Risiko Produksi Bayam dan Kangkung Organik, Petani Mitra Agribusiness Development Center-University Farm IPB

RISIKO PRODUKSI BAYAM DAN KANGKUNG ORGANIK,
PETANI MITRA AGRIBUSINESS DEVELOPMENT
CENTER-UNIVERSITY FARM IPB

LINDA ROSALINA

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Risiko Produksi Bayam
dan Kangkung Organik, Petani Mitra Agribusiness Development CenterUniversity Farm IPB adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, April 2013
Linda Rosalina
NIM H34080001

ABSTRAK
LINDA ROSALINA. Risiko Produksi Bayam dan Kangkung Organik, Petani
Mitra Agribusiness Development Center-University Farm IPB. Dibimbing oleh
YANTI NURAENI MUFLIKH.
Sayuran organik merupakan satu dari beragam komoditas hortikultura yang
memiliki prospek cerah untuk dikembangkan. Hal ini terkait dengan semakin
meningkatnya kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi produk yang
menyehatkan. Salah satu lembaga yang menghimpun dan mendampingi petani
organik berskala kecil adalah Agribusiness Development Center-University Farm
IPB. Komoditas sayuran organik yang diunggulkan oleh ADC-UF IPB adalah
bayam hijau dan kangkung. Hal ini dikarenakan jumlah permintaan pasar terhadap
kedua jenis sayuran tersebut selalu lebih tinggi dibandingkan sayuran lain di
setiap bulan. Permintaan pasar akan bayam hijau dan kangkung sampai saat ini
belum memenuhi target karena produktivitas dari kedua komoditas tersebut selalu
berfluktuasi. Produktivitas yang berfluktuasi tersebut dipengaruhi oleh beberapa

faktor produksi yakni, curah hujan tidak menentu, hama dan penyakit, tingkat
kesuburan lahan, dan keterampilan sumberdaya manusia. Tingkat risiko produksi
pada kegiatan spesialisasi menunjukkan bahwa bayam hijau lebih berisiko
dibandingkan kangkung karena bayam hijau lebih rentan terhadap cuaca serta
serangan hama dan penyakit. Sementara kegiatan diversifikasi terbukti dapat
menurunkan risiko produksi pada kegiatan spesialisasi.
Kata kunci: sayuran organik, risiko produksi, risiko portofolio

ABSTRACT
LINDA ROSALINA. Production Risk of Spinach and Kangkong Organic in
Agribusiness Development Center-University Farm IPB. Supervised by YANTI
NURAENI MUFLIKH.
Organic vegetable is one of horticultural commodities with bright prospect
to be developed. This is related to the awareness increasing of the public to
consume healthy products. One of the institutions that develop organic farmers is
Agribusiness Development Center-University Farm IPB. Spinach and kangkong
are the most adventageos to ADC-UF IPB because the market demand for both of
vegetables are higher than other vegetables in every month. The market demand
for both of vegetables, cannot be fulfilled because the productivity always
fluctuates. It is influenced by the factors of production is caused by pests,

diseases, climate and high precipitation level and labour skills. As for the level of
production risk on the specialization activities indicates that spinach riskier than
kangkong, because spinach more sensitive to weather and pests and diseases.
While the diversification activities can reduce the specialitation risk.
Keywords: Organic vegetables, production risk, potofolio risk

RISIKO PRODUKSI BAYAM DAN KANGKUNG ORGANIK,
PETANI MITRA AGRIBUSINESS DEVELOPMENT
CENTER-UNIVERSITY FARM IPB

LINDA ROSALINA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Risiko Produksi Bayam dan Kangkung Organik, Petani Mitra
Agribusiness Development Center-University Farm IPB
Nama
: Linda Rosalina
NIM
: H34080001

Disetujui oleh

Yanti Nuraeni Muflikh, SP, MAgribuss
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Nunung Kusnadi, MS
Ketua Departemen


Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2012 ini ialah
risiko bisnis, dengan judul Risiko Produksi Bayam dan Kangkung Organik, Petani
Mitra Agribusiness Development Center-University Farm IPB.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Yanti Nuareni Muflikh, SP,
Margibuss selaku pembimbing, serta Bapak Ir. Burhanuddin, MM dan Ibu Dr.Ir.
Netti Tinaprilla, MMA selaku dosen penguji yang telah banyak memberi saran. Di
samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Tisna dari
Agribusiness Development Center-University Farm IPB, Bapak H. Soleh selaku
perwakilan petani organik mitra ADC-UF IPB, serta seluruh staf TaiwanInternational Cooperation Development Fund (ICDF), yang telah membantu
selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah,
ibu, kakak, adik, serta seluruh sahabat Agribisnis 45 dan LAWALATA IPB, atas
segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.


Bogor, April 2013
Linda Rosalina

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Pertanian Organik
Budidaya Sayuran Semusim
Budidaya Bayam (Amaranthus sp.)
Budidaya Kangkung (Ipamoea reptans)
Kajian Risiko Produksi Sayuran Organik
Kajian Risiko Produksi Sayuran Non-Organik

KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Definisi dan Konsep Risiko
Bentuk dan Sumber Risiko
Manajemen Risiko
Alternatif Strategi Penanganan Risiko pada Usaha Pertanian
Kerangka Pemikiran Operasional
METODE
Lokasi Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Metode Pengumpulan Data
Metode Pengolahan Data
Analisis Sumber-Sumber Risiko Produksi
Analisis Risiko pada Kegiatan Spesialisasi
Analisis Risiko pada Kegiatan Diversifikasi
GAMBARAN UMUM
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Desa Cikarawang Kecamatan Dramaga
Desa Karekhel Kecamatan Leuwiliang
Desa Tegal Waru Kecamatan Ciampea

Desa Ciaruteun Ilir Kecamatan Cibungbulang
Gambaran Umum ADC-UF IPB dan ICDF
Peran Counterpart IPB
Proyek dan Tujuan
Gambaran Umum Petani Mitra ADC-UF IPB
Karakteristik Responden
Umur Responden
Tingkat Pendidikan Responden
Jumlah Tanggungan Keluarga

x
xii
xiii
11
11
5
8
8
8
9

9
10
11
12
13
16
18
18
18
19
21
22
23
26
26
26
27
28
28
29

31
32
32
33
33
34
34
35
36
36
37
39
39
40
41

Pengalaman Bertani
Luas Lahan
Status Kepemilikan Lahan
Tahapan Produksi Bayam hijau organik dan Kangkung organik

Penggunaan Input Usahatani
Struktur Pendapatan Usahatani
HASIL DAN PEMBAHASAN
Faktor-faktor Risiko Produksi
Analisis Risiko Produksi
Penilaian Risiko Produksi pada Kegiatan Spesialisasi
Penilaian Risiko Produksi pada Kegiatan Diversifikasi
Rekomendasi Penanganan Risiko Produksi
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

