Bagaimana menarik investasi asing
Bagaimana Menarik Investasi Asing
Ketika membuat keputusan lokasi investasi, perusahaan multinasional (MNCs)
mempertimbangkan banyak hal. Salah satunya pertimbangan tarif pajak. Ini adalah hal yang
rasional mengingat pajak adalah beban bagi perusahaan. Dalam merespon hal tersebut,
negara berlomba-lomba menarik Foreign Direct Investment (FDI) dengan menurunkan tarif
pajak. Namun, efektivitas penurunan tarif pajak demi menarik FDI ini perlu dikaji lebih
lanjut. Hal ini dikarenakan terdapat fakta bahwa banyak negara di dunia ini yang menerapkan
tarif pajak tinggi tetapi FDI di negaranya juga tinggi. Terdapat beberapa alasan mengapa hal
ini bisa terjadi. Pertama, MNCs mempertimbangkan variabel-variabel makroekonomi. Kedua,
MNCs mempertimbangkan kerangka kebijakan suatu negara. Ketiga, MNCs
mempertimbangkan aspek terkait perpajakan. Variabel-variabel makroekonomi adalah hal
pertama yang dipertimbangkan MNCs dalam keputusan berinvestasi.
Sebelum berinvestasi, MNCs mempertimbangkan variabel-variabel makroekonomi terlebih
dahulu. Variabel-variabel makroekonomi tersebut diantaranya adalah ukuran dan kondisi
pasar (Bjorvatn and Eckel, 2005) serta stabilitas ekonomi dan politik (Ghinamo et al, 2008).
Wilayah yang luas dan penduduk yang banyak mendorong aliran masuk FDI, hal ini terutama
dilakukan MNCs yang mencari potensi pasar lebih luas. Selain itu, negara yeng memiliki
potensi yang bagus dalam pertumbuhan ekonomi tentu lebih disukai oleh para investor karena
pertumbuhan perekonomian yang baik dapat memberikan manfaat kepada perkembangan
perusahaan. Demikian juga dengan stabilitas politik, menjadi demikian penting karena
mengandung risiko ketidakpastian. Di Indonesia, pengaruh stabilitas politik terhadap FDI ini
sangat nampak dengan terpilihnya Joko Widodo sebagai Presiden. Hal ini dikarenakan beliau
dipersepsi ramah terhadap investasi asing.
Kerangka kebijakan suatu negara juga mempengaruhi investasi asing. Kerangka kebijakan ini
diejawantahkan dalam kebijakan yang mendukung masuk dan operasinya suatu usaha,
kebijakan perdagangan, dan lain-lain. Kebijakan-kebijakan ini dibuat agar investor asing
menjadi lebih tertarik. Misalnya, China menghilangkan batasan di dalam operasional bank
asing dan agen travel, dan mengijinkan 100% kepemilikan asing untuk sektor perhotelan 1.
Namun kebijakan yang semata berorientasi untuk menarik FDI bisa berakibat buruk. Hal
yang paling mudah dibayangkan adalah terkait ancaman kerusakan lingkungan. Oleh karena
itu, pemerintah perlu memperhatikan kebijakan yang dibuatnya dan mengawal investasi asing
agar bermanfaat semaksimal mungkin untuk bangsa.
Selain kondisi makroekonomi dan kebijakan negara tujuan, MNCs juga mempertimbangkan
aspek terkait perpajakan. Aspek terkait perpajakan tersebut diantaranya adalah ketat atau
longgarnya aturan anti-avoidance dan insentif perpajakan. Semakin ketat aturan antiavoidance, semakin sulit perusahaan untuk melakukan tax planning. Hal ini sejalan dengan
temuan Buettner et al (2007) bahwa semakin ketat aturan thin capitalization (bagian dari
aturan anti avoidance –red), maka semakin sedikit investasi asing di negara tersebut. Aspek
pajak lain yang mempengaruhi FDI adalah adanya insentif perpajakan, misalnya tax holiday.
