Studi Pengaruh Perlintasan Sebidang Jalan Dengan Rel Kereta Api Terhadap Karakteristik Lalulintas (Studi Kasus: Perlintasan Kereta Api Jalan Sekip)

(1)

STUDI PENGARUH PERLINTASAN SEBIDANG JALAN DENGAN

REL KERETA API TERHADAP KARAKTERISTIK LALULINTAS

(Studi Kasus : Perlintasan Sebidang Jalan Sekip dengan Rel Kereta Api)

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat untuk menempuh

Ujian Sarjana Teknik Sipil

Disusun Oleh:

ROYHAN AHMAD LUBIS

040404026

BIDANG STUDI TRANSPORTASI

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2011


(2)

ABSTRAK

“ Studi Pengaruh Perlintasan Sebidang Jalan Dengan Rel Kereta Api Terhadap Karakteristik Lalulintas”

(Studi Kasus: Perlintasan Kereta Api Jalan Sekip) Oleh: Royhan Ahmad Lubis (040404026)

Perlintasan sebidang jalan dengan rel kereta api merupakan titik potensi terjadinya tundaan lalulintas. Perlintasan kereta api ini berpengaruh pada pemakai jalan seperti polusi udara, kebisingan, kenaikan biaya operasional kendaraan dan waktu perjalanan yang semakin besar. Pada penelitian ini akan mengevaluasi karakteristik lalulintas dan tundaan dan antrian yang terjadi pada saat pintu perlintasan ditutup.

Lokasi penelitian adalah perlintasan kereta api jalan Sekip. Jalan Sekip merupakan jalan tipe 4/2 D dengan lebar 4 x 3 m. Jalan rel ini adalah single track dengan dilengkapi pintu pengaman.Pengambilan data dilakukan pada Senin jam 07.00-19.00 WIB dengan interval waktu 15 menit dan kendaraan dikelompokkan menjadi 3 tipe yaitu kendaraan ringan, kendaraan berat dan sepeda motor dan menggunakan nilai ekivalen mobil penumpang berdasarkan MKJI 1997. Hubungan antara volume, kecepatan dan kerapatan didekati dengan tiga model yaitu Greenshields, Greenberg dan Underwood kemudian dipilih yang terbaik sebagai input untuk analisis antrian dan tundaan dengan metode gelombang kejut.

Dari ketiga model tersebut diperoleh model terbaik yang lebih mendekati pada kondisi lapangan yakni model Greenshields. Nilai Kecepatan arus bebas, nilai kerapatan macet dan volume maksimum berturut-turut adalah pada lokasi pengamatan 1 arah Jalan

Gereja Ūf =19.7260 km/jam, Dj= 319.1909 smp/km dan Vm = 1574.090 smp/jam, untuk

arah Jalan Gatot Subroto pada lokasi pengamatan 1 Ūf =23.4578 km/jam, Dj= 612.4752

smp/km dan Vm = 3591.830 smp/jam. Pada lokasi pengamatan 2 arah Jalan Gereja Ūf

=14.1956 km/jam, Dj= 657.2037 smp/km dan Vm = 2332.350 smp/jam. Untuk arah Jalan

Gatot Subroto lokasi pengamatan 2 Ūf = 20.4114 km/jam, Dj= 381.5215 smp/km dan Vm

= 1946.847 smp/jam.

Dari perhitungan antrian dan tundaan dengan metode gelombang kejut diperoleh untuk arah kejalan Gereja pada periode penutupan 09.31.25-09.32.24 WIB diperoleh panjang antrian maksimum = 27 m, jumlah kendaraan antri N= 17 smp serta rata-rata tundaan sebesar 37 detik. Dan untuk kejalan Gatot subroto untuk periode penutupan 07.39.12-07.40.10 WIB diperoleh panjang antrian maksimum =105 m, jumlah kendaraan antri N = 33 smp, serta rata-rata tundaan sebesar 48 detik.


(3)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur kepada Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya hingga selesainya Tugas Akhir ini dengan judul Studi Pengaruh Perlintasan Sebidang Jalan Dengan Rel Kereta Api Terhadap Karakteristik Lalulintas (Studi Kasus: Perlintasan Sebidang Jalan Dengan Rel Kereta Api).

Tugas Akhir ini disusun untuk diajukan sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam Ujian Sarjana Teknik Sipil Bidang Studi Transportasi pada Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara (USU). Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih banyak kekurangan. Hal ini disebabkan keterbatasan pengetahuan dan kurangnya pemahaman penulis. Dengan tangan terbuka dan hati yang tulus penulis menerima saran dan kritik bapak dan ibu dosen serta rekan mahasiswa demi penyempurnaan Tugas Akhir ini.

Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada :

1. Bapak Prof. DR. Ing. Johannes Tarigan, selaku Ketua Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Ir. Syahrizal , MT, selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Ir. Joni Harianto selaku pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam memberikan bimbingan yang tiada hentinya kepada penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.


(4)

4. Bapak Irwan S. Sembiring ST, MT. selaku Co pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam memberikan bimbingan yang tiada hentinya kepada penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.

5. Bapak/Ibu Dosen Staf Pengajar dan Pegawai Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.

6. Kedua orang tua penulis Ayahanda (Alm) Khudri Lubis dan Ibunda Irfannur yang tak pernah lelah berdo’a, memberikan segala yang terbaik dan kasih sayang yang tak berkesudahan.

7. Adikku Ummairul Fariyah Lubis, Nova S, Ummairoh yang selalu memotivasi untuk tetap semangat.

8. Sahabatku Roy tarigan, Emir, Novrizal, Radi, Syami, Bg leman, Rahmat, Medy, Topan, Ilham dan tim survey 2007 + 2004 yang telah membantu dalam survey. 9. Rekan – rekan mahasiswa stambuk 2004.

Disamping itu penulis menyadari bahwa Laporan Tugas Akhir ini masih terdapat kelemahan serta kekurangan. Untuk itu penulis mohon maaf yang sedalam-dalamnya serta mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca sekalian.

Akhir kata semoga Laporan Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi para pembacanya Terima Kasih.

Medan, Maret 2011

ROYHAN AHMAD LUBIS 04 0404 026


(5)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR SINGKATAN DAN NOTASI ... iv

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

I.1. Umum ... 1

I.2. Latar Belakang Masalah ... 3

I.3. Tujuan Penelitian ... 4

I.4. Ruang Lingkup dan Batasan Masalah... 4

I.5. Metodologi Penelitian ... 5

I.6. Sistematika Penulisan ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10

II.1. Karakteristik Lalulintas ... 10

II.1.1. Arus dan Volume Lalulintas (Flow) ... 11

II.1.2. Kecepatan (Speed) ... 12

II.1.3. Kerapatan (Density) ... 14

II.2. Perhitungan Volume, Kecepatan dan Kerapatan ... 15

II.2.1. Perhitungan Volume ... 15


(6)

II.2.3. Perhitungan Kecepatan ... 17

II.2.4. Perhitungan Kerapatan ... 20

II.3. Pemodelan Hubungan antara Volume, Kecepatan dan Kerapatan 20 II.3.1. Model Linier Menurut Greenshields ... 20

II.3.2. Model Logaritma Greenberg ... 25

II.3.3. Model Eksponensial Underwood ... 28

II.4. Pengujian Statistik ... 32

II.4.1. Analisis Regresi Linier ... 32

II.4.2. Analisis Korelasi ... 33

II.4.3. Pengujian Signifikasi ... 33

II.5. Tundaan ... 35

II.6. Antrian ... 37

II.7. Perlintasan Sebidang Jalan Dengan Rel Kereta Api ... 38

II.8. Gelombang Kejut ... 38

II.8.1. Klasifikasi Gelombang Kejut ... 39

II.8.2. Gelombang Kejut Pada Saat Kondisi Pintu Perlintasan Ditutup... 42

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 49

III.1. Pemilihan Lokasi Penelitian ... 49

III.2. Pilot Survey ... 51

III.3. Variabel-Variabel Yang Diukur ... 51

III.4. Pengumpulan Data ... 52


(7)

III.4.2. Periode Pengamatan ... 53

III.4.3. Pengumpulan Data Primer ... 53

III.4.4. Pengumpulan Data Sekunder ... 55

BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA ... 58

IV.1. Data Geometrik Jalan ... 58

IV.2. Data Volume Lalulintas ... 59

IV.3. Data Kecepatan Ruang Rata-rata Kendaraan ... 61

IV.4. Perhitungan Kerapatan ... 65

IV.5. Data Waktu dan Lama Penutupan Pintu Perlintasan... 65

IV.6. Hubungan antara Volume Lalulintas, Kecepatan dan Kerapatan .. 69

IV.7.Pengujian Statistik Terhadap Masing-Masing Jenis Model ... 80

IV.8. Perhitungan Antrian dan Tundaan ... 83

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 88

V.1. Kesimpulan ... 88

V.2. Saran ... 90

DAFTAR PUSTAKA ... 91 LAMPIRAN


(8)

DAFTAR SINGKATAN DAN NOTASI

SINGKATAN

AADT : Average Annual Daily Traffic AAWT : Average Annual Weekday Traffic ADT : Average Daily Traffic

AWT : Average Weekdat Traffic EMP : Ekivalensi mobil penumpang SMP : Satuan mobil penumpang FIFO : First in first out

LIFO : Last in first out

LHRT : Lalulintas harian rata-rata tahunan LHKRT : Lalulintas harian kerja rata-rata tahunan LHR : Lalulintas harian rata-rata

LHKR : Lalulintas harian kerja rata-rata MKJI : Manual Kapasitas Jalan Indonesia

HV : Heavy Vehicle

LV : Light Vehicle

MC : Motor Cycle

NOTASI

V : Volume lalulintas


(9)

Ūt : Kecepatan rata-rata waktu

D : Kerapatan

Vi : Volume lalulintas tipe ke-i

Empi : Faktor emp kendaraan tipe ke-i

t : Waktu tempuh kendaraan

n : Jumlah kendaraan yang diamati

S : Standart deviasi

Ūf : Kecepatan arus bebas

Dj : Kerapatan pada saat macet (jam density)

Dm : Kerapatan pada saat arus maksimum

Vm : Volume maksimum

r 2

: Koefisien determinasi

F : F test

T : t test

W : Waktu tempuh total

Wo : Waktu tempuh pada kondisi arus bebas

T : Tundaan

VA : Rata-rata kedatangan lalulintas pada bagian hulu

(upstream)

VB : Volume rata-rata pada bagian hilir (downstream) selama r

( VB <VA< VS )

Vm : Volume pada saat arus maksimum


(10)

ta : Waktu pelepasan antrian setelah awal pembukaan pintu perlintasan

tb : Waktu pemulihan

XA : Lokasi antrian

XB : Lokasi hilangnya antrian

N : Jumlah kendaraan yang mengalami antrian Trata-rata : Tundaan rata-rata yang terjadi


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel. 2.1 : Kerangka Dasar Karakteristik Lalulintas ... 10

Tabel. 2.2 : Rekomendasi Panjang Jalan Untuk Studi Kecepatan Setempat .. 13 Tabel. 2.3 : Emp Untuk Jalan Perkotaan Terbagi Dan Satu Arah ... 16 Tabel. 4.1 : Volume Maksimum Periode 1 (Satu) Jam Pada Lokasi

Pengamatan 1 (Arah ke jalan Gereja) ... 60 Tabel. 4.2 : Volume Maksimum Periode 2 (Satu) Jam Pada Lokasi

Pengamatan 2 (Arah ke Jalan Gereja) ... 60 Tabel. 4.3 : Volume Maksimum Periode 1 (Satu) Jam Pada Lokasi

Pengamatan 1 (Arah ke Jalan Gatot Subroto) ... 61 Tabel. 4.4 : Volume Maksimum Periode 2 (Satu) Jam Pada Lokasi

Pengamatan 1 (Arah ke Jalan Gatot Subroto) ... 61 Tabel. 4.5 : Perhitungan Kecepatan Ruang Rata-Rata Dari Hasil Survey Waktu Tempuh Kendaraan Lokasi Pengamatan 1 (Arah ke Jalan Gereja) ... 63 Tabel. 4.6 : Perhitungan Kecepatan Ruang Rata-Rata Dari Hasil Survey Waktu Tempuh Kendaraan Lokasi Pengamatan 2 (Arah ke Jalan Gereja) ... 63 Tabel. 4.7 : Perhitungan Kecepatan Ruang Rata-Rata Dari Hasil Survey Waktu Tempuh Kendaraan Lokasi Pengamatan 1 (Arah ke Jalan Gatot Subroto) ... 64


