Analisis Permintaan Kereta Rel Listrik Commuter Line bagi Kalangan Pekerja Tahun 2011-2013 (Studi Kasus: Stasiun Bogor)

ANALISIS PERMINTAAN KERETA REL LISTRIK COMMUTER
LINE JABODETABEK BAGI KALANGAN PEKERJA
TAHUN 2011-2013 (STUDI KASUS: STASIUN BOGOR)

TAMIYAH ALATAS

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Permintaan
Kereta Rel Listrik Commuter Line Jabodetabek bagi Kalangan Pekerja Tahun
2011-2013 (Studi Kasus: Stasiun Bogor) adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2013
Tamiyah Alatas
NIM H14090065

ABSTRAK
TAMIYAH ALATAS. Analisis Permintaan Kereta Rel Listrik Commuter Line
Jabodetabek bagi Kalangan Pekerja Tahun 2011-2013 (Studi Kasus: Stasiun
Bogor). Dibimbing oleh MUHAMMAD FINDI A.
Kereta Rel Listrik (KRL) Commuter Line merupakan salahsatu transportasi
masal yang beroperasi di DKI Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi
(Jabodetabek). Pekerja adalah pengguna terbanyak jasa transportasi ini. Stasiun
Bogor merupakan stasiun dengan jumlah penumpang KRL Commuter Line
terbanyak di Jabodetabek. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi
karakteristik penumpang KRL Commuter Line kalangan pekerja di Stasiun Bogor
dan faktor-faktor yang memengaruhi permintaannya. Karakteristik penumpang
kalangan pekerja diterangkan dari segi pendapatan, jenis pekerjaan, tujuan
penggunaan, usia, tingkat pendidikan terakhir, dan jumlah permintaan KRL
Commuter Line. Hasil regresi berganda menunjukkan bahwa koefisien
determinasi (R2) sebesar 0.885522 yang berarti 88.55% keragaman dari

permintaan KRL Commuter Line Jabodetabek bagi kalangan pekerja di Stasiun
Bogor diterangkan oleh variabel pendapatan, tujuan penggunaan, usia, dan tingkat
pendidikan terakhir. Faktor yang memengaruhi permintaan KRL Commuter Line
secara signifikan yaitu usia dan tujuan penggunaan.
Kata kunci: KRL Commuter Line, pekerja, permintaan, Stasiun Bogor

ABSTRACT
TAMIYAH ALATAS. Analysis of Workers Demand for Jabodetabek Commuter
Line Electric Train in period 2011-2013 (Study Case: Bogor Station). Supervised
by MUHAMMAD FINDI A.
Commuter Line Electric Train (Kereta Rel Listrik/KRL Commuter Line) is
one of the public mass transportation that operates through DKI Jakarta, Bogor,
Depok, Tangerang, and Bekasi (Jabodetabek). Most passengers of this this
transportation are workers. Bogor Station has the largest number of passengers for
Commuter Line Electric Train in Jabodetabek. This study aims to identify the
characteristic of Commuter Line Electric Train passengers in Bogor Station which
are workers and factors influencing their demand for Commuter Line Electric
Train. The characteristics are explained by their income, profession, purpose of
using Commuter Line Electric Train, age, education degree, and demand number
for Commuter Line Electric Train. Through a multiple linear regression process,

the result shows that 88.55% variety of demand for Commuter Line Electric Train
are explained by income, purpose of using Commuter Line Electric Train, age,
and education degree variable. Factors significantly influencing demand for
Commuter Line Electric Train are age and purpose of using Commuter Line
Electric Train.
Keywords: Commuter Line Electric Train, workers, demand, Bogor Station

ANALISIS PERMINTAAN KERETA REL LISTRIK COMMUTER
LINE JABODETABEK BAGI KALANGAN PEKERJA
TAHUN 2011-2013 (STUDI KASUS: STASIUN BOGOR)

TAMIYAH ALATAS

Skripsi
sebagai salahsatu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Analisis Permintaan Kereta Rel Listrik Commuter Line bagi
Kalangan Pekerja Tahun 2011-2013 (Studi Kasus: Stasiun Bogor)
Nama
: Tamiyah Alatas
NIM
: H14090065

Disetujui oleh

Dr. Muhammad Findi A, M.E.
Pembimbing

Diketahui oleh

Dedi Budiman Hakim, Ph.D.

Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2013 ini ialah
permintaan, dengan judul Analisis Permintaan Kereta Rel Listrik Commuter Line
bagi Kalangan Pekerja Tahun 2011-2013 (Studi Kasus: Stasiun Bogor).
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Muhammad Findi A, M.E. selaku
pembimbing, Dr. Sahara selaku penguji utama, dan Ranti Wiliasih, M.Si selaku
penguji komisi pendidikan. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan
kepada P.T. KAI Commuter Jabodetabek dan pihak Stasiun Bogor yang telah
membantu selama pengumpulan data. Terima kasih pula penulis sampaikan
kepada Abubakar Alatas (ayah), Henny Helyani (ibu), Hilda Alatas, Juminah, dan
seluruh keluarga. Terima kasih kepada Rifka, Assrianti, Ovilla, Stannia, Desy,
Karlina, Malla, Wida, Meutia, Syafira, Ari dan seluruh teman-teman Ilmu
Ekonomi 46 atas doa, motivasi, dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.


Bogor, Mei 2013
Tamiyah Alatas

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
Hipotesis
TINJAUAN PUSTAKA
Transportasi Kereta Api
Komuter
Teori Permintaan
Penelitian Terdahulu

Kerangka Pemikiran
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Populasi dan Sampel
Metode Analisis Data
Pengujian Parameter Persamaan Regresi
Uji Pelanggaran Asumsi
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum
Karakteristik Penumpang KRL Commuter Line Jabodetabek Kalangan
Pekerja di Stasiun Bogor
Faktor-Faktor yang Memengaruhi Permintaan KRL Commuter Line
Jabodetabek di Stasiun Bogor
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP


vi
vi
vi
1
1
6
6
7
7
7
7
7
8
10
10
12
12
12
13

13
14
15
17
19
19
20
26
29
29
29
30
32
44

DAFTAR TABEL
1 Jumlah penumpang kereta api tahun 2006-2012
1
2 Hubungan antara aktivitas dengan frekuensi penggunaan KRL
Jabodetabek dalam satu minggu

Error! Bookmark not defined.
3 Hasil estimasi regresi faktor-faktor yang memengaruhi permintaan
KRL Commuter Line kalangan pekerja di Stasiun Bogor
26

