Laporan Akhir Penelitian Kajian Hukum Peran Apoteker dalam Saintifikasi Jamu
MIUK ERPUSTAKAAN
KE ENTERIAN KESEHATAN
LAPORAN AKHIR PENELITIAN
Kajian Hukum Peran "Apoteker"
dalam Saintifikasi Jamu
Suharmiati
Lestari Handayani
Sudibyo Supardi
Faiq Bahfen
Djuharto
Lusi Kristiana
Supriyadi
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN
PUSAT HUMANIORA, KEBIJAKAN KESEHATAN DAN
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
JALAN. INDRAPURA 17 SURABAYA 60176
2011
r' Rrp u !"t ;'l k 8 セ@ n Depk9s.-
1!\J0.
In d uk
: 5.".{!q!1::!:!?!..
g . T r ill l! ; ... .セWN
セ NオZセス_@
D .!I p.!It Oar i ; .... .. ..... ..
J±.........
folD
lnet
J.
KATA PENGANTAR
...
Penelitian tentang "Kajia n Hukum Peran Apoteker dalam Saintifkasi Jamu"
mengkaji tentang Permenkes No. 03/MENKES/PER/2010 tentang Saintifikasi jamu
terkait dengan peran apoteker yang melaksanakan pelayanan di farmasi komunitas.
Lokasi penelitian di kota Surabaya, kota Denpasar dan kota Yogyakarta karena ketiga
kota tersebut telah dilakukan penelitian tentang "Studi Inventarisasi dan pencatatan
empiris penggunaan jamu oleh dokter praktek dalam upaya saintifikasi jamu".
Hasil dari kajian penelitian ini menunjukkan ba1hwa perlu dibuat Permenkes
khusus yang menjabarkan peran Apoteker Saintifikasi Jamu yang komplementer
dengan, Permenkes No.03/201I O, karena Permenkes tersebut lebih ditujukan untuk
intervensi sisi hilir (dokter) dalam menjamin penelitian berbasis pelayanan di fasilitas
pelayanan kesehatan (klinik jamu) .
Dengan selesainya penelitian ini, diharapkan hasilnya dapat memberikan
masukan bagi Kementerian Kesehatan dan institusi terkait untuk pengembangan lebih
lanjut.
Laporan penelitian ini tidak lepas dari kekurangan. Sumbang pikiran dan saran
'"
positip akan me njadi perhatian untuk perbaikan laporan ini.
Peneliti
.,
ii
RINGKASAN EKSEKUTIF
Kajian Hukum Peran "Apoteker" dalam Saintifikasi Jamu
Suharmiati, Lestari Handayani, Sudibyo Supardi, Faiq Bahfen,Djuharto,
Lusi Kristiana , Supriyadi
PENDAHULUAN
Dalam Permenkes No. 03/MENKES/PER/2010
tentang Saimtifikasi Jamu
dinyatakan bahwa salah satu tujuan Saintifikasi Jamu adalah memberikan landasan
ilmiah (evidenced based) penggunaan jamu secara empiris melalui penelitian yang
. dilakukan di sarana pelayanan kesehatan, dalam hal ini klinik pelayanan jamu/dokter
praktek jamu . Oi dalam Permenkes tersebut. terdapat bab yang menjelaskan tentang
tujuan pengaturan sa,intifikasi jamu yaitu Bab II pasal 2 tentang tujuan pengaturan
saintifikasi jamu serta Bab III Bagian Kesatu pasal 4, Bab III Bagian Kedua pasal 6,
pasal 7, pasal 8, Bab III Bagian Ketiga
tentang Ketenagaan pasal 11 serta Bab 'III
Bagian Kelima tentang Pencatatan pasal 14. Oalam Babbab tersebut belum dikaji
tentang peran dari apoteker dalam saintifikasi jamu.
::
Oi sisi lain, menurut Undang undang No 36 tahun 2009 pasal 108 serta
Peraturan Pemerintah No.51 tahun 2009 tentang Praktik kefarmasian menyatakan
bahwa praktik kefarmasian meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan
farmasi, pengamanan, pengadaan , penyimpanan dan pendistribusian obat, pelayanan
obat at as resep dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan
obat dan obat tradisional harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai
keahlian dan kewenangan sesuai dengan peraturan perundangundangan .
Oleh
karena itu dalam penelitian ini akan dikaji peran apoteker terkait dengan peraturan
perundangundangan tentang saintifikasi jamu .
Penelitian dilakukan di 3 (tiga) kota yaitu Surabaya, Yogyakarta dan Denpasar,
dengan sasaran penelitian ada1lah apoteker khususnya yang praktik di fannasi
komunitas dengan cara diskusi. Sebelum diskusi
Kegiatan Saintifikasi Jamu secara komprehensif
dilakukan sosialisasi tentang
oleh Komisis saintifikasi jamu.
Selanjutnya dari hasil diskusi dibuat kesimpulan berupa argumentasi isu hukum,
selanjutnya dibuat rancangan formuilasi dengan pakar Hukum" organisasi profesi (IAI),
. ',
iii
Pengelola program Kementerian Kesehatan terkait dengan Saintifikasi Jamu, Pengelola
program Kementerian Kesehatan terkait dengan Apoteker, Badan POM, Komnas
Saintifikasi Jamu, GP Jamu dan Stakeholder lain yang terkait.
HASIL PENELITIAN
Hasil dari Kajian hukum peran apoteker dalam saintifikasi jamu adala h sebagai
berikut:
Peran dan tanggungjawab apoteker dalam saintifikasi jamu meliputi proses
Pembuatan/penyediaan simplisia
& penyimpanan, Pelayanan Resep mencakup
skrining Resep, Penyiapan obat, Peracikan, pemberian Etiket, pemberian :Kemasan
Obat, Penyerahan Obat, dan Informasi Obat, Konseling. Monitoring Penggunaan Obat.
Promosi dan Edukasi, penyuluhan Pelayanan Residensial (Home
Care). serta
Pellcatata n dan pelaporan nya.
Oengan peran dan tanggungjawab di atas maka seorang apoteker
harus
memiliki kompetensi dalam praktik kefarmasian ya.ng dipero'leh dari pendidikan formal ,
memiliki pengetahuan secara mendalam tentang jamu, memiliki pengetahuan dan
;
ketrampilan mengelola jamu serta memiliki tanggunggugat profesi apoteker pada
masyarakat khususnya pemanfaatan jamu. Oleh karena itu untuk menjadi seorang
apoteker saintifikasi jamu diperlukan suatu tambahan
pengetahuan meliputi
Pellgenalan tanaman obat, Formula jamu yg terstandar, Pengelolaan jamu di apotek
(pengendalian mutu sediaan jamu, pengadaan, penyimpanan dan pengamanan jamu),
Fitoterapi, Adverse reaction, Toksikologi, Oosis & monev bahan aktif jamu, MESOT
(Monitoring efek samping OT), Manajemen pencatatan & pelaporan, Post market
surveilance, serta Komunikasi & konseling.
Dalam analisis peran apoteker terkait dengan
peraturan perundangu ndangan
tentang sa intifikasi jamu, maka dihasilkan 7 (tujuh) butir argumentasi isu hukum sebagai
berikut:
1. Peran apoteker dalam Permenkes 003/Menkes 2010 masih tersirat, belum tersurat.
2. Perlu pemisahan antara KHnik Jamu dengan Apotekllnstalasi Jamu . Klinik jamu
hanya mendiagnosa penyakit dan menulis HI sampai dengan pasca pengobatan
(post market surveillance).
iv
,
M
M
セM
M
M
3. Oi dalam pelayanan kesehatan perlu dibedakan antara Care (oleh perawat), Cure
(oleh dokter) dan phannaceutical Care (oleh apoteker).
4. Tenaga Apoteker dilibatkan dalam Saintifikasi Jamu
5. Ada ketidak sesuaian antara jenis petugas dan kegiatan yang dilakukan yaitu
pencatatan rekam medis yang dilakukan oleh tenaga kesehatan dan tenaga
lainnya.
6. Penelitian yang dibutuhkan untuk saintifikasi jamu tidak hanya penelitian kualitatif.
7.
Fasilitas pelayanan kesehatan
(Fasyankes) belum sesuai dengan peraturan
perundangundangan (Oi luar konteks penelitian).
Oari hasil argumentasi isu hukum tersebut, maka dilakukan Round Table
Discussion dengan para pakar untuk membuat rancangan Formulasi berturutturut
sesuai dengan argumentasi isu hikum dengan hasil sebagai berikut:
1. Karena Permenkes no . 003/Menkesi 2010 lebih ditujukan untuk intervensi sisi hilir
(dokter) dalam menjamin penelitian berbasis pelayanan di fasilitas pelayanan
kesehatan (klinik jamu) maka diperlukan Permenkes khusus yang menjabarkan
peran Apoteker saintifikasi Jamu yang komplementer dgn Permenkes No. 03/2010 .
2. Perlu dibuat Permenkes khusus Apoteker SJ dengan membuat pusat pelayanan
bahan jamu untuk didistribusikan ke K'linik Jamu (mirip apotek komunitas khusus
jamu) yang menjamin aksesibilitasnya di tingkat kecamatan
3. Perbedaan yang dimaksud sepanjang sepanjang tidak menambah beban beban
harga jamu & dapat menjamin penelitian berbasis pelayanan khusus utk jamu yang
metodologi ilmiahnya berbeda dari obat modern. Permenkes baru tersebut justru
menjamin keserasian antara Care, Cure & Pharmaceutical Care dem i kepentingan
masyarakat dalam pelayanan kesehatan Tradisional.
