Analisa Tingkat Kebisingan Kereta Api Pada Jalan Rel Segmen Medan – Tebing Tinggi

(1)

ANALISA TINGKAT KEBISINGAN KERETA API PADA JALAN REL SEGMEN MEDAN – TEBING TINGGI

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat untuk menempuh Colloqium Doctum / Ujian Sarjana Teknik sipil

Disusun oleh :

BIDANG STUDI TRANSPORTASI

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

DEDY G SIMANJUNTAK NIM :07 0404 095


(2)

(3)

ABSTRAK

Dedy Gusriadi Simanjuntak, 2014, ANALISA TINGKAT KEBISINGAN KERETA API PADA JALAN REL SEGMEN MEDAN – TEBING TINGGI, Skripsi, Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

Jalan rel segmen Medan - Tebing Tinggi memiliki frekuensi lintas yang cukup tinggi, dikarenakan trayek tujuan dari Medan ke beberapa kota lain selain Tebing Tinggi, juga akan melintasi jalan rel pada segmen tersebut. Cukup tingginya frekuensi tersebut, pastilah menimbulkan polusi berupa kebisingan yang cukup menggangu kenyamanan dan kesehatan masyarakat yang tinggal di sekitar pinggiran rel. Kebisingan tersebut jika sudah melampaui dari ambang batas yang telah ditentukan, akan mengakibatkan terganggunya masalah kesehatan pendengaran bahkan dapat mengakibatkan stress pada penderitanya.

Data primer diperoleh dengan melakukan survei secara langsung di lapangan dengan bantuan alat sound level meter, setelah itu data diolah menggunakan software SPSS v.20. Dari hasil pengolahan data tersebut, akan diketahui variabel apa yang paling mempengaruhi kebisingan kereta api pada jalan rel segmen Medan – Tebing Tinggi.

Hasil analisis data menunjukkan besarnya tingkat kebisingan kereta api pada jalan rel segmen Medan – Tebing Tinggi berkisar antara 73,8 dBA – 97,8 dBA. Nilai tersebut melampaui baku mutu tingkat kebisingan yang ditetapkan oleh KepMen No. 48 tahun 1996, yaitu sebesar 55dBA untuk kawasan perumahan dan pemukiman. Sementara variabel yang mempengaruhi tingkat kebisingan kereta api pada jalan rel segmen Medan – Tebing Tinggi adalah jarak alat sound level meter terhadap rel kereta api.


(4)

KATA PENGANTAR

Pujisyukur atas kehadirat Tuhan Yesus Kristus yang telah memberikan anugerah, berkat dan kasih-Nya sehingga penulisan tugas akhir ini dapat diselesaikan, dengan judul “Analisa Tingkat Kebisingan Kereta Api Pada Jalan Rel Segmen Medan – Tebing Tinggi”.Tugas akhir ini disusun untuk diajukan sebagai syarat dalam ujian sarjana Teknik Sipil Bidang Studi Transportasi pada Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara Medan.

Pada kesempatan ini juga disadari bahwa tanpa bimbingan, bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, tugas akhir ini tidak mungkin dapat diselesaikan dengan baik.Oleh karena itu, maka perlu disampaikan rasa hormatdan ucapan terima kasih kepada beberapa pihak, diantaranya :

1. Bapak Irwan Suranta Sembiring, ST, MT selaku dosen pembimbing dan penguji yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan bimbingan dan saran kepada penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.

2. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan selaku ketua Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik USU serta selaku dosen pembanding yang telah memberikan kritikan dan nasehat yang membangun.

3. Bapak Ir. Syahrizal, MT selaku sekretaris Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik USU. 4. BapakMedis Surbakti, ST, MT dan Bapak Yusandy Aswad, ST, MT selaku dosen

pembanding dan penguji yang telah memberikan kritikan dan nasehat yang membangun. 5. Bapak/Ibu Dosen Staf Pengajar Jurusan Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.


(5)

6. Ibunda tercinta, M. Pasaribu yang selalu memberikan kasih sayang, dukungan, doa dan materi yang senantiasa mengalir selama masa perkuliahan dan penyelesaian Tugas Akhir ini. 7. Kakak-kakakku, Imelda dan Seventa, abang-abangku Alfian, Anang, Rado serta adikku Aan

yang selalu memberikandoa dan semangat.

8. Buat teman-teman seperjuangan khususnya Deddy Gultom, Andreas Siahaan, Doan Siahaan, Jefferey Bakara, Rustxell Simanungkalit, Boyma Sinaga, Markus Siregar, Edwin Pranata Simanjuntak, Ricky Ramadhan, Alfin R Simanjuntak, Bekro Sitepu, Raynelda Siahaan, Elis Sinaga serta adik-adik stambuk khususnya Agave, Dice, Bram, Syamsul, Acong, Frans, Andre, Rio yang telah memberikan bantuan, masukan, informasi dan semangat dalam penyelesaian tugas akhir ini.

9. Tante M. boru Panggabean, Nantulang dan Tulang Ketaren yang senantiasa mendukung dan memberi semangat sampai akhir penyelesaian tugas akhir ini.

10. Kezia Paskalia Karuniani Ketaren yang selalu siap dalam menerima keluh kesah serta mendoakan dan tetap mendukung, membantu dan menyemangati sampai akhirnya tugas akhir ini diselesaikan.

11. Teman-teman anggota kantil 15, Lae Jo, Lae Udud, Lae Owek, Lae Tatang, Lae Pian, Pra Kepler, Lae Boy, Lae Ono, Kak Vo, Kak Prima, Orika, dan Sri yang memberikan senyuman, bantuan, motivasi dan semangat dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

12. Seluruh pegawai administrasi yang telah memberikan bantuan dan kemudahan dalam penyelesaian administrasi.

Disadari bahwa isi dari tugas akhir ini masih banyak kekurangan.Hal ini disebabkan keterbatasan pengetahuan dan kurangnya pemahaman serta referensi yang dimiliki. Untuk itu,


(6)

Medan, Juni 2014


(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang ... 1

I.2 TujuanPenelitian ... 2

I.3 Manfaat Penelitian ... 3

I.4 Ruang Lingkup Penelitian ... 3

I.5Sistematika Penulisan ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Kereta Api ... 6

II.2Suara atau Bunyi ... 7

II.3 Sumber Bunyi ... 8

II.4 Defenisi Bising ... 9

II.5 Sumber Kebisingan ... 10

II.5.1 Kebisingan Industri/Pabrik ... 10

II.5.2 Kebisingan Kereta Api ... 10

II.5.3 Kebisingan Pesawat Terbang ... 11


(8)

II.8 Kriteria Daerah Bising ... 18

II.9 Pembagian Zona-Zona Peruntukan ... 21

II.10 Alat Pengukur kebisingan ... 23

II.11 Pengukuran Tingkat Kebisingan ... 24

II.12 Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kebisingan Kereta Api ... 28

II.13 Metode Survey Waktu Tempuh Kendaraan ... 30

II.14 Analisis Korelasi ... 31

II.15 Analisis Regresi... 32

II.15.1 Analisis Regresi Linier Sederhana ... 33

II.15.2 Analisis Regresi Linier Berganda ... 34

II.15.3 Koefisien Determinasi ... 35

II.16 Pengujian hipotesis Persamaan Regresi ... 36

II.16.1 Uji T ... 36

II.16.2 Uji F... 37

II.16.3 Uji Linieritas ... 38

BAB III METODOLOGI PENELITIAN III.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 40

III.2 Alat dan Bahan Penelitian ... 40

III.3 Kebutuhan Data ... 40

III.4 Pengambilan Data ... 42

III.5 Pengolahan dan Analisis Data ... 44

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN IV.1 Umum ... 45

IV.2 Jenis Kereta ... 45

IV.3 Panjang Rangkaian ... 45


(9)

IV.5 Tingkat Kebisingan ... 46 IV.6 Pengolahan Data Tingkat Kebisingan ... 47

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

V.1 Kesimpulan ... 48 V.2 Saran... 49

DAFTAR PUSTAKA DAFTAR LAMPIRAN


(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Sound Level Meter type Extech

Gambar 3.1 Kerangka Pemikiran (Bagan Alir) Penelitian Gambar 3.2 Lokasi Pengamatan


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel2.1 SK.405/MenKes RI/SK/XI/2002 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja, Perkantoran dan Industri Mengenai Lama Paparan Kebisingan

Tabel 2.2 Baku Tingkat Kebisingan

Tabel 2.3 Pembagian Zona-Zona Peruntukan

Tabel 2.4 Rekomendasi Panjang jalan untuk Studi Kecepatan Setempat Tabel 2.5 Interpretasi nilai koefisien korelasi (r)

Tabel4.1 Jenis kereta, panjang rangkaian, kecepatan kereta serta tingkat kebisingan pada jalan rel segmen Medan-Tebing Tinggi

Tabel 4.2 Korelasi antara variabel terikat terhadap variabel bebas

Tabel 4.3 Rekapitulasi matriks korelasi anatara variabel terikat dan variabel tidak terikat Tabel 4.4 Rekapitulasi persamaan regresi liniear

Tabel 4.5 Uji T pada persamaan regresi liniear Tabel 4.6 Uji F pada persamaan regresi linier


(12)

ABSTRAK

Dedy Gusriadi Simanjuntak, 2014, ANALISA TINGKAT KEBISINGAN KERETA API PADA JALAN REL SEGMEN MEDAN – TEBING TINGGI, Skripsi, Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

Jalan rel segmen Medan - Tebing Tinggi memiliki frekuensi lintas yang cukup tinggi, dikarenakan trayek tujuan dari Medan ke beberapa kota lain selain Tebing Tinggi, juga akan melintasi jalan rel pada segmen tersebut. Cukup tingginya frekuensi tersebut, pastilah menimbulkan polusi berupa kebisingan yang cukup menggangu kenyamanan dan kesehatan masyarakat yang tinggal di sekitar pinggiran rel. Kebisingan tersebut jika sudah melampaui dari ambang batas yang telah ditentukan, akan mengakibatkan terganggunya masalah kesehatan pendengaran bahkan dapat mengakibatkan stress pada penderitanya.

Data primer diperoleh dengan melakukan survei secara langsung di lapangan dengan bantuan alat sound level meter, setelah itu data diolah menggunakan software SPSS v.20. Dari hasil pengolahan data tersebut, akan diketahui variabel apa yang paling mempengaruhi kebisingan kereta api pada jalan rel segmen Medan – Tebing Tinggi.

Hasil analisis data menunjukkan besarnya tingkat kebisingan kereta api pada jalan rel segmen Medan – Tebing Tinggi berkisar antara 73,8 dBA – 97,8 dBA. Nilai tersebut melampaui baku mutu tingkat kebisingan yang ditetapkan oleh KepMen No. 48 tahun 1996, yaitu sebesar 55dBA untuk kawasan perumahan dan pemukiman. Sementara variabel yang mempengaruhi tingkat kebisingan kereta api pada jalan rel segmen Medan – Tebing Tinggi adalah jarak alat sound level meter terhadap rel kereta api.


(13)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Polusi suara atau bising adalah salah satu isu lingkungan yang terjadi di wilayah perkotaan atau pemukiman. Perancangan kota yang tidak atau kurang mengikuti kaedah-kaedah perancangan kota akan memberikan efek bising yang semakin meningkat sejalan dengan peningkatan kegiatan transportasi. Kebisingan jika sudah melampaui dari ambang batas yang telah ditentukan, akan mengakibatkan terganggunya masalah kesehatan pendengaran bahkan dapat mengakibatkan stress pada penderitanya.Kebisingan dapat didefinisikan sebagai suara yang tidak diinginkan. Untuk transportasi darat, salah satu moda yang dapat menyebabkan kebisingan adalah kereta api, dimana dalam pengoperasiannya akan menimbulkan kebisingan dan getaran yang dirasakan oleh masyarakat yang tinggal disekitar jalan rel yang dilintasi tersebut (Adji, 2002).

