Keterkaitan Konsumsi Pangan, Status Gizi dan Status Kesehatan Lansia di Kota Bandung

KETERKAITAN KONSUMSI PANGAN, STATUS GIZI,
DAN STATUS KESEHATAN LANSIA DI KOTA BANDUNG

RATIA YULIZAWATY

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Keterkaitan Konsumsi
Pangan, Status Gizi dan Status Kesehatan Lansia di Kota Bandung adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di
bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, September 2013

Ratia Yulizawaty
NIM. I14090074

RINGKASAN
RATIA YULIZAWATY. Keterkaitan Konsumsi Pangan, Status Gizi dan Status
Kesehatan Lansia di Kota Bandung. Dibimbing oleh ALI KHOMSAN dan
VERA URIPI.

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui keterkaitan
konsumsi pangan, status gizi dan status kesehatan lansia di Kota Bandung.
Adapun tujuan khusus penelitian ini antara lain: 1) Mengidentifikasi karakteristik
lansia di panti Werdha dan non panti, 2) Mengidentifikasi dan membandingkan
konsumsi pangan, tingkat kecukupan energi, protein, kalsium, zat besi, vitamin
B1, B2, B6, asam folat dan vitamin C di panti Werdha dan non panti, 3)
Mengidentifikasi dan membandingkan status gizi di panti Werdha dan non panti,
4) Mengidentifikasi dan membandingkan status kesehatan di panti Werdha dan
non panti, 5) Menganalisis hubungan tingkat kecukupan energi, protein, kalsium,

zat besi, vitamin B1, B2, B6, dan vitamin C terhadap status gizi dan status
kesehatan lansia di panti Werdha dan non panti, 6) Menganalisis hubungan
tekanan darah terhadap kejadian anemia lansia di panti Werdha dan non panti, 7)
Menganalisis hubungan status gizi terhadap status kesehatan lansia di panti
Werdha dan non panti.
Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian payung berjudul ―A Study
of Nutritional Status, Health Characteristics and Psychosocial Aspect of the
Elderly Living with Their Family and of Those Living in Nursing Home‖ yang
didanai oleh Neys–van Hoogstaren Foundation, the Netherlands. Desain yang
digunakan dalam penelitian adalah cross sectional study. Penelitian ini
dilaksanakan pada bulan Mei hingga Juli 2012. Lansia yang dipilih menjadi
contoh merupakan lansia yang tinggal di panti dan masyarakat (non panti)
sebanyak 115 orang. Data yang digunakan meliputi karakteristik lansia,
karakteristik sosial ekonomi, konsumsi pangan, tekanan darah, kadar hemoglobin,
status kesehatan, dan perawatan kesehatan lansia.
Lansia yang menjadi responden terdiri dari 95 orang laki–laki (82.6%) dan
20 orang perempuan (17.4%). Sebagian besar lansia berada pada rentang usia 60–
74 tahun tahun (69.6%) dan 75–90 tahun (28.7%), hanya 1.7% lansia yang berusia
>90 tahun. Lebih dari setengah (58.3%) status pernikahan lansia tergolong
janda/duda, 27.8% berstatus menikah dan 13.9% berstatus tidak menikah.

Sebanyak 44.3% lansia tidak tamat SD, 21.7% SD, 16.5% SMP, 12.2% SMA dan
hanya 5.2% perguruan tinggi. Keseluruhan lansia umumnya sudah tidak bekerja
(67.0%) dan pensiunan (15.7%). Pendapatan umumnya tergolong tinggi (52.2%)
dan rendah (29.1%), hanya 8.7% yang tergolong sedang.
Sebagian besar lansia mengonsumsi pangan sumber kalsium, khususnya
tahu dan tempe sebanyak 8 kali dalam seminggu sedangkan susu hanya 4 kali
dalam seminggu. Jenis minuman yang paling sering dikonsumsi lansia adalah air
putih, teh dan kopi masing–masingnya 31, 7, dan 5 kali dalam seminggu. Tingkat
kecukupan energi dan protein yaitu 95.5% dan 63.3%. Tingkat kecukupan mineral
berupa kalsium dan zat besi berturut–turut yaitu 52.9% dan 78.3%. Tingkat
kecukupan vitamin berupa vitamin C, B1, B2 dan B6 berturut–turut yaitu 40.8%,
29.7%, 41.4% dan 44.7%. Tingkat kecukupan kalsium dan zat besi lansia yang
1