4 . Perlu Permenkes khusus tentang apoteker Saintifikasi Jamu dengan kejelasan
peranperan
preparasi jam u, sinergi dgn pengobatan konve nsional dan
meningkatkan penggunaan
obat bahan alam sebagai pelayanan kesehatan
tradisional.
5. Oiperjelas tentang tanggungjawab profesi dalam pengisian rekam medik oleh dokter
sebagai pimpinan profesi bersumpah dalam pengumpulan bukti ilmiah melalui
.,
v
pelayanan jamu di fasyankes. Dalam Permenkes baru tentang Apoteker Saintifikasi
Jamu juga diberlakukan catatan jamu sbg rekam formulasi farmasi yg dilakukan
oleh seorang apoteker.
6. Penelitian jamu memerlukan metodologi khusus yang berbeda dengan penelitian
obat. Penambahan metode penelitian
kuantitatif ataupun farmako epidemik
dilakukan sesuai dengan tujuannya masingmasing. Pene,litian kuantitatif ditujukan
hanya bila dimaksudkan untuk penemuan efikasi substansi aktif, bukan utk cara
penggunaan jamu.
7. Menunggu pengaturan lebih lanjut RPP Fasyankes dan RPP Yankestrad. Tetapi
BKTM dan LKTM atau fasyankes lainnya pada prinsipnya dapat dimanfaatkan
untuk saintifikasi Jamu sesuai Permenkes No. 03/2010.
Kesimpulan
Dari kajian hukum ini dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Diperlukan Permenkes khusus yang menjabarkan peran Apoteker saintifikasi Jamu
yang komplementer dgn Permenkes No. 03/201,0 karena Permenkes tersebut lebih
ditujukan untuk intervensi sisi hilir (dokter) dalam menjamin penel.itian berbasis
pelayanan di fasilitas pelayanan kesehatan (klinik jamu) .
2. Oi dalam Permenkes khusus tentang apoteker Saintifikasi Jamu diperinci secara
jelas tentang peran apoteker saintifikasi jamu tentang preparasi jamu, sinergi dgn
pengobatan konvensional dan meningkatkan penggunaan
obat bahan alam
sebagai pelayanan kesehatan tradisional.
3. Perlu dicantumkan dalam Permenkes khusus tersebut tentang Rekam Formulasi
Farmasi (Pharmaceutical Record) yang dilakukan oleh seorang apoteker saintifikasi
jamu.
vi
Saran
Dari hasil kajian hukum ini maka direkomendasikan sebagai berikut:
1. Karena Permenke no. 003/ Menkes tahun 2010 lebih ditujukan untuk intervensi sisi
hilir yang masih melibatkan dokter Saintifikasi Jamu, pada gilirannya diperlukan
Permenkes pendamping yang mengatur tentang apoteker sainfifikasi Jamu yang
berbeda dari apoteker pad a umumnya.
2. Memasukkan secara khusus kurikulum yang terkait dengan Saintifikasi jamu di
pendidikan rumpun i1mu kesehatan, termasuk Farmasi.
3. Menegaskan kolaborasi antara dokter dan "apoteker" dalam gerakan program
Saintifikasi Jamu demi kepentingan NKRI.
vii
J
ABSTRAK
"
Permenkes No. 03/MENKES/PER/2010 tentang saintifikasi jamu antara lain
menjelaskan tentang tujuan pengaturan ketenagaan serta pencatatan tentang
saintifikasi jamu, namun dalam Permenkes tersebut belum dikaji tentang peran dari
apoteker. Tujuan dari peneitian ini untuk mengkaji peran apoteker terkait dengan
peraturan perundangundangan tentang saintifikasi jamu.
Penelitian dilakukan di 3 (tiga) kota yaitu Surabaya, Yogyakarta dan Denpasar,
dengan sasaran penelitian apoteker khususnya yang praktik di farmasi komunitas
dengan cara diskusi untuk dibuat kesimpulan berupa argumentasi hukum, selanjutnya
dilaksanakan Round Table Discussion (RTD) dengan pakar Hukum" organisasi profesi
(IAI) , Pengetola program Kementerian Kesehatan terkait dengan Saintifikasi Jamu dan
Apoteker, Badan POM, Komnas Saintifikas i Jamu, GP Jamu dan Stakeholder lain yang
terkait untuk membuat rancangan formulasi .
Hasil penelitian menunjukkan bahwa peran dan tanggungjawab apoteker daJam
saintifikasi jamu meliputi proses pembuatan/penyediaan simplisia & penyimpanan,
peilayanan resep mencakup skrining resep, penyiapan obat, peracikan, pemberian
etiket, pemberian kemasan obat, penyerahan obat, dan I'nformasi obat, konseling.
monitoring penggunaan obat. promosi dan edukasi, home care . serta pencatatan dan
pelaporan. Dari analisis perundangundangan disimpulkan bahwa diperlukan
Permenkes khusus yang menjabarkan peran Apoteker saintifikasi Jamu yang
komplementer dengan Permenkes No. 03/2010 dan diperinci secara jelas tentang
peran apoteker saintifikasi jamu tentang preparasi jamu, sinergi dgn pengobatan
konvensional dan meningkatkan penggunaan obat bahan alam sebagai pelayanan
kesehatan tradisional. Di samping itu di dalam Permenkes khusus tersebut perilu
dicantumkan tentang Pharmaceutical Record yang dilakukan oleh seorang apoteker
saintifikasi jamu. Disarankan di samping Permenkes 003 1 MENKES/PER/2010
diperlukan Permenkes pendamping yang mengatur tentang apoteker Saintifikasi Jamu
yang berbeda dari apoteker pada umumnya, memasukkan secara khusus kurikulum
yang terkait dengan Saintifikasi jamu di pendidikan rumpun ilmu kesehatan, termasuk
Farmasi.serta menegaskan kolaborasi antara dokter dan apoteker dalam gerakan
program Saintifikasi Jamu demi kepentingan NKRI.
Kata kunci: peran apoteker, saintifikasi jamu, Permenkes 0031Menkes1201 0
viii
DAFTAR ANGGOTA PENELITI
Suharmiati
Lestari Handayani
Sudibyo Supardi
Faiq Bahfen
Djuharto
Lusi Kristiana
Supriyadi
ix
DAFTAR 151
Halaman
Kata Pengantar
Ringkasan Eksekutif
Abstrak
Abstract
Daftar Anggota Peneliti
Daftar lsi
Daftar Tabel
Daftar Lampiran (Beberapa Definisi dan Istilah penting)
BAS 1
ii
iii
viii
ix
x
xii
xiii
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Permasalahan Penelitian
4
BAB 2
TUJUAN PENELITIAN
5
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.3 Tempat dan Waktu Penelitian
3.4 Jenis Penelitian
3.5 Disain Penelitian
3.6
Populasi, Sampel dan Sasaran penelitian
3.7 Skema alur penelitian
6
6
BAS 4
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Review Peraturan PerundangUndangan Yang
Terkait Dengan Apoteker
4.1.1. Subyek dan Obyek Hukuml
4.1.2. Dasar Hukum
4.1.3. Azasazas Hukum
4.1.4. karakteristik Hukum
4.1.5. Tinjauan Hukum
4.1.4. Darnpak Hukum
4.2. Review Peraturan PerundangUndangan Yang
Terkait Dengan Saintifikasi Jamu
4.2.1. Obyek dan Subyek Regulasi
4.2.2. Tujuan Saintifikasi Jamu
4.2.3. Ruang Lingkup
4.2.4. Kriteria Jamu
1
5
6
6
7
10
10
11
13
14
14
14
16
17
17
18
18
x
Halaman .
BAB 4
4.2.5 Saintifikasi jamu pada Fasilitas Pelayanan
Kesehatan
4.2.6. Pembagian Klinik Jamu
4.2.7. Perijinan Klinik Jamu
4.2.8. Jalur Rujukan Pelayanan Jamu
4.2.9. Persyaratan Ketenagaan
4.2.10 Persetujuan Tindakan, Pencatatan dan
Persetujuan Etik
4.2.11 Tarif
4.2 .12 Pembinaan dan Pengawasan
4.2.13 Dampak Hukum
4.3 Identit.ikasi Peran Apoteker dalam saintifikasi
Jamu
4.3.1 Tata Cara Penyediaan Bahan Uji
Saintifikasi Jamu
4.3.2 Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek
dan atau Puskesmas
4.3.3 Peran dan Tanggungjawab Apoteker
dalam Saintifikasi jamu
4.4 Menganalisis Peran Apoteker Terkait dengan
Peraturan
Perundangundangan
tentang
Saintifikasi Jamu
4.4.1 Argumentasi Isu Hukum
4.4.2 Rancangan Formulasi
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
19
19
20
21
21
22
22
23
25
26
26
33
35
35
38
40
40
UCAPAN T ERIMA KASIH
41
DAFTAR PUSTAKA
42
Lampiran
44
c
xi
DAFTAR TABEL
Halaman
9
Tabel3.1 Variabel, Instrumen dan Sasaran, Kajian Hukum Peran
Apoteker dalam Saintifikasi Jamu, 2011
.
