Tingkat Adopsi Teknologi Budidaya Sayuran Organik oleh Petani Mitra ADS-UF IPB Serta Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya

TINGKAT ADOPSI TEKNOLOGI BUDIDAYA SAYURAN
ORGANIK OLEH PETANI MITRA ADS-UF IPB SERTA
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

ISTIQOMAH NURFITRI

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Tingkat Adopsi
Teknologi Budidaya Sayuran Organik oleh Petani Mitra ADS-UF IPB Serta
Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya adalah benar karya saya dengan arahan
dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, April 2014

Istiqomah Nurfitri
NIM H34100041

ABSTRAK
ISTIQOMAH NURFITRI. Tingkat Adopsi Teknologi Budidaya Sayuran Organik
oleh Petani Mitra ADS-UF IPB Serta Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya.
Dibimbing oleh YANTI NURAENI MUFLIKH.
Sayuran merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memiliki
potensi untuk dikembangkan di Indonesia. Tren konsumsi sayuran di Indonesia
mulai beralih pada konsumsi sayuran organik karena masyarakat sudah mulai
menyadari bahaya penggunaan bahan kimia sintetik untuk kesehatan tubuh dan
lingkungan. Petani yang melakukan budidaya secara organik perlu mengadopsi
berbagai aspek budidaya organik agar produk hasil panennya dapat dikatakan
organik. Agribusiness Development Station (ADS) adalah salah satu lembaga
yang mendorong petani mitranya untuk membudidayakan sayuran organik dengan
mengadopsi teknologi budidaya dalam bentuk SOP. Penelitian bertujuan untuk

mengidentifikasi karakteristik petani, menganalisis tingkat adopsi petani, dan
menganalisis faktor yang mempengaruhi adopsi. Hasil dari penelitian ini adalah
tingkat adopsi petani telah masuk kategori tinggi, dengan persentasi petani yang
mengadopsi teknologi budidaya sesuai dengan anjuran sebanyak 57.14 persen.
Karakteristik yang memberikan pengaruh nyata pada taraf 10 persen dengan
menggunakan regresi logistik adalah pendidikan dan pengalaman usahatani.
Kata kunci: adopsi, budidaya, karakteristik petani, sayuran organik

ABSTRACT
ISTIQOMAH NURFITRI. ADS-UF IPB Farmer Partner’s Adoption Rate of
Organic Vegetable Cultivation Technology and Factor that Influence Adoption.
Supervised by YANTI NURAENI MUFLIKH.
Vegetables are one of the horticultural commodity that has great potential
to be developed in Indonesia. Nowadays, it consumption trend in Indonesia leads
to organic vegetables. This movement caused by public awareness about the
dangers of using chemical product for health and environment. The farmers who
conducted organic farming must adopt various organic cultivating aspects in
order to reach organic harvest. Agribusiness Development Station (ADS) is an
institution that encourage its partnered farmers to cultivate organic vegetables by
adopting cultivating technologies formed in SOP. The purpose of the research is

to identify characteristics of farmers, to analyze farmer’s adoption rate of the
technology of organic vegetables cultivation, and to analyze factors that influence
adoption. The result showed that, farmer’s adoption rate is high, 57.14 percent of
farmer adopted the technology as recommended by SOP. Characteristic factors
that give real effect based on the p-value in the level of α = 0.1 with logistic
regression analysis is the level of education and farming experience.
Keyword : adoption, cultivation, farmer’s characteristics, organic vegetable

TINGKAT ADOPSI TEKNOLOGI BUDIDAYA SAYURAN
ORGANIK OLEH PETANI MITRA ADS-UF IPB SERTA
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

ISTIQOMAH NURFITRI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Agribisnis


DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Tingkat Adopsi Teknologi Budidaya Sayuran Organik oleh Petani
Mitra ADS-UF IPB Serta Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya
Nama
NIM

: Istiqomah Nurfitri
: H34100041

Disetujui oleh

Yanti Nuraeni Muflikh, SP, M.Agribuss
Pembimbing

Diketahui oleh


Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah SWT atas segala nikmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul, “Tingkat
Adopsi Teknologi Budidaya Sayuran Organik oleh Petani Mitra ADS-UF IPB
Serta Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya”.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Yanti Nuraeni Muflikh selaku
dosen pembimbing, Ibu Tintin Sarianti selaku dosen penguji utama, dan Ibu Siti
Jahroh selaku dosen penguji komisi pendidikan yang telah memberikan banyak
masukan dan saran selama penelitian dan penulisan skripsi ini. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada Bapak Sutisna selaku penanggung jawab
kelompok sayur organik di ADS-UF IPB atas segala informasi dan masukan yang
diberikan. Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada ayah, ummi, serta
seluruh keluarga, atas segala doa, semangat, dan kasih sayang yang tidak pernah
putus dalam penyusunan tugas akhir. Tidak lupa, penghargaan penulis sampaikan

kepada seluruh petani sayuran organik mitra ADS atas respon positif dan
bantuannya terhadap penelitian ini. Terimakasih juga penulis sampaikan kepada
rekan-rekan Agribisnis 47 atas kebersamaan dan semangatnya, juga kepada
keluarga besar UKM FORCES IPB, keluarga besar IMBR Bengkulu dan seluruh
sahabat atas dukungan, pertanyaan, semangat, dan senyuman yang sangat
membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat.

Bogor, April 2014
Istiqomah Nurfitri

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

viii

DAFTAR GAMBAR

viii


DAFTAR LAMPIRAN

viii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

4

Tujuan Penelitian

5


Ruang Lingkup Penelitian

6

TINJAUAN PUSTAKA

6

KERANGKA PEMIKIRAN

8

Kerangka Pemikiran Teoritis
Kerangka Pemikiran Operasional
METODE PENELITIAN

8
12
14


Lokasi dan Waktu Penelitian

14

Jenis dan Sumber Data

14

Metode Penentuan Responden

14

Metode Pengumpulan Data

15

Metode Analisis Data

15


GAMBARAN UMUM

19

Kondisi Lokasi Petani

19

Gambaran Umum ADS-UF IPB

22

HASIL DAN PEMBAHASAN

26

Karakteristik Petani Responden

26


Tingkat Adopsi Budidaya Sayuran Organik

29

Analisis Faktor-Faktor Karakteristik Petani yang Mempengaruhi Adopsi

39

SIMPULAN DAN SARAN

45

Simpulan

45

Saran

46

DAFTAR PUSTAKA

46

LAMPIRAN

49

RIWAYAT HIDUP

55

DAFTAR TABEL
1 Nilai PDB pertanian untuk tanaman bahan makanan atas dasar harga
konstan periode 2010-2012
2 Persentasi hasil sortir packing house pada bulan kering dan bulan basah
untuk semua komoditas sayuran organik ADS
3 Umur petani sayur organik mitra ADS tahun 2014
4 Pendidikan terakhir petani sayur organik mitra ADS tahun 2014
5 Luas lahan petani sayur organik mitra ADS tahun 2014
6 Status kepemilikan lahan petani sayur organik mitra ADS tahun 2014
7 Pengalaman usahatani petani sayur organik mitra ADS tahun 2014
8 Usia kemitraan petani sayur organik mitra ADS tahun 2014
9 Status pekerjaan petani sayur organik mitra ADS tahun 2014
10 Tingkat adopsi petani mitra terhadap setiap tahapan budidaya pada SOP
budidaya sayuran organik ADS
11 Tingkat adopsi petani mitra terhadap tahapan konversi dan kontaminasi
12 Tingkat adopsi petani mitra terhadap tahapan benih dan pembibitan
13 Tingkat adopsi petani mitra terhadap tahapan persiapan lahan
14 Tingkat adopsi petani mitra terhadap tahapan penanaman
15 Tingkat adopsi petani mitra terhadap tahapan pencegahan HPT
16 Tingkat adopsi petani mitra terhadap tahapan pengendalian HPT
17 Tingkat adopsi petani mitra terhadap tahapan panen
18 Hasil uji likelihood ratio pada model regresi logistik
19 Hasil uji kebaikan model dengan metode Hosmer-Lemeshow
20 Hasil pendugaan parameter terhadap variabel dependen
21 Hasil analisis faktor-faktor karakteristik petani yang mempengaruhi
tingkat adopsi
22 Perbandingan karakteristik petani dari variabel yang signifikan terhadap
tingkat adopsi
23 Hasil sortir sayuran petani berdasarkan tingkat adopsi terhadap
teknologi budidaya sayuran organik