tinggal bersama keluarga lebih tinggi dibandingkan dengan lansia yang tinggal di
panti. Tingkat kecukupan vitamin secara keseluruhan tidak terlalu berbeda antara
lansia yang tinggal di panti dan bersama keluarga.
Sebanyak 34.8% lansia berstatus gizi normal, 29.6% overweight, 24.3%
obese 1 dan hanya 11.3% tergolong kurus. Secara keseluruhan, 71.3% lansia
tergolong hipertensi dan hanya 27.8% normal. Status anemia menunjukkan

sebanyak 60% lansia laki–laki tergolong kurang dan 40% normal sedangkan
sebanyak 51% lansia perempuan tergolong kurang dan 49% tergolong normal.
Persepsi status kesehatan lansia menunjukkan bahwa sebanyak 70.4% tergolong
baik, 16.5% sangat buruk dan 13% sedang. Penyakit yang paling umum terjadi
pada lansia adalah hipertensi (41.7%), arthritis (45.2%), dan sakit maag (32.2%).
Secara keseluruhan disabilitas fisik lansia tergolong baik untuk penglihatan (47%)
dan pendengaran (92.2%). Pemeriksaan kesehatan yang paling sering dilakukan
adalah tekanan darah (63.5%), fisik (42.6%) dan gula darah (16.5%).
Pemeliharaan kesehatan yang sering dilakukan lansia adalah menjaga pola makan
(72.2%), membatasi makanan (66.1%), menghindari stres (62.6%), berolahraga
(68.7%) dan beribadah (76.5%).
Uji korelasi Pearson menunjukkan tidak terdapat hubungan yang
signifikan antara tingkat kecukupan energi, kalsium, zat besi, vitamin C, vitamin
B1, vitamin B2 dan vitamin B6 dengan status gizi. Namun, terdapat perbedaan
yang signifikan antara tingkat kecukupan protein dengan status gizi (r=–0.371 dan
p=0.000). Uji korelasi Spearman menunjukkan hanya vitamin B1 dan vitamin B2
yang berhubungan signifikan dengan status kesehatan, yaitu (r=0.184 dan
p=0.048) dan (r=0.290 dan p=0.002). Uji korelasi Spearman menunjukkan adanya
hubungan antara tekanan darah dengan status anemia (r=–0.211 dan p=0.024)
akan tetapi tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat kecukupan zat

besi dengan status anemia (r=–0.068 dan p=0.473).

2

ABSTRAK
RATIA YULIZAWATY. Keterkaitan Konsumsi Pangan, Status Gizi dan Status
Kesehatan Lansia di Kota Bandung. Dibimbing oleh ALI KHOMSAN dan
VERA URIPI.
Penurunan fungsi tubuh akan terjadi pada populasi usia lanjut. Penurunan
fungsi tubuh akan mengakibatkan berkurangnya kemampuan tubuh untuk bekerja
secara normal terutama dalam mengonsumsi makanan. Kurangnya konsumsi
pangan pada usia lanjut akan berdampak pada status gizi dan meningkatkan risiko
terhadap kejadian anemia dan masalah status kesehatan. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mengetahui keterkaitan konsumsi pangan, status gizi dan status
kesehatan lansia yang tinggal di Panti Werdha dan bersama keluarga di Kota
Bandung. Desain penelitian yang digunakan adalah studi retrospektif dan
pengumpulan data dilakukan pada bulan Mei 2012. Jumlah lansia yang digunakan
sebanyak 115 orang lansia. Hasilnya menunjukkan bahwa tingkat kecukupan
energi tergolong normal, protein tergolong kurang, kalsium tergolong kurang, zat
besi tergolong cukup, dan vitamin tergolong kurang. Hasil uji Spearman

menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat
kecukupan energi, protein, kalsium, zat besi, vitamin B1, B2, B6 dan vitamin C
dengan status kesehatan (p>0.05). Namun, terdapat hubungan signifikan antara
tingkat kecukupan protein dengan status gizi, tingkat kecukupan vitamin B1 dan
B2 dengan status kesehatan, status gizi dan status anemia dengan status kesehatan
serta tekanan darah dengan status anemia (p0.05). However,

there was correlation among level of protein intake to nutritional status, level of
vitamin B1 and B2 intake to health status, nutritional status and anemia to health
status, as well as blood pressure to anemia (p60 tahun
Tabel 3 Faktor aktivitas lansia menurut status gizi dan jenis kelamin

