Langmuir
pada metakaolin

Sampel

Xm (mg/g)

k (g/L)

250 ˚C 3 jam

15, 1515

0,1466

250 ˚C 6 jam

15,1057

0,1679

550 ˚C 3 jam

15,6006

0,0811

550 ˚C 6 jam

12,9366

0,0571

700 ˚C 3 jam

12,5945

0,0973

700 ˚C 6 jam

9,8912

0,0477

Pola difraksi nanokomposit metakaolinTiO2 dan TiO2 ditunjukkan pada Gambar 6.

Sintesis Nanokomposit Metakaolin-TiO2
dan Karakterisasi XRD
Nanokomposit metakaolin-TiO2 dibuat
dengan mencampurkan metakaolin dan TiO2
secara fisik, tetapi pencampuran secara fisik
tersebut tidak membuat nanokomposit
terbentuk sehingga ditambahkan bahan
pengikat agar kedua komponen tersebut saling
mengikat. Bahan pengikat yang diujicobakan
ada tiga jenis, yaitu TB1, TB2, dan TB3. Hasil
penelitian menunjukkan bahan pengikat yang
dapat mengikat metakaolin dengan TiO2
adalah TB3. Metakaolin yang dapat dibentuk
nanokomposit dengan baik adalah metakaolin
hasil kalsinasi 550 ˚C selama 3 jam. Data hasil
uji coba bahan pengikat ditunjukkan pada
Tabel 4 dan Lampiran 17.

Gambar

6

Pola XRD nanokomposit
metakaolin-TiO2 ( ) dan
TiO2 ( ).

Kapasitas Adsorpsi Nanokomposit
Metakaolin-TiO2
Penentuan kapasitas adsorpsi larutan biru
metilena yang terjerap pada nanokomposit
dilakukan menggunakan tujuh konsentrasi
yang berbeda. Kurva kapasitas adsorpsi
nanokomposit ditunjukkan pada Gambar 7.

Kapasitas adsorpsi nanokomposit lebih rendah
daripada metakaolin, yaitu 13,2631 mg/g
(Lampiran 18).

A

Gambar 9

Gambar

7

Kurva kapasitas adsorpsi
nanokomposit
terhadap
larutan biru metilena.

Pemodelan Isoterm Adsorpsi
Nanokomposit Metakaolin-TiO2
Isoterm nanokomposit mengikuti tipe
isoterm Langmuir (Gambar 8). Nilai R2
isoterm Langmuir lebih besar dari isoterm
Freundlich. Nilai R2 dari isoterm Langmuir
dan Freundlich berturut-turut 0,9982 dan
0,9353. Perhitungan isoterm Langmuir
nanokomposit ditunjukkan pada Lampiran 19.
Nilai Xm dan k untuk nanokomposit, yaitu
13,1643 mg/g dan 0,0706 g/L.

8

Kurva isoterm
nanokomposit.

Langmuir

Uji Fotokatalis
Hasil reaksi fotokatalisis tanpa radiasi
sinar UV secara visual dapat dilihat pada
Gambar 9.

C

D

E

Perubahan warna larutan biru
metilena tanpa sinar UV setelah
6 jam. (a) biru metilena; (b) biru
metilena dan TiO2; (c) biru
metilena dan metakaolin; (d)
biru metilena dan nanokomposit
(e) biru metilena dan bahan
pengikat TB3.

Hasil reaksi fotokatalisis dengan radiasi
sinar UV selama 6 jam secara visual dapat
dilihat pada Gambar 10.

A

Gambar 10

Gambar

B

B

C

D

E

Perubahan warna larutan biru
metilena dengan sinar UV
setelah 6 jam. (a) biru metilena;
(b) biru metilena dan TiO2; (c)
biru metilena dan metakaolin;
(d)
biru
metilena
dan
nanokomposit (e) biru metilena
dan bahan pengikat TB3.

Larutan biru metilena dengan metakaolin
dan biru metilena dengan nanokomposit tidak
memperlihatkan perubahan warna yang jelas
antara tanpa dan dengan sinar UV. Selain itu,
hasil
pemayaran
menggunakan
spektrofotometer UV-Vis pada Lampiran 20
terlihat hilangnya puncak biru metilena. Bukti
biru metilena terdegradasi dapat dilihat dari
endapan (Lampiran 21). Warna endapan yang
masih biru pada perlakuan tanpa sinar UV
menunjukkan bahwa nanokomposit tersebut
hanya memiliki kemampuan menjerap saja
dan fotokatalis TiO2 tidak bekerja. Sedangkan

pada perlakuan dengan sinar UV, endapan
nanokomposit
berubah
menjadi
biru
pudar/putih. Hal ini menunjukkan terjadi
proses fotokatalisis.