1
4
26
26
27
28
28
28
29
29
30
32
33
34
35
37
38
40
40
40
41
44
44

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Lahan komoditi organik yang disertifikasi di Indonesia tahun 2009
Kerangka pemikiran operasional
Penggunaan pembatas di sekeliling lahan oleh petani responden
Bibit siap tanam di ADS
Penampungan air di lahan petani
Persediaan pupuk kandang milik petani
Hamparan tanaman yang tidak monokultur
Gulma yang dibiarkan tumbuh bersama sayuran
Penggunaan paranet sebagai pengendali HPT secara fisik
Sayuran yang terserang hama
Pencucian sayur dengan cara yang salah

2
13
31
32
34
34
36
36
37
37
39

DAFTAR LAMPIRAN
1 Persentasi hasil sortir packing house berdasarkan tingkat adopsi petani
mitra ADS komoditas sayuran organik
2 Data input untuk analisis regresi logistik
3 Output SPSS 20.0 for windows

52
53
54

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pertanian memiliki peran penting dalam mengembangkan perekonomian
Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2013,
kontribusi sektor pertanian terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Nasional
adalah 9 083 972.2 milyar rupiah atau sebesar 14.43 persen. Bukan hanya
memberikan sumbangan pada pendapatan nasional dengan persentasi cukup besar,
penduduk Indonesia pun banyak yang menggantungkan hidupnya pada sektor ini.
Berita Resmi Statistik No. 35/05/Th.XVI yang dikeluarkan oleh BPS
memperlihatkan bahwa pada bulan Februari 2013, terdapat 39.96 juta dari 114.02
juta penduduk usia 15 tahun keatas di Indonesia berkecimpung dalam sektor
pertanian.
Beberapa subsektor yang tergabung dalam sektor pertanian antara lain
tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan. Salah satu komoditas
hortikultura yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan adalah sayuran.
Tabel 1 memperlihatkan nilai PDB pertanian untuk tanaman bahan makanan atas
dasar harga konstan, dan dari tabel tersebut terlihat bahwa komoditas hortikultura
sayuran memiliki laju pertumbuhan yang paling tinggi dibandingkan dengan
komoditas lainnya. Kontribusi sayuran dalam meningkatkan nilai PDB pertanian
tanaman bahan makanan secara tidak langsung dapat menunjukkan permintaan
terhadap komoditas sayuran yang cukup besar di Indonesia.
Tabel 1 Nilai PDB pertanian untuk tanaman bahan makanan atas dasar harga
konstan periode 2010-2012a
PDB atas harga konstan
Laju
(Triliun Rp)
Komoditas
pertumbuhan
(%)
2010
2011b
2012c
Padi
63.66
62.98
66.04
2.34
Palawija
30.95
29.24
29.95
2.88
Hortikultura Sayuran
21.71
21.42
22.04
2.93
Hortikultura Buah-buahan
35.18
40.51
40.67
1.57
Total
151.5
154.15
158.7
9.72
a

Sumber : Pusdatin (2013)
Angka sementara
c
Angka sangat sementara
b

Keinginan masyarakat untuk mengkonsumsi produk sayuran dipengaruhi
oleh kesadaran masyarakat untuk berusaha menerapkan pola hidup sehat. Sayuran
merupakan sumber pangan yang penting untuk dikonsumsi masyarakat setiap hari
karena kandungan protein, vitamin, mineral dan serat yang dimiliki sayuran
berguna bagi tubuh manusia. Untuk dapat meningkatkan produktivitas tanaman
pangan, tidak terkecuali sayuran, pemerintah mendisain pertanian konvensional,
produk dari revolusi hijau. Pertanian secara konvensional menggunakan berbagai
input kimia dalam proses budidaya. Akibatnya muncul permasalahan baru dalam

2
sektor pertanian, yaitu pencemaran air oleh bahan kimia, menurunnya kualitas dan
produktivitas sayuran, ketergantungan terhadap bahan kimia, serta merosotnya
produktivitas lahan karena erosi. Dampak jangka panjang dari pertanian
konvensional adalah gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh adanya residu
kimia yang terkandung dalam produk sayuran (Saragih 2010).
Semakin hari, pemahaman masyarakat akan dampak negatif dari pertanian
konvensional semakin baik. Masyarakat, khususnya masyarakat menengah keatas
mulai memberikan perhatian lebih besar kepada keamanan produk sayuran yang
mereka konsumsi, sehingga menginginkan makanan yang serba alami dan bebas
dari zat kimia. Sayuran organik dianggap mampu memenuhi persyaratan tersebut,
sehingga budidaya sayuran organik semakin digalakkan.

Gambar 1 Lahan komoditi organik yang disertifikasi di Indonesia tahun 2009
Sumber : Aliansi Organis Indonesia (2010)

Lahan pertanian organik di Indonesia pada tahun 2010 mengalami
peningkatan sebesar 3 persen apabila dibandingkan dengan tahun 2009, yaitu
mencapai 238 846.14 Ha (AOI 2011). Hal tersebut memperlihatkan minat
masyarakat terhadap produk organik yang semakin tinggi. Berdasarkan data
statistik yang dikumpulkan oleh Aliansi Organis Indonesia (2010), pada tahun
2009 budidaya sayuran organik memiliki luas lahan terbesar dibandingkan dengan
luas lahan kelompok produk organik di Indonesia lainnya yang telah disertifikasi.
Luas area pertanian sayur organik mencapai 18 044.6 Ha atau setara dengan 22
persen, menyusul kemudian madu hutan di posisi kedua dengan 13 252 Ha atau
16 persen, dan aren seluas 12 422 Ha atau sebanding dengan 15 persen.
Perbandingan luas lahan organik dari masing-masing komoditi organik yang telah
disertifikasi (sebanyak 15 komoditi) terangkum dalam Gambar 1.