Di kota-kota besar seringkali perencanaan kota yang baik tidak atau kurang tercapai akibat pertumbuhan populasi dan tidak tersedianya lahan yang seimbang. Sehingga rumah atau pemukiman harus dibangun secara berdekatan dengan rel kereta api. Akibatnya masyarakat yang tinggal disekitar jalan rel tersebut akan mengalami gangguan kebisingan secara langsung dan terus menerus (Mayangsari).

Medan merupakan salah satu kota metropolitan di Indonesia. Tingginya angka populasi dan berbagai perkembangan di kota tersebut tentunya akan membuat tingginya kebutuhan mobilitas juga, baik yang dari dalam maupun dari luar kota. Dan Tebing Tinggi merupakan


(14)

utama Sumatera, yaitu menghubungkan Lintas Timur dan Lintas Tengah Sumatera. Hal ini menyebabkan pergerakan dari kota Tebing Tinggi menuju kota Medan atau sebaliknya cukup tinggi. Untuk memenuhi kebutuhan yang cukup tinggi itu, pemerintah menyediakan beberapa alternatif perjalanan yang diberikan, termasuk salah satu diantaranya yaitu kereta api. Jalan rel segmen Medan-Tebing Tinggi memiliki frekuensi lintas yang cukup tinggi dikarenakan trayek tujuan dari Medan ke beberapa kota lain selain Tebing Tinggi juga akan melintasi jalan rel pada segmen tersebut, yakni tujuan Pematang Siantar, Kisaran, Tanjung Balai, dan juga Rantau Prapat. Tidak hanya kereta penumpang tetapi juga kereta barang.

Cukup tingginya frekuensi tersebut pastilah menimbulkan polusi berupa kebisingan yang cukup menggangu kenyamanan dan kesehatan masyarakat yang tinggal di sekitar pinggiran rel yang dilintasi tersebut. Oleh sebab itu dirasa perlulah diadakan suatu penelitian sesuai dengan ambang batas tingkat kebisingan yang telah ditentukan oleh pemerintah Indonesia dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : Kep-48/MENLH/11/1996.

1.2Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut :

1. Membandingkan tingkat kebisingan yang terukur di lapangan dengan baku tingkat kebisingan.

2. Mengetahui variabel apa yang paling dominan dalam mempengaruhi tingkat kebisingan kereta api.


(15)

3. Menghasilkan model matematis tingkat kebisingan akibat pergerakan kereta api pada jalan rel segmen Medan – Tebing Tinggi dengan variabel kecepatan kereta, panjang rangkaian kereta, jenis kereta serta jarak penempatan Sound Level Meter.

1.3Manfaat Penelitian

Tugas Akhir ini diharapkan bermanfaat untuk:

1. Nilai yang diperoleh dari penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi pihak terkait dalam pengembangan maupun pengaturan tata guna lahan disekitar jalan rel kereta sehingga dapat diminimalisir sejak tahap perencanaan kawasan peruntukan sesuai dengan baku tingkat kebisingan yang berlaku.

2. Memberikan gambaran tentang solusi dalam penanganan pengurangan tingkat kebisingan.

1.4Ruang Lingkup Penelitian

Agar penelitian ini dapat terarah dan sesuai dengan tujuan, maka diperlukan ruang lingkup penelitian sebagai berikut :

1. Sumber kebisingan utama yang diteliti berasal dari kebisingan kereta.

2. Variabel yang digunakan adalah kecepatan kereta, jenis kereta dan panjang rangkaian kereta serta jarak sound level meter dari sumber bunyi ke penerima bunyi.

3. Pengukuran tingkat kebisingan dilaksanakan pada jalan rel segmen Medan-Tebing Tinggi KM.31.


(16)

1.5Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan digunakan untuk memperjelas alur pengerjaan penulisan. Sistematika penulisan adalah sebagai berikut :

1. Bab I. Pendahuluan

Bab ini menguraikan latar belakang, permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian, dan sistematika penulisan.

2. Bab II. Tinjauan Pustaka

Bab ini membahas teori – teori yang dianggap relevan dan akan dipergunakan sebagai bahan dasar untuk pembahasan dan pemecahan masalah, serta kedudukan studi penelitian ini dalam perkembangan studi sejenis.

3. Bab III. Metodologi Penelitian

Bab ini membahas kerangka pemecahan masalah yang dikaji dalam penelitian, yang berbentuk langkah – langkah dan metode – metode yang digunakan untuk memperoleh jawaban dari permasalahan dan tujuan penelitian serta cara pengolahan data.

4. Bab IV. Analisa dan Pembahasan

Bab ini berisi analisa dan pembahasan yang berkenaan dengan pemecahan masalah yang dikaji, berdasarkan sistematika atau metodologi yang telah dikembangkan, serta menurut data yang telah dikumpulkan.

5. Bab V. Kesimpulan dan Saran

Bab ini berisi pokok – pokok pikiran yang disarikan dari analisa dan pembahasan yang dilakukan berkenaan dengan pemecahan masalah dan tujuan penelitian, serta saran yang dapat diberikan untuk melanjutkan/mengembangkan penelitian yang sudah dikerjakan dan rekomendasi kebijakan yang dapat diterapkan.


(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kereta Api

Menurut Suryo (2006), teknologi sarana dan prasarana kereta api terus berkembang termasuk dalam mengatasi masalah polusi, kebisingan dan getaran. Polusi udara, baik oleh gas buang maupun partikel dan kebisingan serta getaran oleh kereta api dibandingkan dengan moda transportasi kendaraan bermotor darat lainnya relatif kecil, apalagi untuk jenis kereta listrik, apalagi bila dihitung berdasarkan jumlah penumpang/barang yang terangkut.

Dalam pengoperasian kereta api tentunya akan terdapat jalur yang digunakan untuk melintas. Jalur kereta api menurut UU nomor 23 tahun 2007 menyatakan jalur kereta api adalah jalur yang terdiri atas rangkaian petak jalan rel yang meliputi ruang manfaat jalur kereta api, ruang milik kereta api, dan ruang pengawasan jalur kereta api, termasuk bagian atas dan bawahnya yang diperuntukan bagi lalu lintas kereta api. Untuk penjelasannya sebagaimana tercantum dalam UU nomor 23 tahun 2007, pasal 36 sampai dengan 45 adalah sebagai berikut :

1. Ruang manfaat kereta api

Terdiri dari jalan rel dan bidang tanah di kiri dan kanan jalan rel beserta ruang di kiri, kanan, atas, dan bawah yang digunakan untuk konstruksi jalan rel dan penempatan fasilitas operasi kereta api serta bangunan pelengkap lainnya. Batas ruang manfaat jalan diukur dari terluar jalan rel beserta bidang tanah di kiri dan kanannya yang digunakan


(18)

2. Ruang milik jalur kereta api

Ruang milik jalur kereta api adalah bidang tanah di kiri dan kanan ruang manfaat jalur kereta api yang digunakan untuk pengamanan konstruksi jalan rel. Ruang milik jalur kereta api di luar ruang manfaat jalur kereta api dapat digunakan untuk keperluan lain atas izin dari pemilik jalur dengan ketentuan tidak membahayakan konstruksi jalan rel yang terletak pada permukaan tanah di ukur dari batas paling luar sisi kiri dan kanan ruang manfaat jalur kereta api dengan lebar paling rendah 6 meter.

3. Ruang pengawasan jalur kereta api

Ruang pengawasan jalur kereta api adalah bidang tanah atau bidang lain di kiri dan kanan ruang milik jalan kereta api untuk pengamanan dan kelancaran operasi kereta api. Kawasan ini di ukur dari batas paling luar sisi kiri dan kanan daerah milik jalur kereta api, dengan lebar paling rendah 9 meter.

2.2 Suara atau Bunyi

Suara adalah sensasi yang dihasilkan di alam telinga sebagai akibat dari fluktuasi tekanan udara di sekitar gendang telinga propagansi energi getaran dari suatu sumber getar. Suara dirambatkan melalui udara sebagai gelombang dengan cara yang sama seperti riak permukaan danau pada waktu batu dilempar ke dalamnya. Gelombang suara di udara merambat dalam fluktuasi tekanan positif dan negatif dalam bentuk sinusoida.Perbedaan antara tekanan positif dan negatif disebut sebagai amplitudo, jadi amplitudo sangat mempengaruhi tekanan udara, semakin besar amplitudo maka semakin besar tekanan suaranya.Tekanan suara terkecil yang dapat di dengar oleh manusia adalah 2 x 10-5N/m2 yang biasa disebut juga dengan ambang pendengaran.Untuk yang terbesar atau ambang nyeri adalah sekitar 100 N/m2. Kata bunyi


(19)

mempunyai dua definisi : (1). Secara fisis, bunyi adalah penyimpangan tekanan, pergeseran partikel dalam medium elastik seperti udara yang disebut dengan bunyi objektif. (2). Secara fisiologis, bunyi adalah sensasi pendengaran yang disebabkan pendengaran fisis yang dijelaskan di atas yang disebut dengan bunyi subjektif (Doelle, 1993).

Suara atau bunyi adalah suatu kelainan fisik didalam udara dan berupa energi mekanik yang berasal dari permukaan yang bergetar, ditransmisikan oleh getaran-getaran yang teratur dari materi-materi molekul yang mengadakan tekanan dan gesekan dimana suara itu dihasilkan.

Hobbs (1995) mendefinisikan bunyi adalah energi yang disebarkan dari suatu sumber dalam gelombang longitudinal yang bergerak pada kecepatan sekitar 340 m/detik melalui udara pada ketinggian muka laut, karena gangguan ini terus berulang maka membentuk gelombang harmonis dan ditandai dengan suatu frekuensi dan panjang gelombang yang pasti. Daya rata-rata yang dipancarkan oleh gelombang bunyi per satuan luas disebut intensitas I tetapi lebih mudah diukur sebagai tekanan bunyi.

2.3 Sumber Bunyi

Sumber bunyi dihasilkan oleh benda-benda yang bergetar sehingga terjadi penyimpangan tekanan udara dan terdengarlah bunyi. Sumber bunyi yang dihasilkan oleh kereta api sehingga menghasilkan kebisingan berasal dari :

1. Tenaga penggerak lokomotif

a. Bising akibat pembakaran, terjadi karena gesekan piston dengan dinding silinder yang menghasilkan frekuensi tinggi sebagai bunyi dan frekuensi rendah sebagai getaran


(20)

b. Bising akibat mekanik, disebabkan oleh getaran bagian mesin seperti sistem poros engkol, sistem roda daya, rantai dan sistem injeksi bahan bakar.

c. Bising akibat pembakaran dan mekanik, disebabkan karena adanya gesekan dari piston dengan dinding silinder.

2. Interaksi antara roda dan rel.

3. Getaran suara yang terjadi saat melewati bangunan atau jembatan.

2.4 Defenisi Bising

Bising adalah suatu bunyi yang tidak dikehendaki. Akan tetapi sebagian besar dari sistem transportasi akan mengakibatkan suatu dampak, selain dampak polusi juga terdapat dampak suara, hal seperti dapat dikategorikan sebagai gangguan. Menurut Doelle (1993), bising diartikan sebagai semua bunyi yang dapat mengalihkan perhatian, mengganggu, atau berbahaya bagi kegiatan sehari-hari (kerja, istirahat, hiburan, atau belajar) dianggap sebagai bising. Sedangkan menurut Murwono (1999), kebisingan merupakan suara yang tidak diinginkan dan pengukurannya menimbulkan kesulitan besar karena bervariasi diantara perorangan dalam situasi yang berbeda. Jadi dapat disimpulkan bahwa kebisingan adalah pencemaran suara karena masuknya suara yang tidak diinginkan ke dalam suatu lingkungan yang menyebabkan menurunnya kualitas lingkungan, sehingga pada beberapa aktivitas tertentu kebisingan yang terjadi akan sangat mengganggu kegiatan yang sedang berlangsung pada lingkungan tersebut, bahkan bila tingkat kebisingan yang terjadi telah melampaui batas yang dapat diterima oleh manusia dapat mengakibatkan penurunan kesehatan manusia.