PEMBAHASAN
Pembentukan Metakaolin
Bahan baku pembuatan metakaolin adalah
kaolin. Kaolin yang digunakan pada penelitian
ini berasal dari Bangka Belitung yang
berwarna putih. Kaolin dapat berwarna putih,
merah muda, atau abu-abu bergantung pada
komposisinya (Bougeard et al. 2000). Kaolinit
merupakan lapisan aluminosilikat dengan
lapisan struktur dioktahedral tak bermuatan
1:1 (Gambar 11). Pengertian lapisan 1:1
adalah untuk setiap satuan mineral terdiri atas
satu lapisan oksida-Si (lapisan silikat) dan
satu lapisan hidroksioksida-Al (lapisan
aluminat). Satuan-satuan ini berikatan kuat
sesamanya dengan ikatan hidrogen dan van
der Waals (Muhdarina & Linggawati 2003).
Metakaolin dibuat dengan mengkalsinasi
kaolin menggunakan suhu tinggi sehingga
ikatan hidrogen yang ada pada antar lapisan
kaolin tersebut putus dan membentuk
metakaolin yang amorf.
Lapisan tetrahedral

OH

OH

Ikatan hidrogen

Lapisan oktahedral

Gambar 11 Struktur Kaolinit
Metakaolin
merupakan
bentuk
dehidroksilasi dari kaolin. Pola XRD pada
Gambar 4 menunjukkan puncak-puncak khas
dari kaolin masih terlihat. Pada kalsinasi
dengan suhu 250 ˚C selama 3 dan 6 jam hanya
menghilangkan air yang terjerap pada pori dan
permukaan kaolin (Ilić et al. 2010). Setelah
dikalsinasi dengan suhu 550 dan 700 ˚C
selama 3 dan 6 jam, puncak khas kaolin hilang
karena kalsinasi suhu tinggi menghilangkan
gugus hidroksil yang terikat secara kimia. Hal
ini sesuai dengan penelitian Mitra dan

Bhattacherjee (1969), bahwa pemanasan suhu
tinggi pada kaolin membuat struktur dari
kaolin itu sendiri rusak dan membentuk
metakaolin yang bersifat amorf. Adapun
masih ada puncak yang terlihat (Gambar 2 dan
3) pada metakaolin hasil kalsinasi 550 dan
700 ˚C adalah puncak-puncak dari mineral
lain karena kaolin Indonesia tidak murni.
Penentuan Kapasitas Adsorpsi dan Isoterm
Adsorpsi Metakaolin
Konsentrasi awal adsorbat merupakan
salah satu faktor yang menentukan besarnya
kapasitas adsorpsi dari metakaolin. Nilai
kapasitas adsorpsi yang besar menunjukkan
bahwa adsorben tersebut optimal dalam
mengikat adsorbat. Berdasarkan
hasil
penelitian, meningkatnya suhu dan lama
kalsinasi
membuat
kapasitas
adsorpsi
menurun. Penurunan ini disebabkan oleh
rusaknya struktur sehingga permukaan dari
metakaolin tidak dapat menjerap zat warna
secara maksimal. Sesuai dengan penelitian
Ghosh dan Bhattacharyya (2002), kapasitas
adsorpsi metakaolin lebih kecil daripada
kaolin.
Isoterm adsorpsi menunjukkan hubungan
kesetimbangan antara konsentrasi adsorbat
dalam fluida dan pada permukaan adsorben,
pada suhu tetap. Tipe isoterm adsorpsi dapat
digunakan untuk mengetahui mekanisme
penjerapan biru metilena dengan adsorben
metakaolin. Isoterm adsorpsi Langmuir
dilakukan dengan cara membuat kurva
hubungan c/(x/m) terhadap c, sedangkan
isoterm adsorpsi Freundlich dilakukan dengan
membuat kurva hubungan log x/m terhadap
log c (Atkins 1999). Hasil penelitian
menunjukkan tipe isoterm pada metakaolin
BB mengikuti tipe isoterm Langmuir karena
linieritas isoterm Langmuir lebih besar
daripada isoterm Freundlich. Mekanisme
adsorpsi biru metilena berlangsung secara
kimisorpsi pada adsorben tersebut. Adsorpsi
terjadi akibat adanya interaksi kimia antara
padatan adsorben dengan material yang
terjerap.
Bentuk dari persamaan Langmuir adalah
sebagai berikut.

c
x/m



1
Xm.k



1

c

Xm

Nilai Xm menggambarkan jumlah yang
dijerap atau kapasitas adsorpsi untuk
membentuk
lapisan
sempurna
pada

permukaan adsorben. Nilai k merupakan
konstanta yang bertambah dengan kenaikan
ukuran
molekuler
yang
menunjukkan
kekuatan ikatan molekul adsorbat pada
permukaan adsorben. Hasil penelitian
menunjukkan dengan kalsinasi suhu tinggi
akan menurunkan nilai Xm dan k. Hal ini
disebabkan oleh struktur metakaolin yang
amorf. Selain itu, ada penyimpangan pada
metakaolin hasil kalsinasi 250 ˚C selama 3
dan 6 jam yaitu terjadi kenaikan nilai k. Hal
ini dikarenakan pada kalsinasi suhu tersebut
merupakan bentuk transisi dari kaolin menjadi
metakaolin, jadi energi pengikatan antara
adsorbat
dan
adsorben
masih
kuat
dibandingkan metakaolin yang sudah amorf.
Sintesis Nanokomposit Metakaolin-TiO2
Nanokomposit metakaolin-TiO2 dibuat
dengan mencampurkan metakaolin, bahan
pengikat TB3, dan TiO2 dengan perbandingan
(6:3:1). Metakaolin yang digunakan adalah
hasil kalsinasi 550 ˚C selama 3 jam karena
pada uji coba bahan pengikat, metakaolin
tersebut yang dapat mengikat dengan TiO2.
Hal ini disebabkan oleh struktur dari
metakaolin yang belum rusak seluruhnya
dibanding dengan metakaolin hasil kalsinasi
700 ˚C. TiO2 yang dicampurkan dalam jumlah
kecil, karena TiO2 ini bertindak sebagai
katalis yang dalam jumlah kecil sudah dapat
bekerja. Selain itu, TiO2 juga memiliki
kapasitas adsorpsi yang kecil yaitu 3,2838
mg/g. Sama halnya dengan bahan pengikat
TB3, bahan pengikat ini mempunyai kapasitas
adsorpsi yang kecil yaitu 9,7135 mg/g.
Campuran ketiga komponen pembentuk
nanokomposit
dibuat
pasta
kemudian
dipanaskan dengan suhu 100 ˚C untuk
menghilangkan molekul air dan didiamkan
dalam suhu kamar selama 24 jam. Setelah itu,
nanokomposit yang telah dibuat diuji dengan
cara melarutkan nanokomposit tersebut ke
dalam air. Berdasarkan hasil penelitian,
nanokomposit yang telah dibuat tidak hancur
ketika dilarutkan dalam air. Hal ini
menunjukkan bahwa bahan pengikat TB3
sebanyak 30% cukup efektif mengikat TiO2
sehingga TiO2 tidak saling lepas dari
metakaolin.
Berdasarkan pola difraksi nanokomposit
metakaolin-TiO2 terlihat puncak khas
2θ=25,28. Puncak ini adalah puncak TiO2
sehingga pada nanokomposit tersebut TiO2
terikat.

