Sistem Fonem Bahasa Batak Toba Analisis Generatif
Lampiran 1
DAFTAR KOSA KATA DASAR BAHASA INDONESIA DAN BAHASA BATAK TOBA DI KECAMATAN PANGURURAN,
KECAMATAN SIANJUR MULA-MULA, DAN KECAMATAN SIMANINDO
No.
Bahasa
Indonesia
Kecamatan Pangururan
Kecamatan Sianjur Mulamula
1.
alis
KPP
salibͻn
KSO
salibͻn
DB
salibͻn
DAS
salibͻn
2.
bahu
abara
abara
abara
3
bibir
mussuŋ
mussuŋ
4
dada
andͻra
5
daging
6
Kecamatan Simanindo
KS
salibͻn
KSI
salibͻn
KT
alis
abara
DBD
Ibbulu ni
mata
abara
abara
abara
pundak
bibir
mussuŋ
issum
issum
bibir
bibir
andͻra
andͻra
andͻra
andͻra
andͻra
andͻra
andͻra
sibuk
sibuk
akula
sibuk
badan
sibut
sibut
badan
darah
mudar
mudar
mudar
mudar
budar
mudar
mudar
mudar
7
jantung
pusu-pusu
pusu-pusu
pusu-pusu
tarͻttͻk
pusu-pusu
tarͻttͻk
pusu-pusu
pusu-pusu
8
kaki
pat
simanjͻjak
tͻt
simanjͻjak
pat
pat
simanjͻjak
pat
9
mata
simalͻlͻŋ
simanjͻŋgͻr
simanjͻŋgͻr
simalͻlͻŋ
mata
simalͻlͻŋ
10
telinga
piŋgͻl
siparɛͻn
piŋgͻl
sipanangi
piŋgͻl
piŋgͻl
11
ubun-ubun
pͻga-pͻga
parsabbubuan
sabbubu
parsahubuan parsabubuan
sabbubu
simalͻlͻŋ
sipanaŋi
mata
piŋgͻl
parsabbubuan parsabbubuan
Universitas Sumatera Utara
No.
Bahasa
Kecamatan Pangururan
Kecamatan Sianjur Mulamula
Kecamatan Simanindo
Indonesia
KPP
KSO
DB
DAS
DBD
KS
KSI
KT
landͻŋ
landͻŋ
landͻŋ
landͻŋ
landͻŋ
landͻŋ
landͻŋ
landͻŋ
13
warna hitam
pada kulit
dahi
pardͻmpahan
ipͻn
ŋiŋi
pardͻmpaka
n
ipͻn
pardͻmpahan
ipͻn
pardͻmpaka
n
ŋiŋi
pardͻmpahan
gigi
pardͻmpaha
n
ŋiŋi
pardͻmpahan
14
pardͻmpaha
n
ŋiŋi
15
kamu
hamu
hͻ
hamu
hamu
hͻ
hͻ
hamu
hͻ
16
hamu sude
hamu sude
hamu sude
hamu sudena
hamu sude
hamu sude
hanima sude
hamu
17
kamu
sekalian
laki-laki
baͻa
baͻa
baͻa
baͻa
baͻa
baͻa
baͻa
baͻa
18
orang
jͻlma
halak
jͻlma
jͻlma
jͻlma
jͻlma
halak
jͻlma
19
perempuan
bͻru-bͻru
bͻru-bͻru
bͻru-bͻru
bͻrua
bͻru-bͻru
bͻru-bͻru
bͻrua
bͻrua
20
saya
ahu
ahu
iba
ahu, iba
au
au
ahu
au
21
ayah
amaŋ
amaŋ
amaŋ
amͻŋ
bapa
amaŋ
bapa
bapa?
22
ibu
inaŋ
inaŋ
inaŋ
inͻŋ
ͻmak
inaŋ
ͻmak
ͻmak
23
hͻt ripe
marͻongan
saripe
aŋgi
namarrumataŋg
a
aŋgi
namarrumataŋ
ga
aŋgi
namarsaripe
dͻngan saripe
24
pasangan
suami istri
adik
aŋgi
aŋgi
martuŋga ni
bͻru
aŋgi
namarrumataŋ
ga
adɛk
No.
Bahasa
12
aŋgi
Kecamatan Pangururan
Kecamatan Sianjur Mulamula
ŋiŋi
Kecamatan Simanindo
Universitas Sumatera Utara
Indonesia
KPP
KSO
DB
DAS
DBD
KS
KSI
KT
25
anak
anak
ianakhͻn
gɛllɛŋ
gɛllɛŋ
gɛllɛŋ
gɛllɛŋ
ianakhͻn
gɛllɛŋ
26
ayah dari
orangtua
ibu dari
orangtua
kakak
ͻppuŋ dͻli
ͻppuŋ dͻli
ͻppuŋ dͻli
ͻppuŋ baͻa
ͻppuŋ dͻli
amaŋ
amaŋ
ͻppuŋ dͻli
ͻppuŋ bͻru
ͻppuŋ bͻru
ͻppuŋ bͻru
ͻppuŋ bͻru
ͻppuŋ bͻru
inaŋ
inaŋ
ͻppuŋ bͻru
akkaŋ
akkaŋ
haha
akkaŋ
akkaŋ
haha
akkaŋ
akkaŋ
ͻppu
ͻppu
ͻppUŋ nahinan
ͻpputta parjͻlͻ
ͻppuŋ/ ͻppu
ͻppuŋ najͻlͻ
ͻppu
ͻppu
mangurupi
mangarupi
pangurupiͻn
parasirohaͻn
pangurupiͻn
pangurupiͻn
mangalehͻn
pangurupiͻn
mangurupi
marbͻgas
martumpͻl
marͻrͻan
tanda burju
marpadan
marhallɛt
naeŋ jadi
marbͻgas
mengandun
g
dukun
marsandaŋ
buntiŋ
buttiŋ
buntiŋ
sͻndaŋin
datu
mardɛŋgan
dagiŋ
datu
marsandaŋ
sibasͻ
mardɛŋgan
dagiŋ
datu
datu
datu
datu
datu
happuŋ
happuŋ
happuŋ
tuŋga ni huta
happuŋ
kapala nagari
nagari
nagari
35
kepala
kampung
kawin
sohͻt
sohͻt
sohͻt
sͻhͻt, muli
hͻt ripe
36
kerja bakti
marrͻdi
marsiurupan
marsiurupan
marsiurupan
marsiurupan
No.
Bahasa
27
28
29
30
31
32
33
34
nenek
moyang
datang
memberi
banyuan ke
tempat
orang
bertunangan
Kecamatan Pangururan
Kecamatan Sianjur Mulamula
dͻngan
marhͻt ripe
saripe
gͻtͻŋ rͻyͻŋ
marsiurupmarsiadapari
urupan
Kecamatan Simanindo
lakku
Universitas Sumatera Utara
Indonesia
KPP
KSO
DB
DAS
DBD
KS
KSI
KT
37
dapur
dapur
pudi
dapur
dapur
dapur
pudi-pudi
dapur
dapur
38
lumbung
pͻti
pͻti
pͻti
sikkup
pͻti
lubbuŋ
lͻmbuŋ
hͻmbuŋ
39
pintu
tͻhaŋ
tͻhaŋ
bͻbͻn
pittu
baba jabu
baba ni jabu
pittu
laba-laba
40
kepala desa
happuŋ
happuŋ
happuŋ
happuŋ
paŋulu
rumah
pangulu ni
huta
jabu
happuŋ
41
uluan ni
huta
jabu
jabu
sibagandiŋ tua
jabu
jabu
jabu
jabu
42
atap
tarup
tarup
tarup
tarup
tarup
tarup
tarup
tarup
43
kamar
bilut
bilut
bilut
bilut
bilut
bilut
bilut
bilut
44
tungku
tatariŋ
tatariŋ
tatariŋ
tatariŋ
tatariŋ
tatariŋ
tatariŋ
tatariŋ
45
pusaka
mutiha
mutiha
pusaha
hͻmitan
pusaka
pusaka
pusaha
pusaka
46
sͻrha
hulhulan
sͻrha
sͻrha
sͻrha
sͻrha
sͻrha
tͻnunan
47
alat untuk
membuat
benang
tenun
alu
andalu
andalu
andalu
andalu
andalu
andalu
andalu
andalu
No.
Bahasa
Kecamatan Pangururan
Kecamatan Sianjur Mulamula
Kecamatan Simanindo
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrachman, dkk. 1985. Struktur Bahasa Sunda Dialek Cirebon.
Jakarta: Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Alwi, Hasan. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai
Pustaka
Alwi, Hasan. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka
Ayatrohaedi. 1983. Dialektologi: Sebuah Pengantar. Jakarta: Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan
Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Duranti, Allesandro. 1997. Linguistic Anthrophology. Cambridge:
Cambridge University Press.
http://www.samosirkab.go.id (diunduh pada hari Rabu, 24 November 2010
pukul 18: 17 WIB).
http://www.scribd.com/ Fonologi- Generatif (diunduh pada 23 Oktober
2011).
http://www.worldcat.org (diunduh pada 04 september 2009).
Jufrizal, dkk. 2007. Jurnal Ilmu-ilmu Bahasa dan Sastra: LOGAT.
Medan: Departemen Sastra Indonesia Fakultas Sastra USU
Lass, Roger. 1991. Fonologi: Sebuah Pengantar untuk Konsep- konsep
Dasar. Terjemahan oleh Drs. Warsono, MA dkk. Semarang: IKIP
Semarang press
Mahsun. 1995. Dialektologi Diakronis. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press
Muslich, Masnur. 2008. Fonologi Bahasa Indonesia: Tinjaua Deskriptif
Sistem Bunyi Bahasa Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.
Purba, Theodorus, dkk. 1993. Fonologi Bahasa Dani Barat. Jakarta: Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan.
Universitas Sumatera Utara
Ritonga, Parlaungan. 2008. Bahasa Indonesia Praktis. Medan: Bartong
Jaya
Samsuri. 1994. Analisis Bahasa. Jakarta: Erlangga
Schane, Sanford A. 1992. Fonologi Generatif. Terjemahan oleh
Kentjanawati Gumawan. Jakarta: PT.Gelora Aksara Pratama.
Sibarani, Robert. 1997. Sintaksis Bahasa Batak Toba. Medan : Universitas
Sumatera Utara (USU PRESS).
Simanjuntak, Mangantar. 1990. Teori Fitur Distingtif Fonologi Generatif:
Perkembangan dan Penerapannya. Jakarta: Gaya Media Pratama.
Simanjuntak, Mangantar. 1990. Teori Linguistik Chomsky dan Teori
Neurolinguistik Wernicke: Ke Arah Satu Teori Bahasa yang Lebih
Sempurna. Jakarta: Gaya Media Pratama.
Sinaga, Anicetus. 2002. Tata Bahasa Batak Toba. Medan: Bina Media.
Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik dan Analisis Bahasa.
Yogyakarta: Wacana
Verhaar, 1982. Pengantar Linguistik. Yogyakarta: Gajah Mada University
Press.
Universitas Sumatera Utara
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
3.1.1 Lokasi Penelitian
Lokasi adalah letak atau tempat (Alwi, 2005:680). Lokasi atau tempat
penelitian ini dilakukan adalah di kecamatan Simanindo dan kecamatan Sianjur
Mula-mula, kabupaten Samosir. Bahasa yang digunakan masyarakat di daerah
Simanindo sudah sangat berbeda dengan bahasa-bahasa mereka yang tinggal di
daerah pedesaan yaitu kecamatan Sianjur Mulamula. Hal itu terjadi karena di
daerah Simanindo terdapat sebuah tempat wisata yaitu “Museum Batak Toba”.
Tempat itu sering dikunjungi oleh para wisatawan mancanegara atau pun
masyarakat di luar dari daerah itu sehingga penggunaan bahasa resmi di daerah itu
mengalami pergeseran dan mengakibatkan dialeknya juga berbeda dan tentu
sekali bunyi- bunyi bahasa yang diucapkan masyarakat setempat akan berbeda
dari bahasa yang seharusnya. Sebaliknya, bahasa yang ada di daerah Kecamatan
Sianjur Mulamula desa Bonan Dolok masih sangat murni atau asli.
