PENDAHULUAN UMUM Latar Belakang
konsumen terhadap kualitas bunga potong yang tinggi, para pelaku bisnis tanaman hias selalu mendatangkan benih atau bibit introduksi dari luar negeri. Setiap tahun impor
benih tanaman hias me ngalami peningkatan. Pada tahun 1995, nilai impor benih tanaman hias mencapai US 1.2 juta, dengan volume sekitar 396 kg benih Nyuman 2001.
Ketergantungan yang tinggi terhadap bibit impor yang berasal dari negara yang menerapkan hukum perlindungan varietas yang sangat ketat membuat biaya produksi
yang harus dikeluarkan oleh produsen tanaman hias menjadi tinggi. Untuk itu, beberapa strategi sedang diimplementasikan pemerintah untuk perkembangan sektor florikultura di
Indonesia, antara lain dengan mengidentifikasi dan menciptakan varietas tanaman hias yang cocok dan disukai oleh pasar domestik maupun pasar internasional, meningkatkan
kualitas sumberdaya manusia serta meningkatkan kerjasama antara beberapa institusi terkait seperti Perguruan Tinggi, Departemen Pertanian, Departemen Perdagangan dan
Industri, Pemerintah Daerah serta bank sebagai penanam modal. Varietas unggul dapat dirakit melalui beberapa cara, antara lain melalui mutasi
induksi untuk mendapatkan mutan yang diinginkan. Mutan yang diinginkan adalah mutan yang baru dan unggul, serta memiliki keunikan tersendiri dalam hal tipe, bentuk dan
warna bunga, yang berasal dari tetua yang sudah beradaptasi dengan baik di beberapa sentra produksi tanaman hias di Indonesia.
Anyelir merupakan tanaman hias yang sangat digemari di Indonesia, termasuk komoditas prioritas dalam program pengembangan tanaman hias bunga potong pada
Direktorat Tanaman Hias, Departemen Pertanian Republik Indonesia. Anyelir juga termasuk lima besar dalam permintaan pasar bunga potong internasional selain mawar,
krisan dan gerbera Gunn 2003. Selain harga yang relatif stabil, anyelir juga merupakan komoditas bunga potong yang memiliki nilai ekonomi tinggi, secara kultural telah
diterima oleh masyarakat, serta dapat diusahakan baik di lahan yang relatif sempit maupun untuk dibudidayakan dalam skala industri.
Dalam rangka pengembangan varietas anyelir yang unggul, berbagai macam program pemuliaan tanaman telah dilakukan, termasuk introduksi, seleksi, hibridis asi,
dan induksi variasi somaklonal. Dengan tujuan yang sama, penelitian ini juga dirancang untuk memperoleh jenis atau varietas anyelir yang baru, yang memiliki beberapa
keunggulan, unik dalam penampilan baik dalam bentuk, warna ataupun ukuran serta
mempunyai nilai jual yang tinggi disukai konsumen. Pada penelitian ini, dilakukan mutasi fisik melalui iradiasi sinar gamma sebagai sumber untuk menciptakan keragaman.