1
Berdasarkan data dalam Working Paper Determinan FDI (Kurniati dkk, 2007)
Tujuan dari insentif pajak ini banyak, diantaranya mengurangi beban pajak investor, dan
nampaknya masuk akal. Namun dari hasil riset2, didapatkan bahwa insentif pajak tidak
mengambil peranan penting dalam pengambilan keputusan FDI. Ini disebabkan pada
dasarnya insentif pajak tidak terlalu besar pengaruhnya dalam mengurangi beban perusahaan.
Terdapat beberapa pertimbangan yang dilakukan MNCs ketika membuat keputusan lokasi
tujuan investasi. Mengingat penjabaran di atas, dapat disimpulkan beberapa hal. Variabelvariabel makroekonomi adalah hal yang pertama kali dipertimbangkan MNCs. Hal ini
dikarenakan fokus dari kegiatan operasi mereka adalah perekonomian, pengembangan
perusahaan. Aspek kedua, yaitu kerangka kebijakan suatu negara adalah faktor yang
mendukung pertimbangan pertama. Sedangkan aspek perpajakan (dalam hal ini insentif
pajak) terbukti tidak mengambil peranan penting dalam pengambilan keputusan FDI. Karena
memang idealnya pajak itu netral. Doernberg misalnya, berargumen bahwa sesungguhnya
pajak itu hanya perlu dibalik layar saja.
Referensi :
Ghinamo, et al. 2008. FDI Determination and Corporate Tax Competition in a Volatile
World. Discussion Paper n. 0802
Bjorvatn, Eckel. 2005. Policy Competition for FDI between Asymmetric Countries. Germany
Prasetyo, Kristian Agung. Benarkah Pemberian Insentif Pajak dapat Meningkatkan Investasi
Asing di Indonesia. InsideTax Edisi 2008
Kurniati, dkk. 2007. Determinan FDI. Working Paper
2
Lihat Tax Incentives and Foreign Direct Investment : A Global Survey (UNCTAD, 2000)
Ketika membuat keputusan lokasi investasi, perusahaan multinasional (MNCs)
mempertimbangkan banyak hal. Salah satunya pertimbangan tarif pajak. Ini adalah hal yang
rasional mengingat pajak adalah beban bagi perusahaan. Dalam merespon hal tersebut,
negara berlomba-lomba menarik Foreign Direct Investment (FDI) dengan menurunkan tarif
pajak. Namun, efektivitas penurunan tarif pajak demi menarik FDI ini perlu dikaji lebih
lanjut. Hal ini dikarenakan terdapat fakta bahwa banyak negara di dunia ini yang menerapkan
tarif pajak tinggi tetapi FDI di negaranya juga tinggi. Terdapat beberapa alasan mengapa hal
ini bisa terjadi. Pertama, MNCs mempertimbangkan variabel-variabel makroekonomi. Kedua,
MNCs mempertimbangkan kerangka kebijakan suatu negara. Ketiga, MNCs
mempertimbangkan aspek terkait perpajakan. Variabel-variabel makroekonomi adalah hal
pertama yang dipertimbangkan MNCs dalam keputusan berinvestasi.
Sebelum berinvestasi, MNCs mempertimbangkan variabel-variabel makroekonomi terlebih
dahulu. Variabel-variabel makroekonomi tersebut diantaranya adalah ukuran dan kondisi
pasar (Bjorvatn and Eckel, 2005) serta stabilitas ekonomi dan politik (Ghinamo et al, 2008).
Wilayah yang luas dan penduduk yang banyak mendorong aliran masuk FDI, hal ini terutama
dilakukan MNCs yang mencari potensi pasar lebih luas. Selain itu, negara yeng memiliki
potensi yang bagus dalam pertumbuhan ekonomi tentu lebih disukai oleh para investor karena
pertumbuhan perekonomian yang baik dapat memberikan manfaat kepada perkembangan
perusahaan. Demikian juga dengan stabilitas politik, menjadi demikian penting karena
mengandung risiko ketidakpastian. Di Indonesia, pengaruh stabilitas politik terhadap FDI ini
sangat nampak dengan terpilihnya Joko Widodo sebagai Presiden. Hal ini dikarenakan beliau
dipersepsi ramah terhadap investasi asing.