7
8

Tabel 4 Sebaran dan statistik lansia di panti dan non panti
Tabel 5 Sebaran statistik frekuensi konsumsi makanan sumber kalsium

14
17


Tabel 6 Sebaran statistik frekuensi konsumsi minuman
Tabel 7 Rata–rata konsumsi dan tingkat kecukupan energi dan protein lansia

19
20

Tabel 8 Sebaran lansia menurut tingkat kecukupan energi dan protein
Tabel 9 Rata–rata konsumsi dan tingkat kecukupan mineral lansia
Tabel 10 Sebaran lansia menurut tingkat kecukupan kalsium dan zat besi

21
23
23

Tabel 11 Rata–rata konsumsi dan tingkat kecukupan vitamin B dan C lansia
Tabel 12 Sebaran lansia menurut tingkat kecukupan vitamin B dan C
Tabel 13 Sebaran lansia menurut status gizi
Tabel 14 Sebaran lansia menurut tekanan darah


24
25
26
27

Tabel 15 Sebaran lansia menurut kadar hemoglobin

29

Tabel 16 Sebaran lansia menurut persepsi kondisi kesehatan

30

Tabel 17 Sebaran lansia menurut penyakit yang dialami
Tabel 18 Hasil uji korelasi Pearson antara tingkat kecukupan energi

30

dan protein dengan status gizi
Tabel 19 Hasil uji korelasi Pearson antara tingkat kecukupan vitamin


32

dan mineral dengan status gizi

33

Tabel 20 Hasil uji korelasi Spearman antara tingkat kecukupan energi
dan protein dengan status kesehatan

33

Tabel 21 Hasil uji korelasi Spearman antara tingkat kecukupan energi
dan protein dengan status kesehatan

34

DAFTAR GAMBAR
1 Bagan kerangka pemikiran keterkaitan konsumsi pangan, status gizi,
dan status kesehatan lansia


4

DAFTAR LAMPIRAN
1 Kuesioner Penelitian

41

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kemajuan perekonomian sangat berperan pada peningkatan taraf hidup dan
pelayanan kesehatan masyarakat. Meningkatnya usia harapan hidup penduduk
merupakan indikator keberhasilan pembangunan yang harus dicapai dalam suatu
negara. Peningkatan usia harapan hidup menyebabkan jumlah penduduk lanjut
usia terus meningkat dari tahun ke tahun sebagai dampak dari peningkatan
kualitas kesehatan. Lanjut usia adalah suatu proses alami yang pasti akan terjadi
pada setiap individu yang diberikan umur panjang. Dekade belakangan ini
menunjukkan populasi lanjut usia meningkat dinegara berkembang, yang awalnya
hanya terjadi dinegara maju. Pertambahan jumlah lansia di beberapa negara, salah
satunya Indonesia, telah mengubah profil kependudukan baik nasional maupun