Mutasi sebenarnya dapat terjadi secara alamiah di alam, namun peluang kejadiannya sangat kecil, yaitu sekitar 10
-7
-10
-6
IAEA 1977, Duncan et al. 1995. Penyebab mutasi alami antara lain sinar kosmos, batuan radioaktif dan sinar ultraviolet
matahari. Untuk itu dilakukan mutasi induksi guna meningkatkan peluang terjadinya mutasi yang menghasilkan perubahan karakter yang diinginkan. Mutasi induksi dapat
dilakukan dengan menggunakan mutagen kimia atau mutagen fisik. Namun dari banyak penelitian yang telah dilakukan, mutasi dengan iradiasi pada bagian vegetatif tanaman
memperlihatkan hasil yang lebih baik dibandingkan perlakuan dengan mutagen kimia. Kemungkinan mutagen kimia menjadi kurang efektif, disebabkan oleh rendahnya daya
serap jaringan vegetatif tanaman terhadap cairan kimia yang diberikan Broertjes 1972. Pada data FAOIAEA Maluzynski 2000 tercatat 265 kultivar baru dari 21
spesies tanaman hias yang telah dirilis lima di antaranya adalah kultivar baru Dianthus sp
. merupakan hasil perlakuan mutasi induksi. Selain itu Micke et al. 1987 juga melaporkan bahwa dari total 698 kultivar mutan berbagai macam tanaman yang telah
dirilis, sebanyak 395 kultivar 56 di antaranya adalah hasil dari perlakuan mutasi dengan iradiasi sinar gamma. Hal ini menunjukkan keefektivan sinar gamma dalam
menghasilkan mutan yang diinginkan pemulia tanaman. Dalam penelitian ini dilakukan seleksi dosis optimum yang dapat menghasilkan
mutan diinginkan yang terbanyak, yang biasanya terjadi di sekitar LD
50
Lethal Dose 50, yaitu dosis yang menyebabkan kematian 50 populasi tanaman Ibrahim 1999. Nilai
LD
50
ini merupakan salah satu parameter untuk mengukur tingkat sensitivitas suatu jaringan terhadap iradiasi, atau lebih dikenal dengan istilah ‘radiosensitivitas’. Pada stek
pucuk krisan, nilai LD
50
mencapai 25 gray Banerji dan Datta 1992. Anyelir yang memiliki keragaan morfologi yang lebih tegar dari krisan batang krisan lebih sukulen
diduga memiliki LD
50
dua kali lebih besar, atau sekitar 40-50 gray. Selain dengan LD
50
, radiosensitivitas dapat diamati dari adanya hambatan pertumbuhan atau letalitas, mutasi somatik, patahan kromosom, serta jumlah dan ukuran
kromosom Datta 2001. Untuk melakukan identifikasi keragaman mutan, selain pengamatan secara morfologi terhadap penampakan fenotipe dan secara sitologi terhadap
kromosom, pengamatan juga dapat dilakukan dengan lebih detail terhadap adanya perubahan protein akibat perlakuan iradiasi.
Berbeda dengan keragaman genetik yang diperoleh melalui perlakuan non- mutasi seperti hibridisasi, transformasi ge netik, dan sebagainya, uji stabilitas tanaman mutan
secara vegetatif memerlukan perlakuan tersendiri. Hal ini terjadi akibat adanya fenomena diplontic selection
, yaitu keadaan dimana sel-sel mutan akan saling berkompetisi dengan sel-sel normal untuk mengekspresikan karakternya secara fenotipik Ibrahim 1999.
Datta 2001 melaporkan bahwa dari serangkaian penelitian mutasi pada berbagai macam tanaman hias yang telah dilakukannya, ternyata mutasi somatik terhadap bentuk
dan warna bunga masih bisa terdeteksi sebagai kimera baik pada MV1, MV2 bahkan MV3. MV1 adalah populasi tanaman hasil perbanyakan vegetatif pertama V1 dari
mutan generasi pertama M, kependekan dari ‘mutan’, sedangkan MV2 adalah populasi tanaman hasil perbanyakan vegetatif dari MV1, demikian seterusnya. Ahloowalia 1995
menyatakan bahwa mutan krisan dan streptocarpus memperole h kestabilannya pada generasi MV4. Ahloowalia melakukan uji stabilitas ini secara in vitro, yaitu melalui
metode penerusan vegetatif dengan cara melakukan subkultur terus menerus subkultur berulang tanpa periode aklimatisasi di lapangan. Sebagaimana kris an, anyelir yang juga
termasuk chimer group diduga dapat mencapai kestabilan vegetatif mutannya pada MV4. Pada penggunakan teknik pemuliaan mutasi, harus diperhatikan pemilihan
varietas asal yang akan digunakan. Varietas asal tersebut sebaiknya merupakan varietas yang sudah beradaptasi dengan baik di daerah tropis. Keberhasilan penampakan fenotipe
galur mutan tidak semata- mata bergantung pada karakter mutan yang baru dibentuk dari hasil mutasi, melainkan juga dari sifat genotipe asal untuk karakter agronomi lainnya,
seperti adaptabilitas, resistensi, dan produktivitas. Pemilihan varietas asal yang digunakan pada penelitian ini didasarkan pada daya adaptasinya di daerah tropis.
Pada penelitian ini, selain berdasarkan daya adaptasi dan ketahanan terhadap hama dan penyakit, pemilihan nomor- nomor genotipe anyelir sebagai bahan tanaman
juga berdasarkan pada warna bunga untuk mempelajari tingkat kemudahan mutasi pada perubahan warna bunga. Warna bunga nomor- nomor asal yang digunakan yaitu merah
cerah no. 10.8, pink bercorak strip merah marun no. 11.10, merah tembaga no. 24.1, pink no. 24.14 dan kuning pucat no. 24.15.