,
xii
- - - -- M
M
セ@
セ
M
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
8eberapa Istilah dan Definisi Penting dalam Peraturan
44
perundangundangan
xiii
BAB 1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Keberadaan obat tradisional dan pengobatan tradisional sebagai bagian yang
tidak dapat diabaikan dalam pelayanan kesehatan sudah diakui Kementerian
Kesehatan melalui Undangundang no. 36 tahun 2009 tentang kesehatan. Yang
dimaksud dengan obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa
bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan minera'l, sediaan sarian (galenik) , atau
campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk
pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.
Sedangkan pengobatan tradisional' atau pelayanan kesehatan tradisional adalah
pengobatan dan/atau perawatan dengan cara dan obat yang mengacu pada
pengalaman
dan
keterampilan
turun
temurun
secara
empiris yang
dapat
dipertanggungjawabkan dan diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di
masyarakat. 1,2,3
Penggunaan obat tradisional tidak hanya dilakukan melalui, pengobatan
sendiri/pengobatan rumah tangga dan pengobatan tradisional oleh pengo bat tradisional
tetapi juga melalui pengobatan medis oleh tenaga kesehatan (dokter, perawat) di
praktek pribadi, puskesmas, atau rumah sakit. Sebagai landasan, arah , dan pedoman
penyelenggaraan pembangunan kesehatan bagi penyelenggaraan kesehatan baik セゥ
L@
pusat, daerah, masyarakat, maupun dunia usaha serta pihak terkait lainnya, pemerintah
juga telah menetapkan bentuk dan cara penyelenggaraan pembangunan kesehatan
melalui Sistem Kesehatan Nasional (SKN) tahun 2009 3 . Penyelenggaraan pengobat
tradisional diatu r dalam Keputusan Menteri Kesehatan No. 1076/Men'kes/SKIV1I/2003
sedangkan penyelenggaraan pengobatan komplementer alternatif di fasilitas pelayanan
kesehatan diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI
Nomor 1109/Menkesl
Per/IXl2007 4 ,5. Tenaga pengobatan komplementer alternatif terd'iri dari dokter, dokter
gigi, dan tenaga kesehatan lainnya termasuk apoteker yang memiliki pendidikan
1
..
terstruktur dalam bidang pengobatan komplementer alternatif, termasuk pengobatan
dengan jamu.
Dengan
dikeluarkannya
Peraturan
Menteri
Kesehatan
No.
03/MENKES/PER/2010 tentang Saintifikasi Jamu, menunjuk'kan keseriusan pemerintah
untUk mendukung obat tradisional. Saintifikasi Jamu adalah pembuktian ilmiah jamu
melalui penelitian berbasis pelayanan kesehatan. 2 Salah satu tujuan nya adalah
memberikan landasan ilmiah (evidenced based) penggunaan jamu secara empiris
melalui penelitian yang dilakukan di sarana pelayanan kesehatan, dalam hal ini klinik
pelayanan jamu/dokter praktek jamu.
Menurut Undang undang No 36 tahun 2009 pasal 108 menyatakan bahwa
praktik kefarmasiaan meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan
farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat, pelayanan
obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan
obat dan obat tradisional hams dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai
keahlian
dan
kewenangan
sesuai
dengan
peraturan
Selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah NO.51
perundangundangan 1.
tahun 2009 tentang Praktik
'kefarmasian disebutkan bahwa praktik kefarmasian adalah pembuata n termasuk
pengendalian mutu Sediaan Farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan
pendistribusian atau penyaluran obat, penge'l olaan obat, pelayanan obat atas resep
dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat
tradisional 6 .
Misi dari farmasi ada'iah untuk menyelenggarakan konsep pharmaceutical care
(Hepler dan Linda Strand, 1989 dalam Bafen F., 2003)7.
Hal demikian yang
seharusnya dilakukan oleh apoteker yang ada di pelayanan komunitas (apotek).
Mengimplementasikannya
dalam
praktek
tentu
memerlukan
upaya
untuk
mengkonversikannya. Yang utama dan pertama dalam konsep pharmace utical care
adalah upaya untuk memperluas dimensi praktek kefarmasian yang bertujuan untuk
me ningkatkan kualitas kehidupan pasien. Dalam upaya melakukan konversi konsep ke
praktikal banyak penulis yang menyatakan bahwa secara filosofis, farmasis (apoteker)
menerima tanggung jawab untuk menyelenggarakan praktik dimana pasien dan tenaga
2
'"
kesehatan lainnya secara bersamasama untuk menjamin kualitas kehi'dupan pasien
pada hasil yang lebih baik. Dalam memberikan perlindungan terhadap pasien dapat
diidentifikasi bahwa fungsi dari pharmaceutical care adalah :1) Menyediakaninformasi
tentang obatobatan kepada tenaga kesehatan lainnya. Tujuan yang ingin dicapai
mencakup : mengidentifikasikan hasil pengobatan dan tujuan akhir pengobatan, agar
pengobatan dapat diterima untuk terapis, agar diterapkan penggunaan secara rasional,
memantau efek samping obat, menentukan metode penggunaan obat. 2.) Mendapatkan
rekam medis untuk digunakan pemilihan obat yang tepat.
Pada pihak lain diketahui bahwa masyarakat memiliki hak atas pelayanan
kesehatan yang dijamin berdasarkan Undangundang Dasar dan peraturan perundangundangan yang menjabarkannya. Hak dasar manusia dalam pelayanan kesehatan
termasuk pelayanan dalam bidang kefarmasian sudah barang tentu bukan hanya dari
aspek keberadaannya saja tetapi juga menyangkut mutu pelayanan itu sendiri.
Implementasi hak dasar manusia itu jika terdapat permasalahan, akan mendapat
..
kesulitan untuk mengkajinya, bila perangkat hukum yang mendukungnya belum
memadai. Oengan demikian dapat diidentifikasikan bahwa dalam pelayanan
.1
,
!
kefarmasian perlu adanya penataan secara menyeluruh agar dapat memberikan
kepastian hukum dan pelayanan yang diberikan sesuai dengan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi di bidang farmasi. Untuk mendapatkan hasil yang optimal
maka kajian atas hal ini dilakukan kajian menurut tradisi keilmuan hukum, yaitu kajian
I -
normatif. Hukum dalam kaitan ini dipandang sebagai norma dan permasalahan dibatasi
pada tema sentral yaitu pelayanan kefarmasian .
Dalam Permenkes No. 03/MENKES/PER/2010
tentang Saimtifikasi Jamu
terdapat bab yang menjelaskan tentang tujuan pengaturan saintifikasi jamu yaitu Bab II
pasal 2 tentang tujuan pengaturan saintifikasi jamu serta Bab III Bagian Kesatu pasal
4, Bab III Bagian Kedua pasal 6, pasal 7, pasal 8, Bab III Bagian Ketiga
tentang
Ketenagaan pasal 1,1 serta Bab III Bagian Kelima tentang Pencatatan pasal 14. Dalam
Babbab tersebut bel'um dikaji tentang peran dari apoteker da'iam saintifikasi jamu. Oi
samping itu kebijakan saintifikasi jamu melibatkan pihak penelitian, pelayanan
kesehatan, Industri farmasi , serta pemerintah. Pihak penelitian mencakup Badan
M
3
M
Mセ
M
M
M
M
Litbang Departemen Kesehatan, Universitas, LlPI, dan lembaga penelitian lain yang
terkait obat tradisional. Pihak yang terkait dengan pelayanan kesehatan meliputi rumah
sakit, puskesmas, klinik · dokter serta dinas kesehatan provinsi dan dinas kesehatan
kabupaten/kota yang terkait peijinan pelayanan kesehatan. Pihak pemerintah dalam hal
ini adalah Kementerian Kesehatan terkait kebijakan dan penelitian, serta Badan POM
terkait ijin produksi dan registrasi peredaran obat tradisional
Permasa/ahan
Program seratus hari Menteri Kesehatn , antara lain saintmkasi jamu dan dalam
pelaksanaannnya melibatkan peran tenaga kesehatan antara lain apoteker. Sampai
saai ini belum dikaji peran apoteker dalam saintifikasi jamu dikaitkan dengan peraturan
perundangundangan yang ada .. Oleh karena itu pertanyaan penelitian ini adalah :
1. Bagaimana peraturan perundangundangan yang terkait dengan apoteker?
2. Bagaimana peraturan perundangundangan yang terkai,t dengan saintifikasi
jamu?
3. Bagaimana peran apoteker dalam saintifikasi jamu?
4. Bagaimana peran apoteker terkait dengan peraturan perundangundangan
tentang saintifikasi jamu
4
BAB3
METODE
3.1. Tempat dan waktu PeneHtian
Penelitian dilaksanakan di kota Jogyakarta, kota Denpasar, dan kota Surabaya.
Dasar pertimbangan pemilihan ketiga kota tersebut karena ketiga kota tersebut
telah dilakukan peneliliian tentang "Studi Inventarisasi dan pencatatan empiris
penggunaan jamu oleh dokter praktek dalam upaya saintifikasi jamu".