dunia. Hasil sensus penduduk tahun 2010 menunjukkan bahwa jumlah penduduk
lansia di Indonesia berjumlah 18.57 juta jiwa, meningkat sekitar 7.93% dari tahun
2000 sebanyak 14.44 juta jiwa. Diperkirakan jumlah penduduk lansia di Indonesia
akan terus bertambah sekitar 450.000 jiwa per tahun. Dengan demikian, pada
tahun 2025 jumlah penduduk lansia di Indonesia akan bertambah sekitar 34.22
juta jiwa (BPS 2010).
Peningkatan jumlah penduduk lansia yang cukup tinggi tentunya akan
menjadikan lansia menjadi salah satu kelompok yang sangat penting diperhatikan,
terutama terkait kesehatan, baik secara klinis maupun fisik. Masalah kesehatan
lansia erat kaitannya dengan penyakit degeneratif dan progresif. Menua (aging)
adalah suatu proses menghilangnya kemampuan jaringan secara perlahan untuk
memperbaiki/mengganti diri serta mempertahankan struktur dan fungsi normalnya
sehingga tidak dapat memperbaiki kerusakan yang diderita (Darmojo 2006).
Berdasarkan hasil studi tentang kondisi sosial ekonomi dan kesehatan lanjut
usia yang dilaksanakan Komnas Lansia di 10 propinsi tahun 2006, penyakit
terbanyak diderita lansia adalah penyakit sendi (52.3%), hipertensi (38.8%),
anemia (30.7%) dan katarak (23.0%). Penyakit–penyakit tersebut merupakan
penyebab utama disabilitas pada lansia (Komnas Lansia 2010). Prevalensi
sindrom metabolik pada usia 60 tahun keatas hampir dua kali lipat pada wanita
dibandingkan pria, sehingga diperlukan perhatian yang lebih banyak pada status
kesehatan wanita usia lanjut (Kim et al. 2010). Penurunan angka metabolisme
basal tubuh dan gangguan gigi dapat berpengaruh pada kemampuan mengunyah.
Hal ini menyebabkan perubahan asupan makanan sehingga dapat terjadi defisiensi
zat gizi (Wirakusumah 2001).
Secara tidak langsung, perubahan fisik dan penurunan fungsi organ tubuh
akan mempengaruhi konsumsi dan penyerapan zat gizi. Defisiensi zat gizi
termasuk zat besi pada lansia mempunyai dampak terhadap status gizi dan
kesehatan lansia sehingga kemampuan fisik dan kekebalan tubuh akan berkurang.
Status kesehatan akan berpengaruh terhadap penilaian kebutuhan zat gizi lansia
(Arisman 2004). Masalah gizi yang umum terjadi pada lansia adalah gizi kurang
dan gizi lebih. Darmojo (2009) menyatakan lansia di Indonesia yang tinggal di
perkotaan mengalami kurang gizi sebesar 3.4%, berat badan kurang 28.3%, berat
badan lebih 6.7%, obesitas 3.4% dan berat badan ideal 42.4%. Sementara itu,

2
menurut Depkes (2003) menyatakan bahwa lebih dari 28% lanjut usia yang
tinggal di Panti Sosial Tresna Wredha (PSTW) Jakarta memiliki IMT dibawah
normal. Penelitian Mainake (2012) menyatakan bahwa status gizi lansia di
Manado yang tinggal bersama keluarga sebanyak 68.4% normal, 25% gemuk dan
6.6% kurus dengan rerata IMT 23.6. Hasil penelitian ini menunjukkan rata–rata
lansia memiliki status gizi normal dan akan berdampak baik terhadap derajat
kesehatan lansia. Konsumsi makanan berpengaruh terhadap status gizi seseorang.
Keadaan gizi seseorang mempengaruhi penampilan, pertumbuhan dan
perkembangan, kondisi kesehatan serta ketahanan tubuh terhadap penyakit
(Depkes 2003).
Keluarga merupakan sosok yang paling utama dalam menjaga dan merawat
lansia. Peran keluarga tentunya menjadi sangat penting dalam kelangsungan hidup
lansia. Selain keluarga, masyarakat dan pemerintah juga berperan penting dalam
menjaga dan merawat lansia. Upaya yang dilakukan pemerintah adalah
menyediakan fasilitas berupa tempat tinggal dan perawatan bagi lansia yang sudah
tidak tinggal dengan keluarga dan terlantar. Dengan demikian, Panti Werdha
merupakan salah satu alternatif yang diberikan pemerintah untuk membantu
pelayanan kesejahteraan sosial bagi lansia (Rusilanti & Kusharto 2006).
Penyelenggaraan makan pada lansia yang tinggal bersama keluarga dan Panti
Werdha sebaiknya harus memenuhi kebutuhan gizi lansia sehingga lansia dapat
memiliki pola makan yang tepat dan kondisi kesehatan yang baik. Mengingat
kelompok lanjut usia merupakan kelompok yang rentan terhadap konsumsi
makanannya maka peneliti ingin mempelajari keterkaitan konsumsi pangan, status
gizi, dan status kesehatan lansia yang tinggal di panti Werdha dan bersama
keluarga di Kota Bandung.
Tujuan Penelitan
Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keterkaitan konsumsi pangan,
status gizi dan status kesehatan lansia di Kota Bandung, khususnya lansia yang
tinggal di panti dan bersama keluarga.
Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi karakteristik lansia yang tinggal di panti dan non panti
Werdha.
2. Mengidentifikasi dan membandingkan konsumsi pangan, tingkat
kecukupan energi, protein, kalsium, zat besi, vitamin B dan C di panti dan
non panti Werdha.
3. Mengidentifikasi dan membandingkan status gizi di panti dan non panti
Werdha.
4. Mengidentifikasi dan membandingkan status kesehatan di panti dan non
panti Werdha.
5. Menganalisis hubungan tingkat kecukupan energi, protein, kalsium, zat
besi, vitamin B dan C terhadap status gizi dan status kesehatan lansia di
panti dan non panti Werdha.