(12)

Tabel. 4.8 : Perhitungan Kecepatan Ruang Rata-Rata Dari Hasil Survey Waktu Tempuh Kendaraan Lokasi Pengamatan 2 (Arah ke Jalan Gatot Subroto) ... 64 Tabel. 4.9 : Hasil Perhitungan Volume, Kecepatan Dan Kerapatan Lokasi Pengamatan 1 (Arah ke Jalan Gereja) ... 66 Tabel. 4.10 : Hasil Perhitungan Volume, Kecepatan Dan Kerapatan Lokasi Pengamatan 2 (Arah ke Jalan Gereja) ... 66 Tabel. 4.11 : Hasil Perhitungan Volume, Kecepatan Dan Kerapatan Lokasi Pengamatan 1 (Arah ke Jalan Gatot Subroto) ... 67 Tabel. 4.12 : Hasil Perhitungan Volume, Kecepatan Dan Kerapatan Lokasi Pengamatan 2 (Arah ke Jalan Gatot Subroto) ... 67 Tabel. 4.13 : Data Waktu Dan Lama Penutupan Pintu Perlintasan Hasil Survey 68 Tabel. 4.14 : Variable Dan Konstanta Regresi Linier Untuk Tiap-Tiap Model 70 Tabel. 4.15 : Hasil Perhitungan Regresi Linier Lokasi Pengamatan 1 (Arah ke

Jalan Gereja) ... 73 Tabel. 4.16 : Hasil Perhitungan Regresi Linier Lokasi Pengamatan 2 (Arah ke

Jalan Gereja) ... 73 Tabel. 4.17 : Hasil Perhitungan Regresi Linier Lokasi Pengamatan 1 (Arah ke

Jalan Gatot Subroto) ... 74 Tabel. 4.18 : Hasil Perhitungan Regresi Linier Lokasi Pengamatan 2 (Arah ke

Jalan Gatot Subroto) ... 74 Tabel. 4.19 : Resume Perhitungan Regresi Linier Arah ke Jalan Gereja ... 75 Tabel. 4.20 : Resume Perhitungan Regresi Linier Arah ke Jalan Gatot Subroto 75


(13)

Tabel. 4.21 : Persamaan Hubungan Antara Kecepatan (Ūsr), Arus V Dan

Kerapatan D Arah ke Jalan Gereja ... 76 Tabel. 4.22 : Persamaan Hubungan Antara Kecepatan (Ūsr), Arus V Dan

Kerapatan D Arah ke Jalan Gereja ... 77 Tabel. 4.23 : Kecepatan Arus Bebas (Ūf) Dan Kerapatan Macet (Dj) ... 78

Tabel. 4.24 : Nilai Volume Maksimum Tiap Model ... 79 Tabel. 4.25 : Hasil Pengujian Statistik Regresi Linier Arah ke Jalan Gereja ... 82 Tabel. 4.26 : Hasil Pengujian Statistik Regresi Linier Arah ke Jalan Gatot Subroto ... 82 Tabel. 4.27 : Perhitungan Antrian Dan Tundaan Pada Kondisi Pintu Perlintasan

Tertutup Dengan Analisa Gelombang Kejut Arah ke Jalan Gereja 85 Tabel. 4.28 : Perhitungan Antrian Dan Tundaan Pada Kondisi Pintu Perlintasan

Tertutup Dengan Analisa Gelombang Kejut Arah ke Jalan Gatot Subroto ... 86


(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 : Hubungan Antara Arus, Kecepatan Dan Kerapatan ... 24 Gambar 2.2 : Klasifikasi Gelombang Kejut ... 40 Gambar 2.3 : Gelombang Kejut Pada Saat Kondisi Pintu Perlintasan Ditutup. 43 Gambar 2.4 : Gelombang Kejut Pada Perlintasan Kereta Api Pada Saat Pintu

Perlintasan Ditutup ... 45 Gambar 2.5 : Lokasi Antrian Dan Lokasi Hilangnya Antrian ... 47 Gambar 3.1 : Denah Lokasi Survey Volume Dan Waktu Tempuh Kendaraan 50 Gambar 3.2 : Bagan Alir Penelitian ... 56 Gambar 3.3 : Lokasi Wilayah Studi ... 67 Gambar 4.1 : Penampang Melintang Lokasi Tinjauan (Jalan Sekip) ... 58 Gambar 4.2 : Grafik Hubungan Antara Volume Dengan Kerapatan Pada Lokasi

Pengamatan 2 Arah ke Jalan Gereja (Sebelum Daerah Penutupan Pintu Perlintasan)... 83 Gambar 4.3 : Grafik Hubungan Antara Volume Dengan Kerapatan Pada Lokasi

Pengamatan 2 Arah ke Jalan Gatot Subroto (Sebelum Daerah Penutupan Pintu Perlintasan) ... 84


(15)

ABSTRAK

“ Studi Pengaruh Perlintasan Sebidang Jalan Dengan Rel Kereta Api Terhadap Karakteristik Lalulintas”

(Studi Kasus: Perlintasan Kereta Api Jalan Sekip) Oleh: Royhan Ahmad Lubis (040404026)

Perlintasan sebidang jalan dengan rel kereta api merupakan titik potensi terjadinya tundaan lalulintas. Perlintasan kereta api ini berpengaruh pada pemakai jalan seperti polusi udara, kebisingan, kenaikan biaya operasional kendaraan dan waktu perjalanan yang semakin besar. Pada penelitian ini akan mengevaluasi karakteristik lalulintas dan tundaan dan antrian yang terjadi pada saat pintu perlintasan ditutup.

Lokasi penelitian adalah perlintasan kereta api jalan Sekip. Jalan Sekip merupakan jalan tipe 4/2 D dengan lebar 4 x 3 m. Jalan rel ini adalah single track dengan dilengkapi pintu pengaman.Pengambilan data dilakukan pada Senin jam 07.00-19.00 WIB dengan interval waktu 15 menit dan kendaraan dikelompokkan menjadi 3 tipe yaitu kendaraan ringan, kendaraan berat dan sepeda motor dan menggunakan nilai ekivalen mobil penumpang berdasarkan MKJI 1997. Hubungan antara volume, kecepatan dan kerapatan didekati dengan tiga model yaitu Greenshields, Greenberg dan Underwood kemudian dipilih yang terbaik sebagai input untuk analisis antrian dan tundaan dengan metode gelombang kejut.

Dari ketiga model tersebut diperoleh model terbaik yang lebih mendekati pada kondisi lapangan yakni model Greenshields. Nilai Kecepatan arus bebas, nilai kerapatan macet dan volume maksimum berturut-turut adalah pada lokasi pengamatan 1 arah Jalan

Gereja Ūf =19.7260 km/jam, Dj= 319.1909 smp/km dan Vm = 1574.090 smp/jam, untuk

arah Jalan Gatot Subroto pada lokasi pengamatan 1 Ūf =23.4578 km/jam, Dj= 612.4752

smp/km dan Vm = 3591.830 smp/jam. Pada lokasi pengamatan 2 arah Jalan Gereja Ūf

=14.1956 km/jam, Dj= 657.2037 smp/km dan Vm = 2332.350 smp/jam. Untuk arah Jalan

Gatot Subroto lokasi pengamatan 2 Ūf = 20.4114 km/jam, Dj= 381.5215 smp/km dan Vm

= 1946.847 smp/jam.

Dari perhitungan antrian dan tundaan dengan metode gelombang kejut diperoleh untuk arah kejalan Gereja pada periode penutupan 09.31.25-09.32.24 WIB diperoleh panjang antrian maksimum = 27 m, jumlah kendaraan antri N= 17 smp serta rata-rata tundaan sebesar 37 detik. Dan untuk kejalan Gatot subroto untuk periode penutupan 07.39.12-07.40.10 WIB diperoleh panjang antrian maksimum =105 m, jumlah kendaraan antri N = 33 smp, serta rata-rata tundaan sebesar 48 detik.


(16)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Umum

Sistem transportasi yang terbentuk dari komponen sarana, prasarana dan manusia adalah bagian hidup masyarakat saat ini. Permasalahan yang timbul seperti kemacetan, kecelakaan, penurunan kualitas lingkungan dan transportasi biaya tinggi menjadi pemandangan sehari-hari dikota-kota besar di Indonesia. Dalam suatu sistem jaringan jalan raya, persimpangan merupakan titik terjadinya konflik antara moda transportasi dan tingkat efisiensi jaringan jalan sangat ditentukan oleh kinerja persimpangan.

Suatu persimpangan biasanya terbentuk dari pertemuan antara dua ruas jalan dengan arah yang berbeda. Pertemuan antara dua jenis prasarana transportasi seperti jalan raya dengan rel kereta api merupakan bentuk pertemuan yang menimbulkan masalah. Peranan sistem kontrol pada pertemuan dua jalur prasarana transportasi tersebut yang di Indonesia disebut dengan perlintasan sebidang jalan dengan rel kereta api, saat ini banyak yang telah dioperasikan secara semi otomatis. Permasalahan yang tampak adalah walaupun sistem kontrol tersebut telah dioperasikan dengan benar, tapi bila volume kendaraan pada pendekat lintasan sedemikian besar maka akan menimbulkan tundaan dan panjang antrian yang cukup berarti dan resiko terjadinya kecelakaan lalulintas antara kendaraan jalan raya dengan kereta api akan semakin besar.

Hal tersebut disebabkan karena pada perlintasan sebidang antara jalan dengan rel kereta api terdapat pertemuan antara moda transportasi jalan raya dan kereta api pada


(17)

satu bidang yang sama yang memiliki karakteristik pergerakan yang berbeda sehingga memiliki tingkat resiko tinggi untuk terjadinya kecelakaan lalulintas. Potensi terjadinya kecelakaan lalulintas pada perlintasan kereta api sebidang akan semakin tinggi jika perlintasan kereta api sebidang tersebut berpotongan pada satu bidang yang sama dengan ruas jalan yang memiliki intensitas kepadatan lalulintas yang tinggi.

Dengan mempertimbangkan karakteristik pergerakannya, kereta api mendapat prioritas pada perlintasan dan pengemudi harus mendahulukan kereta api karena berdasarkan pasal 91 ayat 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian, perpotongan antara jalur kereta api dengan jalan raya sebaiknya dibuat dengan prinsip tidak sebidang yang berarti menggunakan Fly over atau Underpass sehingga tidak terjadi persimpangan sebidang dan dapat meminimalisasi terjadinya kecelakaan lalulintas.

Hal tersebut mengingat karakter dari kereta api yang tidak dapat diberhentikan secara mendadak berbeda dengan moda transportasi jalan raya. Untuk pengecualian dari pasal 91 ayat 1 Undang-Undang Republik Indonesia diatas yaitu pada ayat 2 yaitu untuk persimpangan sebidang hanya dapat dilakukan dengan tetap menjamin keselamatan dan kelancaran perjalanan kereta api dan lalulintas jalan. Sedangkan berdasarkan Pasal 110 Ayat 1 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2009 Tentang Lalulintas dan Angkutan Kereta Api, Pada perpotongan sebidang antara jalur kereta api dengan jalan yang selanjutnya disebut dengan perpotongan sebidang yang digunakan untuk lalulintas umum atau lalulintas khusus, pemakai jalan wajib mendahulukan perjalanan kereta api.


(18)

Mengingat karakteristik kereta api yang tidak dapat langsung berhenti jika ada penghalang di depannya, kereta api membutuhkan jarak tertentu untuk mengerem sebelum berhenti. Jika terdapat penghalang di depan kereta api yang sedang melaju, masinis biasanya justru akan semakin menambah kecepatan karena dengan kecepatan yang lebih tinggi diharapkan pada saat terjadi benturan tidak akan mengakibatkan kereta api terguling dan benda yang berada di depan kereta api tersebut akan lebih mudah tersingkir dan pengendara kendaraan jalan raya juga diwajibkan untuk lebih mendahulukan perjalanan kereta api.