Hal itu terjadi karena daerah tersebut belum banyak menunjukkan
keistimewaan daerahnya sehingga masih jarang disentuh masyarakat di luar
daerah itu apalagi masyarakat dari perkotaan sehingga bahasa mereka terjaga kuat
dan tidak terlalu mengikuti perkembangan-perkembangan bahasa. Bukan hanya
karena itu saja, daerah itu juga jauh dari perkotaan dan untuk menempuh
perjalanan ke desa Bonan Dolok, masyarakat harus menaiki kapal yang rute
Universitas Sumatera Utara
perjalanannya hanya sekali dalam sehari. Jadi, jika kita ketinggalan kapal, kita
harus menunggu esok hari supaya dapat pergi ke lokasi atau desa tersebut.
Berikut adalah peta Kabupaten Samosir yang merupakan lokasi penelitian.
3.1.2
Waktu Penelitian
Waktu adalah seluruh rangkaian saat proses, perbuatan atau keadaan
berada atau beerlangsung (Alwi, 2005: 1267). Dalam hal ini penelitian ini
dilakukan sejak tanggal 20 mei – 17 September 2013.
3.2 Sumber Data
Data adalah kenyataan yang ada yang berfungsi sebagai bahan sumber
untuk menyusun suatu pendapat; keterangan atau bahan yang dipakai untuk
penalaran atau penyelidikan (Alwi, 2005: 319). Data dalam penelitian ini
Universitas Sumatera Utara
bersumber dari tuturan penutur asli secara langsung mengenai fonem dalam
bahasa Batak Toba. Fonem bahasa Batak Toba dijaring melalui sejumlah leksikal
yang berisi berbagai kemungkinan variasi vokal dan konsonan.
Yang menjadi sumber data dalam penelitian ini adalah informan yang
merupakan penutur jati dalam bahasa Batak Toba yang disebut sebagai subjek
penelitian. Di bawah ini merupakan gambar saat peneliti melakukan tinjauan
langsung di lokasi dengan informan di desa Bonan Dolok.
Foto bersama informan di desa Bonan Dolok.
Universitas Sumatera Utara
Dalam penelitian ini peranan informan sangat diperlukan untuk
mendapatkan data yang diperlukan. Dalam bukunya Mahsun (1995: 106)
mengatakan, seseorang yang dijadikan sebagai informan harus memiliki syaratsyarat sebagai berikut:
1. Berjenis kelamin pria atau wanita
2. Berusia antara 25- 65 tahun (tidak pikun)
3. Orangtua, istri atau suami informan lahir dan dibesarkan di desa itu serta
jarang atau stidak pernah meninggalkan desanya
4. Berpendidikan, maksimal tamat pendidikan dasa (SD - SLTP)
5. Berstatus sosial menengah (tidak rendah atau tidak tinggi) dengan harapan
tidak terlalu tinggi mobilitasnya
6. Pekerjaannya bertani atau buruh
7. Memiliki kebanggaan terhadap isolek dan masyarakat isoleknya
8. Dapat berbahasa Indonesia
9. Sehat jasmani dan rohani.
3.3 Metode Penelitian
3.3.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Metode adalah cara yang harus dilakukan dalam melakukan penelitian,
sedangkan teknik adalah cara melaksanakan metode (Sudaryanto, 1993: 9).
Metode yang digunakan dalam penyediaan atau pengumpulan data dalam
penelitian ini adalah metode cakap. Metode cakap merupakan pengumpulan data
Universitas Sumatera Utara
berupa percakapan antara peneliti dengan informan secara langsung atau dengan
tatap muka, sedangkan teknik dasar yang digunakan adalah teknik libat cakap
yang berarti penelitian ini dilakukan dengan cara peneliti mendatangi langsung
setiap daerah pengamatan dan melakukan percakapan dengan para informan.
Selanjutnya peneliti juga menggunakan teknik catat yang berarti saat melakukan
penelitian, peneliti mencatat hasil percakapan untuk mengetahui realisasi fonem
tertentu. Seperti untuk membedakan [i] dalam silabel terbuka dalam bahasa Batak
Toba penutur dipancing untuk mengungkapkan bunyi leksikal yang berbeda
silabel dalam cara pengucapannya. Misalnya : /otik/
→ [oti?], /piga/→ [piga].
Dari data tersebut untuk sementara, disimpulkan bahwa [i] diucapkan menjadi [i]
baik dalam silabel terbuka maupun silabel tertutup.
3.3.2
Metode dan Teknik Analisis Data
Setelah data dikumpulkan maka dilakukan sebuah analisis terhadap data
untuk menyelesaikan permasalahan yang telah ditentukan. Metode yang
digunakan dalam menganalisis data adalah metode padan artikulatoris yaitu
metode yang menganalisis sampai kepada suatu penentuan bahwa vokal ialah
bunyi yang dihasilkan tanpa penghalangan kecuali pada pita suara dan kalimat
adalah serentetan bunyi yang diakhiri oleh kesenyapan karena tidak ada lagi kerja
organ wicara. Misalnya untuk membedakan bunyi [d] dengan [n] diketahui
berdasarkan artikulasinya. Bunyi [d] memiliki fitur dental, hambat dan bersuara
sedangkan bunyi [n] memiliki fitur dental, nasal, dan bersuara. Selanjutnya teknik
yang digunakan dalam menganalisis data adalah teknik hubung banding
menyamakan (HBS) dan teknik hubung banding memperbedakan (HBB).
Universitas Sumatera Utara
Melalui kedua teknik itu peneliti dapat mengetahui hubungan banding
antara semua unsur penentu yang relevan dengan semua unsur data yang
ditentukan. Karena membandingkan berarti mencari persamaan dan perbedaan
yang ada di antara kedua hal yang dibandingkan. Persamaan bunyi [d] dan [n]
adalah sama- sama bunyi dental bersuara yang cara artikulasinya berbeda.
Kemudian untuk menganalisis perubahan- perubahan bunyi dalam bahasa Batak
Toba metode padan artikulatoris ini juga dilakukan dengan menerapkan teknikteknik perubahan bunyi (Schane, 1992: 51) yakni asimilasi, struktur silabel,
pelemahan dan penguatan, dan netralisasi yang masing- masing mempunyai ciri
tersendiri. Terakhir, setelah semua analisis fonem bahasa Batak Toba dilakukan,
digambarkanlah sistem fonem vokal dan sistem fonem konsonan bahasa Batak
Toba.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Distribusi Fonem Vokal dan Konsonan
Distribusi fonem adalah bagian yang membahas posisi fonem apakah
fonem tersebut dapat terletak pada bagian awal,tengah atau akhir dalam sebuah
kata. Distribusi fonem dalam bahasa Batak Toba dapat dilihat pada tabel di bawah
ini.
4.1.1
Distribusi Fonem Vokal
Fonem-fonem vokal yang terdapat dalam bahasa Batak Toba ada lima
fonem, yaitu [a, i, ɛ, u, o].
Tabel 1. Posisi Fonem Vokal
Posisi
Fonem
Awal
Tengah
Akhir
a
/amaŋ/
/abara/
/andͻra/
‘ayah’
‘pundak’
‘dada’
/inaŋ/
/hail/
/pͻti/
‘ibu’
‘pancing’
‘lumbung’
/ulͻk/
/mudar/
/au/
‘ular’
‘darah’
‘aku’
i
u
Universitas Sumatera Utara
ɛ
ͻ
/ɛtͻŋ/
/gɛlleŋ/
/isɛ/
‘hitung’
‘anak’
‘siapa’
/ͻppuŋ/
/jͻlma/
/magͻ/
‘kakek’
‘orang’
‘hilang’
Distribusi fonem vokal seperti yang terdapat pada tabel di atas dapat
berada pada posisi awal, tengah, dan akhir kata. Untuk menguji keberadaan suatu
fonem vokal di atas, dapat dilakukan melalui pasangan minimal.
1. /ͻ/ – /i/
/ͻma/ ‘ibu’ - /ima/ ‘itu’
2. /u/- /i/
/unaŋ/ ‘jangan’ - /inaŋ/ ‘ibu’
3. /ɛ/ - /i/
/ɛda/ ‘kakak ipar’ - /ida/ ‘lihat’
/sɛat/ ‘potong’ - /siat/ ‘muat’
4. /a/ - /u/
/rara/ ‘merah’ - /rura/ ‘lembah’
5. /a/ - /ɛ/
/sɛga/ ‘rusak’ - /sɛgɛ/ ‘tampil’
6. /ͻ/ - /ɛ/
/malͻ/ ‘pintar’ - /malɛ/ ‘lapar’
7. /u/ - /ɛ/
/suga/ ’duri’- /sɛga/ ‘rusak’
Universitas Sumatera Utara
4.1.2 Distribusi Fonem Konsonan
Fonem-fonem konsonan yang terdapat dalam bahasa Batak Toba ada
sebanyak lima belas fonem konsonan, yaitu [b, d, g, h, j, k, l, m, n, p, r, s, t, ŋ, ň].
Tabel 2. Posisi Fonem Konsonan
Posisi
Fonem
Awal
Tengah
Akhir
b
/bͻru-bͻru/
/parsabbubuan/
-
‘perempuan’
‘ubun-ubun’
/dagIŋ/
/Indahan/
‘badan’
‘nasi’
/gɛllɛŋ/
/aŋgi/
‘anak’
‘adik’
/hudͻn/
/sͻrha/
‘periuk’
‘alat untuk
d
g
h
-
-
-
membuat benang
tenun’
j
k
l
/jͻlma/
/simanjͻjak/
-
‘orang’
‘kaki’
/kͻrak/
/akkaŋ/
/appͻrik/
‘kerak’
‘kakak’
‘burung’
/lagɛ/
/ŋali/
/hail/
‘tikar’
‘dingin’
‘pancing’
Universitas Sumatera Utara
m
n
p
/marlaŋɛ/
/harambir/
/issum/
‘berenang’
‘kelapa’
‘bibir’
/nasida/
/andalu/
/hudͻn/
‘mereka’
‘alu’
‘periuk’
/pͻti/
/paŋurupiͻn/
/gͻdap/
‘lumbung’
‘datang memberi
‘lempar’
bantuan ke tempat
orang lain’
r
s
t
ň
/rͻa/
/jarum/
/ihur/
‘jelek’
‘jahit’
‘ekor’
/sͻban/
/marsandaŋ/
/bagas/
‘kayu’
‘hamil’
‘rumah’
/tatariŋ/
/uttɛ/
/tuŋkͻt/
‘tungku’
‘jeruk’
‘tongkat’
/ňͻn/
-
-
/ŋiŋi/
/paŋulu ni huta/
/landͻŋ/
‘gigi’
‘kepala desa’
‘warna hitam
‘ini’
ŋ
pada kulit’
Distribusi fonem konsonan dalam bahasa Batak Toba tidak semuanya
dapat menempati posisi pada suatu kata, baik di awal, tengah maupun akhir suatu
Universitas Sumatera Utara
kata. Seperti fonem [b], [d], [g], [h], [j], [k]. Beda halnya dengan fonem [ň] yang
tidak dapat menempati posisi tengah kata dan akhir kata.
Fonem-fonem tersebut dapat juga dibuktikan melalui pasangan minimal, yaitu
1. /b/ - /s/
[bɛrɛ]’keponakan’ – [sɛrɛ] ‘emas’
2. /g/ - /s/
[gͻgͻ]’kuat’ – [sͻgͻ]’risih’
3. /b/ - /d/
[uban]’rambut putih’ – [udan]’hujan’
4. /h/ - /l/
[hɛa]’pernah’ – [lɛa]’hina’
5. /j/ - /m/
[jalͻ]’terima’ – [malͻ]’pandai’
6. /k/ - /s/
[lͻak]’bodoh’ – [lͻas]’ijinkan’
7. /l/ - /t/
[lͻgu]’not’ – [tͻgu]’bimbing’
8. /m/ - /h/
[mata]’mata’ – [hata]’kata’
9. /m/ - /n/
[mian]’tetap’ – [nian]’andai’
10. /p/ - /s/
[pira]’telur’ – [sira]’garam’
Universitas Sumatera Utara
11. /r/ - /g/
[pira]’telur’ – [piga]’berapa’
12. /s/ - /r/
[sɛrɛ]’emas’ – [rɛrɛ]’tikar’
13. /t/ - /b/
[tͻru]’bawah’ – [bͻru]’perempuan’
14. /ŋ/ - /p/
[adͻŋ]’ada’ – [adͻp]’hadap’
4.2 Perubahan Bunyi dalam Bahasa Batak Toba.
Perubahan bunyi atau proses fonologis merupakan perubahan suatu
morfem saat bergabung menjadi sebuah kata, frase atau pun kalimat. Adapun
perubahan bunyi yang terdapat dalam bahasa Batak Toba adalah asimilasi,
struktur silabel, pelemahan dan penguatan, dan netralisasi.