41
43
43
44
48
50
51
51
58
60
61
63
67
67
68
69
71
102

DAFTAR TABEL
1 Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Periode 2007-2010
1
2 Presentase Pengeluaran Rata-rata per Kapita Sebulan Menurut Kelompok
Barang 2006-2010
2
3 Permintaan dan Penjualan Bayam Hijau Organik dan Kangkung Organik pada
Ritel Modern di Bogor 2012
6
4 Produksi Bayam Hijau Organik dan Kangkung Organik 2012 Tersortasi
7
5 Nilai Coefficient Variation pada Sayuran Organik dan Non-Organik
18
6 Petani Mitra ADC-UF IPB IPB yang Aktif Mengusahakan Bayam Hijau
Organik dan Kangkung Organik Periode 2011-2012
27
7 Kegiatan Pendampingan dan Pembinaan ADC-UF IPB Juni 2011- 2012
38
8 Umur Petani Bayam Hijau Organik dan Kangkung Organik Mitra ADC-UF
IPB Tahun 2012
40
9 Tingkat Pendidikan Petani Bayam Hijau Organik dan Kangkung Organik Mitra
ADC-UF IPB Tahun 2012
40
10 Jumlah Tanggungan Petani Bayam Hijau Organik dan Kangkung Organik
Mitra ADC-UF IPB Tahun 2012
41
11 Pengalaman Bertani Konvensional Petani Bayam Hijau Organik dan Kangkung
Organik Mitra ADC-UF IPB Tahun 2012
42
12 Pengalaman Bertani Organik Petani Bayam Hijau Organik dan Kangkung
Organik Mitra ADC-UF IPB Tahun 2012
42
13 Luas Lahan Organik Petani Bayam Hijau Organik dan Kangkung Organik
Mitra ADC-UF IPB Tahun 2012
43
14 Status Kepemilikan Lahan Petani Bayam Hijau Organik dan Kangkung
Organik Mitra ADC-UF IPB Tahun 2012
44
15 Tahapan Produksi Bayam Hijau Organik dan Kangkung Organik
46
16 Rata-Rata Penggunaan Input Produksi Bayam Hijau Organik (1.490,58 m²) dan
Kangkung Organik (793,35 m²) pada Petani Mitra ADC-UF IPB
48
17 Rata-rata Penerimaan Petani Bayam Hijau Organik dan Kangkung Organik
Mitra ADC-UF IPB Berdasarkan Produktivitas
51
18 Jenis Hama dan Penyakit dan Pengendaliannya
52
19 Aktivitas Produksi antara Petani Mitra dengan SOP ADC-UF IPB
54
20 Sumber Risiko Produksi Bayam Hijau Organik dan Kangkung Organik
56
21 Tingkat Produktivitas (Kg/m²) Bayam Hijau Organik dan Kangkung Organik
dari Petani Mitra ADC-UF IPB Selama 13 Periode
58
22 Perhitungan Expected Return Berdasarkan Produktivitas Pada Kegiatan
Spesialisasi Bayam Hijau Organik dan Kangkung Organik Petani Mitra ADCUF IPB
59
23 Penilaian Risiko Produksi pada Kegiatan Spesialisasi Bayam Hijau Organik
dan Kangkung Organik Petani Mitra ADC-UF IPB
60
24 Perbandingan Risiko Produksi dari Beberapa Fraksi Portofolio Antara Bayam
Hijau Organik dengan Kangkung Organik
62
25 Perbandingan Risiko Produksi Spesialisasi dan Portofolio Berdasarkan
Produktivitas Komoditi Bayam Hijau Organik dan Kangkung Organik pada
Petani Mitra ADC-UF IPB
62

DAFTAR GAMBAR
1 Produksi Bayam dan Kangkung di Indonesia Tahun 2006-2011
2 Permintaan Pasar Modern di Bogor Terhadap Sayuran Organik ADC-UF
2011-2012
3 Produktivitas Bayam Hijau dan Kangkung Juni 2011-Juni 2012
4 Tahapan dalam Proses Manajemen Risiko
5 Langkah-langkah Operasional Penelitian
6 Peta Lokasi Penelitian
7 Benih Bayam Hijau Organik dan Kangkung Organik
8 Bayam Hijau Organik dan Kangkung Organik yang Terserang Jamur
9 Distribusi Sayuran Organik Salah Satu Petani

4
IPB
5
7
21
25
33
49
53
56

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8

Produktivitas bayam hijau organik (Juni 2011-Juni 2012)
Produktivitas kangkung organik (Juni 2011-Juni 2012)
Perhitungan risiko pada kegiatan spesialisasi bayam hijau organik
Perhitungan risiko pada kegiatan spesialisasi kangkung organik
Perhitungan risiko pada kegiatan diversifikasi
Komoditas prganik yang telah disertifikasi tahun 2009
Fraksi/ bobot portofolio (%)
Dokumentasi Kegiatan Penelitian
100

72
79
86
90
94
95
96

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pertanian merupakan sektor primer dalam perekonomian Indonesia. Hal ini
ditunjukkan oleh kontribusi sektor pertanian terhadap Produk Domestik Bruto
(PDB). Berdasarkan data BPS tahun 2011, sektor pertanian menempati urutan
ketiga dari sembilan sektor perekonomian nasional, yang ditunjukkan oleh
kontribusi sektor pertanian terhadap total PDB Nasional sebesar 14,72 persen.
Salah satu subsektor pertanian yang memberikan kontribusi terhadap
Produk Domestik Bruto (PDB) sektor pertanian adalah subsektor hortikultura.
Nilai PDB Hortikultura berdasarkan harga yang berlaku tahun 2007-2010
mengalami peningkatan dan menunjukkan bahwa komoditas sayuran menempati
urutan kedua terbesar setelah buah-buahan dalam menyumbang nilai PDB
Hortikultura (Tabel 1).
Setiap tahun selama empat tahun terakhir, komoditas sayuran selalu
mengalami peningkatan. Nilai PDB tersebut sebesar Rp25 587 milyar (2007),
Rp28 208 milyar (2008), Rp30 506 milyar (2009), dan pada tahun 2010 sayuran
mencapai Rp31 244 milyar atau setara dengan 36.35 persen dari jumlah total PDB
Hortikultura dengan laju pertumbuhan dari tahun 2009-2010 mencapai 2.42
persen (Pusdatin 2012).
Tabel 1 Nilai PDB hortikultura berdasarkan harga berlaku periode 2007-2010
Komoditas
Nilai PDB (Milyar Rp)
Pertumbuhan
2009-2010
2007
2008
2009
2010
(%)
Sayur-sayuran

25587

28208

30506

31244

2.42

Buah-buahan

42362

47060

48437

45482

-6.1

Tanaman hias

4741

5085

5494

6174

12.37

Biofarmaka

4105

3853

3897

3665

-5.94

76795

84202

88334

85958

-2.69

Total
Sumber : Pusdatin (2012)

Kondisi agroklimat di Indonesia merupakan modal utama untuk
membudidayakan beragam sayuran, buah-buahan, tanaman pangan, dan bunga
disepanjang tahun. Salah satu komoditas yang prospektif untuk dikembangkan di
Indonesia adalah sayuran. Seiring meningkatnya laju pertumbuhan penduduk dan
pendapatan per kapita, maka kebutuhan terhadap sayuranpun meningkat.
Berdasarkan Survey Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Tahun 2006-2010
presentase pengeluaran rata-rata per kapita dalam satu bulan untuk komoditas
sayuran berada pada urutan ke lima dari 15 kelompok barang makanan lainnya.
Contohnya pada tahun 2010, presentase pengeluaran rata-rata untuk komoditas

