Analisis Pendapatan Usahatani Bayam Organik Pada Petani Mitra Ksu Lestari Dan Ads Kabupaten Bogor

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BAYAM ORGANIK
PADA PETANI MITRA KSU LESTARI DAN ADS
KABUPATEN BOGOR

NOVINI NUR ADHIFA

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Pendapatan
Usahatani Bayam Organik pada Petani Mitra KSU Lestari dan ADS Kabupaten
Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir karya ilmiah ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2016
Novini Nur Adhifa
NIM H34134055

ABSTRAK
NOVINI NUR ADHIFA. Analisis Pendapatan Usahatani Bayam Organik pada
Petani Mitra KSU Lestari dan ADS Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh DWI
RACHMINA
Sayuran organik merupakan komoditi yang saat ini memiliki peluang
pasar. Bayam merupakan salah satu jenis sayuran dikembangkan dengan sistem
pertanian organik. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis tingkat pendapatan,
efisiensi usahatani, imbalan terhadap total modal dan imbalan terhadap tenaga
kerja usahatani bayam organik pada petani mitra KSU Lestari dan ADS. Data
dianalisis menggunakan metode deskriptif dan analisis pendapatan usahatani, R/C
rasio, imbalan terhadap total modal dan imbalan terhadap tenaga kerja. Hasil
menunjukkan pendapatan atas biaya total petani bayam organik petani mitra ADS
lebih besar dibandingkan petani mitra KSU Lestari. Nilai R/C atas biaya total
petani mitra ADS lebih besar dibandingkan mitra KSU Lestari. Petani mitra ADS

mampu menciptakan imbalan modal yang lebih tinggi dari suku bunga kredit yang
berlaku. Sedangkan petani mitra KSU Lestari belum mampu menciptakan imbalan
modal yang lebih tinggi dari suku bunga kredit yang berlaku. Petani mitra ADS
mampu menciptakan imbalan tenaga kerja yang lebih tinggi dari upah rata-rata di
bidang pertanian. Sedangkan petani mitra KSU Lestari belum mampu
menciptakan imbalan tenaga kerja yang lebih tinggi dibandingkan upah rata-rata
di bidang pertanian .
Kata kunci: pendapatan, R/C rasio, imbalan modal, imbalan tenaga kerja

ABSTRACT
NOVINI NUR ADHIFA. Revenue Analysis of Organic Spinach Farming in KSU
Lestari’s Partner Farmers and ADS’s Partner Farmers Bogor Regency. Supervised
by DWI RACHMINA
Organic vagetable is one of comodity that have market opportunity in this
time. Spinach is one of vagetables who is increased in organic farming system.
This study was designed to analyze revenue level, the efficiency of farming,
return to total capital and return to family labour of organic spinach farming in
KSU Lestari’s partner farmers and ADS’s partner farmers. The data were
analyzed using descriptive methods, farmer’s revenue analyze, R/C ratio, return to
total capital and return to family labour. The result showed that revenue for total

cost of ADS’s partner farmers was higher than KSU Lestari’s partner farmers.
R/C ratio for total cost of ADS’s partner farmers was higher than KSU Lestari’s
partner farmers. ADS’s partner farmers could make return to total capital that
higher than applicable credit interest rate. Meanwhile, KSU’s partner farmers
couldn’t make return to total capital that higher than applicable credit interest rate.
ADS’s partner farmers could make return to family labour that higher than
average revenue in agriculture sector. Meanwhile, KSU’s partner farmers couldn’t
make return to total capital that higher than average revenue in agriculture sector.
Keywords: revenue, R/C ratio, return to total capital, return to family labour

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BAYAM ORGANIK
PADA PETANI MITRA KSU LESTARI DAN ADS
KABUPATEN BOGOR

NOVINI NUR ADHIFA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Sepetember 2015 ini ialah
usahatani, dengan judul Analisis Pendapatan Bayam Organik pada Petani Mitra
KSU Lestari dan ADS Kabupaten Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Dwi Rachmina, M.Si selaku
dosen pembimbing, Ibu Dr Ir Netti Tinaprilla, MM yang telah banyak memberi
saran pada saat seminar proposal dan selaku dosen penguji, Ibu Tintin Sarianti,
SP, MM selaku dosen penguji akademik. Di samping itu, penghargaan penulis
sampaikan kepada Bapak Mamat selaku ketua Kelompok tani Saluyu, Bapak H.
Saleh selaku Ketua Kelompok tani Sugitani, Ibu Dede Kurnia beserta staf

Koperasi Serba Usaha Lestari, Ibu Farida beserta staf ADS (Agribussines
Development Station) serta Bapak Marin yang telah membantu selama
pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak, Ibu,
keluarga, serta teman-teman atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2016
Novini NurAdhifa

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA

Permintaan Sayuran Organik
Pemasaran Sayuran Organik
Analisis Pendapatan Usahatani Bayam
Peran Kemitraan terhadap Pendapatan Petani
KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Kerangka Pemikiran Operasional
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Teknik Pengumpulan Data
Metode Analisis
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Gambaran Umum Koperasi Serba Usaha Lestari
Gambaran Umum Agribusiness Development Station
Karakteristik Petani Responden
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pelaksanaan Kemitraan KSU Lestari dan ADS
Analisis Usahatani Bayam Organik
Analisis Pendapatan Usahatani Bayam Organik

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA

xiv
xiv
xv
1
1
3
5
5
5
6
6
6
7
7
8

8
13
16
16
16
16
16
20
20
20
21
23
23
27
35
44
44
45
45


DAFTAR TABEL
1
2
3
4

Konsumsi rumah tangga menurut hasil Susenas komoditas sayuran,
2007-2011
Persentase petani responden menurut jenis kelamin
Persentase petani responden menurut usia
Persentase petani responden menurut tingkat pendidikan

3
21
22
22

5 Persentase petani responden menurut status kepemilikan lahan
6 Persentase petani responden menurut luasan lahan
7 Proporsi luasan lahan bayam terhadap luasan total lahan petani

responden mitra KSU Lestari musim tanam September 2015
8 Proporsi luasan lahan bayam terhadap luasan total lahan petani
responden mitra ADS musim tanam September 2015
9 Penggunaan pupuk pada usahatani bayam organik petani responden
per 40 m2 pada musim tanam September 2015.
10 Penggunaan tenaga kerja usahatani bayam organik luasan 40 m2
pada musim tanam September 2015 petani mitra KSU Lestari
11 Penggunaan tenaga kerja usahatani bayam organik luasan 40 m2
pada musim tanam September 2015 petani mitra ADS
12 Penerimaan usahatani bayam organik responden petani mitra KSU
Lestari per 40 m2 pada musim tanam September 2015
13 Penerimaan usahatani bayam organik responden petani mitra ADS
per 40 m2 pada musim tanam September 2015
14 Biaya usahatani bayam organik responden petani mitra KSU Lestari
per 40 m2 pada musim tanam September 2015
15 Biaya usahatani bayam organik responden petani mitra ADS per 40
m2 pada musim tanam September 2015
16 Pendapatan dan R/C rasio usahatani bayam organik pada musim
tanam September 2015
17 Return to total capital dan return to family labour usahatani bayam

organik pada musim tanam September 2015

23
23
30
31
32
34
34
36
36
38
39
42
43

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5

Data jumlah petani sayuran organik wilayah jawa barat
Kurva biaya total (Total cost)
Kerangka pemikiran operasional
Pohon bayam untuk pembenihan
Pembentukan bedengan lahan petani mitra ADS