Karakteristik rel kereta api dapat dikatakan sama dengan jalan tol, yaitu jalur yang bebas terhadap hambatan selama perjalanan kereta api berlangsung. Karakteristik kereta api masih kurang dipahami oleh sebagian besar pengguna jalan, ditambah lagi dengan faktor kedisiplinan berlalulintas yang masih rendah.

I.2 Latar Belakang Masalah

Dengan adanya perlintasan sebidang jalan dengan rel kereta api di Jalan Sekip mengakibatkan adanya hambatan yang diakibatkan adanya rumble strips pada saat memasuki perlintasan dimana pengemudi dipaksa untuk menurunkan kecepatannya sehingga kerapatan yang terjadi menjadi lebih tinggi. Hal ini menimbulkan adanya perbedaan karakteristik antara ruas yang tidak dipengaruhi rumble strips dengan ruas yang dipengaruhi rumble strips. Perbedaan karakteristik yang dirasakan yaitu adanya perbedaan kecepatan rata-rata ruang.


(19)

Untuk itulah perlu adanya studi untuk mengetahui seberapa besar perbedaan kecepatan rata-rata ruang pada ruas yang bebas hambatan dengan ruas jalan yang dipengaruhi rumble strips pada saat memasuki perlintasan ini.

Dan akibat adanya perlintasan sebidang jalan dengan rel kereta api ini tidak hanya mengakibatkan tundaan pada saat pintu perlintasan ditutup tetapi juga mengakibatkan tundaan pada saat pintu dibuka, kondisi ini bila berlangsung lama maka akan mengakibatkan suatu kemacetan (Amal. Dkk. 2002). Pada saat pintu perlintasan ditutup, maka untuk periode tertentu arus yang masuk tidak bisa dilayani sehingga menimbulkan antrian. Antrian juga terjadi apabila arus yang masuk lebih besar dari kapasitasnya. Tujuan yang kedua dari penelitian ini adalah untuk mengetahui nilai tundaan dan antrian yang terjadi pada saat pintu perlintasan ditutup.

I.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini mempunyai beberapa tujuan, yaitu:

1. Mengetahui dan memilih model terpilih dari hubungan antara volume, kecepatan dan kerapatan lalulintas pada ruas jalan tanpa hambatan dan ruas jalan yang dipengaruhi hambatan geometrik lalulintas dengan menggunakan pendekatan :

a. Model Linear Greenshilds b. Model Logaritmik Greenberg c. Model Eksponensial Underwood

2. Mengetahui nilai tundaan dan antrian yang terjadi pada saat pintu perlintasan ditutup dengan metode gelombang kejut.


(20)

1.4 Ruang Lingkup dan Batasan Masalah

Untuk menyederhanakan penelitian ini mengingat akan keterbatasan waktu, tenaga, serta biaya, maka ruang lingkup permasalahan pada penelitian ini dibatasi secara spesifik hanya mencakup kondisi sebagai berikut :

1. Lokasi penelitian adalah ruas jalan Sekip yaitu pada perlintasan sebidang jalan Sekip arah pergerakan lalulintas dari jalan Gatot Subroto menuju Jalan Gereja dan dari jalan Gereja menuju jalan Gatot Subroto.

2. Lokasi titik pengamatan dibedakan menjadi dua, yaitu pada bagian ruas tanpa dipengaruhi hambatan (pengemudi dapat memilih kecepatannya) dengan ruas yang sudah dipengaruhi hambatan geometrik berupa rumble strips sampai dengan alur rel.

3. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder.

4. Tundaan dan antrian dihitung selama pintu perlintasan ditutup, yaitu ketika kereta memasuki perlintasan sebidang jalan dengan rel kereta api.

5. Kecepatan kendaraan didasarkan pada kecepatan rata-rata ruang.

6. Lama waktu penutupan pintu perlintasan dihitung mulai pintu bergerak 45o arah

menutup sampai pintu itu dibuka 45o dari arah horizontal.

7. Interval waktu pengamatan dan pencatatan volume lalulintas adalah setiap 15 menit.

I.5 Metodologi Penelitian

Metodologi penelitian yang digunakan dalam studi ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu pengumpulan data dan metode analisa.


(21)

a. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data pada suatu perlintasan sebidang jalan dengan rel kereta api ini meliputi pengumpulan data primer dan data sekunder. Metode pengumpulan data dilakukan yaitu untuk data primer melalui survei dan pengamatan langsung dilapangan dan untuk data sekunder dengan melakukan pencarian data pada instansi-instansi terkait, yaitu:

1. Data primer:

• Data yang diperlukan dari kondisi di lapangan adalah data volume lalulintas (V) dan data waktu tempuh kendaraan untuk melalui suatu penggal jalan tertentu. Dari data waktu tempuh didapatkan besarnya kecepatan rata-rata waktu dan kecepatan rata-rata ruang, sedangkan kerapatan akan dihitung berdasarkan data volume dan kecepatan rata-rata ruang.

• Besarnya volume lalulintas diperoleh dengan mencatat jumlah kendaraan yang melewati suatu titik pengamatan tertentu di lokasi penelitian berdasarkan jenis kendaraannya, kemudian data ini dikonversikan kedalam satuan mobil penumpang (smp).

• Kecepatan setempat kendaraan diukur dengan mencatat waktu tempuh kendaraan untuk melalui suatu jarak tertentu yang telah ditetapkan, dimana kecepatan adalah hasil bagi antara jarak dengan waktu tempuh. Selanjutnya, untuk mendapatkan variable kerapatan (D) dilakukan dengan membagi jumlah volume (V) dengan kecepatan rata-rata ruang (Ūsr).


(22)

• Waktu pengumpulan data yaitu:

- Pada hari Senin dari jam 07.00-19.00 Wib • Data geometrik jalan.

• Lama dan waktu penutupan pintu perlintasan kereta api. 2. Data sekunder:

• Data peta lokasi dan ruas jalan.

• Literatur yang dapat menunjang penelitian b. Metode Analisis

Pada penelitian ini dilakukan analisis sederhana yaitu menganalisis kecepatan rata-rata ruang pada tiap lokasi pengamatan dan memilih model terpilih dari hubungan antara volume, kecepatan dan kerapatan dengan menggunakan model linear Greenshields,model logaritmik Greenberg, model eksponensial Underwood dan menganalisis tundaan dan antrian dengan metode gelombang kejut .

I.6 Sistematika Penulisan

Penyusunan laporan tugas akhir ini terdiri atas 5 bab, dengan perincian masing – masing bab adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini memberikan penjelasan mengenai latar belakang penelitian, maksud dan tujuan penelitian, ruang lingkup dan batasan masalah, metodologi yang digunakan dalam penelitian, serta sistematika penulisan.


(23)

Bab ini berisi tentang tinjauan-tinjauan teoritis dari para ahli mengenai perlintasan sebidang jalan dengan rel kereta api, karakteristik lalulintas dan persoalan lalulintas yang ditimbulkannya seperti tundaan dan antrian kendaraan.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini membahas tentang pendiskripsian dan langkah – langkah kerja yang akan dilakukan dengan cara memperoleh data–data yang relevan dengan penelitian ini.

BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA

Bab ini membahas tentang penyajian data–data yang kita peroleh, selanjutnya data–data tersebut dianalisis untuk mendapatkan beberapa kesimpulan dengan menggunakan analisis.

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisi tentang beberapa temuan studi, kesimpulan, saran, dan studi lebih lanjut yang diperlukan sehubungan dengan penelitian ini.

Secara Keseluruhan kegiatan penyusunan skripsi ini dapat digambarkan kedalam bagan alir yang terlihat pada Gambar 1.1 :


(24)

Gambar 1.1 . Bagan Alir penelitian Persiapan

1. Survei pendahuluan 2. Identifikasi Masalah

Menentukan Tujuan, Judul dan Lingkup Penelitian

Data Primer 1. Volume kendaraan 2. Waktu tempuh kendaraan 3. Data geometrik jalan

4. Lama dan waktu penutupan pintu perlintasan KA

Data sekunder 1. Data peta lokasi dan

ruas jalan

2. Literatur yang dapat menunjang penelitian Pengumpulan data

Pengolahan data 1. Kecepatan rata-rata ruang 2. Kerapatan

3. Hubungan antara volume, kecepatan, kerapatan

Analisis Data

1. Menganalisis hubungan antara volume, kecepatan dan kerapatan dengan pendekatan beberapa model yaitu:

Greenshields Greenberg Underwood

2. Analisis tundaan dan antrian dengan metode gelombang kejut pada saat pintu perlintasan tertutup


(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Karakteristik Lalulintas

Karakteristik dasar arus lalulintas adalah arus, kecepatan, dan kerapatan. Karakteristik ini dapat diamati dengan cara makroskopik atau mikroskopik. Pada tingkat mikroskopik analisis dilakukan secara individu sedangkan pada tingkat makroskopik analisis dilakukan secara kelompok (Soedirdjo, 2002). Tabel 2.1 menggambarkan kerangka dasar dari karakteristik lalulintas.

Tabel 2.1 Kerangka Dasar Karakteristik Lalulintas

Karakteristik Lalulintas Mikroskopik Makroskopik Arus Waktu Antara (Time headway) Tingkat arus Kecepatan Kecepatan Individu Kecepatan rata-rata Kerapatan Jarak Antara (Distance headway) Tingkat kerapatan

Karakteristik arus makroskopik dinyatakan dengan tingkat arus dan pembahasan akan ditekankan pada pola variasi dalam waktu, ruang dan jenis kendaraan.

Karakteristik kecepatan makroskopik menganalisis kecepatan dari kelompok kendaraan yang melintas suatu titik pengamat atau suatu potongan jalan pendek selama periode waktu tertentu. Penekanan diberikan pada variasi waktu, ruang dan jenis kendaraan.Karakteristik kerapatan makroskopik dinyatakan sebagai sejumlah kendaraan yang menempati suatu potongan jalan. Kerapatan merupakan karakteristik penting yang


(26)

dapat digunakan dalam menilai kinerja lalulintas dari sudut pandang pemakai jalan dan pengelola jalan.

II.1.1 Arus dan Volume Lalulintas (Flow)

Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) (1997) arus lalulintas disebut sebagai jumlah kendaraan bermotor yang melewati satu titik pada jalan per satuan waktu, dinyatakan dalam kendaraan per jam. Arus lalulintas pada suatu ruas jalan karakteristiknya akan bervariasi baik berdasarkan lokasi maupun waktunya.

Sedangkan volume adalah jumlah kendaraan yang melalui suatu titik tiap satuan waktu (Alamsyah, 2008). Volume biasanya dihitung dalam kendaraan/hari atau kendaraan/jam. Volume dapat juga dinyatakan dalam periode waktu yang lain.

Volume lalulintas umumnya rendah pada malam hari, tetapi meningkat secara cepat sewaktu orang mulai pergi ke tempat kerja. Volume jam sibuk biasanya terjadi di jalan perkotaan pada saat orang melakukan perjalanan ke dan dari tempat kerja atau sekolah. Volume jam sibuk pada jalan antar-kota lebih sulit untuk diperkirakan.

Dalam pembahasannya volume dibagi menjadi 3 (tiga) (Soedirdjoe, 2002) yaitu : 1. Volume harian (Daily Volume)

Ada empat parameter volume harian yang banyak digunakan yaitu :

Lalulintas harian rata-rata tahunan (LHRT) atau average annual daily traffic (AADT) yaitu volume lalulintas 24 jam rata-rata disuatu lokasi tertentu selama 365 hari penuh, yaitu jumlah total kendaraan yang melintas lokasi dalam satu tahun dibagi 365.


(27)

Lalulintas hari kerja rata-rata tahunan (LHKRT) atau average annual weekday traffic (AAWT) yaitu volume lalulintas 24 jam rata-rata terjadi pada hari kerja selama satu tahun penuh.

Lalulintas harian rata-rata (LHR) atau average daily traffic (ADT) yaitu volume lalulintas 24 jam rata-rata disuatu lokasi untuk periode waktu kurang dari satu tahun. Sementara AADT dihitung selama satu tahun penuh.

Lalulintas hari kerja rata-rata (LHKR) atau average weekday traffic (AWT) adalah volume lalaulintas 24 jam rata-rata terjadi pada hari kerja selama periode kurang dari setahun, seperti selama satu bulan atau satu periode.