Penentuan Kapasitas Adsorpsi dan Isoterm
Adsorpsi Metakaolin-TiO2
Kapasitas adsorpsi nanokomposit diukur
untuk melihat perubahan kapasitas adsorpsi
ketika
dibentuk
nanokomposit.
Hasil
penelitian menunjukkan kapasitas adsorpsi
nanokomposit
lebih
kecil
dibanding
metakaolinnya. Kapasitas adsorpsi metakaolin
sebesar 14,7637 mg/g, sedangkan kapasitas
adsorpsi nanokomposit adalah 13,2631 mg/g.
Penurunan ini dikarenakan faktor penambahan
bahan pengikat dan TiO2 yang memiliki
kemampuan menjerap lebih kecil dibanding
metakaolin.
Penambahan
bahan-bahan
tersebut mengurangi jumlah metakaolin
sehingga sisi aktif dari tiap gram metakaolin
berkurang.
Tipe isoterm adsorpsi nanokomposit
adalah isoterm Langmuir sama seperti
metakaolin. Pengubahan bentuk menjadi
nanokomposit tidak mengubah isoterm
adsorpsi. Tipe adsorpsinya secara kimia. Nilai
konstanta Xm dan k nanokomposit
ditunjukkan pada Tabel 5. Nilai Xm dan k
nanokomposit lebih kecil dibanding nilai
metakaolin. Hal ini menunjukkan kapasitas
adsorpsi dan kekuatan ikatan biru metilena
dengan permukaan adsorben yang rendah.
Uji Fotokatalis
Pengujian fotodegradasi nanokomposit
metakaolin-TiO2 dilakukan untuk melihat
kemampuan nanokomposit dalam menjerap
sekaligus mendegradasi zat warna dengan
bantuan radiasi sinar UV. Nanokomposit
metakaolin-TiO2 hasil sintesis digunakan
untuk uji fotodegradasi zat warna biru
metilena. Reaksi yang terjadi pada degradasi
biru metilena adalah reaksi redoks dimana
terjadi pelepasan dan penangkapan elektron
yang diakibatkan oleh energi foton hv
(Sumerta et al. 2002). Proses fotodegradasi
menggunakan sinar UV. Sinar UV berperan
sebagai sumber foton. Berikut adalah proses
fotodegradasi zat warna :
TiO2 + hv →TiO2 (e- + h+)
TiO2 (h+) +H2O → TiO2 + HO* + H+
TiO2 (e-) + O2 → TiO2 + O2Zat warna + hv → Zat warna*
Zat warna* + O2- → produk degradasi
Penyinaran dilakukan selama 6 jam,
kemudian supernatan diambil dan dianalisis
menggunakan spektrofotometer UV-Vis.
Sebagai
pembanding
nanokomposit