2
sayuran sebesar 3.84 persen dari 51.43 persen total pengeluaran 15 kelompok
barang (Tabel 2).
Tabel 2 Presentase pengeluaran rata-rata per kapita sebulan menurut kelompok
barang, indonesia, 2006-2010
Tahun (%)
Kelompok Barang Makanan
2006
2007
2008
2009
2010
Padi-padian
11.37
10.15
9.57
8.86
8.89
Umbi-umbian
0.59
0.56
0.53
0.51
0.49
Ikan
4.72
3.91
3.96
4.29
4.34
Daging
1.85
1.95
1.84
1.89
2.1
Telur dan susu
2.96
2.97
3.12
3.27
3.2
Sayur-sayuran
4.42
3.87
4.02
3.91
3.84
Kacang-kacangan
1.63
1.47
1.55
1.57
1.49
Buah-buahan
2.1
2.56
2.27
2.05
2.49
Minyak dan lemak
1.97
1.69
2.16
1.96
1.92
Bahan minuman
2.5
2.21
2.13
2.02
2.26
Bumbu-bumbuan
1.37
1.1
1.12
1.08
1.09
Konsumsi lainnya
1.27
1.34
1.39
1.33
1.29
Makanan jadi
10.29*) 10.48*) 11.44*) 12.63*) 12.79*)
Minuman beralkohol
Tembakau dan sirih
5.97
4.97
5.08
5,26
5.25
Jumlah makanan
53.01
49.24
50,17
50.62
51.43
Sumber : Survey Sosial Ekonomi Nasional, 2006-2010 (diolah)
Catatan: *) Termasuk Minuman Beralkohol

Hasil presentase pengeluaran rata-rata per kapita per bulan untuk sayuran
memiliki proporsi yang cukup besar. Hal ini membuktikan bahwa sayuran
merupakan komoditas yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat pada umumnya.
Bertambahnya tingkat konsumsi sayuran dari tahun ke tahun dipengaruhi oleh
kesadaran masyarakat untuk menerapkan gaya hidup sehat. Kekhawatiran
terhadap kesehatan dan kepedulian terhadap lingkungan, meningkatkan kesadaran
masyarakat untuk mengkonsumsi produk yang menyehatkan, terbebas dari residu
bahan kimia, dan ramah bagi lingkungan.
Gaya hidup sehat yang demikian telah mengalami pelembagaan secara
internasional yang diwujudkan melalui regulasi perdagangan global. Regulasi
tersebut mensyaratkan jaminan bahwa produk pertanian harus mempunyai atribut
seperti, aman dikonsumsi (food savety attributes), memiliki kandungan nutrisi
tinggi (nutritional attribute), dan ramah lingkungan (eco-labelling attributes).
Produk pangan yang memiliki ketiga atribut tersebut adalah produk yang
dihasilkan dari sistem pertanian organik. Menurut Maporina (2006), saat ini
dikenal beberapa standard assessment produksi pertanian dan pangan yang
memakai konsep ramah lingkungan dan keamanan pangan, antara lain: 1)
HAACCP System (Hazard Analysis Critical Control Point): Codex Alimentarius
Commission, SNI 4852 1998, 2) Organic System : IFOAM, Codex Alimentarius
Commision, NOP-USA, EU 2092/1991, JAS, SNI 01-6729-2002, 3) Good

3
Agricultural Practices : Eurep Gap-EU, 4) ISO 22000 : ISO, 5) GMP 13
Certification : PDV Netherland, dan 6) Aquaculture Certification-Aquaculture
Certification Council, Inc. USA.
Pemerintah Indonesia telah memiliki standar yang mengatur tentang
pangan organik yaitu Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-6729-2002 tentang
Sistem Pangan Organik. Standar Nasional Indonesia (SNI) Sistem Pangan
Organik mengadopsi seluruh materi dalam dokumen standar CAC/GL 32 – 1999,
Guidelines for the production, processing, labeling dan marketing of organically
produced foods dan dimodifikasi sesuai dengan kondisi Indonesia, ke dalam
bahasa Indonesia.1
Produk pangan organik dihasilkan dari sistem pertanian organik dalam
memberikan solusi pangan yang sehat dan aman. Pertanian organik dapat
didefinisikan sebagai suatu sistem produksi pertanian yang menghindarkan atau
mengesampingkan penggunaan senyawa sintetik baik untuk pupuk, zat tumbuh,
maupun pestisida. Sistem Pertanian Organik adalah sistem produksi holistik dan
terpadu, mengoptimalkan kesehatan dan produktivitas agroekosistem secara alami
serta mampu menghasilkan pangan dan serat yang cukup, berkualitas dan
berkelanjutan (Deptan 2002). Keuntungan yang diperoleh dari aktivitas pertanian
organik adalah dapat meningkatkan ketahanan pangan, kesehatan dan
kesejahteraan masyarakat serta kelestarian lingkungan hidup (Sulaeman, 2008).
Setiap tahun, permintaan terhadap produk pertanian organik mengalami
peningkatan. Peningkatan tersebut diimbangi dengan semakin bertambahnya luas
area yang diusahakan untuk pertanian organik. Menurut data Aliansi Organis
Indonesia (AOI) 2011, pada tahun 2010 luas area pertanian organik di Indonesia
mencapai 239872.24 ha. Jumlah ini lebih luas 10 persen dari tahun 2009
mencakup luas lahan pertanian organik yang telah disertifikasi, yang sedang
dalam proses sertifikasi, sertifikasi Penjaminan Mutu Organis Indonesia
(PAMOR), dan tidak bersertifikasi. Luas area lahan pertanian yang telah
tersertifikasi tersebut, didominasi oleh luas area pertanian untuk sayuran organik
yaitu sebesar 18044.6 ha atau sekitar 22 persen dari total luas lahan organik yang
tersertifikasi di Indonesia (Lampiran 6).
Aliansi Organis Indonesia (AOI) 2011, menyatakan bahwa seiring
semakin bertambahnya area pertanian organik menunjukkan semakin meningkat
jumlah produsen komoditas organik2. Permasalahan selanjutnya yang timbul
adalah terpinggirkannya atau kurang kompetitifnya petani organik berskala kecil.
Hal ini disebabkan karena untuk mendapatkan pengakuan organik, petani organik
harus melalui proses sertifikasi. Biaya sertifikasi yang mahal dan proses sertifikasi
yang tidak sesuai dengan budaya petani menjadi kendala tersendiri bagi para
petani berskala kecil untuk mengusahakan sistem pertanian organik. Salah satu
lembaga mitra organik yang dapat menghimpun dan membantu permasalahan
yang dihadapi oleh petani organik berskala kecil adalah Agribusiness
Development Center-University Farm Institut Pertanian Bogor (ADC-UF IPB).