2. Volume jam-an (Hourly Volumes)

Yaitu suatu pengamatan terhadap arus lalulintas untuk menentukan jam puncak selama periode pagi dan sore yang biasanya terjadi kesibukan akibat orang pergi dan pulang kerja. Dari pengamatan tersebut dapat diketahui arus yang paling besar yang disebut sebagai jam puncak.

3. Volume per sub jam (Sub Hourly Volumes)

Yaitu pengamatan terhadap arus lalulintas lebih kecil dari satu jam.

II.1.2 Kecepatan (Speed)

Kecepatan adalah besaran yang menunjukkan jarak yang ditempuh kendaraan dibagi waktu tempuh (Soedirdjo, 2002). Kecepatan dari suatu kendaraan dipengaruhi


(28)

oleh faktor-faktor manusia, kendaraan, prasarana dan juga dipengaruhi oleh arus lalulintas, kondisi cuaca dan lingkungan alam disekitarnya.

Menurut Direktorat Bina Sistem Lalulintas dan Angkutan Kota (1999), ada empat klasifikasi utama yang sering digunakan dalam mempelajari kecepatan arus lalulintas, yaitu:

1. Kecepatan titik/sesaat (spot speed)

Yaitu kecepatan kendaraan sesaat pada waktu kendaraan tersebut melintasi suatu titik tetap tertentu dijalan.

2. Kecepatan perjalanan (journey speed)

Yaitu kecepatan rata-rata kendaraan efektif antara dua titik tertentu di jalan, yang dapat ditentukan dari jarak perjalanan dibagi dengan total waktu perjalanan.

3. Kecepatan bergerak (running speed)

Yaitu kecepatan rata-rata kendaraan untuk melintasi suatu jarak tertentu dalam kondisi kendaraan tetap berjalan, yaitu kondisi setelah dikurangi oleh waktu hambatan terjadi (misalnya hambatan pada persimpangan). Kecepatan bergerak ini dapat ditentukan dari jarak perjalanan dibagi dengan total waktu perjalanan yang telah dikurangi dengan waktu berhenti karena adanya hambatan yang disebabkan gangguan yang terjadi pada lalulintas.

4. Hambatan (delay)

Hambatan tetap (fixed delay) Hambatan bergerak (running delay)


(29)

Tabel 2.2 Rekomendasi Panjang Jalan untuk Studi Kecepatan Setempat Perkiraan kecepatan rata-rata arus

lalulintas (km/jam)

Penggal jalan (m)

< 40 25

40 – 65 50

> 65 75

Sumber : Direktorat Jenderal Bina Marga, 1990

Dalam pergerakan arus lalulintas, tiap kendaraan berjalan pada kecepatan yang berbeda. Dengan demikian dalam arus lalulintas tidak dikenal kecepatan tunggal tetapi lebih dikenal sebagai distribusi dari kecepatan kendaraan tunggal. Dari distribusi tersebut jumlah rata-rata atau nilai tipikal dapat digunakan untuk mengetahui karakteristik dari arus lalulintas.

II.1.3 Kerapatan (Density)

Kerapatan adalah sebagai jumlah kendaraan yang menempati panjang ruas jalan tertentu atau lajur yang umumnya dinyatakan sebagai jumlah kendaraan per kilometer (Alamsyah, 2008).

Menurut Soedirdjoe (2002), kerapatan adalah jumlah kendaraan yang menggunakan suatu panjang jalan, pada umumnya ditentukan panjang 1 km dan satu lajur jalan. Kerapatan lalulintas bervariasi dari nol (tidak ada kendaraan di suatu lajur sepanjang 1 km) sampai nilai yang menyatakan antrian kendaraan yang cukup rapat dan tidak dapat bergerak. Batas atas ini disebut kerapatan macet, dan umumnya antara 115 sampai 156 kendaraan per km.

Kerapatan sukar diukur secara langsung (karena diperlukan titik ketinggian tertentu yang dapat mengamati jumlah kendaraan dalam panjang ruas jalan tertentu),


(30)

sehingga besarnya ditentukan dari dua parameter sebelumnya, yaitu kecepatan dan volume (Alamsyah, 2008). Dimana kerapatan, kecepatan dan volume mempunyai hubungan sebagai berikut:

V = Ūsr x D ………..……….…(2.1)

dan D = V / Ūsr ...(2.2)

Dimana:

V = volume (smp/jam)

sr = kecepatan rata-rata ruang (km/jam)

D = kerapatan (smp/km)

II.2 Perhitungan Volume, Kecepatan dan Kerapatan II.2.1 Perhitungan Volume

Volume kenderaan adalah parameter yang menjelaskan keadaan arus lalulintas di jalan. Kenderaan yang melewati suatu ruas jalan dijumlahkan dengan mengalikan faktor konversi kendaraan yang telah ditetapkan sehingga nantinya diperoleh jumlah kendaraan yang lewat pada ruas jalan tersebut. Nilai tersebut kemudian dikonversikan ke dalam smp/jam untuk mendapatkan nilai volume kenderaan yang lewat setiap jamnya.

II.2.2 Ekivalensi Mobil Penumpang

Untuk keperluan analisa dan perhitungan dari volume lalulintas yang terdiri dari berbagai tipe, maka perlu dikonversikan kedalam satuan kendaraan ringan yang dikenal sebagai satuan mobil penumpang dengan menggunakan faktor ekivalensi mobil penumpang.


(31)

MKJI (1997), mendefenisikan satuan mobil penumpang dan ekivalensi mobil penumpang sebagai berikut:

1. Satuan Mobil Penumpang, yaitu satuan arus, dimana arus dari berbagai tipe kendaraan telah diubah menjadi kendaraan ringan (termasuk mobil penumpang) dengan menggunakan emp.

2. Ekivalensi Mobil penumpang, yaitu faktor konversi berbagai jenis kendaraan dibandingkan dengan mobil penumpang atau kendaraan ringan lainnya sehubungan dengan dampaknya pada perilaku lalulintas.

Menurut MKJI (1997), untuk jalan perkotaan dan persimpangan, kendaraan pada arus lalulintas dibagi dalam 3 (tiga) tipe yaitu:

 Kendaraan ringan (LV) adalah kendaraan bermotor ber as dua dengan empat roda dan dengan jarak as 2,0 – 3,0 m (meliputi : mobil penumpang, oplet, mikro bis, pick-up dan truk kecil sesuai sistem klasifikasi Bina Marga).

 Kendaraan berat (HV) adalah kendaraan bermotor dengan lebih dari empat roda (meliputi: bis, trus 2as, truk 3as dan truk kombinasi sesuai sistem klasifikasi Bina Marga).

 Sepeda motor (MC) adalah kendaraan bermotor dengan dua atau tiga roda (meliputi: sepeda motor dan kendaraan roda tiga sesuai sistem klasifikasi Bina Marga).

Untuk tipe kendaraan ringan, faktor emp adalah 1 (satu) sedangkan tipe kendaraan berat serta sepeda motor dapat dilihat pada Tabel 2.2.


(32)

Tabel 2.3 Emp Untuk Jalan Perkotaan Terbagi dan Satu Arah Tipe jalan:

Jalan Satu Arah dan Terbagi

Arus lalulintas per lajur (kend/jam)

EMP

HV MC

Dua Lajur Satu Arah (2/1) Empat Lajur Terbagi (4/2D)

0 1.3 0.40

1050 1.2 0.25

Tiga lajur 1 arah (3/1) Enam lajur dua arah (6/2D)

0 1.3 0.40

1100 1.2 0.25

Sumber: MKJI, 1997

Dari Tabel 2.2. dapat diketahui volume lalulintas yang melewati suatu titik dihitung melalui persamaan berikut:

V = . ) ………..(2.3)

Dimana:

V = Volume (Smp/jam) Arus kendaraan tipe ke-i = Faktor emp kendaraan tipe ke-i

II.2.3 Perhitungan Kecepatan

Kecepatan merupakan laju pergerakan yang ditandai dengan besaran yang menunjukkan jarak yang ditempuh kenderaan dibagi dengan waktu tempuh. Kecepatan dapat didefenisikan dengan persamaan sebagai berikut :

= ………..……..(2.4) Dimana :

= kecepatan (km/jam)


(33)

t = waktu tempuh kendaraan (jam)

Kecepatan kendaraan pada suatu bagian jalan, akan berubah-ubah menurut waktu dan besarnya lalulintas. Ada 2 (dua) hal penting yang perlu diperhatikan dalam menilai hasil studi kecepatan yaitu :

a. Kecepatan rata-rata ruang ( sr), menyatakan kecepatan rata-rata kenderaan

dalam suatu bagian jalan pada suatu interval waktu tertentu dinyatakan dalam km/jam.

b. Kecepatan rata-rata waktu ( t), menyatakan kecepatan rata-rata kenderaan

yang melewati suatu titik dalam interval waktu tertentu yang dinyatakan dalam km/jam.

Kecepatan rata-rata ruang dan kecepatan rata-rata waktu dapat dihitung dari pengukuran waktu tempuh dan jarak menurut rumus berikut :

t ………...…..(2.5)

atau sr ………....…...…..(2.6)

Dimana :

t = kecepatan rata-rata waktu (km/jam) sr =kecepatan rata-rata ruang (km/jam)

x = jarak tempuh (km)

ti = waktu tempuh kenderaan (jam) n = jumlah kenderaan yang diamati


(34)

Kedua jenis kecepatan di atas sangat berguna dalam studi mengenai hubungan antara volume, kecepatan dan kerapatan. Penggunaan rumus di atas dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 2.4 Contoh Perhitungan Kecepatan Rata-Rata Waktu dan Kecepatan Rata-Rata Ruang

No. Kenderaan Jarak (meter) (xi)

Waktu Tempuh (detik) (ti)

Kecepatan (km/jam) xi / ti *(3,6)

1 25 4.3 20.9

2 25 4.6 19.6

3 25 5.5 16.4

4 25 5.8 15.5

5 25 6.5 13.8

Total 125 26.7 86.2

Rata-rata 26.7/5 = 5.34 86.2/5 = 17.24

Ut = 17.24 km/jam

Usr= (125/26.7)3.6 = 16.8 km/jam

Disebabkan karena sampel data yang diambil adalah terbatas pada periode waktu tertentu pada suatu titik dan harus mengikutsertakan beberapa kendaraaan yang bejalan cepat, akan tetapi pada saat pengambilan data dilaksanakan kenderaan yang berjalan lambat juga harus diikutsertakan. Oleh karena itu, pendekatan antara kecepatan setempat dan dan kecepatan rata-rata ruang digunakan persamaan berkut :

Ūsr = Ūt – S2/ Ūt ………..………..…...(2.7)

S = ………...….(2.8)

Dimana :


(35)

= rata-rata

II.2.4 Perhitungan Kerapatan

Kerapatan merupakan parameter yang menjelaskan keadaan lalulintas dimana terdapat banyaknya jumlah kenderaan yang menempati suatu panjang ruas tertentu. Nilai kerapatan dapat dihitung jika nilai volume dan kecepatan kederaan telah diperoleh sebelumnya.

D =

……….….…...…..(2.9)

Dimana:

D = kerapatan (smp/km)

V = volume lalulintas (smp/jam)

=kecepatan rata-rata ruang (km/jam)

II.3 Pemodelan Hubungan antara Volume, Kecepatan dan Kerapatan

Analisis untuk suatu ruas jalan didasarkan pada hubungan antara ketiga variabel parameter di atas, yaitu volume, kecepatan dan kerapatan lalulintas dalam keadaan jalan lalulintas yang ideal. Hubungan tersebut mengikuti defenisi dari kriteria tingkat pelayanan didasarkan pada faktor penyesuaian untuk kenderaan yang tidak sejenis. Terdapat 3 (tiga) pemodelan yang sering digunakan untuk menyatakan keterkaitan ketiga parameter tersebut yaitu model Greenshields, Greenberg dan Underwoood (Setiyaningsih, 2007).