Adapun perubahan bunyi yang terdapat di Kabupaten Samosir adalah
4.2.1 Asimilasi
Asimilasi adalah perubahan bunyi dari dua bunyi yang tidak sama menjadi
bunyi yang sama atau hampir sama. Dalam bahasa indonesia ada beberapa kata
yang bisa dikategorikan masuk dalam proses asimilasi itu sendiri karena dalam
proses asimilasi itu sendiri sebuah segmen mendapat ciri-ciri dari segmen yang
berdekatan. Konsonan mungkin mengambil ciri-ciri dari vokal, vokal mungkin
mengambil ciri-ciri dari konsonan, konsonan yang satu bisa mempengaruhi
Universitas Sumatera Utara
konsonan yang lain atau vokal yang satu bisa mempengaruhi vokal yang lain.
Dalam pendapat Chaer (1994:132) proses asimilasi merupakan proses perubahan
sebuah bunyi menjadi bunyi yang lain sebagai akibat dari bunyi yang ada di
lingkungannya sehingga bunyi itu menjadi sama atau mempunyai ciri-ciri yang
sama dengan bunyi yang memengaruhinya.
Contoh :
1. [maɲ + bͻan] → [mambͻan]
Kaidah:
[ɲ]
→
‘membawa’
[m]
/____[b]
+kons
+kons
-kons
+nasal
+nasal
-nasal
+ant
-ant
+ant
+high
+high
-high
+korn
+korn
Dalam kaidah di atas, fonem [ɲ] mengalami asimilasi menjadi [m]
sebelum konsonan [b] karena fitur distingtif yang yang membedakannya dalam
kaidah fonologi.
Universitas Sumatera Utara
2. [maɲ + daŋgur]
Kaidah:
[ɲ]
→
→ [mandaŋgur] ‘melempar’
[n]
/____[d]
+kons
+kons
-kons
+nasal
+nasal
-nas
+ant
-ant
+ant
+high
+high
Dalam kaidah di atas, fonem [ɲ] mengalami asimilasi menjadi [n] sebelum [d].
3. [maɲ + dalan] → [mardalan] ‘berjalan’
Kaidah:
[ɲ]
→
[r]
/____[d]
+kons
+kons
+kons
+nasal
-nas
-nas
+ant
-ant
+ant
+high
-low
+back
+kont
Dalam kaidah di atas, fonem [ɲ] mengalami asimilasi menjadi [r] sebelum [d].
4. [maɲ + allaŋ] →[maŋallaŋ] ‘memakan’
Kaidah:
[ɲ]
→
[ŋ]
/____[a]
+kons
+kons
-kons
+nasal
+nas
-nas
+ant
+son
+son
+high
-kont
-high
Universitas Sumatera Utara
Dalam kaidah di atas, fonem [ɲ] mengalami asimilasi menjadi [ŋ] sebelum
[a]. Bukan hanya vokal [a] saja, tetapi dalam hal ini semua vokal dalam bahasa
Batak Toba.
/hait + hͻn/ → [haittͻn] ‘gantungkan’
5.
Kaidah:
/h/
→
/t/
Ø
/t___
+kons
+kons
+kons
+kont
-kont
-kont
-voiced
+voice
+voice
-lat
-lat
-lat
Dalam hal ini, bunyi [h] mengalami assimilasi menjadi [t].
4.2.2
Struktur Silabel
Proses struktur silabel memengaruhi distribusi relatif antara konsonan dan
vokal dalam kata. Konsona dan vokal dapat dilesapkan atau disisipkan. Dua
segmen dapat berpadu menjadi satu segmen. Sebuah segmen dapat mengubah
ciri-ciri kelas utama seperti bunyi vokal menjadi bunyi luncuran. Dua segmen bisa
saling bertukar tempat. Setiap proses ini dapat menyebabkan alternasi dalam
struktur silabel yang asli. Proses struktur silabel meliputi pelesapan konsonan,
pelesapan vokal, penyisipan konsonan, penyisipan vokal, perpaduan konsonan,
perpaduan vokal, perpaduan konsonan dan vokal, perubahan kelas utama, dan
metatesis.
Hal ini akan dianggap menjadi struktur silabel KV. Silabel yang berisi
sebuah konsonan dan sebuah vokal sebagai struktur dasar setiap proses yang
Universitas Sumatera Utara
mengambil struktur silabel yang lebih kompleks dan mengontraksikannya menjadi
pola KV akan berakibat struktur silabel pilihan. Akibatnya adalah memisahkan
gugus konsonan atau deretan vokal. Gugus yang terdiri dari dua konsonan itu
dapat disederhanakan dengan cara dilesapkan, disisipkan, dan dipadukan.
4.2.2.1 Pelesapan (Ø) Konsonan
Contoh :
1. /maɲ + tͻlͻŋ/ → /manͻlͻŋ/ ‘menolong’
Kaidah :
[ɲ]
→ [Ø]
/___[t]
+kons
+kons
+nasal
-nas
+ant
+ant
+high
-high
Dalam kaidah ini, [ɲ] mengalami pelesapan sebelum bunyi [t] dan
akhirnya muncul bunyi [n].
2. /maɲ + pͻŋgͻl / → /mamͻŋgͻl/ ‘memotong’
Kaidah :
[ɲ]
→ [Ø] /___p
+kons
+kons
+nasal
-nas
+ant
+ant
+high
-high
-back
-bersuara
Universitas Sumatera Utara
Dalam kaidah ini, bunyi [ɲ] mengalami pelesapan sebelum bunyi [p]
sehingga muncul bunyi [m].
4.2.2.2 Pelesapan Vokal
Pelesapan adalah penghilangan suatu fonem. Pelesapan vokal dilakukan
untuk mencegah munculnya dua vokal secara bersamaan.
Contoh:
1. /mar + siadapari/ → /marsidapari/ ‘tolong-menolong’
Kaidah:
[a]
→ [Ø] / [i] ___[d]
+kons
-kons
+kons
+sil
+sil
-sil
+son
+son
-son
-high
+ant
-nas
Dalam hal ini, bunyi [a] mengalami pelesapan sebelum bunyi [d].
→ /bͻru/ ‘perempuan’
2. /bͻrua/
Kaidah:
[a]
→ [Ø] / v___#
+kons
-kons
+sil
+sil
+son
+son
-high
+high
+bersuara
+back
Universitas Sumatera Utara
Dalam hal ini, bunyi [a] mengalami pelesapan setelah bunyi [u].
4.2.2.3 Penyisipan Konsonan (Epentesis)
Penyisipan konsonan adalah proses penambahan atau penyisipan bunyi
konsonan di tengah suatu kata.
Contoh:
/parsabubuan/ →
Kaidah:
Ø→
[b]
/parsabbubuan/ ‘ubun-ubun’
/ v___[b]
-korn
-korn
+ant
+ant
-high
-high
-low
-low
-back
-back
Dalam hal ini, bunyi [b] mengalami penyisipan konsonan [b] setelah vokal.
4.2.2.4 Penyisipan Vokal
Penyisipan vokal adalah proses penambahan atau penyisipan bunyi vokal
di tengah suatu kata. Penyisipan vokal tidak ditemukan atau tidak ada dalam
bahasa Batak Toba.
4.2.2.5 Perpaduan Konsonan
Perpaduan konsonan tidak ditemukan dalam bahasa Batak Toba.
Universitas Sumatera Utara
4.2.2.6 Perpaduan Vokal
Perpaduan vokal tidak ditemukan dalam bahasa Batak Toba.
4.2.2.7 Metatesis
Metatesis adalah perubahan urutan bunyi fonemis pada suatu kata
sehingga menjadi dua bentuk yang bersaing. Dalam bahasa Batak Toba, kata-kata
yang mengalami metatesis adalah
Contoh:
4.2.3
apus/ - /usap/ - /sapu/ ‘bersihkan’
Pelemahan dan Penguatan
Tidak semua perubahan dalam struktur silabel selalu berakibat struktur
silabel yang lebih sederhana. Struktur silabel akan menjadi lebih kompleks,
misalnya jika vokal dalam konfigurasi KVKV yang asli dilesapkan sehingga dua
konsonan itu berjejer. Pelesapan demikian sering disebabkan oleh segmen yang
menduduki posisi lemah dalam silabel itu. Dalam proses berikut faktor yang
penting ialah pelemahan dan setiap perubahan dalam struktur silabel adalah tidak
penting. Pelemahan ini merupakan penghilangan bunyi fonemis sebagai akibat
upaya penghematan atau ekonomisasi pengucapan.
Universitas Sumatera Utara
4.2.3.1 Sinkope dan Apokope
4.2.3.1.1
Sinkope
Sinkope merupakan proses penghilangan atau penanggalan satu atau lebih
fonem pada tengah kata.
Contoh:
[ahu] – [au] ‘saya’
[bͻha]- [bͻa] ‘mengapa’
[isͻn] - [iͻn] ‘di sini’
Pelesapan konsonan [h dan s] terjadi karena segmen-segmen tersebut menduduki
posisi lemah dalam silabel itu.
4.2.3.1.2
Apokope
Apokope adalah pemenggalan vokal tak bertekanan pada posisi akhir.
Vokal itu sering berupa vokal yang dilemahkan atau vokal berupa bunyi pepet.
Dalam hal ini bahasa Batak Toba tidak mengenal apokope karena bunyi [e] lemah
tidak ada dalam bahasa Batak Toba.
Diftongisasi adalah perubahan bunyi vokal tunggal menjadi bunyi vokal
rangkap secara berurutan. Dalam hal ini, perubahan bunyi diftongisasi tidak
ditemukan dalam bahasa Batak Toba.
4.2.4
Netralisasi
Netralisasi adalah proses yang pembedaan fonologinya dihilangkan dalam
lingkungan tertentu. Jadi, segmen yang berkontras dalam satu lingkungan
Universitas Sumatera Utara
mempunyai representasi yang sama dalam ligkungan netralisasi. Untuk
menganalisis perubahan ini, dapat dikaji melalui pasangan minimal.
4.2.4.1 Netralisasi Konsonan
Analisis pasangan minimal bunyi /p/ dengan /b/ yang merupakan samasama bunyi labial.
Contoh:
/ͻpat / ‘empat’ - /ͻbat/ ‘obat’
Berarti dari segmen-segmen tersebut dapat dikatakan bahwa bunyi [p] dan [b] ada
dalam bahasa Batak Toba.
4.2.4.2 Netralisasi Vokal
Contoh:
/bisuk/ ‘bijak’ - /busuk/ ‘busuk’
Dari pasangan minimal di atas dapat disimpulkan bahwa bunyi [i] dan [u]
ada dalam bahasa batak Toba.
4.3 Sistem Fonem Vokal dan Konsonan Bahasa Batak Toba.
4.3.1 Sistem Fonem Vokal bahasa Batak Toba
Sistem fonem vokal yang ada dalam bahasa Batak Toba adalah /a,i, u, ɛ,
ͻ/. Vokal ini dapat menempati semua posisi dalam sebuah kata. Dalam sistem
persukuan kata, vokal selalu merupakan puncak kenyaringan dalam pengucapan.
Karena itu suku kata bahasa Batak Toba selalu mengandung bunyi vokal.
Realisasi fonem vokal tersebut adalah sebagai berikut.
Universitas Sumatera Utara
1.