DAFTAR GAMBAR
1 Jumlah penumpang KRL Jabodetabek tahun 2006-2012
2 Sepuluh stasiun di Jabodetabek berdasarkan jumlah penumpang KRL
Jabodetabek terbanyak tahun 2011-2012
3 Jumlah penumpang KRL Commuter Line dan KRL Ekonomi
Jabodetabek, Juli 2011-Desember 2012
4 Sepuluh stasiun di Jabodetabek berdasarkan jumlah penumpang KRL
Commuter Line terbanyak tahun 2012
5 Kurva permintaan
6 Perbandingan jumlah penumpang KRL Commuter Line dan KRL
Ekonomi Jabodetabek di Stasiun Bogor, Juli 2011-Desember 2012
7 Sebaran pendapatan responden penumpang KRL Commuter Line
kalangan pekerja di Stasiun Bogor
8 Sebaran jenis pekerjaan responden penumpang KRL Commuter Line
kalangan pekerja di Stasiun Bogor

9 Sebaran tujuan penggunaan responden penumpang KRL Commuter
Line kalangan pekerja di Stasiun Bogor
10 Sebaran usia responden penumpang KRL Commuter Line kalangan
pekerja di Stasiun Bogor
11 Sebaran tingkat pendidikan terakhir responden penumpang KRL
Commuter Line kalangan pekerja di Stasiun Bogor
12 Sebaran jumlah permintaan (frekuensi) responden penumpang KRL
Commuter Line kalangan pekerja di Stasiun Bogor

2
4
5
5
10
19
20
21
22
23
24
25

DAFTAR LAMPIRAN
1 Variabel-variabel yang memengaruhi permintaan KRL Commuter Line
Jabodetabek bagi kalangan pekerja di Stasiun Bogor
2 Uji multikolinearitas
3 Uji heteroskedastisitas
4 Uji autokolerasi
5 Uji normalitas
6 Kuisioner
7 Rekapitulasi volume penumpang KRL Jabodetabek tahun 2011-2012

32
35
36
37
38
39
41

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kereta api merupakan salahsatu bentuk transportasi masal yang digunakan
pemerintah untuk memenuhi kebutuhan transportasi masyarakat. Di Indonesia,
kereta api berada di bawah naungan P.T. Kereta Api Indonesia (Persero) yang
beroperasi di Pulau Jawa dan Sumatera. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1992
tentang perkeretaapian mengamanatkan agar perkeretaapian di Indonesia
diselenggarakan berdasarkan pada asas manfaat, adil, dan merata, keseimbangan
kepentingan umum, keterpaduan dan kepercayaan diri. Tujuan penyelenggaraan
perkeretaapian nasional adalah untuk memperlancar perpindahan orang dan/atau
barang secara masal, menunjang pemerataan, pertumbuhan stabilitas, serta sebagai
pendorong dan penggerak pembangunan nasional (Dikun, 2003:189)
Tabel 1

Jumlah penumpang kereta api tahun 2006-2012
(ribu orang)
Jawa

Tahun

Jabodetabek

Nonjabodetabek

2006
104,425
51,671
2007
118,095
53,826
2008
125,451
64,688
2009
130,508
68,913
2010
124,308
73,720
2011
121,105
72,936
2012
134,088
63,707
Sumber: BPS RI, 2013 (diolah). 1

Jabodetabek dan Sumatera
Nonjabodetabek
156,096
3,323
171,921
3,415
190,138
3,939
199,422
4,119
198,028
5,241
194,041
5,296
197,795
4,384

Total
159,419
175,336
194,076
203,070
203,270
199,337
202,179

Tabel 1 menunjukkan bahwa mayoritas penumpang kereta api di Indonesia
berada di Pulau Jawa. Kereta api di Pulau Jawa terbagi menjadi dua jenis, yaitu
Jabodetabek (DKI Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi) dan
Nonjabodetabek. Kereta api Jabodetabek merupakan kereta yang beroperasi di
sekitaran wilayah tersebut saja, sedangkan kereta api Nonjabodetabek adalah
kereta yang beroperasi antarkota dan antar provinsi di Pulau Jawa. Jumlah
penumpang kereta api Jabodetabek lebih banyak dibandingkan dengan
penumpang kereta api Nonjabodetabek maupun kereta api di Pulau Sumatera.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian Bab III
Pasal 5 Ayat 2 menyebutkan bahwa perkeretaapian umum terdiri dari
perkeretaapian perkotaan dan antarkota. Kondisi perkotaan yang padat umumnya
memerlukan sistem transportasi masal agar efisiensi mobilitas angkutan dapat
dicapai. Peran angkutan perkeretaapian Indonesia di wilayah perkotaan masih
1

[BPSRI] Badan Pusat Statistik Republik Indonesia. 2013. Jumlah Penumpang
Kereta Api, 2006-2012 [internet]. [diunduh 2013 Januari 17]. Tersedia dari:
http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&daftar=1&id_subyek=17¬ab
=16

2
terbatas, kecuali di Jabodetabek. Tingginya tingkat urbanisasi di Pulau Jawa,
khususnya di wilayah sekitar ibukota DKI Jakarta mengakibatkan penduduk di
wilayah tersebut memiliki tingkat aktivitas yang tinggi. Hal inilah yang
menjadikan kereta api merupakan salahsatu transportasi umum yang memiliki
peran penting untuk menunjang aktivitas masyarakat di Jabodetabek.
DKI Jakarta merupakan ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
menjadi barometer pembangunan dan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Daerah
tersebut memegang peranan vital dalam berbagai aktivitas sosial, ekonomi,
budaya, dan politik nasional. Hal ini menyebabkan DKI Jakarta menjadi kutub
pertumbuhan bagi daerah sekitarnya, seperti Jawa Barat (Kota Depok, Kota
Bekasi, Kabupaten Bekasi, Kota Bogor, dan Kabupaten Bogor), Banten (Kota
Tangerang, Kabupaten Tangerang Selatan, Kabupaten Serang, dan Kota Cilegon).
Tersedianya berbagai aktivitas di DKI Jakarta menjadi daya tarik bagi masyarakat
di daerah sekitarnya tersebut untuk menuju ke sana dengan tujuan melakukan
berbagai aktivitas (DPNLIPI, 2009).
Penumpang Kereta Rel Listrik (KRL) Jabodetabek termasuk dalam kategori
masyarakat yang melakukan mobilitas nonpermanen. Mobilitas nonpermanen
dapat dibedakan menjadi dua kategori berdasarkan aspek rutinitas, yaitu sirkuler
(mobilitas sirkulasi) dan komuter (mobilitas ulang-alik). Penumpang KRL
Jabodetabek termasuk dalam kategori komuter (penglaju) yang melakukan
perjalanan dan meninggalkan rumah untuk pergi ke tempat lain, namun akan
selalu berusaha kembali pada hari itu juga (BPS, 2005:2).