3
Dalam pemahaman praktis, pertanian organik adalah sekedar cara bertani
yang tidak menggunakan bahan kimia sintetik. Dalam konteks regulasi, pertanian
organik adalah cara berproduksi dan memasarkan hasil produksi sesuai dengan
standar yang diatur oleh undang-undang atau kebijakan formal dan akibatnya
memiliki kekuatan hukum. Praktik pertanian organik bukanlah merupakan praktik
yang dapat menjamin bahwa produk bebas sama sekali dari residu, sebab residu
dapat diakibatkan oleh polusi lingkungan yang lebih luas. Tata cara bertani dalam
pertanian organik dapat digunakan untuk meminimalkan polusi udara, polusi
tanah, dan polusi air. Tujuan utama dari pertanian organik adalah untuk
mengoptimalkan kesehatan dan produktivitas dari komunitas yang saling terkait
satu sama lain di dalam tanah, tanaman, hewan, maupun manusia (Saragih 2010).
Budidaya sayuran organik dalam pemahaman praktis maupun regulasi
merupakan suatu inovasi teknologi untuk dapat memenuhi kebutuhan masyarakat
akan sayuran yang tidak memberikan dampak negatif jangka panjang berupa
residu kimia bagi tubuh dan lingkungan. Inovasi tersebut menjadi penting untuk
diadopsi petani sebagai pelaku budidaya karena terdapat perlakuan-perlakuan
berbeda yang harus dilakukan. Petani memperoleh keuntungan dengan
mengadopsi teknologi budidaya sayuran organik, karena sebagai produsen petani
dapat menjual produk organik yang dihasilkan dengan harga mahal, bahkan 10-50
persen lebih tinggi dibandingkan harga produk pertanian konvensional (FAO
2002). Saat ini di berbagai swalayan, harga sayuran organik bahkan bisa lebih
tinggi tiga hingga lima kali lipat apabila dibandingkan dengan harga sayur
konvensional.
Adopsi petani terhadap teknologi pertanian sangat ditentukan dengan
kebutuhan akan teknologi tersebut dan kesesuaian teknologi dengan kondisi
biofisik dan sosial budaya. Oleh karena itu, introduksi suatu inovasi teknologi
baru harus disesuaikan dengan kondisi spesifik lokasi. Adopsi adalah keputusan
untuk menggunakan sepenuhnya ide baru sebagai cara bertindak yang paling baik.
Keputusan inovasi merupakan proses mental, sejak seseorang mengetahui adanya
inovasi sampai mengambil keputusan untuk menerima atau menolaknya kemudian
mengukuhkannya (Suprapto dan Fahrianoor 2004).
International Cooperation and Development Fund (ICDF) merupakan
organisasi ekonomi independen yang didirikan oleh pemerintah Taiwan pada
tahun 1997. Kompetensi utama dari ICDF yaitu memberikan bantuan teknis,
investasi dan pinjaman, pendidikan dan pelatihan, serta bantuan kemanusiaan
kepada negara lain untuk meningkatkan kesejahteraan kaum marjinal. Pada akhir
tahun 2007, ICDF menjalin kerjasama dengan Institut Pertanian Bogor (IPB)
melalui Misi Teknik Taiwan di Indonesia membuka Agribusiness Development
Center (Pusat Pengembangan Agribisnis) di Desa Cikarawang, Bogor, Jawa Barat,
dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan petani. Lembaga kerjasama ini
dikenal dengan sebutan ADC, namun di akhir tahun 2013 terjadi pergantian nama
menjadi Agribusiness Development Station (ADS) disebabkan oleh pemindah
tanganan lembaga secara resmi dari ICDF kepada IPB, sehingga untuk selanjutnya
lembaga ini disebut ADS. Salah satu komoditas yang dikembangkan adalah
sayuran organik, dengan fokus komoditi berupa bayam hijau, bayam merah,
caisim, kailan, kangkung, pakcoy, dan selada. Petani diperkenalkan dengan
teknologi budidaya sayuran organik, dan diharuskan untuk mengadopsinya agar

4
dapat menjadi mitra. Teknologi budidaya sayuran organik tersebut dituangkan
dalam bentuk Standard Operational Procedure (SOP).

Perumusan Masalah
ADS memiliki segmentasi pelanggan berupa ritel modern yang tersebar di
Jabodetabek. Hingga saat ini, ADS sudah menjalin kerjasama dengan lebih dari 20
lokasi ritel modern, diantaranya All Fresh, Yogya Sudirman, Kemchick, Total
Bogor, Giant Taman Yasmin, The Sultan Residence, dan masih banyak lagi.
Menjadikan ritel modern sebagai segmentasi pelanggan menimbulkan
konsekuensi bagi ADS, karena ada standar kualitas tertentu yang harus dipenuhi
ADS agar produknya dapat diterima. Oleh karena itu, di packing house hasil
panen petani disortir, dan hanya sayuran yang memenuhi kualiatas saja yang akan
dikemas dan didistribusikan ke ritel modern. Permintaan ritel modern terhadap
komoditas sayur organik setiap bulannya cukup berfluktuasi, dan hingga saat ini
ADC seringkali belum bisa memenuhi permintaan tersebut.
SOP yang diberikan oleh ADS kepada petani mitranya berisikan anjuran
untuk setiap tahapan dalam budidaya sayuran organik agar petani mitra dapat
menghasilkan produk dengan kualitas dan kuantitas yang optimal. ADS pun telah
menerapkan sistem kuota benih dan kuota panen kepada petani dengan tujuan agar
permintaan dari ritel modern dapat dipenuhi. Menurut pihak pemasaran ADS,
selisih angka antara permintaan dan penjualan yang selama ini terjadi diakibatkan
oleh produksi petani untuk sayuran yang memenuhi kualitas masih rendah dan
fluktuatif. Sebanyak 10-45 persen dari hasil panen yang dikirimkan oleh petani ke
packing house tidak memenuhi kualitas yang diinginkan oleh pelanggan sehingga
tersortir dan terbuang.
Tabel 2 Persentasi hasil sortir packing house pada bulan kering dan bulan basah
untuk semua komoditas sayuran organik ADSa
Komoditas
Kailan
Selada
Pakcoy
Caisim
Bayam
hijau
Bayam
merah
Kangkung
TOTAL
a

Agustus 2013
Terbuang
Kotor
Bersih
(%)
(kg)
(kg)
293.50
223.85
23.73
400.80
254.37
36.53
353.50
216.50
38.76
635.90
340.50
46.45

November 2013
Terbuang
Kotor
Bersih
(%)
(kg)
(kg)
61.80
52.20
15.53
173.90
138.25
20.50
173.50
119.20
31.30
444.50
311.65
29.89

902.70

626.40

30.61

1051.90

690.90

34.32

264.40
694.00
3544.80

234.90
538.00
2434.52

11.16
22.48
29.96

296.80
789.70
2992.10

252.50
632.20
2196.90

14.93
19.94
23.77

Sumber : Agribusiness Development Station (2013) diolah

Tabel 2 memperlihatkan data sayuran hasil sortir petani pada musim
kemarau, yang diwakili oleh bulan Agustus 2013, dan musim hujan yang diwakili