metakaolin-TiO2 ditambahkan biru metilena
yang disimpan dalam ruangan gelap selama 6
jam. Berdasarkan hasil penelitian, biru
metilena yang dberi penyinaran UV
mengalami pengurangan yang cukup besar
dibandingkan dengan yang diberi perlakuan
gelap. Reaksi fotodegradasi biru metilena
dapat dituliskan sebagai berikut (Nogueira &
Jardim 1993).
C16H18N3SCl(teradsorp+terlarut) +5½ O2 → HCl +
H2SO4 + 3HNO3 + 16CO2 + 6H2O
Berdasarkan hasil penelitian (Gambar 9
dan 10) terlihat bahwa TiO2 bekerja sebagai
fotokatalis ketika disinari sinar UV, ditandai
hilangnya warna biru metilena. Hasil
pemayaran menggunakan spektrofotometer
UV-Vis menunjukkan puncak biru metilena
hilang pada sampel nanokomposit dengan biru
metilena yang diberi sinar UV. Hal ini
menunjukkan biru metilena teradsorpsi dan
terdegradasi (Lampiran 20). Berdasarkan
warna endapan terlihat bahwa endapan TiO2
yang dicampur bahan pengikat TB3 berwarna
putih ketika disinari sinar UV. Hal ini
menunjukkan bahwa TiO2 bekerja sebagai
fotokatalis jika diberi sinar UV. Fenomena
adsorpsi terlihat dari warna endapan yang
berwarna biru tua. Sedangkan pada
nanokomposit metakaolin-TiO2 dengan sinar
UV endapannya berwarna biru sangat pudar
dibanding perlakuan tanpa sinar UV. Hal ini
menunjukkan pada nanokomposit terjadi
fenomena adsorpsi-fotodegradasi. Akan tetapi,
hasil degradasinya kurang maksimal karena
pencampuran fisik dan kemampuan sinergi
metakaolin, bahan pengikat, dan TiO2 yang
kurang baik.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Struktur amorf metakaolin terlihat pada
hasil kalsinasi 550 dan 700 ˚C selama 3 dan 6
jam. Kapasitas adsorpsi menurun dengan
bertambahnya suhu kalsinasi pada kaolin.
Metakaolin hasil kalsinasi 550 ˚C selama 3
jam yang digunakan untuk membuat
nanokomposit metakaolin-TiO2. Komposisi
dalam pembuatan nanokomposit ini adalah
metakaolin:bahan pengikat:TiO2 (6:3:1).
Kapasitas adsorpsi metakaolin lebih tinggi
dibanding nanokomposit yaitu, 14,76 dan
13,26 mg/g. Nanokomposit metakaolin-TiO2
memiliki kemampuan fotokatalis pada reaksi

penguraian biru metilena di bawah radiasi
sinar ultraviolet.
Saran
Tahapan selanjutnya perlu dilakukan
analisis senyawa hasil degradasi. Selain itu,
perlu dilakukan juga karakterisasi IR untuk
melihat pola ikatan yang ada pada
nanokomposit metakaolin-TiO2.

DAFTAR PUSTAKA
Atkins PW. 1999. Kimia Fisik Jilid 1. Irma I
Kartohadiprojo, penerjemah; Rohhadyan
T, Hadiyana K, editor. Jakarta: Erlangga.
Terjemahan dari: Physical chemistry.
Bougeard D, Geidel E, Smirnov KS. 2000.
Vibrational spectra and structure of
kaolinite: A computer simulation study.J
Phys Chem B 104: 9210-9217.
Ghosh D, Bhattacharyya KG. 2002.
Adsorption of methylene blue on
kaolinite. Appl Clay Sci 20:295-300.
Ilić BR, Mitrović AA, Miličić LR. 2010.
Thermal Treatment of Kaolin Clay to
Obtain Metakaolin. Belgrade:Institute for
Testing of Materials.
Mitra GB, Bhattacherjee. 1969. X-Ray
Difraction studies on the transformation
of kaolinite into metakaolin: I. Variability
of interlayer spacings. Am Mineralogist
54.
Muhdarina, Linggawati A. 2003. Pilarisasi
Kaolinit Alam untuk Meningkatkan
Kapasitas Tukar Kation. J Natur Indones
6:20-23.
Netcomposites. 2007. [terhubung berkala].
http://www.netcomposites.com/image/mo
ntmorillonite.html [13 Des 2009].
Nogueira
RFP,
Jardim
WF.
1993.
Photodegradation of methylene blue
using solar light and semiconductor
(TiO2). J Chem 10:861-862.
Sumerta IK, Karna W, Iqmal T. 2002.
Fotodegradasi
Metilen
Biru
Menggunakan
Katalis
TiO2Monmorilonit dan Sinar UV. Makalah
pada Seminar Nasional Pendidikan
Kimia.
Jurusan
Kimia
FMIPA.

metakaolin-TiO2 ditambahkan biru metilena
yang disimpan dalam ruangan gelap selama 6
jam. Berdasarkan hasil penelitian, biru
metilena yang dberi penyinaran UV
mengalami pengurangan yang cukup besar
dibandingkan dengan yang diberi perlakuan
gelap. Reaksi fotodegradasi biru metilena
dapat dituliskan sebagai berikut (Nogueira &
Jardim 1993).
C16H18N3SCl(teradsorp+terlarut) +5½ O2 → HCl +
H2SO4 + 3HNO3 + 16CO2 + 6H2O
Berdasarkan hasil penelitian (Gambar 9
dan 10) terlihat bahwa TiO2 bekerja sebagai
fotokatalis ketika disinari sinar UV, ditandai
hilangnya warna biru metilena. Hasil
pemayaran menggunakan spektrofotometer
UV-Vis menunjukkan puncak biru metilena
hilang pada sampel nanokomposit dengan biru
metilena yang diberi sinar UV. Hal ini
menunjukkan biru metilena teradsorpsi dan
terdegradasi (Lampiran 20). Berdasarkan
warna endapan terlihat bahwa endapan TiO2
yang dicampur bahan pengikat TB3 berwarna
putih ketika disinari sinar UV. Hal ini
menunjukkan bahwa TiO2 bekerja sebagai
fotokatalis jika diberi sinar UV. Fenomena
adsorpsi terlihat dari warna endapan yang
berwarna biru tua. Sedangkan pada
nanokomposit metakaolin-TiO2 dengan sinar
UV endapannya berwarna biru sangat pudar
dibanding perlakuan tanpa sinar UV. Hal ini
menunjukkan pada nanokomposit terjadi
fenomena adsorpsi-fotodegradasi. Akan tetapi,
hasil degradasinya kurang maksimal karena
pencampuran fisik dan kemampuan sinergi
metakaolin, bahan pengikat, dan TiO2 yang
kurang baik.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Struktur amorf metakaolin terlihat pada
hasil kalsinasi 550 dan 700 ˚C selama 3 dan 6
jam. Kapasitas adsorpsi menurun dengan
bertambahnya suhu kalsinasi pada kaolin.
Metakaolin hasil kalsinasi 550 ˚C selama 3
jam yang digunakan untuk membuat
nanokomposit metakaolin-TiO2. Komposisi
dalam pembuatan nanokomposit ini adalah
metakaolin:bahan pengikat:TiO2 (6:3:1).
Kapasitas adsorpsi metakaolin lebih tinggi
dibanding nanokomposit yaitu, 14,76 dan
13,26 mg/g. Nanokomposit metakaolin-TiO2
memiliki kemampuan fotokatalis pada reaksi