1

Sulaeman, D. 2008. Mengenal Sistem Pangan Organik Indonesia. Jakarta: Departemen
Pertanian
2
[AOI]
Aliansi
Organis
Indonesia.
http://organicindonesia.org/05infodatanews.php?id=248. 10 Juni 2012

4
Agribusiness Development Center-University Farm (ADC-UF IPB) yang
berlokasi di Cikarawang Bogor, merupakan hubungan kerjasama antara Taiwan International Cooperation and Development Fund (ICDF) dengan Institut
Pertanian Bogor (IPB) melalui kerjasama Misi Teknik Taiwan (MTT). Misi
Teknik Taiwan (MTT) ini bekerja sama dengan IPB sejak tahun 2007. Dalam
pelaksanaan kerjasama, IPB menunjuk UF sebagai perwakilan. Kerjasama yang
ditawarkan pihak ICDF kepada UF meliputi penyediaan pasar yang pasti bagi
komoditas yang dihasilkan para petani serta melakukan pembinaan terhadap para
petani mitra agar mampu menghasilkan komoditas yang berkualitas, berkuantitas
dan kontinu.
Sayuran organik yang disalurkan ADC-UF IPB ke pasar swalayan di
wilayah Bogor didapatkan dari hasil produksi petani mitra. Komoditas yang
diunggulkan oleh ADC-UF IPB adalah bayam hijau organik dan kangkung
organik. Komoditas tersebut merupakan produk unggulan dari unit pemasaran
ADC-UF IPB karena jumlah permintaan terhadap sayuran tersebut selalu lebih
tinggi dibandingkan dengan sayuran lainnya di setiap bulan. Jumlah permintaan
bayam hijau organik dan kangkung organik yang tinggi, menunjukkan bahwa
kedua komoditas tersebut merupakan sayuran yang banyak dikonsumsi oleh
masyarakat. Hal ini dibuktikan juga oleh tingginya produksi nasional terhadap
komoditas bayam dan kangkung.
Berdasarkan statistik tanaman sayuran nasional, komoditas bayam dan
kangkung mengalami fluktuasi produksi dari tahun ke tahun. Produksi tertinggi
dicapai oleh bayam dan kangkung pada tahun 2009 dengan total produksi nasional
sebesar 173.75 ton dan 360.992 ton. Selanjutnya angka produksi kembali turun di
tahun 2010 dengan total produksi nasional untuk bayam dan kangkung adalah
sebesar 152.334 ton dan 350.879 ton (Gambar 1).

Gambar 1 Produksi bayam dan kangkung di indonesia tahun 2006 – 2011
Sumber: BPS (2012)

Terjadinya fluktuasi produksi di setiap tahun mengindikasikan adanya
risiko produksi dalam membudidayakan sayuran ini. Sehingga secara teoripun
risiko produksi dapat diturunkan dengan diversifikasi. Menurut Taringan 2009,
sumber risiko produksi yang dapat mempengaruhi produktivitas sayuran adalah
curah hujan, tingkat kesuburan lahan dan serangan hama penyakit. Hal yang sama

5
juga terjadi pada petani mitra ADC-UF IPB yang mengusahakan bayam hijau
organik dan kangkung organik. Teknik budidaya yang tidak menggunakan input
pertanian berbahan kimia menjadi salah satu penyebab tingginya risiko produksi
yang dihadapi. Akibat dari adanya risiko produksi dapat menyebabkan penurunan
tingkat produktivitas dan pendapatan. Maka kajian mengenai risiko produksi
cukup penting untuk dilakukan agar dampak kerugian yang diterima petani dapat
diminimalisasi.
Penelitian terdahulu yang telah mengkaji risiko produksi bayam hijau
organik menghasilkan nilai risiko produksi sebesar 26 persen dan 42 persen. Maka
pada penelitian ini diduga akan menghasilkan nilai risiko produksi bayam hijau
organik yang berada pada range antara 26-42 persen. Pada kasus ini dilakukan
kepada para petani mitra ADC-UF IPB yang mengusahakan bayam hijau organik
dan kangkung organik.

Perumusan Masalah
Saat ini ADC-UF IPB telah membudidayakan sebanyak tujuh jenis sayuran
organik antara lain, bayam hijau, bayam merah, selada, kangkung, kailan, sawi
sendok/ pakcoy, dan caisim. Semua jenis komoditas tersebut merupakan tanaman
semusim yang berumur tiga sampai empat minggu. Sedangkan komoditas yang
diunggulkan adalah bayam hijau organik dan kangkung organik. Komoditas
tersebut merupakan produk unggulan dari unit pemasaran ADC-UF IPB karena
jumlah permintaan terhadap sayuran tersebut selalu lebih tinggi dibandingkan
dengan sayuran lain pada setiap bulan. Pada Gambar 2 menunjukkan bahwa
permintaan terhadap bayam hijau organik dan kangkung organik untuk ritel
“modern” seluruh Bogor selalu tertinggi dari bulan ke bulan. Permintaan pada Juli
2012, untuk kangkung organik mencapai sebesar 1135.25 kg, sedangkan bayam
hijau organik mencapai 1184.35 kg.

Gambar 2 Permintaan pasar modern di bogor terhadap sayuran organik ADC-UF
IPB 2011-2012
Sumber: Unit Pemasaran ADC-UF IPB (2012)

6
Permintaan ritel modern di Bogor terhadap bayam hijau organik dan
kangkung organik sampai saat ini belum memenuhi target. Nilai selisih antara
permintaan dan penjualan dari seluruh ritel modern di Bogor untuk komoditas
bayam hijau organik dan kangkung organik disajikan pada Tabel 3. Pada tiga
bulan terakhir yaitu antara Mei hingga Juli 2012, jumlah bayam hijau organik
yang belum dapat terpenuhi berturut-turut adalah sebesar 254.80 kg, 255.65 kg
dan 139.70 kg. Sedangkan pada kangkung organik sebesar 212.35 kg, 72.55 kg
dan 124.8 kg.
Tabel 3 Permintaan dan penjualan bayam hijau organik dan kangkung organik
pada ritel modern di bogor 2012
Bulan
Komoditas
Permintaan Penjualan Permintaan yang
(Kg)
(Kg)
Belum Terpenuhi
Januari

Bayam hijau organik
Kangkung organik
Februari Bayam hijau organik
Kangkung organik
Maret Bayam hijau organik
Kangkung organik
April
Bayam hijau organik
Kangkung organik
Mei
Bayam hijau organik
Kangkung organik
Juni
Bayam hijau organik
Kangkung organik
Juli
Bayam hijau organik
Kangkung organik

1210.20
118520
1141
1085
1208
1078
867
860.40
1334.95
1250.25
1049.90
954
1184.35
1.135,25

708
843.40
862
918
1047
888.80
523
687
1080.15
1037.90
794.25
881.45
1044.65
1.010,45

(Kg)
502.20
341.80
279
167
161
189.20
344
173.40
254.80
212.35
255.65
72.55
139.70
124,80

(%)
41.50
28.84
24.45
15.39
13.33
17.55
39.68
20.15
19.09
16.98
24.35
7.60
11.80
10,99

Sumber: Unit Pemasaran ADC-UF IPB (2012)

Menurut pihak pemasaran ADC-UF IPB, adanya selisih angka antara
permintaan dan penjualan yang cukup besar diakibatkan rendah atau fluktuatifnya
produksi dan produktivitas kedua komoditas yang dihasilkan oleh petani mitra.
Rendah atau fluktuatifnya produksi dan produktivitas merupakan akibat dari
tingginya angka sortasi pada kedua komoditas yang dihasilkan. Pada Tabel 4,
presentase produksi yang tersortasi dari Mei hingga Juli 2012 secara berturut-turut
adalah 27.16 persen, 38.09 persen dan 18.70 persen untuk bayam hijau organik.
Sedangkan untuk kangkung organik secara berturut-turut adalah 37.85 persen,
46.02 persen dan 17.11 persen.

