PENDAHULUAN UMUM Latar Belakang

konsumen terhadap kualitas bunga potong yang tinggi, para pelaku bisnis tanaman hias selalu mendatangkan benih atau bibit introduksi dari luar negeri. Setiap tahun impor benih tanaman hias me ngalami peningkatan. Pada tahun 1995, nilai impor benih tanaman hias mencapai US 1.2 juta, dengan volume sekitar 396 kg benih Nyuman 2001. Ketergantungan yang tinggi terhadap bibit impor yang berasal dari negara yang menerapkan hukum perlindungan varietas yang sangat ketat membuat biaya produksi yang harus dikeluarkan oleh produsen tanaman hias menjadi tinggi. Untuk itu, beberapa strategi sedang diimplementasikan pemerintah untuk perkembangan sektor florikultura di Indonesia, antara lain dengan mengidentifikasi dan menciptakan varietas tanaman hias yang cocok dan disukai oleh pasar domestik maupun pasar internasional, meningkatkan kualitas sumberdaya manusia serta meningkatkan kerjasama antara beberapa institusi terkait seperti Perguruan Tinggi, Departemen Pertanian, Departemen Perdagangan dan Industri, Pemerintah Daerah serta bank sebagai penanam modal. Varietas unggul dapat dirakit melalui beberapa cara, antara lain melalui mutasi induksi untuk mendapatkan mutan yang diinginkan. Mutan yang diinginkan adalah mutan yang baru dan unggul, serta memiliki keunikan tersendiri dalam hal tipe, bentuk dan warna bunga, yang berasal dari tetua yang sudah beradaptasi dengan baik di beberapa sentra produksi tanaman hias di Indonesia. Anyelir merupakan tanaman hias yang sangat digemari di Indonesia, termasuk komoditas prioritas dalam program pengembangan tanaman hias bunga potong pada Direktorat Tanaman Hias, Departemen Pertanian Republik Indonesia. Anyelir juga termasuk lima besar dalam permintaan pasar bunga potong internasional selain mawar, krisan dan gerbera Gunn 2003. Selain harga yang relatif stabil, anyelir juga merupakan komoditas bunga potong yang memiliki nilai ekonomi tinggi, secara kultural telah diterima oleh masyarakat, serta dapat diusahakan baik di lahan yang relatif sempit maupun untuk dibudidayakan dalam skala industri. Dalam rangka pengembangan varietas anyelir yang unggul, berbagai macam program pemuliaan tanaman telah dilakukan, termasuk introduksi, seleksi, hibridis asi, dan induksi variasi somaklonal. Dengan tujuan yang sama, penelitian ini juga dirancang untuk memperoleh jenis atau varietas anyelir yang baru, yang memiliki beberapa keunggulan, unik dalam penampilan baik dalam bentuk, warna ataupun ukuran serta mempunyai nilai jual yang tinggi disukai konsumen. Pada penelitian ini, dilakukan mutasi fisik melalui iradiasi sinar gamma sebagai sumber untuk menciptakan keragaman. Mutasi sebenarnya dapat terjadi secara alamiah di alam, namun peluang kejadiannya sangat kecil, yaitu sekitar 10 -7 -10 -6 IAEA 1977, Duncan et al. 1995. Penyebab mutasi alami antara lain sinar kosmos, batuan radioaktif dan sinar ultraviolet matahari. Untuk itu dilakukan mutasi induksi guna meningkatkan peluang terjadinya mutasi yang menghasilkan perubahan karakter yang diinginkan. Mutasi induksi dapat dilakukan dengan menggunakan mutagen kimia atau mutagen fisik. Namun dari banyak penelitian yang telah dilakukan, mutasi dengan iradiasi pada bagian vegetatif tanaman memperlihatkan hasil yang lebih baik dibandingkan perlakuan dengan mutagen kimia. Kemungkinan mutagen kimia menjadi kurang efektif, disebabkan oleh rendahnya daya serap jaringan vegetatif tanaman terhadap cairan kimia yang diberikan Broertjes 1972. Pada data FAOIAEA Maluzynski 2000 tercatat 265 kultivar baru dari 21 spesies tanaman hias yang telah dirilis