Menurut Broertjes dalam Schum and Preil 1988 warna pink atau merah muda merupakan warna yang mempunyai peluang terbesar untuk mengalami perubahan warna
pada krisan. Demikian juga menurut Datta 2001 dari bermacam- macam warna bunga krisan yang ada, warna merah muda pink memiliki jumlah gen dominan yang
maksimum untuk warna bunga.
Identifikasi dan Perumusan Masalah
Keterbatasan jumlah varietas unggul lokal tanaman hias anyelir menyebabkan ketergantungan Indonesia terhadap benih impor sangat tinggi. Hal ini dirasakan sebagai
masalah besar bagi petani tanaman hias pada saat terjadinya krisis ekonomi dan moneter di Indonesia. Untuk itu perlu segera dilakukan tindakan pemuliaan tanaman guna
memperluas keragaman genetik anyelir lokal, sebagai sumber plasma nutfah bagi keperluan program pemuliaan tanaman selanjutnya.
Dalam rangka meningkatkan keragaman genetik anyelir melalui mutasi induksi dengan sinar gamma, perlu dilakukan penelitian untuk menjawab beberapa permasalahan
sebagai berikut : 1.
Radiosensitivitas dan LD
50
. Setiap spesies tana man atau setiap klon dalam suatu spesies tanaman mempunyai tingkat sensitivitas terhadap radiasi yang berbeda-beda.
Tingkat sensitivitas tanaman ini akan sangat menentukan dosis iradiasi yang harus diberikan agar perlakuan iradiasi dapat menghasilkan sebanyak mungkin mutan yang
diinginkan. Umumnya mutan yang diinginkan terjadi kisaran dosis sedikit di bawah LD
50
Ibrahim 1999. Pada anyelir, kisaran dosis iradiasi sinar gamma yang pernah dicobakan masih cukup lebar, yaitu 25-120 gray. Dengan demikian diperlukan
penelitian guna mengetahui nilai LD
50
untuk stek pucuk maupun planlet anyelir. 2.
Stabilitas mutan. Suatu fenomena alam yang ditimbulkan oleh mutasi somatik adalah adanya diplontic selection, yaitu suatu situasi persaingan antara sel-sel somatik
mutan dan sel-sel somatik normal untuk bisa mengekspresikan sifat yang dibawa oleh masing- masing sel tersebut. Hal ini akan berpengaruh pada tingkat kestabilan mutan.
Untuk itu harus dilakukan penelitian guna mengetahui sampai pada generasi vegetatif ke berapa, mutan anyelir dapat mencapai kestabilannya.
3. Keragaman genetik. Perubahan penampakan fenotipik tanaman dapat disebabkan
baik oleh faktor genetik maupun faktor lingkungan. Untuk itu perlu dilakukan analisis lebih jauh, faktor apa yang menjadi penyebab mutasi yang teramati. Hal ini dapat
dilakukan dengan analisis kromosom maupun analisis isozim.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan : 1 mengamati radiosensitivitas dan menentukan LD
50
berbagai nomor genotipe anyelir terhadap iradiasi sinar gamma, 2 mendapatkan mutan positif pada anyelir ya ng solid dan potensial untuk dikembangkan, 3 menguji
tingkat kestabilan mutan solid anyelir yang terbentuk akibat iradiasi sinar gamma baik melalui stek pucuk maupun melalui planlet, 4 mempelajari pola perubahan warna
bunga, dari berbagai warna bunga asal serta 5 mengidentifikasi keragaman genetik pada mutan terseleksi akibat iradiasi sinar gamma, baik secara sitologi maupun molekuler.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan mutan- mutan anyelir yang baik untuk dijadikan sebagai koleksi plasma nutfah, atau bahkan untuk dirilis sebagai kultivar
yang baru dan unggul, yang mempunyai keunikan dalam warna, corak dan bentuk bunga. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat me ngungkapkan berbagai informasi yang
bermanfaat dalam kaitannya dengan pembentukan varietas baru atau peningkatan keragaman genetik anyelir melalui mutasi iradiasi sinar gamma. Diharapkan metode
mutasi dengan iradiasi sinar gamma ini dapat menjadi metode yang potensial untuk menginduksi keragaman genetik pada anyelir.