Waktu penelitian bulan Pebruari sampai dengan Nopemberr 2011 (10 bulan)
3.2. Desain Penelitian:
Desain penelitian adal'ah deskriptif, yaitu mengkaji hukum kebijakan peran
apoteker komunitas dalam saintifikasi jamu.
3.3.. Populasi, Sampel dan Sasaran Penelitian
.I
I
I
Populasi penelitian adalah perundangundangan, permenkes, dan kebijakan .
Sampel adalah peruridangundangan , permenkes, dan kebijakan lain yang terkait
dengan saintifikasi jamu dan peran apoteker.
Sasaran penelitian adalah apoteker khususnya yang praktik di farmasi komunitas,
Pakar Hukum" organisasi profesi (IAI), Pengelola program Kementerian
Kesehatan terkait dengan Saintifikasi Jamu, Pengelola program Kementerian
Kesehatan terkait dengan Apoteker, Badan POM, Komnas Saintifikasi Jamu, GP
Jamu dan Stakeholder lain yang terkait.
6
-------------------------------------------------セ@
3.3. Skema alur kegiatan penelitian:
Mengidentifikasi fakta hukum yang terkait dengan apoteker
dan saintifikasi jamu
Mengumpulkan Data Sekunder tentang hukum terkait
dengan apoteker dan saintifikasi' jamu
(Peraturan perUUan, hasilhasil studi maupun kerja
lapangan berbagai institusi, termasuk yang berasal dar;
Menelaah isu hukum berdasarkan fakta di lapangan serta data sekunder
yang telah dikumpulkan
(Diskusi dengan apoteker)
Membuat Kes'impulan dalam bentuk argumentasi sebagai jawaban isu
hukum
Membuat Formulasi peraturan perundangundangan dengan cara RTD
dengan pakar terkait (pakar hukum, IAI, Pengelola program
Kementerian Kesehatan terkait dengan Saintifikasi Jamu, Pengelola
program Kementerian Kesehatan terkait dengan Apoteker, Badan POM,
Komnas Saintifikasi Jamu, GP Jamu dan Stakeholder lain yang terkait)
D
II
Laporan akhir
7
II
Kajian hukum peran apoteker dalam saintifikasi ja'mu menggunakan metode
sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi fakta hukum serta data sekunder yang terkait dengan
apoteker dan saintifikasi jamu
Informasi mengenai fakta hukum dan data sekunder yang terkait dengan
saintifikasi jamu dan apoteker dibutuhkan dalam kajian hukum ini. Data yang ada
tidak hanya berasal dari sumbersumber resmi akan tetapi juga berasal dari
sumbersumber yang tidak resmi dengan tujuan untuk memahami implementasi
dari hukum yang digunakan oleh pemerintah di "Iapangan". Data dan informasi
tersebut terdiri dari berbagai peraturan perundangundangan, hasilhasil studi
maupun kerja lapangan berbagai institusi, termasuk yang berasal dari media masa.
2. Mengkaji isu hukum berdasarkan fakta hukum dan data sekunder yang telah
dikumpulkan serta Diskusi dengan apoteker
Proses yang dilakukan adalah dengan mengkaji antara satu peraturan
dengan peraturan yang lain terkait peran apoteker dalam saintifikasi jamu.
Selanjutnya kajian tersebut didiskusikan dengan apoteker untuk mendapatkan
kesimpulan dalam bentuk argumentasi sebagai jawaban isu hukum terkait peran
apoteker dalam saintifikasi jamu .
3. Membuat Formulasi Peraturan perundangundangan melaui RTD dengan
pakar terkait
Proses yang dilakukan adalah melakukan !Round Table Discussion (RTD)
dengan ahli hukum, Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), Pengelola program
Kementerian Kesehatan terkait dengan Saintifikasi Jamu, Pengelola program
Kementerian Kesehatan terkait dengan Apoteker, Badan POM, Komnas Saintifikasi
Jamu, GP Jamu dan Stakeholder lain yang terkait untuk membuat suatu formulasi
berdasar argumentasi yang dibangun dalam kesimpulan
4. Membuat Laporan Akhir
5. Presentasi
8
BAB4
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. REVIEW PE'RATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG TERKAIT DENGAN
APOTE KE R1,2,5,6,8,9,10,11 ,12,13,14,16,17,18,19
Pendapat seorang pakar hukum social, Roescoe Pound dalam teorinya Social
Engineering menyebutkan bahwa: "The law can be used as a tool for social
engineering." Menurutnya: "Hukum dapat digunakan sebagai alat untuk rekayasa
social". Misalnya: merubah perilaku masyarakat, pencegahan tindak criminal, sebagai
dasar pembuatan peraturan perundangan baru , dan sebagainya .
Termasuk pula dapat digunakan dalam pelayanan obat tradisional ini. Hukum di
bidang pelayanan obat tradisional ini dapat digunakan untuk merubah perilaku social
masyarakat terhadap obat tradisional. Terkait didalamnya yaitu profersi seorang
apoteker atau secara khusus seorang apoteker yang praktik di farmasi kom unitas.
Di dalam review perundangundangan yang terkait dengan apoteker akan dibagi
me njadi subyek dan obyek hukum, dasar hukum,
azasazas hukum, karakteristik
hukum , tinjauan hukum serta dampak hukum. Secara terperinci adalah sebagai berikut:
4.1 .1. SUBJEK dan OBJEK HUKUM
"Subyek hukum" merupakan pemegang hak dan kewajiban menurut hukum di
Indonesia, termasuk didalamnya individu (orang) dan badan hukum (perusahaan,
organisasi, institusi). Sebagai Subjek Hukum disini adalah : Farmasi, Apotek, Apoteker,
Asisten Apoteke r, Dokter, Para Medik (perawat, fisioterapis, dsb.).
Sedangkan yang dimaksud dengan "objek hukum" yaitu kepentingan bagi subjek
hukum yang dapat bersifat material dan berwujud, dan dapat bersifat imaterial, disini
misalnya : Obat baku / bahan, Obat jadi / standard, Obat paten (nama dagang), Obat
asli / tradisional, dan Obat baru (obat yang belum dikena'i khasiatnya) . Yang merupakan
objek hukum yaitu segala sesuatu yang bermanfaat bagi subyek hukum dan dapat
menjadi pokok bagi laluHntas atau perhubungan hukum.
10
,
I
4.1.2. DASAR HUKUM
I •
1. Undangundang RI no. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.
2. Undangundang RI no. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen .
3. PerMenKes no. 919/MENKES/PER/x/1993 tentang Kriteria Obat yang Dapat
Diserahkan Tanpa Resep.
4. PerMenKes no. 924/MENKES/PER/x/1993 tentang Daftar Obat Wajib Apotek
no. 2.
5. PerMenKes no . 925/MENKES/PER/x/1993 tentang Dafar Perubahan Golongan
Obat.
6. PerMenKes no. 003/MENKES/PER/I/2010 tentang Saintifikasi Jamu Dalam
Penelitian Berbasis Pelayanan Kesehatan
7. KepMenKes no. 659/MENKES/SKIXI1991 tentang Cara Pembuatan Obat
Tradisional Yang Baik.
8. KepMenKes no. 1332/MENKES/SKlXl2002 tentang Perubahan Atas PerMenKes
RI no . 922/MENKES/PERIXl1993 tentang Ketentuan Dan Tata Cara Pemberian
Izin Apotik.
9. Peraturan Pemerintah RI no. 51 tahun 2009 tentang Praktik kefarmasian.
10. Peraturan Pemerintah RI no. 72 tahun 1999 tentang Pengamanan Sediaan
Famasi dan Alat Kesehatan.
11. Peraturan Menteri Kesehatan no . 889/Menkes/PerNI12011 tentan g Registrasi,
Izin Praktik, dan Ilzin kerja Tenaga Kefarmasian
12. Keputusan Menteri Kesehatan R.I no . 1027/Menkes/SKlIXl2004 tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Apotek
13. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1109/Menkes/Per/lXl2007 tentang
Penyelenggaraan Pengobatan Komplementer dan Alternatif di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan. Jakarta. 2007.
14. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 381/ 2007 tentang Kebijakan Obat
Tradisional. Jakarta. 2007
15. Kepmenkes R.I Nomor 121/2008 tentang Standar Pelayanan Medik Herbal.
Jakarta 2008.
16. Keputusan Menteri Kesehatan R.I Nomor 261/Menkes/SKl2009 tentang
Farmakope Herbal ,Indonesia Edisi Pertama. Jakarta . 2009 .
11
PEMBAGIAN OBAT SECARA HUKUM
RESEP DOKTER
セNMGエjBZ[@
"
••
. ' .
,...:
セ@ 'OBAT WA.Bs
·APOTEK",.
.
. .
.
. :___ ZQャセMA⦅GC@
⦅セGLN\@
セ@
セBG@
::: セ@
':".
Mセ|G@
MiセGLN@
Zセ@
セL@
セMNG@
,! ,
':..: セBjNAG@
.
-
OBAT' BEHAS terbas
セs@ [Zセ N Z@ ;"_ , __
AセMB@ _. .: ..⦅Zセ@
' , ! : .....
• Nセ@
[GAᆪセZjイ@
• : セ@
• • セN@
セ@ セ@
'.