lima di antaranya adalah kultivar baru Dianthus sp . merupakan hasil perlakuan mutasi induksi. Selain itu Micke et al. 1987 juga melaporkan bahwa dari total 698 kultivar mutan berbagai macam tanaman yang telah dirilis, sebanyak 395 kultivar 56 di antaranya adalah hasil dari perlakuan mutasi dengan iradiasi sinar gamma. Hal ini menunjukkan keefektivan sinar gamma dalam menghasilkan mutan yang diinginkan pemulia tanaman. Dalam penelitian ini dilakukan seleksi dosis optimum yang dapat menghasilkan mutan diinginkan yang terbanyak, yang biasanya terjadi di sekitar LD 50 Lethal Dose 50, yaitu dosis yang menyebabkan kematian 50 populasi tanaman Ibrahim 1999. Nilai LD 50 ini merupakan salah satu parameter untuk mengukur tingkat sensitivitas suatu jaringan terhadap iradiasi, atau lebih dikenal dengan istilah ‘radiosensitivitas’. Pada stek pucuk krisan, nilai LD 50 mencapai 25 gray Banerji dan Datta 1992. Anyelir yang memiliki keragaan morfologi yang lebih tegar dari krisan batang krisan lebih sukulen diduga memiliki LD 50 dua kali lebih besar, atau sekitar 40-50 gray. Selain dengan LD 50 , radiosensitivitas dapat diamati dari adanya hambatan pertumbuhan atau letalitas, mutasi somatik, patahan kromosom, serta jumlah dan ukuran kromosom Datta 2001. Untuk melakukan identifikasi keragaman mutan, selain pengamatan secara morfologi terhadap penampakan fenotipe dan secara sitologi terhadap kromosom, pengamatan juga dapat dilakukan dengan lebih detail terhadap adanya perubahan protein akibat perlakuan iradiasi. Berbeda dengan keragaman genetik yang diperoleh melalui perlakuan non- mutasi seperti hibridisasi, transformasi ge netik, dan sebagainya, uji stabilitas tanaman mutan secara vegetatif memerlukan perlakuan tersendiri. Hal ini terjadi akibat adanya fenomena diplontic selection , yaitu keadaan dimana sel-sel mutan akan saling berkompetisi dengan sel-sel normal untuk mengekspresikan karakternya secara fenotipik Ibrahim 1999. Datta 2001 melaporkan bahwa dari serangkaian penelitian mutasi pada berbagai macam tanaman hias yang telah dilakukannya, ternyata mutasi somatik terhadap bentuk dan warna bunga masih bisa terdeteksi sebagai kimera baik pada MV1, MV2 bahkan MV3. MV1 adalah populasi tanaman hasil perbanyakan vegetatif pertama V1 dari mutan generasi pertama M, kependekan dari ‘mutan’, sedangkan MV2 adalah populasi tanaman hasil perbanyakan vegetatif dari MV1, demikian seterusnya. Ahloowalia 1995 menyatakan bahwa mutan krisan dan streptocarpus memperole h kestabilannya pada generasi MV4. Ahloowalia melakukan uji stabilitas ini secara in vitro, yaitu melalui metode penerusan vegetatif dengan cara melakukan subkultur terus menerus subkultur berulang tanpa periode aklimatisasi di lapangan. Sebagaimana kris an, anyelir yang juga termasuk chimer group diduga dapat mencapai kestabilan vegetatif mutannya pada MV4. Pada penggunakan teknik pemuliaan mutasi, harus diperhatikan pemilihan varietas asal yang akan digunakan. Varietas asal tersebut sebaiknya merupakan varietas yang sudah beradaptasi dengan baik di daerah tropis. Keberhasilan penampakan fenotipe galur mutan tidak semata- mata bergantung pada karakter mutan yang baru dibentuk dari hasil mutasi, melainkan juga dari sifat genotipe asal untuk karakter agronomi lainnya, seperti adaptabilitas, resistensi, dan produktivitas. Pemilihan varietas asal yang digunakan pada penelitian ini didasarkan pada daya adaptasinya di daerah tropis. Pada penelitian ini, selain berdasarkan daya adaptasi dan ketahanan terhadap hama dan penyakit, pemilihan nomor- nomor genotipe anyelir sebagai bahan tanaman juga