3
6. Menganalisis hubungan tekanan darah terhadap kejadian anemia lansia di
panti dan non panti Werdha.
7. Menganalisis hubungan status gizi terhadap status kesehatan lansia di
panti dan non panti Werdha.
Hipotesis Penelitian
1. Adanya kaitan antara konsumsi pangan, status gizi dan status kesehatan
lansia di panti Werdha dan non panti.
2. Adanya hubungan antara kejadian anemia terhadap status gizi dan status
kesehatan lansia di panti Werdha dan non panti.
Kegunaan Penelitian
1. Bagi mahasiswa, memberikan informasi mengenai pentingnya konsumsi
pangan dengan gizi seimbang untuk mencapai status gizi dan kesehatan
yang optimal.
2. Bagi masyarakat, memberikan informasi tentang penyakit anemia yang
mempengaruhi status gizi dan hubungannya dengan konsumsi pangan,
khususnya pada lansia sehingga dapat mencegah terjadinya penyakit
anemia yang mungkin terjadi.
3. Bagi pemerintah, menjadi pertimbangan untuk pemerintah dalam
pengadaan program kesehatan lansia dan penyuluhan gizi mengenai pola
dan jenis makanan yang tepat.

KERANGKA PEMIKIRAN
Lansia merupakan seseorang yang mengalami proses penuaan secara terus
menerus ditandai dengan penurunan daya tahan fisik dan rentan terhadap
terjadinya penyakit, baik secara degeneratif maupun infeksi. Penurunan daya
tahan fisik akan mengakibatkan penurunan kesehatan lansia. Penurunan kesehatan
lansia juga didukung oleh berkurangnya nafsu makan yang diakibatkan oleh
menurunnya fungsi indera pengecap dan permasalahan pada gigi. Hal demikian
akan mempengaruhi konsumsi pangan lansia. Konsumsi pangan lansia juga
dipengaruhi oleh makanan yang disediakan dan jajanan yang terdapat di luar
rumah/panti. Selain itu, konsumsi pangan tentunya juga dipengaruhi oleh
kebiasaan, preferensi dan tabu terhadap makanan.
Lansia sangat membutuhkan sumber makanan yang tinggi kandungan zat
gizi, baik makro maupun mikro. Salah satu zat gizi mikro yang perlu diperhatikan
untuk lansia adalah zat besi (Fe). Zat besi dalam makanan terdapat dalam bentuk
heme dan non heme yang banyak terdapat dalam lauk hewani dan sayuran. Akan
tetapi dikarenakan adanya penurunan nafsu makan dan penyakit yang dialami,
konsumsi pangan khususnya hewani dan nabati sangat rendah. Rendahnya
konsumsi zat besi heme dan non heme ini dapat mempengaruhi nilai hemoglobin
yang berperan sebagai pembawa oksigen ke darah. Nilai hemoglobin yang kurang
dari nomal akan berhubungan dengan masalah klinis seperti anemia (Anggraeni
2012).

4
Karakteristik lansia berupa umur, jenis kelamin, pendidikan dan pekerjaan
akan mempengaruhi kebutuhan zat gizi tubuh baik makro maupun mikro. Selain
kebutuhan zat gizi, karakteristik lansia juga akan mempengaruhi konsumsi pangan
dan pola makan. Pangan yang dikonsumsi oleh lansia akan mengalami penurunan
apabila kondisi lansia mengalami perubahan. Perubahan kondisi yang paling
sering dialami oleh lansia adalah penurunan nafsu makan yang salah satu
penyebabnya adalah ketidakmampuan mengunyah makanan. Konsumsi pangan
dapat diukur dari tingkat kecukupan zat gizi yang dikonsumsi lansia. Tingkat
kecukupan lansia yang rendah dan berlangsung terus menerus dapat
mempengaruhi status gizi dan kesehatan lansia. Berikut ini adalah bagan kerangka
keterkaitan konsumsi pangan, status gizi, dan status kesehatan (pada Gambar 1).
Karakteristik Lansia
- Jenis Kelamin
- Usia
- Pendidikan
- Pekerjaan
Konsumsi Pangan
- Makan di rumah/panti
- Makan dari luar