2
12
15
27
28

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3

Standar penerimaan sayur di ADS
Produksi dan pemasaran bayam organik petani mitra ADS pada
musim tanam September 2015
Produksi dan pemasaran bayam organik petani mitra KSU Lestari
pada musim tanam September 2015

48
49
49

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Teknologi pertanian sayuran organik memiliki keunggulan yang lebih
dibandingkan pertanian sayuran konvensional. Sayuran organik memiliki kualitas
lebih baik dari segi kandungan gizi dan dampak bagi kesehatan konsumen. Para
peneliti menemukan bahwa sayuran organik jauh lebih aktif dalam menekan
senyawa toksisitas dibandingkan sayuran konvensional1. Selain itu pertanian
organik memiliki dampak positif terhadap lingkungan. Pertanian organik memiliki
potensi besar untuk mitigasi perubahan iklim karena kemampuan yang tinggi
dalam penyerapan karbon dalam tanah dan pengurangan emisi gas rumah kaca 2.
Keamanan dan kualitas sayuran organik yang lebih baik menjadi peluang
pasar. Saat ini sebagian besar lembaga pemasaran sayuran organik adalah
perusahaan retail maupun kios milik perseorangan. Hasil survei Statistik
Pertanian Organik Indonesia 2013 yang dilakukan oleh AOI, saat ini terdapat
delapan lembaga pemasar komoditi hasil pertanian sayuran organik untuk wilayah
Bogor dan Bandung, seperti : Koperasi Lestari, Yayasan Bina Sarana Bakti, BLST,
Toko Ijo, Amaranth, Ada swalayan, Yogya supermarket dan Supermarket Setia
Budi (AOI, 2013). Sayuran organik memiliki segment pasar konsumen dengan
taraf kesejahteraan menengah ke atas. Pemasaran melalui retail atau outlet dan
tidak bergabung dengan pasar tradisional serta dengan harga jual yang lebih tinggi,
merupakan bentuk pembedaan sayuran organik dengan konvensional, karena
sayuran organik memiliki manfaat yang lebih dibandingkan dengan sayuran
konvensional.
Petani harus bekerja ekstra dalam menerapkan sistem pertanian organik.
Pertanian organik didefinisikan oleh Federation of Organic Agriculture
Movements (IFOAM) sebagai " sistem produksi pertanian yang mempromosikan
lingkungan, sosial dan ekonomi produksi makanan dan serat, serta tidak termasuk
penggunaan pupuk sintetis, pestisida, zat pengatur tumbuh, pakan ternak dan zat
tambahan, serta organisme rekayasa genetika”. Sistem pertanian organik
merupakan salah satu teknologi pertanian sehingga akan berpengaruh langsung
terhadap struktur biaya, harga jual dan akhirnya mempengaruhi tingkat
pendapatan yang diperoleh oleh petani.
Produktivitas sistem pertanian organik memiliki nilai yang cenderung
lebih rendah dibandingkan dengan pertanian konvensional. Berdasarkan hasil
penelitian Seufert, Ramakutty & Foley (2012) pada negara maju, rata-rata
produktivitas pertanian organik adalah 20 persen lebih rendah dibandingkan
produktivitas pertanian konvensional. Negara maju dan negara berkembang
(digabung), rata-rata produktivitas pertanian organik adalah 25 persen lebih
rendah daripada pertanian konvensional. Produktivitas yang lebih rendah karena
sistem pertanian organik, tidak memperbolehkan penggunaan pupuk kimia yang
dapat mempercepat pertumbuhan tanaman agar lahan dimanfaatkan secara intensif.
Hal inilah yang menyebabkan hanya sedikit petani yang mengembangkan
usahatani sayuran organik. Berdasarkan hasil sensus AOI 2013, Sebagian besar
1

AOI. 2013. Pertanian Organik Cegah Perubahan Iklim. Majalah Organis. Bogor: Aliansi Organis
Indonesia
2
Himawan, Toto. 2013. Pertanian Organik Sistem Pangan yang Sehat. Majalah Organis. Bogor:
Aliansi Organis Indonesia

2
produsen sayuran organik sudah dalam bentuk perusahaan dengan skala usaha
yang besar sampai kecil baik kepemilikan masyarakat lokal maupun pihak asing
(AOI, 2013).

Bandung
14%

Subang
4%

Cianjur
4%

Kabupaten
Bogor
78%

Gambar 1 Data jumlah petani sayuran organik wilayah Jawa Barat
Sumber: AOI, 2011

Produsen sayuran organik sebagian besar menyebar di Provinsi Jawa
Barat. Pertanian sayuran organik terdapat pada daerah-daerah dengan suhu yang
lebih rendah dan kelembaban yang cukup tinggi, yakni daerah Kabupaten Bogor,
Subang, Bandung dan Cianjur. Pada Gambar 1 menunjukkan, Kabupaten Bogor
merupakan salah satu daerah penghasil sayuran organik dengan jumlah produsen
terbanyak, sebesar 79 persen produsen sayuran organik. Hasil survei AOI 2013
menunjukkan, secara umum produsen sayuran organik di Kabupaten Bogor
mengembangkan sistem pertanian polikultur yaitu komoditi bayam, pakcoy,
caisim, kangkung, kailan, tomat, paria putih dan lain-lain.
Produk sayuran organik memiliki pasar khusus yang tidak bergabung
dengan sayuran konvensional, sehingga produsen sayuran organik harus memiliki
akses dengan lembaga pemasar sayuran organik. Beberapa petani sayuran organik
yang menjalin kemitraan dengan perusahaan distributor dalam memasarkan
produk sayuran organik. Kemitraan yang terbentuk memperhatikan prinsip saling
membutuhkan, saling menguntungkan dan saling memperkuat. Manfaat yang
diterima petani seperti, pelatihan sistem pertanian organik, jaminan kepastian
harga dan jaminan pasar. Sedangkan bagi lembaga mitra manfaat yang diperoleh
berupa jaminan ketersediaan produk organik. Jaminan harga tetap di tingkat petani
serta jaminan pasar akan mempengaruhi tingkat pendapatan usahatani yang
dijalankan oleh petani mitra.
Salah satu sayuran yang dikembangkan dengan sistem pertanian organik
adalah bayam. Bayam merupakan salah satu sayuran yang banyak dikonsumsi
hampir semua lapisan masyarakat. Pada Tabel 1, dapat dilihat konsumsi rumah
tangga per kapita per tahun kelompok sayuran yang paling tinggi adalah konsumsi
kangkung dan bayam mencapai rata-rata 4 kg per kapita per tahun. Berdasarkan
data tersebut maka dapat dilakukan pendekatan bahwa sebagian besar konsumen
organik mengonsumsi bayam organik.