berdasarkan pada warna bunga untuk mempelajari tingkat kemudahan mutasi pada perubahan warna bunga. Warna bunga nomor- nomor asal yang digunakan yaitu merah cerah no. 10.8, pink bercorak strip merah marun no. 11.10, merah tembaga no. 24.1, pink no. 24.14 dan kuning pucat no. 24.15. Menurut Broertjes dalam Schum and Preil 1988 warna pink atau merah muda merupakan warna yang mempunyai peluang terbesar untuk mengalami perubahan warna pada krisan. Demikian juga menurut Datta 2001 dari bermacam- macam warna bunga krisan yang ada, warna merah muda pink memiliki jumlah gen dominan yang maksimum untuk warna bunga. Identifikasi dan Perumusan Masalah Keterbatasan jumlah varietas unggul lokal tanaman hias anyelir menyebabkan ketergantungan Indonesia terhadap benih impor sangat tinggi. Hal ini dirasakan sebagai masalah besar bagi petani tanaman hias pada saat terjadinya krisis ekonomi dan moneter di Indonesia. Untuk itu perlu segera dilakukan tindakan pemuliaan tanaman guna memperluas keragaman genetik anyelir lokal, sebagai sumber plasma nutfah bagi keperluan program pemuliaan tanaman selanjutnya. Dalam rangka meningkatkan keragaman genetik anyelir melalui mutasi induksi dengan sinar gamma, perlu dilakukan penelitian untuk menjawab beberapa permasalahan sebagai berikut : 1. Radiosensitivitas dan LD 50 . Setiap spesies tana man atau setiap klon dalam suatu spesies tanaman mempunyai tingkat sensitivitas terhadap radiasi yang berbeda-beda. Tingkat sensitivitas tanaman ini akan sangat menentukan dosis iradiasi yang harus diberikan agar perlakuan iradiasi dapat menghasilkan sebanyak mungkin mutan yang diinginkan. Umumnya mutan yang diinginkan terjadi kisaran dosis sedikit di bawah LD 50 Ibrahim 1999. Pada anyelir, kisaran dosis iradiasi sinar gamma yang pernah dicobakan masih cukup lebar, yaitu 25-120 gray. Dengan demikian diperlukan penelitian guna mengetahui nilai LD 50 untuk stek pucuk maupun planlet anyelir. 2. Stabilitas mutan. Suatu fenomena alam yang ditimbulkan oleh mutasi somatik adalah adanya diplontic selection, yaitu suatu situasi persaingan antara sel-sel somatik mutan dan sel-sel somatik normal untuk bisa mengekspresikan sifat yang dibawa oleh masing- masing sel tersebut. Hal ini akan berpengaruh pada tingkat kestabilan mutan. Untuk itu harus dilakukan penelitian guna mengetahui sampai pada generasi vegetatif ke berapa, mutan anyelir dapat mencapai kestabilannya. 3. Keragaman genetik. Perubahan penampakan fenotipik tanaman dapat disebabkan baik oleh faktor genetik maupun faktor lingkungan. Untuk itu perlu dilakukan analisis lebih jauh, faktor apa yang menjadi penyebab mutasi yang teramati. Hal ini dapat dilakukan dengan analisis kromosom maupun analisis isozim. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tujuan : 1 mengamati radiosensitivitas dan menentukan LD 50 berbagai nomor genotipe anyelir terhadap iradiasi sinar gamma, 2 mendapatkan mutan positif pada anyelir ya ng solid dan potensial untuk dikembangkan, 3 menguji tingkat kestabilan mutan solid anyelir yang terbentuk akibat iradiasi sinar gamma baik melalui stek pucuk maupun melalui planlet, 4 mempelajari pola perubahan warna bunga, dari berbagai warna bunga asal serta 5 mengidentifikasi keragaman genetik pada mutan terseleksi akibat iradiasi sinar gamma, baik secara sitologi maupun molekuler. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan mutan- mutan anyelir yang baik untuk dijadikan sebagai koleksi plasma nutfah, atau bahkan untuk dirilis sebagai kultivar yang baru dan unggul, yang mempunyai keunikan dalam warna, corak dan bentuk bunga. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat me ngungkapkan berbagai informasi yang bermanfaat dalam kaitannya dengan pembentukan varietas baru atau peningkatan keragaman genetik anyelir melalui mutasi iradiasi sinar gamma. Diharapkan metode mutasi dengan iradiasi sinar gamma ini dapat menjadi metode yang potensial untuk menginduksi keragaman genetik pada anyelir. Dengan diketahuinya tingkat radiosensitivitas dan LD 50 dari masing- masing nomor anyelir ini, maka pemulia anyelir berikutnya dapat mengkonsentrasikan perlakuan iradiasi pada sekitar LD 50 saja dengan menggunakan bahan tanaman yang lebih banyak, sehingga peluang perolehan mutan akan lebih tinggi. Dari hasil penelitian ini, pemulia anyelir juga dapat melakukan seleksi pada generasi dimana kestabilan anyelir mutan sudah tercapai. Selain itu, pemulia anyelir juga dapat memperkirakan warna bunga yang sebaiknya digunakan sebagai tanaman tetua, untuk menghasilkan kisaran warna yang diinginkan, berdasarkan informasi pola perubahan warna bunga anyelir akibat perlakuan iradiasi sinar gamma pada penelitian ini. Kerangka Pemikiran Pengetahuan tentang tingkat radiosensitivitas dan LD 50 pada anyelir merupakan modal yang penting dalam usaha peningkatan keragaman genetik anyelir melalui perlakuan mutasi induksi fisik dengan iradiasi sinar gamma. Menurut Ahnstroem 1977 radiosensitivitas ini dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain faktor biologi faktor genetik perbedaan varietas, volume inti sel dan faktor lingkungan oksigen, kadar air, suhu dan penyimpanan pasca iradiasi. Oleh karena itu, iradiasi sinar gamma pada lima genotipe anyelir ini dilakukan guna mengamati radiosensitivitas masing- masing genotipe anyelir serta untuk mencari LD 50 planlet maupun stek pucuk dari masing- masing genotipe anyelir ini. Untuk meningkatkan peluang terjadinya mutan, telah banyak dilakukan berbagai teknik iradiasi. Salah satunya adalah teknik iradiasi berulang dimana pemberian iradiasi dilakukan dua kali. Basiran dan Ariffin 2002 dapat meningkatkan efek radiasi pada beberapa tanaman hias daun akibat perlakuan ir adiasi berulang, dibandingkan iradiasi tunggal. Kembalinya karakter mutan menjadi karakter tanaman tetua setelah perlakuan mutagenik, menjadi masalah utama dalam pemuliaan mutasi pada organ somatik. Hal ini terjadi akibat banyaknya sel meristematik pada jaringan yang diradiasi sehingga membuat sel-sel berkompetisi. Pada saat sejumlah mutan telah didapatkan, maka seleksi harus dilakukan pada generasi yang tepat, dimana mutan- mutan yang dihasilkan dari generasi tersebut sudah stabil dan tidak mengalami perubahan lagi akibat fenomena diplontic selection Nybom 1970. Oleh karena itu, penelitian ini akan mengamati pada generasi keberapa tanaman anyelir mutan mencapai kestabilan, tidak lagi mengalami mutasi balik atau mutasi maju. Pengujian terhadap mutan pun perlu dilakukan untuk memastikan bahwa perubahan pada mutan benar-benar terjadi secara genetik, bukan semata- mata akibat faktor lingkungan. Uji kromosom dan analisis isozim dapat digunakan untuk pengujian keragaman genetik pada tanaman-tanaman mutan ini. Pengaruh perlakuan mutagenik secara sitologis telah dijelaskan secara umum oleh Sparrow 1979, antara lain akibat adanya aberasi mitotik dan meiotik pada kromosom mutan. Teknik isozim juga telah banyak terbukti dapat digunakan untuk pertelaan keragaman genetik akibat iradiasi sinar gamma, antara lain akibat perlakuan iradiasi sinar gamma pada manggis Harahap 2005. Data dari ketiga studi tersebut, ditambah dengan informasi pola perubahan warna petal anyelir akibat iradiasi