7
Tabel 4

Bulan
Mei
Juni
Juli

Produksi bayam hijau organik dan kangkung organik 2012 yang
tersortasi
Produksi yang
Produksi
Total
Tersortasi
Petani
Penjualan
Komoditas
(Kg)
(Kg)
(Kg)
(%)
Bayam hijau organik
1483
1080.15
402.85 27.16
1670
1037.9
632.1 37.85
Kangkung organik
1283
794.25
488.75 38.09
Bayam hijau organik
1633
881.45
751.55 46.02
Kangkung organik
1285
1044.65
240.35 18.70
Bayam hijau organik
1219
1010.45
208.55 17.11
Kangkung organik

Tingginya tingkat sortasi dari produksi kedua komoditas yang dihasilkan
disebabkan oleh kualitas produksi yang rendah dan penanganan pasca panen yang
kurang baik. Menurut pihak pemasaran ADC-UF IPB, dari kedua penyebab
tingginya tingkat sortasi tersebut didominasi oleh rendahnya kualitas produksi
yang dihasilkan dari petani mitra. Hal ini mengindikasikan adanya risiko produksi
yang diduga disebabkan oleh, kondisi cuaca yang tidak menentu, serangan hama
dan penyakit pada tanaman, cara budidaya, dan lain sebagainya.

Gambar 3 Produktivitas bayam hijau organik dan kangkung organik juni 2011juni 2012
Adanya risiko produksi dapat diketahui dari terjadinya fluktuasi pada
produktivitas sayuran organik yang diusahakan. Pada Gambar 3 menunjukkan
bahwa produktivitas pada tahun 2011 untuk bayam hijau organik dan kangkung
organik mengalami fluktuasi. Adanya fluktuasi tersebut diduga akibat curah hujan
yang tidak menentu. Pada bulan Juni ke Juli 2011 merupakan peralihan musim
hujan ke musim kamarau, dimana sayuran organik tidak rentan terhadap serangan
hama penyakit, maka seharusnya produktivitas bayam hijau organik dan
kangkung organik tinggi. Namun yang terjadi produktivitas kangkung organik
turun. Pada bulan Agustus 2011 adalah musim kemarau dan seharusnya
produktivitas menjadi semakin membaik. Namun yang terjadi produktivitas
bayam hijau organik dan kangkung organik malah semakin menurun. Sedangkan
di bulan September 2011, sudah memasuki peralihan musim hujan, dimana

8
sayuran organik rentan terhadap hama penyakit saat musim hujan yang dapat
menyebabkan penurunan produktivitas. Namun, produktivitas bayam hijau
organik dan kangkung organik justru mengalami peningkatan.
Dampak dari fluktuasi produktivitas, bagi petani mitra menyebabkan
ketidakpastian terhadap perolehan pendapatan. Sedangkan bagi pasar ADC-UF
IPB, hal tersebut dapat mengurangi minat retailer yang tidak mendapat pasokan
secara kontinu dengan kualitas sesuai standar. Berdasarkan uraian tersebut, maka
dirumuskan permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini, yaitu:
1.
Apa saja sumber risiko produksi yang terdapat pada usahatani bayam hijau
organik dan kangkung organik?
2.
Bagaimana tingkat risiko produksi spesialisasi dan diversifikasi pada petani
mitra ADC-UF yang aktif mengusahakan bayam hijau organik dan
kangkung organik?

Tujuan Penelitian
1.
2.

Berdasarkan perumusan masalah diatas, tujuan penelitian ini adalah untuk:
Mengetahui sumber risiko apa saja yang dapat mempengaruhi produksi dari
bayam hijau organik dan kangkung organik.
Menganalisis tingkat risiko produksi pada kegiatan spesialisasi dan
diversifikasi dari bayam hijau organik dan kangkung organik yang
diusahakan oleh petani mitra ADC-UF IPB.

Manfaat Penelitian
1.

2.

3.
4.

Manfaat dilaksanakannya penelitian ini antara lain :
Bagi penulis, diharapkan mampu mengaplikasikan ilmu yang diperoleh
selama masa perkuliahan dan dapat mencari solusi bagi permasalahan yang
timbul dalam kehidupan masyarakat.
Bagi ADC-UF IPB, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi
masukan dan bahan pertimbangan mengenai kemitraan dan strategi dalam
penanganan risiko produksi bayam hijau organik dan kangkung organik
yang diusahakan oleh petani mitra ADC-UF IPB.
Bagi petani mitra ADC-UF IPB, penelitian ini dapat memberikan gambaran
dalam mengelola risiko yang terjadi dalam usahataninya.
Masyarakat akademik, penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu dan
wawasan mengenai tingkat risiko produksi bayam hijau organik dan
kangkung organik serta sebagai bahan pertimbangan untuk penelitian
selanjutnya.

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan kepada petani ADC-UF IPB yang secara aktif
mengusahakan bayam hijau organik dan kangkung organik. Komoditas tersebut
dipilih karena bayam hijau organik dan kangkung organik merupakan produk
unggulan dari ADC-UF IPB dengan alasan permintaan pasar paling tinggi

9
dibandingkan komoditas lainnya. Penelitian ini menggunakan data time series
produksi bayam hijau organik dan kangkung organik dari Juni 2011 - Juni 2012.
Selain itu, karena keterbatasan peneliti maka kajian mengenai analisis pendapatan
usahatani tidak dilakukan.

TINJAUAN PUSTAKA
Pertanian Organik
Terdapat banyak definisi dari pertanian organik. Namun secara sederhana
pertanian organik diidentikkan dengan cara budidaya yang menggunakan bahan
alami. Mulai dari perlakuan menggunakan benih, pupuk, pengendalian hama dan
penyakit sampai perlakuan pascapanen, tidak sedikit pun melibatkan zat kimia.
Budidaya pertanian organik yang demikian, dapat menciptakan kesehatan, baik
bagi manusia maupun lingkungan.
Pakar pertanian Barat menyebutkan bahwa sistem pertanian organik
merupakan “hukum pengembalian (low of return)” yang berarti suatu sistem yang
berusaha untuk mengembalikan semua jenis bahan organik ke dalam tanah, baik
dalam bentuk residu dan limbah pertanaman maupun ternak yang selanjutnya
bertujuan memberi makanan pada tanaman. Filosofi yang melandasi pertanian
organik adalah mengembangkan prinsip-prinsip memberi makanan pada tanah
yang selanjutnya tanah menyediakan makanan untuk tanaman (feeding the soil
that feeds the plants), dan bukan memberi makanan langsung pada tanaman
(Sutanto, 2002).
Menurut Hippocrates, Bapak ilmu kedokteran dalam Winangun 2005,
mengatakan bahwa makanan adalah dasar dari kesehatan dan makanan adalah
obat yang terbaik bagi tubuh kita. Maksud makanan disini adalah makanan yang
terbebas dari polusi udara, polusi tanah, dan polusi air. Makanan yang sehat dan
bersifat organik tersebut hanya dapat dihasilkan oleh suatu sistem pertanian
organik.
Sistem pertanian organik berpijak pada kesuburan tanah sebagai kunci
keberhasilan produksi dengan memperhatikan kemampuan alami dari tanah,
tanaman, dan hewan untuk menghasilkan kualitas yang baik bagi hasil pertanian
dan lingkungan (Winangun, 2005). Menurut IFOAM (International Federation of
Organic Agriculture Movements), prinsip pertanian organik terbagi menjadi 4,
yaitu3:
1.
Prinsip Kesehatan
Pertanian organik harus melestarikan dan meningkatkan kesehatan
tanah, tanaman, hewan, manusia, dan bumi sebagai satu kesatuan dan tak
terpisahkan.
2.
Prinsip Ekologi
3

[IFOAM] International Federation of Organic Agriculture Movements.
http://www.ifoam.org/about_ifoam/pdfs/POA_folder_indonesian.pdf. 4 Agustus 2012

10

3.