3
Tabel 1

Konsumsi rumah tangga menurut hasil Susenas komoditas sayuran,
2007-2011
kg/kapita/tahun
Ratarata
Komoditi
2007
2008
2009
2010
2011
Kangkung
4.95
4.80
4.43
4.59
4,33
4.62
Bayam
4.48
4.02
3.75
3.96
3,81
4.00
Kacang panjang
3.81
3.81
3.49
3.65
3,44
3.64
Terong
3.49
2.92
2.45
2.56
2,56
2.80
Tomat
2.09
2.23
1.97
1.94
2,09
2.06
Mentimun
2.09
2.09
1.83
1.72
1,77
1.90
Kentang
2.09
2.03
1.72
1.83
1,56
1.85
Kubis
1.88
1.93
1.56
1.62
1,83
1.76
Sawi hijau
1.20
1.46
1.41
1.15
1,25
1.29
Wortel
1.15
1.15
0.99
0.94
1,04
1.05
Buncis
0.89
0.94
0.83
0.83
0,89
0.88
Sawi putih
0.73
0.89
0.68
0.57
0,89
0.75

Sumber: Pusdatin Kementan, 2012

Perumusan Masalah
Sistem pertanian organik merupakan sistem pertanian yang
memperhatikan aspek lingkungan, sosial dan ekonomi. Prakteknya pada pertanian
organik tidak memperbolehkan adanya senyawa kimia selama proses produksi.
Pupuk dan obat-obatan tanaman yang digunakan haruslah alami. Seperti yang
dilakukan petani sayuran organik di Kecamatan Cijeruk melakukan pembuatan
pupuk kompos dan obat tanaman alami secara mandiri. Proses penghilangan hama
pengganggu yang dilakukan secara alami membutuhkan tenaga kerja lebih banyak
dibandingkan dengan pertanian konvensional.
Penerapan teknik budidaya sayuran organik akan mempengaruhi struktur
biaya usahatani. Berdasarkan hasil penelitian, ketika membandingkan biaya antara
pertanian organik dan sistem konvensional, peneliti menjumpai bahwa tidak ada
perbedaan yang signifikan dalam biaya produksi (total cost) antara keduanya;
hanya komposisinya saja yang berbeda. Biaya tenaga kerja lebih tinggi di
pertanian organik, sedangkan biaya sarana produksi pertanian (saprotan) seperti
pupuk dan pestisida kimia lebih besar di pertanian konvensional (Argiles dan
Brown, 2010 diacu dalam Karliya et al, 2014).
Biaya tenaga kerja yang lebih tinggi pada pertanian organik dibandingkan
pertanian konvensional, masih dapat menghasilkan keuntungan yang positif bagi
usahatani sayuran organik. Hasil penelitian Pertiwi (2008) dan Sestika (2014),
menunjukkan bahwa usahatani sayuran organik, termasuk bayam organik sudah
efisien. Nilai R/C atas biaya total rata-rata sayuran organik memiliki nilai lebih
dari satu. Penelitian sebelumnya menunjukkan teknik pertanian organik dapat
menghasilkan penerimaan yang lebih tinggi dibandingkan biaya yang dikeluarkan.
Besar atau kecilnya pendapatan usahatani sistem pertanian organik,
tergantung pada keterampilan petani dalam melakukan teknik budidaya sayuran

4
organik. Petani cenderung memiliki tingkat pendidikan yang rendah dan
keterbatasan media dalam melakukan pembelajaran pertanian organik. Hal ini
akan menyebabkan rendahnya pengetahuan dan penyerapan teknologi pertanian
organik petani. Kemampuan keterampilan petani dalam menerapkan pertanian
organik menjadi penentu keberhasilan pertanian organik.
Kemampuan keterampilan petani akan berpengaruh pada produktivitas
yang dihasilkan. Hasil pertanian organik cenderung memiliki nilai produktivitas
yang lebih kecil dibandingkan sistem pertanian konvensional. Berdasarkan hasil
penelitian Seufert, Ramakutty & Foley (2012) melakukan penelitian tentang
kinerja pertanian organik dibandingkan pertanian konvensional, di 66 negara,
mencakup 34 jenis tanaman. Hasil penelitian menunjukkan, produktivitas rata-rata
pertanian organik lebih rendah daripada produktivitas pertanian konvensional.
Untuk komoditi sayuran perbedaan produktivitasnya mencapai 33 persen lebih
rendah dibandingkan pertanian konvensional.
Meskipun memiliki produktivitas yang rendah namun sayuran organik
memiliki harga yang lebih tinggi dibandingkan sayuran konvensional. Harga jual
ditingkat petani untuk komoditas bayam konvensional Rp1 000-2 000 per
kilogram, sedangkan untuk bayam organik pada petani mitra Koperasi Serba
Usaha Lestari dapat mencapai Rp6 000 per kilogramnya. Perbedaan harga yang
cukup tinggi karena bayam organik memiliki manfaat yang lebih tinggi
dibandingkan bayam konvensional.
Harga jual sayuran organik yang tinggi dapat diperoleh petani jika petani
dapat memasarkan hasil nya ke pasar sayuran organik. Pasar sayuran organik
merupakan pasar khusus dan tidak bergabung dengan bayam konvensional. Pasar
sayuran organik yang ada saat ini berupa supermarket, seperti Yogya, Total Buah
Segar dan All fresh. Petani memiliki kelemahan dalam akses masuk ke pasar
sayuran organik, karena petani sebagai perseorangan cenderung memiliki posisi
tawar yang rendah dibandingkan lembaga pemasar.
Petani sayuran organik memiliki kelemahan keterbatasan input pupuk
organik, proses penyerapan teknologi pertanian organik, rendahnya produktivitas
sayuran organik, dan akses masuk pasar sayuran organik. Sehingga, petani
sayuran organik perlu menjalin kemitraan dengan lembaga agribisnis. Seperti
yang dilakukan petani mitra Koperasi Serba Usaha Lestari (KSU Lestari) dan
Agribusiness Development Station (ADS).
Agribusiness Development Station merupakan salah satu distributor sayuran
organik. Pemasaran produk ADS terdiri dari supermarket seperti : Total Buah
Segar, All Fresh, Diamond Supermarket, Farmers Market, Toserba Yogya, Kem
Chicks. Proses produksi secara keseluruhan dilakukan oleh petani mitra. Tujuan
dibentuknya ADS adalah untuk meningkatkan pendapatan petani hortikultura
dengan sistem yang bersinergi antara produksi dan pemasaran.
Berbeda dengan Kopersi Serba Usaha Lestari berperan sebagai lembaga
pemasar sayuran organik yang dihasilkan oleh petani anggota koperasi.
Pemasaran sayuran organik melalui kios yang disewa oleh KSU Lestari,
bertempat di jalan Pengadilan, Kota Bogor. Proses produksi secara keseluruhan
dilakukan oleh petani mitra. Tujuan dari KSU Lestari adalah untuk meningkatkan
kesejahteraan anggota koperasi baik dari aspek sosial maupun ekonomi.
Berdasarkan uraian, perlunya dilakukan analisis pendapatan usahatani
untuk mengetahui efisiensi usahatani bayam organik yang dilakukan oleh petani.