penguraian biru metilena di bawah radiasi
sinar ultraviolet.
Saran
Tahapan selanjutnya perlu dilakukan
analisis senyawa hasil degradasi. Selain itu,
perlu dilakukan juga karakterisasi IR untuk
melihat pola ikatan yang ada pada
nanokomposit metakaolin-TiO2.

DAFTAR PUSTAKA
Atkins PW. 1999. Kimia Fisik Jilid 1. Irma I
Kartohadiprojo, penerjemah; Rohhadyan
T, Hadiyana K, editor. Jakarta: Erlangga.
Terjemahan dari: Physical chemistry.
Bougeard D, Geidel E, Smirnov KS. 2000.
Vibrational spectra and structure of
kaolinite: A computer simulation study.J
Phys Chem B 104: 9210-9217.
Ghosh D, Bhattacharyya KG. 2002.
Adsorption of methylene blue on
kaolinite. Appl Clay Sci 20:295-300.
Ilić BR, Mitrović AA, Miličić LR. 2010.
Thermal Treatment of Kaolin Clay to
Obtain Metakaolin. Belgrade:Institute for
Testing of Materials.
Mitra GB, Bhattacherjee. 1969. X-Ray
Difraction studies on the transformation
of kaolinite into metakaolin: I. Variability
of interlayer spacings. Am Mineralogist
54.
Muhdarina, Linggawati A. 2003. Pilarisasi
Kaolinit Alam untuk Meningkatkan
Kapasitas Tukar Kation. J Natur Indones
6:20-23.
Netcomposites. 2007. [terhubung berkala].
http://www.netcomposites.com/image/mo
ntmorillonite.html [13 Des 2009].
Nogueira
RFP,
Jardim
WF.
1993.
Photodegradation of methylene blue
using solar light and semiconductor
(TiO2). J Chem 10:861-862.
Sumerta IK, Karna W, Iqmal T. 2002.
Fotodegradasi
Metilen
Biru
Menggunakan
Katalis
TiO2Monmorilonit dan Sinar UV. Makalah
pada Seminar Nasional Pendidikan
Kimia.
Jurusan
Kimia
FMIPA.

ADSORPSI BIRU METILENA PADA METAKAOLIN
DAN NANOKOMPOSIT METAKAOLIN-TiO2 SERTA
UJI FOTOKATALISIS

PRAVITHA WIDYASTANA HARTIANTO

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

metakaolin-TiO2 ditambahkan biru metilena
yang disimpan dalam ruangan gelap selama 6
jam. Berdasarkan hasil penelitian, biru
metilena yang dberi penyinaran UV
mengalami pengurangan yang cukup besar
dibandingkan dengan yang diberi perlakuan
gelap. Reaksi fotodegradasi biru metilena
dapat dituliskan sebagai berikut (Nogueira &
Jardim 1993).
C16H18N3SCl(teradsorp+terlarut) +5½ O2 → HCl +
H2SO4 + 3HNO3 + 16CO2 + 6H2O
Berdasarkan hasil penelitian (Gambar 9
dan 10) terlihat bahwa TiO2 bekerja sebagai
fotokatalis ketika disinari sinar UV, ditandai
hilangnya warna biru metilena. Hasil
pemayaran menggunakan spektrofotometer
UV-Vis menunjukkan puncak biru metilena
hilang pada sampel nanokomposit dengan biru
metilena yang diberi sinar UV. Hal ini
menunjukkan biru metilena teradsorpsi dan
terdegradasi (Lampiran 20). Berdasarkan
warna endapan terlihat bahwa endapan TiO2
yang dicampur bahan pengikat TB3 berwarna
putih ketika disinari sinar UV. Hal ini
menunjukkan bahwa TiO2 bekerja sebagai
fotokatalis jika diberi sinar UV. Fenomena
adsorpsi terlihat dari warna endapan yang
berwarna biru tua. Sedangkan pada
nanokomposit metakaolin-TiO2 dengan sinar
UV endapannya berwarna biru sangat pudar
dibanding perlakuan tanpa sinar UV. Hal ini
menunjukkan pada nanokomposit terjadi
fenomena adsorpsi-fotodegradasi. Akan tetapi,
hasil degradasinya kurang maksimal karena
pencampuran fisik dan kemampuan sinergi
metakaolin, bahan pengikat, dan TiO2 yang
kurang baik.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Struktur amorf metakaolin terlihat pada
hasil kalsinasi 550 dan 700 ˚C selama 3 dan 6
jam. Kapasitas adsorpsi menurun dengan
bertambahnya suhu kalsinasi pada kaolin.
Metakaolin hasil kalsinasi 550 ˚C selama 3
jam yang digunakan untuk membuat
nanokomposit metakaolin-TiO2. Komposisi
dalam pembuatan nanokomposit ini adalah
metakaolin:bahan pengikat:TiO2 (6:3:1).
Kapasitas adsorpsi metakaolin lebih tinggi
dibanding nanokomposit yaitu, 14,76 dan
13,26 mg/g. Nanokomposit metakaolin-TiO2
memiliki kemampuan fotokatalis pada reaksi