(36)

II.3.1 Model Linier Menurut Greenshields

Pemodelan ini merupakan model paling awal yang tercatat dalam usaha mengamati peilaku lalulintas. Greenshields mengadakan studi pada jalur jalan di kota Ohio, dimana kondisi lalulintas memenuhi syarat karena tanpa gangguan dan bergerak secara bebas (steady state condition). Greenshields mendapat hasil bahwa hubungan antara kecepatan dan kerapatan bersifat linier. Berdasarkan penelitian-penelitian selanjutnya terdapat hubungan yang erat antara model linier dengan keadaan data di lapangan. Hubungan linier antara kecepatan dan kerapatan ini menjadi hubungan yang paling populer dalam tinjauan pergerakan lalulintas, mengingat fungsi hubungannya adalah yang paling sederhana sehingga mudah diterapkan. Adapaun persamaan umum hubungan antara kecepatan dan kerapatan dengan cara regresi linier adalah :

Y = A + Bx ………....(2.10) Dengan nilai :

A

=

………...…..(2.11)

B

=

………..…………...…...…...(2.12)

Dengan diperolehnya persamaan Y = A + Bx maka hubungan antara kecepatan dan kerapatan dapat dirumuskan. Garis hasil persamaan ini akan memotong skala kecepatan pada f dan memotong skala kerapatan pada Dj. Oleh karena itu, persamaan

garis yang didapat tersebut adalah sebagai berikut :


(37)

Dimana :

sr = kecepatan rata-rata ruang

Ūf = kecepatan rata-rata ruang keadaan arus bebas (free flow)

Dj = kerapatan pada saat macet (jam density)

D = kerapatan

Pada saat kecepatan merupakan kecepatan arus bebas (free flow), pengemudi dapat memacu kendaraannya pada kecepatan yang diinginkannya sedangkan pada saat kondisi kerapatan macet (jam density), kendaraan tidak dapat bergerak sama sekali atau kondisi kecepatan sangat kecil.

Untuk mendapatkan nilai konstanta Ūf dan Dj, maka persamaan (2.13) diubah

menjadi persamaan linier Y = A + Bx, dengan memisalkan : Y = sr

X = D A = f B = -

Hubungan antara volume dan kerapatan diperoleh dari substitusi sr = Ke persamaan (2.13) didapat :

sr = f - D

= f - D


(38)

Hubungan antara volume dan kecepatan diperoleh dari substitusi D = ke persamaan (2.13) didapat :

sr = f - D

sr = f -

V = sr Dj- sr2 ………...….(2.15)

Harga volume maksimum dapat dicari dengan menurunkan persamaan (2.14) terhadap kerapatan (D) dan nilai volume maksimum terjadi pada saat nilai kerapatan maksimum yakni pada saat nilai turunan pertama (diferensial ke-1) tersebut sama dengan nol.

V = D f - D2

= f – 2 Dm

Untuk nilai = 0 maka :

0 = f – 2 Dm

Dm = ………..(2.16)

Nilai Dm disubstitusikan ke dalam persamaan (2.14) dengan kondisi V berubah menjadi Vm dan D menjadi Dm , diperoleh :

Vm = ………...(2.17)

Dimana:


(39)

Dm = Kerapatan pada saat arus maksimum (kend/km)

Selanjutnya hubungan antara ketiga kecepatan, volume dan kerapatan digambarkan pada Gambar 2.1. Gambar ini menunjukkan bentuk umum hubungan antara volume dengan kecepatan, volume dengan kerapatan dan kecepatan dengan kerapatan. Hubungan antara kecepatan dengan kerapatan adalah monoton ke bawah yang artinya apabila kerapatan naik, maka kecepatan akan turun. Volume menjadi nol ketika kerapatan sangat tinggi sehingga tidak memungkinkan kendaraan untuk bergerak lagi. Ketika kerapatan nilainya nol, maka tidak terdapat kendaraan di jalan sehingga volume juga nol. Antara kedua nilai-nilai ekstrim tersebut dikembangkan hubungan antara kedua parameter tersebut.


(40)

Gambar 2.1 menunjukkan beberapa titik penting, yaitu tingkat volume nol terjadi pada dua kondisi berbeda. Pertama, jika tidak ada kendaraan di fasilitas, kerapatan adalah nol dan tingkat arus adalah nol. Secara teoritis, kecepatan pada saat kondisi ini ditentukan oleh pengemudi pertama (diasumsikan pada nilai yang tinggi). Kecepatan ini dinyatakan dalam Ūf. Kedua, jika kerapatan menjadi begitu tinggi sehingga semua

kendaraan harus berhenti, kecepatan adalah nol dan tingkat arus adalah nol. Karena tidak ada pergerakan dan kendaraan tidak dapat melintas pada suatu titik di potongan jalan. Kerapatan dimana semua kendaraan berhenti disebut kerapatan macet dinyatakan sebagai Dj.

Diantara kedua kondisi ekstrim tersebut, dinamika arus lalulintas menghasilkan pengaruh maksimum. Dengan meningkatnya arus dari nol, kerapatan juga meningkat karena lebih banyak kendaraan di jalan. Jika hal ini terjadi, kecepatan menurun karena interaksi antar kendaraan. Penurunan ini diabaikan pada kerapatan dan arus rendah dan sedang. Dengan meningkatnya kerapatan, kurva ini menganjurkan bahwa kecepatan menurun cukup berarti sebelum kapasitas dicapai.

Apabila kerapatan naik dari nol, maka arus juga naik. Namun apabila kerapatan terus naik akan dicapai suatu titik dimana akan menyebabkan penurunan kecepatan dan arus. Titik maksimum ini dinamakan kapasitas.

II.3.2 Model Logaritma Greenberg

Hubungan karakteristik arus lalulintas pada model ini dibuat dengan mengasumsikan bahwa arus lalulintas mempunyai kesamaan dengan arus fluida. Pada tahun 1959 Greenberg mengadakan studi yang dilakukan di terowongan Lincoln dan


(41)

menganalisa hubungan antara kecepatan dan kerapatan dengan menggunakan asumsi persamaan kontinuitas dari persamaan gerakan benda cair/fluida. Rumus dasar dari Greenberg adalah :

D =

C

………...……….(

2.18)

Dimana C dan b merupakan nilai konstanta. Dengan menggunakan asumsi diatas Greenberg mendapatkan hubungan antara kecepatan dan kerapatan berbentuk logaritma sebagai berikut :

= m ln ……….………….(2.19)

Untuk mendapatkan nilai konstanta m dan Dj, maka persamaan (2.18) diubah

menjadi persamaan linier Y = A + Bx sebagai berikut :

Ūs= Ūm . ln Dj - Ūm . ln D ... (2.20)

Dengan memisalkan variabel-variabelnya: Y = Ūsr

x = ln D A = Ūm . ln Dj

B = - Ūm

Untuk mendapatkan hubungan antara volume dan kerapatan maka Ūsr = disubstitusikan ke persamaan (2.20) :

Ūsr = Ūm . ln Dj - Ūm . ln D

= Ūm . ln Dj - Ūm . ln D


(42)

= Ūm .ln

V = Ūm D ln ………..……….(2.21)

Hubungan antara volume dan kecepatan didapat dari substitusi D = kedalam persamaan (2.19) didapat:

= m ln

= m ln

Ln =

V = Dj Ūsr ……….……….(2.22)

Nilai kerapatan pada saat arus maksimum untuk model Greenberg dapat dicari dengan menurunkan persamaan (2.21) terhadap kerapatan (D) dan menyamakan hasil diferensial tersebut dengan nol sehingga diperoleh :

V = Ūm D ln

= Ūm ln + Ūm D

= Ūm ln - Ūm

Untuk nilai = 0 maka :

0 = Ūm ln - Ūm


(43)

0 = ln

Dm = ……….………...(2.23)

Sedangkan nilai kecepatan pada saat volume maksimum dicari dengan

menurunkan persamaan (2.21) terhadap kecepatan (Ūsr) dan menyamakan hasil

diferensial tersebut dengan nol sehingga diperoleh : V = Dj Ūsr

= Dj + Dj Ūsr

= Dj - Dj

=

Untuk = 0 maka :

0 =

0 =

Ūsr= Ūm ……….……….(2.24)

Arus maksimum didapat dengan menggunakan rumus dasar : Vm =

= x Ūm


(44)

II.3.3 Model Eksponensial Underwood

Underwood mengemukakan suatu hipotesis bahwa hubungan antara kecepatan dan kerapatan merupakan hubungan eksponensial dengan bentuk persamaan sebagai berikut :

Ūsr = ………..……….….…..…(2.26)

Untuk mendapatkan nilai konstanta Ūf dan Dm, maka persamaan (2.26) diubah

menjadi persamaan linier Y = A + Bx sebagai berikut :

Ln (Ūsr) = Ln ( )

Ln (Ūsr) = Ln ( - ………..………...…..….(2.27)

Dengan memisalkan variabel-variabel nya : Y = Ln Ūsr

x = D A = Ln B = -

Untuk mendapatkan hubungan antara volume dan kerapatan maka Ūsr =

disubstitusikan ke persamaan (2.26) :

Ūsr =

=

V = D ………....…….(2.28)


(45)

V = D V = D . eB .

V = D . eB+AD

Hubungan antara arus dan kecepatan didapat dengan substitusi D = kepersamaan (2.25) :

Ūsr =

Ūsr =

Apabila kedua ruas dinyatakan dalam fungsi logaritma naturalis, maka diperoleh persamaan :

Ln (Ūsr) = ln )

Ln (Ūsr) = ln )

V = Ūsr . Dm . ln ) – Ūsr. Dm . ln (Ūsr)

V = Ūsr . Dm . ln ………..……….…...………(2.29)

Nilai kerapatan pada saat arus maksimum dicari dengan menurunkan persamaan (2.28) terhadap kerapatan (D) dan menyamakan hasil diferensial tersebut dengan nol sehingga diperoleh :


(46)

= + D

= +

=

Untuk = 0 maka diperoleh :

0 =

Dm = D ………..………….…….( 2.30)

Sedangkan nilai kecepatan pada saat arus maksimum dicari dengan menurunkan persamaan (2.29) terhadap kecepatan (Ūsr) dan menyamakan hasil diferensial tersebut

dengan nol sehingga diperoleh :

V = ŪSr Dm In

= Dm In + DmŪSr


(47)

= Dm

Untuk = 0 maka :

0 = Dm

0 = In – 1

e ……….………(2.31)

Karena terjadi pada kondisi maksimum maka Ūsr adalah Ūm. Volume maksimum

pada metode Underwood dihitung dengan menggunakan rumus dasar :

Vm = Dm x Ūm

= Dm x

Vm = ……….……….…..(2.32)

II.4 Pengujian Statistik II.4.1 Analisis Regresi Linier

Pemodelan volume lalulintas yang umum digunakan untuk menentukan karakteristik kecepatan dan kerapatan adalah regresi linier. Analisa ini dilakukan dengan meminimalkan total nilai perbedaan kuadratis antara observasi dan nilai perkiraan dari variabel yang tidak bebas (dependent). Bila variabel tidak bebas linier terhadap variabel bebas, maka hubungan dari kedua variabel itu dikenal dengan analisa regresi linier.


(48)

Bila variabel tidak bebas y dan variabel bebas x mempunyai hubungan linier, maka fungsi regresinya :

Y = A + Bx ………..…...(2.33) Besarnya konstanta A dan B dapat dicari dengan persamaan-persamaan di bawah ini :

…………...……….………....(2.34)

………..……….…....(2.35)

Dimana :

A = konstanta regresi B = konstanta regresi x = variabel bebas Y = variabel tidak bebas n = jumlah sampel

II.4.2 Analisis Korelasi

Analisis korelasi digunakan untuk menentukan kuatnya hubungan antara peubah bebas dan tidak bebas yang dinyatakan dengan nilai koefisien korelasi r. Nilai koefisien korelasi bervariasi antara -1 sampai +1 (-1< r <+1). Apabila nilai koefisien sama dengan 0 (nol), maka dikatakan tidak terdapat korelasi antara peubah bebas dan peubah tidak bebas, sedangkan apabila nilai koefisien korelasi sama dengan 1 (satu) dikatakan mempunyai hubungan yang sempurna, nilai koefisien korelasi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :


(49)

Sebagai koefisien penentu digunakan koefisien determinasi (r2) yang dihitung

dengan mengkuadratkan nilai koefisien korelasi. Koefisien korelasi r ini perlu memenuhi syarat-syarat :

a. Koefisien korelasi harus besar apabila kadar hubungan tinggi atau kuat dan harus kecil apabila kadar hubungan itu kecil atau lemah.

b. Koefisien korelasi harus bebas dari satuan yang digunakan untuk mengukur variable-variabel, baik prediktor maupun respon.