5
oleh bulan November 2013. Apabila dirata-rata, sayuran yang terbuang dari
proses sortir yang dilakukan pada musim kemarau dan musim hujan untuk ketujuh
komoditas berada pada kisaran 20-30 persen. Tingginya persentasi sortiran sayur
yang terbuang di packing house ini menjadi indikasi bahwa SOP budidaya yang
diberikan oleh ADS belum diadopsi sesuai dengan anjuran oleh seluruh petani
mitra sayuran organik ADS, sehingga hasil yang didapatkan belum optimal.
Petani mitra sayuran organik ADS memiliki lahan yang tersebar di tujuh
desa yang berbeda, dan setiap petani pun memiliki karakteristik yang berbeda.
Soekartawi (1988) menyatakan bahwa faktor personal dan situasional pengadopsi
ikut mempengaruhi adopsi terhadap inovasi ataupun teknologi baru yang
didapatkannya. Rogers dan Shoemaker (1971) pun mengatakan bahwa
karakteristik seseorang akan mempengaruhi tindakan atau perilaku dalam
mengadopsi. Oleh karena itu, karakteristik petani mitra sayur organik ADS yang
berbeda mungkin ikut memberikan pengaruh dalam tingkat adopsi petani terhadap
SOP budidaya yang diberikan.
Di akhir tahun 2013, telah terjadi handover atau serah terima ADS secara
utuh dari ICDF Taiwan kepada Institut Pertanian Bogor, sehingga seluruh
kegiatan di ADS saat ini dikendalikan oleh IPB. Selama enam tahun berjalan,
ADS belum pernah melakukan pengkajian terhadap tingkat adopsi SOP budidaya
sayuran organik oleh petani mitranya. Agar ADS dapat berjalan dengan sistem
yang lebih baik, informasi mengenai seberapa besar tingkat adopsi petani pada
setiap tahapan, aspek mana saja yang sudah dan belum diadopsi, serta
kemungkinan hubungan antara karakteristik petani dengan tingkat adopsi perlu
diketahui. Berdasarkan uraian tersebut, maka rumusan permasalahan dalam
penelitian ini adalah :
1. Bagaimana karakteristik petani mitra ADS?
2. Bagaimana tingkat adopsi petani mitra terhadap setiap variabel adopsi
teknologi budidaya sayuran organik ADS?
3. Apa faktor-faktor dari karakteristik petani yang dapat mempengaruhi tingkat
adopsi teknologi budidaya sayuran organik ADS oleh petani mitra?

Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan yang akan dicapai
melalui penelitian ini adalah :
1. Mengidentifikasi karakteristik petani sayuran organik mitra ADS yang terdiri
dari umur, tingkat pendidikan, luas lahan, pengalaman usahatani, lama bermitra,
status pekerjaan, serta status lahan yang diusahakan.
2. Menganalisis tingkat adopsi petani terhadap setiap tahapan adopsi teknologi
budidaya sayuran organik ADS, yaitu tahap konversi dan kontaminasi, benih
dan pembibitan, persiapan lahan, penanaman, pencegahan HPT, pengendalian
HPT, dan panen.
3. Menganalisis faktor-faktor dari karakteristik petani yang dapat mempengaruhi
tingkat adopsi teknologi budidaya sayuran organik ADS oleh petani mitra.

6
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian dilakukan dalam lingkup ADS IPB, fokus kepada responden
petani sayur organik mitra ADS yang hingga saat ini masih aktif berinteraksi dan
mengirimkan hasil panennya ke ADS. Lahan organik petani mitra terletak di 7
desa berbeda di Kabupaten Bogor. Penelitian ini mengidentifikasi karakteristik
petani, kemudian tingkat adopsi petani tersebut terhadap setiap tahapan yang
terdapat pada SOP budidaya yang diberikan ADS, serta analisis karakteristik
petani yang mempengaruhi tingkat adopsi. Faktor-faktor yang diduga
mempengaruhi tingkat adopsi responden dibatasi pada karakteristik personal dan
situasional responden, yang selanjutnya disebut dengan karakteristik petani.
Analisis dilakukan dengan metode regresi logistik, dengan dua kemungkinan
adopsi yaitu sesuai anjuran dan tidak sesuai anjuran.

TINJAUAN PUSTAKA
Penelitian mengenai tingkat adopsi petani terhadap suatu inovasi teknologi
pertanian beserta faktor-faktor yang mempengaruhinya sudah cukup banyak
dilakukan. Berbagai penelitian itu secara tidak langsung menunjukkan menariknya
topik tersebut untuk dibahas. Kajian mengenai hubungan antara karakterisik
petani mitra dengan tingkat adopsi teknologi budidaya sayuran organik di sebuah
pusat pengembangan agribisnis tentu menjadi salah satu kajian yang juga menarik
untuk dibahas. Berikut diberikan tinjauan singkat dari beberapa penelitian
terdahulu yang bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor penentu adopsi
suatu inovasi, khususnya inovasi pada bidang pertanian.
Sondari (2012) mengadakan penelitian berkaitan dengan adopsi inovasi
berupa pupuk organik pada usahatani padi. Variabel yang digunakan pada
penelitian ini adalah umur, pendidikan, status pekerjaan usahatani, pendapatan
usahatani, pengeluaran rumah tangga, jumlah tanggungan, pengalaman usahatani,
serta program sosialisasi. Berdasarkan hasil regresi logistik, ada tiga variabel yang
memberikan pengaruh nyata terhadap keputusan adopsi teknologi pupuk organik.
Ketiga variabel tersebut adalah pendapatan usahatani, pendidikan, dan status
pekerjaan usahatani. Pendapatan usahatani memiliki pengaruh positif terhadap
keputusan adopsi. Pendapatan yang tinggi menyebabkan petani memiliki modal
yang lebih besar sehingga lebih berani untuk mencoba, lebih terbuka pula
terhadap segala inovasi yang mereka anggap baik. Pengaruh positif juga diberikan
oleh variabel pendidikan, dimana semakin tinggi tingkat pendidikan petani maka
semakin mudah petani menerima teknologi baru dikarenakan pengetahuannya
untuk bisa mengakses informasi mengenai dampak baik dan buruk dari teknologi
tersebut lebih baik. Selain itu, penelitian juga memperlihatkan adanya pengaruh
status pekerjaan usahatani dengan keputusan adopsi. Petani yang memiliki
pekerjaan utama sebagai non petani akan lebih berani mengambil risiko
menerapkan teknologi baru.
Aldila (2012) menggunakan model logit untuk melihat faktor-faktor yang
mempengaruhi tingkat adopsi sistem integrasi kelapa sawit dan sapi di Kecamatan