Status Anemia
- Kadar Hemoglobin (Hb)
- Tekanan Darah

Asupan Energi dan Zat Gizi

Konsumsi Zat Besi
(Heme dan Non Heme)

Tingkat Kecukupan

Status Kesehatan
- Persepsi status kesehatan
- Jenis Penyakit yang
diderita
- Disabilitas fisik
- Perawatan Kesehatan

Status Gizi
- Defisiensi zat besi
– Berat badan (kg)
– Tinggi badan (cm)

Gambar 1 Bagan kerangka pemikiran keterkaitan konsumsi pangan, status
gizi, dan status kesehatan lansia
Keterangan :
: Variabel yang diteliti
: Variabel tidak diteliti
: Hubungan yang dianalisis
: Hubungan yang tidak dianalisis

5

METODE PENELITIAN
Desain, Tempat, dan Waktu
Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian payung yang berjudul ―A
Study of Nutritional Status, Health Characteristics and Psychosocial Aspects of
the Elderly Living with Their Family and of Those Living in Nursing Home‖ yang
dibiayai oleh Neys-van Hoogstaren Foundation, the Netherlands. Desain
penelitian yang digunakan adalah studi retrospektif, yaitu studi yang waktu
kejadiannya terjadi di masa lampau. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2012
di Bandung.
Jumlah dan Cara Penarikan Contoh
Contoh dalam penelitian adalah lansia yang memenuhi kriteria inklusi
yaitu lansia yang berusia 60 tahun ke atas, mampu mengonsumsi makanan melalui
mulut, dapat berkomunikasi dengan baik, tidak mengalami gangguan ingatan,
bersedia diwawancarai sebagai responden, tinggal bersama keluarga dan di panti
Werdha. Lansia yang telah memenuhi kriteria kemudian diambil dengan
menggunakan metode purposive sampling, yaitu pengambilan sampel dengan
pertimbangan tertentu. Total sampel yang terdapat pada penelitian payung ini
adalah 82 orang di panti dan 336 orang di masyarakat. Penarikan jumlah lansia
dilakukan dengan menggunakan presisi 10% dan prevalensi 20.8%. Prevalensi
anemia dewasa sebesar 20.8% diketahui berdasarkan Laporan Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas 2007). Berdasarkan prevalensi anemia yang telah diketahui,
dengan populasi lansia di panti 150 orang dan non panti 13.038 orang maka dapat
diperoleh jumlah sampel yang berada di panti sebesar 45 orang dan non panti
sebesar 63 orang. Penentuan jumlah sampel ditentukan dengan menggunakan
rumus Lemeshow (1997), yaitu :
Z21–α/2 p (1–p) N
n=
d2 (N–1) + Z21–α/2 p (1–p)
Keterangan :
n = jumlah sampel minimal yang diperlukan
α = derajat kepercayaan
p = proporsi lansia yang mengalami penyakit anemia
d = limit dari error atau presisi absolut
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Data diperoleh dalam bentuk file berupa entry data dari kuesioner
penelitian ―A Study of Nutritional Status, Health Characteristics and Psychosocial
Aspects of the Elderly Living with Their Family and of Those Living in Nursing
Home‖. Peubah–peubah yang diteliti, yaitu: 1) karakteristik lansia, yaitu usia,
jenis kelamin dan status pernikahan; 2) karakteristik sosial ekonomi, yaitu
pendidikan, pekerjaan, dan pendapatan; 3) konsumsi pangan, yaitu jumlah, jenis