セ@ セZ ..GZセLNlゥ@
.
-
.....
セNZ」@
' "I
:
KE ENTERIAN KESEHATAN
LAPORAN AKHIR PENELITIAN
Kajian Hukum Peran "Apoteker"
dalam Saintifikasi Jamu
Suharmiati
Lestari Handayani
Sudibyo Supardi
Faiq Bahfen
Djuharto
Lusi Kristiana
Supriyadi
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN
PUSAT HUMANIORA, KEBIJAKAN KESEHATAN DAN
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
JALAN. INDRAPURA 17 SURABAYA 60176
2011
r' Rrp u !"t ;'l k 8 セ@ n Depk9s.-
1!\J0.
In d uk
: 5.".{!q!1::!:!?!..
g . T r ill l! ; ... .セWN
セ NオZセス_@
D .!I p.!It Oar i ; .... .. ..... ..
J±.........
folD
lnet
J.
KATA PENGANTAR
...
Penelitian tentang "Kajia n Hukum Peran Apoteker dalam Saintifkasi Jamu"
mengkaji tentang Permenkes No. 03/MENKES/PER/2010 tentang Saintifikasi jamu
terkait dengan peran apoteker yang melaksanakan pelayanan di farmasi komunitas.
Lokasi penelitian di kota Surabaya, kota Denpasar dan kota Yogyakarta karena ketiga
kota tersebut telah dilakukan penelitian tentang "Studi Inventarisasi dan pencatatan
empiris penggunaan jamu oleh dokter praktek dalam upaya saintifikasi jamu".
Hasil dari kajian penelitian ini menunjukkan ba1hwa perlu dibuat Permenkes
khusus yang menjabarkan peran Apoteker Saintifikasi Jamu yang komplementer
dengan, Permenkes No.03/201I O, karena Permenkes tersebut lebih ditujukan untuk
intervensi sisi hilir (dokter) dalam menjamin penelitian berbasis pelayanan di fasilitas
pelayanan kesehatan (klinik jamu) .
Dengan selesainya penelitian ini, diharapkan hasilnya dapat memberikan
masukan bagi Kementerian Kesehatan dan institusi terkait untuk pengembangan lebih
lanjut.
Laporan penelitian ini tidak lepas dari kekurangan. Sumbang pikiran dan saran
'"
positip akan me njadi perhatian untuk perbaikan laporan ini.
Peneliti
.,
ii
RINGKASAN EKSEKUTIF
Kajian Hukum Peran "Apoteker" dalam Saintifikasi Jamu
Suharmiati, Lestari Handayani, Sudibyo Supardi, Faiq Bahfen,Djuharto,
Lusi Kristiana , Supriyadi
PENDAHULUAN
Dalam Permenkes No. 03/MENKES/PER/2010
tentang Saimtifikasi Jamu
dinyatakan bahwa salah satu tujuan Saintifikasi Jamu adalah memberikan landasan
ilmiah (evidenced based) penggunaan jamu secara empiris melalui penelitian yang
. dilakukan di sarana pelayanan kesehatan, dalam hal ini klinik pelayanan jamu/dokter
praktek jamu . Oi dalam Permenkes tersebut. terdapat bab yang menjelaskan tentang
tujuan pengaturan sa,intifikasi jamu yaitu Bab II pasal 2 tentang tujuan pengaturan
saintifikasi jamu serta Bab III Bagian Kesatu pasal 4, Bab III Bagian Kedua pasal 6,
pasal 7, pasal 8, Bab III Bagian Ketiga
tentang Ketenagaan pasal 11 serta Bab 'III
Bagian Kelima tentang Pencatatan pasal 14. Oalam Babbab tersebut belum dikaji
tentang peran dari apoteker dalam saintifikasi jamu.
::
Oi sisi lain, menurut Undang undang No 36 tahun 2009 pasal 108 serta
Peraturan Pemerintah No.51 tahun 2009 tentang Praktik kefarmasian menyatakan
bahwa praktik kefarmasian meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan
farmasi, pengamanan, pengadaan , penyimpanan dan pendistribusian obat, pelayanan
obat at as resep dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan
obat dan obat tradisional harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai
keahlian dan kewenangan sesuai dengan peraturan perundangundangan .
Oleh
karena itu dalam penelitian ini akan dikaji peran apoteker terkait dengan peraturan
perundangundangan tentang saintifikasi jamu .
Penelitian dilakukan di 3 (tiga) kota yaitu Surabaya, Yogyakarta dan Denpasar,
dengan sasaran penelitian ada1lah apoteker khususnya yang praktik di fannasi
komunitas dengan cara diskusi. Sebelum diskusi
Kegiatan Saintifikasi Jamu secara komprehensif
dilakukan sosialisasi tentang
oleh Komisis saintifikasi jamu.
Selanjutnya dari hasil diskusi dibuat kesimpulan berupa argumentasi isu hukum,
selanjutnya dibuat rancangan formuilasi dengan pakar Hukum" organisasi profesi (IAI),
. ',
iii
Pengelola program Kementerian Kesehatan terkait dengan Saintifikasi Jamu, Pengelola
program Kementerian Kesehatan terkait dengan Apoteker, Badan POM, Komnas
Saintifikasi Jamu, GP Jamu dan Stakeholder lain yang terkait.
HASIL PENELITIAN
Hasil dari Kajian hukum peran apoteker dalam saintifikasi jamu adala h sebagai
berikut:
Peran dan tanggungjawab apoteker dalam saintifikasi jamu meliputi proses
Pembuatan/penyediaan simplisia
& penyimpanan, Pelayanan Resep mencakup
skrining Resep, Penyiapan obat, Peracikan, pemberian Etiket, pemberian :Kemasan
Obat, Penyerahan Obat, dan Informasi Obat, Konseling. Monitoring Penggunaan Obat.
Promosi dan Edukasi, penyuluhan Pelayanan Residensial (Home
Care). serta
Pellcatata n dan pelaporan nya.
Oengan peran dan tanggungjawab di atas maka seorang apoteker
harus
memiliki kompetensi dalam praktik kefarmasian ya.ng dipero'leh dari pendidikan formal ,
memiliki pengetahuan secara mendalam tentang jamu, memiliki pengetahuan dan
;
ketrampilan mengelola jamu serta memiliki tanggunggugat profesi apoteker pada
masyarakat khususnya pemanfaatan jamu. Oleh karena itu untuk menjadi seorang
apoteker saintifikasi jamu diperlukan suatu tambahan
pengetahuan meliputi
Pellgenalan tanaman obat, Formula jamu yg terstandar, Pengelolaan jamu di apotek
(pengendalian mutu sediaan jamu, pengadaan, penyimpanan dan pengamanan jamu),
Fitoterapi, Adverse reaction, Toksikologi, Oosis & monev bahan aktif jamu, MESOT
(Monitoring efek samping OT), Manajemen pencatatan & pelaporan, Post market
surveilance, serta Komunikasi & konseling.
Dalam analisis peran apoteker terkait dengan
peraturan perundangu ndangan
tentang sa intifikasi jamu, maka dihasilkan 7 (tujuh) butir argumentasi isu hukum sebagai
berikut:
1. Peran apoteker dalam Permenkes 003/Menkes 2010 masih tersirat, belum tersurat.
2. Perlu pemisahan antara KHnik Jamu dengan Apotekllnstalasi Jamu . Klinik jamu
hanya mendiagnosa penyakit dan menulis HI sampai dengan pasca pengobatan
(post market surveillance).
iv
,
M
M
セM
M
M
3. Oi dalam pelayanan kesehatan perlu dibedakan antara Care (oleh perawat), Cure
(oleh dokter) dan phannaceutical Care (oleh apoteker).
4. Tenaga Apoteker dilibatkan dalam Saintifikasi Jamu
5. Ada ketidak sesuaian antara jenis petugas dan kegiatan yang dilakukan yaitu
pencatatan rekam medis yang dilakukan oleh tenaga kesehatan dan tenaga
lainnya.
6. Penelitian yang dibutuhkan untuk saintifikasi jamu tidak hanya penelitian kualitatif.
7.
Fasilitas pelayanan kesehatan
(Fasyankes) belum sesuai dengan peraturan
perundangundangan (Oi luar konteks penelitian).
Oari hasil argumentasi isu hukum tersebut, maka dilakukan Round Table
Discussion dengan para pakar untuk membuat rancangan Formulasi berturutturut
sesuai dengan argumentasi isu hikum dengan hasil sebagai berikut:
1. Karena Permenkes no . 003/Menkesi 2010 lebih ditujukan untuk intervensi sisi hilir
(dokter) dalam menjamin penelitian berbasis pelayanan di fasilitas pelayanan
kesehatan (klinik jamu) maka diperlukan Permenkes khusus yang menjabarkan
peran Apoteker saintifikasi Jamu yang komplementer dgn Permenkes No. 03/2010 .
2. Perlu dibuat Permenkes khusus Apoteker SJ dengan membuat pusat pelayanan
bahan jamu untuk didistribusikan ke K'linik Jamu (mirip apotek komunitas khusus
jamu) yang menjamin aksesibilitasnya di tingkat kecamatan
3. Perbedaan yang dimaksud sepanjang sepanjang tidak menambah beban beban
harga jamu & dapat menjamin penelitian berbasis pelayanan khusus utk jamu yang
metodologi ilmiahnya berbeda dari obat modern. Permenkes baru tersebut justru
menjamin keserasian antara Care, Cure & Pharmaceutical Care dem i kepentingan
masyarakat dalam pelayanan kesehatan Tradisional.