5
Kemitraan yang dilakukan oleh KSU Lestari dan ADS memilki pengaruh besar
terhadap harga jual yang diperoleh petani, pemasaran sayuran organik dan juga
kemampuan petani mitra dalam menerapkan sistem pertanian organik.
Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana tingkat pendapatan dan efisiensi usahatani sayuran bayam organik
yang dijalankan petani mitra KSU Lestari dan ADS ?
2. Bagaimana imbalan terhadap faktor-faktor produksi terutama modal dan tenaga
kerja petani mitra KSU Lestari dan ADS ?

Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang diuraikan, maka
tujuan penelitian ini adalah :
1. Menganalisis tingkat pendapatan dan efisiensi usahatani sayuran bayam organik
petani mitra KSU Lestari dan ADS.
2. Menganalisis imbalan tenaga kerja (return to family labour) dan imbalan modal
(return to total capital) pada usahatani bayam organik petani mitra KSU
Lestari dan ADS.

Manfaat Penelitian
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi :
1. Petani sebagai informasi terutama mengenai tingkat pendapatan usahatani
sayuran organik.
2. Pemerintah dan dinas terkait untuk dijadikan sebagai bahan pertimbangan
dalam perencanaan pengembangan produksi sayuran organik.
3. Peneliti lain, sebagai bahan pembanding dan diharapkan dapat bermanfaat
terutama peneliti-peneliti lain yang akan melakukan penelitian lanjutan yang
berkaitan dengan sayuran organik.

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam lingkup regional, yaitu Kabupaten Bogor,
Provinsi Jawa Barat. Komoditas yang akan diteliti adalah sayuran bayam organik.
Petani yang dijadikan contoh dalam penelitian ini adalah rumah tangga petani
yang membudidayakan bayam yang ditanam dengan menggunakan sistem
pertanian organik. Analisis kajian ini dibatasi untuk melihat karakteristik petani
sayuran organik, kemitraan dan pendapatan usahatani. Selain itu pendekatan yang
digunakan dalam penelitian ini menggunakan konsep analisis pendapatan
usahatani, analisis R/C rasio, analisis return to total capital dan analisis return to
family labour.

6

TINJAUAN PUSTAKA
Permintaan Sayuran Organik
Sayuran organik merupakan sayuran yang ditanam dengan menerapkan
sistem pertanian organik. Sayuran organik memiliki keunggulan dari segi
keamanan dan kesehatan, sehingga menjadi pertimbangan konsumen untuk lebih
memilih sayuran organik dibandingkan sayuran konvensional. Menurut penelitian
Arnas (2009), faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan sayuran organik
secara signifikan adalah pendapatan, usia, harga sayuran organik, lama pendidikan
formal dan gaya hidup konsumen. Sedangkan Theresia (2008), mengemukakan
terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan dan pendapatan
keluarga dengan tingkat keputusan konsumen dalam membeli dan mengonsumsi
sayuran organik. Namun variabel umur dan jumlah tanggungan keluarga tidak
signifikan berhubungan dengan keputusan dalam membeli dan mengonsumsi
sayuran organik. Lain halnya dengan, Hendrani et al. (2014), mengemukakan
berdasarkan probabilitas untuk mengkonsumsi sayuran organik disimpulkan
bahwa pendapatan dan usia yang lebih muda memiliki probabilitas untuk
mengonsumsi produk organik lebih sering. Sedangkan tingkat pendidikan,
lingkungan hidup dan harga yang lebih mahal tidak berpengaruh terhadap
probabilitas untuk mengkonsumsi produk organik lebih sering.
Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan faktor yang mempengaruhi
permintaan sayuran organik adalah tingkat pendapatan. Semakin tingginya tingkat
pendapatan konsumen akan merubah cara pandang konsumen untuk memilih
produk dengan mutu yang lebih baik dan dengan harga yang sesuai dengan
kualitas produk. Faktor yang kedua adalah tingkat pendidikan. Konsumen dengan
tingkat pendidikan yang baik memiliki pemahaman bahwa sayuran organik
memiliki manfaat yang lebih dibandingkan sayuran konvensional.
Pemasaran Sayuran Organik
Pemasaran sayur organik dilakukan secara terpisah dengan sayuran
konvensional. Hal ini merupakan bentuk pembedaan, karena sayuran organik
memiliki manfaat yang lebih. Secara umum saluran pemasaran sayuran organik
dengan konvensional hampir sama, namun hanya jumlah lembaga yang terlibat
berbeda. Menurut penelitian Mei (2006), pada pemasaran sayuran organik
lembaga yang terlibat adalah petani dan pedagang pengecer, sedangkan pemasar
sayuran konvensional lembaga yang terlibat adalah petani, pedagang pengumpul
dan pedagang pengecer. Pedagang pengecer untuk sayur organik terdiri dari,
agen-agen, toko dan supermarket. Lain halnya dengan penelitian Rosdiana (2009),
hasil penelitian menunjukkan saluran pemasaran sayuran organik pada PT Agro
Lestari terdiri dari tiga pola saluran pemasaran yaitu : (1) Petani-pedagang
pengumpul dan petani besar-pemasok dan petani besar-swalayan-konsumen,
Saluran Pemasaran (2) Petani-pedagang pengumpul dan petani besar-pemasok
swalayan- konsumen, Saluran Pemasaran (3) Petani-pedagang pengumpul dan
petani besar-konsumen. Pada penelitian Rosdiana menunjukkan saluran