II.4.3 Pengujian Signifikasi

Pengujian ini digunakan untuk menentukan linier tidaknya hubungan antara peubah bebas dan peubah tidak bebas. Yang biasa digunakan istilah uji F (variance ratio/the F test) dan uji t (student’s t test). Uji t digunakan untuk menentukan apakah terdapat pengaruh (tingkat signifikasi) antar peubah bebas dengan peubah tidak bebas. Sebagai tolak ukur dalam pengujian ini adalah membandingkan antara nilai t hasil hitungan dengan nilai t dari tabel distribusi t pada taraf signifikasi keberartian yang dipilih. Nilai t dapat dihitung dengan rumus :

………..……....(2.37)

Dimana :

t = test t-student bi = koefisien regresi

r = koefisien korelasi parsial


(50)

n = jumlah pengamatan n-i-1 = derajat kebebasan i = jumlah variabel r2 = koefisien determinasi

Pengujian nilai F adalah untuk memilih model yang paling baik diantara model yang didapat dan menentukan apakah suatu model layak digunakan, dimana varians itu sendiri merupakan kuadrat dari simpangan baku dari data-data yang ada dalam variable. Nilai F dikatakan memenuhi syarat apabila nialai dari hasil perhitungan lebih besar dari nilai F table untuk traf signifikasi yang dipilih.

Nilai F diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

……….…………...(2.38)

Dimana : F = test F

n = jumlah pengamatan i = jumlah variabel r2 = koefisien determinasi

Hasil uji signifikasi selanjutnya dibandingkan dengan nilai yang terdapat di dalam tabel, yaitu dengan menetapkan taraf signifikasinya.


(51)

II. 5 Tundaan

Tundaan menurut MKJI 1997 disebut sebagai waktu tempuh tambahan yang diperlukan untuk melewati suatu simpang dibandingkan pada situasi tanpa simpang. Terdapat dua jenis tundaan yang dapat terjadi didalam arus lalulintas yaitu:

1. Tundaan tetap.

Tundaan tetap merupakan tundaan yang disebabkan oleh alat-alat pengendali lalulintas. Tundaan ini seringkali terjadi dipersimpangan-persimpangan jalan. Terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi terjadinya tundaan di persimpangan, yaitu:

 Faktor-faktor fisik, yang meliputi jumlah jalur, lebar jalan, pengendali akses menuju jalan tersebut, dan tempat-tempat transit.

 Pengendali lalulintas, yang meliputi jenis dan pengaturan waktu dari lampu lalulintas, tanda berhenti, pengendali belokan, dan pengendali parkir.

2. Tundaan Operasional.

Tundaan operasional merupakan tundaan yang disebabkan oleh gangguan antara unsur-unsur didalam arus lalulintas atau tundaan yang disebabkan oleh adanya pengaruh dari lalulintas lain. Misalnya : kendaraan yang masuk keluar dari tempat parkir, pejalan kaki atau kendaraan yang berhenti. Namun tundaan operasional dapat juga disebabkan oleh gangguan didalam arus lalulintas itu sendiri. Misalnya : kemacetan akibat volume kendaraan yang lebih besar dibandingkan kapasitas jalan yang ada.

Selain itu ada juga tundaan yang disebabkan oleh pemberhentian (Stopped delay) yaitu tundaan yang terjadi pada kendaraan dengan kendaraan tersebut berada dalam


(52)

kondisi benar-benar berhenti pada kondisi mesin hidup (stasioner). Kondisi ini bila berlangsung lama akan mengakibatkan suatu kemacetan lalulintas (kongestion).

Penundaan mencerminkan waktu yang tidak produktif dan bila dinilai dengan uang, maka hal ini menunjukan jumlah biaya yang harus dibayar masyarakat karena memiliki jalan yang tidak memadai (Hobbs dalam Suwardi, 2005).

Semakin tinggi arus dipersimpangan akan menyebabkan tingkat tundaan yang lebih tinggi dipersimpangan tersebut. Tundaan pada daerah perlintasan sebidang jalan dan jalan rel ini bukan hanya disebabkan oleh penutupan pintu perlintasan, namun juga disebabkan oleh ketidak-rataan oleh alur rel yang melintang terhadap badan jalan dan hal ini juga mengakibatkan tundaan meskipun pintu perlintasan dalam keadaan terbuka, yakni yang dikenal sebagai tundaan geometrik.Berdasarkan defenisi diatas dapat diturunkan kedalam persamaan matematis sebagai berikut:

W= + T ………..………(2.39).

Dimana:

W = Waktu tempuh total

= Waktu tempuh pada kondisi arus bebas, yang merupakan waktu minimum yang diperlukan untuk melintasi suatu ruas jalan tertentu.

T = Tundaan

Tundaan terdiri atas tundaan lalulintas ( ) dan tundaan Geometrik , dan secara matematis dapat dinyatakan sebagai berikut:

T = + ………(2.40)


(53)

= Tundaan lalulintas rata-rata = Tundaan geometrik rata-rata

II.6 Antrian

Antrian kendaraan adalah fenomena transportasi yang tampak sehari-hari. Antrian dalam Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997, didefenisikan sebagai jumlah kendaraan yang antri dalam suatu pendekat simpang dan dinyatakan dalam kendaraan atau satuan mobil penumpang. Sedangkan panjang antrian didefenisikan sebagai panjang antrian kendaraan dalam suatu pendekat dan dinyatakan dalam satuan meter. Gerakan kendaraan yang berada dalam antrian akan dikontrol oleh gerakan yang didepannya atau kendaraan tersebut dihentikan oleh komponen lain dari sistem lalulintas.

Terdapat dua aturan dalam antrian, yaitu first in first out (FIFO) dan last in first out (LIFO). Dalam analisa pengaruh penutupan pintu perlintasan kereta api digunakan aturan antrian yang pertama, yaitu first in first out hal ini disebabkan penyesuaian dengan kenyataan di lapangan dan kondisi pendekat lintasan.

Ketika permintaan melebihi kapasitas untuk suatu periode waktu atau pada suatu waktu antar kedatangan yang lebih rendah dibandingkan dengan waktu pelayanan (pada tingkat mikroskopik) di suatu lokasi tertentu, maka terbentuklah antrian. Antrian bisa berupa antrian yang bergerak (moving queue) atau antrian yang berhenti (stopped queue). Pada dasarnya kelebihan kendaraan disimpan pada daerah upstream dari bottleneck atau daerah pelayanan, dan kedatangannya ditunda selama periode waktu berikutnya.


(54)

Teknik analisis yang bisa dipakai dalam mempelajari proses antrian, yaitu shock wave analysis (Analisa Gelombang kejut). Shock wave analysis dapat digunakan ketika proses permintaan-kapasitas adalah deterministic, dan terutama cocok untuk evaluasi jarak yang diperlukan untuk proses antrian dan untuk interaksi proses antrian.

II.7 Perlintasan Sebidang Jalan Dengan Rel Kereta Api

Perlintasan sebidang antara jalan dengan rel kereta merupakan kasus khusus pada suatu ruas jalan raya dengan tanggung jawab untuk pengaturan dan pertimbangan keamanan terbagi pada kepentingan jalan dan jalan rel. Pengemudi kendaraan yang mendekat ke suatu perlintasan harus memiliki pandangan yang tidak terhalang ke jalur masuk yang cukup untuk memungkinkan kontrol terhadap kendaraan. Selain ditinjau dari segi keselamatan, perlintasan juga berdampak terhadap tundaan kendaraan.

II.8 Gelombang Kejut

Gelombang kejut didefinisikan sebagai gerakan pada arus lalulintas akibat adanya perubahan nilai kerapatan dan arus lalulintas (Soedirdjo, 2002). Gelombang kejut terbentuk ketika pada sebuah ruas jalan terdapat arus dengan kerapatan rendah yang diikuti oleh arus dengan kerapatan tinggi, dimana kondisi ini mungkin diakibatkan oleh kecelakaan, pengurangan jumlah lajur, atau jalur masuk ramp. Misalnya saja perilaku lalulintas pada saat memasuki jalan menyempit, pada simpang bersinyal ketika nyala lampu merah, atau pada perlintasan kereta api. Pada perlintasan kereta api, diskontinuitas terjadi saat kereta api melintas (pintu perlintasan ditutup) dan adanya perlambatan sebagai akibat pengurangan kecepatan oleh kendaraan didepannya karena adanya hambatan berupa pengendali kecepatan (rumble strips) maupun alur rel (pada saat kondisi perlintasan dibuka).


(55)

II.8.1 Klasifikasi Gelombang Kejut

Gelombang kejut dapat didefenisikan menjadi 6 kelas menurut (Soedirdjoe, 2002) yaitu:

1. Gelombang kejut diam depan (frontal stationary), terdapat pada lokasi penyempitan jalur (termasuk sinyal lalulintas) dan menunjukkan bahwa pada lokasi tersebut arus lalulintas lebih besar dari kapasitas jalannya. Istilah depan mempunyai implikasi bahwa ini adalah bagian terdepan (pinggir kearah hilir) dari daerah kemacetan dengan kerapatan yang lebih rendah kearah hilir dan lebih tinggi kearah hulu. Istilah diam berarti bahwa gelombang kejut terjadi pada lokasi tersebut dan hal ini tidak akan berpindah lokasinya dengan berubahnya waktu.

2. Gelombang kejut bentukan mundur (backward forming), terbentuk apabila terjadi kemacetan dan menunjukkan daerah dalam waktu dan ruang dimana kelebihan arus ditampung. Istilah mundur berarti bahwa dengan berjalannya waktu, gelombang kejut akan bergerak ke belakang (kearah hulu atau kearah yang berlawanan dengan arah gerakan lalulintas). Istilah bentukan mempunyai implikasi bahwa dengan berjalannya waktu, kemacetan akan semakin meningkat dan berkembang kearah hulu. Waktu dan ruang daerah asal ke kiri dari gelombang kejut mempunyai kerapatan yang lebih rendah dan kekanan kerapatannya lebih tinggi.


(56)

Gambar. 2.2. Klasifikasi Gelombang Kejut Sumber : Soedirdjoe, 2002

3. Gelombang kejut pemulihan maju (forward recovery), terbentuk seketika terjadi kemacetan sedangkan arus lalulintas berkurang sehingga berada di bawah kapasitas penyempitannya. Oleh karena itu panjang dari kemacetan dapat dikurangi. Istilah maju berarti bahwa selama berlangsungnya waktu, gelombang kejut bergerak kedepan (kearah hilir atau kearah yang sama dengan arah gerakan lalulintas). Istilah pemulihan mempunyai implikasi bahwa selama berlangsungnya waktu terdapat kondisi arus lalulintas bebas (free-flow) pada daerah yang semakin jauh kearah hilir. Waktu ruang kekiri dari gelombang kejut mempunyai kerapatan yang lebih tinggi dan kekanan mempunyai kerapatan yang lebih rendah.

4. Gelombang kejut diam belakang (rear stationary), terjadi apabila kedatangan lalulintas sama dengan kapasitas pada daerah kemacetan untuk selama periode


(57)

waktu tertentu. Istilah belakang mempunyai implikasi bahwa ini adalah bagian paling belakang atau pinggir kearah hulu dari daerah kemacetan. Kerapatan lebih tinggi kearah hilir dan lebih rendah kearah hulu. Istilah diam berarti bahwa gelombang tidak berpindah lokasinya selama periode waktu tertentu. 5. Gelombang kejut pemulihan mundur (backward recovery), terbentuk ketika

kemacetan terjadi, tetapi kemudian terjadi peningkatan kapasitas jalannya. Istilah mundur berarti bahwa selama berlangsungnya waktu, gelombang kejut bergerak kebelakang (kearah hulu atau kearah yang berlawanan dengan arah gerakan lalulintas). Istilah pemulihan mempunyai implikasi bahwa selama berlangsungnya waktu, kondisi arus bebas meningkat semakin menjauhi dari daerah awal lokasi kemacetan. Daerah kemacetan berada di sebelah kiri dari gelombang kejut dan keadaan araus bebas berada di sebelah kanannya.

6. Gelombang kejut bentukan maju (forward forming), istilah maju mempunyai implikasi bahwa gelombang kejut bergerak dalam arah yang sama dengan arah gerakan lalulintas, sedangkan istilah bentukan berarti bahwa selama berlangsungnya waktu kemacetan, terjadi peningkatan pada tempat yang semakin jauh kearah hilir. Waktu ruang disebelah kiri gelombang kejut mempunyai kerapatan yang lebih rendah dan kekanan kerapatannya lebih tinggi.