7
Kinali, Kabupaten Pasaman Barat-Sumatera Barat. Ada 9 variabel dari
karakteristik responden yang diperkirakan dapat mempengaruhi tingkat adopsi,
yaitu : umur, lama pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, penyuluhan sistem
integrasi kelapa sawit dan sapi, pengalaman beternak sapi, lama usahatani, luas
lahan, status pekerjaan dan pendapatan usahatani. Hasilnya, ada satu variabel dari
karakteristik yang signifikan pada taraf nyata 10 persen, yaitu status pekerjaan.
Petani dengan status pekerjaan utama sebagai petani kelapa sawit lebih memiliki
peluang untuk mengadopsi sistem integrasi tersebut.
Penelitian mengenai analisis faktor penentu adopsi teknologi PHSL
(Pemupukan Hara Spesifik Lokasi) untuk usahatani padi dilakukan oleh Faroka
(2012). Penelitian ini menggunakan 6 variabel independen yang berasal dari
karakteristik personal petani, faktor usahatani, dan sosial budaya. Variabel
tersebut adalah umur, pendidikan, luas lahan, status lahan, penyuluhan, dan
pendapatan petani. Dari hasil analisis diketahui bahwa status lahan memberikan
pengaruh pada tingkat adopsi. Petani penggarap memiliki keberanian lebih tinggi
untuk menerapkan adopsi dibandingkan dengan petani pemilik lahan. Selain
variabel status lahan, hasil analisis juga memperlihatkan adanya pengaruh positif
yang diberikan variabel pendapatan usahatani, dimana petani yang memiliki
pendapatan yang lebih tinggi akan lebih mudah untuk menerima dan menerapkan
sebuah teknologi baru.
Basuki (2008) menduga bahwa faktor pendidikan, umur, penyuluhan, luas
lahan, status lahan, dan pendapatan akan mempengaruhi petani untuk menanam
padi hibrida. Berdasarkan hasil regresi logistik, terdapat empat variabel yang
memberikan pengaruh nyata terhadap keputusan adopsi teknologi pupuk organik.
Keempat variabel tersebut adalah umur, rasio pendapatan, luas lahan, dan status
lahan. Umur memiliki pengaruh negatif terhadap keputusan adopsi penanaman
padi hibrida. Umur yang semakin tua menyebabkan responden semakin tertutup
dan tidak peka dengan inovasi dan teknologi baru yang muncul. Pendapatan juga
memberikan pengaruh yang negatif, dimana semakin tinggi pendapatan petani
justru semakin tidak ingin untuk mengadopsi suatu inovasi karena merasa sudah
cukup puas dengan pendapatannya saat ini dan tidak ingin mengambil risiko
turunnya pendapatan apabila inovasi tersebut gagal ketika dilaksanakan.
Penelitian juga memperlihatkan hubungan yang negatif pada status lahan. Petani
penggarap justru lebih terbuka terhadap inovasi teknologi baru apabila
dibandingkan dengan petani pemilik lahan. Variabel terakhir yang memberikan
pengaruh, yaitu luas lahan memberikan pengaruh yang positif, dimana semakin
luas lahan yang dimiliki petani maka keinginan untuk melakukan adopsi akan
semakin tinggi.
Sondari (2012), Aldila (2012), Faroka (2012), dan Basuki (2008)
menggunakan analisis regresi logistik untuk melihat faktor-faktor yang
mempengaruhi adopsi oleh responden. Variabel dependen dari keempat penelitian
tersebut merupakan bilangan biner dengan dua kategori, yaitu bernilai 1 apabila
mengadopsi, dan bernilai 0 apabila tidak mengadopsi. Faktor-faktor yang diduga
memberikan pengaruh terhadap tingkat adopsi pada penelitian kebanyakan dilihat
dari karakteristik personal serta situasi lingkungan sosial budaya responden.
Penelitian ini akan mendeskripsikan faktor karakteristik personal dan
situasional petani mitra ADS yang memberikan pengaruh terhadap adopsi
teknologi budidaya sayuran organik berupa SOP budidaya. Metode analisis yang

8
akan digunakan adalah analisis regresi logistik. Berdasarkan hasil penelitian
terdahulu, faktor yang diduga akan memberikan pengaruh adalah umur (Basuki
2008), pendidikan (Sondari 2012), luas lahan (Basuki 2008), status lahan (Faroka
2012 ; Basuki 2008), dan status pekerjaan (Aldila 2012 ; Sondari 2012). Ada
faktor lain yang juga ikut diduga memberikan pengaruh pada tingkat adopsi petani
mitra terhadap teknologi budidaya sayuran organik, yaitu pengalaman usahatani,
dan lama bermitra. Petani mitra ADS bergabung menjadi mitra pada waktu yang
berbeda-beda, sehingga fakta tersebut diduga akan memberikan pengaruh pada
tingkat adopsi petani.
Soekartawi (1988) melakukan penelitian tentang adopsi ketela pohon
mukibat pada empat desa di Kabupaten Tulung Agung, Jawa Timur. Hasil analisis
Model Regresi Linear Berganda dan Model Cobb-Douglas menunjukkan bahwa
faktor yang berpengaruh terhadap adopsi ketela pohon mukibat adalah
keikutsertaan petani dalam siaran pedesaan, jarak petani ke jalan aspal, dan umur
petani. Faktor umur memberikan pengaruh kepada adopsi yaitu semakin tua umur
petani maka semakin besar kemungkinan untuk mengadopsi. Soekartawi
memberikan alasan bahwa petani yang lebih tua lebih mempunyai pengalaman
dan lebih matang dalam melaksanakan usahatani. Penelitian yang dilakukan oleh
Soekartawi ini menjadi dasar untuk memasukkan pengalaman usahatani menjadi
salah satu faktor yang akan dilihat pengaruhnya dalanm penelitian ini.

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritis
Teori Adopsi
Inovasi menurut Ban dan Hawkins (1999) adalah suatu gagasan, metode,
atau objek yang dianggap sebagai sesuatu yang baru, tetapi tidak selalu
merupakan hasil dari penelitian mutakhir. Sedangkan Soekartawi (1988)
mendefinisikan inovasi sebagai suatu ide yang dipandang baru oleh seseorang,
dimana karena latar belakang orang yang berbeda-beda maka ide baru yang
dimaksudkan menjadi relatif sifatnya. Inovasi mungkin berupa suatu teknologi
baru, cara organisasi yang baru, cara pemasaran hasil pertanian yang baru, dan
sebagainya.
Inovasi menurut Harper (1989) ada tiga yaitu: (1) variasi yang merupakan
modifikasi bentuk sesuatu yang telah ada, (2) substitusi adalah di mana ide atau
bahan baru digunakan untuk mengganti yang lama, dan (3) mutasi adalah
kombinasi dan reorganisasi elemen-elemen yang telah ada atau lama dengan yang
baru. Ukuran dari kebaharuan suatu inovasi adalah bersifat subyektif menurut
pandangan individu, sehingga diterima atau ditolaknya suatu inovasi merupakan
suatu proses mental sejak ia mengetahui sampai dengan keputusan yang diambil
untuk menolak atau menerima inovasi tadi.

9
Adopsi inovasi memiliki pengertian yang kompleks dan dinamis. Hal ini
disebabkan karena proses adopsi pada dasarnya menyangkut proses pengambilan
keputusan, dimana dalam proses tersebut banyak faktor yang mempengaruhinya.
Dalam proses penyuluhan (pertanian), adopsi dapat diartikan sebagai suatu proses
perubahan perilaku, baik berupa pengetahuan, sikap, maupun keterampilan pada
diri seseorang setelah menerima inovasi yang disampaikan oleh penyuluh
(Suharyanto 2001).
Ada beberapa elemen penting yang perlu diperhatikan dalam proses adopsi
inovasi, yaitu: (a) adanya sikap mental untuk melakukan adopsi inovasi, dan (b)
adanya konfirmasi dan keputusan yang telah diambil. Dapat dikatakan bahwa
dalam proses adopsi inovasi, diperlukan adanya komitmen yang terikat dan perlu
dijaga oleh calon adopter. Lebih lanjut dikatakan bahwa ada tiga hal yang
diperlukan oleh calon adopter dalam kaitannya dengan proses adopsi inovasi
menurut Soekartawi (1988), yaitu :
1. Adanya pihak lain yang telah melaksanakan adopsi inovasi dan berhasil dengan
sukses. Pihak yang tergolong kriteria ini dimaksudkan sebagai sumber
informasi yang relevan.
2. Adanya suatu proses adopsi inovasi yang berjalan secara sistematis, sehingga
dapat diikuti dengan mudah oleh calon adopter.
3. Adanya hasil adopsi inovasi yang sukses dalam artian telah memberikan
keuntungan, sehingga dengan demikian informasi seperti ini akan memberikan
dorongan kepada calon adopter untuk melaksanakan adopsi inovasi.
Proses penyebaran teknologi introduksi mempunyai hubungan yang sangat
erat dengan adopsi. Proses adopsi terjadi pada orang secara individual sedangkan
proses difusi terjadi di masyarakat. Harper (1989) menyatakan bahwa untuk
mengembangkan inovasi supaya berhasil diadopsi dipengaruhi oleh tiga faktor
yaitu: (a) kemudahan untuk dikomunikasikan (communication ability), (b)
kesiapan adopter atau unit sosial untuk menerima risiko (perceived risk) dari
inovasi yang diadopsi dan (c) terjadi proses perembesan (pervasiveness). Lebih
jauh Mosher (1981) mengemukakan bahwa suatu teknologi baru akan diterapkan
tidak segera diterima oleh petani dan bahkan mungkin akan menolak sama sekali,
sebab ada kesangsian atau sifat petani yang selalu waspada terhadap setiap metode
baru.
Soekartawi dan Anwar (1987) mengatakan bahwa terdapat lima tahap dalam
proses adopsi teknologi introduksi dalam pandangan tradisional yaitu:
1. Kesadaran, pada tahap ini petani untuk pertama kalinya belajar dan mengetahui
tentang ide baru dimana tingkat pengetahuannya masih bersifat umum.
2. Menaruh minat, petani mulai mengembangkan informasi yang diperoleh dalam
menimbulkan dan mengembangkan minat untuk melakukan adopsi inovasi.
3. Evaluasi, seseorang yang telah mendapatkan informasi dan bukti yang telah
dikumpulkan pada beberapa tahapan sebelumnya dalam menentukan apakah
ide itu akan diadopsi atau tidak maka diperlukan evaluasi.
4. Mencoba, petani dihadapkan pada suatu kondisi dimana harus menuangkan
pikirannya untuk kemudian dituangkan dalam praktek.
5. Adopsi, pada tahapan ini petani telah memutuskan bahwa ide baru yang
dipelajari cukup baik untuk diterapkan.