Jumlah Penumpang
(ribu orang)

13.000
12.000
2006

11.000

2007

10.000

2008
9.000

2009

8.000

2010

7.000

2011
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des

2012

Bulan
Gambar 1 Jumlah penumpang KRL Jabodetabek tahun 2006-2012
Sumber: BPS RI, 2013 (diolah). 2
2

[BPSRI] Badan Pusat Statistik Republik Indonesia. 2013. Jumlah Penumpang
Kereta Api, 2006-2012 [internet]. [diunduh 2013 Januari 17]. Tersedia dari:
http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&daftar=1&id_subyek=17&n
otab=16

3
Analisis keterkaitan antara aktivitas dengan kereta api terkait erat dengan
frekuensi. Faktor aktivitas secara langsung mempengaruhi frekuensi. Aktivitas
yang dilakukan oleh responden sangat menentukan jumlah frekuensi
menggunakan KRL. Hal ini sebagaimana ditunjukkan oleh nilai pearson chi
square yang signifikan sebesar 0.000 (di bawah level signifikan 0.05-uji dua arah
0.025). Dapat disimpulkan bahwa aktivitas mempengaruhi frekuensi (DPNLIPI,
2009:59).
Tabel 2 Hubungan antara aktivitas dengan frekuensi penggunaan KRL
Jabodetabek dalam satu minggu
Frekuensi
Aktivitas
Total
1
2
3
4
5-7
>7
kali kali kali
kali
kali
kali
Kerja Rutin Setiap Hari
2
2
2
6
39
23
74
Kuliah/Sekolah
3
2
3
3
7
1
19
Mengunjungi Lokasi Wisata
0
0
0
0
0
1
1
Berkunjung ke Saudara
3
4
0
0
0
0
7
Keperluan Lain
12
3
2
1
2
0
20
Total
20
11
7
10
48
25
121
Sumber: DPNLIPI, 2009.
Tabel di atas menjelaskan bahwa aktivitas penumpang yang menggunakan
KRL beragam, seperti kerja, kuliah, sekolah, mengunjungi lokasi wisata,
mengunjungi saudara, dan keperluan lainnya. Penelitian yang dilakukan terhadap
121 penumpang KRL di wilayah Jabodetabek ini menunjukkan bahwa 74
penumpang memiliki aktivitas kerja rutin setiap hari. Aktivitas tersebut memiliki
frekuensi penggunaan KRL sebanyak 5 hingga 7 kali dalam seminggu.
Pelayanan KRL di wilayah Jabodetabek dilakukan oleh P.T. KAI Commuter
Jabodetabek (P.T. KCJ). P.T. KCJ awalnya merupakan salahsatu anak perusahaan
P.T. Kereta Api Indonesia (Persero) yang dibentuk sesuai Inpres No. 5 Tahun
2008 dan Surat Menneg BUMN No. S-653/MBU/2008. Pembentukan anak
perusahaan ini berawal dari keinginan para stakeholdernya untuk lebih fokus
dalam memberikan pelayanan yang berkualitas dan menjadi bagian dari solusi
permasalahan transportasi perkotaan yang kompleks. Selama menjadi anak
perusahaan, P.T. KCJ bertanggung jawab atas penjualan tiket KRL Ekonomi,
KRL Ekonomi AC, dan KRL Ekspres.
P.T. KCJ yang semula berperan sebagai anak perusahaan P.T. Kereta Api
Indonesia (Persero), kini menjadi sebuah perseroan terbatas. Setelah menjadi
independen, P.T. KCJ memperoleh izin usaha No. KP 51 Tahun 2009 dan izin
operasi penyelenggara sarana perkeretaapian No. KP 53 Tahun 2009 yang
dikeluarkan oleh Menteri Perhubungan Republik Indonesia. Tugas pokok
perusahaan ini adalah menyelenggarakan pengusahaan pelayanan jasa angkutan
kereta api komuter dengan menggunakan sarana Kereta Rel Listrik di wilayah
DKI Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang (Serpong), dan Bekasi serta pengusahaan
di bidang usaha non-angkutan penumpang. 3
3

[PTKCJ] P.T. KAI Commuter Jabodetabek. 2012. Sekilas KRL [internet].
[diunduh 2013 Januari 17] Tersedia dari: http://www.krl.co.id/sekilas-krl.html

4

Jumlah Penumpang

Terdapat enam puluh tiga stasiun di wilayah Jabodetabek yang aktif
digunakan oleh P.T. KCJ. Sepuluh stasiun dengan jumlah penumpang terbanyak
selama tahun 2011-2012, antara lain: (1) Bogor, (2) Jakarta, (3) Bojong Gede, (4)
Depok Baru, (5) Bekasi, (6) Tanah Abang, (7) Depok, (8) Citayam, (9) Tebet, dan
(10) Manggarai.

22.000.000
17.000.000
12.000.000
7.000.000

2012

2.000.000

2011

Nama Stasiun
Gambar 2
Sumber:

Sepuluh stasiun di Jabodetabek berdasarkan jumlah penumpang
KRL Jabodetabek terbanyak tahun 2011-2012
P.T. KCJ, 2013 (diolah).