Kondisi pada saat pintu perlintasan ditutup dapat digambarkan pada Gambar 2.3 dengan keterangan sebagai berikut (Setiyaningsih, 2007):


(58)

Kondisi ini terjadi saat kereta melintas dan pintu perlintasan ditutup. Akibatnya nilai kerapatan pada kondisi arus yang masuk (volume kebutuhan = demand) berangsur-angsur menjadi kerapatan macet. Kendaraan yang berada didepan kelompoknya mengurangi kecepatannya saat mendekati perlintasan, dan akhirnya berhenti sehingga terbentuk antrian dibelakangnya.

2. Pada saat pintu perlintasan dibuka, kerapatan pada kondisi macet berangsur-angsur kembali sampai pada keadaan dimana kerapatan menuju kekondisi maksimum.

3. Pada tahap ini kecepatan gelombang kejut 2 ( ) akan menyusul kecepatan gelombang kejut 1 ( ), dimana kerapatan saat kondisi macet akan hilang dan arus akan kembali pada kondisi normal sebelum adanya penutupan.

Gambar 2.3 Gelombang Kejut Pada Saat Kondisi Pintu Perlintasan Ditutup Sumber: Said, 2004


(59)

Dimana adalah saat pintu perlintasan ditutup dan gelombang kejut mundur bentukan terjadi. Selanjutnya adalah saat pintu dibuka kembali. Sedangkan adalah saat antrian kendaraan berangsur hilang dan gelombang kejut maju bentukan terjadi.

Daerah bertanda 1 mewakili kondisi arus dari kelompok kendaraan tanpa gangguan fasilitas lalulintas dengan kecepatan konstan. Daerah 2 mewakili kelompok kendaraan yang membentuk antrian ketika memasuki daerah persimpangan sebidang jalan dengan jalan rel saat pintu ditutup dan berangsur–angsur hilangnya antrian saat pintu dibuka. Daerah 3 mewakili kondisi arus yang baru pada kondisi setelah kelompok kendaraan melewati daerah perlintasan sebidang jalan dan rel kereta api.

Gelombang kejut pada perlintasan sebidang jalan dengan rel kereta api terjadi pada kondisi pintu perlintasan terbuka dan tertutup. Pada kondisi yang pertama yaitu pada saat penutupan pintu perlintasan ketika ada kereta yang melintas, kendaraan-kendaraan mulai berhenti dan kerapatan bertambah, diskontinuitas terjadi ketika kendaraan bergabung dengan antrian dan pada saat kendaraan mulai bergerak dari bagian depan antrian pada saat pintu perlintasan terbuka. Pada kondisi kedua, pada saat kelompok kendaraan melintasi jalur rel, kendaraan dibagian depan memperlambat kecepatan sehingga terjadi peningkatan kerapatan dan setelah melewati jalur rel, kendaraan menambah kecepatan sehingga kerapatan berkurang.

Diskontinuitas pertama yaitu gelombang kejut mundur bentukan (backward forming shock wave), dan diskontinuitas yang kedua yaitu gelombang kejut mundur pemulihan (backward recovery shock wave). Gelombang kejut pertama terbentuk, saat pintu perlintasan tertutup dan pada kondisi kedua saat kendaraan yang berada didepan


(60)

kelompoknya mengurangi kecepatan, sebagai hasil peningkatan kerapatan lalulintas akibat adanya antrian. Selanjutnya ada gelombang kejut diam depan (frontal stationery shock wave) yang terjadi pada garis stop selama waktu tertutupnya pintu perlintasan. Istilah depan (frontal) digunakan untuk menunjukkan bahwa gelombang kejut berada pada garis terdepan dari daerah antrian, sedangkan istilah diam (stationary) digunakan untuk menunjukkan bahwa gelombang kejut tetap berada pada posisi yang sama.

Tiga gelombang kejut mulai pada saat t1di garis henti : ωAD ( gelombang kejut

bentukan maju), ωDB (gelombang kejut diam depan), dan ωAB (gelombang kejut

bentukan mundur). Kecepatan dari ketiga gelombang kejut ini dinyatakan pada diagram Gambar 2.4 dan dapat dihitung dengan menggunakan rumus- rumus berikut :

Gambar 2.4 Gelombang Kejut Pada Perlintasan Kereta Api Pada Saat Pintu Perlintasan Ditutup


(61)

ω DA = = +μA ……….….…….…(2.41)

ω DB = = 0 ……….…..(2.42)

ω AB = == ………...(2.43)

Dimana :

ωDA = gelombang kejut dari kondisi titik awal D (VD= 0 dan DD = 0) ke titik A

(VA, DA).

ωDB = gelombang kejut pada saat pintu perlintasan ditutup selama kendaraan

berhenti sehingga VB = 0 dan DB = kerapatan saat macet.

ωAB = gelombang kejut saat nilai kerapatan arus pada kondisi volume kendaraan

sama dengan volume kebutuhan (V=VA) berangsur-angsur menjadi

kerapatan macet (DB).

Kondisi arus A,B dan D ini tetap sampai waktu t2 pada saat pintu perlintasan

dibuka. Kondisi arus baru C pada waktu t2 di garis henti meningkat dari nol sampai arus

jenuh. Ini menyebabkan dua gelombang kejut baru, ωDC (gelombang kejut pemulihan

maju) dan ωBC (gelombang kejut pemulihan mundur) , sedangkan gelombang kejut akhir

adalah ωDB (gelombang kejut diam didepan. Kecepatan dua gelombang kejut baru ini

dapat secara grafis dilihat pada Gambar 2.4 dan dihitung dengan persamaan berikut ini :

ωDC = = +μC ………..(2.44)

ωBC = == ………...(2.45)


(62)

ωDC = gelombang kejut pada saat pintu perlintasan dibuka, kondisi ruas di depan pintu

perlintasan dari kondisi arus dan kerapatan nol perlahan bergerak searah dengan lalulintas ke arah hilir sampai pada kondisi titik C (VC = volume maksimum = kapasitas, DC = kerapatan maksimum).

ωBC = gelombang kejut dari kendaraan yang mengalami kondisi berhenti saat pintu

ditutup mulai bergerak disusul oleh kendaraan dibelakangnya sampai kendaraan terakhir yang tidak mengalami antrian tetapi kecepatannya terpengaruh oleh kecepatan arus di depannya.

Kondisi arus D, C, B, dan A tetap sampai ωAB dan ωBC memotong waktu t3.

Interval waktu antara t2 dan t3 dapat dihitung sebagai berikut :

ta = r ……….……(2.46)

Gambar 2.5 Lokasi Antrian dan Lokasi Hilangnya Antrian Sumber: Setiyaningsih, 2007


(63)

Lokasi antrian dari garis henti pada waktu t2 dapat dihitung sebagai berikut :

XA = r . tan ……….……(2.47)

tan = ………(2.48)

Lokasi hilangnya antrian dari garis henti pada waktu t3 dapat dihitung dengan rumus

sebagai berikut :

XB = ………..…….(2.49)

Dimana r = lamanya waktu penutupan pintu perlintasan = t2-t1

Respon lalulintas yang tidak bisa bergerak dengan segera begitu pintu perlintasan dibuka mengakibatkan beberapa kendaraan mungkin masih mengalami tundaan walaupuntidak mengalami antrian.

Pada saat t3gelombang kejut gerak maju baru ωAC terbentuk, dan dua gelombang

kejut gerak mundur ωABdan ωBC berakhir. Gelombang kejut ωAC dapat dihitung dengan

rumus :

ωAC = ………(2.50)

Kondisi arus D, C, dan A tetap sampai waktu tertentu sampai pintu perlintasan ditutup kembali, tetapi sebebelumnya pada saat waktu t4 , gelombang kejut bentukan

maju ωAC memotong garis henti dan arus di garis henti menurun dari arus maksimum VC

menjadi VA . Periode waktu dari mulai pintu perlintasan dibuka sampai tingkat

pelepasan garis henti turun dibawah nilai maksimum ( t2 sampai t4 ) dapat dihitung

sebagai berikut :


(64)

Jumlah kendaraan yang mengalami antrian :

N = ( r + ta ) x VA ……….(2.52)

Tundaan yang terjadi adalah:

T = x r + N ………(2.53)


(65)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

III.1 Pemilihan Lokasi Penelitian

Pada penelitian ini yang menjadi lokasi penelitian adalah pada perlintasan sebidang antara Jalan Sekip kota Medan dengan jalur kereta api Medan-Binjai.

Adapun alasan pemilihan lokasi penelitian ini adalah :

1. Jenis kendaraan dan jumlah volume yang melewati jalan ini bervariasi. 2. Jalur kereta api pada perlintasan ini merupakan jalur utama Medan – Binjai. 3. Perlintasan sebidang jalan Sekip ini merupakan perlintasan yang dilengkapi

dengan pos penjaga, pintu perlintasan, sinyal tanda, dan pembatas/pengendali kecepatan kendaraan (rumble strips).

Lokasi pengambilan data adalah pada ruas jalan Sekip untuk arah pergerakan dari jalan Gatot Subroto menuju jalan Gereja dan begitu juga sebaliknya yaitu dari jalan Gereja menuju jalan Gatot Subroto. Lokasi pengambilan data ini dibagi menjadi dua lokasi pengamatan yaitu Lokasi pengamatan 1 yaitu sejarak 25 m pada ruas yang dianggap belum terpengaruh rumble strips, Lokasi pengamatan 2 yaitu 25 m pada saat memasuki rumble strips. Dan pengamat berdiri dilokasi di setiap ujung yang ditandai sejauh 25 meter.


(66)

Gambar 3.1 Denah lokasi survey volume dan waktu tempuh kendaraan

U

25 m 25 m

20 m

30 m

LOKASI PENG. 1


(67)

III. 2 Pilot Survey

Sebelum dilaksanakan pengambilan data secara lengkap, perlu dilakukan survey pendahuluan (pilot survey) sebagai bahan pertimbangan yang sifatnya penjagaan atau antisipasi untuk langkah-langkah selanjutnya.

• Menetapkan pilihan motode yang didasarkan pada kemampuan data yang hendak digunakan.

• Menaksir keadaan mutu data yang akan diambil.

• Menaksir kebutuhan akan ukuran sampel yang akan diambil.

• Menentukan pembagian periode pengamatan yang dipandang penting.

Pilot survey atau survey pendahuluan dilakukan untuk menunjang pelaksanaan dalam pengumpulan data di lapangan. Survey pendahuluan yaitu survey yang berskala kecil dan sangat penting dilakukan terutama agar survey yang sesungguhnya dapat berjalan dengan efisien dan efektif. Tahap ini dimulai dengan peninjauan lapangan yaitu menyelidiki lokasi yang akan disurvey. Kemudian setelah kesemuanya tersebut diatas telah dipertimbangkan maka dilaksanakanlah survey yang sesungguhnya.

III. 3 Variabel-Variabel yang Diukur

Pada penelitian ini data yang diperlukan dari kondisi di lapangan adalah data volume kendaraan (V) dan waktu tempuh kendaraan untuk melalui suatu penggal jalan tertentu. Dari data waktu tempuh didapatkan besarnya kecepatan rata-rata waktu dan kecepatan rata-rata ruang, sedangkan kerapatan akan dihitung berdasarkan data volume dan kecepatan kendaraan.


(68)

Besarnya volume lalulintas diperoleh dengan mencatat jumlah kendaraan yang melewati suatu titik pengamatan tertentu di lokasi penelitian berdasarkan jenis kendaraannya, kemudian data ini dikonversikan ke dalam satuan mobil penumpang (smp).

Kecepatan setempat kendaraan diukur dengan mencatat waktu tempuh kendaraan untuk melalui suatu jarak tertentu yang telah ditetapkan, dimana kecepatan adalah hasil bagi antara jarak dengan waktu tempuh. Selanjutnya, untuk mendapatkan variabel kerapatan (D) dilakukan dengan membagi jumlah volume dengan kecepatan.

III.4. Pengumpulan Data III. 4.1 Surveyor dan Peralatan

Selama pelaksanaan pengamatan lalu lintas untuk keperluan tugas akhir ini, maka dibentuk satu tim survey. Sebelum melakukan tugasnya tim ini terlebih dahulu diberi penjelasan bagaimana cara mendapatkan data di lapangan.