7
pemasaran terdiri dari petani plasma sebagai produsen, PT Agro Lestari sebagai
pengumpul dan selanjutnya ke pemasok yang menjual ke swalayan.
Pemasaran sayuran organik dan konvensional memiliki perbedaan pada
jumlah lembaga pemasar. Sayuran organik memiliki rantai yang cenderung lebih
pendek, karena pemasaran dilakukan dari petani ke perusahaan distribusi dan ke
perusahaan retail. Perusahaan distribusi berperan sebagai pedagang pengumpul
dan perusahaan retail sebagai pedagang pengecer. Sayuran organik dipasarkan
melalui supermarket atau swalayan, karena konsumen akhir sayuran organik
terdapat pada pasar-pasar khusus tersebut yang memang secara khusus menjual
produk organik.
Analisis Pendapatan Usahatani Bayam
Kajian usahatani secara umum membahas penerimaan usahatani,
pengeluaran usahatani dan pendapatan usahatani. Analisis pendapatan ditunjukkan
dengan nilai rasio antara pendapatan dan biaya (R/C) sebagai gambaran
penampilan dari usahatani tersebut. Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan,
pendapatan usahatani bayam varietas Jepang (Horenso) menunjukkan nilai yang
positif, baik pendapatan atas biaya total sebesar Rp3 199 526 per 1 000 m2 dan
nilai R/C atas biaya total 2.72 (Ekaningtias, 2011). Sedangkan, Dewi (2014)
mengemukakan usahatani bayam petani sempit dan petani luas memperoleh
pendapatan atas biaya total dan R/C rasio atas biaya total yang lebih tinggi pada
musim hujan daripada musim kemarau. Pendapatan atas biaya total petani sempit
musim kemarau per 1 000 m2 adalah Rp729 317 dan Rp1 075 935 pada musim
hujan, sedangkan petani luas memperoleh pendapatan atas biaya total per 1 000
m2 yaitu sebesar Rp874 229 untuk musim kemarau dan Rp1 381 748 untuk musim
hujan. R/C atas biaya total petani sempit musim kemarau 1.67 dan 2.09 pada
musim hujan, sedangkan petani luas memperoleh sebesar 1.74 untuk musim
kemarau dan 2.32 untuk musim hujan. Teknik pertanian organik menuntut petani
untuk dapat bekerja secara terampil, karena tidak menggunakan komponen kimia
dalam proses produksi dan tetap harus menjaga kelestarian lingkungan. Menurut
penelitian Sestika (2014), berdasarkan hasil pendapatan atas biaya total bayam
organik per 1 000 m2 sebesar Rp2 294 728 dan analisis R/C usahatani bayam
hijau organik di YBSB sudah cukup menguntungkan karena nilai R/C atas biaya
total sebesar 1.30.
Peran Kemitraan terhadap Pendapatan Petani
Kemitraan merupakan kerjasama antara usaha kecil dengan usaha besar atau
menengah. Kemitraan dijalankan dengan memperhatikan aspek saling
membutuhkan, saling memperkuat dan saling menguntungkan. Kemitraan dapat
meningkatkan pendapatan yang diterima petani, hasil penelitian menunjukkan
pendapatan petani mitra lebih tinggi dibandingkan dengan pendapatan petani non
mitra setiap musim tanam untuk komoditas kacang tanah, wortel, kapas dan
jagung (Aryani 2009; Utomo 2012; Jasuli dan Suratmi 2014). Lain halnya pada
penelitian Deshinta (2006), menyatakan pendapatan peternak mitra PT Sierad
memilki nilai yang lebih rendah dibandingkan peternak mandiri karena biaya yang
ditanggung peternak mitra lebih besar.

8
Faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan petani yang bermitra dapat
dianalisis agar diketahui seperti apa peran kemitraan yang dapat meningkatkan
pendapatan petani. Rochmawan (2013), mengemukakan pengadaan benih oleh
mitra, adanya kepastian pasar dan jaminan harga signifikan mempengaruhi
peningkatan pendapatan petani mitra jagung di Kabupaten Kediri. Kepastian
pasar dan jaminan harga merupakan hal yang terpenting dalam pola kemitraan.
Sedangkan Jasuli (2014), mengemukakan faktor yang siginifikan mempengaruhi
pendapatan petani mitra kapas adalah biaya produksi, pendidikan petani dan lahan,
variabel lama bermitra tidak siginifikan mempengaruhi pendapatan.

KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Konsep Kemitraan
Konsep formal kemitraan sebenarnya telah tercantum dalam UndangUndang nomor 9 tahun 1995 yang berbunyi, “Kerjasama antara usaha kecil
dengan usaha menengah atau dengan usaha besar disertai pembinaan dan
pengembangan yang berkelanjutan oleh usaha menengah atau usaha besar dengan
memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan saling
menguntungkan”. Tujuan kemitraan adalah untuk meningkatkan pendapatan,
kesinambungan usaha, meningkatkan kualitas sumber daya kelompok mitra,
peningkatan skala usaha, serta menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan
usaha kelompok mandiri (Sumardjo et al. 2004).
Menurut Sumardjo et al. (2004), peluang pola kemitraan usaha antara
pengusaha kecil dan pengusaha menengah atau besar dapat dijalankan melalui
bentuk-bentuk sebagai berikut.
1. Kontak Bisnis.
Dalam bentuk ini, interaksi dua unit usaha relatif pasif tanpa harus ada
perjanjian formal yang mengikat dan bebas sanksi hukum. Misalnya tukarmenukar informasi pasar, bahan baku dan teknologi.
2. Kontrak Bisnis
Dua unit usaha bersifat aktif dan sudah mencirikan adanya hubungan bisnis
atau transaksi dagang antara dua mitra usaha. Dalam hubungan ini terjadi
hubungan eksplisit yang dituangkan dalam bentuk perjanjian kontrak bisnis.
Perjanjian dibuat atas dasar hukum dalam jangka waktu tertentu.
3. Kerjasama Bisnis
Hubungan bisnis bersifat aktif dan terdapat berbagai penanganan manajemen,
baik manajemen pemasaran, keuangan, maupun produksi. Dalam model ini,
semua komponen terlibat dapat membentuk usaha patungan baru.
4. Keterkaitan Bisnis (linkages)
Pihak bisnis yang terlibat tetap memiliki kebebasan usaha, tetapi bersepakat
untuk melakukan engineering subcontract, yaitu bukan subkontrak yang
bersifat komersial dalam proses produksi. Dalam hal ini, tidak semua biaya
yang dikeluarkan perusahaan besar harus dipikul bersama oleh perusahaan