4 . Perlu Permenkes khusus tentang apoteker Saintifikasi Jamu dengan kejelasan
peranperan
preparasi jam u, sinergi dgn pengobatan konve nsional dan
meningkatkan penggunaan
obat bahan alam sebagai pelayanan kesehatan
tradisional.
5. Oiperjelas tentang tanggungjawab profesi dalam pengisian rekam medik oleh dokter
sebagai pimpinan profesi bersumpah dalam pengumpulan bukti ilmiah melalui
.,
v
pelayanan jamu di fasyankes. Dalam Permenkes baru tentang Apoteker Saintifikasi
Jamu juga diberlakukan catatan jamu sbg rekam formulasi farmasi yg dilakukan
oleh seorang apoteker.
6. Penelitian jamu memerlukan metodologi khusus yang berbeda dengan penelitian
obat. Penambahan metode penelitian
kuantitatif ataupun farmako epidemik
dilakukan sesuai dengan tujuannya masingmasing. Pene,litian kuantitatif ditujukan
hanya bila dimaksudkan untuk penemuan efikasi substansi aktif, bukan utk cara
penggunaan jamu.
7. Menunggu pengaturan lebih lanjut RPP Fasyankes dan RPP Yankestrad. Tetapi
BKTM dan LKTM atau fasyankes lainnya pada prinsipnya dapat dimanfaatkan
untuk saintifikasi Jamu sesuai Permenkes No. 03/2010.
Kesimpulan
Dari kajian hukum ini dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Diperlukan Permenkes khusus yang menjabarkan peran Apoteker saintifikasi Jamu
yang komplementer dgn Permenkes No. 03/201,0 karena Permenkes tersebut lebih
ditujukan untuk intervensi sisi hilir (dokter) dalam menjamin penel.itian berbasis
pelayanan di fasilitas pelayanan kesehatan (klinik jamu) .
2. Oi dalam Permenkes khusus tentang apoteker Saintifikasi Jamu diperinci secara
jelas tentang peran apoteker saintifikasi jamu tentang preparasi jamu, sinergi dgn
pengobatan konvensional dan meningkatkan penggunaan
obat bahan alam
sebagai pelayanan kesehatan tradisional.
3. Perlu dicantumkan dalam Permenkes khusus tersebut tentang Rekam Formulasi
Farmasi (Pharmaceutical Record) yang dilakukan oleh seorang apoteker saintifikasi
jamu.
vi
Saran
Dari hasil kajian hukum ini maka direkomendasikan sebagai berikut:
1. Karena Permenke no. 003/ Menkes tahun 2010 lebih ditujukan untuk intervensi sisi
hilir yang masih melibatkan dokter Saintifikasi Jamu, pada gilirannya diperlukan
Permenkes pendamping yang mengatur tentang apoteker sainfifikasi Jamu yang
berbeda dari apoteker pad a umumnya.
2. Memasukkan secara khusus kurikulum yang terkait dengan Saintifikasi jamu di
pendidikan rumpun i1mu kesehatan, termasuk Farmasi.
3. Menegaskan kolaborasi antara dokter dan "apoteker" dalam gerakan program
Saintifikasi Jamu demi kepentingan NKRI.
vii
J
ABSTRAK
"
Permenkes No. 03/MENKES/PER/2010 tentang saintifikasi jamu antara lain
menjelaskan tentang tujuan pengaturan ketenagaan serta pencatatan tentang
saintifikasi jamu, namun dalam Permenkes tersebut belum dikaji tentang peran dari
apoteker. Tujuan dari peneitian ini untuk mengkaji peran apoteker terkait dengan
peraturan perundangundangan tentang saintifikasi jamu.
Penelitian dilakukan di 3 (tiga) kota yaitu Surabaya, Yogyakarta dan Denpasar,
dengan sasaran penelitian apoteker khususnya yang praktik di farmasi komunitas
dengan cara diskusi untuk dibuat kesimpulan berupa argumentasi hukum, selanjutnya
dilaksanakan Round Table Discussion (RTD) dengan pakar Hukum" organisasi profesi
(IAI) , Pengetola program Kementerian Kesehatan terkait dengan Saintifikasi Jamu dan
Apoteker, Badan POM, Komnas Saintifikas i Jamu, GP Jamu dan Stakeholder lain yang
terkait untuk membuat rancangan formulasi .
Hasil penelitian menunjukkan bahwa peran dan tanggungjawab apoteker daJam
saintifikasi jamu meliputi proses pembuatan/penyediaan simplisia & penyimpanan,
peilayanan resep mencakup skrining resep, penyiapan obat, peracikan, pemberian
etiket, pemberian kemasan obat, penyerahan obat, dan I'nformasi obat, konseling.
monitoring penggunaan obat. promosi dan edukasi, home care . serta pencatatan dan
pelaporan. Dari analisis perundangundangan disimpulkan bahwa diperlukan
Permenkes khusus yang menjabarkan peran Apoteker saintifikasi Jamu yang
komplementer dengan Permenkes No. 03/2010 dan diperinci secara jelas tentang
peran apoteker saintifikasi jamu tentang preparasi jamu, sinergi dgn pengobatan
konvensional dan meningkatkan penggunaan obat bahan alam sebagai pelayanan
kesehatan tradisional. Di samping itu di dalam Permenkes khusus tersebut perilu
dicantumkan tentang Pharmaceutical Record yang dilakukan oleh seorang apoteker
saintifikasi jamu. Disarankan di samping Permenkes 003 1 MENKES/PER/2010
diperlukan Permenkes pendamping yang mengatur tentang apoteker Saintifikasi Jamu
yang berbeda dari apoteker pada umumnya, memasukkan secara khusus kurikulum
yang terkait dengan Saintifikasi jamu di pendidikan rumpun ilmu kesehatan, termasuk
Farmasi.serta menegaskan kolaborasi antara dokter dan apoteker dalam gerakan
program Saintifikasi Jamu demi kepentingan NKRI.
Kata kunci: peran apoteker, saintifikasi jamu, Permenkes 0031Menkes1201 0
viii
DAFTAR ANGGOTA PENELITI
Suharmiati
Lestari Handayani
Sudibyo Supardi
Faiq Bahfen
Djuharto
Lusi Kristiana
Supriyadi
ix
DAFTAR 151
Halaman
Kata Pengantar
Ringkasan Eksekutif
Abstrak
Abstract
Daftar Anggota Peneliti
Daftar lsi
Daftar Tabel
Daftar Lampiran (Beberapa Definisi dan Istilah penting)
BAS 1
ii
iii
viii
ix
x
xii
xiii
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Permasalahan Penelitian
4
BAB 2
TUJUAN PENELITIAN
5
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.3 Tempat dan Waktu Penelitian
3.4 Jenis Penelitian
3.5 Disain Penelitian
3.6
Populasi, Sampel dan Sasaran penelitian
3.7 Skema alur penelitian
6
6
BAS 4
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Review Peraturan PerundangUndangan Yang
Terkait Dengan Apoteker
4.1.1. Subyek dan Obyek Hukuml
4.1.2. Dasar Hukum
4.1.3. Azasazas Hukum
4.1.4. karakteristik Hukum
4.1.5. Tinjauan Hukum
4.1.4. Darnpak Hukum
4.2. Review Peraturan PerundangUndangan Yang
Terkait Dengan Saintifikasi Jamu
4.2.1. Obyek dan Subyek Regulasi
4.2.2. Tujuan Saintifikasi Jamu
4.2.3. Ruang Lingkup
4.2.4. Kriteria Jamu
1
5
6
6
7
10
10
11
13
14
14
14
16
17
17
18
18
x
Halaman .
BAB 4
4.2.5 Saintifikasi jamu pada Fasilitas Pelayanan
Kesehatan
4.2.6. Pembagian Klinik Jamu
4.2.7. Perijinan Klinik Jamu
4.2.8. Jalur Rujukan Pelayanan Jamu
4.2.9. Persyaratan Ketenagaan
4.2.10 Persetujuan Tindakan, Pencatatan dan
Persetujuan Etik
4.2.11 Tarif
4.2 .12 Pembinaan dan Pengawasan
4.2.13 Dampak Hukum
4.3 Identit.ikasi Peran Apoteker dalam saintifikasi
Jamu
4.3.1 Tata Cara Penyediaan Bahan Uji
Saintifikasi Jamu
4.3.2 Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek
dan atau Puskesmas
4.3.3 Peran dan Tanggungjawab Apoteker
dalam Saintifikasi jamu
4.4 Menganalisis Peran Apoteker Terkait dengan
Peraturan
Perundangundangan
tentang
Saintifikasi Jamu
4.4.1 Argumentasi Isu Hukum
4.4.2 Rancangan Formulasi
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
19
19
20
21
21
22
22
23
25
26
26
33
35
35
38
40
40
UCAPAN T ERIMA KASIH
41
DAFTAR PUSTAKA
42
Lampiran
44
c
xi
DAFTAR TABEL
Halaman
9
Tabel3.1 Variabel, Instrumen dan Sasaran, Kajian Hukum Peran
Apoteker dalam Saintifikasi Jamu, 2011
.