Dengan diketahuinya tingkat radiosensitivitas dan LD
50
dari masing- masing nomor anyelir ini, maka pemulia anyelir berikutnya dapat mengkonsentrasikan perlakuan
iradiasi pada sekitar LD
50
saja dengan menggunakan bahan tanaman yang lebih banyak, sehingga peluang perolehan mutan akan lebih tinggi. Dari hasil penelitian ini, pemulia
anyelir juga dapat melakukan seleksi pada generasi dimana kestabilan anyelir mutan sudah tercapai. Selain itu, pemulia anyelir juga dapat memperkirakan warna bunga yang
sebaiknya digunakan sebagai tanaman tetua, untuk menghasilkan kisaran warna yang
diinginkan, berdasarkan informasi pola perubahan warna bunga anyelir akibat perlakuan iradiasi sinar gamma pada penelitian ini.
Kerangka Pemikiran
Pengetahuan tentang tingkat radiosensitivitas dan LD
50
pada anyelir merupakan modal yang penting dalam usaha peningkatan keragaman genetik anyelir melalui
perlakuan mutasi induksi fisik dengan iradiasi sinar gamma. Menurut Ahnstroem 1977 radiosensitivitas ini dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain faktor biologi faktor
genetik perbedaan varietas, volume inti sel dan faktor lingkungan oksigen, kadar air, suhu dan penyimpanan pasca iradiasi. Oleh karena itu, iradiasi sinar gamma pada lima
genotipe anyelir ini dilakukan guna mengamati radiosensitivitas masing- masing genotipe anyelir serta untuk mencari LD
50
planlet maupun stek pucuk dari masing- masing genotipe anyelir ini.
Untuk meningkatkan peluang terjadinya mutan, telah banyak dilakukan berbagai teknik iradiasi. Salah satunya adalah teknik iradiasi berulang dimana pemberian iradiasi
dilakukan dua kali. Basiran dan Ariffin 2002 dapat meningkatkan efek radiasi pada beberapa tanaman hias daun akibat perlakuan ir adiasi berulang, dibandingkan iradiasi
tunggal. Kembalinya karakter mutan menjadi karakter tanaman tetua setelah perlakuan
mutagenik, menjadi masalah utama dalam pemuliaan mutasi pada organ somatik. Hal ini terjadi akibat banyaknya sel meristematik pada jaringan yang diradiasi sehingga membuat
sel-sel berkompetisi. Pada saat sejumlah mutan telah didapatkan, maka seleksi harus dilakukan pada generasi yang tepat, dimana mutan- mutan yang dihasilkan dari generasi
tersebut sudah stabil dan tidak mengalami perubahan lagi akibat fenomena diplontic selection
Nybom 1970. Oleh karena itu, penelitian ini akan mengamati pada generasi keberapa tanaman anyelir mutan mencapai kestabilan, tidak lagi mengalami mutasi balik
atau mutasi maju. Pengujian terhadap mutan pun perlu dilakukan untuk memastikan bahwa
perubahan pada mutan benar-benar terjadi secara genetik, bukan semata- mata akibat faktor lingkungan. Uji kromosom dan analisis isozim dapat digunakan untuk pengujian
keragaman genetik pada tanaman-tanaman mutan ini. Pengaruh perlakuan mutagenik
secara sitologis telah dijelaskan secara umum oleh Sparrow 1979, antara lain akibat adanya aberasi mitotik dan meiotik pada kromosom mutan. Teknik isozim juga telah
banyak terbukti dapat digunakan untuk pertelaan keragaman genetik akibat iradiasi sinar gamma, antara lain akibat perlakuan iradiasi sinar gamma pada manggis Harahap 2005.
Data dari ketiga studi tersebut, ditambah dengan informasi pola perubahan warna petal anyelir akibat iradiasi sinar gamma, dapat memberi panduan bagi para pemulia
mutasi pada anyelir untuk melakukan tindakan pemuliaan anyelir yang efektif dan efisien. Rumusan alur pemikiran yang diuraikan di atas dapat diringkaskan sebaga i
bagan skema penelitian yang terdapat pada Gambar 1.