4.

Pertanian organik harus didasarkan pada sistem dan siklus ekologi
kehidupan. Bekerja, meniru, dan berusaha memelihara sistem dan siklus
ekologi kehidupan.
Prinsip Keadilan
Pertanian organik harus membangun hubungan yang mampu
menjamin keadilan terkait dengan lingkungan dan kesempatan hidup
bersama.
Prinsip Perlindungan
Pertanian organik harus dikelola secara hati-hati dan bertanggung
jawab untuk melindungi kesehatan dan kesejahteraan generasi sekarang dan
mendatang serta lingkungan hidup.

Produk pertanian organik dicirikan dengan mempunyai label sertifikasi
atau penjamin mutu. Salah satu lembaga sertifikasi jaminan mutu pertanian
organik di wilayah Bogor adalah Board of Indonesia Organic Certification
(BIOCert). BIOCert telah terakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional [KAN]
dan telah diverifikasi oleh Otoritas Kompeten Pertanian Organik [OKPO]
Departemen Pertanian Republik Indonesia [RI] sebagai lembaga sertifikasi
organik yang kompeten mengacu pada Panduan KAN 901-2006 tentang
Persyaratan Beroperasinya Lembaga Sertifikasi Organik. Adanya lembaga
sertifikasi ini diharapkan mampu menjembatani kepercayaan terhadap produk
organik melalui layanan penjamin mutu khususnya kepada kelompok tani skala
kecil.
Kualitas dalam menjaga mutu sayuran organik adalah hal yang
diutamakan. Ciri-ciri fisik dari sayuran organik antara lain4:
1.
Sebagian daun atau buah organik berlubang karena dimakan ulat
Ciri ini menunjukkan produk aman untuk dikonsumsi, karena pertanian
organik tidak menggunakan pestisida untuk mengatasi hama. Namun tidak
semua sayur dan buah organik harus berlubang atau berpenampilan buruk,
akan tetapi bisa juga bagus, mulus karena memang tepat sedang musimnya
dan pengendalian hama terpadunya baik.
2.
Rasa buah dan sayuran organik umumnya lebih segar, tahan lama dan tidak
mudah busuk, serta bertekstur lebih renyah, padat, dan aroma yang lebih
kuat.
3.
Umumnya mempunyai warna lebih kontras dan tidak mengkilat.
Mengkilat adalah tanda buah sudah dilapisi lilin agar awet dalam
penyimpanan.

Budidaya Sayuran Semusim
Salah satu subsektor pertanian yang memberikan kontribusi terhadap
Produk Domestik Bruto (PDB) sektor pertanian adalah subsektor hortikultura.
Nilai PDB Hortikultura berdasarkan harga yang berlaku tahun 2007-2010
4

[SWATANI] Suara Tani. 2010. http://swatani.co.id/artikel/9/193/Tips-Memilih-Sayurdan-Buah-Organik.html. 4 Agustus 2012

11
mengalami peningkatan dan menunjukkan bahwa komoditas sayuran menempati
urutan kedua terbesar setelah buah-buahan dalam menyumbang nilai PDB
Hortikultura (Tabel 1). Perbedaaan membudidayakan sayuran konvensional/
nonorganik dengan organik terletak pada perlakuan perawatannya. Pada sayuran
organik tidak diperbolehkan menggunakan input apapun dari bahan kimiawi dan
melakukan pemeliharaan yang lebih intensif. Sementara, untuk syarat tumbuh,
cara penanaman, dan pemanenannya antara sayuran nonorganik dengan organik
adalah sama.
Budidaya Bayam (Amaranthus sp.)
Bayam (Amaranthus sp.) merupakan tumbuhan yang biasa ditanam untuk
dikonsumsi daunnya sebagai sayuran hijau. Tumbuhan ini dikenal sebagai sayuran
dengan kandungan zat besi yang berguna bagi penderita anemia. Kandungan zat
besi pada bayam relatif lebih tinggi dibandingkan sayuran daun lain.
Penggolongan jenis bayam dibedakan menjadi dua macam, yaitu bayam
liar dan bayam budidaya. Bayam liar terdiri atas dua jenis, yaitu bayam tanah
(Amaranthus blintum) dan bayam berduri (Amaranthus spinostis). Ciri utama
bayam liar adalah batangnya berwarna merah dan daunnya yang kaku bahkan
berduri. Sementara untuk jenis bayam budidaya dibedakan atas dua macam, yaitu
bayam cabut dan bayam tahunan. Perbedaan dari bayam cabut dan bayam tahunan
terletak pada akar dari bayam tahunan yang lebih panjang. Pada penelitian ini
mengkaji mengenai bayam budidaya untuk jenis bayam cabut.
Bayam termasuk kedalam sayuran dataran tinggi, tetapi tetap dapat hidup
di dataran rendah. Bayam dapat tumbuh baik pada tanah yang subur dan gembur
dengan derajat kemasaman (pH) bekisar 6-7. Bayam tidak dapat tumbuh dengan
baik pada tanah yang memiliki pH lebih tinggi atau lebih rendah (Susila 2006).
Pengolahan tanah untuk semua jenis bayam hampir sama. Namun untuk
bayam tahunan, pencangkulan lubang dibuat lebih dalam karena memiliki akar
yang lebih panjang dibandingkan bayam cabut. Ketika sedang mengolah tanah,
secara bersamaan dilakukan pemberian pupuk dasar. Bendengan penanaman
dibuat dengan ukuran (1 x 5) m. Sebaiknya bendengan dibuat lebih tinggi untuk
mencegah keluarnya benih bayam pada saat disiram. Jarak antara bendengan
dimanfaatkan untuk membuat parit agar memudahkan pada proses penyiraman.
Sebelum benih ditabur perlu dicampurkan abu dengan perbandingan 1 : 10
(10 untuk abu) agar penaburan benih merata dan tidak bertumpuk-tumpuk. Benih
bayam dapat ditaburkan pada garitan yang dibuat menurut baris sepanjang
bendengan dengan jarak antar baris sekitar 20 cm. Jumlah benih yang diperlukan
pada lahan seluas 1 Ha adalah sekitar 5-10 kg. Benih yang sudah ditabur segera
ditutup tanah tipis secara merata. Kemudian disiram dengan menggunakan
gembor penyiraman. Penyiraman sendiri dilakukan setiap pagi dan sore hari
kecuali jika turun hujan.
Aspek penting dalam pemeliharaan bayam adalah penyiangan,
pengemburan, pemberian pupuk susulan dan pengendaian hama atau penyakit.
Penyiangan dan penggemburan dilakukan 2 MST (Minggu Setelah Tanam)
selanjutnya dua minggu sekali. Sementara untuk pemanenan pada bayam cabut,
penjarangan dilakukan 20 HST (Hari Setelah Tanam) kemudian hari ke-25, 30
dan seterusnya hingga semua selesai panen.