Fonem vokal [a]
Realisasi vokal /a/ terdapat pada kata
a. Bunyi [a], seperti yang dijumpai pada kata: /andora/, /au/, ŋ/,
/ama
/andalu/.
2.
Fonem vokal [i]
Realisasi vokal [i] terdapat pada kata
a. Bunyi [i], seperti pada kata /ihur/, /ion/, /ise/, /ibbaru/, /ibbulu/,
/issum/.
3.
Fonem vokal [u]
Realisasi vokal [u] terdapat pada kata
a. Bunyi [u], seperti pada kata /udan/, /urat/, /ulu/, /ulͻk/, /utte/.
4.
Fonem vokal [ɛ]
Realisasi vokal [ɛ] terdapat pada kata
a. Bunyi [ɛ], seperti pada kata /ɛmɛ/, /ɛtoŋ/.
5.
Fonem vokal [ͻ]
Realisasi vokal [ͻ] terdapat pada kata
a. Bunyi [ͻ], seperti pada kata /ͻbuk/, /ͻppuŋ/.
Universitas Sumatera Utara
4.3.2
Sistem Fonem Konsonan bahasa Batak Toba
Jumlah konsonan bahasa Batak Toba adalah 15 fonem, yaitu /b/, /d/, /g/,
/h/, /j/, /k/, /l/, /m/, /n/, /p/, /r/, /s/, /t/, /ň/,ŋ/.
/ Di atara kelimabelas fonem itu ada
yang tidak mampu menempati semua posisi dalam sebuah kata. Di dalam sistem
persukuan kata ternyata sebagian di antara konsonan itu tidak mampu berperan
sebagai bunyi suku kata pertama, sebagian tidak mampu juga berperan sebagai
bunyi akhir suku kata, dan sebagian tidak mampu berperan sebagai bunyi di
tengah suku kata.
1.
Fonem konsonan [b]
Realisasi konsonan [b] terdapat pada kata
a. Bunyi [b], seperti pada kata /butuha/, /bittaŋ/, /balga/.
2.
Fonem konsonan [d]
Realisasi konsonan [d], seperti pada kata /dɛkkɛ/, /dakka/, /dappͻl/.
3.
Fonem konsonan [g]
Realisasi konsonan [g] terdapat pada kata, seperti /gadͻŋ/, /gɛͻ/, /gulͻk/.
4.
Fonem konsonan [h]
Realisasi konsonan [h] terdapat pada kata, seperti ŋ/,
/hassa
/hudͻn/,
/harabbir/, /haraŋan/.
5.
Fonem konsonan [j]
Realisasi konsonan [j] terdapat pada kata, seperti /jagͻ/, /jarum/,
/jabbulan/, /jabu/.
Universitas Sumatera Utara
6.
Fonem konsonan [k]
Realisasi konsonan [k] terdapat pada kata
a. Bunyi [k], seperti /kͻrak/, /tukkͻt/, /lͻtak/, /taddͻk/.
7.
Fonem konsonan [l]
Realisasi fonem [l] terdapat pada kata, seperti /lappɛt/, /lͻsuŋ/.
8.
Fonem konsonan [m]
Realisasi fonem [m] terdapat pada kata, seperti /mudar/, /marhallɛt/.
9.
Fonem konsonan [n]
Realisasi fonem [n] terdapat pada kata, seperti /nasida/, /andalu/, /hudͻn/.
10. Fonem konsonan [p]
Realisasi fonem [p] terdapat pada kata, seperti /piŋgͻl/, /pardͻmpahan/.
11. Fonem konsonan [r]
Realisasi fonem [r] terdapat pada kata, seperti /rais/, /rittak/, /rihit/.
12. Fonem konsonan [s]
Realisasi fonem [s] terdapat pada kata, seperti /sͻppit/, /sɛsa/, /sirabun/,
/sisik/, /sisilͻn/.
13. Fonem konsonan [t]
Realisasi fonem [t] terdapat pada kata, seperti /taͻ/, /taŋguruŋ/, /tippul/.
14. Fonem konsonan [ň]
Realisasi fonem [ň] terdapat pada kata, seperti /ňͻn/, /ňan/.
15. Fonem konsonan [ŋ]
Realisasi fonem [ŋ] terdapat pada kata, seperti /ŋiŋi/, /gɛllɛŋ/, /ŋali/
Universitas Sumatera Utara
4.4 Peta Fonem Vokal dan Konsonan.
Peta Fonem Vokal
Posisi
Anjur Lidah
Lidah
Depan
Tengah
Belakang
tb
b
tb
b
tb
b
Tinggi
i
-
-
-
-
u
Sedang
-
-
-
-
-
-
Rendah
ɛ
-
a
-
-
ͻ
Catatan:
tb = tak bulat
b = bulat
Universitas Sumatera Utara
Peta Fonem Konsonan
Dae
rah
Cara Artikulasi
Bilabial
Arti
Labiod
Dental
ental
Alveo
Palat
Palat
Vela
glo
lar
o
al
r
tal
kula
alveol
si
ar
Plos
p
t
if
b
d
j
Afri
k
g
katif
s
Frik
h
atif
l
Late
ral
r
Tril
Nas
m
n
ň
ŋ
al
Universitas Sumatera Utara
BAB V
PENUTUP
5.1
Simpulan
Setelah data dianalisis maka simpulan dari penulisan skripsi ini adalah
1. Distribusi fonem vokal dan fonem konsonan dalam bahasa Batak Toba
tidak semua dapat menempati posisi dalam suatu kata. Baik awal,
tengah, maupun di posisi akhir.
2. Perubahan bunyi yang terdapat di dalam bahasa Batak Toba ada 4, yaitu
a. Asimilasi
b. Struktur silabel
c. Pelemahan dan Penguatan
d. Netralisasi
3. Sistem fonem vokal dalam bahasa Batak Toba adalah [a, i, u, ɛ, ͻ ] dan
sistem fonem konsonan dalam bahasa Batak Toba adalah [b, d, g, h, j, k, l,
m, n, p, r, s, t, ŋ, ň].
5.2
Saran
Melalui tulisan ini, peneliti mengharapkan supaya masyarakat penutur
bahasa Batak Toba memelihara bahasa bahasa Batak Toba supaya tetap terjaga.
Pemerintah juga harus ikut serta dalam pengembangan bahasa Batak Toba ini
Universitas Sumatera Utara
dengan memasukkan bahasa daerah dalam kurikulum pembelajaran terutama di
sekolah dasar.
Universitas Sumatera Utara
BAB II
KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep
Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses atau apapun yang
ada di luar bahasa yang digunakan akal budi untuk memahami hal- hal lain (Alwi,
2003: 558).
2.1.1
Fonem dan Sistem Fonem
Fonem adalah satuan bunyi bahasa terkecil yang membedakan makna.
Fonem merupakan bagian dari ilmu fonologi yang membahas mengenai bunyi.
Penelitian fonologi merupakan suatu penelitian yang mendasar untuk mengetahui
struktur bunyi suatu bahasa. Dalam penelitian fonologi dibicarakan aspek bunyi
dan aspek fonem suatu bahasa. Secara tepat tidak ada dua bunyi bahasa yang sama
benar yang diucapkan oleh seorang pembicara. Untuk menentukan status bunyi
bahasa apakah sebagai sebuah fonem atau bukan diperlukan suatu penelitian yang
melibatkan berbagai teori fonologi. Menurut Verhaar (1982: 36), fonologi adalah
ilmu yang menyelidiki perbedaan minimal antarujaran yang selalu terdapat dalam
kata sebagai konstituen, contohnya adalah hapas dan hipas.(hapas = kapas dan
hipas = sehat). Pasangan kata tersebut memiliki dua bunyi yang berbeda yaitu [a]
dan [i]. Hal itu menunjukkan bahwa /a/ dan /i/ adalah dua fonem yang berbeda.
Jadi, pasangan minimal adalah dua ujaran yang berbeda maknanya tetapi memiliki
minimal satu perbedaan bunyi.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan ada tidaknya rintangan terhadap arus udara dalam saluran
suara, bunyi bahasa dapat dibedakan menjadi dua kelompok: vokal dan konsonan
(Alwi dkk, 2003: 49). Vokal adalah bunyi bahasa yang dihasilkan tanpa
penutupan atau penyempitan di atas glotis. Dengan kata lain, vokal adalah bunyi
bahasa yang arus udaranya tidak mengalami rintangan dan kualitasnya ditentukan
oleh tiga faktor: tinggi-rendahnya posisi lidah, bagian lidah yang dinaikkan, dan
bentuk bibir pada pembentukan vokal itu (Alwi dkk, 2003: 50), sedangkan
konsonan adalah bunyi bahasa yang dihasilkan dengan berbagai hambatan atau
penyempitan aliran udara. Pada pelafalan konsonan, ada tiga faktor yang terlibat,
yaitu keadaan pita suara, penyentuhan atau pendekatan berbagai alat ucap, dan
cara alat ucap itu bersentuhan atau berdekatan (Alwi, 2003:52). Fonem tidak sama
dengan bunyi bahasa. Fonem diberi nama sesuai dengan nama salah satu bunyi
bahasa yang merealisasikannya. Misalnya: konsonan bilabial, konsonan bersuara,
konsonan geseran velar bersuara, vokal depan atas, dan lain sebagainya.
Kaidah yang mengatur penjejeran fonem dalam satu morfem dinamakan
kaidah fonotaktik (Alwi dkk, 2003: 28).
Bahasa Indonesia, misalnya,
mengizinkan jejeran seperti /-nt-/ (untuk), /-rs-/ (bersih) dan /-st-/ (pasti), tetapi
tidak mengizinkan jejeran seperti /-pk-/ dan /-pd/. Tiap bahasa mempunyai ciri
khas dalam fonotaktik, yakni dalam merangkaikan fonem untuk membentuk
satuan fonologis yang lebih besar.
Di dalam bidang fonologi bunyi terkecil dalam analisis generatif adalah
fitur yang berarti suatu bentuk yang hanya memperlihatkan hubungan secara
eksplisit sifat atau ciri setiap segmen. Fitur adalah ciri umum yang membedakan
Universitas Sumatera Utara
satu benda atau bunyi dari satu jenis benda (bunyi) yang lain. Misalnya: elecric
→ electricity (bahasa Inggris) ‘listrik’(Schane 1992 : 26).
Dalam contoh di atas [k] pada kata electric dan [s] pada kata electricity
sudah memiliki ciri pembeda yang spesifik. Terdapat suatu bunyi yang eksplisit
yaitu [k] sehingga muncul bentuk [s] menjadi kata ‘trisiti’ pada kata electricity
yang sebelumnya adalah trik pada kata electric. Hal itulah yang menunjukkan
peranan fonetik dalam kajian fonologi generatif. Berbeda halnya dengan fitur
distingtif atau ciri pembeda. Fitur distingtif adalah ciri khusus yang membedakan
suatu bunyi dari satu jenis bunyi yang lain menjadi bunyi yang sama. Misalnya
bunyi [p] dan [b]. Bunyi [p] dan [b] mempunyai unsur pembentuk tuturan yang
hampir sama yaitu [p] dan [b] merupakan bunyi labial dan [p] merupakan bunyi
hambat tak bersuara sedangkan [b] merupakan bunyi hambat bersuara atau hal itu
dapat disimpulkan [p] dan [b] adalah konsonan hambat labial penyuaraannya
berbeda.
Atau dapat digambarkan sebagai berikut:
b + bilabial
p
+ bilabial
+bersuara
- bersuara
+plosif
+ plosif
Bunyi ujaran pada dasarnya adalash udara yang dikeluarkan dari paru-paru
yang dimodifikasi oleh alat ucap manusia. Udara yang keluar dari paru-paru itu
berbeda-beda. Ada yang mengalami hambatan dan ada juga yang tidak mengalami
hambatan. Maksud dari kata mengalami hambatan tersebut adalah hambatan yang
Universitas Sumatera Utara
terjadi pada artikulasi aktif atau bagian dari alat ucap yang dapat digerakkan. Ada
dua macam bunyi dalam bahasa yakni bunyi vokal dan bunyi konsonan
berdasarkan ada tidaknya hambatan atau halangan dalam proses pembentukan
bunyi. Jika bunyi tersebut dapat membedakan arti maka disebutlah sebagai fonem.