Kerangka kebijakan suatu negara juga mempengaruhi investasi asing. Kerangka kebijakan ini
diejawantahkan dalam kebijakan yang mendukung masuk dan operasinya suatu usaha,
kebijakan perdagangan, dan lain-lain. Kebijakan-kebijakan ini dibuat agar investor asing
menjadi lebih tertarik. Misalnya, China menghilangkan batasan di dalam operasional bank
asing dan agen travel, dan mengijinkan 100% kepemilikan asing untuk sektor perhotelan 1.
Namun kebijakan yang semata berorientasi untuk menarik FDI bisa berakibat buruk. Hal
yang paling mudah dibayangkan adalah terkait ancaman kerusakan lingkungan. Oleh karena
itu, pemerintah perlu memperhatikan kebijakan yang dibuatnya dan mengawal investasi asing
agar bermanfaat semaksimal mungkin untuk bangsa.
Selain kondisi makroekonomi dan kebijakan negara tujuan, MNCs juga mempertimbangkan
aspek terkait perpajakan. Aspek terkait perpajakan tersebut diantaranya adalah ketat atau
longgarnya aturan anti-avoidance dan insentif perpajakan. Semakin ketat aturan antiavoidance, semakin sulit perusahaan untuk melakukan tax planning. Hal ini sejalan dengan
temuan Buettner et al (2007) bahwa semakin ketat aturan thin capitalization (bagian dari
aturan anti avoidance –red), maka semakin sedikit investasi asing di negara tersebut. Aspek
pajak lain yang mempengaruhi FDI adalah adanya insentif perpajakan, misalnya tax holiday.
1
Berdasarkan data dalam Working Paper Determinan FDI (Kurniati dkk, 2007)
Tujuan dari insentif pajak ini banyak, diantaranya mengurangi beban pajak investor, dan
nampaknya masuk akal. Namun dari hasil riset2, didapatkan bahwa insentif pajak tidak
mengambil peranan penting dalam pengambilan keputusan FDI. Ini disebabkan pada
dasarnya insentif pajak tidak terlalu besar pengaruhnya dalam mengurangi beban perusahaan.
Terdapat beberapa pertimbangan yang dilakukan MNCs ketika membuat keputusan lokasi
tujuan investasi. Mengingat penjabaran di atas, dapat disimpulkan beberapa hal. Variabelvariabel makroekonomi adalah hal yang pertama kali dipertimbangkan MNCs. Hal ini
dikarenakan fokus dari kegiatan operasi mereka adalah perekonomian, pengembangan
perusahaan. Aspek kedua, yaitu kerangka kebijakan suatu negara adalah faktor yang
mendukung pertimbangan pertama. Sedangkan aspek perpajakan (dalam hal ini insentif
pajak) terbukti tidak mengambil peranan penting dalam pengambilan keputusan FDI. Karena
memang idealnya pajak itu netral. Doernberg misalnya, berargumen bahwa sesungguhnya
pajak itu hanya perlu dibalik layar saja.
Referensi :
Ghinamo, et al. 2008. FDI Determination and Corporate Tax Competition in a Volatile
World. Discussion Paper n. 0802
Bjorvatn, Eckel. 2005. Policy Competition for FDI between Asymmetric Countries. Germany
Prasetyo, Kristian Agung. Benarkah Pemberian Insentif Pajak dapat Meningkatkan Investasi
Asing di Indonesia. InsideTax Edisi 2008
Kurniati, dkk. 2007. Determinan FDI. Working Paper
2
Lihat Tax Incentives and Foreign Direct Investment : A Global Survey (UNCTAD, 2000)