10
Rogers dan Shoemaker (1971) memberikan kritik terhadap proses
tradisional di atas, karena model tersebut terlalu sederhana. Beberapa kritikan
yang diberikannya terhadap proses tersebut antara lain karena proses adopsi
tradisional mengemukakan bahwa proses adopsi selalu berakhir dengan adopsi,
padahal nyatanya individu bisa saja menolak adopsi tersebut. Kelima tahapan pun
tidak selalu terjadi secara berurutan, tahapan-tahapan tersebut bisa saja terjadi
secara acak. Pada petani yang bermitra dan diharuskan mengadopsi teknologi
tertentu, proses adopsi tidak berhenti sampai petani mengadopsi, namun ada
tahapan lain yang terjadi. Petani bisa saja mencari informasi lebih jauh untuk
dapat mengukuhkan keputusannya apakah akan mengadopsi secara penuh atau
berhenti mengadopsi, atau keputusan lainnya.
Pertanian Organik
Menurut Winarno (2004) pertanian organik merupakan suatu sistem
pertanian yang didesain dan dikelola sedemikian rupa sehingga mampu
menciptakan produktivitas yang berkelanjutan. Pertanian organik merupakan
sistem pertanian yang berwawasan lingkungan dengan tujuan untuk melindungi
keseimbangan ekosistem alam dengan meminimalkan penggunaan bahan-bahan
sintetik dan merupakan praktek bertani alternatif secara alami yang dapat
memberikan hasil yang optimal.
Tujuan utama yang hendak dicapai oleh pertanian organik adalah untuk
mengoptimalkan kesehatan dan produktivitas komunitas tanah, tanaman, hewan
dan manusia yang saling berkaitan satu sama lain. Tujuan dan keuntungan yang
dapat diambil dari pengembangan pertanian organik menurut sub direktorat
pengelolaan lingkungan (2005) antara lain :
1. Meningkatkan pendapatan petani karena adanya efisiensi pemanfaatan sumber
daya.
2. Menghasilkan pangan yang cukup, aman dan berkualitas sehingga
meningkatkan kesehatan masyarakat dan sekaligus daya saing produk
agribisnis.
3. Menciptakan lingkungan kerja yang aman dan sehat bagi petani.
4. Meminimalkan semua bentuk polusi yang dihasilkan dari kegiatan pertanian.
5. Meningkatkan dan menjaga produktivitas lahan pertanian dalam jangka
panjang, serta memelihara kelestarian sumber daya alam dan lingkungan.
6. Menciptakan lapangan kerja baru dan keharmonisan sosial di pedesaan.
Pertanian organik juga dapat didefinisikan sebagai suatu sistem produksi
pertanian yang menghindarkan atau mengesampingkan penggunaan senyawa
sintetik baik pupuk, zat tumbuh, maupun pestisida. Kegunaan budidaya organik
pada dasarnya adalah meniadakan atau membatasi kemungkinan dampak negatif
yang ditimbulkan oleh budidaya konvensional. Strategi pertanian organik adalah
memindahkan hara secepatnya dari sisa tanaman, kompos, dan pupuk kandang
menjadi biomassa tanah yang selanjutnya setelah mengalami proses mineralisasi
akan menjadi hara dalam larutan tanah. Dengan kata lain, unsur hara didaurulang
melalui satu atau lebih tahapan bentuk senyawa organik sebelum diserap tanaman.
Hal ini berbeda dengan pertanian konvensional yang memberikan unsur hara
secara cepat dan langsung dalam bentuk larutan sehingga diserap dengan takaran
dan waktu pemberian yang sesuai dengan kebutuhan tanaman (Sutanto 2002).

11
Ada prinsip-prinsip yang mengilhami gerakan organik dengan segala
keberagamannya. Prinsip-prinsip ini menjadi panduan bagi pengembangan posisi,
program dan standar-standar IFOAM (International Federation for Organic
Agriculture Movement). Selanjutnya, prinsip-prinsip ini diwujudkan dalam visi
yang digunakan di seluruh dunia. Prinsip-prinsip tersebut adalah: Prinsip Ekologi,
Prinsip Kesehatan, Prinsip Perlindungan, dan Prinsip Keadilan.
Karakteristik Petani
Rogers dan Shoemaker (1997) mengatakan bahwa karakteristik seseorang
akan ikut mempengaruhi persepsi dan selanjutnya akan mempengaruhi tindakan
atau perilaku. Karakterisitik personal menurut Rogers (1995) adalah meliputi
status sosial-ekonomi, ciri kepribadian dan perilaku komunikasi. Secara lebih rinci
karakteristik personal tersebut dijabarkan lagi ke dalam umur, pendidikan formal,
pendidikan non formal, jumlah keluarga, pengalaman berusahatani, usaha
keluarga, penghasilan keluarga, kekosmopolitan, partisipasi, kelembagaan
masyarakat, partisipasi dalam kelompok, dan kontak media. Karakteristik adopter
diduga kuat memiliki hubungan dengan persepsi seseorang dalam kaitannya
dengan proses adopsi inovasi, menyangkut pencarian terhadap ide-ide baru.
Soekartawi (1988) menyebutkan bahwa faktor personal dan situasional
merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi tingkat adopsi maupun
difusi inovasi. Faktor personal dan situasional tersebut antara lain;
1. Umur; petani yang lebih tua kurang cenderung untuk melakukan difusi inovasi
pertanian dibandingkan mereka yang relatif muda.
2. Pendidikan; pendidikan dinilai sebagai sarana meningkatkan pengetahuan
tentang teknologi pertanian baru. Dalam praktek, mungkin sekali bahwa
hubungan antara tingkat pendidikan dan tingkat adopsi pertanian berjalan
secara tidak langsung, kecuali bagi mereka yang belajar secara spesifik tentang
inovasi baru tersebut.
3. Pendapatan usahatani; pendapatan usahatani yang tinggi seringkali
berhubungan dengan tingkat difusi inovasi pertanian. Kemauan melakukan
perubahan dalam difusi inovasi cenderung lebih cepat sesuai dengan kondisi
pendapatan petani.
4. Ukuran usahatani; ukuran usahatani seringkali berhubungan positif dengan
adopsi inovasi.
5. Status kepemilikan tanah; para pemilik dapat membuat keputusan untuk
mengadopsi inovasi sesuai dengan keinginanannya, namun penyewa harus
mendapatkan persetujuan dari pemilik terlebih dahulu. Konsekuensinya,
tingkat adopsi biasanya lebih tinggi pada pemilik usahatani daripada petani
yang menyewa.
Sayuran Organik
Sayuran organik merupakan sayuran yang dihasilkan dari pertanian yang
bersifat ramah lingkungan dan lebih kepada konsep alam (back to nature).
Budidaya pertanian yang dilakukan tanpa menggunakan pupuk dan pestisida
kimia. Hal tersebut membuat sayuran organik bebas dari residu kimia sehingga
layak dikonsumsi dan menyehatkan.
Sayuran organik merupakan komoditas sayuran yang banyak diminati untuk
dikembangkan pada saat ini yang dihasilkan dari budidaya pertanian yang