12
Penyakit yang sering menyerang pada bayam adalah sebagai berikut
(Susila 2006):
1.
Downy mildew
Ciri-ciri bayam yang terserang penyakit ini adalah daun bagian atas
menguning, daun bagian bawah berwarna hijau keunguan pada akhirnya
berwarna cokelat. Sering timbul bila ditanam pada musim hujan.
Pencegahan dapat dilakukan dengan memetik daun yang diserang,
sedangkan pemberantasan dapat dilakukan dengan Dithane M-45 dosis 1.52 g/L.
2.
Spinach blight (oleh Virus Mozaik cucumber)
Ciri-ciri bayam yang terserang penyakit ini adalah daun menyempit,
mengecil, menggulung dan mengkerut, serta permukaan daun muda
menguning. Tanaman yang terinfeksi harus segera dimusnahkan agar tidak
meluas. Pencegahan dilakukan dengan penyiangan gulma, penyemprotan
lalat pembawa virus dengan Ambus 2 EC atau Lannate 2 EC 2 g/L.
3.
Left spot (noda daun)
Ciri-ciri bayam yang terserang penyakit ini adalah timbul noda
cokelat pada setengah bagian daun, dan dapat meluas sehingga
menghancurkan daun. Gangguan ini dapat disebabkan oleh kekurangan
unsur Mn. Pemberantasan untuk tanaman yang sudah terserang adalah
dengan cara dihancurkan agar tidak meluas. Sedangkan untuk tanaman yang
belum terserang pencegahan dilakukan dengan cara penyemprotan Dithane
M-45 dosis 1.5-2 g/L. Upaya penanggulangan adalah diberi Multitonik
(pupuk yang mengandung Mn) yang dosisnya disesuaikan dengan
kebutuhan, atau dengan pemberian kapur pada saat pengolahan tanah
terutama pada tanah yang kekurangan Mn.
Budidaya Kangkung (Ipamoea reptans)
Kangkung adalah tanaman akuatik atau semiakuatik yang ditemukan di
banyak wilayah tropika dan subtropika. Tanaman mudah ditanam, produktif, dan
bergizi tinggi ini biasanya diproduksi sepanjang tahun. Menurut Rubatzy dan
Yamaguchi 1999, ada dua tipe kangkung yang diusahakan, yaitu (1) kangkung
darat (ching quat), yang dapat tumbuh baik di tanah lembab atau lingkungan
semiakuatik dan (2) kangkung air (pak quat), yang dapat dibudidayakan di
lingkungan tergenang. Sementara pada penelitian ini mengkaji tipe kangkung
darat.
Perbedaan kangkung darat dan kangkung air dapat dilihat dari ciri fisik.
Kangkung darat berforma daun sempit, bunga putih, dan batang hijau. Sedangkan
kangkung air berforma daun lebar berbentuk mata anak panah, bunga merah
jambu dan batang putih.
Kangkung darat dapat tumbuh dengan baik pada jumlah curah hujan
bekisar antara 500-5000 mm/tahun. Pada musim hujan pertumbuhan tanaman
kangkung sangat cepat dan subur, dengan syarat di sekelilingnya tidak tumbuh
rumput liar. Dengan demikian, pada umumnya kangkung kuat menghadapi
rumput liar sehingga dapat tumbuh di padang rumput, kebun atau ladang yang
sedikit rimbun.
Kangkung dapat tumbuh baik pada tanah yang subur, gembur dan banyak
mengandung bahan organik serta tidak dipengaruhi oleh kemasaman tanah.

13
Pertumbuhan pada kangkung darat tidak bisa pada tanah yang tergenang, karena
akar akan mudah membusuk. Sedangkan kangkung air membutuhkan tanah yang
selalu tergenang oleh air.
Tanaman kangkung membutuhkan tanah yang datar bagi pertumbuhannya.
Sebab tanah yang memiliki kemiringan tinggi tidak dapat mempertahankan
kandungan air secara baik. Sementara baik kangkung darat maupun kangkung air
dapat tumbuh dan berproduksi baik di dataran rendah sampai tinggi (pegunungan)
± 2000 meter diatas permukaan laut.
Menurut Susila (2006), hama dan penyakit yang biasa menyerang tanaman
kangkung umumnya relatif tidak ganas, antara lain: belalang dan ulat. Penyakit
jamur yang lazim menyerang tanaman kangkung adalah karat putih (Albugo
Ipomoea panduratae) yang peka terhadap Dithane M-45 atau Benlate.

Kajian Risiko Produksi Sayuran Organik
Setiap pelaku usaha di dalam menjalankan usahatani akan selalu
menghadapi risiko. Setiap risiko terdapat sumber-sumber risiko yang harus
diidentifikasi terlebih dahulu. Tujuannya untuk mengetahui penyebab risiko itu
terjadi dan dampak atau kerugian terhadap pendapatan petani. Terdapat beberapa
penelitian yang mengkaji terkait pengidentifikasian sumber-sumber risiko dalam
berbagai usaha. Penelitian mengenai analisis risiko produksi sayuran organik telah
dilakukan oleh Taringan (2009), Sembiring (2010) dan Cher (2011).
Identifikasi sumber-sumber risiko produksi sayuran organik yang dilakukan
oleh Taringan (2009) sama seperti Sembiring (2010). Hasil identifikasi mengenai
sumber-sumber risiko dalam usaha sayuran organik pada kedua penelitian tersebut
didapatkan bahwa sumber risiko yang terjadi pada proses produksi antara lain
curah hujan, tingkat kesuburan lahan, serta serangan hama dan penyakit.
Curah hujan yang rendah akan menyebabkan produktivitas sayuran organik
meningkat. Hal ini dikarenakan sayuran organik pada curah hujan yang rendah
tidak rentan terhadap serangan hama dan penyakit (Taringan 2009). Sementara
menurut Sembiring (2010), curah hujan yang tinggi dapat menyebabkan
kebusukan pada tanaman. Oleh karena itu curah hujan yang sesuai untuk sayuran
organik adalah curah hujan yang rendah.
Menurut Taringan (2009) dan Sembiring (2010), lahan yang subur akan
menghasilkan produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan lahan yang kurang
subur. Oleh karena itu lahan yang digunakan pada sayuran organik harus
dilakukan pembersihan lahan terlebih dahulu, kemudian dilakukan penggemburan
dan diberi pupuk kandang. Tujuannya adalah untuk mengembalikan unsur hara
tanah sehingga dalam penanaman akan memberikan hasil yang baik.
Terakhir, serangan hama dan penyakit yang rendah akan mengakibatkan
produktivitas sayuran meningkat (Taringan 2009). Hal ini dikarenakan sayuran
organik yang akan ditanam dapat tumbuh dengan baik. Menurut Sembiring
(2010), munculnya hama dan penyakit pada sayuran organik dipengaruhi oleh
faktor cuaca dan iklim yang tidak dapat diprediksi. Hama yang sering menyerang
sayuran organik adalah ulat titik tumbuh (Crocidolomia binotalis zell), ulat tritip
(Plutella maculipennis), siput (Agriolimas sp.), ulat thepa javanica dan cacing