penguraian biru metilena di bawah radiasi
sinar ultraviolet.
Saran
Tahapan selanjutnya perlu dilakukan
analisis senyawa hasil degradasi. Selain itu,
perlu dilakukan juga karakterisasi IR untuk
melihat pola ikatan yang ada pada
nanokomposit metakaolin-TiO2.

DAFTAR PUSTAKA
Atkins PW. 1999. Kimia Fisik Jilid 1. Irma I
Kartohadiprojo, penerjemah; Rohhadyan
T, Hadiyana K, editor. Jakarta: Erlangga.
Terjemahan dari: Physical chemistry.
Bougeard D, Geidel E, Smirnov KS. 2000.
Vibrational spectra and structure of
kaolinite: A computer simulation study.J
Phys Chem B 104: 9210-9217.
Ghosh D, Bhattacharyya KG. 2002.
Adsorption of methylene blue on
kaolinite. Appl Clay Sci 20:295-300.
Ilić BR, Mitrović AA, Miličić LR. 2010.
Thermal Treatment of Kaolin Clay to
Obtain Metakaolin. Belgrade:Institute for
Testing of Materials.
Mitra GB, Bhattacherjee. 1969. X-Ray
Difraction studies on the transformation
of kaolinite into metakaolin: I. Variability
of interlayer spacings. Am Mineralogist
54.
Muhdarina, Linggawati A. 2003. Pilarisasi
Kaolinit Alam untuk Meningkatkan
Kapasitas Tukar Kation. J Natur Indones
6:20-23.
Netcomposites. 2007. [terhubung berkala].
http://www.netcomposites.com/image/mo
ntmorillonite.html [13 Des 2009].
Nogueira
RFP,
Jardim
WF.
1993.
Photodegradation of methylene blue
using solar light and semiconductor
(TiO2). J Chem 10:861-862.
Sumerta IK, Karna W, Iqmal T. 2002.
Fotodegradasi
Metilen
Biru
Menggunakan
Katalis
TiO2Monmorilonit dan Sinar UV. Makalah
pada Seminar Nasional Pendidikan
Kimia.
Jurusan
Kimia
FMIPA.

Yogyakarta:
Yogyakarta.

Universitas

Negeri

Tan KH. 1982. Dasar Kimia Tanah. Ed. ke-2.
Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Wijaya K, Iqmal T, Nanik H. 2005. Sintesis
Fe2O3-montmorilonit dan aplikasinya
sebagai fotokatalis untuk degradasi zat
pewarna congo red. Indones J Chem 5:
41-47.
Zheng S et al. 2005. Effect of properties of
calcined microspheres of kaolin on the
formation of NaY zeolite. Bull Catal Soc
India 4:2-17.

ADSORPSI BIRU METILENA PADA METAKAOLIN
DAN NANOKOMPOSIT METAKAOLIN-TiO2 SERTA
UJI FOTOKATALISIS

PRAVITHA WIDYASTANA HARTIANTO

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

ABSTRAK
PRAVITHA WIDYASTANA HARTIANTO. Adsorpsi Biru Metilena pada
Metakaolin dan Nanokomposit Metakaolin-TiO2 serta Uji Fotokatalisis.
Dibimbing oleh SRI SUGIARTI dan ZAENAL ABIDIN.
Salah satu metode yang digunakan untuk menghilangkan zat warna pada
perairan adalah adsorpsi-fotodegradasi. Metode ini berdasar pada proses adsorpsi
senyawa organik oleh permukaan padatan yang sekaligus dapat mendegradasi
senyawa organik. Adsorben yang digunakan umumnya berbahan dasar lempung,
seperti kaolin. Pemanasan suhu tinggi pada kaolin membuat struktur dari kaolin
itu sendiri rusak dan membentuk metakaolin yang bersifat amorf. Penggunaan
metakaolin sebagai adsorben kurang diminati karena memiliki daya jerap yang
rendah. Oleh karena itu, dilakukan modifikasi metakaolin menjadi nanokomposit
dengan menambahkan serbuk TiO2 anatase secara fisik. Pada penelitian ini,
metakaolin dibentuk dengan mengkalsinasi kaolin Bangka Belitung pada suhu
550 dan 700 ˚C selama 3 dan 6 jam. Hasil pengamatan menunjukkan kapasitas
adsorpsi turun dengan bertambahnya suhu kalsinasi pada kaolin. Nanokomposit
metakaolin-TiO2 dibuat dari metakaolin hasil kalsinasi pada suhu 550 ˚C selama 3
jam dengan bantuan bahan pengikat TB3. Komposisi dalam pembuatan
nanokomposit ini adalah metakaolin:bahan pengikat:TiO2 (6:3:1). Kapasitas
adsorpsi metakaolin lebih tinggi dibanding nanokomposit, yaitu 14,76 dan 13,26
mg/g. Akan tetapi, nanokomposit ini mempunyai kelebihan yaitu mampu
mendegradasi biru metilena menjadi senyawa lain.
ABSTRACT
PRAVITHA WIDYASTANA HARTIANTO. Methylene Blue adsorption on
Metakaolin and Metakaolin-TiO2 Nanocomposite and Their Catalysis Test.
Supervised by SRI SUGIARTI and ZAENAL ABIDIN.
One method used for handling organic dyes in wastewater is adsorptionphotodegradation. This method is based on adsorption of the organic compound
by the surface of a solid material that subsequently degrades the organic
compound. Clay materials such as kaolin are commonly used as the adsorbent.
High temperature heating of kaolin damages its structure and forms amorphous
metakaolin. However, metakaolin is rarely used as adsorbent due to its low
adsorption capacity. Therefore, modification was done on metakaolin to obtain a
nanocomposite by physically mixing metakaolin with TiO2 anatase. In this study
metakaolin was formed from Bangka Belitung kaolin by calcinations at
temperatures of 550 and 700 ˚C for 3 and 6 hours for a total of four treatments.
The study showed that the adsorption capacity decreased with increasing
calcination temperature. Metakaolin calcined at 550 ˚C for 3 hours was used to
create metakaolin-TiO2 nanocomposite using TB3 as binder with a
metakaolin:binder:TiO2 mixing ratio of 6:3:1. The adsorption capacity of the
nanocomposite was slightly lower than that of the metakaolin at 13.26 and 14.76
mg/g, respectively. This nanocomposite successfully photodegraded the
methylene blue compound.

ADSORPSI BIRU METILENA PADA METAKAOLIN
DAN NANOKOMPOSIT METAKAOLIN-TiO2 SERTA
UJI FOTOKATALISIS

PRAVITHA WIDYASTANA HARTIANTO

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

Judul
Nama
NIM

: Adsorpsi Biru Metilena pada Metakaolin dan Nanokomposit
Metakaolin-TiO2 serta Uji Fotokatalisis
: Pravitha Widyastana Hartianto
: G44060082

Disetujui

Pembimbing I

Pembimbing II

Dr. Sri Sugiarti
NIP 19701225 199512 2 001

Dr. Zaenal Abidin
NIP 19710614 199512 1 001

Diketahui

Ketua Departemen Kimia

Prof. Dr. Ir. Tun Tedja Irawadi, M.S.
NIP 19501227 197603 2 002

Tanggal lulus:

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas berkat limpahan rahmat
dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah dengan judul Adsorpsi Biru
Metilena pada Metakaolin dan Nanokomposit Metakaolin-TiO2 serta Uji Fotokatalisis.
Salawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW,
keluarganya, dan semoga kita semua menjadi pengikutnya hingga akhir zaman.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Sri Sugiarti selaku
pembimbing pertama dan Bapak Dr. Zaenal Abidin selaku pembimbing kedua yang telah
memberikan arahan, saran, dan dorongan selama pelaksanaan penelitian dan penulisan
karya ilmiah ini. Ungkapan terima kasih penulis berikan kepada keluarga tercinta, Bapak,
Ibu, adik-adikku (Irfan dan Shafwa), dan Raidinal yang selalu memberikan semangat,
doa, dan kasih sayang. Terima kasih juga kepada Bapak Syawal, Bapak Caca, Bapak
Mul, Nurul, Mas Eko, Bapak Eman atas fasilitas dan bantuan yang diberikan selama
penelitian. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Evi, Nova, Nisa, Rania, Nurul,
Mia, Charisna, Susi, Rifa, Rina, dan adik-adikku di Vision yang turut membantu,
memberikan semangat dan dukungannya dalam penyusunan karya ilmiah.
Penulis berharap karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu
pengetahuan.

Bogor, Februari 2011

Pravitha Widyastana Hartianto

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Blitar pada tanggal 26 Desember 1988 sebagai anak pertama
dari tiga bersaudara dari pasangan Sudarwanto dan Sugiharti. Tahun 2006, penulis lulus
dari SMU Negeri 5 Bogor dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Institut
Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada
Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, IPB. Tahun 2008,
penulis mengikuti kegiatan Praktik Lapangan di LIPI Cibinong.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten praktikum Kimia
TPB tahun ajaran 2009/2010, asisten Kimia Anorganik pada tahun ajaran 2009/2010, dan
asisten Kimia Anorganik Ekstensi tahun ajaran 2010/2011. Penulis juga aktif mengajar
mata pelajaran Kimia SMA di VISION (Education and Personality Consultant).

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL.......................................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................................. viii
PENDAHULUAN .........................................................................................................

1

METODE
Bahan dan Alat..................................................................................................
Lingkup Kerja ...................................................................................................

2
2

HASIL
Pembentukan Metakaolin..................................................................................
Penentuan Kapasitas Adsorpsi Metakaolin .......................................................
Pemodelan Isoterm Adsorpsi Metakaolin .........................................................
Sintesis Nanokomposit Metakaolin-TiO2 dan Karakterisasi XRD ....................
Penentuan Kapasitas Adsorpsi Nanokomposit Metakaolin-TiO2 .....................
Pemodelan Isoterm Adsorpsi Nanokomposit Metakaolin-TiO2........................
Uji Fotokatalis...................................................................................................

3
4
4
5
5
6
6

PEMBAHASAN
Pembentukan Metakaolin..................................................................................
Penentuan Kapasitas Adsorpsi dan Isoterm Adsorpsi Metakaolin ...................
Sintesis Nanokomposit Metakaolin-TiO2 .........................................................
Penentuan Kapasitas Adsorpsi dan Isoterm Adsorpsi Metakaolin-TiO2 ..........
Uji Fotokatalis...................................................................................................

7
7
8
8
8

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan ...........................................................................................................
Saran .................................................................................................................

9
9

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................

9

LAMPIRAN................................................................................................................... 11

DAFTAR TABEL
Halaman
1 Kapasitas adsorpsi biru metilena pada metakaolin hasil kalsinasi berbagai
suhu dan lama kalsinasi ..................................................................................

4

2 Nilai linieritas isoterm adsorpsi ......................................................................

5

3 Nilai konstanta isoterm Langmuir pada metakaolin .......................................

5

4 Hasil uji coba beberapa jenis perbandingan metakaolin dan bahan pengikat

5

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Struktur biru metilena .....................................................................................

1

2 Pola XRD dari metakaolin BB hasil kalsinasi suhu 700 ˚C selama 3(
) dan
6 ( ) jam ....................................................................................................... 3
3 Pola XRD dari metakaolin BB hasil kalsinasi suhu 550 ˚C selama 3 ( )
dan 6 ( ) jam...............................................................................................

3

4 Pola XRD dari metakaolin BB hasil kalsinasi suhu 250 ˚C selama 3 (
) dan
6 ( ) jam ...................................................................................................... 4
5 Kurva kapasitas adsorpsi metakaolin hasil kalsinasi 250 ˚C 3 jam ( ),
250 ˚C 6 jam (
), 550 ˚C 3 jam (
), 550 ˚C 6 jam (
), 700 ˚C 3
jam ( ), 700 ˚C 6 jam (
), TiO2 ( ), dan bahan pengikat TB3 (
)
terhadap larutan biru metilena ........................................................................

4

6 Pola XRD nanokomposit metakaolin-TiO2 (

) ............

5

7 Kurva kapasitas adsorpsi nanokomposit terhadap larutanbiru metilena ........

6

8 Kurva isoterm Langmuir nanokomposit.........................................................

6

9 Perubahan warna larutan biru metilena tanpa sinar UV setelah 6 jam.
(a) biru metilena; (b) biru metilena dan TiO2; (c) biru metilena dan
metakaolin; (d) biru metilena dan nanokomposit (e) biru metilena
dan bahan pengikat TB3. ................................................................................

6

10 Perubahan warna larutan biru metilena dengan sinar UV setelah 6 jam.
(a) biru metilena; (b) biru metilena dan TiO2; (c) biru metilena dan
metakaolin; (d) biru metilena dan nanokomposit (e) biru metilena dan
bahan pengikat TB3........................................................................................

6

11 Struktur kaolinit ..............................................................................................

7

) dan TiO2 (

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Diagram alir penelitian ................................................................................... 12
2 Penentuan panjang gelombang maksimum larutan biru metilena .................. 13
3 Penentuan kapasitas adsorpsi biru metilena oleh metakaolin hasil kalsinasi
250 ˚C selama 3 jam ....................................................................................... 14
4 Penentuan kapasitas adsorpsi biru metilena oleh metakaolin hasil kalsinasi
250 ˚C selama 6 jam ....................................................................................... 15
5 Penentuan kapasitas adsorpsi biru metilena oleh metakaolin hasil kalsinasi
550 ˚C selama 3 jam ....................................................................................... 15
6 Penentuan kapasitas adsorpsi biru metilena oleh metakaolin hasil kalsinasi
550 ˚C selama 6 jam ....................................................................................... 16
7 Penentuan kapasitas adsorpsi biru metilena oleh metakaolin hasil kalsinasi
700 ˚C selama 3 jam ....................................................................................... 16
8 Penentuan kapasitas adsorpsi biru metilena oleh metakaolin hasil kalsinasi
700 ˚C selama 6 jam ....................................................................................... 17
9 Penentuan kapasitas adsorpsi bahan pengikat TB3 ........................................ 17
10 Penentuan kapasitas adsorpsi TiO2................................................................. 18
11 Penentuan isotherm Langmuir dan Freundlich untuk adsorpsi biru
metilena oleh metakaolin hasil kalsinasi 250 ˚C selama 3 jam ...................... 19
12 Penentuan isotherm Langmuir dan Freundlich untuk adsorpsi biru
metilena oleh metakaolin hasil kalsinasi 250 ˚C selama 6 jam ...................... 20
13 Penentuan isotherm Langmuir dan Freundlich untuk adsorpsi biru
metilena oleh metakaolin hasil kalsinasi 550 ˚C selama 3 jam ...................... 21
14 Penentuan isotherm Langmuir dan Freundlich untuk adsorpsi biru
metilena oleh metakaolin hasil kalsinasi 550 ˚C selama 6 jam ...................... 22
15 Penentuan isotherm Langmuir dan Freundlich untuk adsorpsi biru
metilena oleh metakaolin hasil kalsinasi 700 ˚C selama 3 jam ...................... 23
16 Penentuan isotherm Langmuir dan Freundlich untuk adsorpsi biru
metilena oleh metakaolin hasil kalsinasi 700 ˚C selama 6 jam ...................... 24
17 Gambar hasil uji coba bahan pengikat ........................................................... 25
18 P