9
kecil. biaya-biaya seperti pelatihan, supervisi pengendalian mutu, percobaan
produksi, dan promosi dibebankan kepada perusahaan besar.
Dalam sistem agribisnis di Indonesia, terdapat lima bentuk kemitraan antara
petani dengan pengusaha besar. Adapun bentuk-bentuk kemitraan yang dimaksud
adalah sebagai berikut:
1. Pola Kemitraan Inti-Plasma
Pola ini merupakan hubungan antara petani, kelompok tani, atau kelompok
mitra sebagai plasma dengan dengan perusahaan inti yang bermitra usaha.
Perusahaan inti menyediakan lahan, sarana produksi, bimbingan teknis,
manajemen, menampung dan mengolah serta memasarkan hasil produksi.
Sementara itu kelompok mitra bertugas memenuhi kebutuhan perusahaan inti
sesuai dengan persyaratan yang telah disepakati.
2. Pola Kemitraan Subkontrak
Pola subkontrak merupakan pola kemitraan antara perusahaan mitra usaha
dengan kelompok mitra usaha yang memproduksi komponen yang diperlukan
perusahaan mitra sebagai bagian dari produksinya.
3. Pola Kemitraan Dagang Umum
Pola kemitraan dagang umum merupakan hubungan usaha dalam
pemasaran hasil produksi. Pihak yang terlibat dalam pola ini adalah pihak
pemasaran dengan kelompok usaha pemasok komoditas yang diperlukan oleh
pihak pemasaran tersebut. Dalam kegiatan agribisnis, khususnya hortikultura
bergabung dalam bentuk koperasi atau badan usaha lainnya kemudian bermitra
dengan toko swalayan atau mitra usaha lainnya.
4. Pola Kemitraan Keagenan
Pola kemitraan keagenan merupakan bentuk kemitraan yang terdiri dari
pihak perusahaan mitra dan kelompok mitra atau pengusaha kecil mitra. Pihak
perusahaan mitra (perusahaan besar) memberikan hak khusus kepada
kelompok mitra untuk memasarkan barang atau jasa perusahaan yang dipasok
oleh pengusaha besar mitra.
Perusahaan besar/menengah bertanggung jawab atas mutu dan volume
produk (barang atau jasa), sedangkan usaha kecil mitranya berkewajiban
memasarkan produk atau jasa. Diantara pihak-pihak yang bermitra terdapat
kesepakatan tentang target-target yang harus dicapai dan besarnya fee atau
komisi yang diterima oleh pihak yang memasarkan produk.
5. Pola Kemitraan Kerjasama Operasional Agribisnis (KOA)
Pola kemitraan KOA merupakan pola hubungan bisnis yang dijlankan oleh
kelompok mitra dan perusahaan mitra. Kelompok mitra menyediakan lahan,
sarana, tenaga kerja, sedangkan pihak perusahaan mitra menyediakan biaya,
modal, manajemen, dan pengadaan sarana produksi untuk mengusahakan atau
membudidayakan suatu komoditas pertanian. Disamping itu, perusahaan mitra
juga sering berperan sebagai penjamin pasar produk dengan meningkatkan
nilai tambah produk melalui pengolahan dan pengemasan

10
Konsep Usahatani
Menurut Soekartawi (2006) bahwa ilmu usahatani adalah ilmu yang
mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumber daya yang ada secara
efektif dan efisien untuk memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu.
Dikatakan efektif bila petani dapat mengalokasikan sumber daya yang mereka
miliki sebaik-baiknya, dan dapat dikatakan efisien bila pemanfaatan sumberdaya
tersebut mengeluarkan output yang melebihi input.
Sedangkan menurut Suratiyah (2009), ilmu usahatani adalah ilmu yang
mempelajari bagaimana seseorang mengusahakan dan mengkoordinir faktorfaktor produksi berupa lahan dan alam sekitarnya sehingga memberikan manfaat
yang sebaik-baiknya.
Berdasarkan beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa ilmu
usahatani merupakan ilmu yang mempelajari pengalokasian sumberdaya berupa
lahan dan kondisi alam secara efektif dan efisien agar memperoleh hasil yang
menguntungkan bagi petani.
Soekartawi (1990) menjelaskan bahwa terdapat empat unsur pokok faktorfaktor produksi dalam usahatani, yaitu :
1) Lahan Pertanian
Pada banyak kenyataan, lahan pertanian dapat dibedakan dengan tanah
pertanian. Lahan pertanian banyak diartikan sebagai tanah yang disiapkan untuk
diusahakan di usahatani mislanya sawah, tegal dan pekarangan. Sedangkan tanah
pertanian adalah tanah yang belum tentu diusahakan dengan usaha pertanian.
Dengan demikian luas tanah pertanian selalu lebih luas dari lahan pertanian
2) Tenaga Kerja
Faktor produksi tenaga kerja, merupakan faktor produksi yang penting dan
perlu diperhitungkan dalam proses produksi dalam jumlah yang cukup bukan saja
dilihat dari tersedianya tenaga kerja tetapi juga kualitas dan macam tenaga kerja
perlu pula diperhatikan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada faktor
produksi tenaga kerja:
a. Tersedianya Tenaga Kerja
Setiap proses produksi diperlukan tenaga kerja yang memadai. Jumlah tenaga
kerja yang diperlukan disesuaikan dengan kebutuhan sampai tingkat tertentu
sehingga jumlahnya optimal.
b. Kualitas Tenaga Kerja
Dalam proses produksi, apakah itu proses produksi barang-barang pertanian
atau bukan, selalu diperlukan spesialisasi. Persediaan tenaga kerja spesialisasi
ini diperlukan sejumlah tenaga kerja yang mempunyai spesialisasi pekerjaan
tertentu dan ini tersedianya dalam jumlah terbatas.
c. Jenis Kelamin
Kualistas tenaga kerja juga dipengaruhi oleh jenis kelamin, apalagi dalam
proses peroduksi pertanian. Tenaga kerja pria mempunyai spesialisasi dalam
bidang pekerjaan tertentu seperti mengolah tanah, dan tenaga kerja wanita
mengerjakan tanam.

11
d. Upah Tenaga Kerja
Besar kecilnya upah tenaga kerja ditentukan oleh berbagai hal, antara lain:
mekanisme pasar, jenis kelamin, kualitas tenaga kerja, umur tenaga kerja, lama
waktu bekerja, dan tenaga kerja bukan manusia.
3) Modal
Pada kegiatan proses produksi pertanian, maka modal dibedakan menjadi
dua macam yaitu modal tetap dan modal tidak tetap (variabel). Faktor produksi
seperti tanah, bangunan dan mesin-mesin sering dimasukkan dalam modal tetap.
Dengan demikian modal tetap dapat didefinisikan sebagai biaya yang dikeluarkan
dalam proses produksi yang tidak habis dalam sekali proses produksi.
Sebaliknya dengan modal tidak tetap atau modal variabel. Modal tidak
tetap adalah biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi dan habis dalam satu
kali dalam proses produksi tersebut, misalnya biaya produksi yang dikeluarkan
untuk membeli benih, pupuk, obat-obatan atau yang dibayarkan untuk membayar
tenaga kerja. Besar kecilnya modal dalam usaha pertanian tergantung dari
berbagai hal, antara lain: skala usaha, jenis komoditas, dan ketersediaan kredit.
4) Manajemen
Manajemen dapat diartikan sebagai seni dalam merencanakan,
mengorganisasi dan melaksanakan serta mengevaluasi suatu proses produksi.
Karena proses produksi ini melibatkan sejumlah orang (tenaga kerja) dari
berbagai tingkatan, maka manajemen berarti pula bagaimana mengelola orangorang tersebut dalam tingkatan atau dalam tahapan proses produksi. Pada
prakteknya, faktor manajemen dipengaruhi oleh berbagai aspek, antara lain:
tingkat pendidikan, tingkat keterampilan, skala usaha, besar-kecilnya kredit, dan
jenis komoditas.
Konsep Biaya Usahatani
Menurut Soekartawi (2006), biaya usahatani dapat diklasifikasikan
menjadi dua, yaitu biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variable cost).
Biaya tetap ini umumnya didefinisikan sebagai biaya yang relatif tetap jumlahnya,
dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Jadi
besarnya biaya tetap ini tidak tergantung pada besar-kecilnya produksi yang
diperoleh. Disisi lain biaya variabel merupakan biaya yang besar-kecilnya
dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh. Biaya total merupakan penjumlahan
dari biaya tetap dan biaya tidak tetap.
Gambar 2 memperlihatkan kurva dari biaya tetap (fixed cost) dan biaya
variabel (variable cost). Garis FC (fixed cost) menunjukkan bahwa biaya tetap
berada di sepanjang garis horizontal dan konstan. Hal ini mengindikasikan bahwa
jumlah produksi (output) tidak mempengaruhi biaya yang dikeluarkan. Garis VC
(variable cost) menunjukkan bahwa jumlah produksi (output) mempengaruhi
biaya yang dikeluarkan. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah produksi dengan
biaya yang dikeluarkan adalah berbanding lurus. Semakin meningkat jumlah
output yang diproduksi maka biaya yang dikeluarkan pun juga ikut meningkat.