14
bulu (Cut worm). Sedangkan penyakit yang sering menyerang sayuran organik
adalah penyakit bercak daun, busuk basah, busuk daun dan virus mozaik.
Kemudian penelitian yang telah dilakukan oleh Cher (2011) menghasilkan
sumber-sumber risiko produksi yang sama pada penelitian Taringan (2009) dan
Sembiring (2010). Namun, pada penelitian ini faktor kabut juga mempengaruhi
produktivitas sayuran organik. Karena kabut yang timbul menyebabkan
kelembaban udara menjadi tinggi sehingga membuat tanaman mudah rusak dan
busuk.
Alat analisis yang digunakan oleh Taringan (2009), Sembiring (2010) dan
Cher (2011) dalam menganalisis risiko produksi sayuran organik adalah sama.
Alat analisis tersebut yaitu, variance, standard deviation dan coefficient variation
yang dilakukan pada kegiatan spesialisasi dan portofolio.
Hasil penelitian Taringan (2009) dari kegiatan spesialisasi risiko produksi
berdasarkan produktivitas menunjukkan bahwa risiko paling tinggi terdapat pada
bayam hijau organik yaitu 0.225. Artinya, setiap satu kilogram bayam hijau
organik yang dihasilkan per meter, maka risiko yang dihadapi sebesar 0.225
kilogram. Sedangkan risiko paling rendah adalah cabai keriting organik yakni
0.048 yang artinya setiap satu kilogram cabai keriting organik yang dihasilkan per
meter, maka risiko yang dihadapi sebesar 0.048 kilogram. Hal ini dikarenakan
dari keempat komoditas yang diteliti, bayam hijau organik merupakan komoditas
yang paling rentan terhadap hama dan penyakit terutama pada musim penghujan.
Sementara risiko spesialisasi berdasarkan pendapatan bersih menunjukkan
bahwa cabai keriting organik memiliki risiko produksi tertinggi yaitu 0.80 dan
brokoli organik memiliki risiko produksi terendah yaitu 0.16. Hal ini dikarenakan
dari keempat komoditas yang diteliti, penerimaan yang diterima cabai keriting
organik lebih kecil sedangkan biaya yang dikeluarkan tinggi.
Sembiring (2010) menyimpulkan dari hasil kegiatan spesialisasi risiko
produksi berdasarkan produktivitas dan pendapatan menunjukkan bahwa risiko
paling tinggi terdapat pada brokoli organik dengan nilai coefficient variation 0.54
dan 0.80. Hal ini dikarenakan dari keempat komoditas yang diteliti, brokoli
organik sangat rentan terhadap serangan hama dan penyakit terutama kondisi
cuaca yang tidak pasti. Selain itu, biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk
memproduksi brokoli organik lebih tinggi dibandingkan tiga komoditas lainnya.
Cher (2011) menyimpulkan hasil dari kegiatan spesialisasi berdasarkan
produktivitas menunjukkan bahwa tingkat risiko paling tinggi adalah brokoli
organik dengan nilai coefficient variation sebesar 0.564. Artinya, setiap satu
kilogram brokoli organik yang dihasilkan per meter, maka risiko yang dihadapi
sebesar 0.564 kilogram. Selain brokoli organik, Cher (2011) juga menganalisis
komoditas bayam hijau organik dan menghasilkan coefficient variation sebesar
0.422. Artinya, setiap satu kilogram bayam hijau organik yang dihasilkan per
meter, maka risiko yang dihadapi sebesar 0.422 kilogram.
Nilai risiko produksi pada brokoli organik yang dihasilkan Cher (2011)
lebih tinggi dibandingkan nilai yang dihasilkan Sembiring (2010), yaitu 56 > 54
(persen). Hal serupa juga terjadi pada risiko produksi bayam hijau organik yang
dihasilkan Cher (2011) lebih tinggi dibandingkan nilai yang dihasilkan Taringan
(2009), yaitu 42 > 26 (persen). Artinya, manajemen risiko produksi yang telah
dilakukan oleh perusahaan Taringan (2009) dan Sembiring (2010) lebih baik
dibandingkan manajemen pada perusahaan Cher (2011).

15
Setelah menganalisis risiko produksi pada kegiatan spesialisasi selanjutnya
menganalisis risiko produksi pada kegiatan diversifikasi. Taringan (2009),
Sembiring (2010) dan Cher (2011) menyimpulkan hal yang sama mengenai
diversifikasi. Hasil kegiatan diversifikasi dari ketiga penelitian yang telah
dilakukan menunjukkan bahwa kegiatan diversifikasi dapat meminimalkan risiko
produksi. Kegiatan tersebut dapat mengurangi risiko produksi tetapi tidak dapat
dihilangkan seluruhnya atau menjadi nol.
Selanjutnya adalah strategi dalam mengelola risiko produksi. Penanganan
yang dilakukan Taringan (2009) dalam mengatasi risiko produksi adalah dengan
cara pengembangan diversifikasi pada lahan yang ada, melakukan kemitraan
produksi dengan petani sekitar dan meningkatkan manajemen pada perusahaan
dengan melakukan fungsi-fungsi manajemen yang terarah dengan baik.
Lain halnya dengan Sembiring (2010), penanganan dalam mengatasi risiko
produksi dilakukan dengan cara pengendalian hama dan penyakit tanaman,
perlakuan pada saat pemanenan dan pengemasan, pengelolaan daerah perkebunan
dan melakukan diversifikasi. Sementara, strategi penanganan risiko produksi yang
diterapkan pada penelitian Cher (2011) adalah melakukan diversifikasi dan
menerapkan fungsi manajemen yang mengutamakan fungsi pengontrolan.
Penelitian sebelumnya dengan penelitian yang dikaji memiliki persamaan
dalam hal obyek dan alat analisis yang digunakan. Obyek yang dikaji merupakan
komoditas sayuran organik dengan alat analisis variance, standard deviation dan
coefficient variation. Sedangkan perbedaannya terdapat pada responden
penelitian. Penelitian terdahulu memperoleh data dari perusahaan agribisnis,
sedangkan penelitian ini memperoleh data dari para petani mitra ADC-UF IPB.
Responden penelitian ini merupakan petani bayam hijau organik dan
kangkung organik yang bermitra dengan ADC-UF IPB. Pihak ADC-UF IPB
merupakan sebuah lembaga yang codong meyerupai sebuah Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM) dalam bidang pertanian. Karena pihak ADC-UF IPB
merupakan lembaga yang menghimpun, mengayomi dan membantu
menyelesaikan permasalahan yang terjadi pada petani organik berskala kecil. Cara
bagaimana mengelola risiko produksi antara petani yang dibimbing oleh Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM) dengan perusahaan agribisnis yang memproduksi
produk organik diduga memiliki perbedaan.
Perusahaan agribisnis yang bergerak di bidang organik akan lebih mudah
memahami jika terjadi ketidakwajaran pada usaha yang dijalankan. Artinya,
perusahaan sudah memiliki manajemen yang baik dalam mengatur usahanya.
Misal dalam hal tenaga kerja, di perusahaan tenaga kerja bekerja sesuai dengan
apa yang diperintahkan dan terjadwal. Perusahaan juga mempunyai formulasi
yang baik dalam membudidayakan sayuran organik. Kondisi yang diduga berbeda
yang dihadapi petani adalah dalam berusahatani petani hanya mengandalkan
pengalaman, pengetahuan dari teman sesama petani dan penyuluh, maupun secara
otodidak (belajar sendiri), tanpa adanya pencatatan dan jadwal usahataninya.

16
Kajian Risiko Produksi Sayuran Non-Organik
Fluktuasi yang terjadi pada produktivitas dari suatu komoditas tertentu
mengindikasikan adanya risiko produksi. Fluktuasi tersebut yang pada akhirnya
menyebabkan ketidakpastian pendapatan. Kajian mengenai risiko produksi pada
komoditas pertanian non-oganik sudah banyak dilakukan. Beberapa peneliti yang
pernah melakukan kajian mengenai risiko produksi pada sayuran non-organik
diantaranya, Utami (2009) dan