sinar gamma, dapat memberi panduan bagi para pemulia mutasi pada anyelir untuk melakukan tindakan pemuliaan anyelir yang efektif dan efisien. Rumusan alur pemikiran yang diuraikan di atas dapat diringkaskan sebaga i bagan skema penelitian yang terdapat pada Gambar 1. Hipotesis Hipotesis yang dikemukakan pada penelitian ini adalah 1 setiap genotipe anyelir mempunyai radiosensitivitas yang berbeda terhadap iradiasi sinar gamma, dan memiliki nilai LD 50 pada dosis kisaran 40-50 gray, 2 perlakuan iradiasi sinar gamma dapat menghasilkan mutan solid yang diinginkan, 3 mutan solid anyelir dapat mencapai stabilitasnya pada generasi vegetatif MV4, 4 warna merah muda merupakan warna yang paling mudah berubah dan menghasilkan perubahan warna bunga terbanyak, serta 5 perubahan pada sel-sel mutan dapat dideteksi baik dari perubahan kromosom maupun perubahan protein melalui teknik isozim. Alur Penelitian Untuk mencapai tujuan penelitian dan menjawab hipotesis yang diajukan, dilakukan empat percobaan dengan skema penelitian seperti pada Gambar 1. Sebelum percobaan dimulai, dilakukan seleksi materi kegenetikaan terhadap nomor-nomor genotipe anyelir yang digunakan, berasal dari sumber plasma nutfah anyelir yang tersedia di Instalasi Penelitian Tanaman Hias Inlithi Cipanas. Percobaan 1 dan 2 dilakukan untuk mengamati radiosensitivitas, seleksi mutan serta menentukan LD 50 dari iradiasi sinar gamma terhadap dua macam sumber bahan tanaman, yaitu dari planlet anyelir Percobaan 1 dan dari stek pucuk Percobaan 2. Seleksi materi kegenetikaan nomor- nomor anyelir : 1. Daya adaptasi di lapangan 2. Warna bunga 3. Ketahanan terhadap OPT utama anyelir Percobaan 1 : Mutasi induksi Percobaan 2 : Mutasi induksi stek planlet anyelir dengan sinar gamma pucuk anyelir dengan sinar gamma iradiasi γ iradiasi γ planlet MV0 iradiasi γ stek pucuk MV0 subkultur tanaman induk MV0 stek pucuk planlet MV1 planlet MV1.2 tanaman MV1 OUTPUT : Anyelir mutan dan LD50 subkultur subkultur UJI STABILITAS stek pucuk planlet MV2 planlet MV2.2 subkultur subkultur tanaman MV2 planlet MV3 planlet MV3.2 subkultur subkultur stek pucuk planlet MV4 planlet MV4.2 tanaman MV3 subkultur subkultur planlet MV5 planlet MV5.2 OUTPUT :Mutan s tabil dan Generasi saat tercapainya stabilitas mutan Percobaan 3 : Percobaan 4 : Analisis Mutan Analisis Mutan Secara Sitologi Secara Molekuler kromosom: isozyme: -kariotipe - PER -idiogram - EST -aberasi kromosom - ACP OUTPUT : Mutan yang secara genetik solid dan stabil Gambar 1. Skema Alur Penelitian Untuk meningkatkan peluang terjadinya mutan, dilakukan teknik iradiasi berulang dan iradiasi kedua dilakukan pada dosis 25 gray, dosis yang diperkirakan separuh LD 50. Mengingat efisiensi waktu, maka iradiasi berulang hanya dilakukan pada planlet, dengan harapan dapat lebih memperluas keragaman genetik yang dihasilkan dibandingkan iradiasi tunggal yang diberikan pada stek pucuk. Tahap berikutnya pada pemuliaan mutasi jika diperoleh mutan solid yang diinginkan, maka dilakukan uji kestabilan mutan. Uji stabilitas mutan pada penelitian ini dikerjakan di akhir Percobaan 1 dan 2, yaitu dengan cara subkultur berulang sampai generasi MV5 untuk perlakuan iradiasi tunggal atau MV5.2 untuk perlakuan iradiasi berulang Percobaan 1 dan melalui penanaman stek pucuk secara berulang sampai generasi MV3 Percobaan 2. Pada masing- masing Percobaan 1 dan 2, pengamatan hanya dilakukan secara morfologi, sedangkan pengamatan secara sitologi dan molekuler dilakukan secara berkesinambungan pada Percobaan 3 dan 4, baik untuk hasil iradiasi dari planlet maupun dari stek pucuk anyelir.

II. TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Anyelir

Anyelir atau carnation Dianthus cariophyllus Linn. adalah tanaman hias bunga yang berasal dari daerah Mediterania. Kata ‘Dianthus’ berasal dari bahasa Yunani, yang berarti dewa dios bunga anthos. Menurut Hardjoko 1999 klasifikasi taksonomi anyelir adalah sebagai berikut : Divisio : Spermatophyta Subdivisio : Angiospermae Class : Magnoliopsida Dicotyledonae Subclass : Carryophyllidae Ordo : Caryophyllales Famili : Caryoplyllaceae Tribe : Diantheae Genus : Dianthus Species : caryophyllus Linn. Dianthus sp. termasuk tanaman herba, dapat mencapai tinggi 30-100 cm. Buku batang terlihat nyata pada bagian yang sudah menua. Daun runcing dengan tulang daun yang menyirip, panjang dan sempit, terletak bertolak belakang. Warna daun hijau muda keputih-putihan. Diameter bunga sekitar 5 – 10 cm. Daun mahkota bunga kelipatan lima dengan warna yang sangat bervariasi. Ujung mahkota bunga bergerigi atau tidak bergerigi. Kelopak bunga bergabung membentuk silinder dengan dua putik dan lima benang sari. Tunas samping keluar di antara daun dan batang Bailey 1953. Menurut Pertwee 1996 terdapat beberapa tipe anyelir baik berdasarkan teknik budidaya maupun secara genetik : 1. “Standard carnation” D. caryophyllus dibentuk dengan cara membuang pucuk lateral pada saat budidaya tanaman dilakukan. Tangkai bunga akan tumbuh kekar dengan panjang berkisar 60-80 cm, dan mempunyai satu bunga yang besar. 2. “Mid i carnation”, yaitu anyelir tipe standar yang mengalami pemotesan pada beberapa pucuk lateralnya saja, tapi tidak pada pucuk batang utamanya. Diameter bunga sekitar 75 dari ukuran bunga standar. 3. “Mignon carnation”, merupakan “standar carnation” yang berukuran kecil, akibat dibuangnya pucuk terminal dan beberapa pucuk lateral. Ukuran bunga sekitar setengah dari ukuran “standard carnation” 4. “Spray carnation” D. caryophyllus dimana pucuk terminal dibuang, dan pucuk lateral yang dibiarkan berkembang. Panjang tangkai sekitar 40-70 cm. 5. “Micro pink” adalah tipe anyelir yang berkluster dan kecil-kecil, dimana semua pucuk dibiarkan tumbuh dan berkembang. 6. “Diantini carnation”. Bunga ini mirip D. barbatus Sweet William, tetapi pucuk terminalnya dibuang. Budidaya Tanaman Anyelir Perbanyakan anyelir bisa dilakukan melalui biji atau stek pucuk. Biji anyelir dapat berkecambah pada suhu 18-21 C. Akan tetapi perbanyakan dengan biji umumnya hanya digunakan untuk tujuan pemuliaan tanaman. Jika menggunakan stek, maka stek yang digunakan harus benar-benar bebas hama dan penyakit terutama virus. Pada suhu - 1 C 31 F stek berakar bisa disimpan selama empat bulan, sedang stek tanpa akar bisa mencapai enam bulan Dole dan Wilkins 1999. Tanaman anyelir membutuhkan suhu malam yang berkisar antara 8-11 C, sedangkan suhu siang sekitar 18-22 C. Tanaman ini tumbuh baik pada cahaya matahari penuh, dengan intensitas penyinaran sekitar 44.000 luks. Cahaya merupakan faktor lingkungan yang paling berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan anyelir. Di negara subtropis, minimal dibutuhkan cahaya 21.500 luks selama musim dingin Besemer 1980. Anyelir membutuhkan tanah yang gembur dengan drainase yang baik, sedangkan pH yang cocok adalah sekitar 6.5 Pertwee 1996. Budidaya anyelir membutuhkan fosfat, nitrogen, kalium dan kalsium yang cukup tersedia dalam larutan tanah. Menurut Bhatt 1989 nitrogen merupakan faktor pembatas paling utama pada nutrisi tanaman anyelir, diperlukan baik pada fase vegetatif maupun generatifnya. Fosfat merupakan unsur makro yang dapat mempengaruhi kenormalan pertumbuhan anyelir. Kekurangan fosfat mengakibatkan daun-daun menjadi sempit dan ujung-ujungnya mengering, kemudian pada akhirnya keseluruhan daun menjadi kuning. Selain fosfat, kalium juga