6
dan frekuensi; 4) status anemia, yaitu kadar hemoglobin; 5) tekanan darah; 6)
status gizi meliputi tinggi badan, berat badan dan tinggi lutut; 7) status kesehatan
meliputi persepsi status kesehatan, penyakit yang dialami, disabilitas fisik dan
perawatan kesehatan. Data dan metode pengumpulan disajikan dalam Tabel 1.
Tabel 1 Data peubah dan cara pengumpulan data
No
Data
Alat dan Cara Pengumpulan
1.
Karakteristik lansia
Umur
Wawancara langsung dengan lansia
Jenis kelamin
Status pernikahan
2.
Karakteristik sosial ekonomi
Pendidikan
Wawancara langsung dengan lansia
Pekerjaan
Pendapatan
3.
Konsumsi pangan
Jenis
Wawancara jenis dan frekuensi
Jumlah
pangan selama 2 hari dan di
Frekuensi
konversi URT ke dalam gram
Tingkat kecukupan energi,
protein, vit. C, vit. B, Fe dan Ca
4.
Anemia
Hemocue
Kadar hemoglobin
5.
Tekanan darah
Alat pengukur tekanan darah digital
6.
Status Gizi
Penimbangan dengan timbangan
Berat badan (kg)
injak
Tinggi badan (cm)
Pengukuran menggunakan meteran
Tinggi lutut (cm)
7.
Status Kesehatan
Persepsi status kesehatan
Penyakit yang dialami
Wawancara langsung dengan lansia
Disabilitas
Perawatan kesehatan
Pengolahan dan Analisis Data
Proses pengolahan data dimulai dari proses editing, coding, entry, cleaning
dan selanjutnya dianalisis. Proses editing dilakukan untuk pengecekan data,
selanjutnya dilakukan coding untuk penggolongan sesuai dengan peubah dan
dilakukan entry data sesuai dengan coding yang telah ditentukan sebelumnya,
kemudian dilakukan cleaning yang bertujuan mengecek data untuk melihat
kesesuaian pada kode yang telah ditentukan dan melihat data yang tidak sesuai.
Pengolahan dan analisis data menggunakan program Microsoft Excel 2007 dan
Statistical Package for Sosial Science (SPSS) versi 20.0 for Windows.
Karakteristik lansia meliputi usia, jenis kelamin, dan status pernikahan
sedangkan karakteristik sosial ekonomi meliputi pendidikan, pekerjaan dan
pendapatan individu diolah dengan memberikan pengelompokan atau skala pada

7
setiap peubah. Pengelompokan umur lansia dikelompokkan menurut WHO, yaitu
kelompok usia lanjut (elderly) yaitu 60–74 tahun, lanjut usia tua (old) yaitu 75–90
tahun, dan usia sangat tua (very old) yaitu diatas 90 tahun (Notoatmodjo 2007).
Pengkategorian jenis kelamin dibedakan menjadi dua, yaitu laki–laki dan
perempuan. Tingkat pendidikan dikategorikan menjadi lima, yaitu tidak sekolah,
SD, SMP, SMA, dan perguruan tinggi. Status pekerjaan dikategorikan menjadi
dua, yaitu bekerja (pedagang, PNS/ABRI, swasta, pensiunan, buruh, petani, lain–
lain) dan tidak bekerja.
Data konsumsi pangan terdiri dari jenis, jumlah, dan frekuensi konsumsi
pangan berupa makanan dan minuman. Frekuensi pangan sumber kalsium dan
minuman dilihat berdasarkan instrumen FFQ (Food Frequency Questionnaire).
Lansia diwawancarai tentang frekuensi mengonsumsi pangan dan minuman
selama satu bulan kemudian dikonversi menjadi frekuensi mingguan. Data
konsumsi lansia diperoleh dengan wawancara menggunakan Food Recall 2x24
jam. Lansia diminta untuk mengingat kembali makanan dan minuman yang
dikonsumsi satu hari sebelum waktu wawancara. Jumlah makanan yang
dikonsumsi oleh responden dikonversikan dari ukuran rumah tangga ke ukuran
berat dengan menggunakan ukuran yang ada di Daftar Komposisi Bahan Makanan
(DKBM) sehingga diperoleh konsumsinya sendiri (Supariasa et al. 2001). Setelah
dikonversi, dihitung kandungan zat gizi seperti energi, protein, kalsium, zat besi
(Fe), vitamin B dan vitamin C dengan menggunakan DKBM.
Sebelum dilakukan perhitungan terhadap tingkat kecukupan zat gizi maka
terlebih dahulu dilakukan perhitungan konsumsi zat gizi terlebih dahulu. Berikut
adalah rumus yang digunakan dalam menghitung konsumsi zat gizi :
Kgij
= {(Bj/100) x Gij x (BDDj/100)}
Keterangan :
Kgij
= Kandungan zat gizi–i dalam bahan makanan–j
Bj
= Berat makanan–j yang dikonsumsi (g)
Gij
= Kandungan zat gizi dalam 100 g BDD bahan makanan–j
BDDj = Bagian bahan makanan–j yang dapat dimakan
Kebutuhan energi lansia usia >60 tahun dihitung berdasarkan pada oxford
equation. Rumus perhitungan oxford equation (Henry 2005) kemudian dikoreksi
dengan faktor aktifitas (PAL/ physical activity level) pada rumus perhitungan
energi dari Institute of Medicine (IOM) tahun 2002 dalam Mahan & Escoot–
stump (2008). Perhitungan kebutuhan energi lansia usia >60 tahun dapat dilihat
pada Tabel 2.
Tabel 2 Oxford equation untuk estimasi kebutuhan energi lansia usia >60 tahun
(Henry 2005)
Jenis kelamin
Laki–laki
Perempuan