P.T. KCJ mempunyai beberapa program kerja dalam pelaksanaan tugasnya.
Salahsatu program kerjnya adalah penerapan Single Operation sejak 2 Juli 2011.
Single Operation merupakan perubahan perjalanan KRL di Jabodetabek, yakni
perjalanan KRL Ekspres yang semula hanya berhenti di beberapa stasiun menjadi
berhenti di semua stasiun. Hal ini mengakibatkan tidak adanya perbedaan kelas
dalam lintas trayek karena semua KRL berjalan sesuai urutan dan tidak ada yang
didahulukan, sehingga perbedaan antara KRL Ekonomi AC dan KRL Ekspres
menjadi hilang. Hasil peleburan kedua KRL tersebut dikenal dengan KRL
Commuter Line.
Grafika Perjalanan Kereta Api 2011 (GAPEKA 2011) yang di dalamnya
mencakup pembahasan Perubahan Pola Operasi KRL Jabodetabek, diberlakukan
pada 22 November 2011. Program ini merupakan kelanjutan dari program
perubahan pola operasi Single Operation. Sasaran jangka panjang program ini
adalah mewujudkan target pemerintah yaitu dapat mengangkut sebanyak 1.2 juta
penumpang per hari di tahun 2019 dengan jumlah armada yang beroperasi
minimal 1,440 unit armada KRL. Tujuan program GAPEKA 2011 adalah
menyederhanakan pola operasi, mengurangi overlapping di antara rute kereta api
dan mengurangi perpotongan di antara perjalanan KRL serta untuk meningkatkan
kapasitas angkut. 4
4

P.T. Kereta Api Indonesia (Persero). 2011. Perubahan Pola Operasi KRL
Jabodetabek [internet]. [diunduh 2013 Januari 17]. Tersedia dari:
http://www.kereta-api.co.id/informasi-media/press-release/278-perubahanpola-operasi-krl-jabodetabek.html

Jumlah Penumpang

5
9.000.000
7.500.000
6.000.000
4.500.000
3.000.000
1.500.000
Jul-11
Agt-11
Sep-11
Okt-11
Nov-11
Des-11
Jan-12
Feb-12
Mar-12
Apr-12
Mei-12
Jun-12
Jul-12
Agt-11
Sep-12
Okt-12
Nov-12
Des-12

-

KRL Commuter Line

Bulan

KRL Ekonomi
Gambar 3
Sumber:

Jumlah penumpang KRL Commuter Line dan KRL Ekonomi
Jabodetabek, Juli 2011-Desember 2012
P.T. KCJ, 2013 (diolah).

Sejak diberlakukannya KRL Commuter Line di Jabodetabek dalam selang
satu tahun, Juli 2011-Juli 2012, jumlah penumpang KRL tersebut berfluktuasi dan
cenderung mengalami peningkatan. Penumpang KRL Commuter Line merupakan
gabungan dari penumpang KRL Jabodetabek yang sebelumnya menggunakan
KRL Ekonomi AC dan KRL Ekspres. Hal inilah yang menjadikan penumpang
KRL Commuter Line lebih banyak dibandingkan dengan KRL Ekonomi.
Banyaknya ketersediaan jadwal dan fasilitas yang lebih baik dibandingkan dengan
KRL Ekonomi menjadi alasan lain bagi penumpang KRL Jabodetabek lebih
memilih KRL Commuter Line meskipun tarifnya lebih mahal. Total penumpang
KRL Commuter Line selama tahun 2012 sebanyak 87,575,757 jiwa, sedangkan
penumpang KRL Ekonomi yang hanya 46,511,307.
Jumlah Penumpang

8.000.000
6.000.000
4.000.000
2.000.000

Nama Stasiun
Gambar 4
Sumber:

Sepuluh stasiun di Jabodetabek berdasarkan jumlah penumpang KRL
Commuter Line terbanyak tahun 2012
P.T. KCJ, 2013 (diolah).

6
Penumpang KRL Commuter Line di Stasiun Bogor jumlahnya juga lebih
tinggi dibandingkan dengan stasiun keberangkatan utama lainnya, seperti Jakarta,
Bekasi, Depok, dan Tangerang. Stasiun Tangerang sendiri sebagai stasiun
keberangkatan utama tidak termasuk ke dalam sepuluh stasiun dengan jumlah
penumpang KRL Commuter Line terbanyak di wilayah Jabodetabek bahkan tidak
termasuk ke dalam sepuluh stasiun dengan jumlah penumpang KRL Jabodetabek
terbanyak. Stasiun Bogor merupakan stasiun di wilayah Jabodetabek dengan
jumlah penumpang KRL Commuter Line paling banyak. Hal ini membuktikan
bahwa Stasiun Bogor memiliki jumlah penumpang KRL Jabodetabek terbanyak,
khususnya jumlah penumpang KRL Commuter Line.

Perumusan Masalah
Frekuensi penumpang dalam menggunakan KRL dipengaruhi oleh
aktivitasnya. Pekerja adalah pengguna KRL terbanyak di Jabodetabek, di mana
pekerja yang memang menggunakan transportasi tersebut setiap hari untuk
menunjang rutinitas pekerjaannya setiap hari memiliki frekuensi lebih tinggi
dibandingkan dengan penumpang yang menggunakan KRL untuk menunjang
aktivitas lain. Permintaan tertinggi penumpang kalangan pekerja yang rutin
menggunakan KRL terjadi pada pagi dan sore hari. Pada waktu-waktu tersebut
sering terjadi ketidaksesuaian antara jumlah KRL dan permintaan penumpang
kalangan pekerja sehingga menimbulkan kepadatan penumpang.
Pola operasi Single Operation KRL Jabodetabek merupakan bentuk upaya
P.T. KCJ dalam meningkatkan kapasitas angkut dan pelayanan. Penerapan
program tersebut diiringi oleh pemberlakuan KRL Commuter Line. Permintaan
KRL Commuter Line di Jabodetabek lebih tinggi dibandingkan permintaan KRL
Ekonomi. Permintaan tertinggi terhadap KRL Commuter Line terjadi di Stasiun
Bogor yang merupakan salah satu stasiun keberangkatan utama di wilayah
Jabodetabek.
Beberapa permasalahan yang dapat ditarik dari uraian di atas yaitu:
1.
Bagaimana karakteristik penumpang KRL Commuter Line kalangan pekerja
di Stasiun Bogor?
2.
Faktor-faktor apa saja yang memengaruhi permintaan penumpang KRL
Commuter Line Jabodetabek kalangan pekerja di Stasiun Bogor?

Tujuan Penelitian
1.
2.

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini yaitu:
Mengidentifikasi karakteristik penumpang KRL Commuter Line kalangan
pekerja di Stasiun Bogor.
Mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi permintaan penumpang
KRL Commuter Line Jabodetabek kalangan pekerja di Stasiun Bogor.

7
Manfaat Penelitian
1.

2.

Memberikan masukan yang bersifat ilmiah bagi P.T. KAI Commuter
Jabodetabek sebagai penyedia jasa transportasi agar dapat menjadi dasar
pertimbangan untuk menetapkan regulasi dari segi permintaan.
Dapat memberikan informasi bagi pihak yang tertarik dan berkepentingan
dengan masalah ini serta dapat digunakan sebagai acuan bagi penelitian lain
yang melakukan penelitian serupa.

Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah yang hal-hal yang berkaitan dengan
karakteristik penumpang KRL Commuter Line kalangan pekerja dan faktor-faktor
yang memengaruhi permintaannya.

Hipotesis
1.

2.

Pendapatan, tujuan penggunaan, dan tingkat pendidikan terakhir
berpengaruh positif terhadap permintaan penumpang KRL Commuter Line
Jabodetabek kalangan pekerja di Stasiun Bogor.
Usia berpengaruh negatif terhadap permintaan penumpang KRL Commuter
Line Jabodetabek kalangan pekerja di Stasiun Bogor.

TINJAUAN PUSTAKA
Transportasi Kereta Api
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian Bab I Pasal
1 Ayat 1 menyebutkan bahwa perkeretaapian adalah satu kesatuan sistem yang
terdiri atas prasarana, sarana, dan sumberdaya manusia, serta norma, kriteria,
persyaratan, dan prosedur untuk penyelenggaraan transportasi kereta api.
Karakteristik sistem pengoperasian teknologi transportasi jalan rel meliputi dua
hal, secara umum dan khusus. Secara umum, dibangun oleh manusia dan
dioperasikan, dikelola, dan dipelihara oleh manusia secara terjadwal dan
terkendali. Secara khusus, manajemen penyelenggaraan operasi transportasi jalan
rel dilakukan oleh satu badan atau otoritas yang sekaligus menyediakan jalan baja,
lahan, jembatan, stasiun, gedung kantor, perumahan, gaji pegawai, dan sarana
(lokomotif dan gerbong) yaitu P.T. KAI. Prestasi penyelenggaraan juga dilihat
dari besarnya keuntungan (Miro, 2012:24).
Miro (2012:86), Kereta api mempunyai keunggulan dalam hal:
1. Kecepatan rata-rata tinggi, terutama untuk jarak sedang dan jauh.
2. Jalan rel pada umumnya dibangun melalui pusat kota.
3. Efektif dalam penggunaan lahan.
4. Tingkat polusi rendah, khususnya untuk kota-kota besar yang menggunakan
kereta rel listrik.

8
5. Kapasitas angkut (satu kali perjalanan) besar, sehingga biaya angkut murah.
6. Pemakaian energi (bahan bakar) efisien.
7. Lebih aman dan nyaman khususnya untuk perjalanan jauh yang dilengkapi
fasilitas restoran, kompartemen tidur, dan lain-lain.
8. Tidak terlalu dipengaruhi oleh cuaca.
Kereta api juga memiliki kelemahan, antara lain:
1. Operasi tidak fleksibel, bukan pelayanan buka pintu, hanya sampai di stasiun
saja.
2. Memerlukan kendaraan lain (jalan raya) untuk sampai ke tujuan akhir.
Kelemahan ini dikurangi dengan penyediaan lahan parkir yang luas untuk
menarik calon penumpang dalam program parkir-dan-naik di mana para
calon penumpang hanya menggunakan kendaraan pribadi sebagai alat
transportasi dari rumah ke stasiun, dan sebaliknya.
3. Rentan terhadap pemogokan.
Miro (2012:114), Moda transportasi jalan rel (kereta api), baik untuk
antarkota maupun dalam kota masih mempunyai masalah dalam melayani
masyarakat, misalnya:
1. Bertambahnya biaya menuju stasiun kereta api, misalnya biaya angkutan
jalan raya dari rumah ke stasiun kereta api, biaya masuk stasiun (peron),
biaya parkir di stasiun, dan lain-lain biaya yang tidak diduga sebelumnya.
2. Sering terjadinya pembatalan jadwal keberangkatan oleh pihak penyedia jasa
(P.T. KAI) tanpa pemberitahuan terlebih dulu kepada penumpang yang akan
berangkat.
3. Ketidakpastian dalam mendapatkan tiket untuk perjalanan jarak jauh
(antarkota) terutama pada kondisi puncak (seperti Hari Lebaran dan pada saat
libur panjang).
4. Keselamatan moda transportasi kereta api yang sangat rentan terhadap
gangguan di rel dan terhadap gangguan di persilangan sebidang antara jalan
rel dengan jalan raya.

Komuter
Komuter didefinisikan sebagai penduduk yang biasanya (secara rutin)
melakukan perjalanan pergi dan pulang melintasi batas kabupaten atau kota dalam
kurun waktu sehari. Melintasi batas tidak lagi memermasalahkan jarak dimana
penduduk yang tinggal di daerah perbatasan sangat dengan mudah dikatakan
komuter apabila telah melewati batas-batas administratif kabupaten atau kota,
artinya melintasi batas mungkin sekali untuk jarak yang sangat dekat. Rutin di sini
tidak harus setiap hari, melakukan kegiatannya di luar kabupaten atau kota, tetapi
bisa juga dua hari sekali atau tiga hari sekali, asalkan kegiatan tersebut sudah
menjadi kebiasaan (BPS, 2005:12).
BPS (2005:10), Migrasi (proses perpindahan penduduk) terjadi secara
spasial dan relatif permanen, akan tetapi ada pula kecenderungan pola migrasi
nonpermanen, khususnya komuter. Dalam situasi ekonomi yang terus berkembang
dan disertai dengan meningkatnya sarana dan prasarana transportasi yang semakin
baik, arus mobilitas penduduk cenderung menunjukkan gerak yang sifatnya
berulang-ulang. Sifat berulang ini dapat terjadi dalam limit waktu yang pendek