12

Biaya Total

TC

VC
C

FC

Output
Gambar 2 Kurva biaya total (Total cost)
Sumber: Lipsey et al, 1995

Berdasarkan biaya yang langsung dikeluarkan dan langsung
diperhitungkan disebut biaya tunai dan non tunai. Biaya tunai terdiri dari biaya
tetap dan variabel. Biaya tetap dibayar secara tunai misalnya: pajak tanah dan
bunga pinjaman. Sedangkan biaya variabel dibayar secara tunai misalnya:
pengeluaran untuk benih, pupuk, pestisida, dan tenaga kerja luar keluarga. Biaya
tunai ini berguna untuk melihat pengalokasian modal yang dimiliki petani.
Selanjutnya biaya tidak tunai terdiri dari biaya tetap dan variabel. Biaya tetap
dibayar secara tidak tunai misalnya: biaya penyusutan alat-alat pertanian, sewa
lahan milik sendiri. Sedangkan biaya variabel dibayar secara tidak tunai seperti
tenaga kerja dalam keluarga.
Konsep Pendapatan Usahatani
Menurut Soekartawi (1986), banyak istilah yang digunakan untuk
menyatakan ukuran pendapatan dan keuntungan usahatani, tetapi kadang-kadang
membingungkan karena tidak jelasnya penggunaan istilah. Oleh karena itu uraian
berikut akan menjelaskan penggunaan beberapa istilah dan artinya.
1. Pendapatan kotor usahatani (gross farm income) didefinisikan sebagai nilai
produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun
yang tidak dijual. Istilah lain untuk pendapatan kotor usahatani adalah nilai
produksi (value of production) atau penerimaan kotor usahatani (gross return).
2. Pengeluaran total usahatani (total farm expenses) didefinisikan sebagai nilai
semua input yang habis terpakai atau dikeluarkan didalam produksi, tetapi
tidak termasuk tenaga kerja keluarga petani. Pengeluaran usahatani mencakup
pengeluaran tunai dan tidak tunai.
3. Pengeluaran tunai adalah pengeluaran berdasarkan nilai uang. Jadi segala
keluaran untuk keperluan usahatani yang dibayar dalam bentuk benda tidak
termasuk dalam pengeluaran tunai.
4. Pengeluaran tidak tunai adalah nilai semua input yang digunakan namun bukan
dalam bentuk uang. Contoh keluaran ini adalah nilai barang dan jasa untuk
keperluan usahatani yang dibayar dengan benda atau berdasarkan kredit.

13
5. Selisih antara pendapatan kotor usahatani dengan total pengeluaran usahatani
disebut pendapatan bersih usahatani (net farm income). Pendapatan bersih
usahatani mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani akibat dari
penggunaan faktor-faktor produksi.
6. Untuk mengukur atau menilai penampilan usahatani kecil adalah dengan
penghasilan bersih usahatani (net farm earnings). Ukuran ini diperoleh dari
hasil pengurangan antara pendapatan bersih dengan bunga yang dibayarkan
kepada modal pinjaman.
7. Apabila sebagian modal diperoleh dari pinjaman maka imbalan terhadap
seluruh modal (return to total capital) dihitung dengan mengurangkan nilai
kerja keluarga dari pendapatan bersih usahatani. Untuk keperluan ini, kerja
keluarga dinilai menurut tingkat upah yang berlaku. Hasilnya biasanya
dinyatakan dalam persen terhadap nilai seluruh modal.
8. Imbalan terhadap tenaga kerja keluarga (return to family labour) dapat dihitung
dari penghasilan bersih usahatani dengan dengan mengurangkan bunga modal
petani yang diperhitungkan. Ukuran imbalan ini dapat dibagi dengan jumlah
anggota keluarga yang bekerja dalam usahatani untuk memperoleh imbalan
kepada tiap orang (return per man). Angka ini dapat dibandingkan dengan
imbalan atau upah kerja di luar usahatani.
Konsep Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C rasio)
Analisis imbangan penerimaan dan biaya atau biasa dikenal dengan analisis
R/C rasio merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk menilai
keuntungan usahatani. Menurut Soekartawi (2006), R/C dikenal sebagai
perbandingan (nisbah) antara penerimaan dan biaya. Secara teoritis dengan nilai
R/C sama dengan satu artinya tidak untung dan tidak pula rugi. Namun karena
adanya biaya usahatani yang terkadang tidak dihitung, maka kriterianya dapat
diubah menurut keyakinan Peneliti, misalnya R/C yang lebih dari satu, usahatani
dapat dikatakan menguntungkan. Biasanya, akan lebih baik jika analisis R/C ini
dibagi dua, yaitu yang menggunakan data pengeluaran (biaya produksi) yang
secara riil dikeluarkan oleh petani dan yang menghitung juga nilai tenaga kerja
keluarga, serta bibit yang disiapkan secara mandiri. Justifikasi R/C atas biaya
produksi secara riil dikatakan menguntungkan jika nilai R/C lebih dari dua dan
R/C atas biaya total (tenaga kerja keluarga, bibit, biaya penyusutan dan lainnya)
dikatakan menguntungkan jika nilai R/C lebih dari satu. Nilai R/C atas biaya
produksi secara riil selalu lebih besar dibandingkan atas biaya total.
Kerangka Pemikiran Operasional
Kabupaten Bogor merupakan salah satu daerah penghasil sayuran organik
termasuk salah satunya adalah bayam organik. Sebagian besar petani sayuran
menjalankan usahatani masih dalam skala usaha yang kecil dengan sistem
polikultur. Petani sayuran organik memiliki kendala produktivitas yang rendah,
penerapan teknologi sistem organik masih minim, sulitnya akses masuk pasar,
ketersediaan pupuk dan pestisida organik yang terbatas. Adanya permasalahanpermasalan tersebut mendorong petani untuk dapat melakukan kemitraan, seperti