BMR
(11.4xBB) + (541xTB) – 256
(8.52xBB) + (421xTB ) +10.7

Kebutuhan energi
BMR x PA
BMR x PA

Keterangan: (Berdasarkan Oxford equation)
BMR = Level metabolism basal
PA = Koefisien aktivitas fisik

Faktor aktivitas ditentukan berdasarkan pekerjaan masing–masing lansia.
Lansia yang tidak bekerja dan pensiunan termasuk dalam kategori faktor aktivitas
yang sangat ringan. Lansia yang bekerja sebagai TNI/PNS, wiraswasta dan
pedagang termasuk dalam kategori faktor aktivitas yang ringan sedangkan yang

8
bekerja sebagai petani/buruh termasuk dalam kategori faktor aktivitas yang sangat
aktif. Perhitungan kebutuhan berdasarkan faktor aktivitas (PA) dari rumus
Institute of Medicine (IOM) tahun 2002 dalam Mahan & Escoot–stump (2008).
Faktor aktivitas ditentukan dari pekerjaan masing–masing lansia karena pada data
penelitian payung tidak terdapat data terkait waktu dari aktivitas fisik lansia.
Berikut adalah faktor aktivitas berdasarkan status gizi dan jenis kelamin menurut
Mahan & Escoot– stump (2008) disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Faktor aktivitas lansia menurut status gizi dan jenis kelamin
Kategori
Laki–laki status gizi normal

Laki–laki status gizi gemuk

Perempuan status gizi normal

Perempuan status gizi gemuk

Faktor Aktivitas (PA)
PA = 1.0 (sangat ringan)
PA = 1.11 (ringan)
PA = 1.25 (aktif)
PA = 1.48 (sangat aktif)
PA = 1.0 (sangat ringan)
PA = 1.12 (ringan)
PA = 1.29 (aktif)
PA = 1.59 (sangat aktif)
PA = 1.0 (sangat ringan)
PA = 1.12 (ringan)
PA = 1.27 (aktif)
PA = 1.45 (sangat aktif)
PA = 1.0 (sangat ringan)
PA = 1.16 (ringan)
PA = 1.27 (aktif)
PA = 1.44 (sangat aktif)

Keterangan : Berdasarkan Mahan & Escoot–stump (2008)

Angka kecukupan protein (AKP) bagi orang dewasa didasarkan pada rata–
rata kebutuhan protein orang dewasa yang dibedakan menurut umur dan gender
dan dikalikan dengan berat badan, ditambah faktor keamanan (safe level) sebesar
24% dan dikoreksi dengan faktor mutu sebesar 1.2 (Almatsier 2009).
Dengan demikian, penentuan kebutuhan protein lansia dihitung
berdasarkan WNPG 2004, yaitu :
Kebutuhan protein : 0.8 g x kg BB/hari x 1.2*
Ket *: 1.2 (faktor koreksi mutu)
Perhitungan tingkat kecukupan gizi ditentukan dengan membandingkan
antara zat gizi yang dikonsumsi dengan kebutuhan zat gizi masing–masing lansia
berdasarkan perhitungan rumus kebutuhan untuk zat gizi makro, yaitu energi dan
protein. Berikut adalah rumus yang digunakan untuk tingkat kecukupan zat gizi
berdasarkan kebutuhan.
Tingkat kecukupan zat gizi (%) =
Pengkategorian tingkat kecukupan zat gizi makro untuk energi dan protein
menurut Departemen Kesehatan (1996) adalah :

9
Defisit tingkat berat :