,
xii
- - - -- M
M
セ@
セ
M
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
8eberapa Istilah dan Definisi Penting dalam Peraturan
44
perundangundangan
xiii
BAB 1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Keberadaan obat tradisional dan pengobatan tradisional sebagai bagian yang
tidak dapat diabaikan dalam pelayanan kesehatan sudah diakui Kementerian
Kesehatan melalui Undangundang no. 36 tahun 2009 tentang kesehatan. Yang
dimaksud dengan obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa
bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan minera'l, sediaan sarian (galenik) , atau
campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk
pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.
Sedangkan pengobatan tradisional' atau pelayanan kesehatan tradisional adalah
pengobatan dan/atau perawatan dengan cara dan obat yang mengacu pada
pengalaman
dan
keterampilan
turun
temurun
secara
empiris yang
dapat
dipertanggungjawabkan dan diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di
masyarakat. 1,2,3
Penggunaan obat tradisional tidak hanya dilakukan melalui, pengobatan
sendiri/pengobatan rumah tangga dan pengobatan tradisional oleh pengo bat tradisional
tetapi juga melalui pengobatan medis oleh tenaga kesehatan (dokter, perawat) di
praktek pribadi, puskesmas, atau rumah sakit. Sebagai landasan, arah , dan pedoman
penyelenggaraan pembangunan kesehatan bagi penyelenggaraan kesehatan baik セゥ
L@
pusat, daerah, masyarakat, maupun dunia usaha serta pihak terkait lainnya, pemerintah
juga telah menetapkan bentuk dan cara penyelenggaraan pembangunan kesehatan
melalui Sistem Kesehatan Nasional (SKN) tahun 2009 3 . Penyelenggaraan pengobat
tradisional diatu r dalam Keputusan Menteri Kesehatan No. 1076/Men'kes/SKIV1I/2003
sedangkan penyelenggaraan pengobatan komplementer alternatif di fasilitas pelayanan
kesehatan diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI
Nomor 1109/Menkesl
Per/IXl2007 4 ,5. Tenaga pengobatan komplementer alternatif terd'iri dari dokter, dokter
gigi, dan tenaga kesehatan lainnya termasuk apoteker yang memiliki pendidikan
1
..
terstruktur dalam bidang pengobatan komplementer alternatif, termasuk pengobatan
dengan jamu.
Dengan
dikeluarkannya
Peraturan
Menteri
Kesehatan
No.
03/MENKES/PER/2010 tentang Saintifikasi Jamu, menunjuk'kan keseriusan pemerintah
untUk mendukung obat tradisional. Saintifikasi Jamu adalah pembuktian ilmiah jamu
melalui penelitian berbasis pelayanan kesehatan. 2 Salah satu tujuan nya adalah
memberikan landasan ilmiah (evidenced based) penggunaan jamu secara empiris
melalui penelitian yang dilakukan di sarana pelayanan kesehatan, dalam hal ini klinik
pelayanan jamu/dokter praktek jamu.
Menurut Undang undang No 36 tahun 2009 pasal 108 menyatakan bahwa
praktik kefarmasiaan meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan
farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat, pelayanan
obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan
obat dan obat tradisional hams dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai
keahlian
dan
kewenangan
sesuai
dengan
peraturan
Selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah NO.51
perundangundangan 1.
tahun 2009 tentang Praktik
'kefarmasian disebutkan bahwa praktik kefarmasian adalah pembuata n termasuk
pengendalian mutu Sediaan Farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan
pendistribusian atau penyaluran obat, penge'l olaan obat, pelayanan obat atas resep
dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat
tradisional 6 .
Misi dari farmasi ada'iah untuk menyelenggarakan konsep pharmaceutical care
(Hepler dan Linda Strand, 1989 dalam Bafen F., 2003)7.
Hal demikian yang
seharusnya dilakukan oleh apoteker yang ada di pelayanan komunitas (apotek).
Mengimplementasikannya
dalam
praktek
tentu
memerlukan
upaya
untuk
mengkonversikannya. Yang utama dan pertama dalam konsep pharmace utical care
adalah upaya untuk memperluas dimensi praktek kefarmasian yang bertujuan untuk
me ningkatkan kualitas kehidupan pasien. Dalam upaya melakukan konversi konsep ke
praktikal banyak penulis yang menyatakan bahwa secara filosofis, farmasis (apoteker)
menerima tanggung jawab untuk menyelenggarakan praktik dimana pasien dan tenaga
2
'"
kesehatan lainnya secara bersamasama untuk menjamin kualitas kehi'dupan pasien
pada hasil yang lebih baik. Dalam memberikan perlindungan terhadap pasien dapat
diidentifikasi bahwa fungsi dari pharmaceutical care adalah :1) Menyediakaninformasi
tentang obatobatan kepada tenaga kesehatan lainnya. Tujuan yang ingin dicapai
mencakup : mengidentifikasikan hasil pengobatan dan tujuan akhir pengobatan, agar
pengobatan dapat diterima untuk terapis, agar diterapkan penggunaan secara rasional,
memantau efek samping obat, menentukan metode penggunaan obat. 2.) Mendapatkan
rekam medis untuk digunakan pemilihan obat yang tepat.
Pada pihak lain diketahui bahwa masyarakat memiliki hak atas pelayanan
kesehatan yang dijamin berdasarkan Undangundang Dasar dan peraturan perundangundangan yang menjabarkannya. Hak dasar manusia dalam pelayanan kesehatan
termasuk pelayanan dalam bidang kefarmasian sudah barang tentu bukan hanya dari
aspek keberadaannya saja tetapi juga menyangkut mutu pelayanan itu sendiri.
Implementasi hak dasar manusia itu jika terdapat permasalahan, akan mendapat
..
kesulitan untuk mengkajinya, bila perangkat hukum yang mendukungnya belum
memadai. Oengan demikian dapat diidentifikasikan bahwa dalam pelayanan
.1
,
!
kefarmasian perlu adanya penataan secara menyeluruh agar dapat memberikan
kepastian hukum dan pelayanan yang diberikan sesuai dengan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi di bidang farmasi. Untuk mendapatkan hasil yang optimal
maka kajian atas hal ini dilakukan kajian menurut tradisi keilmuan hukum, yaitu kajian
I -
normatif. Hukum dalam kaitan ini dipandang sebagai norma dan permasalahan dibatasi
pada tema sentral yaitu pelayanan kefarmasian .
Dalam Permenkes No. 03/MENKES/PER/2010
tentang Saimtifikasi Jamu
terdapat bab yang menjelaskan tentang tujuan pengaturan saintifikasi jamu yaitu Bab II
pasal 2 tentang tujuan pengaturan saintifikasi jamu serta Bab III Bagian Kesatu pasal
4, Bab III Bagian Kedua pasal 6, pasal 7, pasal 8, Bab III Bagian Ketiga
tentang
Ketenagaan pasal 1,1 serta Bab III Bagian Kelima tentang Pencatatan pasal 14. Dalam
Babbab tersebut bel'um dikaji tentang peran dari apoteker da'iam saintifikasi jamu. Oi
samping itu kebijakan saintifikasi jamu melibatkan pihak penelitian, pelayanan
kesehatan, Industri farmasi , serta pemerintah. Pihak penelitian mencakup Badan
M
3
M
Mセ
M
M
M
M
Litbang Departemen Kesehatan, Universitas, LlPI, dan lembaga penelitian lain yang
terkait obat tradisional. Pihak yang terkait dengan pelayanan kesehatan meliputi rumah
sakit, puskesmas, klinik · dokter serta dinas kesehatan provinsi dan dinas kesehatan
kabupaten/kota yang terkait peijinan pelayanan kesehatan. Pihak pemerintah dalam hal
ini adalah Kementerian Kesehatan terkait kebijakan dan penelitian, serta Badan POM
terkait ijin produksi dan registrasi peredaran obat tradisional
Permasa/ahan
Program seratus hari Menteri Kesehatn , antara lain saintmkasi jamu dan dalam
pelaksanaannnya melibatkan peran tenaga kesehatan antara lain apoteker. Sampai
saai ini belum dikaji peran apoteker dalam saintifikasi jamu dikaitkan dengan peraturan
perundangundangan yang ada .. Oleh karena itu pertanyaan penelitian ini adalah :
1. Bagaimana peraturan perundangundangan yang terkait dengan apoteker?
2. Bagaimana peraturan perundangundangan yang terkai,t dengan saintifikasi
jamu?
3. Bagaimana peran apoteker dalam saintifikasi jamu?
4. Bagaimana peran apoteker terkait dengan peraturan perundangundangan
tentang saintifikasi jamu
4
BAB3
METODE
3.1. Tempat dan waktu PeneHtian
Penelitian dilaksanakan di kota Jogyakarta, kota Denpasar, dan kota Surabaya.
Dasar pertimbangan pemilihan ketiga kota tersebut karena ketiga kota tersebut
telah dilakukan peneliliian tentang "Studi Inventarisasi dan pencatatan empiris
penggunaan jamu oleh dokter praktek dalam upaya saintifikasi jamu".