Pada tahapan pengumpulan data ini diperlukan alat-alat pendukung seperti : 1. Stop watch digital, untuk mencatat waktu tempuh kendaraan yang

melewati penggal jalan dan menghitung lamanya waktu pintu perlintasan ditutup.

2. Meteran, untuk mengukur penggal jalan dan geometrik lokasi penelitian. 3. Alat tulis untuk mencatat data.

4. Alat penanda batas pengamatan (lakban). 5. Alat transportasi bagi pengamat.


(69)

yang lewat pada bidang pengamatan berdasarkan jenis kendaraan.

III. 4.2 Periode Pengamatan

Data dilapangan diambil dengan interval waktu 15 menitan. Periode pengamatan untuk tiap lokasi yaitu:

• Waktu pengumpulan data yaitu pada hari Senin, 17 Januari 2011 dari jam 07.00 - 19.00 WIB.

III.4.3 Pengumpulan Data Primer

Untuk penelitian ini data yang dibutuhkan didapat dari observasi atau pengamatan langsung dilokasi penelitian. Adapun jenis data yang dibutuhkan adalah:

1. Data volume lalulintas

Pengamatan dapat dilakukan secara manual maupun visual dengan alat penghitung manual (hand counter) yakni dengan mencatat jumlah kendaraan yang lewat pada suatu titik pengamatan tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya setiap interval waktu 15 menit. Jenis kendaraan yang disurvey dibagi dalam tiga golongan yaitu sepeda motor (MC), kendaraan ringan (LV) dan kendaraan berat (HV). Pencatatan dibedakan untuk tiap lokasi periode pengamatan.

2. Data geometrik

Pengambilan data geometrik dilaksanakan dengan mengukur langsung di lapangan. Data-data yang dibutuhkan adalah :

 lebar jalan dan median

 jumlah dan jarak rumble strips  denah lokasi penelitian


(70)

3. Data kecepatan

Kecepatan diperoleh dengan membagi jarak tempuh dengan waktu. Data ini didapatkan dengan mencatat waktu yang dibutuhkan kendaraan untuk melewati jarak tertentu kemudian dibagi dengan panjang jarak tersebut. Pengambilan data kecepatan ini dilakukan untuk semua jenis kendaraan yaitu MC, LV, dan HV. Tata cara untuk pengambilan sampel adalah kendaraan yang paling depan dari suatu peleton diambil sebagai sampel dengan pertimbangan kendaraan kedua dan selanjutnya diperkirakan mempunyai kecepatan yang tidak terlalu besar selisihnya dan kemungkinan tidak dapat menyiap. Tetapi agar lebih teliti maka kendaraan pada posisi tengah dan kendaraan yang paling belakang juga diambil sebagai sampel.

4. Data lama penutupan pintu perlintasan

Data ini diperoleh dengan mencatat waktu pintu ditutup 45° sampai pintu dibuka 45°, dari selisih waktu ini kita dapatkan lama pintu perlintasan tersebut ditutup. 5. Perhitungan Tundaan dan antrian dengan Metode Gelombang Kejut

Tundaan akibat penutupan pintu perlintasan dihitung dengan metode gelombang kejut. Parameter yang digunakan dalam perhitungan ini adalah kecepatan, volume kendaraan dan lama waktu penutupan pintu perlintasan. Setelah didapatkan besarnya gelombang kejut, selanjutnya dihitung waktu pertemuan antara gelombang kejut 1 (USW1) dengan gelombang Kejut 2 (USW2) yang terjadi dibelakang perlintasan sebidang jalan dengan jalur rel yang disimbolkan dengan t1

digunakan untuk menghitung panjang jarak dibelakang perlintasan sebidang jalan dan jalan rel dimana kendaraan terakhir mengalami tundaan, yang diberi simbol L


(71)

dan dinyatakan dalam satuan km. Kemudian dihitung lama waktu yang diperlukan oleh kecepatan Gelombang 3 (USW3) melewati segmen sepanjang L yang dinyatakan dalam t2 dalam satuan jam. Waktu yang diperlukan oleh kendaraan

untuk kembali ke kondisi normal yaitu t1 , dan volume lalulintas digunakan untuk

menghitung jumlah kendaraan yang mengalami tundaan. Selanjutnya dari jumlah kendaraan dan data t1dan t2 serta volume kendaraan dapat dihitung besarnya

tundaan satu periode waktu penutupan.

6. Menentukan Besar Tundaan Selama Satu Hari

Setelah mendapatkan nilai tundaan pada kondisi pintu tertutup, selanjutnya dihitung besar tundaan yang terjadi selama satu hari. Hal ini dilakukan dengan memperhitungkan jumlah kereta yang melintas selama satu hari dimana dalam penelitian ini diambil waktu efektif 12 jam dan variasi volume per jam. Karena terdapat nilai yang bervariasi dari lama penutupan pintu perlintasan maka diambil satu nilai sebagai unit waktu yakni nilai rata-rata lama penutupan.

III.4.4 Pengumpulan Data Sekunder

Pengumpulan data sekunder diambil dari instansi terkait yaitu data mengenai: 1. Literatur yang dapat menunjang penelitian.

2. Data peta lokasi dan ruas jalan.

Secara Keseluruhan kegiatan penyusunan skripsi ini dapat digambarkan kedalam bagan alir yang terlihat pada Gambar 3.2 :


(1)

Dari hasil perhitungan dengan menggunakan Shock Wave Analysis pada kondisipintu tertutup dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Periode penutupan maksimum berbeda antara kedua arah pergerakan lalu lintas (arah ke Jalan Gereja dan Gatot Subroto), kondisi antrian dan tundaan maksimum untuk kedua arah pergerakan lalulintas dimana :

a. Untuk arah ke Jalan Gereja ; kondisi antrian dan tundaan maksimum terjadi pada periode 09.31.25 - 09.32.24, dimana menghasilkan waktu pelepasan ta = 14 detik, waktu pemulihan tb = 31 detik, panjang antrian maksimum = 27 meter, jumlah kendaraan antri N = 17 smp, serta rata-rata tundaan sebesar 37 detik.

b. Untuk arah ke Jalan Gatot Subroto ; kondisi antrian dan tundaan maksimum terjadi pada periode 07.39.12 - 07.40.10, dimana menghasilkan waktu pelepasan ta = 38 detik, waktu pemulihan tb = 102 detik, panjang antrian maksimum = 105 meter, jumlah kendaraan antri N = 33 smp, serta rata-rata tundaan sebesar 48 detik.

2. Kondisi antrian dan tundaan yang terjadi tergantung pada jumlah kendaraan yang masuk dan durasi penutupan perlintasan. Semakin besar kendaraan yang masuk, semakin lama durasi penutupan menyebabkan waktu dan panjang antrian serta tundaan yang dialami oleh pengemudi semakin besar.


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

V.1 Kesimpulan.

3. Dari hasil perhitungan terhadap kecepatan rata-rata ruang yang terjadi memberikan hasil bahwa kecepatan rata-rata ruang pada lokasi pengamatan 1 lebih besar dibandingkan dengan lokasi pengamatan pengamatan 2 hal ini disebabkan pada lokasi pengamatan 2 adanya perlambatan yang diakibatkan adanya rambu peringatan berupa rumble strips pada saat memasuki perlintasan.

4. Pada kondisi arus lalu lintas dengan kecepatan yang bervariasi, ketiga model (Greenshield, Greenberg dan Underwood) menghasilkan nilai yang cukup baik, akan tetapi pada pengujian statistik terlihat bahwa model Greenshield memenuhi kriteria lebih baik diantara kedua model lainnya.

5. Dari hasil perhitungan yang dilakukan nilai karakteristik lalulintas masing-masing kondisi jalan yang diperoleh dari model terpilih yaitu metode Greenshields :

a) Dari jalan Gatot Subroto menuju jalan Gereja yaitu:

Pada lokasi pengamatan I (ruas yang tidak dipengaruhi rumble strips) nilai kecepatan arus bebas Ūf 19.7260 km/jam, nilai kerapatan macet DJ 319.1909 smp/km dan volume maksimum Vm 1574.090 smp/jam.


(3)

Pada lokasi pengamatan II (ruas yang dipengaruhi rumble strips) nilai kecepatan arus bebas Ūf 14.1956 km/jam, nilai kerapatan macet DJ 657.2037 smp/km dan volume maksimum Vm 2332.350 smp/jam. b) Dari jalan Gereja menuju jalan Gatot Subroto:

Pada lokasi pengamatan I (ruas yang tidak dipengaruhi rumble strips) nilai kecepatan arus bebas Ūf 23.4578 km/jam, nilai kerapatan macet DJ 657.2037 smp/km dan volume maksimum Vm 3591.830 smp/jam.

Pada lokasi pengamatan II (ruas yang dipengaruhi rumble strips) nilai kecepatan arus bebas Ūf 20.4114 km/jam, nilai kerapatan macet DJ 381.5215 smp/km dan volume maksimum Vm 1946.847 smp/jam. 6. Berdasarkan hasil analisis tundaan dan antrian dengan metode gelombang

kejut diperoleh :

 Untuk arah pergerakan dari jalan Gatot subroto menuju jalan Gereja yaitu pada periode penutupan 09.31.25 - 09.32.24 merupakan kondisi maksimum dimana menghasilkan waktu pelepasan ta = 14 detik, waktu pemulihan tb = 31 detik, panjang antrian maksimum = 27 meter, jumlah kendaraan antri N = 17 smp, serta rata-rata tundaan sebesar 37 detik.

 Untuk arah pergerakan dari jalan Gereja menuju jalan Gatot subroto yaitu pada periode penutupan 07.39.12 - 07.40.10 juga merupakan kondisi maksimum dimana menghasilkan waktu pelepasan ta = 38 detik, waktu pemulihan tb = 102 detik, panjang antrian maksimum


(4)

=105 meter, jumlah kendaraan antri N = 33 smp, serta rata-rata tundaan sebesar 48 detik.

7. Kondisi antrian dan tundaan yang terjadi tergantung pada jumlah kendaraan yang masuk dan durasi penutupan perlintasan. Semakin besar kendaraan yang masuk, semakin lama durasi penutupan menyebabkan waktu dan panjang antrian serta tundaan yang dialami oleh pengemudi semakin besar.

V.2 Saran

1. Pengukuran kecepatan dengan metode yang menggunakan alat bantu stopwatch sangat mengandalkan kesigapan dan ketepatan pengamat sehingga diperlukan metode pengukuran yang lebih baik.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Alamsyah, A.A. 2008. Rekayasa Lalulintas. UMM Press. Malang.

Amal, A.S; Bambang Pudjianto dan Eko Mujihartono. 2002. Pengaruh Penutupan Pintu Perlintasan Kereta Api Terhadap Tundaan dan Panjang Antrian Kendaraan Pada Jalan Raya Malang- Surabaya KM 10. Jurnal Pilar. UMM. Malang.

Anonim. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian.

Anonim. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2009 Tentang LaluLintas Dan Angkutan Kereta Api.

Direktorat Bina Sistem Lalulintas Dan Angkutan Kota. 1999. Rekayasa Lalulintas. Direktorat Jenderal Bina Marga. 1997. Manual Kapasitas Jalan Indonesia.

Departemen Pekerjaan Umum.

Direktorat Jenderal Bina Marga. 1990. Panduan Survey dan Perhitungan Waktu Perjalanan Lalulintas.

Khisty dan Lall. 2005. Dasar-Dasar Rekayasa Transportasi. Jilid I. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Said. 2004. Kajian Satu Persimpangan Sebidang Jalan Dan Jalan Rel. Thesis. ITB. Bandung.

Setiyaningsih, Ika. 2007. Karakteristik Lalu lintas Pada Persilangan sebidang jalan Dan Jalan Rel. Thesis. ITB. Bandung.

Soedirdjoe, T.L. 2002. Rekayasa Lalulintas. ITB. Bandung


(6)

Suwardi. 2005. Pengaruh Lintasan Kereta Api Terhadap Lalulintas Jalan Slamet Riyadi Purwosari Surakarta. Jurnal Penelitian Sains dan Teknologi Vol 6. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta.

Wirartha, IM. 2005. Pedoman Penulisan Usulan Penelitian, Skripsi dan Tesis. Penerbit Andy. Yogyakarta