9
sekali, misalnya dalam jangka waktu satu hari. Mobilitas ini banyak terjadi antara
daerah kota yang pekerja-pekerjanya berulang balik dari tempat tinggal ke tempat
kerja (biasanya pagi berangkat ke tempat kerja dan sore kembali ke rumah) yang
dilakukan secara terus-menerus.
BPS (2005:10), Bentuk mobilitas nonpermanen dalam Teori Transisi
Zelinsky tahun 1971, mobilitas penduduk menunjukkan adanya pola keteraturan
dalam proses pertumbuhan mobilitas merupakan bagian penting dari modernisasi.
Zelinsky membagi transisi mobilitas penduduk ke dalam lima tahap yang oleh
Skeldon pada tahun 1990 tahap ini disempurnakan dengan mengembangkan
transisi mobilitas menjadi tujuh tahap dengan menganalisis pola migrasi
penduduk negara-negara berkembang, yaitu:
1.
Tahap masyarakat pratransisi (pretransitional society). Pada tahap ini
sebagian besar migrasi yang terjadi merupakan migrasi nonpermanen, yang
tidak bertujuan untuk menetap, tetapi migrasi ini tidak harus berlangsung
dalam jangka pendek. Pada tahap ini dapat juga menjadi mobilitas permanen
dalam bentuk kolonisasi atau pembukaan daerah-daerah pertanian baru.
2.
Tahap masyarakat transisi awal (early transitional society). Pada tahap ini
terjadi percepatan migrasi nonpermanen ke daerah perkotaan, daerah
perkebunan, atau daerah pertambangan. Pada tahap ini terlihat juga adanya
migrasi penduduk dari suatu daerah perkotaan ke daerah perkotaan lain, di
mana kota besar menjadi tujuan utama migrasi penduduk kota kecil dan
menengah.
3.
Tahap masyarakat transisi menengah (intermediate transitional society).
Pada tahap ini terlihat adanya migrasi dari daerah yang berdekatan dengan
kota besar. Migrasi daerah sekitar kota besar ini menyebabkan stagnasi pada
daerah sekitar kota besar tersebut. Migrasi dari daerah pedesaan ke pedesaan
menurun dan mobilitas dari perkotaan ke perkotaan terus meningkat, disertai
pula dengan mobilitas penduduk perempuan.
4.
Tahap masyarakat transisi akhir (late transitional society). Pada tahap ini
ditandai dengan munculnya megacity. Migrasi dari desa ke kota meningkat,
dengan kota besar menjadi tujuan utama. Migrasi tidak lagi dari pedesaan ke
kota kecil, kota menengah baru ke kota besar, tetapi dari pedesaan langsung
ke kota besar, sehingga proporsi penduduk pedesaan pun menurun.
5.
Tahap masyarakat mulai maju (early advanced society). Pada tahap ini
urbanisasi telah melampaui 50% dan mobilitas dari pedesaan ke perkotaan
mulai menurun. Mulai terjadi suburbanisasi dan dekonsentrasi penduduk
perkotaan. Bersamaan dengan gejala tersebut, mobilitas nonpermanen lebih
meningkat.
6.
Tahap masyarakat maju lanjut (late advanced society). Pada tahap ini
ditandai dengan terus terjadinya dekonsentrasi penduduk perkotaan.
Penduduk perkotaan makin menyebar ke daerah perkotaan yang lebih kecil.
Pada saat ini juga terjadi peningkatan arus masuk pekerja asing, terutama
migran dari 52 negara yang masih berada pada tahap ke empat. Arus ulangalik terjadi dengan pesat. Semua arus migrasi ini dilakukan oleh penduduk
laki-laki maupun perempuan.
7.
Tahap masyarakat maju super (super advanced society). Tahap ini banyak
diwarnai oleh adanya teknologi tinggi, termasuk teknologi informasi. Pada
tahap ini mobilitas permanen semakin berkurang dan mobilitan

10
nonpermanen semakin meningkat. Sistem transportasi diganti dengan sistem
komunikasi. Orang tidak perlu lagi pindah tempat untuk saling komunikasi.

Teori Permintaan
Salvatore (2001), Permintaan terhadap suatu komoditi timbul karena
keinginan konsumen dan kemampuannya (dari hasrat atau keinginan yang
didukung dengan pendapatan) untuk membeli suatu komoditi. Teori permintaan
konsumen (consumer demand theory) mempostulatkan bahwa jumlah komoditi
yang diminta merupakan fungsi dari, atau bergantung pada harga komoditi barang
tersebut, pendapatan konsumen, harga komoditi yang berhubungan
(komplementer atau substitusi), dan selera konsumen. Bentuk matematis fungsi
permintaan:
��� = �(�� , �, �� , �)
��� = kuantitas komoditi X yang diminta oleh individu per periode waktu
��
= harga per unit dari komoditi X
I
= pendapatan konsumen
��
= harga dari komoditi yang berhubungan (substitusi atau komplementer)
T
= selera konsumen

Gambar 5
Sumber:

Kurva permintaan
Nicholson, 2001.

Nicholson (2001), Kurva permintaan memperlihatkan hubungan antara
harga dengan jumlah barang yang diminta. Terdapat tiga faktor dasar yang
dianggap konstan dalam menderivasikan kurva permintaan, yaitu pendapatan,
harga barang lain (P y ), dan preferensi individu tersebut. Gerakan di sepanjang
kurva permintaan yang disebabkan berubahnya harga (P x ). Hal ini berbeda dengan
pergeseran kurva permintaan yang disebabkan perubahan pendapatan, perubahan
salahsatu dari harga barang lain, atau perubahan preferensi orang tersebut.

Penelitian Terdahulu
Penelitian Departemen Pendidikan Nasional dan Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (2009) mengenai faktor-faktor yang memengaruhi
permintaan jasa angkutan kereta api komuter di Jabodetabek. Penelitian ini
menggunakan analisis kuantitatif meliputi analisis tabulasi, frekuensi, analisis

11
statistik (chisquare) dan crosstab serta analisis kualitatif berupa deskripsi dan
pemaparan data primer dan sekunder. Hasil dari penelitian ini menunjukkan
bahwa permintaan angkutan KRL di Jabodetabek masih sangat tinggi kerena
keunggulannya yang bebas macet dan tarif murah dibandingkan moda transportasi
lain, terutama kelas ekonomi; permintaan dipengaruhi oleh segi internal
(konsumen pengguna jasa KRL) dan segi eksternal (P.T. KCJ); hanya variabel
gender dan tarif yang signifikan berpengaruh terhadap jenis KRL yang digunakan,
preferensi terhadap KRL dipengaruhi melalui jalur aktivitas-frekuensi-tarif-jenis
KRL yang digunakan; rasa nyaman, aman, dan kebersihan gerbong KRL sangat
signifikan berpenaruh terhadap jenis KRL yang digunakan..
Penelitian Hidayat (2002) mengenai analisis permintaan konsumen keluarga
terhadap telur ayam ras di Kecamatan Koja Jakarta Utara. Penelitian ini
menggunakan analisis statistik deskriptif dan analisis regresi linier berganda.
Hasil penelitian ini menunjukan koefisien determinasi (� 2 ) sebesar 0.718, ini
berarti 71.8% variasi permintaan telur ayam ras oleh konsumen keluarga di
Kecamatan Koja dapat diterangkan oleh ketujuh variabel yang digunakan.
Berdasarkan uji-t diperoleh dua explanatory variable yang berpengaruh nyata
terhadap jumlah permintaan telur ayam ras, yaitu jumlah pendapatan keluarga
yang berpengaruh sangat nyata pada taraf ( � =0.01) dan jumlah balita dalam
keluarga yang berpengaruh nyata terhadap permintaan telur ayam ras pada taraf
nyata ( � =0.05). Elastisitas permintaan harga telur ayam ras pada konsumen
keluarga di Kecamatan Koja bersifat inelastis (0.850). Nilai elastisitas pendapatan
adalah (0.285) menunjukkan bahwa telur ayam ras merupakan kebutuhan pokok
(barang normal) dan tidak elastis, sedangkan nilai elastis silang harga telur ayam
kampung (0.130) menunjukkan positif bahwa barang merupakan substitusi dari
telur ayam ras.