Untuk membuktikan fonem vokal dan konsonan dapat ditentukan melalui
pasangan minimal, misalnya / batu/ dengan /bata/ yang membuktikan adanya
perbedaan fonem /a/ dan fonem /u/.
Sistem fonem dapat dinyatakan dengan struktur fonemis contohnya sistem
fonem dalam bahasa Jawa ialah /pr/, /tr/, /kr/, /cr/, /br/, /dr/, /gr/, /jr/, /sr/, /mr/,
/nr/, /ňr/, /ŋr/, tetapi tidak ada */hr/, */lr/, dan */yr/ yang mana kelompok tersebut
di luar */hr/, */lr/, dan */yr/ dimasukkan ke dalam kelompok /r/. Hal yang sama
berlaku juga pada /l/. Struktur fonemis kedua fonem itu dapat dinyatakan secara
umum bahwa kelompok /r/ dan /l/ di dalam bahasa Jawa terdapat sesudah semua
konsonan kecuali /h/, /y/, /l/, /r/. Di dalam sistem fonem bahasa Indonesia terdapat
struktur fonemis yang bisa dinyatakan kecuali /b, d, j, g, c, ǝ/.
ň, Semua fonem
terdapat pada akhir suku kata (Samsuri, 1994: 127).
Sistem fonem diklasifikasikan dalam dua dua bunyi yaitu bunyi segmental
dan bunyi suprasegmental. Arus ujaran merupakan suatu runtunan bunyi yang
bersambung- sambung terus- menerus dan diselang- seling dengan jeda singkat
atau jeda agak singkat disertai dengan keras lembut bunyi, tinggi rendah bunyi,
panjang pendek bunyi, dan dalam arus ujaran itu ada bunyi yang dapat
disegmentasikan sehingga disebut bunyi segmental, tetapi yang berkenaan dengan
keras lembut, panjang pendek, dan jeda bunyi tidak dapat disegmentasikan yang
Universitas Sumatera Utara
disebut bunyi suprasegmental atau prosodi (Chaer, 2007: 120). Jadi pada tingkat
fonemik ciri- ciri prosodi itu seperti tekanan, durasi, dan nada bersifat fungsional
atau dapat membedakan makna. Misalnya dalam bahasa Indonesia kata mental
(dengan tekanan pada suku pertama) bermakna ‘bersangkutan dengan batin dan
watak manusia yang bukan bersifat badan atau tenaga’, sedangkan pada kata
mental (dengan tekanan pada suku kedua) yang berarti ‘terpelanting, terpental’.
Dengan berbedanya letak tekanan pada kedua kata itu yang telah menunjukkan
unsur segmentalnya menyebabkan makna kedua kata itu berbeda. Klasifikasi
fonem segmental baik vokoid maupun kontoid yang diucapkan oleh penutur
bahasa Indonesia sangat variatif. Hal itu boleh dilihat dari sekian banyaknya
fonem dalam bahasa Indonesia.
Untuk menentukan bahwa suatu bunyi dalam suatu bahasa merupakan
salah satu fonem maka hal itu bisa diuji melalui pasangan minimalnya. Pasangan
minimal bertujuan untuk menciptakan kekontrasan yang pada gilirannya
menunjukkan fonem yang berbeda. Dua fonem yang saling menggantikan dalam
kerangka yang sama jika menghasilkan kata atau morfem yang berbeda dalam
bahasa itu disebut kontras. Hal ini dapat kita lihat pada bahasa Batak Toba.
Contoh:
1. /baba/
: /bapa/
→ [p,b]
2. /martapian/
: /partapian/
→ [m,p]
3. /lean/
: /leas/
→ [n,s]
4. /toras/
: /horas/
→ [t,h]
Universitas Sumatera Utara
2.1.2
Bahasa Batak Toba
Bahasa adalah alat komunikasi yang tak terlepas dari manusia karena
tanpa bahasa segala apa pun tidak akan tercapai sesuai dengan tujuan yang
diharapkan bersama. Tanpa bahasa interaksi antarsesama manusia tidak akan
berjalan dengan baik. Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang
digunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi,
dan mengidentifikasi diri (Chaer, 2007: 32).
Bahasa Batak Toba termasuk rumpun bahasa Melayu, tetapi bila
dibedakan antara protomalaya (Melayu Kuno) dari Deutoromalaya (Melayu
Muda, Melayu Pesisir) maka bahasa Batak Toba adalah cabang dari Protomalaya
sebagaimana bahasa Jawa dan bahasa Toraja adalah cabang dari bahasa Melayu
Kuno (Anicetus,2002: vii). Bahasa Batak Toba ini digunakan oleh masyarakat
penutur bahasanya untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan sesamanya di
daerah Sumatera Utara. Bahasa Batak Toba adalah salah satu dari sekian ratus
bahasa yang ada di tanah air yang secara gramatikal adalah khas yaitu mempunyai
sistem tatabahasa sendiri dan arti kata sendiri. Bahasa Batak Toba mempunyai
fonetik sendiri dan cara melafalkannya berbeda dengan penulisannya. Misalnya
Godang hian hepeng ni Omak [Godak- kian- hepeng- ni- omak],” banyak sekali
uang ibu atau uang ibu banyak sekali”. Bila dibandingkan dengan bahasa Inggris,
untungnya memang ada yaitu fonetik bahasa Batak Toba dapat dirumuskan dan
tidak khas seperti kebanyakan dalam bahasa Inggris. Selain itu, ucapan dalam
bahasa Batak Toba cukup sederhana dan keras sehingga tidak harus memakai
bermacam- macam fonem.
Universitas Sumatera Utara
2.2 Landasan Teori
Fonologi adalah salah satu cabang ilmu linguistik yang berfungsi untuk
menganalisis bunyi-bunyi ujaran dalam suatu kata maupun kalimat. Bunyi ujaran
tersebut dibagi menjadi dua buah kajian, yaitu kajian fonetik dan kajian fonemik.
Fonetik merupakan bidang kajian ilmu pengetahuan yang menelaah bagaimana
manusia menghasilkan bunyi-bunyi bahasa dalam ujaran, menelaah gelombanggelombang bunyi bahasa yang dikeluarkan, dan bagaimana alat pendengaran
manusia menerima bunyi-bunyi bahasa untuk dianalisis oleh otak (O’Connor,
1982 : 10-11, Ladefoged, 1982 : 1 dalam Muslich, 2008: 8). Fonetik berkaitan erat
dengan bagaimana cara manusia berbahasa serta mendengar dan memproses
ujaran yang diterima.
Secara umum fonetik dibagi menjadi tiga bagian kajian, yaitu fonetik
fisiologis, fonetik akustis, dan fonetik auditoris/persepsi (Dew dan Jensen, 1997: 3
dalam Muslich, 2008: 8). Fonetik fisiologis mengkaji tentang fungsi fisiologis
manusia karena manusia normal tentu mampu menghasilkan berbagai bunyi
bahasa dengan menggerakkan atau memanfaatkan organ-organ tuturnya, misalnya
lidah, bibir, dan gigi bawah (yang digerakkan oleh rahang bawah). Fonetik
akustis bertumpu pada struktur fisik bunyi bahasa dan bagaimana alat
pendengaran manusia memberikan reaksi kepada bunyi bahasa yang diterima atau
bagaimana suatu bunyi bahasa ditanggapi oleh mekanisme pertuturan manusia,
bagaimana pergerakan bunyi-bunyi bahasa di dalam ruang udara yang dapat
merangsang proses pendengaran manusia. Fonetik auditoris atau persepsi
merupakan kajian yang menentukan pilihan bunyi- bunyi yang diterima alat
Universitas Sumatera Utara
pendengaran manusia atau bagaimana seseorang menanggapi bunyi yang
diterimanya sebagai bunyi yang perlu diproses sebagai bunyi bahasa bermakna
dan apakah ciri bunyi bahasa yang dianggap penting oleh pendengar dalam
usahanya untuk membedakan setiap bunyi bahasa yang didengar (Singh dan
Singh, 1976: 5 dalam Muslich, 2008: 10). Sedangkan
fonemik adalah ilmu
fonologi yang mempelajari sistem fonem suatu bahasa.
Penelitian ini diarahkan pada pemahaman tentang fonologi generatif untuk
melepaskan diri dari penelitian yang bersifat struktural. Salah satu hal yang
membedakannya adalah satuan terkecil pada fonologi generatif yang berupa fitur
dan hal itu sangat berbeda dengan kajian struktural yang menempatkan fonem
sebagai satuan terkecil dalam kajiannya. Untuk dapat memahami fitur, penelitian
ini tidak dapat terlepas dari segmen sebagai kesatuan yang terbentuk dari
perangkat-perangkat sifat sebagai satuan tak terbagi. Hubungan yang terdapat
secara ekspilist dari setiap segmen adalah yang dikenal sebagai fitur dalam tataran
fonologi generatif.
Analisis fonologi suatu bahasa di dalam teori generatif dilakukan dengan
cara menentukan dulu hipotesis representasi dasar dari representasi fonetik yang
ada. Hal ini dilakukan karena fonologi generatif menganggap bahwa beberapa
aspek realisasi fonetik suatu morfem merupakan ciri idiosinkratik dari morfem itu
sedangkan aspek realisasi yang lain mengikuti prinsip keteraturan yang sistemik.
Oleh sebab itu, setelah hipotesis tentang representasi dasar ditentukan kemudian
dicari aturan-aturan yang dapat mengubah representasi dasar menjadi representasi
fonetik. Aturan-aturan yang disusun itu harus diaplikasikan kepada data yang
Universitas Sumatera Utara
tersedia. Hipotesis-hipotesis tersebut kemudian diverifikasi untuk memperoleh
hipotesis yang paling bisa diterima sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan dari
sistem fonologi bahasa tersebut.
Fonologi Generatif membicarakan bunyi-bunyi suatu bahasa berubah
secara alamiah. Ada 4 kaidah yang diusulkan, yakni
•
Kaidah perubahan ciri
•
Kaidah pelesapan dan penyisipan,
•
Kaidah permutasi dan perpaduan,
•
Kaidah bervariasi.
Selanjutnya Schane juga menyebutkan tataran generatif berhubungan
dengan proses fonologis dimana setiap bahasa mengalami proses fonologis yang
tidak hanya disebabkan karena adanya interaksi dengan bunyi lain tetapi juga
dipengaruhi oleh aspek-aspek morfologis ataupun sintaksis. Proses fonologis
biasanya terjadi pada tingkat kata maupun frasa. Proses fonologis yang terjadi
pada tingkat kata sebagai satu unit morfem bebas maupun gabungan antara
morfem terikat dengan morfem lain dan salah satu dari bunyi morfem tersebut
mengalami perubahan karena pengaruh bunyi dari morfem lain. Proses fonologis
lain terjadi pada tingkat frasa, yaitu pada saat perubahan bunyi terjadi karena
pengaruh faktor sintaksis. Ketika morfem bergabung untuk membentuk kata,
segmen dari morfem yang berdekatan kadang mengalami perubahan. Perubahan
itu juga terjadi dalam lingkungannya yang bukan berupa pertemuan dua morfem,
Universitas Sumatera Utara
misalnya posisi awal kata dan akhir kata atau hubungan antara segmen dengan
vokal bertekanan yang mana perubahan itu disebut dengan proses fonologis.
Perubahan bunyi-bunyi morfem biasanya berhubungan erat dengan proses
morfofonemik, yaitu perubahan bentuk fonemis sebuah morfem yang disebabkan
oleh fonem yang ada di sekitarnya atau dipengaruhi oleh syarat-syarat sintaksis
atau syarat-syarat lainnya, dalam hal ini ciri distinctive feature (fitur distingtif) ini
sendiri dibedakan menjadi 17 ciri bahasa saja yang akan disebut “ultimate
disctinctive entities of language’ yaitu partikel-partikel submorfemik yang tidak
bisa untuk diuraikan lagi menjadi bagian yang lebih kecil. Ini adalah rincian
mengenai ciri distingtif itu sendiri yang secara garis besar dikelompokkan menjadi
enam, yaitu cirri golongan utama, ciri daerah artikulasi, dan ciri cara artikulasi,
ciri batang lidah, ciri tambahan, ciri prosodi. Selanjutnya, keenam ciri ini
dijabarkan dalam 17 ciri pembeda, yaitu 1) silabis, 2) sonoran, 3) konsonantal, 4)
malar (kontinuan), 5) penglepasan tertunda, 6) kasar (striden), 7) nasal, 8) lateral,
9) anterior, 10) koronal, 11) tingggi, 12) rendah, 13) belakang, 14) bulat, 15)
tegang, 16) bersuara, 17) panjang, 18) tekanan.