12
dilakukan tanpa menggunakan pupuk dan pestisida kimia. Keistimewaan dari
sayuran organik adalah mengandung antioksidan 10-50 persen di atas sayuran
anorganik. Zat antioksidan atau biasa dikenal sebagai zat yang membantu dan
dibutuhkan oleh tubuh serta dapat menyembuhkan penyakit yang merupakan zat
kekebalan tubuh. Sayuran dan buah organik diketahui mengandung vitamin C dan
mineral esensial, seperti kalium, fosfor, magnesium, zat besi dan krom, lebih
tinggi dibanding dengan anorganik (Isdiayanti 2007).
Jenis sayuran dapat dikelompokkan menjadi tiga macam berdasarkan bagian
yang dapat dikonsumsi, yaitu sayuran buah, sayuran daun, dan sayuran umbi.
Sayuran daun adalah jenis tanaman yang dimanfaatkan bagian daunnya untuk
dikonsumsi, misalnya selada, bayam, dan kangkung. Selain daunnya, pada
umumnya konsumen menggunakan batang bagian atas dan pucuk daun untuk ikut
serta dikonsumsi (Supriati 2002). Beberapa contoh komoditas yang termasuk
dalam sayuran daun adalah selada, caisim, pakcoy, kailan, bayam, dan kangkung.

Kerangka Pemikiran Operasional
Petani sering dihadapkan pada berbagai kendala dalam proses pengambilan
keputusan penerapan suatu teknologi pertanian, karena banyaknya pertimbangan
yang harus dilakukan petani sebelum memutuskan untuk mengadopsi suatu
teknologi. Beberapa pertimbangan petani dalam penerapan teknologi pertanian,
antara lain: rasa aman, atau sebaliknya rasa khawatir, nilai-nilai sosial yang
dimiliki, status sosial, derajat kosmopolitannya, keterampilan melaksanakannya,
dan derajat opinion leader (Soekartawi 1988).
Sebelum proses adopsi terjadi, secara psikologis petani akan berusaha
memahami, berdasarkan keinginan dan kebutuhan untuk mengetahui makna dari
teknologi yang diterimanya. Teknologi yang diadopsi oleh petani mitra sayur
organik di ADS tertuang dalam bentuk Standard Operational Procedure (SOP)
atau anjuran budidaya. Teknologi yang harus diadopsi petani dalam bentuk SOP
budidaya sayuran organik terbagi menjadi beberapa aspek sesuai dengan tahapan
budidaya, yaitu konversi dan kontaminasi, benih dan pembibitan, persiapan lahan,
penanaman, pencegahan hama dan penyakit tanaman (HPT), pengendalian HPT,
serta panen.
Petani bisa saja mengadopsi keseluruhan SOP budidaya sesuai dengan
anjuran di suatu waktu, namun di waktu yang lain hanya mengadopsi aspek-aspek
tertentu. Bisa dikatakan, petani terkadang memilih untuk mengadopsi hanya
sebagian dari keseluruhan aspek yang menjadi komponen penerapan teknologi
budidaya sayur organik dari ADS. Secara teori, SOP yang diberikan oleh ADS
merupakan panduan ideal untuk mendapatkan hasil optimal pada budidaya
sayuran organik di lokasi petani mitra, akan tetapi ada saja kemungkinan petani
tidak menjalankan dengan baik beberapa aturan yang diberikan. Hal tersebut bisa
dipengaruhi oleh berbagai faktor, khususnya bersumber dari karakteristik petani
mitra.

13
Pertanian Konvensional
Menggunakan berbagai input kimia
Jangka Pendek :
 Mempercepat masa tanam
 Produktivitas meningkat

Jangka Panjang :
 Ketergantungan lahan pada
bahan kimia
 Pencemaran air
 Gangguan kesehatan karena
residu kimia

Tren pertanian organik di Indonesia
Petani sebagai produsen perlu mengadopsi teknologi tertentu
untuk menghasilkan produk organik
Adopsi SOP budidaya sayuran organik oleh
petani mitra ADS-UF IPB
(7 tahapan budidaya)

Adopsi sangat tinggi

Adopsi sangat rendah

Adopsi tinggi

Adopsi rendah
Adopsi sedang

Mengadopsi sesuai anjuran
Mengadopsi tidak sesuai anjuran

Dipengaruhi karakteristik petani
Faktor personal

Faktor situasional

(umur, tingkat pendidikan,
pengalaman usahatani, lama
bermitra, dan status pekerjaan)

(luas lahan dan status lahan)

Gambar 2 Kerangka pemikiran operasional

14

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Agribusiness Development Station (ADS), Desa
Cikarawang, Bogor, Jawa Barat yang merupakan lokasi kerjasama antara sebuah
organisasi ekonomi independen pemerintah Taiwan yang bernama International
Cooperation and Development Fund (ICDF) melalui Misi Teknik Taiwan dengan
Institut Pertanian Bogor. Penelitian juga dilakukan di tujuh desa lokasi petani
mitra sayur organik ADS, yaitu Desa Cikarawang Kecamatan Dramaga, Desa
Tegal Waru dan Desa Cihideung Ilir Kecamatan Ciampea, Desa Karekhel
Kecamatan Leuwiliang, Desa Ciaruteun Ilir dan Desa Situ Udik Kecamatan
Cibungbulang, serta Desa Gunung Bunder II Kecamatan Pamijahan. Pemilihan
ADS sebagai lokasi penelitian didasarkan pada fakta bahwa di akhir tahun 2013,
telah terjadi serah terima ADS dari ICDF kepada University Farm IPB sehingga
diperlukan evaluasi di berbagai aspek untuk membuat sistem yang lebih baik.
Penelitian dilakukan pada bulan Januari 2014.

Jenis dan Sumber Data
Penelitian ini menggunakan dua jenis sumber data, yaitu data primer dan
data sekunder. Data primer diperoleh melalui metode wawancara, yaitu dengan
mewawancarai pihak ADS untuk melengkapi informasi yang dibutuhkan dalam
penelitian, seperti data petani mitra, SOP (Standard Operational Procedure)
kemitraan, dan adopsi teknologi yang diterapkan. Selain itu, dilakukan survei
dengan wawancara langsung melalui kuesioner kepada responden untuk
memperoleh data mengenai karakteristik personal petani, dan tingkat adopsi
petani terhadap teknologi budidaya sayuran organik. Data sekunder diperoleh
melalui studi literatur yang terkait dengan topik penelitian, dari Perpustakaan
Lembaga Sumberdaya Informasi IPB, Perpustakaan Fakultas Ekonomi dan
Manajemen, Perpustakaan Fakultas Ekologi Manusia, badan instansi pemerintah
seperti Badan Pusat Statistik (BPS), Dinas Pertanian, dan berbagai sumber
internet.

Metode Penentuan Responden
ADS memiliki tiga kelompok petani mitra, yaitu kelompok petani sayuran
anorganik, kelompok petani sayuran organik, dan kelompok petani buah (jambu
kristal). Kelompok petani sayuran organik dipilih secara sengaja (purposive)
karena apabila dibandingkan dengan dua kelompok lainnya, kelompok petani
sayuran organik adalah kelompok yang paling kuat, jarang terjadi pergantian
personil di dalamnya, selain itu tren pertanian organik di Indonesia akhir-akhir ini
selalu mengalami peningkatan yang positif. Petani mitra ADS untuk komoditas
sayuran organik berjumlah 21 petani. Pada penelitian ini, seluruh petani mitra
disensus untuk dicaritahu karakteristiknya, tingkat adopsinya terhadap teknologi

15
budidaya sayuran organik yang diterapkan oleh ADS, serta pengaruh yang
diberikan karakteristik tersebut terhadap tingkat adopsi, sehingga total responden
adalah 21 orang.

Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini dikumpulkan dengan cara
melakukan observasi, wawancara mendalam, pengisian kuesioner, dan pencarian
literatur yang relevan. Observasi dilakukan dengan melakukan pengamatan
langsung di lokasi penelitian, yaitu di ADS dan di seluruh lahan petani mitra sayur
organik ADS, yaitu Desa Cikarawang Kecamatan Dramaga, Desa Tegal Waru dan
Desa Cihideung Ilir Kecamatan Ciampea, Desa Karekhel Kecamatan Leuwiliang,
Desa Ciaruteun Ilir dan Desa Situ Udik Kecamatan Cibungbulang, serta Desa
Gunung Bunder II Kecamatan Pamijahan. Wawancara mendalam dilakukan
kepada penanggungjawab komoditas sayur organik di ADS, yaitu Bapak Sutisna.
Kuesioner dibagikan kepada seluruh petani mitra sayur organik ADS yang
berjumlah 21 orang.
Kuesioner berisi pertanyaan tertutup dan terbuka, serta pernyataan dengan
skala likert. Pertanyaan tertutup adalah pertanyaan yang jawabannya telah
ditentukan sebelumnya, sehingga responden cukup memilih jawaban yang telah
disediakan. Misalnya saja pada pertanyaan karakteristik responden berupa tingkat
pendidikan. Pada pertanyaan tersebut, responden diminta memilih satu dari lima
jawaban yang telah disediakan. Pertanyaan terbuka adalah pertanyaan yang selain
memberikan pilihan juga menyediakan tempat untuk menjawab secara bebas
apabila jawaban responden ada di luar alternatif pilihan yang tersedia. Pernyataan
dengan skala likert digunakan untuk melihat tingkat adopsi petani. Setiap aspek
dalam tahapan budidaya sayuran secara organik disediakan lima kolom yang
menggambarkan seberapa sering responden melakukan aspek tersebut dalam
kegiatan budaya yang dilakukannya.

Metode Analisis Data
Analisis Deskriptif
Skor tingkat adopsi budidaya sayuran organik akan diperoleh melalui
beberapa pernyataan yang diberi nilai dari skala likert dengan 5 tingkatan
berdasarkan penerapan aspek budidaya sayuran organik (selalu = 5, sering = 4,
kadang-kadang = 3, jarang = 2, dan tidak pernah = 1). Responden dikatakan selalu
menjalankan aspek budidaya ketika dalam 24 kali periode tanam, aspek tersebut
dilaksanakan selama 24 periode tanam itu pula. Selain itu, responden dikatakan
sering menjalankan aspek budidaya ketika melaksanakan aspek tersebut minimal
17 kali, akan tetapi tidak selalu melaksanakannya. Kategori kadang-kadang
diberikan ketika responden melaksanakan aspek budidaya sebanyak 9 hingga 16
kali dalam 24 kali periode tanam. Kategori jarang diberikan pada responden yang
menjalankan aspek budidaya sebanyak minimal 1 kali hingga 8 kali dalam 24 kali
periode tanam. Sedangkan kategori tidak pernah diberikan pada responden yang

16
sama sekali tidak pernah menjalankan aspek budidaya tertentu selama 24 periode
budidaya terakhir.
Tingkat adopsi teknologi budidaya sayuran organik dibedakan dalam 5
kategori adopsi yaitu adopsi sangat rendah apabila hasil penghitungan berada
dalam range 0-20 persen, adopsi rendah apabila hasil penghitungan berada dalam
range 21-40 persen, adopsi sedang apabila hasil penghitungan berada dalam range
41-60 persen, adopsi

Dokumen yang terkait

Tingkat Adopsi Petani Sayur Mayur Terhadap Teknologi Budidaya Anjuran di Kelurahan Tanah Enam Ratus ( Studi Kasus : Kelurahan Tanah Enam Ratus Kecamatan Medan Marelan Kota Medan )

0 29 95

Tingkat Adopsi Petani Terhadap Teknologi Budidaya Ikan Kerambah Dan Dampaknya Terhadap Produktivitas Dan Pendapatan Usaha Tani Kabupaten Toba Samosir (Kecamatan Simanindo Desa Simairiudo Sangkal)

1 30 89

Analisis Tingkat Adopsi Petani Terhadap Teknologi Double Row Pada Usahatani Pisang Barangan (Musa Paradisiaca Sapientum L) Dan Hubungannya Dengan Faktor Sosial Ekonomi di Kabupaten Deli Serdang).

4 57 108

Tingkat Adopsi Petani Sayur Bayam Jepang Terhadap Teknologi Budidaya Anjuran Dan Hubungannya Dengan Sosial Ekonomi Petani (Studi Kasus Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo )

10 71 79

Hubungan Antara Tingkat Adopsi Teknologi Dengan Produktivitas Padi Sawah Lahan Irigasi (Kasus : Desa Sidodadi Ramunia, Kecamatan Beringin, Kabupaten Deli Serdang)

3 41 78

Tingkat Adopsi Petani Terhadap Teknologi Budidaya Jagung Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya Di Kabupaten Langkat (Studi Kasus: Desa Namu Ukur Utara Kecamatan Sei Binge Kabupaten Langkat

7 60 88

Faktor Penentu Adopsi Sistem Pertanian Sayuran Organik dan Keberdayaan Petani di Provinsi Sumatera Barat

3 26 190

TINGKAT PENERAPAN TEKNOLOGI BUDIDAYA SAYURAN ORGANIK OLEH PETANI MITRA CV. TANI ORGANIK MERAPI

14 62 134

HUBUNGAN ANTARA FAKTOR FAKTOR SOSIAL EKONOMI PETANI DENGAN TINGKAT PENERAPAN TEKNOLOGI BUDIDAYA PADI ORGANIK DI KECAMATAN SAMBIREJO KABUPATEN SRAGEN

0 4 95

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Adopsi Teknologi Petani Dalam Penerapan Sistem Tanam Jajar Legowo 2:1

0 6 17