(21)

2.5 Sumber Kebisingan

Sumber bunyi dihasilkan oleh benda-benda yang bergetar sehingga terjadi penyimpangan tekanan udara yang menyebabkan terdengarnya bunyi. Menurut Mediastika (2005), sumber kebisingan dapat dibedakan menjadi sumber yang diam dan sumber yang bergerak. Contoh dari sumber yang diam adalah industri/pabrik dan mesin-mesin konstruksi. Sedangkan contoh dari sumber yang bergerak adalah kendaraan bermotor, kereta api, dan pesawat terbang.

2.5.1 Kebisingan Industri/pabrik

Kebisingan yang dihasilkan oleh mesin-mesin pabrik juga dapat merambat ke luar bangunan pabrik, sehingga selain dirasakan secara langsung oleh pekerja pabrik, kebisingan itu juga dirasakan oleh masyarakat yang berada disekitar pabrik.

2.5.2 Kebisingan Kereta Api

Kebisingan kereta api yang muncul datang dari mesin kereta api, klakson, dan gesekan antara roda dan rel yang seringkali menghasilkan bunyi berdecit. Kebisingan dari kereta api dirasakan oleh mereka yang berada di dalam stasiun kereta api dan bangunan yang dibangun di sekitar jalur kereta api.

2.5.3 Kebisingan Pesawat Terbang

Kebisingan yang terjadi dari pesawat terbang umumnya diderita oleh bangunan yang berlokasi dekat dengan pelabuhan udara dan beberapa ratus meter dari pelabuhan udara tersebut (ketika pesawat tinggal landas dan mendarat, serta saat pesawat terbang pada ketinggian rendah).


(22)

2.5.4 Kebisingan Jalan Raya

Kebisingan jalan raya disebabkan oleh pemakaian kendaraan bermotor, baik yang beroda dua, yang beroda empat, maupun yang beroda lebih dari empat.

Menurut Doelle (1993), sumber bising utama dalam pengendalian bising lingkungan dapat diklasifikasikan dalam kelompok, yakni :

a. Bising Interior

Berasal dari manusia, alat-alat rumah tangga, atau mesin-mesin gedung. b. Bising Luar

Berasal dari lalu lintas, transportasi, industri, alat-alat mekanis yang terlihat dalam gedung, tempat pembangunan gedung-gedung, perbaikan jalan, kegiatan olahraga dan lain-lain diluar gedung, dan iklan (advertising).

c. Bising Pesawat Udara

2.6 Dampak kebisingan

Suara yang tidak diinginkan akan memberikan efek kurang baik terhadap kesehatan. Suara merupakan gelombang mekanik yang dihantarkan oleh suatu medium yaitu umunya oleh udara. Kualitas dan kuantitas suara ditentukan antara lain oleh intensitas (loudness), frekuensi, periodesitas (kontinyu atau terputus) dan durasinya. Faktor-faktor tersebut juga ikut mempengaruhi dampak suatu kebisingan terhadap kesehatan.

Menurut Mansyur (2003), pengaruh buruk kebisingan, didefenisikan sebagai suatu perubahan morfologi dan fisiologi organisme yang mengakibatkan penurunan kapasitas fungsional untuk mengatasi adanya stress tambahan atau peningkatan kerentana suatu organisma


(23)

terhadap pengaruh efek faktor lingkungan yang merugikan, termasuk pengaruh yang bersifat sementara maupun gangguan jangka panjang terhadap suatu organ atau seseorang secara fisik, psikologis atau sosial.

Kebisingan akan memberikan efek yang kurang baik bagi kesehatan apabila intensitas kebisingan, frekuensi kebisingan dan lamanya waktu paparan terhadap kebisingan sudah melewati batas yang wajar.

Menurut Mediastika (2005), tiap individu memiliki subjektivitas terhadap noise, begitupun sesungguhnya tiap individu juga memiliki subjektivitas terhadap kebisingan. Sanders dan McCormick (1987) menyatakan bahwa toleransi manusia terhadap kebisingan bergantung pada faktor akustikal dan non-akustikal.Faktor akustikal meliputi : tingkat kekerasan bunyi, frekuensi bunyi, durasi munculnya bunyi, fluktuasi kekerasan bunyi, fluktuasi frekuensi bunyi, dan waktu munculnya bunyi. Sementara faktor non akustikal meliputi : pengalaman terhadap kebisingan, kegiatan, perkiraan terhadap kemungkinan munculnya kebisingan, manfaat objek yang menghasilkan kebisingan, kepribadian, lingkungan dan keadaan. Semua faktor tersebut harus diperhitungkan setiap kali mengukur tingkat kebisingan pada suatu tempat, sehingga data yang dihasilkan menjadi sah dan solusi yang diterapkan lebih tepat.

Menyadari dampak yang ditimbulkan oleh kebisingan, pemerintah Negara maju telah mengupayakan agar permasalahan kebisingan dipahami oleh masyarakat umum dan diatur dalam perundangan yang ketat disertai sanski bagi yang menghasilkan kebisingan tersebut.Meski demikian, negara-negara berkembang sering menghadapi kendala untuk menetapkan peraturan yang ketat.


(24)

Kebisingan membawa dampak yang merugikan bagi kesehatan, jika berlangsung secara terus-menerus. Kebisingan tidak hanya merupakan ancaman bagi telinga manusia, akan tetapi dapat juga mempengaruhi perkembangan mental, tingkah laku sosial dan dalam proses belajar. Tingkat kebisingan yang dapat ditoleransi oleh seseorang tergantung pada kegiatan apa yang sedang dilakukan oleh orang tersebut. Seseorang yang sedang sakit atau beribadah akan terganggu oleh kebisingan yang rendah sekalipun. Sebaliknya seseorang yang berada di studio musik akan dapat menerima kebisingan yang lebih tinggi. Kehilangan pendengaran yang disebabkan oleh kebisingan akan terjadi secara bertahap dan tanpa rasa sakit. Namun demikian, seringkali terjadi seseorang menyadari akan kehilangan pendengaran pada saat yang sudah sangat terlambat.

Suratmo (1995) menyatakan bahwa akibat dari kebisingan pada manusia dapat dibagi ke dalam :

1. Perubahan ketajaman pendengaran

Akibat pada pendengaran manusia karena kebisingan dapat berbentuk sebagai berikut :

a. Perubahan ambang batas sementara (temporary threshold shift = TTS).

Gejalanya berbentuk berkurangnya kemampuan pendengaran pada suara yang pelan, tetapi gejala tersebut akan hilang lagi setelah beberapa jam sampai empat minggu.

b. Kehilangan pendengaran secara tetap (noise-induced permanent threshold shift = NIPTS).


(25)

Penderita yang mengalami kehilangan pendengaran ini tidak dapat sembuh lagi.TTS meningkat linier dengan rata-rata tingkat kebisingan antara 80-130 dBA.Peningkatan tersebut sebanding dengan lamanya terkena kebisingan.

c. Menimbulkan tekanan fisiologis yang akan mempengaruhi syaraf pengatur saluran darah, tegangan otot-otot, keluarnya hormon adrenal yang menyebabkan syaraf menjadi tegang, denyut jantung meningkat.

2. Mengganggu pembicaraan 3. Mengganggu kenyamanan 4. Pengaruh lain

Pengaruh bising dengan jangkauan dari mengalihkan perhatian sampai sangat mengganggu.Bahkan bising yang lembut dapat mengganggu saat mendengarkan pidato atau musik menyebabkan pengaruh menutupi (masking) dan menaikkan ambang yang dapat di dengar (threshold of audibility).Kebisingan dapat mengganggu istirahat dan tidur dan bahkan dapat mengacaukan atau mencegah mimpi.Bising yang cukup keras diatas 70 dB, dapat menyebabkan kegelisahan (nervousness), kurang enak badan, kejenuhan mendengar, sakit lambung dan masalah peredaran darah.Bising yang sangat keras diatas 85 dB, dapat menyebabkan kemunduran yang serius pada kondisi kesehatan seseorang dan bila berlangsung lama, kehilangan pendengaran sementara atau permanen dapat terjadi.Bising yang berlebihan dan berkepanjangan terlihat dalam masalah-masalah kelainan seperti jantung, tekanan darah tinggi dan luka perut (Doelle, 1993).


(26)

Kebisingan dapat menyebabkan berbagai gangguan seperti gangguan fisiologis, gangguan psikologis, gangguan komunikasi dan ketulian.

1. Gangguan fisiologis

Bising bernada tinggi sangat mengganggu, apalagi bila terputus-putus atau yang datannya tiba-tiba.Gangguan dapat berupa peningkatan tekanan darah, peningkatan nadi, kontruksi pembuluh darah perifer terutama pada tangan dan kaki, serta dapat menyebabkan pucat dan gangguan sensoris.

2. Gangguan psikologis

Gangguan psikologis dapat berupa rasa tidak nyaman, kurang konsentransi, susah tidur, cepat marah. Bila kebisingan diterima dalam waktu lama dapat menyebabkan penyakit psikomatik berupa gastitis, stress, kelelahan dan lain-lain.

3. Gangguan komunikasi

Gangguan komunikasi biasanya masking effect (bunyi yang menutupi pendengaran yang jelas) atau gangguan kejelasan suara. Komunikasi pembicaraan harus dilakukan dengan cara berteriak. Gangguan ini bisa menyebabkan terganggunya, sampai pada kemungkinan terjadinya kesalahan karena tidak mendengar isyarat atau tanda berbahaya, gangguan komunikasi ini secara tidak langsung membahayakan keselamatan kerja.

4. Gangguan keseimbangan

Bising yang sangat tinggi dapat menyebabkan kesan berjalan diruang angkasa atau melayang, yang dapat menimbulkan gangguan fisiologis berupa kepala pusing (vertigo) atau mual-mual.


(27)

5. Efek pada pendengaran

Efek pada pendengaran adalah gangguan paling serius karena dapat menyebabkan ketulian.Ketulian bersifat progresif. Pada awalnya bersifat sementara dan akan segera pulih kembali bila menghindar dari sumber bising, namun bila terus menerus bekerja di tempat bising, daya dengar akan hilang secara menetap dan tidak akan pulih kembali.

2.7 Jenis-Jenis Bising

Kebisingan yang terjadi di sekitar kita dibedakan menjadi : 1) Kebisingan latar belakang

Adalah tingkat kebisingan yang terpapar terus menerus pada suatu area, tanpa adanya sumber-sumber bunyi yang muncul secara signifikan.Sebagai contoh, dalam suasana malam yang sepi, kebisingan latar belakang berupa lalu lalang kendaraan di kejauhan dapat menumbuhkan rasa tenang karena menggambarkan suasana dunia nyata.Pada umunya kebisingan latar belakang tidak menimbulkan kebisingan yang berarti karena berada pada tingkat keras maksimum 40 dB.

2) Kebisingan ambien

Adalah total kebisingan yang terjadi pada suatu area, meliputi kebisingan latar belakang dan kebisingan lain yang muncul pada suatu waktu dengan tingkat keras melebihi tingkat keras kebisingan latar belakang dan merupakan hasil kompilasi kebisingan, baik yang sumbernya dekat maupun jauh. Kebisingan ambient merupakan kebisingan yang dianggap perlu mendapat perhatian yang serius karena jenis kebisingan ini umunya


(28)

3) Kebisingan tetap

Adalah tingkat kebisingan yang berubah-ubah dengan fluktuasi (naik-turun) maksimum 6 dB.

Menurut Tambunan (2005), kebisingan pada lingkungan tempat kerja diklasifikasikan ke dalam dua jenis golongan besar, yaitu :

a. Kebisingan yang tetap (steady noise) dipisahkan menjadi dua jenis, yaitu : 1) Kebisingan dengan frekuensi terputus (Discrete Frequency Noise)

Kebisingan ini merupakan “nada-nada” murni pada frekuensi yang beragam. 2) Kebisingan tetap (Brod band Noise)

Kebisingan dengan frekuensi terputus dan Brod Band Noise sama-sama digolongkan sebagai kebisingan tetap (steady noise).Perbedaannya adalah Brod band noise terjadi pada frekuensi yang lebih bervariasi (bukan “nada murni”).

b. Kebisingan tidak tetap (unsteady noise) dibagi lagi menjadi tiga jenis, yaitu : 1) Kebisingan fluktuatif (fluctuating noise)

Kebiisngan yang selalu berubah-ubah selama rentang waktu tertentu. 2) Intermitent Noise

Kebisingan yang terputus-putus dan besarnya dapat berubah-ubah, contohnya kebisingan lalu lintas.

3) Kebisingan implusif (Implusive Noise)

Kebisingan ini dihasilkan oleh suara-suara berintensitas tinggi (memekakkan telinga) dalam waktu relatif singkat, misalnya suara ledakan senjata dan alat-alat sejenisnya.


(29)

2.8 Kriteria Daerah Bising

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 718 tahun 1987 tentang kebisingan yang berhubungan dengan kesehatan menyatakan pembagian wilayah dalam empat zona, yaitu :

1. Zona A :

Adalah zona untuk tempat penelitian, rumah sakit, tempat perawatan kesehatan atau sosial.Tingkat kebisingannya sekitar 35 - 45 dB.

2. Zona B

Adalah zona untuk perumahan, tempatpendidikan, dan rekreasi. Tingkat kebisingannya sekitar 45 - 55 dB.

3. Zona C

Adalah zona untuk perkantoran,pertokoan, perdagangan, pasar. Tingkat kebisingannya sekitar 50 - 60 dB.

4. Zona D

Adalah zona untuk lingkungan industri, pabrik, stasiun kereta api, dan terminalbus. Tingkat kebisingannya sekitar 60 - 70 dB.

Berdasarkan Pedoman Konstruksi dan Bangunan Pd T-10-2004-B tentang Prediksi Kebisingan Akibat Lalu Lintas, daerah bising adalah suatu jalur daerah dengan jarak (lebar) tertentu yang terletak di kedua sisi dan sejajar memanjang dengan jalur jalan, yang didasrkan pada tingkat kebisingan tertentu (Leq), lamanya waktu pemaparan (jam/hari) dan peruntukan lahan sisi jalan bagi permukiman/perumahan, yaitu sebagai berikut :


(30)

a. Daerah Aman Bising (DAB)

• Daerah dengan lebar 21 s/d 30 m dari tepi perkerasan jalan

• Tingkat kebisingannya kurang dari 65 dB Leq

• Lama waktu pemaparan (60 dB – 65dB) maksimum 12 jam/hari

• Lama waktu paparan malam < 3 jam/hari b. Daerah Moderat Bising (DMB)

• Daerah dengan lebar 11 s/d 20 m dari tepi perkerasan jalan

• Tingkat kebisingannya 65 dB s/d 75 dB Leq

• Lama waktu pemaparan (65 dB – 75dB) maksimum 10 jam/hari

• Lama waktu paparan malam < 4 jam/hari c. Daerah Resiko Bising (DRB)

• Daerah dengan lebar 0 s/d 10 m dari tepi perkerasan jalan

• Tingkat kebisingannya lebih dari 75 dB Leq

• Lama waktu pemaparan (75 dB – 90 dB) maksimum 10 jam/hari

• Lama waktu paparan malam < 4 jam/hari

Kebisingan dapat diartikan sebagai keramaian atau hiruk pikuk yang berasa di telingga seakan-akan pekak perlu didefenisikan secara ilmiah ke dalam angka-angka.Selain melalui tingkat keras, kebisingan juga dikaitkan dengan lama paparannya.Semakin keras tingkat bunyi, semakin pendek waktu paparan yang disarankan bagi telinga.


(31)

Tabel2.1 Lama Paparan Kebisingan Tingkat Keras

(dB)

Lama paparan diizinkan / hari

82 16 jam

85 8 jam

88 4 jam

91 2 jam

97 1 jam

100 0,25 jam (15 menit)


(32)

2.9 Pembagian Zona-Zona Peruntukan

Setiap fungsi bangunan tertentu memiliki baku tingkat kebisingan yang dianut agar kenyaman di dalam bangunan terjaga. Untuk Indonesia, baku tingkat kebisingan yang diacu masih berupa baku yang longgar dan belum ada sanski berat bagi yang melanggar. Sementara itu di beberapa negara maju juga dikenal istilah Noise Criteria (NC) yang disarankan untuk fungsi-fungsi bangunan tertentu.

Berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 48 Tahun 1996 Tanggal 25 November 1996, baku tingkat kebisingan adalah batas maksimal tingkat kebisingan yang diperbolehkan dibuang ke lingkungan dari usaha atau kegiatan sehingga tidak menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan adalah sebagai berikut :

Tabel 2.2 Baku Tingkat Kebisingan

Peruntukan Kawasan / Lingkungan Kegiatan Tingkat Kebisingan (dB) a. Peruntukan Kawasan

1. Perumahan dan Pemukiman 2. Perdagangan dan Jasa 3. Perkantoran

4. Ruang Terbuka Hijau 5. Industri

6. Pemerintahan dan Fasilitas Umum 7. Rekreasi

8. Khusus :

55 70 65 50 70 60 70


(33)

- Bandar Udara - Stasiun Kereta Api - Pelabuhan Laut - Cagar Budaya

b. Lingkungan Kegiatan

1. Rumah Sakit atau sejenisnya 2. Sekolah atau sejenisnya

3. Tempat Ibadah atau sejenisnya

70 70 70 60

55 55 55

Sumber : Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 48 Tahun 1996

Tabel 2.3 Pembagian Zona-Zona Peruntukan

Zona Peruntukan

Tingkat Kebisingan (dBA)

Maksimum di dalam Bangunan

Dianjurkan Diperbolehkan

A Laboratorium, Rumah Sakit, Panti Perawatan 35 45

B Rumah, Sekolah, Tempat Rekreasi 45 55


(34)

D Industri, terminal, Stasiun KA 60 70

Sumber : Per.Men.kes No.781/Menkes/Per/XI/87

2.10 Alat pengukur kebisingan (Sound Level Meter)

Pengukuran kebisingan umumnya dilakukan dengan memakai alat sound level meter atau dapat dihitung dengan model yang telah dikembangkan. Maka untuk memperkirakan dampak yang ditimbulkan oleh kebisingan kereta api lebih menitikberatkan pada analisa nilai intensitas kebisingan ekivalen pada waktu pengukuran dengan beban terpadat dan atau kegiatan lain pada waktu kondisi puncak atau yang lebih dikenal dengan istilah Leq (equivalent sound level).

SLM adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur tingkat kebisingan, yang terdiri dari mikrofon, amplifier, sirkuit "affenuator" dan beberapa alat lainnya. Alat ini mengukur kebisingan antara 30 - 130 dB dan dari frekwensi 20 - 20.000 Hz. SLM dibuat berdasarkan standar ANSI ( American National Standard Institute ) tahun 1977 dan dilengkapi dengan alat pengukur 3 macam frekwensi yaitu A, B dan C yang menentukan secara kasar frekwensi bising tersebut :

1. Jaringan frekwensi A mendekati frekwensi karakteristik respon telinga untuk suara rendah yang kira-kira dibawah 55 dB.

2. Jaringan frekwensi B dimaksudkan mendekati reaksi telinga untuk batas antara 55 - 85 dB.


(35)

Gambar 2.1 Sound level meter type extech

2.11 Pengukuran Tingkat Kebisingan

Pengukuran tingkat kebisingan ditujukan untuk membandingkan hasil pengukuran yang terukur di lapanagn dalam periode waktu tertentu dengan standar yang telah ditetapkan serta dapat dijadikan sebuah langkah awal atau bahan pertimbangan untuk pengendalian.Pengukuran tingkat kebisingan pada suatu area dapat diukur dengan menggunakan Sound Level Meter (SLM).Untuk mengetahui secara jelas pola kebisingan pada suatu area yang berdekatan dengan objek yang menghasilkan kebisingan, pengukuran dengan SLM, tidak dapat sekedar dilakukan sesaat dalam waktu tertentu.Idealnya pengukuran dilakukan selama beberapa saat dalam suatu periode tertentu.Cara ini penting untuk mendapatkan gambaran pasti terhadap pola kebisingan sesungguhnya, terutama kebisingan yang muncul secara fluktuatif, seperti kebisingan jalan raya


(36)

Menurut Mediastika (2005), pengukuran dengan sistem angka penunjuk yang paling banyak digunakan adalah angka penunjuk ekuivalen (equivalent index (Leq)). Angka penunjuk

ekuivalen adalah tingkat kebisingan yang berubah-ubah (fluktuatif) yang diukur selama waktu tertentu, yang tertentu, yang besranya setara dengan tingkat kebisingan tunak(steady) yang diukur pada selang waktu yang sama. Apabila rentang waktu pengukuran diperpendek, maka angka penunjuk ekuivalen yang diperoleh lebih tinggi daripada pengukuran dalam rentang waktu yang lebih panjang. Meskipun menunjukkan hasil yang berbeda, sesungguhnya total energi sumber bunyi tersebut sama.

Karena tingkat bising yang diukur pada satu sisi jalan berubah dari waktu ke waktu atau bahkan dari saat ke saat, maka umunya penggunaannya terbatas untuk membentuk tingkat bising “rata-rata” dengan mengambil tingkat pembacaan tingkat bising untuk beberapa menit dengan meter tingkat bunyi. Doelle (1993) menyatakan untuk jenis bangunan tertentu (kantor, sekolah, gereja dan lain-lain) pengukuran tingkat bising eksterior hanya dibutuhkan pada siang hari. 1. Tingkat Bising Sinambung Equivalen (Leq)

Leq adalah suatu angka tingkat kebisingan tunggal dalam beban (weighting Network) A, yang menunjukkan energi bunyi yang equivalen dengan energi yang berubah-ubah dalam selang waktu tertentu, secara matematis adalah sebagai berikut :

Leg = 10 Log (1/100 ∑ fi . 10 Li/10) ……… (1) Dimana :

Leg = Tingkat bising sinambung equivalen dalam dB(A)


(37)

fi = Fraksi waktu

Adapun Leg untuk distribusi Gaussian dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut: Leg = L50 + (L10 – L90) 2 /60 ……… (2)

Dimana :

L10 = Tingkat tekanan suara untuk 10% waktu pengukuran yang dilampaui.

L50 = Tingkat tekanan suara untuk 50% waktu pengukuran yang dilampaui.

L90 = Tingkat tekanan suara untuk 90% waktu pengukuran yang dilampaui.

Konsep Leg digunakan untuk penelitian tentang resiko berkurangnya pendengaran, dan menurut EPA (Environmental Protection Agency), Besarnya Leg adalah 70 dB(A).

2. Tingkat Polusi Kebisingan (LNP)

Tingkat polusi kebisingan (Noise Polution Level) adalah kriteria kebisingan, yang biasa digunakan untuk menilai tanggapan manusia terhadap eksposure suatu kebisingan, secara matematis adalah sebagai berikut :

LNP = Leg + 2,56 σ ……… (3) Dimana :

Leg = Tingkat bising sinambung equivalent σ = Standar deviasi


(38)

Sedangkan LNP untuk distribusi Gaussian adalah sebagai berikut :

LNP = L50 + (L10 – L 90)2 /60 + (L10 – L90) ……… (4)

Dari gambaran dan anlisis didapatkan harga sebagai berikut : LNP 62 dBA = Selalu dapat diterima

62 dBA LNP 74 dBA = Umumnya diterima

72 dBA LNP 82 dBA = Umumnya tidak dapat diterima

LNP 88 dBA = Tidak dapat diterima

3. Indeks Kebisingan Lalu Lintas

Indeks kebisingan lalu lintas adalah angka yang menunjukkan hubungan antara perbedaan tingkat kebisingan maksimum dan minimum dengan gangguan yang ditimbulkan oleh kebisisngan lalu lintas.

TNI = 4 (L10 – L90) + L90 – 30 ……… (5)

Dimana :

TNI = Indeks kebisingan lalu lintas


(39)

2.12 Faktor yang mempengaruhi tingkat kebisingan kereta api

Beberapa faktor yang diasumsikan sebagai penyebab terjadinya kebisingan dalam memodelkan tingkat kebisingan kereta api adalah :

1. Jenis lokomotif kereta api

Tenaga yang biasanya digunakan sebagai penggerak kereta api adalah mesin diesel dan mesin listrik. Untuk menggerakkan kereta api, tenaga yang digunakan berkisar antara ratusan kilowatt sampai dengan megawatt. Untuk tenaga penggerak mesin listrik tingkat kebisingan yang dihasilkan biasanya berasal dari suara kipas pendingin yang digunakan. 2. Kecepatan kereta api

Kecepatan merupakan paramater penting dalam menentukan tingkat kebisingan, dimana semakin tinggi kecepatan maka tingkat kebisingan juga akan semakin tinggi. Hal tersebut disebabkan karena pada kecepatan tinggi, putaran mesin akan tinggi dan pada putaran mesin yang tinggi akan menghasilkan suara yang keras.

Pada Perencanaan Konstruksi Jalan Rel (PD 10), kecepatan adalah laju perjalanan yang biasanya dinyatakan dalam kilometer per jam (km/jam) dan dibagi menjadi empat jenis, yaitu :

a. Kecepatan perancangan (design speed) adalah kecepatan yang digunakan dalam perancangan struktur jalan rel dan perancangan geometrik jalan rel.

b. Kecepatan maksimum (maximum speed) adalah kecepatan tertinggi yang diijinkan dalam operasi suatu rangkaian kereta api pada suatu lintasan. Kecepatan maksimum ini dapat digunakan untuk mengejar keterlambatan yang terjadi karena


(40)

gangguan-c. Kecepatan operasi (operational speed) adalah kecepatan kereta api pada petak jalan tertentu. Kecepatan operasi ini tergantung pada kondisi jalan rel dan kereta/kendaraan rel yang beroperasi di atas jalan rel yang dimaksud.

d. Kecepatan komersial (commercial speed) adalah kecepatan yang dijual kepada konsumen. Kecepatan komersial ini diperoleh dengan cara membagi jarak tempuh dengan waktu tempuh.

Kecepatan kereta api umumnya dipengaruhi oleh jenis lokomotif, jumlah rangkaian atau gerbong yang diangkut, geometrik jalan rel, dan muatan yang dibawa oleh kereta api. 3. Frekuensi kereta/pengoperasian kereta

Semakin banyak frekuensi kereta api yang lewat tentunya akan semakin meningkatkan tingkat kebisingan dari daerah yang dilalui. Jika tingkat kebisingan pada kendaraan dipengaruhi oleh kendaraan yang lewat, semakin tinggi volume lalu lintas maka semakin tinggi tingkat kebisingannya. Hal ini juga dapat digunakan pada moda kereta api, semakin tinggi frekuensi kereta api yang lewat tentunya akan semakin meningkatkan kebisingan yang dihasilkan.

4. Panjang rangkaian kereta api

Biasanya setiap rangkaian kereta api yang dibawa oleh satu lokomotif, baik untuk kereta penumpang maupun kereta barang bervariasi jumlahnya.


(41)

2.13 Metode survey waktu tempuh kendaraan

Kecepatan adalah jarak yang ditempuh suatu kendaraan dalam satuan waktu.

Metode survey waktu tempuh kendaraan dibagi atas 3 metode yaitu kecepatan setempat (Spot Speed), kecepatan rata-rata kendaraan selama bergerak (Running Speed) dan kecepatan rata-rata kendaraan yang dihitung dari jarak tempuh dibagi dengan waktu tempuh (Journey Speed).

• Metode Kecepatan Setempat (Spot Speed)

Survei kecepatan sesaat umunya dilakukan di lokasi yang tepat di jalan yang dimaksudkan untuk mengukur kecepatan setempat sesaat pada lokasi tertentu dengan kondisi yang ada saat survey dilakukan.Ada dua jenis pengukuran kecepatan setempat yaitu pengukuran tidak langsung (metode dua pengamat) dan pengukuran langsung (menggunakan radar gun speed meter).

Tabel 2.4 Rekomendasi Panjang Jalan untuk Studi Kecepatan Setempat

Perkiraan Kecepatan Rata-Rata Penggal jalan

Arus Lalu Lintas (Km/jam) (m)

< 40 25

40 – 65 50

> 65 75

Hasil survey kecepatan dapat dihitung dengan mengunakan rumus :

K = 3,6 J / W

dimana :

K = Kecepatan Setempat (km/jam) J = Panjang Jalan (m)


(42)

2.14 Analisis Korelasi

Metode ini digunakan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antar variabel dan mengukur kekuatan hubungan antar variabel tersebut. Apabila terdapat hubungan antar variabel maka perubahan-perubahan yang terjadi pada salah satu variabel akan mengakibatkan perubahan pada variabel lainnya. Di dalam uji statistik ini, antar sesama peubah bebas tidak boleh saling berkorelasi, sedangkan antara peubah tidak bebas dengan peubah bebas harus ada korelasi yang kuat (baik positif maupun negatif). Korelasi yang terjadi antara 2 (dua) variabel dapat berupa :

• Persamaan uji korelasi memiliki nilai r (-1 ≤ r ≤ +1).

• Korelasi positif : apabila nilai r mendekati +1 dimana kedua peubah tersebut saling berkorelasi positif negatif (peningkatan nilai salah satu peubah akan menyebabkan peningkatan nilai peubah lainnya).

• Korelasi negatif :apabila nilai r yang mendekati -1 dimana kedua peubah tersebut saling berkorelasi negatif (peningkatan nilai salah satu peubah akan menyebabkan penurunan nilai peubah lainnya dan sebaliknya).

• Tidak ada korelasi : apabila nilai r yang mendekati 0 dimana tidak terdapat korelasi antara kedua peubah tersebut.

Tabel 2.5 Interpretasi nilai koefisien korelasi ( r ) Interval Koefisien Tingkat Hubungan

0,00 - 0,199 Sangat Rendah

0,20 - 0,399 Rendah

0,40 - 0,599 Sedang

0,60 - 0,799 Kuat


(43)

2.15 Analisis Regresi

Algifari (2000) menyatakan bahwa dalam persamaan regresi terdapat dua macam variabel, yaitu variabel terikat (dependent variabel) dan variabel bebas (independent variabel). Hubungan antar kedua variabel tersebut akan membentuk suatu hububgan fungsional sebagai berikut:

Y=f(x1,x2,….,xa)

Analisi regresi merupakan teknik untuk mebangun persamaan yang dapat menggambarkan hubungan antara dua atau lebih variabel dan menaksir nilai variabel terikat berdasarkan nlai tertentu dari variabel bebasnya.

Dalam analisis tingkat kebisingan, variabel bebas yang digunakan adalah jumlah rangkaian dan kecepatan kereta api yang melintas dan analisis regresi linier digunakan untuk mengembangkan model matematis guna mendapatkan hubungan anatra masing-masing variaebrl bebas dengan variabel terikatnya. Secara umum model matematis persamaan regresi yang dimaksud adalah sebagai berikut:

Y=a0+a1x1+a2x2+ …+anxn

Y = Variabel Terikat a0 = Konstanta


(44)

2.15.1 Analisis regresi linier sederhana

Menurut Tamin (2000), analisis ini digunakan untuk memprediksi hubungan antara peubah tidak bebas Y dengan peubah bebas X. Secara umum dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan :

Y = A + B X

dimana :

Y = peubah tidak bebas X = Peubah bebas

A = intersep atau konstanta regresi B = koefisien regresi

2.15.2 Analisis regresi linier berganda

Metode analisis regresi digunakan untuk menghasilkan hubungan dalam bentuk numerik dan untuk melihat bagaimana dua atau lebih variabel-variabel saling berhubungan satu sama lain.

Y = A + B1X1 + B2 X2 + ….. + Bz Xz

dimana :

Y = Peubah tidak bebas X1….Xz = Peubah bebas


(45)

B1…..Bx = Koefisien regresi

Ada beberapa asumsi yang perlu diperhatikan dalam analisis regresi liniear berganda, yaitu :

• Nilai peubah, khususnya peubah bebas, mempunyai nilai tertentu atau merupakan nilai yang terdapat dari hasil survey tanpa kesalahan yang berarti.

• Peubah tidak bebas (Y) harus mempunyai hubungan korelasi liniear dengan peubah bebas (X). Jika hubungan tersebut tidak liniear, tranformasi liniear harus dilakukan, meskipun batasan ini akan mempunyai implikasi lain dalam analisis residual.

• Efek peubah bebas pada peubah tidak bebas merupakan penjumlahan dan harus tidak ada korelasi yang kuat antara sesame peubah bebas

• Variasi peubah tidak bebas terhadap garis regresi harus sama untuk semua nilai peubah bebas

Proses penyeleksian variabel harus sesuai dengan syarat metode analisis regresi linear berganda dimana variabel bebas yang akandigunakan dalam persamaan adalah yang mempunyai korelasi dengan kategori sedang-tinggi terhadap variabel terikat.

Di dalam regresi liniear berganda, sesama variabel bebas tidak boleh memiliki nilai korelasi yang tinggi. Apabila terdapat korelasi yang tinggi antar variabel bebas makan akan dipilih salah satu yang mempunyai korelasi yang terbesar untuk mewakili.


(46)

2.15.3 Koefisien determinasi

Uji determinasi ini dilakukan unutk mengetahui hubungan linier antara 2 variabel yang kita asumsikan memiliki keterkaitan atau keterhubungan yang kuat, apakah kuat atau tidak. Kalau hubungan variabel terikat y dengan variabel bebas x ternyata tidak memiliki keterkaitan yang kuat (lemah)

Secara manual, r dapat dicari melalui perumusan berikut :

(

)

( )

2

( )

2

2 2

.

/

/

/

xy

x y

n

r

x

x

n

y

y

n

Σ − Σ

=

Σ − Σ

Σ − Σ

Dimana:

r = koefisien korelasi sederhana x dan y = variabel

n = jumlah pengamatan Σ = simbol penjumlahan

Koefisien determinasi sederhana (r2) merupakan nilai yang dipergunakan untuk mengukur besar kecilnya sumbangan / kontribusi perubahan variabel bebas terhadap perubahan variabel terikat yang sedang kita amati, yang secara manual dapat ditentukan cukup dengan cara mengkuadratkan nilai r yang sudah kita dapatkan dari formulasi diatas. Dari variabel – variabel yang telah diolah dengan program SPSS melalui analisis regresi linear maka di dapatkan beberapa model yang menghubungkan antara tingkat kebisingan dengan beberapa faktor lalu


(47)

lintas sebagai variabel bebas.Setiap model tersebut mempunyai Nilai R Square atau Koefisien Determinasi atau R2 dapat dilihat pada hasil pengolahan data bagian Model Summary seperti yang sudah dijelaskan di atas.

2.16 Pengujian Hipotesis persamaan regresi

2.16.1 Uji T

Uji Hipotesis secara Parsial (Uji T) digunakan untuk mengetahui pengaruh signifikan dari masing-masing (secara parsial) variabel bebas terhadap variabel terikat dengan membandingkan antara nilai thitung masing-masing variabel dengan ttabel dengan tingkat kepercayaan 5% yang

ditetapkan yang dinyatakandengan menerima atau menolak hipotesis.Apabila thitung lebih kecil

dari ttabel maka dapat disimpulkan bahwa Ho diterima atau dengan kata lain tidak ada pengaruh

dari variabel bebas terhadap variabel terikat dan sebaliknya apabila thitung lebih besar dari ttabel

maka dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak atau dengan kata lain ada pengaruh dari variabel bebas terhadap variabel terikat.

Tahap-tahap pengujian sebagai berikut : 1. Hipotesis:

Ho : Variabel terikat secara parsial tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel bebas.

H1 : Variabel terikat secara parsial memiliki pengaruh yang signifikan terhadap

variabel bebas.

2. Menentukan taraf signifikansi dengan kepercayaan 5%. 3. Pengambilan keputusan


(48)

Thitung< Ttabel, maka Ho diterima

Thitung> Ttabel, maka Ho ditolak

b. Berdasarkan nilai signifikan, jika Sig t > 0,05 maka Ho diterima Sig t < 0,05 maka Ho ditolak

2.16.2 Uji F

Uji Hipotesis secara Serempak (Uji F) digunakan untuk mengetahui pengaruh dari variabel bebas secara keseluruhan terhadap variabel terikat dengan membandingkan antara nilai Fhitung dengan Ftabel dengan tingkat kepercayaan 5% yang ditetapkan yang dinyatakandengan

menerima atau menolak hipotesis.Apabila Fhitung lebih kecil dari Ftabel maka dapat disimpulkan

bahwa Ho diterima atau dengan kata lain secara keseluruhan tidak ada pengaruh dari variabel bebas terhadap variabel terikat dan sebaliknya apabila Fhitung lebih besar dari Ftabel maka dapat

disimpulkan bahwa Ho ditolak atau dengan kata lain secara keseluruhan ada pengaruh dari variabel bebas terhadap variabel terikat.

Tahap-tahap pengujian sebagai berikut : 1. Hipotesis:

Ho : Variabel terikat secara parsial tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel bebas.

H1 : Variabel terikat secara parsial memiliki pengaruh yang signifikan terhadap

variabel bebas.

2. Menentukan taraf signifikansi dengan kepercayaan 5%. 3. Pengambilan keputusan


(49)

Fhitung< Ftabel, maka Ho diterima

Fhitung> Ftabel, maka Ho ditolak

d. Berdasarkan nilai signifikan, jika Sig F > 0,05 maka Ho diterima Sig F < 0,05 maka Ho ditolak

2.16.3 Uji Linearitas

Uji linearitas bertujuan untuk mengetahui apakah dua variabel mempunyai hubungan yang linear atau tidak secara signifikan.Uji ini biasanya digunakan sebagai prasyarat dalam analisis korelasi atau regresi linear.Dua variabel dikatakan mempunyai hubungan yang linear bila signifikansi (Linearity) kurang dari 0,05.

Langkah-langkah pada program SPSS

1. Masuk program SPSS

2. Klik variable view pada SPSS data editor

3. Pada kolom Decimals angka ganti menjadi 0 untuk variabel x dan y 4. Buka data view pada SPSS data editor

5. Klik Analyze - Compare Means – Means

6. Klik variabel X dan masukkan ke kotak Dependent List, kemudian klik variabel Y dan masukkan ke Independent List.

7. Klik Options, pada Statistics for First Layer klik Test for Linearity, kemudian klik Continue


(50)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Secara garis besar, cara penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini dapat dilihat dalam bagan alir pada gambar 3.1

Tujuan Penelitian:

1. Membandingkan tingkat kebisingan yang terukur dilapangan dengan baku tingkat kebisingan.

2. Mengetahui variabel apa yang paling dominan dalam

mempengaruhi tingkat kebisingan kereta api.

3. Menghasilkan model matematis tingkat kebisingan akibat

pergerakan kereta api pada jalan rel segmen Medan-Tebing Tinggi dengan variabel kecepatan kereta, panjang rangkaian kereta, jenis kereta serta jarak penempatan Sound Level Meter.

PENGUMPULAN DATA

DATA PRIMER 1.Tingkat Kebisingan 2.Kecepatan Kereta Api 3.Jumlah Rangkaian 4.Jenis Kereta

DATA SEKUNDER

1. Data Peta Lintasan 2. Jadwal Keberangkatan

Kereta Api

PENGOLAHAN DATA: 1. Korelasi

2. Uji T dan Uji F

ANALISIS REGRESI KESIMPULAN DAN SARAN


(51)

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada jalan rel segmen Medan - Tebing Tinggi, tepatnya pada KM 31. Pengukuran tingkat kebisingan dilaksanakan secara serentak dengan menggunakan alat sound level meter di lokasi yang berada di dekat jalur perlintasan kereta api. Jadwal penelitian disesuaikan dengan jadwal perjalanan yang berlaku.


(52)

3.2 Alat dan Bahan Penelitian

Alat dan bahan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Sound Level Meter merek Extech, untuk mengukur tingkat kebisingan 2. Stopwatch, untuk menghitung waktu tempuh kereta

3. Meter/roda ukur, untuk mengukur jarak 4. Kamera, untuk dokumentasi kegiatan 5. Laptop, untuk pengolahan data

6. Alat bantu lainnya yang mendukung proses penelitian

3.3 Kebutuhan data

Analisis dalam penelitian ini memerlukan beberapa data, antara lain sebagai berikut :

1. Data primer, yaitu data yang diambil secara langsung dari lapangan, adapun yang diperlukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Data jenis kereta api

Data ini diperoleh dengan mencatat rangkaian kereta apa saja yang melintasi jalur tersebut. Secara langsung melalui pengamatan kita bisa mengetahui jenis kereta apa saja yang melintas. Pengklasifikasikan jenis kereta didasarkan pada pengaruhnya terhadap tingkat kebisingan sehingga diklasifikasi menjadi beberapa bagian yaitu kereta penumpang dan kereta barang.

b. Data kecepatan kereta

Data kecepatan kereta adalah kecepatan sesaat pada saat kereta melintas pada lintasan yang kita buat dengan menggunakan asumsi jarak.


(53)

c. Data jumlah rangkaian

Jumlah rangkaian dari kereta menurut jenis kereta. d. Data tingkat kebisingan

Data kebisingan dilakukan dengan mencatat tingkat kebisingan yang dihasilkan oleh kereta yang lewat, sesuai dengan jarak pengukuran dengan bantuan 3 alat sound level meter.Pengukuran ini dilakukan pada jalan rel segmen Medan-Tebing Tinggi KM 31 sesuai dengan jadwal perjalanan kereta api yang berlaku.

2. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari pihak ketiga seperti instansi pemerintah atau swasta maupun literatur. Data sekunder yang dibutuhkan meliputi :

a. Peta lintasan jalur kereta api untuk menentukan titik pengukuran tingkat kebisingan. b. Jadwal dari perjalanan kereta api yang melintasi segmen Medan-Tebing Tinggi, untuk

menentukan hari pelaksanaan pengukuran tingkat kebisingan.

3.4 Pengambilan data

Dalam rangka memperoleh data sesuai dengan kebutuhan, maka dilakukan beberapa survei sebagai berikut :

1. Survei awal (tahap persiapan), meliputi :

a. Persiapan alat-alat yang akan digunakan pada penelitian, yaitu Sound Level Meter merek Extech, formulir survei, stopwatch, meteran/roda ukur, kamera, laptop, dan alat bantu lainnya yang dapat membantu proses penelitian.


(54)

b. Pemilihan lokasi penelitian, diupayakan lokasi yang tidak memiliki penghalang agar kebisingan tidak mengalami pemantulan atau penyerapan oleh penghalang yang ada.

c. Penentuan waktu pelaksanaan, berdasarkan jadwal perjalanan kereta yang berlaku. d. Jarak pengukuran kebisingan yang diambil yaitu sejauh 20 m, 25 m dan 30 m yang

diukur dari tepi jalan rel, untuk pengukuran tingkat kebisingan.

Gambar 3.3 : Pengambilan tingkat kebisingan pada beberapa jarak pengukuran

2. Survei utama, meliputi :

a. Survei dilakukan pada hari Jumat, 23 Mei 2014 selama 24 jam.

b. Pengambilan data kecepatan kereta diambil dengan metode spot speed. Dengan mengambil panjang segmen sepanjang 30 m dan menghitung waktu tempuh kereta


(55)

dengan menggunakan stopwatch. Setiap kereta yang melintas lokasi penelitian akan dihitung waktu tempuhnya.

c. Survei jumlah rangkaian, yaitu dengan cara menghitung jumlah gerbong pada suatu rangkaian kereta api yang melintas lalu dicatat.

d. Survei jenis kereta, yaitu mengamati jenis kereta yang melintas, kereta penumpang atau kereta barang kemudian dicatat.

3.5 Pengolahan dan Analisis Data

Data primer yang diperoleh dari hasil penelitian akan ditabelkan dengan menggunakan Software Microsoft Excel dan kemudian di analisa dengan menggunakan program SPSS (Statistical Package for Social Scientist) untuk mendapatkan hubungan dari variabel yang diteliti terhadap nilai kebisingan dengan metode regresi linier. Regresi linier sederhana menggunakan variabel tingkat kebisingan dan jarak pengukuran untuk mengetahui jarak minimum dari tepi jalan rel agar tidak melampaui ambang batas tingkat kebisingan yang telah ditetapkan.


(56)

BAB IV

ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

4.1 Umum

Data primer yang diperoleh dari hasil survei lapangan berupa data tingkat kebisingan, kecepatan kereta, panjang rangkaian kereta, dan jenis kereta akan ditabelkan dalam software Microsoft Excel terlebih dahulu dan kemudian akan dianalisa dengan menggunakan program Statistical Package for Social Scientist (SPSS) versi 20.

4.2 Jenis kereta

Jenis kereta yang melewati lintasan yang menjadi lokasi pengamatan, yakni jalan rel segmen Medan – Tebing tinggi tepatnya pada KM. 31 diklasifikasikan menjadi dua jenis, yakni kereta barang dan kereta penumpang. Data jenis kereta yang diperoleh dari hasil pengamatan di lapangan dapat dilihat pada tabel 4.1.

4.3 Panjang rangkaian

Panjang rangkaian dari setiap kereta yang melintas pada lokasi pengamatan dapat dilihat pada tabel 4.1.

4.4 Kecepatan kereta

Pengukuran kecepatan sesaat kereta dilakukan di lokasi yang tetap di tepi jalan rel yang memungkinkan dilakukannya metode spot speed dengan metode pengukuran tak langsung. Pengukuran waktu tempuh dilakukan oleh dua pengamat, dimana pada setiap ujung titik yang


(57)

ditetapkan berdiri satu orang pengamat. Pengamat pertama memberi isyarat berupa menaikkan tangannya sesaat setelah lokomotif melewatinya dan pengamat kedua menjalankan stopwatch dan kemudian menghentikan stopwatch sesaat setelah lokomotif kereta tersebut melewatinya, lalu dicatat sebagai waktu tempuh kereta yang melintas tersebut. Jarak lintasan pengukuran sepanjang 30 meter.Dari hasil pengukuran lapangan, pengolahan data dan perhitungan kecepatan kereta pada jalan rel yang menjadi lokasi pengamatan dapat dilihat pada tabel 4.1.

4.5 Tingkat Kebisingan

Data tingkat kebisingan yang dihasilkan oleh kereta pada jalan rel yang menjadi lokasi pengamatan dapat dilihat pada tabel 4.1. Jarak penempatan alat SLM ada 3, yaitu sejauh 20 meter, 25 meter dan 30 meter dari pinggir rel.

Tabel 4.1 Jenis kereta, panjang rangkaian kereta, kecepatan kereta serta tingkat kebisingan pada jalan rel segmen Medan - Tebing Tinggi

No Waktu Lewat

Jenis

Kereta Panjang Rangkaian

Kecepatan Kereta Km/Jam

Tingkat Kebisingan (dB)A 20 M 25 M 30 M

1 7:25 Penumpang 7 47,71 89,8 84,3 78,8

2 9:00 Penumpang 8 51,54 87,6 81,8 76,3

3 10:20 Penumpang 5 49,76 83,4 78,6 73,8

4 11:05 Penumpang 7 49,31 85,7 79,8 73,9

5 11:12 Penumpang 5 47,99 83,8 79,4 74,5

6 13:20 Penumpang 8 42,90 84,8 80,3 76,7

7 13:50 Penumpang 7 46,35 97,8 93,0 87,7

8 14:29 Barang 12 47,87 87,9 82,3 78,6

9 14:37 Penumpang 4 49,84 94,8 89,6 84,2

10 15:17 Penumpang 8 50,87 87,6 82,6 78,3

11 16:09 Barang 10 49,32 86,8 80,7 75,3

12 17:28 Penumpang 7 48,97 91,2 85,7 80,8


(58)

17 21:02 Barang 12 47,34 88,6 82,8 78,3

18 22:00 Penumpang 5 47,35 82,1 77,6 72,4

19 22:50 Penumpang 7 50,32 96,8 91,2 87,1

20 23:10 Penumpang 8 47,63 87,2 81,6 77,3

21 23:40 Barang 5 37,22 86,3 81,4 76,6

22 0:30 Barang 12 46,92 88,2 83,6 77,8

23 1:26 Barang 20 40,13 90,3 85,8 81,2

24 1:56 Barang 13 45,67 87,6 82,3 76,6

25 3:00 Barang 10 48,12 85,1 79,6 74,7

26 3:28 Barang 15 42,38 88,8 83,2 77,4

27 4:00 Penumpang 8 50,32 87,4 81,9 76,7

28 6:15 Barang 12 46,73 86,8 81,2 75.9

29 6:45 Penumpang 8 42,24 89,8 84,3 78,8

Sumber : Pengolahan data primer

Dari data tersebut dapat kita lihat bahwa semua tingkat kebisingan yang dihasilkan oleh pergerakan kereta api pada jalan rel segmen Medan – Tebing Tinggi cukup tinggi pada masing-masing penempatan alat SLM, dan semua tingkat kebisingan tersebut masih diatas ambang batas tingkat kebisingan yang telah ditetapkan oleh pemerintah sesuai KEP 48/MENLH/11/1996 untuk peruntukan kawasan perumahan dan pemukiman yakni sebesar 55 dB(A). Dan walaupun diberikan toleransi sebesar 3 dB(A), tingkat kebisingan yang terjadi masih tetap cukup tinggi.

4.6 Pengolahan data tingkat kebisingan

Korelasi pada jalan rel segmen Medan – Tebing Tinggi antara variabel terikat tingkat kebisingan dengan variabel bebasnya seperti jenis kereta (X1), panjang rangkaian (X2), kecepatan kereta (X3) dan jarak penempatan alat SLM (X4). Proses pengolahan data hasil analisis korelasi terdiri dari dua bagian yaitu analisis regresi linier sederhana dan analisis regresi linier berganda. Proses pengolahan data adalah sebagai berikut :


(59)

1. Penyeleksian matriks korelasi

Tahap awal yang dilakukan adalah melihat hubungan pada variabel terikat dengan variabel bebas pada tabel matriks korelasi. Dari matriks tersebut, akan dipilih hubungan yang memiliki kategori sedang sampai sangat kuat (0,4 – 1,0) antara variabel terikat dan variabel bebasnya. Selanjutnya pada tahap akhir, akan dilakukan analisa regresi linear sederhana dari masing-masing variabel bebas yang terpilih. Hasil dari analisis regresi dimasukkan ke dalam bentuk persamaan analisis regresi linear sederhana.Setelah menentukan korelasi antara variabel terikat dan variabel bebas pada tahap awal regresi linear sederhana di atas dengan melihat hubungan antara variabel bebas yang terpilih. Jika ditemukan ada hubungan dengan kategori sedang sampai sangat kuat (± 0,4 – 1,0 ) antara variabel bebas maka variabel bebas tersebut dieliminasi atau tidak dimasukkan dalam proses analisis regresi linear berganda, sedangkan apabila antara variabel bebas tersebut terjadi hubungan yang rendah sampai sangat rendah (±0,399 – 0,00) maka lakukan analisa regresi linear berganda terhadap variabel tidak bebas dan kedua variabel bebas tersebut. Maka hasil dari analisis regresi linear berganda akan dimasukkan ke dalam persamaan regresi linear berganda.

2. Uji statistik

Pada tahap selanjutnya, dari persamaan-persamaan regresi linear sederhana dan regresi linear berganda yang terpilih dalam persyaratan di atas akan dilakukan pengujian untuk melihat persamaan terbaik yang memiliki nilai koefisien determinasi (R²) terbesar. Setelah persamaan terbaik terpilih, tahapan akhir yang dilakukan adalah uji T dan uji F.


(60)

Tabel 4.2 Korelasi antara variabel terikat terhadap variabel bebas

Correlations

jenis kereta panjang rangkaian

kecepatan kereta api

jarak alat kebisingan kereta api

jenis kereta

Pearson Correlation 1 ,736** -,443** ,000 -,065

Sig. (2-tailed) ,000 ,000 1,000 ,549

N 87 87 87 87 87

panjang rangkaian

Pearson Correlation ,736** 1 -,390** ,000 ,011

Sig. (2-tailed) ,000 ,000 1,000 ,917

N 87 87 87 87 87

kecepatan kereta api

Pearson Correlation -,443** -,390** 1 ,000 ,016

Sig. (2-tailed) ,000 ,000 1,000 ,884

N 87 87 87 87 87

jarak alat

Pearson Correlation ,000 ,000 ,000 1 -,733**

Sig. (2-tailed) 1,000 1,000 1,000 ,000

N 87 87 87 87 87

kebisingan kereta api

Pearson Correlation -,065 ,011 ,016 -,733** 1

Sig. (2-tailed) ,549 ,917 ,884 ,000

N 87 87 87 87 87

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). Berdasarkan tabel diatas :

1) Penyelesaian matriks korelasi

Koefisien matriks hasil output SPSS diatas dapat disimpulkan hubungan antara variabel terikat dengan variabel bebas maupun antara sesama variabel bebas kepada tabel yang lebih ringkas seperti pada tabel dibawah ini.

Tabel 4.3 Rekapitulasi matriks korelasi antara variabel terikat dan variabel tidak terikat

Variabel Y X1 X2 X3 X4

Y 1 - - - -

X1 - 0,065 1 - - -

X2 0,011 0,736 1 - -

X3 0,016 - 0,443 - 0,390 1 -


(61)

Dari hasil penyeleksian nilai korelasi diatas, maka yang masuk dalam range untuk korelasi sedang sampai sangat kuat yakni 0,40 – 1,00 adalah 0,733 sehingga persamaan linier yang terbentuk adalah :

Y = a+b4X4

- Analisa regresi linier sederhana Y dengan X4 :

Model Summaryb

Model R R Square Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

Durbin-Watson

1 ,733a ,537 ,532 3,9489 2,018

a. Predictors: (Constant), jarak alat

b. Dependent Variable: kebisingan kereta api

ANOVAa

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1

Regression 1540,366 1 1540,366 98,781 ,000b

Residual 1325,474 85 15,594

Total 2865,839 86

a. Dependent Variable: kebisingan kereta api b. Predictors: (Constant), jarak alat

Coefficientsa

Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients

T Sig.


(62)

a. Dependent Variable: kebisingan kereta api Persamaan yang terbentuk adalah :

Y = 109,291 – 1,031 X4 dengan nilai R = 0,733 dan R2 = 0,537

2) Uji statistik

Penentuan persamaan terbaik dengan nilai koefisien determinasi tertinggi Tabel 4.4 Rekapitulasi persamaaan regresi linier

No Persamaan Koefisien Determinasi (R2)

1 Y = 109,291 - 1,031 X4 0,537

Berdasarkan tabel 4.6 tersebut hanya ada satu persamaan yang memenuhi persyaratan koefisien korelasi, yaitu :

Y = 109,291 – 1,031 X4 dengan nilai R = 0,733 dan R2 = 0,53

- Uji T

Tahap-tahap pengujian : 1. Hipotesis

Ho : Variabel terikat tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel bebas H1 : Variabel terikat memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel bebas

2. Menentukan taraf signikansi dengan kepercayaan 5% Ttabel = 1,989


(63)

Berdasarkan tabel t, jika : Thitung< Ttabel, maka Ho diterima

Thitung> Ttabel, maka Ho ditolak

Berdasarkan nilai signifikan, jika Sig t > 0,05 maka Ho diterima Sig t < 0,05 maka Ho ditolak

Tabel 4.5 Uji T pada persamaan regresi linier

No Persamaan T hitung T tabel Keterangan

1 Y = 109,291 - 1,031 X4 -9,939 1,989 OK

4. Kesimpulan

Dari tabel ANOVA diperoleh nilai T hitung sebesar 9,939 dengan nilai signifikansi 0,000.Nilai T hitung (9,939) > T tabel (1,989). Dan nilai signifikan 0,000 < 0,05 maka Ho ditolak atau dengan kata lain jarak pengukuran mempengaruhi tingkat kebisingan kereta api.

- Uji F

Tahap-tahap pengujian : 1. Hipotesis

Ho : Variabel terikat tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel bebas.


(64)

2. Menentukan taraf signifikansi dengan kepercayaan 5% Ftabel = 2,483

3. Pengambilan keputusan Berdasarkan tabel f, jika : Fhitung< Ftabel, maka Ho diterima

Fhitung> Ftabel, maka Ho ditolak

Berdasarkan nilai signifikan, jika Sig t > 0,05 maka Ho diterima Sig t < 0,05 maka Ho ditolak Tabel 4.6 Uji F pada persamaan regresi linier

No Persamaan F hitung F tabel Keterangan

1 Y = 109,291 - 1,031 X4 98,781 2,483 OK

4. Kesimpulan

Dari tabel ANOVA diperoleh nilai F hitung sebesar 98,781 dengan signifikansi 0,000.Nilai F hitung (98,781) > F tabel (2,483). Dan nilai signifikan 0,000 < 0,05 maka Ho ditolak dengan kata lain jarak pengukuran mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap tingkat kebisingan kereta api.

- Uji Linearitas

Dalam pengujian liniearitas dua variabel dikatakan mempunyai hubungan yang linear bila signifikansi (Linearity) kurang dari 0,05.


(65)

Langkah-langkah pada program SPSS

1. Masuk program SPSS

2. Klik variable view pada SPSS data editor

3. Pada kolom Decimals angka ganti menjadi 0 untuk variabel x dan y 4. Buka data view pada SPSS data editor

5. Klik Analyze - Compare Means – Means

6. Klik variabel X dan masukkan ke kotak Dependent List, kemudian klik variabel Y dan masukkan ke Independent List.

7. Klik Options, pada Statistics for First Layer klik Test for Linearity, kemudian klik Continue 8. Klik OK, maka hasil output yang didapat pada kolom Anova Table adalah sebagai berikut:


(66)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Pada penelitian analisa tingkat kebisingan kereta api pada jalan rel segmen Medan-Tebing Tinggi diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

1. Pengamatan jenis kereta

Dalam pengamatan yang dilakukan selama 24 jam, jumlah kereta yang melintasi jalan rel segmen Medan – Tebing Tinggi ada sebanyak 29 kereta yang terdiri dari 11 kereta barang dan 18 kereta penumpang.

2. Tingkat kebisingan kereta api

Tingkat kebisingan yang terukur berkisar antara 73,8 dBA – 97,8 dBA untuk jarak pengukuran 20 – 30 meter yang diukur dari tepi jalan rel.

3. Nilai rata-rata tingkat kebisingan yang terukur dari hasil lapangan telah melampaui baku mutu tingkat kebisingan yang telah ditetapkan oleh Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.48 Tahun 1996 Tanggal 25 November 1996 sebesar 55 dBA untuk kawasan perumahan dan pemukiman.

4. Model tingkat kebisingan untuk regresi linier

Model yang terbentuk antara variabel terikat tingkat kebisingan (Y) dan variabel bebas jarak pengukuran (X4) adalah


(67)

Dari persamaan diatas dapat dihiting jarak minimum bangunan perumahan atau pemukiman dari tepi jalan rel sekitar 53 meter sehingga tercapai tingkat kebisingan sesuai dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.48 Tahun 1996 Tanggal 25 November 1996 sebesar 55 dBA untuk kawasan perumahan atau pemukiman.

5. Jarak pengukuran mempengaruhi tingkat kebisingan. Semakin jauh jarak pengukuran dengan tepi jalan rel maka semakin kecil tingkat kebisingan. Untuk penelitian tingkat kebisingan dalam tugas akhir ini, jarak pengukuran sebesar 20 – 30 meter dari tepi jalan rel.

5.2 Saran

Dari hasil penelitian yang telah dilaksanakan, maka saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut :

1. Pembangunan kawasan perumahan/pemukiman, rumah sakit, sekolah dan tempat ibadah disarankan memenuhi jarak minimum sebesar 53 meter dari tepi jalan rel agar sesuai dengan ambang batas yang telah ditentukan oleh pemerintah yaitu 55 dBA.

2. Untuk penelitian selanjutnya, pengukuran tingkat kebisingan dilakukan dengan jumlah hari yang lebih lama lagi dan perlu adanya suatu kajian tentang dampak kebisingan sesuai dengan lokasi penelitian.


(68)

DAFTAR PUSTAKA

Adji, B, M,(2002),Evaluasi kebisingan yang ditimbulkan oleh pergerakan kereta api,Tesis Bidang Khusus Rekayasa Transportasi, Program Studi Teknik Sipil, Program Pasca Sarjana, Institut Teknologi Bandung, Bandung.

Algifari, (2000), Analisis Regresi, BPFE, Yogyakarta.

Anonim, (1996), Baku Tingkat Kebisingan, Surat Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor: Kep-48/MENLH/1996/25 November 1996, Kementrian Lingkungan Hidup RI,Jakarta.

Anonim, (2007), Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2007 tentang Perkeretaapian, Jakarta.

Anonim, (2004), Prediksi kebisingan Akibat Lalu Lintas, Departemen permukiman dan Prasarana Wilayah, Jakarta.

Doelle, L, L,(1993),Akustik Lingkungan,Erlangga, Jakarta.

Mansyur, M, (2003), Dampak kebisingan terhadap kesehatan.Job Training Petugas Pengawas Kebisingan, Yogyakarta.

Margiantono, A,(2011),Analisis Tingkat Kebisingan Stasiun Kereta Api, Jurnal Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Semarang, Semarang.

Mayangsari, A, P, (tanpa tahun),Perancangan Barrier untuk Menurunkan Tingkat Kebisingan Pada Jalur Rel Kereta Api di Jalan Ambengan Surabaya dengan Menggunakan Metode


(69)

Nomograph,Jurnal Jurusan Teknik Fisika Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya.

Mediastika, C, E, (2005), Akustika Bangunan, Erlangga, Jakarta.

Morlok, E, K,(1984),Pengantar Teknik dan Perencanaan Transportasi.Erlangga, Jakarta.

Murwono, D, (1999), Perencanaan Lingkungan Transportasi, Magister Sistem dan Teknik Transportasi, Universitas Gajah Mada.

Santoso, S, (2012), Panduan Lengkap SPSS versi 20, Elex Media Komputindo, Jakarta.

Saragih, J, P,(2011),Analisa tingkat kebisingan lalu lintas pada jalan tol ruas Medan-Tanjung Morawa, Jurnal Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara, Medan.

Simamora, P, J,(2013),Analisa Tingkat Kebisingan Pergerakan Lalu Lintas Terhadap Zona Pendidikan di Kota Medan, Jurnal Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara, Medan.


(70)

LAMPIRAN

Hasil Korelasi Pearson

- Kebisingan dengan Jenis Kereta

- Model Summaryb

Model R R Square Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

Durbin-Watson

1 ,065a ,004 -,007 5,7942 ,921

a. Predictors: (Constant), jenis kereta b. Dependent Variable: kebisingan kereta api

ANOVAa

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1

Regression 12,182 1 12,182 ,363 ,549b

Residual 2853,657 85 33,572

Total 2865,839 86

a. Dependent Variable: kebisingan kereta api b. Predictors: (Constant), jenis kereta

Coefficientsa

Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1

(Constant) 84,588 1,872 45,187 ,000

jenis

kereta -,771 1,280 -,065 -,602 ,549


(71)

- Kebisingan dengan Jenis kereta dan panjang rangkaian

- Model Summaryb

Model R R Square Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

Durbin-Watson

1 ,109a ,012 -,012 5,8060 ,924

a. Predictors: (Constant), jenis kereta, panjang rangkaian b. Dependent Variable: kebisingan kereta api

ANOVAa

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1

Regression 34,216 2 17,108 ,508 ,604b

Residual 2831,624 84 33,710

Total 2865,839 86

a. Dependent Variable: kebisingan kereta api

b. Predictors: (Constant), jenis kereta, panjang rangkaian

Coefficientsa

Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1

(Constant) 84,304 1,908 44,174 ,000

panjang

rangkaian ,210 ,260 ,130 ,808 ,421

jenis kereta -1,899 1,895 -,161 -1,002 ,319

a. Dependent Variable: kebisingan kereta api

- Kebisingan dengan Jenis kereta dan Kecepatan kereta

- Model Summaryb

Model R R Square Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate


(72)

ANOVAa

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1

Regression 12,790 2 6,395 ,188 ,829b

Residual 2853,050 84 33,965

Total 2865,839 86

a. Dependent Variable: kebisingan kereta api

b. Predictors: (Constant), kecepatan kereta api, jenis kereta

Coefficientsa

Model Unstandardized

Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1

(Constant) 85,859 9,689 8,861 ,000

jenis kereta -,856 1,436 -,072 -,596 ,553

kecepatan

kereta api -,025 ,185 -,016 -,134 ,894

a. Dependent Variable: kebisingan kereta api

- Kebisingan dengan Jenis kereta dan jarak pengukuran

- Model Summaryb

Model R R Square Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

Durbin-Watson

1 ,736a ,542 ,531 3,9540 2,004

a. Predictors: (Constant), jarak alat, jenis kereta b. Dependent Variable: kebisingan kereta api

ANOVAa

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1

Regression 1552,548 2 776,274 49,652 ,000b

Residual 1313,291 84 15,634

Total 2865,839 86

a. Dependent Variable: kebisingan kereta api b. Predictors: (Constant), jarak alat, jenis kereta


(73)

Coefficientsa

Model Unstandardized

Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1

(Constant) 110,355 2,893 38,142 ,000

jenis

kereta -,771 ,874 -,065 -,883 ,380

jarak alat -1,031 ,104 -,733 -9,926 ,000

a. Dependent Variable: kebisingan kereta api

- Kebisingan dengan Jenis kereta, panjang rangkaian dan kecepatan kereta

- Model Summaryb

Model R R Square Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

Durbin-Watson

1 ,109a ,012 -,024 5,8408 ,925

a. Predictors: (Constant), kecepatan kereta api, panjang rangkaian, jenis kereta b. Dependent Variable: kebisingan kereta api

ANOVAa

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1

Regression 34,296 3 11,432 ,335 ,800b

Residual 2831,543 83 34,115

Total 2865,839 86

a. Dependent Variable: kebisingan kereta api


(74)

Coefficientsa

Model Unstandardized

Coefficients

Standardized Coefficients

T Sig.

B Std. Error Beta

1

(Constant) 84,772 9,807 8,644 ,000

jenis kereta -1,923 1,969 -,163 -,977 ,332

panjang

rangkaian ,209 ,263 ,129 ,794 ,429

kecepatan

kereta api -,009 ,186 -,006 -,049 ,961

a. Dependent Variable: kebisingan kereta api

- Kebisingan dengan Jenis kereta, panjang rangkaian dan jarak pengukuran

- Model Summaryb

Model R R Square Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

Durbin-Watson

1 ,741a ,549 ,533 3,9443 2,031

a. Predictors: (Constant), jarak alat, panjang rangkaian, jenis kereta b. Dependent Variable: kebisingan kereta api

ANOVAa

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1

Regression 1574,581 3 524,860 33,737 ,000b

Residual 1291,258 83 15,557

Total 2865,839 86

a. Dependent Variable: kebisingan kereta api


(1)

Coefficientsa

Model Unstandardized

Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1

(Constant) 82,399 7,729 10,661 ,000

kecepatan

kereta api ,024 ,165 ,016 ,146 ,884

a. Dependent Variable: kebisingan kereta api

-

Kebisingan dengan Kecepatan kereta dan jarak pengukuran

- Model Summaryb

Model R R Square Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

Durbin-Watson

1 ,733a ,538 ,527 3,9713 2,010

a. Predictors: (Constant), kecepatan kereta api, jarak alat b. Dependent Variable: kebisingan kereta api

ANOVAa

Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

1

Regression 1541,085 2 770,542 48,859 ,000b

Residual 1324,754 84 15,771

Total 2865,839 86

a. Dependent Variable: kebisingan kereta api

b. Predictors: (Constant), kecepatan kereta api, jarak alat

Coefficientsa

Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1

(Constant) 108,166 5,895 18,349 ,000

jarak alat -1,031 ,104 -,733 -9,883 ,000 kecepatan


(2)

a. Dependent Variable: kebisingan kereta api

-

Kebisingan dengan Jarak pengukuran

- Model Summaryb

Model R R Square Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

Durbin-Watson

1 ,733a ,537 ,532 3,9489 2,018

a. Predictors: (Constant), jarak alat

b. Dependent Variable: kebisingan kereta api

ANOVAa

Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

1

Regression 1540,366 1 1540,366 98,781 ,000b

Residual 1325,474 85 15,594

Total 2865,839 86

a. Dependent Variable: kebisingan kereta api b. Predictors: (Constant), jarak alat

Coefficientsa

Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) 109,291 2,627 41,604 ,000

jarak alat -1,031 ,104 -,733 -9,939 ,000


(3)

-

Kebisingan dengan Jenis kereta, panjang rangkaian, kecepatan kereta dan jarak

pengukuran

- Model Summaryb

Model R R Square Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

Durbin-Watson

1 ,741a ,549 ,527 3,9681 2,034

a. Predictors: (Constant), panjang rangkaian, jarak alat, kecepatan kereta api, jenis kereta

b. Dependent Variable: kebisingan kereta api

ANOVAa

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1

Regression 1574,662 4 393,666 25,001 ,000b

Residual 1291,177 82 15,746

Total 2865,839 86

a. Dependent Variable: kebisingan kereta api

b. Predictors: (Constant), panjang rangkaian, jarak alat, kecepatan kereta api, jenis kereta

Coefficientsa

Model Unstandardized

Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1

(Constant) 110,539 7,154 15,452 ,000

jenis kereta -1,923 1,338 -,163 -1,437 ,154 jarak alat -1,031 ,104 -,733 -9,891 ,000 kecepatan kereta

api -,009 ,127 -,006 -,072 ,943

panjang

rangkaian ,209 ,179 ,129 1,169 ,246


(4)

(5)

(6)