Dalam bahasa Batak Toba, keenam ciri pembeda itu dijabarkan sebagai
berikut:
1.Ciri Golongan Utama:
Persamaan dan perbedaan antar vokal dan konsonan dapat dilihat dari sifat
yan berkaitan dengan silabisitas, sonoritas, dan jenis penyempitan. Ketiga ciri
tersebut silabis, sonoran, dan, konsonantal memengaruhi sifat suatu fitur. Ciri
silabis menggambarkan peran yang dimainkan oleh suatu segmen dalam struktur
Universitas Sumatera Utara
silabelnya. Pada umumnya, vokal [+silabis] dan konsonan [-silabis]. Ciri ini juga
diperlukan untuk membedakan bunyi nasal dan likuid silabis dengan pasangannya
yang nonsilabis. Ciri sonoran merujuk ke kualitas resonan suatu bunyi vokal
selalu [+sonoran], seperti halnya bunyi nasal, likuid, dan semivokal. Bunyi
obstruen-konsonan hambat, frikatif, afrikat, dan luncuran laringal [-sonoran]. Ciri
konsonantal merujuk ke hambatan yang menyempit dalam rongga mulut, baik
dalam hambatan total maupun geseran. Bunyi hambat frikatif, afrikatif, nasal, dan
likuid adalah [+konsonantal], sedangkan vokal dan semivokal adalah [konsonantal]. Bunyi luncuran laringal juga digolongkan sebagai [-konsonantal]
karena bunyi ini tidak memiliki penyempitan dalam rongga mulut.
a. Consonantal [kons]
Bunyi ini ditandai dengan penyempitan dan penutupan pita suara pada
waktu kita mengucapkan bunyi bahasa: [+kons] adalah bunyi-bunyi obstruenthambat, frikatif dan afrikat, bunyi nasal , dan alir (liquids). [-kons] adalah bunyibunyi vocal, semivocal, hambat glottal dan frikatif glotal (h).
b. Silabik [sil]
Ciri silabik ini menandai bunyi yang berfungsi sebagai inti suku kata:
[+sil] dalam hal ini adalah bunyi vocal, alir dan nasal berfungsi sebagai inti suku
kata, yaitu fonem vokal /a, i, u, ɛ, ͻ/ . [-sil] adalah fonem konsonan hambat
eksplosif /b, d, g, k, p, t/, fonem konsonan frikatif /h, s/, fonem konsonan nasal /m,
n, ň, ŋ/, fonem konsonan likuida /l, r/.
Universitas Sumatera Utara
c. Sonoran [son]
Bunyi sonoran ditandai dengan terbukanya pita suara sehingga
menghasilkan bunyi yang dapat dilagukan pada titik nada tertentu. [+son] adalah
bunyi-bunyi vocal /a, i, u, ɛ, ͻ/, semivokal /w/, alir /l, r/, dan nasal /m, n, ŋ, ň/ . [son] adalah bunyi-bunyi obstruen.
2.Ciri Daerah Artikulasi
Secara sederhana, ciri distingtif yang didasarkan pada daerah artikulasi bunyi ujar
dapat dikelompokkan menjadi dua ciri, yaitu koronal dan anterior.
a. Koronal [kor]
Bunyi koronal ditandai dengan (1) posisi glottis menyempit sehingga
apabila ada hembusan udara yang melewatinya, pita suara akan secara otomatis
bergetar; (2) langit-langit lunak terangkat, dan (3) psosisi lidah bagian depan
terangkata sampai berada di atas posisi “netral”. [+kor] adalah bunyi hambat
eksplosif /t, d, j/, fonem konsonan frikatif /s/, fonem konsonan likuida /l, r/. [-kor]
adalah bunyi hambat eksplosif /b, g, k, p/, fonem konsonan frikatif /h/, fonem
konsonan nasal /m, n, ň, ŋ/.
b. Anterior [ant]
Bunyi ujar dengan ciri ini dihasilkan dengan pusat penyempitan sebagai
sumber bunyi berada disebelah depan pangkal gusi (alveolar-ridge). [+ant] adalah
fonem vokal /a, i, u, ɛ, ͻ/, fonem konsonan hambat eksplosif /b, d, p, t/, frikatif /s/,
Universitas Sumatera Utara
nasal /m, n, ŋ, ň/, dan likuida /l, r/. [-ant] adalah fonem konsonan hambat eksplosif
/j, g, k/, frikatif /h/, konsonan nasal /ň, ŋ/.
3.Ciri Cara Artikulasi
Cara-cara pengucapan bunyi ujar, seperti dihambat (stops/plosives),
dialirkan (liquids), digeserkan (fricatives), dan seterusnya juga dengan
menentukan ciri distingtif. Pada garis besarnya, ciri-ciri itu dapat dibagi menjadi
enam ciri, yaitu delayed-release (penglepasan tertunda), strident, malar, nasal, dan
lateral.
a. Delayed-release [delrel] (penglepasan tertunda)
Pada dasarny
DAFTAR KOSA KATA DASAR BAHASA INDONESIA DAN BAHASA BATAK TOBA DI KECAMATAN PANGURURAN,
KECAMATAN SIANJUR MULA-MULA, DAN KECAMATAN SIMANINDO
No.
Bahasa
Indonesia
Kecamatan Pangururan
Kecamatan Sianjur Mulamula
1.
alis
KPP
salibͻn
KSO
salibͻn
DB
salibͻn
DAS
salibͻn
2.
bahu
abara
abara
abara
3
bibir
mussuŋ
mussuŋ
4
dada
andͻra
5
daging
6
Kecamatan Simanindo
KS
salibͻn
KSI
salibͻn
KT
alis
abara
DBD
Ibbulu ni
mata
abara
abara
abara
pundak
bibir
mussuŋ
issum
issum
bibir
bibir
andͻra
andͻra
andͻra
andͻra
andͻra
andͻra
andͻra
sibuk
sibuk
akula
sibuk
badan
sibut
sibut
badan
darah
mudar
mudar
mudar
mudar
budar
mudar
mudar
mudar
7
jantung
pusu-pusu
pusu-pusu
pusu-pusu
tarͻttͻk
pusu-pusu
tarͻttͻk
pusu-pusu
pusu-pusu
8
kaki
pat
simanjͻjak
tͻt
simanjͻjak
pat
pat
simanjͻjak
pat
9
mata
simalͻlͻŋ
simanjͻŋgͻr
simanjͻŋgͻr
simalͻlͻŋ
mata
simalͻlͻŋ
10
telinga
piŋgͻl
siparɛͻn
piŋgͻl
sipanangi
piŋgͻl
piŋgͻl
11
ubun-ubun
pͻga-pͻga
parsabbubuan
sabbubu
parsahubuan parsabubuan
sabbubu
simalͻlͻŋ
sipanaŋi
mata
piŋgͻl
parsabbubuan parsabbubuan
Universitas Sumatera Utara
No.
Bahasa
Kecamatan Pangururan
Kecamatan Sianjur Mulamula
Kecamatan Simanindo
Indonesia
KPP
KSO
DB
DAS
DBD
KS
KSI
KT
landͻŋ
landͻŋ
landͻŋ
landͻŋ
landͻŋ
landͻŋ
landͻŋ
landͻŋ
13
warna hitam
pada kulit
dahi
pardͻmpahan
ipͻn
ŋiŋi
pardͻmpaka
n
ipͻn
pardͻmpahan
ipͻn
pardͻmpaka
n
ŋiŋi
pardͻmpahan
gigi
pardͻmpaha
n
ŋiŋi
pardͻmpahan
14
pardͻmpaha
n
ŋiŋi
15
kamu
hamu
hͻ
hamu
hamu
hͻ
hͻ
hamu
hͻ
16
hamu sude
hamu sude
hamu sude
hamu sudena
hamu sude
hamu sude
hanima sude
hamu
17
kamu
sekalian
laki-laki
baͻa
baͻa
baͻa
baͻa
baͻa
baͻa
baͻa
baͻa
18
orang
jͻlma
halak
jͻlma
jͻlma
jͻlma
jͻlma
halak
jͻlma
19
perempuan
bͻru-bͻru
bͻru-bͻru
bͻru-bͻru
bͻrua
bͻru-bͻru
bͻru-bͻru
bͻrua
bͻrua
20
saya
ahu
ahu
iba
ahu, iba
au
au
ahu
au
21
ayah
amaŋ
amaŋ
amaŋ
amͻŋ
bapa
amaŋ
bapa
bapa?
22
ibu
inaŋ
inaŋ
inaŋ
inͻŋ
ͻmak
inaŋ
ͻmak
ͻmak
23
hͻt ripe
marͻongan
saripe
aŋgi
namarrumataŋg
a
aŋgi
namarrumataŋ
ga
aŋgi
namarsaripe
dͻngan saripe
24
pasangan
suami istri
adik
aŋgi
aŋgi
martuŋga ni
bͻru
aŋgi
namarrumataŋ
ga
adɛk
No.
Bahasa
12
aŋgi
Kecamatan Pangururan
Kecamatan Sianjur Mulamula
ŋiŋi
Kecamatan Simanindo
Universitas Sumatera Utara
Indonesia
KPP
KSO
DB
DAS
DBD
KS
KSI
KT
25
anak
anak
ianakhͻn
gɛllɛŋ
gɛllɛŋ
gɛllɛŋ
gɛllɛŋ
ianakhͻn
gɛllɛŋ
26
ayah dari
orangtua
ibu dari
orangtua
kakak
ͻppuŋ dͻli
ͻppuŋ dͻli
ͻppuŋ dͻli
ͻppuŋ baͻa
ͻppuŋ dͻli
amaŋ
amaŋ
ͻppuŋ dͻli
ͻppuŋ bͻru
ͻppuŋ bͻru
ͻppuŋ bͻru
ͻppuŋ bͻru
ͻppuŋ bͻru
inaŋ
inaŋ
ͻppuŋ bͻru
akkaŋ
akkaŋ
haha
akkaŋ
akkaŋ
haha
akkaŋ
akkaŋ
ͻppu
ͻppu
ͻppUŋ nahinan
ͻpputta parjͻlͻ
ͻppuŋ/ ͻppu
ͻppuŋ najͻlͻ
ͻppu
ͻppu
mangurupi
mangarupi
pangurupiͻn
parasirohaͻn
pangurupiͻn
pangurupiͻn
mangalehͻn
pangurupiͻn
mangurupi
marbͻgas
martumpͻl
marͻrͻan
tanda burju
marpadan
marhallɛt
naeŋ jadi
marbͻgas
mengandun
g
dukun
marsandaŋ
buntiŋ
buttiŋ
buntiŋ
sͻndaŋin
datu
mardɛŋgan
dagiŋ
datu
marsandaŋ
sibasͻ
mardɛŋgan
dagiŋ
datu
datu
datu
datu
datu
happuŋ
happuŋ
happuŋ
tuŋga ni huta
happuŋ
kapala nagari
nagari
nagari
35
kepala
kampung
kawin
sohͻt
sohͻt
sohͻt
sͻhͻt, muli
hͻt ripe
36
kerja bakti
marrͻdi
marsiurupan
marsiurupan
marsiurupan
marsiurupan
No.
Bahasa
27
28
29
30
31
32
33
34
nenek
moyang
datang
memberi
banyuan ke
tempat
orang
bertunangan
Kecamatan Pangururan
Kecamatan Sianjur Mulamula
dͻngan
marhͻt ripe
saripe
gͻtͻŋ rͻyͻŋ
marsiurupmarsiadapari
urupan
Kecamatan Simanindo
lakku
Universitas Sumatera Utara
Indonesia
KPP
KSO
DB
DAS
DBD
KS
KSI
KT
37
dapur
dapur
pudi
dapur
dapur
dapur
pudi-pudi
dapur
dapur
38
lumbung
pͻti
pͻti
pͻti
sikkup
pͻti
lubbuŋ
lͻmbuŋ
hͻmbuŋ
39
pintu
tͻhaŋ
tͻhaŋ
bͻbͻn
pittu
baba jabu
baba ni jabu
pittu
laba-laba
40
kepala desa
happuŋ
happuŋ
happuŋ
happuŋ
paŋulu
rumah
pangulu ni
huta
jabu
happuŋ
41
uluan ni
huta
jabu
jabu
sibagandiŋ tua
jabu
jabu
jabu
jabu
42
atap
tarup
tarup
tarup
tarup
tarup
tarup
tarup
tarup
43
kamar
bilut
bilut
bilut
bilut
bilut
bilut
bilut
bilut
44
tungku
tatariŋ
tatariŋ
tatariŋ
tatariŋ
tatariŋ
tatariŋ
tatariŋ
tatariŋ
45
pusaka
mutiha
mutiha
pusaha
hͻmitan
pusaka
pusaka
pusaha
pusaka
46
sͻrha
hulhulan
sͻrha
sͻrha
sͻrha
sͻrha
sͻrha
tͻnunan
47
alat untuk
membuat
benang
tenun
alu
andalu
andalu
andalu
andalu
andalu
andalu
andalu
andalu
No.
Bahasa
Kecamatan Pangururan
Kecamatan Sianjur Mulamula
Kecamatan Simanindo
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrachman, dkk. 1985. Struktur Bahasa Sunda Dialek Cirebon.
Jakarta: Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Alwi, Hasan. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai
Pustaka
Alwi, Hasan. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka
Ayatrohaedi. 1983. Dialektologi: Sebuah Pengantar. Jakarta: Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan
Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Duranti, Allesandro. 1997. Linguistic Anthrophology. Cambridge:
Cambridge University Press.
http://www.samosirkab.go.id (diunduh pada hari Rabu, 24 November 2010
pukul 18: 17 WIB).
http://www.scribd.com/ Fonologi- Generatif (diunduh pada 23 Oktober
2011).
http://www.worldcat.org (diunduh pada 04 september 2009).
Jufrizal, dkk. 2007. Jurnal Ilmu-ilmu Bahasa dan Sastra: LOGAT.
Medan: Departemen Sastra Indonesia Fakultas Sastra USU
Lass, Roger. 1991. Fonologi: Sebuah Pengantar untuk Konsep- konsep
Dasar. Terjemahan oleh Drs. Warsono, MA dkk. Semarang: IKIP
Semarang press
Mahsun. 1995. Dialektologi Diakronis. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press
Muslich, Masnur. 2008. Fonologi Bahasa Indonesia: Tinjaua Deskriptif
Sistem Bunyi Bahasa Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.
Purba, Theodorus, dkk. 1993. Fonologi Bahasa Dani Barat. Jakarta: Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan.
Universitas Sumatera Utara
Ritonga, Parlaungan. 2008. Bahasa Indonesia Praktis. Medan: Bartong
Jaya
Samsuri. 1994. Analisis Bahasa. Jakarta: Erlangga
Schane, Sanford A. 1992. Fonologi Generatif. Terjemahan oleh
Kentjanawati Gumawan. Jakarta: PT.Gelora Aksara Pratama.
Sibarani, Robert. 1997. Sintaksis Bahasa Batak Toba. Medan : Universitas
Sumatera Utara (USU PRESS).
Simanjuntak, Mangantar. 1990. Teori Fitur Distingtif Fonologi Generatif:
Perkembangan dan Penerapannya. Jakarta: Gaya Media Pratama.
Simanjuntak, Mangantar. 1990. Teori Linguistik Chomsky dan Teori
Neurolinguistik Wernicke: Ke Arah Satu Teori Bahasa yang Lebih
Sempurna. Jakarta: Gaya Media Pratama.
Sinaga, Anicetus. 2002. Tata Bahasa Batak Toba. Medan: Bina Media.
Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik dan Analisis Bahasa.
Yogyakarta: Wacana
Verhaar, 1982. Pengantar Linguistik. Yogyakarta: Gajah Mada University
Press.
Universitas Sumatera Utara
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
3.1.1 Lokasi Penelitian
Lokasi adalah letak atau tempat (Alwi, 2005:680). Lokasi atau tempat
penelitian ini dilakukan adalah di kecamatan Simanindo dan kecamatan Sianjur
Mula-mula, kabupaten Samosir. Bahasa yang digunakan masyarakat di daerah
Simanindo sudah sangat berbeda dengan bahasa-bahasa mereka yang tinggal di
daerah pedesaan yaitu kecamatan Sianjur Mulamula. Hal itu terjadi karena di
daerah Simanindo terdapat sebuah tempat wisata yaitu “Museum Batak Toba”.
Tempat itu sering dikunjungi oleh para wisatawan mancanegara atau pun
masyarakat di luar dari daerah itu sehingga penggunaan bahasa resmi di daerah itu
mengalami pergeseran dan mengakibatkan dialeknya juga berbeda dan tentu
sekali bunyi- bunyi bahasa yang diucapkan masyarakat setempat akan berbeda
dari bahasa yang seharusnya. Sebaliknya, bahasa yang ada di daerah Kecamatan
Sianjur Mulamula desa Bonan Dolok masih sangat murni atau asli.
Hal itu terjadi karena daerah tersebut belum banyak menunjukkan
keistimewaan daerahnya sehingga masih jarang disentuh masyarakat di luar
daerah itu apalagi masyarakat dari perkotaan sehingga bahasa mereka terjaga kuat
dan tidak terlalu mengikuti perkembangan-perkembangan bahasa. Bukan hanya
karena itu saja, daerah itu juga jauh dari perkotaan dan untuk menempuh
perjalanan ke desa Bonan Dolok, masyarakat harus menaiki kapal yang rute
Universitas Sumatera Utara
perjalanannya hanya sekali dalam sehari. Jadi, jika kita ketinggalan kapal, kita
harus menunggu esok hari supaya dapat pergi ke lokasi atau desa tersebut.
Berikut adalah peta Kabupaten Samosir yang merupakan lokasi penelitian.
3.1.2
Waktu Penelitian
Waktu adalah seluruh rangkaian saat proses, perbuatan atau keadaan
berada atau beerlangsung (Alwi, 2005: 1267). Dalam hal ini penelitian ini
dilakukan sejak tanggal 20 mei – 17 September 2013.
3.2 Sumber Data
Data adalah kenyataan yang ada yang berfungsi sebagai bahan sumber
untuk menyusun suatu pendapat; keterangan atau bahan yang dipakai untuk
penalaran atau penyelidikan (Alwi, 2005: 319). Data dalam penelitian ini
Universitas Sumatera Utara
bersumber dari tuturan penutur asli secara langsung mengenai fonem dalam
bahasa Batak Toba. Fonem bahasa Batak Toba dijaring melalui sejumlah leksikal
yang berisi berbagai kemungkinan variasi vokal dan konsonan.
Yang menjadi sumber data dalam penelitian ini adalah informan yang
merupakan penutur jati dalam bahasa Batak Toba yang disebut sebagai subjek
penelitian. Di bawah ini merupakan gambar saat peneliti melakukan tinjauan
langsung di lokasi dengan informan di desa Bonan Dolok.
Foto bersama informan di desa Bonan Dolok.
Universitas Sumatera Utara
Dalam penelitian ini peranan informan sangat diperlukan untuk
mendapatkan data yang diperlukan. Dalam bukunya Mahsun (1995: 106)
mengatakan, seseorang yang dijadikan sebagai informan harus memiliki syaratsyarat sebagai berikut:
1. Berjenis kelamin pria atau wanita
2. Berusia antara 25- 65 tahun (tidak pikun)
3. Orangtua, istri atau suami informan lahir dan dibesarkan di desa itu serta
jarang atau stidak pernah meninggalkan desanya
4. Berpendidikan, maksimal tamat pendidikan dasa (SD - SLTP)
5. Berstatus sosial menengah (tidak rendah atau tidak tinggi) dengan harapan
tidak terlalu tinggi mobilitasnya
6. Pekerjaannya bertani atau buruh
7. Memiliki kebanggaan terhadap isolek dan masyarakat isoleknya
8. Dapat berbahasa Indonesia
9. Sehat jasmani dan rohani.
3.3 Metode Penelitian
3.3.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Metode adalah cara yang harus dilakukan dalam melakukan penelitian,
sedangkan teknik adalah cara melaksanakan metode (Sudaryanto, 1993: 9).
Metode yang digunakan dalam penyediaan atau pengumpulan data dalam
penelitian ini adalah metode cakap. Metode cakap merupakan pengumpulan data
Universitas Sumatera Utara
berupa percakapan antara peneliti dengan informan secara langsung atau dengan
tatap muka, sedangkan teknik dasar yang digunakan adalah teknik libat cakap
yang berarti penelitian ini dilakukan dengan cara peneliti mendatangi langsung
setiap daerah pengamatan dan melakukan percakapan dengan para informan.
Selanjutnya peneliti juga menggunakan teknik catat yang berarti saat melakukan
penelitian, peneliti mencatat hasil percakapan untuk mengetahui realisasi fonem
tertentu. Seperti untuk membedakan [i] dalam silabel terbuka dalam bahasa Batak
Toba penutur dipancing untuk mengungkapkan bunyi leksikal yang berbeda
silabel dalam cara pengucapannya. Misalnya : /otik/
→ [oti?], /piga/→ [piga].
Dari data tersebut untuk sementara, disimpulkan bahwa [i] diucapkan menjadi [i]
baik dalam silabel terbuka maupun silabel tertutup.
3.3.2
Metode dan Teknik Analisis Data
Setelah data dikumpulkan maka dilakukan sebuah analisis terhadap data
untuk menyelesaikan permasalahan yang telah ditentukan. Metode yang
digunakan dalam menganalisis data adalah metode padan artikulatoris yaitu
metode yang menganalisis sampai kepada suatu penentuan bahwa vokal ialah
bunyi yang dihasilkan tanpa penghalangan kecuali pada pita suara dan kalimat
adalah serentetan bunyi yang diakhiri oleh kesenyapan karena tidak ada lagi kerja
organ wicara. Misalnya untuk membedakan bunyi [d] dengan [n] diketahui
berdasarkan artikulasinya. Bunyi [d] memiliki fitur dental, hambat dan bersuara
sedangkan bunyi [n] memiliki fitur dental, nasal, dan bersuara. Selanjutnya teknik
yang digunakan dalam menganalisis data adalah teknik hubung banding
menyamakan (HBS) dan teknik hubung banding memperbedakan (HBB).
Universitas Sumatera Utara
Melalui kedua teknik itu peneliti dapat mengetahui hubungan banding
antara semua unsur penentu yang relevan dengan semua unsur data yang
ditentukan. Karena membandingkan berarti mencari persamaan dan perbedaan
yang ada di antara kedua hal yang dibandingkan. Persamaan bunyi [d] dan [n]
adalah sama- sama bunyi dental bersuara yang cara artikulasinya berbeda.
Kemudian untuk menganalisis perubahan- perubahan bunyi dalam bahasa Batak
Toba metode padan artikulatoris ini juga dilakukan dengan menerapkan teknikteknik perubahan bunyi (Schane, 1992: 51) yakni asimilasi, struktur silabel,
pelemahan dan penguatan, dan netralisasi yang masing- masing mempunyai ciri
tersendiri. Terakhir, setelah semua analisis fonem bahasa Batak Toba dilakukan,
digambarkanlah sistem fonem vokal dan sistem fonem konsonan bahasa Batak
Toba.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Distribusi Fonem Vokal dan Konsonan
Distribusi fonem adalah bagian yang membahas posisi fonem apakah
fonem tersebut dapat terletak pada bagian awal,tengah atau akhir dalam sebuah
kata. Distribusi fonem dalam bahasa Batak Toba dapat dilihat pada tabel di bawah
ini.