14
yang dilakukan oleh petani mitra Koperasi Serba Usaha Lestari (KSU Lestari)
dan Agribusiness Development Station (ADS).
KSU Lestari dan ADS merupakan pemasar sayuran organik yang
berlokasi di Kabupaten Bogor. Kedua kelembagaan tersebut hadir di masyarakat
dengan tujuan memperkenalkan sistem pertanian organik. Penerapan sistem
pertanian organik diharapkan dapat mampu meningkatkan kesejahteraan petani.
Proses adaptasi sistem pertanian organik dilakukan oleh petani melalui kegiatan
kelembagaan kelompok tani dan kegiatan kemitraan.
Kemitraan yang terbentuk memberikan manfaat bagi petani mitra. Manfaat
yang diperoleh petani yaitu: memperoleh pelatihan tentang penerapan teknologi
pertanian organik, pelatihan pembuatan pupuk kompos dan pestisida organik,
memperoleh akses masuk ke pasar organik serta memperoleh jaminan harga jual
bayam organik. Manfaat-manfaat tersebut mendorong petani untuk menjalankan
usahatani bayam organik.
Adanya kemitraan mempengaruhi alokasi penggunaan input yang efisien
dan kepastian harga jual bayam organik. Alokasi penggunaan input dilakukan
berdasarkan teknik pertanian organik dan pengalaman petani menjalankan
usahatani bayam organik. Input yang dibutuhkan pada usahatani bayam organik
terdiri dari: lahan, benih bayam, pupuk kandang atau kompos, tenaga kerja luar
keluarga, tenaga kerja dalam keluarga dan peralatan usahatani. Harga jual di
tingkat petani memiliki harga yang pasti karena adanya jaminan harga yang
diberikan oleh perusahaan mitra.
Kegiatan alokasi penggunaan input menghasilkan biaya usahatani. Biaya
usahatani merupakan korbanan yang harus dikeluarkan oleh petani agar
memperoleh manfaat dari usahatani yang dijalankan. Biaya usahatani meliputi
biaya tetap dan variabel, baik yang dikeluarkan secara tunai maupun non tunai.
Biaya usahatani diperoleh dari perkalian antara jumlah input yang digunakan
dengan harga input. Harga input tidak dipengaruhi oleh kemitraan yang dilakukan,
karena sistem pertanian organik menggunakan ketersediaan sumber daya alam
yang ada untuk kegiatan produksi.
Penggunaan input mempengaruhi produksi bayam organik. Produksi
merupakan proses pengubahan input menjadi output. Output dari kegiatan
usahatani yaitu produk bayam organik. Jumlah produk yang diperoleh bergantung
dari jumlah input yang digunakan, teknik budidaya dan kondisi alam. Jumlah
produk bayam organik dan harga jual mempengaruhi penerimaan usahatani.
Penerimaan usahatani meliputi penerimaan tunai berdasarkan hasil penjualan
bayam organik dan penerimaan non tunai jika petani mengonsumsi untuk
kebutuhan rumah tangga atau penggunaan benih.
Biaya usahatani dan penerimaan usahatani akan mempengaruhi
pendapatan usahatani bayam organik. Pendapatan usahatani menunjukkan
imbalan yang diterima petani dari penggunaan faktor-faktor produksi. Pada
penelitian juga akan dilakukan analisis efisiensi usahatani dengan R/C rasio dan
analisis penampilan usahatani dengan menghitung return to total capital dan
return to family labour. Hasil analisis nantinya dapat menunjukkan tingkat
pendapatan usahatani petani mitra bayam organik dan juga menggambarkan
penampilan dari usahatani bayam organik. Berdasarkan uraian, maka kerangka
operasional penelitian ini dapat digambarkan pada Gambar 3.

15

Permasalahan usahatani bayam organik:
-Produktifitas rendah
-Penerapan teknologi sistem pertanian organik
masih rendah
-Sulitnya akses pasar organik
-Ketersediaan pupuk organik yang masih rendah

Kemitraan:
-Pelatihan sistem pertanian organik
-Pelatihan pembuatan pupuk kompos
-Jaminan harga
-Akses masuk pasar organik

Penggunaan
input :
-Benih bayam
-Pupuk kandang
atau kompos
-TKDK
-TKLK
-Lahan
-Peralatan

Biaya
produksi

Produksi
bayam
organik

Harga jual
bayam organik

Penerimaan
usahatani
bayam organik

Analisis:
-Pendapatan usahatani
-R/C rasio
-Return to total capital
-Return to family labour

Gambar 3 Kerangka pemikiran operasional

16

METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Cijeruk dan Kecamatan Leuwiliang,
Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara
purposive, karena pertimbangan hasil survei Aliansi Organis Indonesia 2013,
bahwa di Kecamatan Cijeruk dan Kecamatan Leuwiliang, merupakan daerah
penghasil sayuran bayam organik. Objek dalam penelitian ini adalah petani mitra
bayam organik KSU Lestari dan ADS. Penelitian ini dilakukan pada bulan
Oktober-November 2015.

Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan
sekunder. Data primer diperoleh berdasarkan hasil pengamatan langsung dan
wawancara yang mengacu pada kuesioner yang sudah dibuat sebelumnya.
Responden dalam penelitian ini terdiri dari petani mitra KSU Lestari, petani mitra
ADS, staf KSU Lestari dan staf ADS. Data primer responden petani bayam
organik meliputi luas lahan pertani bayam organik, penggunaan input benih,
pupuk, tenaga kerja, penggunaan peralatan produksi pertanian, output yang
dihasilkan, harga input dan output. Data primer responden staf KSU Lestari dan
ADS meliputi proses kemitraan dan peran kemitraan.
Data sekunder yakni sebagai pelengkap yang bersumber dari literaturliteratur yang relevan. Sumber data sekunder dapat berupa hasil publikasi intansiinstansi sepeti Departemen Pertanian, Aliansi Organik Indonesia serta jurnal hasilhasil penelitian sebelumnya.

Teknik Pengumpulan Data
Pemilihan responden petani sayuran organik, dilakukan secara sensus
seluruh petani mitra bayam organik KSU Lestari dan ADS. Jumlah responden
petani mitra yang digunakan dalam penelitian ini adalah 17 petani bayam organik,
dengan perincian jumlah petani mitra KSU Lestari sebanyak 10 orang dan petani
mitra ADS sebanyak 7 orang. Responden staf KSU Lestari sebanyak dua orang
dan responden staf ADS sebanyak satu orang.

Metode Analisis
Data yang diperoleh baik secara primer maupun sekunder diolah dan
dianalisis dengan metode deskriptif maupun metode kuantitatif. Metode deskriptif
dilakukan untuk menggambarkan karakteristik petani dan kemitraan, sedangkan
metode kuantitatif dilakukan untuk mengetahui pendapatan, efisiensi usahatani,
return to total capital dan return to family labour bayam organik. Analisis
dilakukan dengan program Microsoft Excel 2007.

17
Analisis Usahatani
Analisis usahatani bayam organik bertujuan untuk mengetahui penerimaan
usahatani, biaya usahatani dan pendapatan usahatani yang diperoleh. Data yang
diperoleh meliputi jumlah penggunaan input, harga input, jumlah output dan harga
output. Selanjutnya data diolah dalam bentuk tabulasi da