12
Kerangka Pemikiran
P.T KAI Commuter Jabodetabek

KRL Ekonomi

KRL Ekspres

KRL Ekonomi AC

Single Operation

KRL Commuter Line
Stasiun Bogor

Pekerja

Karakteristik penumpang KRL
Commuter Line kalangan pekerja di
Stasiun Bogor

Faktor-faktor yang Memengaruhi
Permintaan KRL Commuter Line
Jabodetabek bagi Kalangan Pekerja
di Stasiun Bogor

Analisis Deskriptif

Analisis Kuantitatif
Metode Regresi Linier Berganda

Evaluasi dan Rekomendasi

METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data primer terhadap
penumpang kalangan pekerja KRL Commuter Line di Stasiun Bogor. Pemilihan
lokasi dilakukan berdasarkan stasiun keberangkatan dengan jumlah penumpang
KRL Commuter Line Jabodetabek terbanyak, yaitu penumpang dengan
keberangkatan dari Stasiun Bogor. Waktu penelitian dilakukan selama Bulan
April 2013.

13
Jenis dan Sumber Data
1. Data Primer
Data primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang
diperoleh langsung dari penumpang KRL Commuter Line kalangan pekerja di
Stasiun Bogor melalui kuisioner dan wawancara.
2. Data Sekunder
Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang
diperoleh dari media perantara yaitu P.T. KCJ, buku, literatur, dan artikelartikel yang berhubungan dengan penelitian.

Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penumpang KRL Commuter
Line di Stasiun Bogor. Penelitian ini menggunakan teknik penarikan contoh tanpa
peluang (Non-Probability Sampling). Teknik ini merupakan prosedur penarikan
contoh yang tidak memungkinkan penghitungan peluang terpilihnya anggota
tertentu populasi ke dalam contoh (sampel). Jenis sampel pada teknik ini tidak
dipilih secara acak, tidak semua unsur atau elemen populasi mempunyai
kesempatan sama untuk bisa dipilih menjadi sampel. Unsur populasi yang terpilih
menjadi sampel disebabkan karena faktor yang sebelumnya sudah direncanakan
oleh peneliti.
Teknik penarikan contoh tanpa peluang yang digunakan dalam penelitian ini
adalah Judgement (Purposive) Sampling. Penarikan contoh dengan teknik ini
dilakukan berdasarkan pertimbangan tentang beberapa karakteristik yang cocok
berkaitan dengan anggota contoh yang diperlukan untuk menjawab tujuan
penelitian. Responden yang dipilih adalah responden kalangan pekerja atau sudah
memiliki pendapatan per bulan.
Perbedaan karakter yang mungkin ada pada setiap unsur atau elemen
populasi tidak merupakan hal yang penting bagi rencana analisisnya. Ketika
banyaknya populasi diketahui dan misalkan � adalah ukuran contoh, N adalah
banyaknya unit contoh dalam populasi, � adalah taraf nyata (0.05). Penentuan
ukuran sampel suatu populasi diperoleh dengan menggunakan persamaan Slovin
dengan rumus sebagai berikut (Siregar, 2010):

�=
1 + �� 2
Keterangan:
N
= Ukuran Populasi
n
= Ukuran Sampel

= Taraf Nyata (�=5%)

Menurut data yang diperoleh dari P.T. KCJ, jumlah penumpang KRL
Commuter Line di Stasiun Bogor pada tahun 2012 adalah 7,872,177 penumpang.
Berdasarkan rumus tersebut didapatkan jumlah sampel sebanyak 105 responden
dengan batas kesalahan sebesar 10%.

14
Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
deskriptif dan kuantitatif.
1. Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif dilakukan untuk mendeskripsikan hal-hal yang
bersifat deskriptif, seperti karakteristik penumpang dan koefisien variasi
masing-masing variabel.
2. Analisis Kuantitatif
Analisis kuantitatif dilakukan untuk mendeskripsikan data yang berupa
angka. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode regresi
berganda (Ordinary Least Square) dengan menggunakan software Eviews 6.
Model dasar penelitian dengan regresi linier berganda yang digunakan untuk
menganalisis faktor-faktor apa saja yang memengaruhi permintaan penumpang
kalangan pekerja terhadap KRL Commuter Line Jabodetabek di Stasiun Bogor
yaitu:
lnPCL = �0 + ln�1 PEN + � 2 DTUJ + ln� 3 US + � 4 DTPT + e
Keterangan:
PCL
= Jumlah Permintaan KRL Commuter Line (kali/bln)
b0
= Konstanta
b 1 -b 4
= Koefisien regresi
PEN
= Pendapatan (Rp/bln)
TUJ
= Tujuan Penggunaan (1 = Kerja; 0 = Bukan Kerja)
US
= Usia (tahun)
TPT
= Tingkat Pendidikan Terakhir (1 = ≥ Sarjana; 0 = < Sarjana)
e
= Error
R

R

R

Variabel dependen merupakan variabel tak bebas yang menjadi akibat
karena adanya variabel independen.Variabel dependen yang digunakan dalam
penelitian ini adalah variabel permintaan KRL Commuter Line Jabodetabek di
Stasiun Bogor. Permintaan yang dimaksud adalah frekuensi penggunaan KRL
Commuter Line Jabodetabek oleh penumpang kalangan pekerja di Stasiun
Bogor dalam waktu satu bulan.
Variabel independen merupakan variabel bebas yang menjadi penyebab
timbulnya variabel dependen. Variabel independen dalam penelitian ini, yaitu:
1. Pendapatan
Pendapatan merupakan jumlah seluruh uang yang diterima oleh
seseorang selama jangka waktu satu bulan. Pendapatan penumpang diukur
dalam satuan rupiah (Rp).
2. Tujuan Penggunaan
Tujuan penggunaan adalah untuk melihat fungsi KRL Commuter Line
terhadap penumpang kalangan pekerja. Pengukuran tujuan dinyatakan dalam
bentuk: “1” untuk tujuan kerja dan “0”untuk bukan tujuan kerja.
3. Usia Penumpang
Usia adalah satuan waktu yang digunakan untuk mengukur waktu
keberadaan suatu benda atau makhluk hidup. Pengukuran usia penumpang
dilakukan dalam satuan tahun.

15
4. Tingkat Pendidikan Terakhir Penumpang
Pendidikan terakhir biasanya memengaruhi pola pemikir, gaya hidup,
dan kematangan seseorang dalam memutuskan, memilih atau menentukan
sesuatu pilihan. Tingkat pendidikan terakhir berdasarkan karakteristik
responden penelitian yang banyak menggunakan KRL Commuter Line
adalah sarjana. Hal ini mengakibatkan perhitungan dinyatakan dalam
bentuk: “1” untuk tingkat pendidikan terakhir sarjana ke atas dan “0” untuk
tingkat pendidikan terakhir di bawah sarjana.

Pengujian Parameter Persamaan Regresi
1. Koefisien Determinasi (� 2 )
Koefisien determinasi memberikan proporsi atau presentase variasi total
dalam variabel dependen yang dijelaskan oleh variabel independen. Gujarati
(2006:161), � 2 memiliki dua sifat, yaitu: � 2 merupakan besaran nonnegatif;
batasnya adalah 0 ≤ � 2 ≤ 1 . � 2 sebesar 1 berarti “kecocokan sempurna”,
karena seluruh variasi Y dapat dijelaskan oleh regresi. � 2 sebesar 0 berarti
tidak ada hubungan antara Y dan X. Koefisien determinasi dapat dirumuskan
sebagai berikut:
���
���
�2 =
=1−
���
���
Keterangan:
TSS = Jumlah Total Kuadrat
ESS = Jumlah Kuadrat yang Dijelaskan
RSS = Jumlah Kuadrat Residu
Winaryo (2011), Ada beberapa masalah dalam penggunaan � 2 , yaitu:
1. � 2 hanya mengukur kedekatan antara �� atau Y prediksi dengan nilai Y
yang diobservasi. Apabila digunakan untuk memperkirakan data yang
tidak (atau belum) ada (di dalam observasi), belum tentu cocok.
2. Dalam membandingkan dua � 2 (atau lebih), variabel dependennya harus
sama.
3. � 2 tidak berkurang nilainya bila variabel independen ditambahkan lagi ke
dalam persamaan.
2. Uji t-Statistik
Gujarati (2006:102), Uji signifikansi merupakan pendekatan alternatif,
namun bersifat melengkapi dan mungkin merupakan pendekatan yang lebih
singkat dalam pengujian hipotesis. Gagasan utama uji signifikansi adalah
statistik uji – yakni statistik t- dan distribusi probabilitasnya menurut nilai ��
yang dihipotesiskan. Pengujiannya disebut uji t karena menggunakan
distribusi t.
Uji t-statistik digunakan untuk menguji secara statistik apakah koefisien
regresi dari masing-masing variabel bebas yang digunakan secara terpisah
berpengaruh nyata (signifikan) atau tidak terhadap variabel tidak bebas. Uji t
dapat dilihat dari nilai probabilitas t-statistiknya. Pengujian secara statistik
sebagai berikut:

16
1. Hipotesis pengujian:

H 0 :β i = 0
H 1 :β i ≠ 0

2. Penghitungan t-statistik:
�=

��� − ��
������ �

Keterangan:
���
= Nilai Koefisien Regresi Dugaan
��
= Parameter Hipotesis
̂
����� � = Standar Error Parameter ��

Kriteria uji:
- |t hitung | > t α/2(n-k) , maka tolak H 0 . Kesimpulannya, koefisien dugaan β≠0 dan
variabel yang diuji berpengaruh signifikan terhadap variabel tidak bebas.
- |t hitung | < t α/2(n-k) , maka terima H 0 . Kesimpulannya, koefisien dugaan β=0 dan
variabel yang diuji tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel tidak
bebas.
3. Uji F-Statistik
Gujarati (2006:107), Pemilihan dua variabel secara acak dari dua
populasi normal, X dan Y, masing-masing dengan m dan n observasi, maka
variabel mengikuti distribusi F dengan d.k. (m - 1) dan (n - 1), asalkan varians
dari kedua populasi normal itu sama. Dengan kata lain, H 0 -nya adalah
��2 = ��2 . Untuk menguji hipotesis ini, digunakan uji F-statistik.
Uji F-statistik digunakan untuk menguji bagaimanakah pengaruh
variabel bebas terhadap variabel tidak bebas secara keseluruhan. Pengujian uji
F ini dapat dilihat dari nilai probabilitas F-statistiknya. Dengan melihat nilai
probabilitas F-statistik akan diketahui apakah suatu persamaan akan lulus uji
atau tidak. Pengujian secara statistik sebagai berikut:
1. Hipotesis pengujian:
H0 : β1 = β2 = … = 0
H 1 : minimal ada satu β t ≠ 0
2. Penghitungan F-statistik:
� 2 ⁄(� − 1)
�=
(1 − � 2 )⁄(� − �)
Keterangan:
� 2 = Koefisien Determinasi
k = Banyak Parameter Termasuk Konstanta
n = Jumlah Sampel
Kriteria uji:
- |F hitung | > F α(k-1, n-k) , maka tolak H 0 . Kesimpulannya, minimal ada satu
variabel bebas yang memengaruhi variabel tidak bebas.
- |F hitung | < F α(k-1, n-k) , maka terima H 0 . Kesimpulannya, tidak ada variabel
bebas yang memengaruhi variabel tidak bebas.

17
Uji Pelanggaran Asumsi
1. Multikoliniearitas
Salahsatu asumsi model linier klasik adalah tidak adanya
multikoliniearitas sempurna, tidak adanya hubungan linier yang benar-benar
pasti di antara variabel-variabel penjelas, X, yang tercakup dalam regresi
berganda (Gujarati, 2006:61).
Juanda (2009:115), Multikolinearitas adalah tidak adanya hubungan
linier sempurna antara peubah bebas. Multikolinearitas muncul jika ada dua
atau lebih peubah (atau kombinasi peubah) babas berkolerasi tinggi antara
peubah yang satu dengan yang lainnya.
Multikoliniearitas terdiri atas dua jenis. Pertama, multikolinearitas tidak
sempurna terjadi jika korelasi antar variabel X i tidak sempurna (|r|