Waktu penelitian bulan Pebruari sampai dengan Nopemberr 2011 (10 bulan)
3.2. Desain Penelitian:
Desain penelitian adal'ah deskriptif, yaitu mengkaji hukum kebijakan peran
apoteker komunitas dalam saintifikasi jamu.
3.3.. Populasi, Sampel dan Sasaran Penelitian
.I
I
I
Populasi penelitian adalah perundangundangan, permenkes, dan kebijakan .
Sampel adalah peruridangundangan , permenkes, dan kebijakan lain yang terkait
dengan saintifikasi jamu dan peran apoteker.
Sasaran penelitian adalah apoteker khususnya yang praktik di farmasi komunitas,
Pakar Hukum" organisasi profesi (IAI), Pengelola program Kementerian
Kesehatan terkait dengan Saintifikasi Jamu, Pengelola program Kementerian
Kesehatan terkait dengan Apoteker, Badan POM, Komnas Saintifikasi Jamu, GP
Jamu dan Stakeholder lain yang terkait.
6
-------------------------------------------------セ@
3.3. Skema alur kegiatan penelitian:
Mengidentifikasi fakta hukum yang terkait dengan apoteker
dan saintifikasi jamu
Mengumpulkan Data Sekunder tentang hukum terkait
dengan apoteker dan saintifikasi' jamu
(Peraturan perUUan, hasilhasil studi maupun kerja
lapangan berbagai institusi, termasuk yang berasal dar;
Menelaah isu hukum berdasarkan fakta di lapangan serta data sekunder
yang telah dikumpulkan
(Diskusi dengan apoteker)
Membuat Kes'impulan dalam bentuk argumentasi sebagai jawaban isu
hukum
Membuat Formulasi peraturan perundangundangan dengan cara RTD
dengan pakar terkait (pakar hukum, IAI, Pengelola program
Kementerian Kesehatan terkait dengan Saintifikasi Jamu, Pengelola
program Kementerian Kesehatan terkait dengan Apoteker, Badan POM,
Komnas Saintifikasi Jamu, GP Jamu dan Stakeholder lain yang terkait)
D
II
Laporan akhir
7
II
Kajian hukum peran apoteker dalam saintifikasi ja'mu menggunakan metode
sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi fakta hukum serta data sekunder yang terkait dengan
apoteker dan saintifikasi jamu
Informasi mengenai fakta hukum dan data sekunder yang terkait dengan
saintifikasi jamu dan apoteker dibutuhkan dalam kajian hukum ini. Data yang ada
tidak hanya berasal dari sumbersumber resmi akan tetapi juga berasal dari
sumbersumber yang tidak resmi dengan tujuan untuk memahami implementasi
dari hukum yang digunakan oleh pemerintah di "Iapangan". Data dan informasi
tersebut terdiri dari berbagai peraturan perundangundangan, hasilhasil studi
maupun kerja lapangan berbagai institusi, termasuk yang berasal dari media masa.
2. Mengkaji isu hukum berdasarkan fakta hukum dan data sekunder yang telah
dikumpulkan serta Diskusi dengan apoteker
Proses yang dilakukan adalah dengan mengkaji antara satu peraturan
dengan peraturan yang lain terkait peran apoteker dalam saintifikasi jamu.
Selanjutnya kajian tersebut didiskusikan dengan apoteker untuk mendapatkan
kesimpulan dalam bentuk argumentasi sebagai jawaban isu hukum terkait peran
apoteker dalam saintifikasi jamu .
3. Membuat Formulasi Peraturan perundangundangan melaui RTD dengan
pakar terkait
Proses yang dilakukan adalah melakukan !Round Table Discussion (RTD)
dengan ahli hukum, Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), Pengelola program
Kementerian Kesehatan terkait dengan Saintifikasi Jamu, Pengelola program
Kementerian Kesehatan terkait dengan Apoteker, Badan POM, Komnas Saintifikasi
Jamu, GP Jamu dan Stakeholder lain yang terkait untuk membuat suatu formulasi
berdasar argumentasi yang dibangun dalam kesimpulan
4. Membuat Laporan Akhir
5. Presentasi
8
BAB4
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. REVIEW PE'RATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG TERKAIT DENGAN
APOTE KE R1,2,5,6,8,9,10,11 ,12,13,14,16,17,18,19
Pendapat seorang pakar hukum social, Roescoe Pound dalam teorinya Social
Engineering menyebutkan bahwa: "The law can be used as a tool for social
engineering." Menurutnya: "Hukum dapat digunakan sebagai alat untuk rekayasa
social". Misalnya: merubah perilaku masyarakat, pencegahan tindak criminal, sebagai
dasar pembuatan peraturan perundangan baru , dan sebagainya .
Termasuk pula dapat digunakan dalam pelayanan obat tradisional ini. Hukum di
bidang pelayanan obat tradisional ini dapat digunakan untuk merubah perilaku social
masyarakat terhadap obat tradisional. Terkait didalamnya yaitu profersi seorang
apoteker atau secara khusus seorang apoteker yang praktik di farmasi kom unitas.
Di dalam review perundangundangan yang terkait dengan apoteker akan dibagi
me njadi subyek dan obyek hukum, dasar hukum,
azasazas hukum, karakteristik
hukum , tinjauan hukum serta dampak hukum. Secara terperinci adalah sebagai berikut:
4.1 .1. SUBJEK dan OBJEK HUKUM
"Subyek hukum" merupakan pemegang hak dan kewajiban menurut hukum di
Indonesia, termasuk didalamnya individu (orang) dan badan hukum (perusahaan,
organisasi, institusi). Sebagai Subjek Hukum disini adalah : Farmasi, Apotek, Apoteker,
Asisten Apoteke r, Dokter, Para Medik (perawat, fisioterapis, dsb.).
Sedangkan yang dimaksud dengan "objek hukum" yaitu kepentingan bagi subjek
hukum yang dapat bersifat material dan berwujud, dan dapat bersifat imaterial, disini
misalnya : Obat baku / bahan, Obat jadi / standard, Obat paten (nama dagang), Obat
asli / tradisional, dan Obat baru (obat yang belum dikena'i khasiatnya) . Yang merupakan
objek hukum yaitu segala sesuatu yang bermanfaat bagi subyek hukum dan dapat
menjadi pokok bagi laluHntas atau perhubungan hukum.
10
,
I
4.1.2. DASAR HUKUM
I •
1. Undangundang RI no. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.
2. Undangundang RI no. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen .
3. PerMenKes no. 919/MENKES/PER/x/1993 tentang Kriteria Obat yang Dapat
Diserahkan Tanpa Resep.
4. PerMenKes no. 924/MENKES/PER/x/1993 tentang Daftar Obat Wajib Apotek
no. 2.
5. PerMenKes no . 925/MENKES/PER/x/1993 tentang Dafar Perubahan Golongan
Obat.
6. PerMenKes no. 003/MENKES/PER/I/2010 tentang Saintifikasi Jamu Dalam
Penelitian Berbasis Pelayanan Kesehatan
7. KepMenKes no. 659/MENKES/SKIXI1991 tentang Cara Pembuatan Obat
Tradisional Yang Baik.
8. KepMenKes no. 1332/MENKES/SKlXl2002 tentang Perubahan Atas PerMenKes
RI no . 922/MENKES/PERIXl1993 tentang Ketentuan Dan Tata Cara Pemberian
Izin Apotik.
9. Peraturan Pemerintah RI no. 51 tahun 2009 tentang Praktik kefarmasian.
10. Peraturan Pemerintah RI no. 72 tahun 1999 tentang Pengamanan Sediaan
Famasi dan Alat Kesehatan.
11. Peraturan Menteri Kesehatan no . 889/Menkes/PerNI12011 tentan g Registrasi,
Izin Praktik, dan Ilzin kerja Tenaga Kefarmasian
12. Keputusan Menteri Kesehatan R.I no . 1027/Menkes/SKlIXl2004 tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Apotek
13. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1109/Menkes/Per/lXl2007 tentang
Penyelenggaraan Pengobatan Komplementer dan Alternatif di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan. Jakarta. 2007.
14. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 381/ 2007 tentang Kebijakan Obat
Tradisional. Jakarta. 2007
15. Kepmenkes R.I Nomor 121/2008 tentang Standar Pelayanan Medik Herbal.
Jakarta 2008.
16. Keputusan Menteri Kesehatan R.I Nomor 261/Menkes/SKl2009 tentang
Farmakope Herbal ,Indonesia Edisi Pertama. Jakarta . 2009 .
11
PEMBAGIAN OBAT SECARA HUKUM
RESEP DOKTER
セNMGエjBZ[@
"
••
. ' .
,...:
セ@ 'OBAT WA.Bs
·APOTEK",.
.
. .
.
. :___ ZQャセMA⦅GC@
⦅セGLN\@
セ@
セBG@
::: セ@
':".
Mセ|G@
MiセGLN@
Zセ@
セL@
セMNG@
,! ,
':..: セBjNAG@
.
-
OBAT' BEHAS terbas
セs@ [Zセ N Z@ ;"_ , __
AセMB@ _. .: ..⦅Zセ@
' , ! : .....
• Nセ@
[GAᆪセZjイ@
• : セ@
• • セN@
セ@ セ@
'.
セ@ セZ ..GZセLNlゥ@
.
-
.....
セNZ」@
' "I
: