Sintesis nanokomposit alofan/TiO2 dan uji fotodegradasi pada zat pewarna biru metilena

ABSTRAK
EVI WIDIYANTI. Sintesis Nanokomposit Alofan/TiO2 dan Uji Fotodegradasi
pada Zat Pewarna Biru Metilena. Dibimbing oleh SRI SUGIARTI dan ZAENAL
ABIDIN.
Perkembangan industri memberikan dampak positif dan dampak negatif
bagi lingkungan. Salah satu dampak negatifnya adalah pencemaran lingkungan air
oleh limbah zat warna. Penanganan limbah zat warna saat ini masih menggunakan
metode adsorpsi yang justru menimbulkan masalah baru, yaitu terakumulasinya
adsorben yang berbahaya di lingkungan. Penelitian ini menerapkan konsep baru,
yaitu adsorpsi-fotodegradasi. Metode ini dilakukan dengan menggabungkan dua
material menjadi nanokomposit, yaitu alofan dan TiO2. Alofan diketahui mampu
mengadsorpsi dan TiO2 dengan bantuan sinar ultraviolet (UV) mampu
mendegradasi senyawa organik. Nanokomposit alofan/TiO2 dibuat dengan
mencampur dalam bentuk koloidnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kapasitas adsorpsi nanokomposit alofan/TiO2 lebih besar daripada alofan dan
TiO2 saja. Isoterm adsorpsi nanokomposit dan alofan mengikuti isoterm
Langmuir. Dari hasil uji fotodegradasi biru metilena oleh nanokomposit yang
disinari UV diperoleh puncak baru pada panjang gelombang 573 nm, sedangkan
kontrol yang dilakukan di ruang gelap tidak memperlihatkan pergeseran panjang
gelombang. Pencirian menggunakan spektrofotometer inframerah transformasi
fourier menghasilkan spektrum yang khas untuk alofan.

ABSTRACT
EVI WIDIYANTI. Synthesis of Allophane/TiO2 Nanocomposite and
Photodegradation Test on Methylene Blue Dye. Supervised by SRI SUGIARTI
and ZAENAL ABIDIN.
Industrial development has positive and negative impacts on the
environment. The negative impact is environmental pollution by waste water
containing dyes. Handling of this type of waste currently uses adsorption methods
that give new problems, such as accumulation of environmentally hazardous
adsorbents. This study applied a new concept of adsorption-photodegradation.
This method was carried out by combining two materials into a nanocomposite,
i.e. allophane and TiO2. Allophane is able to adsorb organic compounds, while
TiO2 with ultraviolet light (UV), can degrade organic compounds.
Allophane/TiO2 nanocomposite was prepared by mixing the constituents in its
colloidal forms. The results showed that the adsorption capacity of the
nanocomposite was greater than the capacity of allophane and TiO2 alone. The
nanocomposite and allophane adsorption followed the Langmuir pattern.
Photodegradation test on the nanocomposite irradiated with UV showed a new
methylene blue wavelength on 573 nm, while controls that was carried out in dark
room showed no shift in wavelength. Characterization using fourier transform
infrared spectrometer showed a spectrum indicating the presence of allophane.


1

PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara yang kaya
dengan gunung berapi sehingga banyak
ditemukan tanah volkan. Para ahli tanah di
Indonesia sudah banyak meneliti tanah volkan
dan menitikberatkan pada klasifikasi tanah
(Ranst et al. 2004). Tanah volkan berpotensi
memiliki kandungan mineral lempung
berukuran
nano.
Nanomaterial
dapat
didefinisikan sebagai materi organik maupun
anorganik yang memiliki dimensi kurang dari
100 nm.
Penelitian mengenai nanokomposit saat ini
sedang marak dikembangkan di berbagai

bidang, seperti biologi, kimia, elektronik, dan
industri. Nanokomposit merupakan bahan
yang dibuat dari penggabungan dua
komponen berbeda yang salah satu atau
keduanya berskala nanometer (10-9 m) atau
setara dengan ukuran atom dan molekul.
Nanokomposit dibuat untuk meningkatkan
sifat individu bahan, baik dari segi kekuatan,
struktur, atau stabilitasnya.
Nanokomposit dianggap sebagai struktur
padat dengan dimensi berskala nanometer
yang berulang pada jarak antar-bentuk
penyusun struktur yang berbeda. Material
seperti ini terdiri atas padatan anorganik yang
tersusun atas komponen organik. Material
nanokomposit dapat pula tersusun dari dua
atau lebih molekul anorganik/organik dalam
beberapa bentuk kombinasi atau memiliki ciri
berukuran nano. Contoh nanokomposit adalah
media berporos, koloid, gel, dan kopolimer

(Hadiyarwan et al. 2008).
Ikatan antar partikel pada material
nanokomposit memainkan peranan penting
pada peningkatan dan pembatasan sifat
material. Partikel-partikel berukuran nano
memiliki luas permukaan interaksi yang
tinggi. Semakin banyak partikel yang
berinteraksi, semakin kuat materialnya.
Ikatan antar partikel semakin kuat sehingga
sifat mekanik material bertambah. Namun,
penambahan partikel nano tidak selamanya
akan meningkatkan sifat mekanik. Pada batas
tertentu,
saat
dilakukan
penambahan,
kekuatan material justru semakin berkurang.
Namun
pada
umumnya,

material
nanokomposit menunjukkan perbedaan sifat
mekanik, listrik, optik, elektrokimia, katalis,
dan struktur dibandingkan dengan material
penyusunnya (Hadiyarwan et al. 2008).
Perkembangan
industri
memberikan
dampak negatif dan positif bagi lingkungan.
Dampak negatif yang ditimbulkan misalnya
pencemaran air, tanah, dan udara. Pencemaran

air dapat disebabkan oleh limbah zat warna.
Limbah zat warna yang dihasilkan dari
industri tekstil umumnya merupakan senyawa
organik tak-biodegradable, yang dapat
mencemari perairan. Dewasa ini, jenis bahan
pewarna yang digunakan di dalam industri
tekstil sangat beraneka ragam dan biasanya
tidak terdiri dari satu jenis zat pewarna. Oleh

karena itu, penanganan limbah tekstil menjadi
sangat rumit dan memerlukan beberapa
langkah sampai limbah tersebut benar-benar
aman untuk dilepas di lingkungan perairan.
Dalam
penelitian
yang
dilakukan
sebelumnya, pengolahan limbah zat warna
dilakukan
dengan
metode
adsorpsi.
Kelemahan metode ini adalah selektivitasnya
yang rendah terutama untuk limbah yang
berbentuk cair (Intan 2009). Kelemahan
metode ini dapat diperbaiki melalui gabungan
metode adsorpsi-fotodegradasi. Dalam metode
ini,senyawa
organik

diadsorpsi
oleh
permukaan padatan yang sekaligus mampu
mendegradasi senyawa organik. Degradasi
sempurna menghasilkan CO2 dan H2O yang
aman bagi lingkungan sehingga mengurangi
faktor regenerasi (Fatimah et al. 2005).

TINJAUAN PUSTAKA
Alofan
Alofan merupakan tipe liat yang penting
dan ditemukan dalam tanah abu vulkanik.
Alofan pertama kali ditemukan oleh
Stromeyer dan Hausmann pada tahun 1861.
Sejak saat itu, alofan ditemukan dalam
material tanah liat amorf. Alofan (Si3Al4O12.
nH2O) mempunyai luas permukaan spesifik
100–800 m2 g-1, dengan nisbah atom Si/Al 0.5
sampai 1 (Hanudin et al. 2002). Morfologi
alofan berbentuk hallow spherical dengan

ukuran 5 nm, dengan lubang/pori ukuran 0,5
nm, dinamakan nano-ball alofan . Pada pH
rendah (4–5) lubang/pori nano-ball alofan
bermuatan positif (Al-OH2+), sebaliknya pada
pH tinggi (6–9), alofan bermuatan negatif (AlO-) pada lubang dinding halow spherules dan
(Si-O-) pada permukaan dalam. Muatan
negatif
alofan
meningkat
dengan
meningkatnya pH larutan tanah. Loka jerapan
nano-ball alofan yang reaktif terhadap
senyawa organik adalah gugus aluminol (AlOH dan Al-OH2+) yang terdapat pada lubang
dari dinding halow spherules. Si dan Al alofan
setelah menjerap senyawa organik akan
dibebaskan ke dalam larutan menuju
kesetimbangan. Jumlah Si dan Al yang akan
dibebaskan ke larutan dipengaruhi oleh

1


PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara yang kaya
dengan gunung berapi sehingga banyak
ditemukan tanah volkan. Para ahli tanah di
Indonesia sudah banyak meneliti tanah volkan
dan menitikberatkan pada klasifikasi tanah
(Ranst et al. 2004). Tanah volkan berpotensi
memiliki kandungan mineral lempung
berukuran
nano.
Nanomaterial
dapat
didefinisikan sebagai materi organik maupun
anorganik yang memiliki dimensi kurang dari
100 nm.
Penelitian mengenai nanokomposit saat ini
sedang marak dikembangkan di berbagai
bidang, seperti biologi, kimia, elektronik, dan
industri. Nanokomposit merupakan bahan

yang dibuat dari penggabungan dua
komponen berbeda yang salah satu atau
keduanya berskala nanometer (10-9 m) atau
setara dengan ukuran atom dan molekul.
Nanokomposit dibuat untuk meningkatkan
sifat individu bahan, baik dari segi kekuatan,
struktur, atau stabilitasnya.
Nanokomposit dianggap sebagai struktur
padat dengan dimensi berskala nanometer
yang berulang pada jarak antar-bentuk
penyusun struktur yang berbeda. Material
seperti ini terdiri atas padatan anorganik yang
tersusun atas komponen organik. Material
nanokomposit dapat pula tersusun dari dua
atau lebih molekul anorganik/organik dalam
beberapa bentuk kombinasi atau memiliki ciri
berukuran nano. Contoh nanokomposit adalah
media berporos, koloid, gel, dan kopolimer
(Hadiyarwan et al. 2008).
Ikatan antar partikel pada material

nanokomposit memainkan peranan penting
pada peningkatan dan pembatasan sifat
material. Partikel-partikel berukuran nano
memiliki luas permukaan interaksi yang
tinggi. Semakin banyak partikel yang
berinteraksi, semakin kuat materialnya.
Ikatan antar partikel semakin kuat sehingga
sifat mekanik material bertambah. Namun,
penambahan partikel nano tidak selamanya
akan meningkatkan sifat mekanik. Pada batas
tertentu,
saat
dilakukan
penambahan,
kekuatan material justru semakin berkurang.
Namun
pada
umumnya,
material
nanokomposit menunjukkan perbedaan sifat
mekanik, listrik, optik, elektrokimia, katalis,
dan struktur dibandingkan dengan material
penyusunnya (Hadiyarwan et al. 2008).
Perkembangan
industri
memberikan
dampak negatif dan positif bagi lingkungan.
Dampak negatif yang ditimbulkan misalnya
pencemaran air, tanah, dan udara. Pencemaran

air dapat disebabkan oleh limbah zat warna.
Limbah zat warna yang dihasilkan dari
industri tekstil umumnya merupakan senyawa
organik tak-biodegradable, yang dapat
mencemari perairan. Dewasa ini, jenis bahan
pewarna yang digunakan di dalam industri
tekstil sangat beraneka ragam dan biasanya
tidak terdiri dari satu jenis zat pewarna. Oleh
karena itu, penanganan limbah tekstil menjadi
sangat rumit dan memerlukan beberapa
langkah sampai limbah tersebut benar-benar
aman untuk dilepas di lingkungan perairan.
Dalam
penelitian
yang
dilakukan
sebelumnya, pengolahan limbah zat warna
dilakukan
dengan
metode
adsorpsi.
Kelemahan metode ini adalah selektivitasnya
yang rendah terutama untuk limbah yang
berbentuk cair (Intan 2009). Kelemahan
metode ini dapat diperbaiki melalui gabungan
metode adsorpsi-fotodegradasi. Dalam metode
ini,senyawa
organik
diadsorpsi
oleh
permukaan padatan yang sekaligus mampu
mendegradasi senyawa organik. Degradasi
sempurna menghasilkan CO2 dan H2O yang
aman bagi lingkungan sehingga mengurangi
faktor regenerasi (Fatimah et al. 2005).

TINJAUAN PUSTAKA
Alofan
Alofan merupakan tipe liat yang penting
dan ditemukan dalam tanah abu vulkanik.
Alofan pertama kali ditemukan oleh
Stromeyer dan Hausmann pada tahun 1861.
Sejak saat itu, alofan ditemukan dalam
material tanah liat amorf. Alofan (Si3Al4O12.
nH2O) mempunyai luas permukaan spesifik
100–800 m2 g-1, dengan nisbah atom Si/Al 0.5
sampai 1 (Hanudin et al. 2002). Morfologi
alofan berbentuk hallow spherical dengan
ukuran 5 nm, dengan lubang/pori ukuran 0,5
nm, dinamakan nano-ball alofan . Pada pH
rendah (4–5) lubang/pori nano-ball alofan
bermuatan positif (Al-OH2+), sebaliknya pada
pH tinggi (6–9), alofan bermuatan negatif (AlO-) pada lubang dinding halow spherules dan
(Si-O-) pada permukaan dalam. Muatan
negatif
alofan
meningkat
dengan
meningkatnya pH larutan tanah. Loka jerapan
nano-ball alofan yang reaktif terhadap
senyawa organik adalah gugus aluminol (AlOH dan Al-OH2+) yang terdapat pada lubang
dari dinding halow spherules. Si dan Al alofan
setelah menjerap senyawa organik akan
dibebaskan ke dalam larutan menuju
kesetimbangan. Jumlah Si dan Al yang akan
dibebaskan ke larutan dipengaruhi oleh

2

konsentrasi dan jenis asam organik, pH, dan
sifat fisikokimia alofan. Alofan mempunyai
beragam nisbah mol Si/Al dengan kisaran 0.6
sampai 1.2. Hal ini disebabkan oleh faktor
curah hujan dan suhu sehingga akan
mempengaruhi laju pelarutan silikon oleh
suatu proses pelapukan batuan dasar. Namun
demikian, pada dasarnya alofan mempunyai
struktur dasar yang sama dan yang
membedakannya adalah aksesori silika yang
terikat pada bagian lubang alofan (Gambar 1)
(Henmi & Wada 1976).

Gambar 1 Struktur alofan
Zat Warna
Zat warna tekstil merupakan senyawa
organik yang keberadaannya dalam perairan
dapat mengganggu ekosistem di dalamnya.
Limbah cair yang berwarna ini akan diproses
terlebih dahulu sampai konsentrasinya cukup
aman jika berada di perairan. Sebagai contoh,
pabrik tekstil menurunkan kadar zat warna
reaktif dalam limbahnya dari 225 ppm
menjadi 0.17 ppm setelah melalui proses
koagulasi.
Biru metilena digunakan sebagai pewarna
dalam bakteriologi, sebagai reagen analitis,
indikator oksidasi-reduksi, antimeteglobin,
antidot sianida, dan sebagai antiseptik. Biru
metilena juga dikenal dengan nama 3,7 bis
(dimetilamino)-fenotiazin-5-ium. Dosis tinggi
biru metilena dapat menyebabkan mual,
muntah, nyeri pada perut dan dada, sakit
kepala, keringat berlebihan, dan hipertensi.
Interaksi biru metilena dengan air akan
menghasilkan kation biru metilena. Kation
yang dihasilkan akan berinteraksi dengan
adsorben sehingga dapat menurunkan
intensitas warna larutan.

juga dapat disebut sebagai titania atau
titanium (IV) oksida, merupakan bentuk
oksida dari titanium yang secara kimia dapat
dituliskan sebagai TiO2. Senyawa ini biasa
digunakan sebagai pigmen pada cat tembok.
TiO2 merupakan oksida logam yang cukup
aktif dan manfaatnya cukup banyak, yaitu
untuk aplikasi fotokatalis dalam pengolahan
limbah, bahan baku kosmetik, aplikasi untuk
pemurnian air, dan banyak aplikasi lainnya.
Titanium dioksida murni tidak terdapat di
alam, tetapi berasal dari bijih ilmenit atau
bijih leuksosena yang merupakan bahan
utama yang digunakan untuk pembuatan
titanium dioksida ini.
Titanium dioksida merupakan bahan
semikonduktor oksida logam yang sering
digunakan sebagai katalis dalam berbagai
penanganan limbah polutan organik dan zat
pewarna (Wijaya et al. 2005). Karena sifatnya
sebagai fotokatalis, senyawa ini dapat
digunakan sebagai alat pengolah air dengan
cara melewatkan air yang tercemar pada
permukaan kaca yang dilapisi senyawa ini
dengan bantuan sinar ultraviolet (UV) yang
berasal dari cahaya matahari. Hingga saat ini,
telah teridentifikasi tiga bentuk kristal TiO2,
yaitu anatase, rutil, dan brookite. Hanya
anatase dan rutil yang paling umum
digunakan dalam fotokatalis. Struktur anatase
dan rutil digambarkan dalam bentuk rantai
oktahedral TiO6 (Gambar 3).

Anatase

Rutil
Gambar 3 Struktur kristal rutil dan anatase
Isoterm Adsorpsi
Gambar 2 Kation biru metilena.
Titanium dioksida (TiO2)
Senyawa titanium dioksida berupa bubuk
putih yang mirip tepung. Titanium dioksida,

Adsorpsi
merupakan
proses
terakumulasinya
partikel
pada
suatu
permukaan (Atkins 1999). Mekanisme
adsorpsi terbagi menjadi dua, yaitu fisisorpsi
dan kimisorpsi.

3

Isoterm adsorpsi merupakan fungsi
konsentrasi zat terlarut yang terjerap pada
padatan terhadap konsentrasi suatu larutan.
Tipe isoterm adsorpsi dapat digunakan untuk
mempelajari mekanisme adsorpsi. Adsorpsi
fase cair-padat pada umumnya mengikuti tipe
isoterm Freundlich dan Langmuir (Atkins
1999).
Isoterm Langmuir merupakan proses
adsorpsi yang berlangsung secara kimisorpsi
satu lapisan. Kimisorpsi adalah adsorpsi yang
terjadi melalui ikatan kimia yang sangat kuat
antara tapak aktif permukaan dengan molekul
adsorbat dan dipengaruhi oleh densitas
elektron.

Keterangan:
x/m = massa adsorbat yang teradsorpsi per
gram adsorben
c = konsentrasi kesetimbangan adsorbat
dalam larutan setelah adsorpsi (ppm)
Xm,K = konstanta empiris
Isoterm Freundlich merupakan proses
adsorpsi yang terjadi secara fisisorpsi banyak
lapisan. Fisisorpsi adalah adsorpsi yang hanya
melibatkan gaya intermolekul dan ikatannya
lemah.
x
1/ n
kc
m
Keterangan:

pita konduksi akan bereaksi dengan oksigen di
lingkungan menghasilkan radikal superoksida
(•O2- ) yang bersifat sebagai reduktor. Radikal
bersifat aktif dan dapat terus terbentuk
sehingga bereaksi dan menguraikan senyawa
organik target (Fatimah & Wijaya 2005).
Mekanisme reaksi yang terjadi pada proses
fotodegradasi dengan TiO2 adalah sebagai
berikut :
TiO2 + UV
TiO2 (e- + h+)
TiO2 (h+) + H2O
TiO2 + •OH + H+
TiO2 (e ) + O2
TiO2 + •O2zat warna + •O2
produk degradasi
Beberapa konduktor dapat dipakai untuk
proses fotokatalisis. Dari kelompok oksida
misalnya TiO2, Fe2O3, ZnO, WO3, atau SnO2,
sedangkan dari kelompok sulfida adalah CdS,
ZnS, CuS, FeS, dan lain-lain (Wijaya 2005).

METODE
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan
adalah
spektrofotometer UV-tampak Shimadzu,
shaker, sentrifuga, lampu UV 9 watt.
Bahan-bahan yang digunakan antara lain
tanah vulkanik dari Gunung Lawu
(Tawangmangu),
Gunung
Galunggung
(Tasikmalaya), dan Gunung Salak (Semplak,
Bogor), serbuk titanium oksida anatase 7 nm,
AgNO3, NaOH, HCl, air suling, membran
dialisis, dan biru metilena.
Metode

x/m = massa adsorbat yang teradsorpsi per
gram adsorben
c = konsentrasi kesetimbangan adsorbat
dalam larutan setelah adsorpsi (ppm)
k,n = konstanta empiris
Fotodegradasi
Fotodegradasi adalah proses peruraian
suatu senyawa (biasanya senyawa organik)
dengan bantuan energi foton. Proses
fotodegradasi memerlukan fotokatalis, yang
umumnya merupakan bahan semikonduktor.
Prinsip fotodegradasi adalah adanya loncatan
elektron dari pita valensi ke pita konduksi
pada logam semikonduktor jika dikenai suatu
energi foton. Loncatan elektron ini
menyebabkan timbulnya hole (lubang
elektron) yang dapat berinteraksi dengan
pelarut (air) membentuk radikal OH (•HO)
yang merupakan oksidator kuat. Elektron pada

Metode penelitian terbagi menjadi
beberapa tahap seperti ditunjukkan pada
Lampiran 1.
Ekstraksi Alofan dari Tanah Vulkan
Sampel tanah vulkanik dikeringudarakan
terlebih dahulu selama kurang lebih 3 hari
sampai kering. Setelah itu, digiling dengan
mortar sampai halus dan diayak dengan
ayakan ukuran 200 mesh. Sampel sebanyak
10 g lalu ditambah dengan akuades dan
dikondisikan pHnya untuk mendapatkan
larutan yang terdispersi, dengan kisaran pH
antara 4 dan 10. Untuk pH 4 ditambahkan
dengan HCl dan untuk pH 10, ditambahkan
NaOH.
Sampel ditempatkan pada tabung 1L dan
dienaptuangkan selama 10–20 jam sesuai
dengan keadaan suhu ruangan. Fraksi liat atas
(2 µm) disiapkan dengan mengambil larutan

3

Isoterm adsorpsi merupakan fungsi
konsentrasi zat terlarut yang terjerap pada
padatan terhadap konsentrasi suatu larutan.
Tipe isoterm adsorpsi dapat digunakan untuk
mempelajari mekanisme adsorpsi. Adsorpsi
fase cair-padat pada umumnya mengikuti tipe
isoterm Freundlich dan Langmuir (Atkins
1999).
Isoterm Langmuir merupakan proses
adsorpsi yang berlangsung secara kimisorpsi
satu lapisan. Kimisorpsi adalah adsorpsi yang
terjadi melalui ikatan kimia yang sangat kuat
antara tapak aktif permukaan dengan molekul
adsorbat dan dipengaruhi oleh densitas
elektron.

Keterangan:
x/m = massa adsorbat yang teradsorpsi per
gram adsorben
c = konsentrasi kesetimbangan adsorbat
dalam larutan setelah adsorpsi (ppm)
Xm,K = konstanta empiris
Isoterm Freundlich merupakan proses
adsorpsi yang terjadi secara fisisorpsi banyak
lapisan. Fisisorpsi adalah adsorpsi yang hanya
melibatkan gaya intermolekul dan ikatannya
lemah.
x
1/ n
kc
m
Keterangan:

pita konduksi akan bereaksi dengan oksigen di
lingkungan menghasilkan radikal superoksida
(•O2- ) yang bersifat sebagai reduktor. Radikal
bersifat aktif dan dapat terus terbentuk
sehingga bereaksi dan menguraikan senyawa
organik target (Fatimah & Wijaya 2005).
Mekanisme reaksi yang terjadi pada proses
fotodegradasi dengan TiO2 adalah sebagai
berikut :
TiO2 + UV
TiO2 (e- + h+)
TiO2 (h+) + H2O
TiO2 + •OH + H+
TiO2 (e ) + O2
TiO2 + •O2zat warna + •O2
produk degradasi
Beberapa konduktor dapat dipakai untuk
proses fotokatalisis. Dari kelompok oksida
misalnya TiO2, Fe2O3, ZnO, WO3, atau SnO2,
sedangkan dari kelompok sulfida adalah CdS,
ZnS, CuS, FeS, dan lain-lain (Wijaya 2005).

METODE
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan
adalah
spektrofotometer UV-tampak Shimadzu,
shaker, sentrifuga, lampu UV 9 watt.
Bahan-bahan yang digunakan antara lain
tanah vulkanik dari Gunung Lawu
(Tawangmangu),
Gunung
Galunggung
(Tasikmalaya), dan Gunung Salak (Semplak,
Bogor), serbuk titanium oksida anatase 7 nm,
AgNO3, NaOH, HCl, air suling, membran
dialisis, dan biru metilena.
Metode

x/m = massa adsorbat yang teradsorpsi per
gram adsorben
c = konsentrasi kesetimbangan adsorbat
dalam larutan setelah adsorpsi (ppm)
k,n = konstanta empiris
Fotodegradasi
Fotodegradasi adalah proses peruraian
suatu senyawa (biasanya senyawa organik)
dengan bantuan energi foton. Proses
fotodegradasi memerlukan fotokatalis, yang
umumnya merupakan bahan semikonduktor.
Prinsip fotodegradasi adalah adanya loncatan
elektron dari pita valensi ke pita konduksi
pada logam semikonduktor jika dikenai suatu
energi foton. Loncatan elektron ini
menyebabkan timbulnya hole (lubang
elektron) yang dapat berinteraksi dengan
pelarut (air) membentuk radikal OH (•HO)
yang merupakan oksidator kuat. Elektron pada

Metode penelitian terbagi menjadi
beberapa tahap seperti ditunjukkan pada
Lampiran 1.
Ekstraksi Alofan dari Tanah Vulkan
Sampel tanah vulkanik dikeringudarakan
terlebih dahulu selama kurang lebih 3 hari
sampai kering. Setelah itu, digiling dengan
mortar sampai halus dan diayak dengan
ayakan ukuran 200 mesh. Sampel sebanyak
10 g lalu ditambah dengan akuades dan
dikondisikan pHnya untuk mendapatkan
larutan yang terdispersi, dengan kisaran pH
antara 4 dan 10. Untuk pH 4 ditambahkan
dengan HCl dan untuk pH 10, ditambahkan
NaOH.
Sampel ditempatkan pada tabung 1L dan
dienaptuangkan selama 10–20 jam sesuai
dengan keadaan suhu ruangan. Fraksi liat atas
(2 µm) disiapkan dengan mengambil larutan

4

koloid pada tabung tersebut dengan jarak 10
cm dari permukaan larutan. Fraksi ini
ditampung dan dikoagulasikan dengan
penambahan NaCl.
Setelah fraksi terkoagulasi, larutan bagian
atas dibuang dan endapan dikumpulkan.
Endapan kemudian dimasukkan ke dalam
membran dialisis. Membran direndam dengan
akuades sampai endapan bebas NaCl. Untuk
penentuan endapan bebas NaCl, digunakan
AgNO3.
Setelah fraksi bebas NaCl,
disentrifugasi untuk mengambil endapan.
Endapan kemudian dikeringudarakan. Alofan
yang
diperoleh
dianalisis
dengan
spektrofotometer inframerah transformasi
fourier (FTIR).
Penentuan Kapasitas Adsorpsi Alofan
Sebanyak 50 mg sampel alofan
ditambahkan dengan larutan biru metilena
sebanyak 15 ml. Variasi konsentrasi biru
metilena yang digunakan adalah 25, 50, 75,
100, 150, 200, dan 300 ppm. Setelah itu,
larutan digojog selama 2 jam dan kemudian
disentrifugasi selama 20 menit dengan
kecepatan 1500 rpm. Campuran kemudian
diukur absorbansnya dengan spektrofotometer
UV-tampak pada panjang gelombang 664 nm.
Kapasitas
adsorpsi
dihitung
dengan
menggunakan rumus

Keterangan :
Q : kapasitas adsorpsi (mg/g)
V : volume larutan (ml)
Co : konsentrasi awal (ppm)
Ca : konsentrasi akhir (ppm)
m : massa adsorben (g)
Penentuan kapasitas adsorpsi juga
dilakukan pada TiO2 dan nanokomposit
alofan/TiO2 dengan perlakuan yang sama
seperti sampel alofan.
Sintesis Nanokomposit Alofan/TiO2
Sintesis nanokomposit dilakukan dengan
membuat sistem koloid pada alofan dan TiO2.
Alofan dan titanium oksida dengan komposisi
9:1 dicampurkan dengan penambahan air
suling. Setelah itu, ditambahkan natrium
hidroksida sampai pH 8 agar sistem koloid
tetap stabil. Campuran kemudian didiamkan
selama 24 jam. Setelah itu, dipanaskan pada
suhu 100 °C. Nanokomposit yang diperoleh
dianalisis dengan X-ray Difractometer (XRD).

Uji Fotodegradasi Senyawa Biru Metilena
Sebanyak
100
mg
nanokomposit
alofan/TiO2 ditambahkan dengan 15 ml
larutan metilen biru dengan konsentrasi 12.5
ppm. Larutan kemudian disinari dengan sinar
UV pada panjang gelombang 365 nm selama
6 jam. Setelah itu, dilakukan scanning dengan
menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada
panjang gelombang 200–700 nm. Uji
fotodegradasi juga dilakukan pada sampel
alofan, TiO2, dan biru metilena. Selain disinari
dengan sinar UV, dilakukan pula pada
keadaan gelap tanpa cahaya.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Ekstraksi Alofan dari Tanah Vulkan
Preparasi alofan disiapkan sesuai dengan
metode Henmi & Wada 1976. Alofan
diekstraksi dari tanah vulkanik dengan
menambahkan air suling dan dikondisikan
pHnya untuk mendapatkan larutan terdispersi,
dengan kisaran pH antara 4 dan 10. Sampel
tanah vulkanik terdispersi pada pH 10.
Berdasarkan Abidin et al. (2008), pada pH
tinggi (6–10), nano-ball alofan mempunyai
muatan negatif yang berasal dari deprotonasi
gugus silanol sehingga kation dan logam berat
mudah terikat, sedangkan pada pH rendah (4–
6), nano-ball alofan mempunyai muatan
positif dari protonasi pada aluminol sehingga
anion dan ligan mudah terikat. Adanya
muatan yang bervariasi berdasarkan kondisi
pH dari alofan ini disebabkan struktur alofan
mempunyai gugus silanol dan aluminol
(Elsheikh et al 2008). Sampel tanah vulkanik
yang telah ditambahkan dengan air suling dan
NaOH, kemudian dienaptuangkan selama 10–
20 jam untuk melihat kestabilan koloidnya.
Fraksi lempung bagian atas yang diambil
kemudian ditambahkan dengan NaCl untuk
mengkoagulasikannya. Setelah terkoagulasi,
fraksi yang mengendap dimasukkan ke dalam
membran dialisis dan direndam pada air
suling untuk menghilangkan kelebihan NaCl.
Kelebihan NaCl dapat dideteksi dengan
mengambil air suling rendaman dan
diteteskan beberapa tetes larutan AgNO3.
Apabila masih mengandung NaCl akan
terbentuk endapan berwarna putih. Hal ini
dikarenakan terbentuknya endapan AgCl.
Berikut adalah reaksi pembentukan endapan
AgCl:
NaCl + AgNO3

AgCl + NaNO3

4

koloid pada tabung tersebut dengan jarak 10
cm dari permukaan larutan. Fraksi ini
ditampung dan dikoagulasikan dengan
penambahan NaCl.
Setelah fraksi terkoagulasi, larutan bagian
atas dibuang dan endapan dikumpulkan.
Endapan kemudian dimasukkan ke dalam
membran dialisis. Membran direndam dengan
akuades sampai endapan bebas NaCl. Untuk
penentuan endapan bebas NaCl, digunakan
AgNO3.
Setelah fraksi bebas NaCl,
disentrifugasi untuk mengambil endapan.
Endapan kemudian dikeringudarakan. Alofan
yang
diperoleh
dianalisis
dengan
spektrofotometer inframerah transformasi
fourier (FTIR).
Penentuan Kapasitas Adsorpsi Alofan
Sebanyak 50 mg sampel alofan
ditambahkan dengan larutan biru metilena
sebanyak 15 ml. Variasi konsentrasi biru
metilena yang digunakan adalah 25, 50, 75,
100, 150, 200, dan 300 ppm. Setelah itu,
larutan digojog selama 2 jam dan kemudian
disentrifugasi selama 20 menit dengan
kecepatan 1500 rpm. Campuran kemudian
diukur absorbansnya dengan spektrofotometer
UV-tampak pada panjang gelombang 664 nm.
Kapasitas
adsorpsi
dihitung
dengan
menggunakan rumus

Keterangan :
Q : kapasitas adsorpsi (mg/g)
V : volume larutan (ml)
Co : konsentrasi awal (ppm)
Ca : konsentrasi akhir (ppm)
m : massa adsorben (g)
Penentuan kapasitas adsorpsi juga
dilakukan pada TiO2 dan nanokomposit
alofan/TiO2 dengan perlakuan yang sama
seperti sampel alofan.
Sintesis Nanokomposit Alofan/TiO2
Sintesis nanokomposit dilakukan dengan
membuat sistem koloid pada alofan dan TiO2.
Alofan dan titanium oksida dengan komposisi
9:1 dicampurkan dengan penambahan air
suling. Setelah itu, ditambahkan natrium
hidroksida sampai pH 8 agar sistem koloid
tetap stabil. Campuran kemudian didiamkan
selama 24 jam. Setelah itu, dipanaskan pada
suhu 100 °C. Nanokomposit yang diperoleh
dianalisis dengan X-ray Difractometer (XRD).

Uji Fotodegradasi Senyawa Biru Metilena
Sebanyak
100
mg
nanokomposit
alofan/TiO2 ditambahkan dengan 15 ml
larutan metilen biru dengan konsentrasi 12.5
ppm. Larutan kemudian disinari dengan sinar
UV pada panjang gelombang 365 nm selama
6 jam. Setelah itu, dilakukan scanning dengan
menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada
panjang gelombang 200–700 nm. Uji
fotodegradasi juga dilakukan pada sampel
alofan, TiO2, dan biru metilena. Selain disinari
dengan sinar UV, dilakukan pula pada
keadaan gelap tanpa cahaya.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Ekstraksi Alofan dari Tanah Vulkan
Preparasi alofan disiapkan sesuai dengan
metode Henmi & Wada 1976. Alofan
diekstraksi dari tanah vulkanik dengan
menambahkan air suling dan dikondisikan
pHnya untuk mendapatkan larutan terdispersi,
dengan kisaran pH antara 4 dan 10. Sampel
tanah vulkanik terdispersi pada pH 10.
Berdasarkan Abidin et al. (2008), pada pH
tinggi (6–10), nano-ball alofan mempunyai
muatan negatif yang berasal dari deprotonasi
gugus silanol sehingga kation dan logam berat
mudah terikat, sedangkan pada pH rendah (4–
6), nano-ball alofan mempunyai muatan
positif dari protonasi pada aluminol sehingga
anion dan ligan mudah terikat. Adanya
muatan yang bervariasi berdasarkan kondisi
pH dari alofan ini disebabkan struktur alofan
mempunyai gugus silanol dan aluminol
(Elsheikh et al 2008). Sampel tanah vulkanik
yang telah ditambahkan dengan air suling dan
NaOH, kemudian dienaptuangkan selama 10–
20 jam untuk melihat kestabilan koloidnya.
Fraksi lempung bagian atas yang diambil
kemudian ditambahkan dengan NaCl untuk
mengkoagulasikannya. Setelah terkoagulasi,
fraksi yang mengendap dimasukkan ke dalam
membran dialisis dan direndam pada air
suling untuk menghilangkan kelebihan NaCl.
Kelebihan NaCl dapat dideteksi dengan
mengambil air suling rendaman dan
diteteskan beberapa tetes larutan AgNO3.
Apabila masih mengandung NaCl akan
terbentuk endapan berwarna putih. Hal ini
dikarenakan terbentuknya endapan AgCl.
Berikut adalah reaksi pembentukan endapan
AgCl:
NaCl + AgNO3

AgCl + NaNO3

5

Sintesis Nanokomposit Alofan/TiO2
Pembuatan nanokomposit alofan/TiO2
dilakukan dengan pencampuran secara fisik
dalam bentuk koloid dilakukan agar alofan
dengan TiO2 terdispersi dan terdistribusi
dengan baik sehingga kedua komponen ini
menyatu dengan baik. Campuran koloid yang
terbentuk dapat dikatakan stabil karena tidak
terpisah satu dengan yang lain walaupun
didiamkan dalam waktu yang lama. Setelah
terbentuk koloid yang stabil, nanokomposit
kemudian dipanaskan pada suhu 100 °C. Pada
suhu ini, diketahui bahwa nanokomposit
membentuk agregat yang diharapkan, yaitu
agregat yang berselang-seling antara alofan
dan TiO2. Hal ini dapat dibuktikan dengan
nilai kapasitas adsorpsi nanokomposit lebih
besar dari pada alofan. Nanokomposit yang
dihasilkan dari proses agregasi dua campuran
material ini diharapkan memiliki ruang
kosong tempat bahan organik dapat masuk
terperangkap dan terikat di antaranya.
Nanokomposit yang digunakan berasal dari
daerah Gunung Lawu, Tawangmangu.
Penentuan Kapasitas Adsorpsi
Dalam penentuan kapasitas adsorpsi
alofan, sebanyak 50 mg alofan ditambahkan
dengan larutan biru metilena sebanyak 15 ml
dengan variasi konsentrasi 25, 50, 75, 100,
150, 200, dan 300 ppm. Konsentrasi optimum
diperoleh sebesar 200 ppm untuk keseluruhan
sampel dari daerah Gunung Galunggung,
Tawangmangu,
dan
Semplak,
Bogor.
Konsentrasi ini dianggap optimum karena
pada konsentrasi biru metilena sebesar 300
ppm, kurva cenderung datar ( Gambar 5). Hal
ini berarti pada saat konsentrasi biru metilena
kurang dari 200 ppm, permukaan tapak aktif
alofan belum semua terisi oleh adsorbat yaitu
biru metilena. Hal ini ditandai dengan
semakin besarnya nilai kapasitas adsorpsi (Q).
Kapasitas adsorpsi alofan cenderung naik
sampai dengan konsentrasi biru metilena 200

Kapasitas Adsorpsi
(mg/g)

Gambar 4 Alofan yang dikeringudarakan.

ppm dan kemudian akan stabil pada 300 ppm.
Untuk alofan Gunung Galunggung, diperoleh
konsentrasi optimum biru metilena yang bisa
diadsorpsi dengan baik sebesar 200 ppm
dengan nilai kapasitas adsorpsi sebesar 34.59
mg/g.
Alofan
Tawangmangu
juga
mengadsorpsi biru metilena sebesar 200 ppm
dengan nilai kapasitas adsorpsi sebesar 32.93
mg/g. Alofan Semplak, Bogor, sama seperti
daerah
Gunung
Galunggung
dan
Tawangmangu, juga memiliki konsentrasi
optimum biru metilena yang dapat diadsorpsi
sebesar 200 ppm dengan nilai kapasitas
adsorpsi sebesar 27.82 mg/g. Data penentuan
kapasitas adsorpsi terdapat dalam Lampiran 2.

40
30
20
10
0
0

100

200

300

Konsentrasi kesetimbangan (mg/L)

Gambar 5

Kurva Penentuan kapasitas
adsorpsi
alofan
Gunung
Galunggung (
), Gunung
Lawu (
), Gunung Salak
( ).

Selain alofan, dilakukan penentuan
kapasitas adsorpsi TiO2. Berdasarkan Gambar
6 diduga adsorpsi yang terjadi pada biru
metilena oleh TiO2 adalah adsorpsi cepat. Hal
ini dapat dilihat dalam kurva penentuan
kapasitas adsorpsi, yaitu kapasitasnya tinggi
tetapi kemudian semakin turun. Adsorpsi
cepat terjadi karena ukuran TiO2 yang sangat
kecil sehingga sangat cepat terjadi proses
adsorpsi.
Kapasitas adsorpsi
(mg/g)

Setelah fraksi bebas–NaCl, fraksi kemudian
dikeringudarakan (Gambar 4).

40
35
30
25
20
15
10
5
0

0

Konsentrasi
100
200 kesetimbangan
300
400 (mg/L)

Gambar 6

Kurva penentuan kapasitas
adsorpsi TiO2

Nanokomposit
alofan/TiO2
memiliki
kapasitas adsorpsi yang lebih besar
dibandingkan dengan alofan maupun TiO2
saja (Gambar 7). Hal ini dikarenakan TiO2
mampu membuka rongga yang terdapat dalam
alofan sehingga ruang kosong alofan akan

6

Berdasarkan nilai kelinieritasannya (Tabel
1) adsorpsi biru metilena oleh alofan maupun
nanokomposit mengikuti tipe isotherm
Langmuir. Hal ini berarti permukaan alofan
maupun nanokomposit bersifat homogen dan
biru metilena teradsorpsi secara kimisorpsi
dengan
membentuk
lapisan
tunggal
(monolayer).

Nilai Xm menggambarkan jumlah adsorbat
yang dijerap oleh permukaan adsorben. Nilai
Xm alofan Gunung Galunggung lebih besar
dari pada Gunung lawu dan Gunung Salak.
Hal ini menunjukkan jumlah biru metilena
yang dijerap oleh alofan dari Gunung
Galunggung lebih banyak dari pada Gunung
Lawu dan Gunung Salak. Perbedaan ini
kemungkinan dikarenakan kandungan alofan
yang terdapat pada sampel Gunung
Galunggung lebih besar dibandingkan
Gunung Lawu dan Salak, sedangkan nilai Xm
nanokomposit lebih besar dari alofan yang
berasal dari Gunung Lawu. Nilai k merupakan
konstanta yang bertambah dengan kenaikan
ukuran molekuler yang menunjukkan
kekuatan ikatan
molekul adsorbat pada
permukaan adsorben. Molekul biru metilena
lebih kuat terikat pada alofan dari Gunung
Lawu dibandingkan dengan alofan dari daerah
lain dan nanokomposit. Apabila dibandingkan
dengan nanokomposit, perbedaan nilai k ini
dapat disebabkan adanya TiO2 yang terikat
pada alofan menyebabkan interaksi antara
biru metilena dengan alofan berkurang.

Tabel 1 Nilai linearitas adsorpsi biru metilena
oleh alofan dan nanokomposit

Uji Fotodegradasi Biru Metilena dengan
Nanokomposit Alofan/TiO2

Kapasitas
Adsorpsi (mg/g)

semakin lebar yang menyebabkan semakin
banyak biru metilena yang mampu mengisi
ruang kosong alofan. Setelah ditentukan nilai
kapasitas adsorpsinya
dilakukan
pula
penentuan
tipe
isoterm
adsorpsi.
40
20
0
0

50

100

150

200

Konsentrasi kesetimbangan (mg/L)

Gambar 7

Kurva penentuan kapasitas
adsorpsi
nanokomposit
alofan/TiO2

Sampel

linearitas

Alofan
Gunung
Galunggung

%

Gunung Lawu
Gunung Salak
Nanokomposit

Langmuir

99.3

Freundlich

95.3

Langmuir

99.9

Freundlich

71.6

Langmuir

99.9

Freundlich

86.5

Langmuir

99.7

Freundlich

84.1

Berdasarkan tipe adsorpsi yang diperoleh
yaitu langmuir, maka dapat ditentukan nilai
Xm dan k dari persamaan regresi langmuir
(Tabel 2).
Tabel 2 Nilai konstanta Xm dan k dari
persamaan regreasi Langmuir
Nama sampel
Alofan
Gunung
Galunggung

Xm

K

35.714

0.1319

Alofan Gunung Lawu

33.333

1.0710

Alofan Gunung Salak

28.572

0.3468

Nanokomposit

35.714

0.2728

Uji fotodegradasi dilakukan untuk melihat
kemampuan nanokomposit alofan/TiO2 dalam
mengurai senyawa organik biru metilena.
Alofan diketahui memiliki kemampuan
mengadsorpsi bahan organik, sedangkan TiO2
mampu mengurai bahan organik, tetapi
kurang dapat mengadsorpsi bahan organik.
Karena itu, ketika kedua bahan ini disatukan
menjadi suatu nanokomposit, maka akan
diperoleh suatu sinergi yang efektif dalam
menghilangkan bahan organik.
Uji fotodegradasi oleh nanokomposit
alofan/TiO2 terdiri dari dua percobaan, yaitu
tanpa dan di bawah radiasi sinar ultraviolet
(pada panjang gelombang 365 nm dengan
lama penyinaran 6 jam). Konsentrasi biru
metilena yang digunakan sebesar 12.5 mg L-1.
Percobaan tanpa radiasi sinar ultraviolet
bertujuan melihat interaksi sampel dengan
biru metilena. Tanpa radiasi sinar ultraviolet,
diasumsikan tidak akan terjadi reaksi fotolisis
pada biru metilena dan hanya berlangsung
adsorpsi. Reaksi fotodegradasi biru metilena
dapat dituliskan sebagai berikut (Nogueira &
Jardim 1993):
C16H18N3SCl (teradsorpsi+terlarut) + 51/2 O2
+H2SO4+3HNO3+16CO2+6H2O

HCl

7

Biru metilena

TiO2

Alofan
Nanokomposit

Gambar 8 Hasil uji fotodegradasi dalam ruang gelap tanpa sinar UV.
Dari hasil pengamatan, terlihat bahwa
nanokomposit alofan/TiO2 tanpa sinar
ultraviolet hanya mengadsorpsi biru metilena.
Hal ini ditunjukkan oleh panjang gelombang
biru metilena yang tetap sama. Pada titanium
oksida hampir tidak terjadi perubahan warna
biru metilena setelah 6 jam reaksi. Dapat
disimpulkan bahwa TiO2 hanya sedikit
menyerap biru metilena. Tanpa sinar
ultraviolet, tidak terjadi fotodegradasi, karena
tanpa bantuan sinar ultraviolet titanium oksida
tidak mampu mendegradasi senyawa organik.
Nanokomposit alofan/TiO2 menghasilkan
filtrat yang tidak berwarna, sedangkan alofan
menghasilkan filtrat yang berwarna (Gambar
9). Dapat disimpulkan bahwa nanokomposit
mampu memperbesar kapasitas adsorpsi.
Proses fotodegradasi juga dapat dilihat dari
endapan
yang
dihasilkan.
Alofan,
nanokomposit, maupun TiO2 menghasilkan
endapan yang berwarna biru (Lampiran 5).
Endapan yang berwarna biru ini menunjukkan
bahwa pada sistem hanya terjadi proses
adsorpsi.

A

Gambar 9

B

C

D

Perubahan warna biru metilena
tanpa radiasi UV setelah 6 jam.
(A) biru metilena; (B) biru
metilena+TiO2;
(C)
biru
metilena+alofan;
(D) biru
metilena+nanokomposit.

8

Biru metilena

Alofan
TiO2

Nanokomposit

Gambar 10 Fotodegradasi dengan lama penyinaran 6 jam.
Uji fotodegradasi dengan penyinaran sinar
ultraviolet 365 nm selama 6 jam menunjukkan
terjadinya fotodegradasi pada nanokomposit
alofan/TiO2. Pada Gambar 10 terlihat bahwa
biru metilena tanpa penambahan apapun
memiliki panjang gelombang sebesar 664 nm.
Alofan yang ditambahkan biru metilena
dengan konsentrasi 12.5 ppm memiliki
panjang gelombang yang sama, tetapi
mengalami penurunan konsentrasi karena
adsorpsi oleh alofan. Pada titanium oksida
yang ditambahkan biru metilena, terjadi reaksi
fotodegradasi karena adanya penyinaran oleh
lampu ultraviolet. Nanokomposit alofan/TiO2
mengalami reaksi adsorpsi dan fotodegradasi.
Gambar 10 menunjukkan puncak baru pada
panjang
gelombang
573
nm
yang
menunjukkan telah terjadi perubahan warna
biru metilena menjadi senyawa lain hasil
fotodegradasi. Selain terjadi fotodegradasi,
pada nanokomposit ini juga terjadi reaksi
adsorpsi. Hal ini terlihat dari menurunnya
konsentrasi biru metilena. Selain itu, endapan
nanokomposit yang dihasilkan, berwarna
putih. TiO2 menghasilkan filtrat yang
berwarna putih. Hal ini dikarenakan TiO2
mampu mendegradasi senyawa biru metilena
sehingga tidak ada lagi warna biru baik pada
filtrat maupun endapan (Lampiran 5).

E

F

G

H

Gambar 11 Perubahan warna biru metilena
setelah radiasi dengan sinar UV
setelah 6 jam. (E) biru metilena;
(F) biru metilena+TiO2; (G) biru
metilena+alofan;
(H)
biru
metilena+nanokomposit.
Pencirian Alofan
Alofan/TiO2

dan

Nanokomposit

Karakterisasi alofan dilakukan dengan
FTIR. Hal ini dikarenakan alofan akan
berbentuk amorf apabila dilakukan analisis
XRD. Analisis XRD tidak dapat memberikan
informasi kandungan alofan dalam tanah
vulkan. Pada Gambar 12 tampak bilangan
gelombang 972 cm-1 yang menunjukkan
adanya vibrasi rentangan asimetris O-Si-O
atau O-Al-O. Pita serapan yang kuat pada
bilangan gelombang 473 cm-1 dan 543 cm-1
menunjukkan adanya vibrasi tekuk Si-O atau
Al-O. Selain itu, muncul pita serapan 3639

9

cm-1 menunjukkan adanya vibrasi regangan
gugus –OH dari alofan. Dari serapan-serapan
tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam
sampel tanah mengandung gugus-gugus Si-O
atau Al-O, O-Si-O atau O-Al-O, dan –OH.
I
n
t
e
n
s
i
t
a
s

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Nanokomposit
alofan/TiO2
dengan
bantuan sinar UV memiliki kemampuan
menjerap dan mendegradasi senyawa biru
metilena. Pembuatan nanokomposit ini
mampu meningkatkan kapasitas adsorpsi
alofan. Degradasi biru metilena ditunjukksn
dengan hilangnya puncak biru metilena, yaitu
dari 664 nm dan munculnya puncak baru
pada panjang gelombang 527 nm. Maka
dapat
disimpulkan
bahwa
dengan
menggabungkan alofan dan TiO2 dapat
diperoleh suatu sinergi yang efektif dalam
menghilangkan limbah organik.
Saran

Bilangan gelombang (cm-1)

Gambar 12 Spektrum FTIR alofan Gunung
Galunggung (
), Gunung
Lawu (
), Gunung Salak
(
).
Nanokomposit alofan/TiO2 dicirikan
dengan teknik difraksi sinar-X. Difraksi
sinar-X adalah metode yang paling umum
digunakan untuk menentukan struktur Kristal
(Murat et al 1992). Pada pola difraksi
(Gambar 12), adanya TiO2 yang terikat dalam
alofan ditunjukkan oleh 2θ = 25.28 Å. Pada
nanokomposit, terlihat adanya puncak yang
muncul dibawah 2θ = 25.28 Å. Hal ini
kemungkinan adanya mineral lain yang
terkandung dalam nanokomposit, karena
pembuatan nanokomposit menggunakan
alofan yang berasal dari alam.

Gambar 13 Hasil XRD TiO2 (
Nanokomposit ( ).

) dan

Perlu dilakukan pengujian aktifitas
fotokatalis nanokomposit alofan/TiO2 pada
senyawa organik lainnya selain biru metilena
dan terhadap senyawa-senyawa organik yang
berbentuk gas.

DAFTAR PUSTAKA
Abidin Z, Matsue N, Henmi T. 2008.
Structure of nano-ball allophone and its
surface properties. Clay and clay minerals
28: 285-294.
Atkins PW. 1999. Kimia Fisik. Edisi
2.Kartohadiprojo II, penerjemah. Jakarta:
Erlangga. Terjemahan dari: Physical
Chemistry.
Chunming S, James BH. 1993. The
Electrophoretic Mobility of Imogolite and
Allophane in The Presence of Inorganic
Anions and Citrate. Clay and Clay
Minerals 41:461-471.
Elsheikh et al. 2008. Competitive adsorption
of oxalate and phosphate on allophane at
low concentration. Clay Science 13:6.
Fatimah I, Karna W. 2005. Sintesis TiO2zeolit sebagai fotokatalis pada pengolahan
limbah cair industri tapioka secara
adsorpsi-fotodegradasi. TEKNOIN 10:4.
Fatimah et al. 2005. Titanium-oxide on
natural zeolite (TiO2-Zeolite) and its
application
for
congo
red
photodegradation. Indo J Chem 6: 38-42.
Hadiyarwan et al. 2008. Fabrikasi material
nanokomposit superkuat, ringan, dan
transparan menggunakan metode Simple
Mixing. J Nanosains Nanotekno 1:1.

9

cm-1 menunjukkan adanya vibrasi regangan
gugus –OH dari alofan. Dari serapan-serapan
tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam
sampel tanah mengandung gugus-gugus Si-O
atau Al-O, O-Si-O atau O-Al-O, dan –OH.
I
n
t
e
n
s
i
t
a
s

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Nanokomposit
alofan/TiO2
dengan
bantuan sinar UV memiliki kemampuan
menjerap dan mendegradasi senyawa biru
metilena. Pembuatan nanokomposit ini
mampu meningkatkan kapasitas adsorpsi
alofan. Degradasi biru metilena ditunjukksn
dengan hilangnya puncak biru metilena, yaitu
dari 664 nm dan munculnya puncak baru
pada panjang gelombang 527 nm. Maka
dapat
disimpulkan
bahwa
dengan
menggabungkan alofan dan TiO2 dapat
diperoleh suatu sinergi yang efektif dalam
menghilangkan limbah organik.
Saran

Bilangan gelombang (cm-1)

Gambar 12 Spektrum FTIR alofan Gunung
Galunggung (
), Gunung
Lawu (
), Gunung Salak
(
).
Nanokomposit alofan/TiO2 dicirikan
dengan teknik difraksi sinar-X. Difraksi
sinar-X adalah metode yang paling umum
digunakan untuk menentukan struktur Kristal
(Murat et al 1992). Pada pola difraksi
(Gambar 12), adanya TiO2 yang terikat dalam
alofan ditunjukkan oleh 2θ = 25.28 Å. Pada
nanokomposit, terlihat adanya puncak yang
muncul dibawah 2θ = 25.28 Å. Hal ini
kemungkinan adanya mineral lain yang
terkandung dalam nanokomposit, karena
pembuatan nanokomposit menggunakan
alofan yang berasal dari alam.

Gambar 13 Hasil XRD TiO2 (
Nanokomposit ( ).

) dan

Perlu dilakukan pengujian aktifitas
fotokatalis nanokomposit alofan/TiO2 pada
senyawa organik lainnya selain biru metilena
dan terhadap senyawa-senyawa organik yang
berbentuk gas.

DAFTAR PUSTAKA
Abidin Z, Matsue N, Henmi T. 2008.
Structure of nano-ball allophone and its
surface properties. Clay and clay minerals
28: 285-294.
Atkins PW. 1999. Kimia Fisik. Edisi
2.Kartohadiprojo II, penerjemah. Jakarta:
Erlangga. Terjemahan dari: Physical
Chemistry.
Chunming S, James BH. 1993. The
Electrophoretic Mobility of Imogolite and
Allophane in The Presence of Inorganic
Anions and Citrate. Clay and Clay
Minerals 41:461-471.
Elsheikh et al. 2008. Competitive adsorption
of oxalate and phosphate on allophane at
low concentration. Clay Science 13:6.
Fatimah I, Karna W. 2005. Sintesis TiO2zeolit sebagai fotokatalis pada pengolahan
limbah cair industri tapioka secara
adsorpsi-fotodegradasi. TEKNOIN 10:4.
Fatimah et al. 2005. Titanium-oxide on
natural zeolite (TiO2-Zeolite) and its
application
for
congo
red
photodegradation. Indo J Chem 6: 38-42.
Hadiyarwan et al. 2008. Fabrikasi material
nanokomposit superkuat, ringan, dan
transparan menggunakan metode Simple
Mixing. J Nanosains Nanotekno 1:1.

SINTESIS NANOKOMPOSIT ALOFAN/TiO2 DAN UJI
FOTODEGRADASI PADA ZAT PEWARNA BIRU
METILENA

EVI WIDIYANTI

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

10

Hanudin E, Matsue N, Henmi T. 2002.
Reactions of some short-range ordered
aluminosilicate with selected organic
ligands. Clays and clays minerals 28:
319-332.
Henmi T, Wada K. 1976. Morphology and
composition
of
Allophane.
Am
Mineralogist 61: 379-390.
Heraldy E, Pranoto, Dini P. 2004. Studi
Karakterisasi dan Aktivasi Alofan Alam
serta Aplikasinya sebagai Adsorben
Logam Zn menggunakan Metode Kolom.
Alchemy 3: 32-42.
Intan P. 2009. Adsorpsi methylene blue
dengan abu dasar PT IPMOMI
Probolinggo Jawa Timur dan zeolit
berkarbon [skripsi]. Surabaya: Institut
Teknologi Sepuluh November.
Kim H Tan. 1993. Principles of Soil
Chemistry. Ed ke-2. New York: Marcel
Dekker Inc.
Murat M, Amokrane A, Bastide JP,
Montanaro L. 1992. Shynthesis of zeolit
from thermally activated kaolinite. Some
observation on nucleation and growth.
Clay Miner 27: 119-130.
Nogueira
RFP,
Jardim
WF.
1993.
Photodegradation of methylene blue
using solar light and semiconductor
(TiO2). J Chem. 10: 861-862.
Ranst et al. 2004. Surface reactivity of
andisols on volcanic ash along the sunda
arc crossing Java Island. Geordema 123:
193-203.

Raghuvanshi SP et al. 2004. Kinetics study of
methylene blue dye biadsorption on
baggase. App Ecol Env Researches. 2:3543.
Saigusa M, Matsuyama N. 1998. Distribution
of allophonic andosols and nonallophanic andosols in Japan. Tohoku
journal of agricultural research 48: 3-4.
Skoog DA et al. 1998. Principles of
Instrumental Analysis. Ed ke-5. London :
Harcourt Brace Coll.
Slamet, Meta Ellyana, S. Bismo. 2008.
Modifikasi Zeolit Alam Lampung dengan
Fotokatalis TiO2 Melalui Metode Sol Gel
dan Aplikasinya untuk Penyisihan Fenol.
J TEKNOLOGI 59-68.
Sumerta IK, Karna W, Iqmal T. 2002.
Fotodegradasi metilen biru menggunakan
katalis TiO2-montmorilonit dan sinar UV.
Seminar nasional pendidikan kimia.
Yogyakarta:
Universitas
Negeri
Yogyakarta.
Theng BKG et al. 1982. Surface properties ol
allophone, halloysite, and immogolite.
Clays and clays minerals 30: 143-149.
Wijaya et al. 2006. Utilisasi TiO2 – Zeolit dan
Sinar UV untuk Fotodegradasi ZatWarna
Congo Red. TEKNOIN 11:3.
Wijaya K, Iqmal T, Nanik H. 2005. Synthesis
of FeO2- Montmorillonite and Its
Application as A Photocatalyst for
Degradation of Congo Red Eye. Indo J
Chem 5:41-47.

SINTESIS NANOKOMPOSIT ALOFAN/TiO2 DAN UJI
FOTODEGRADASI PADA ZAT PEWARNA BIRU
METILENA

EVI WIDIYANTI

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

ABSTRAK
EVI WIDIYANTI. Sintesis Nanokomposit Alofan/TiO2 dan Uji Fotodegradasi
pada Zat Pewarna Biru Metilena. Dibimbing oleh SRI SUGIARTI dan ZAENAL
ABIDIN.
Perkembangan industri memberikan dampak positif dan dampak negatif
bagi lingkungan. Salah satu dampak negatifnya adalah pencemaran lingkungan air
oleh limbah zat warna. Penanganan limbah zat warna saat ini masih menggunakan
metode adsorpsi yang justru menimbulkan masalah baru, yaitu terakumulasinya
adsorben yang berbahaya di lingkungan. Penelitian ini menerapkan konsep baru,
yaitu adsorpsi-fotodegradasi. Metode ini dilakukan dengan menggabungkan dua
material menjadi nanokomposit, yaitu alofan dan TiO2. Alofan diketahui mampu
mengadsorpsi dan TiO2 dengan bantuan sinar ultraviolet (UV) mampu
mendegradasi senyawa organik. Nanokomposit alofan/TiO2 dibuat dengan
mencampur dalam bentuk koloidnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kapasitas adsorpsi nanokomposit alofan/TiO2 lebih besar daripada alofan dan
TiO2 saja. Isoterm adsorpsi nanokomposit dan alofan mengikuti isoterm
Langmuir. Dari hasil uji fotodegradasi biru metilena oleh nanokomposit yang
disinari UV diperoleh puncak baru pada panjang gelombang 573 nm, sedangkan
kontrol yang dilakukan di ruang gelap tidak memperlihatkan pergeseran panjang
gelombang. Pencirian menggunakan spektrofotometer inframerah transformasi
fourier menghasilkan spektrum yang khas untuk alofan.
ABSTRACT
EVI WIDIYANTI. Synthesis of Allophane/TiO2 Nanocomposite and
Photodegradation Test on Methylene Blue Dye. Supervised by SRI SUGIARTI
and ZAENAL ABIDIN.
Industrial development has positive and negative impacts on the
environment. The negative impact is environmental pollution by waste water
containing dyes. Handling of this type of waste currently uses adsorption methods
that give new problems, such as accumulation of environmentally hazardous
adsorbents. This study applied a new concept of adsorption-photodegradation.
This method was carried out by combining two materials into a nanocomposite,
i.e. allophane and TiO2. Allophane is able to adsorb organic compounds, while
TiO2 with ultraviolet light (UV), can degrade organic compounds.
Allophane/TiO2 nanocomposite was prepared by mixing the constituents in its
colloidal forms. The results showed that the adsorption capacity of the
nanocomposite was greater than the capacity of allophane and TiO2 alone. The
nanocomposite and allophane adsorption followed the Langmuir pattern.
Photodeg