Hipotesis
Hipotesis yang dikemukakan pada penelitian ini adalah 1 setiap genotipe anyelir mempunyai radiosensitivitas yang berbeda terhadap iradiasi sinar gamma, dan memiliki
nilai LD
50
pada dosis kisaran 40-50 gray, 2 perlakuan iradiasi sinar gamma dapat menghasilkan mutan solid yang diinginkan, 3 mutan solid anyelir dapat mencapai
stabilitasnya pada generasi vegetatif MV4, 4 warna merah muda merupakan warna yang paling mudah berubah dan menghasilkan perubahan warna bunga terbanyak,
serta 5 perubahan pada sel-sel mutan dapat dideteksi baik dari perubahan kromosom
maupun perubahan protein melalui teknik isozim.
Alur Penelitian
Untuk mencapai tujuan penelitian dan menjawab hipotesis yang diajukan, dilakukan empat percobaan dengan skema penelitian seperti pada Gambar 1. Sebelum
percobaan dimulai, dilakukan seleksi materi kegenetikaan terhadap nomor-nomor genotipe anyelir yang digunakan, berasal dari sumber plasma nutfah anyelir yang tersedia
di Instalasi Penelitian Tanaman Hias Inlithi Cipanas. Percobaan 1 dan 2 dilakukan untuk mengamati radiosensitivitas, seleksi mutan
serta menentukan LD
50
dari iradiasi sinar gamma terhadap dua macam sumber bahan tanaman, yaitu dari planlet anyelir Percobaan 1 dan dari stek pucuk Percobaan 2.
Seleksi materi kegenetikaan nomor- nomor anyelir : 1. Daya adaptasi di lapangan
2. Warna bunga 3. Ketahanan terhadap OPT utama anyelir
Percobaan 1 :
Mutasi induksi Percobaan 2
: Mutasi induksi stek
planlet anyelir dengan sinar gamma pucuk anyelir dengan sinar gamma
iradiasi γ
iradiasi γ
planlet MV0
iradiasi γ
stek pucuk MV0
subkultur
tanaman induk MV0
stek pucuk
planlet MV1 planlet MV1.2
tanaman MV1
OUTPUT : Anyelir mutan dan LD50 subkultur
subkultur
UJI STABILITAS stek pucuk
planlet MV2 planlet MV2.2
subkultur subkultur
tanaman MV2 planlet
MV3
planlet MV3.2
subkultur subkultur
stek pucuk
planlet MV4 planlet MV4.2
tanaman
MV3
subkultur subkultur
planlet MV5 planlet MV5.2
OUTPUT :Mutan s tabil
dan Generasi saat tercapainya stabilitas mutan
Percobaan 3 : Percobaan 4 :
Analisis Mutan Analisis Mutan
Secara Sitologi Secara Molekuler
kromosom: isozyme:
-kariotipe - PER
-idiogram - EST
-aberasi kromosom - ACP
OUTPUT : Mutan yang secara genetik solid dan stabil
Gambar 1. Skema Alur Penelitian
Untuk meningkatkan peluang terjadinya mutan, dilakukan teknik iradiasi berulang dan iradiasi kedua dilakukan pada dosis 25 gray, dosis yang diperkirakan separuh LD
50.
Mengingat efisiensi waktu, maka iradiasi berulang hanya dilakukan pada planlet, dengan harapan dapat lebih memperluas keragaman genetik yang dihasilkan dibandingkan
iradiasi tunggal yang diberikan pada stek pucuk. Tahap berikutnya pada pemuliaan mutasi jika diperoleh mutan solid yang
diinginkan, maka dilakukan uji kestabilan mutan. Uji stabilitas mutan pada penelitian ini dikerjakan di akhir Percobaan 1 dan 2, yaitu dengan cara subkultur berulang sampai
generasi MV5 untuk perlakuan iradiasi tunggal atau MV5.2 untuk perlakuan iradiasi berulang Percobaan 1 dan melalui penanaman stek pucuk secara berulang sampai
generasi MV3 Percobaan 2. Pada masing- masing Percobaan 1 dan 2, pengamatan hanya dilakukan secara
morfologi, sedangkan pengamatan secara sitologi dan molekuler dilakukan secara berkesinambungan pada Percobaan 3 dan 4, baik untuk hasil iradiasi dari planlet maupun
dari stek pucuk anyelir.