4.1.1
Distribusi Fonem Vokal
Fonem-fonem vokal yang terdapat dalam bahasa Batak Toba ada lima
fonem, yaitu [a, i, ɛ, u, o].
Tabel 1. Posisi Fonem Vokal
Posisi
Fonem
Awal
Tengah
Akhir
a
/amaŋ/
/abara/
/andͻra/
‘ayah’
‘pundak’
‘dada’
/inaŋ/
/hail/
/pͻti/
‘ibu’
‘pancing’
‘lumbung’
/ulͻk/
/mudar/
/au/
‘ular’
‘darah’
‘aku’
i
u
Universitas Sumatera Utara
ɛ
ͻ
/ɛtͻŋ/
/gɛlleŋ/
/isɛ/
‘hitung’
‘anak’
‘siapa’
/ͻppuŋ/
/jͻlma/
/magͻ/
‘kakek’
‘orang’
‘hilang’
Distribusi fonem vokal seperti yang terdapat pada tabel di atas dapat
berada pada posisi awal, tengah, dan akhir kata. Untuk menguji keberadaan suatu
fonem vokal di atas, dapat dilakukan melalui pasangan minimal.
1. /ͻ/ – /i/
/ͻma/ ‘ibu’ - /ima/ ‘itu’
2. /u/- /i/
/unaŋ/ ‘jangan’ - /inaŋ/ ‘ibu’
3. /ɛ/ - /i/
/ɛda/ ‘kakak ipar’ - /ida/ ‘lihat’
/sɛat/ ‘potong’ - /siat/ ‘muat’
4. /a/ - /u/
/rara/ ‘merah’ - /rura/ ‘lembah’
5. /a/ - /ɛ/
/sɛga/ ‘rusak’ - /sɛgɛ/ ‘tampil’
6. /ͻ/ - /ɛ/
/malͻ/ ‘pintar’ - /malɛ/ ‘lapar’
7. /u/ - /ɛ/
/suga/ ’duri’- /sɛga/ ‘rusak’
Universitas Sumatera Utara
4.1.2 Distribusi Fonem Konsonan
Fonem-fonem konsonan yang terdapat dalam bahasa Batak Toba ada
sebanyak lima belas fonem konsonan, yaitu [b, d, g, h, j, k, l, m, n, p, r, s, t, ŋ, ň].
Tabel 2. Posisi Fonem Konsonan
Posisi
Fonem
Awal
Tengah
Akhir
b
/bͻru-bͻru/
/parsabbubuan/
-
‘perempuan’
‘ubun-ubun’
/dagIŋ/
/Indahan/
‘badan’
‘nasi’
/gɛllɛŋ/
/aŋgi/
‘anak’
‘adik’
/hudͻn/
/sͻrha/
‘periuk’
‘alat untuk
d
g
h
-
-
-
membuat benang
tenun’
j
k
l
/jͻlma/
/simanjͻjak/
-
‘orang’
‘kaki’
/kͻrak/
/akkaŋ/
/appͻrik/
‘kerak’
‘kakak’
‘burung’
/lagɛ/
/ŋali/
/hail/
‘tikar’
‘dingin’
‘pancing’
Universitas Sumatera Utara
m
n
p
/marlaŋɛ/
/harambir/
/issum/
‘berenang’
‘kelapa’
‘bibir’
/nasida/
/andalu/
/hudͻn/
‘mereka’
‘alu’
‘periuk’
/pͻti/
/paŋurupiͻn/
/gͻdap/
‘lumbung’
‘datang memberi
‘lempar’
bantuan ke tempat
orang lain’
r
s
t
ň
/rͻa/
/jarum/
/ihur/
‘jelek’
‘jahit’
‘ekor’
/sͻban/
/marsandaŋ/
/bagas/
‘kayu’
‘hamil’
‘rumah’
/tatariŋ/
/uttɛ/
/tuŋkͻt/
‘tungku’
‘jeruk’
‘tongkat’
/ňͻn/
-
-
/ŋiŋi/
/paŋulu ni huta/
/landͻŋ/
‘gigi’
‘kepala desa’
‘warna hitam
‘ini’
ŋ
pada kulit’
Distribusi fonem konsonan dalam bahasa Batak Toba tidak semuanya
dapat menempati posisi pada suatu kata, baik di awal, tengah maupun akhir suatu
Universitas Sumatera Utara
kata. Seperti fonem [b], [d], [g], [h], [j], [k]. Beda halnya dengan fonem [ň] yang
tidak dapat menempati posisi tengah kata dan akhir kata.
Fonem-fonem tersebut dapat juga dibuktikan melalui pasangan minimal, yaitu
1. /b/ - /s/
[bɛrɛ]’keponakan’ – [sɛrɛ] ‘emas’
2. /g/ - /s/
[gͻgͻ]’kuat’ – [sͻgͻ]’risih’
3. /b/ - /d/
[uban]’rambut putih’ – [udan]’hujan’
4. /h/ - /l/
[hɛa]’pernah’ – [lɛa]’hina’
5. /j/ - /m/
[jalͻ]’terima’ – [malͻ]’pandai’
6. /k/ - /s/
[lͻak]’bodoh’ – [lͻas]’ijinkan’
7. /l/ - /t/
[lͻgu]’not’ – [tͻgu]’bimbing’
8. /m/ - /h/
[mata]’mata’ – [hata]’kata’
9. /m/ - /n/
[mian]’tetap’ – [nian]’andai’
10. /p/ - /s/
[pira]’telur’ – [sira]’garam’
Universitas Sumatera Utara
11. /r/ - /g/
[pira]’telur’ – [piga]’berapa’
12. /s/ - /r/
[sɛrɛ]’emas’ – [rɛrɛ]’tikar’
13. /t/ - /b/
[tͻru]’bawah’ – [bͻru]’perempuan’
14. /ŋ/ - /p/
[adͻŋ]’ada’ – [adͻp]’hadap’
4.2 Perubahan Bunyi dalam Bahasa Batak Toba.
Perubahan bunyi atau proses fonologis merupakan perubahan suatu
morfem saat bergabung menjadi sebuah kata, frase atau pun kalimat. Adapun
perubahan bunyi yang terdapat dalam bahasa Batak Toba adalah asimilasi,
struktur silabel, pelemahan dan penguatan, dan netralisasi.
Adapun perubahan bunyi yang terdapat di Kabupaten Samosir adalah
4.2.1 Asimilasi
Asimilasi adalah perubahan bunyi dari dua bunyi yang tidak sama menjadi
bunyi yang sama atau hampir sama. Dalam bahasa indonesia ada beberapa kata
yang bisa dikategorikan masuk dalam proses asimilasi itu sendiri karena dalam
proses asimilasi itu sendiri sebuah segmen mendapat ciri-ciri dari segmen yang
berdekatan. Konsonan mungkin mengambil ciri-ciri dari vokal, vokal mungkin
mengambil ciri-ciri dari konsonan, konsonan yang satu bisa mempengaruhi
Universitas Sumatera Utara
konsonan yang lain atau vokal yang satu bisa mempengaruhi vokal yang lain.
Dalam pendapat Chaer (1994:132) proses asimilasi merupakan proses perubahan
sebuah bunyi menjadi bunyi yang lain sebagai akibat dari bunyi yang ada di
lingkungannya sehingga bunyi itu menjadi sama atau mempunyai ciri-ciri yang
sama dengan bunyi yang memengaruhinya.
Contoh :
1. [maɲ + bͻan] → [mambͻan]
Kaidah:
[ɲ]
→
‘membawa’
[m]
/____[b]
+kons
+kons
-kons
+nasal
+nasal
-nasal
+ant
-ant
+ant
+high
+high
-high
+korn
+korn
Dalam kaidah di atas, fonem [ɲ] mengalami asimilasi menjadi [m]
sebelum konsonan [b] karena fitur distingtif yang yang membedakannya dalam
kaidah fonologi.
Universitas Sumatera Utara
2. [maɲ + daŋgur]
Kaidah:
[ɲ]
→
→ [mandaŋgur] ‘melempar’
[n]
/____[d]
+kons
+kons
-kons
+nasal
+nasal
-nas
+ant
-ant
+ant
+high
+high
Dalam kaidah di atas, fonem [ɲ] mengalami asimilasi menjadi [n] sebelum [d].
3. [maɲ + dalan] → [mardalan] ‘berjalan’
Kaidah:
[ɲ]
→
[r]
/____[d]
+kons
+kons
+kons
+nasal
-nas
-nas
+ant
-ant
+ant
+high
-low
+back
+kont
Dalam kaidah di atas, fonem [ɲ] mengalami asimilasi menjadi [r] sebelum [d].
4. [maɲ + allaŋ] →[maŋallaŋ] ‘memakan’
Kaidah:
[ɲ]
→
[ŋ]
/____[a]
+kons
+kons
-kons
+nasal
+nas
-nas
+ant
+son
+son
+high
-kont
-high
Universitas Sumatera Utara
Dalam kaidah di atas, fonem [ɲ] mengalami asimilasi menjadi [ŋ] sebelum
[a]. Bukan hanya vokal [a] saja, tetapi dalam hal ini semua vokal dalam bahasa
Batak Toba.
/hait + hͻn/ → [haittͻn] ‘gantungkan’
5.
Kaidah:
/h/
→
/t/
Ø
/t___
+kons
+kons
+kons
+kont
-kont
-kont
-voiced
+voice
+voice
-lat
-lat
-lat
Dalam hal ini, bunyi [h] mengalami assimilasi menjadi [t].
4.2.2
Struktur Silabel
Proses struktur silabel memengaruhi distribusi relatif antara konsonan dan
vokal dalam kata. Konsona dan vokal dapat dilesapkan atau disisipkan. Dua
segmen dapat berpadu menjadi satu segmen. Sebuah segmen dapat mengubah
ciri-ciri kelas utama seperti bunyi vokal menjadi bunyi luncuran. Dua segmen bisa
saling bertukar tempat. Setiap proses ini dapat menyebabkan alternasi dalam
struktur silabel yang asli. Proses struktur silabel meliputi pelesapan konsonan,
pelesapan vokal, penyisipan konsonan, penyisipan vokal, perpaduan konsonan,
perpaduan vokal, perpaduan konsonan dan vokal, perubahan kelas utama, dan
metatesis.
Hal ini akan dianggap menjadi struktur silabel KV. Silabel yang berisi
sebuah konsonan dan sebuah vokal sebagai struktur dasar setiap proses yang
Universitas Sumatera Utara
mengambil struktur silabel yang lebih kompleks dan mengontraksikannya menjadi
pola KV akan berakibat struktur silabel pilihan. Akibatnya adalah memisahkan
gugus konsonan atau deretan vokal. Gugus yang terdiri dari dua konsonan itu
dapat disederhanakan dengan cara dilesapkan, disisipkan, dan dipadukan.
4.2.2.1 Pelesapan (Ø) Konsonan
Contoh :
1. /maɲ + tͻlͻŋ/ → /manͻlͻŋ/ ‘menolong’
Kaidah :
[ɲ]
→ [Ø]
/___[t]
+kons
+kons
+nasal
-nas
+ant
+ant
+high
-high
Dalam kaidah ini, [ɲ] mengalami pelesapan sebelum bunyi [t] dan
akhirnya muncul bunyi [n].
2. /maɲ + pͻŋgͻl / → /mamͻŋgͻl/ ‘memotong’
Kaidah :
[ɲ]
→ [Ø] /___p
+kons
+kons
+nasal
-nas
+ant
+ant
+high
-high
-back
-bersuara
Universitas Sumatera Utara
Dalam kaidah ini, bunyi [ɲ] mengalami pelesapan sebelum bunyi [p]
sehingga muncul bunyi [m].
4.2.2.2 Pelesapan Vokal
Pelesapan adalah penghilangan suatu fonem. Pelesapan vokal dilakukan
untuk mencegah munculnya dua vokal secara bersamaan.
Contoh:
1. /mar + siadapari/ → /marsidapari/ ‘tolong-menolong’
Kaidah:
[a]
→ [Ø] / [i] ___[d]
+kons
-kons
+kons
+sil
+sil
-sil
+son
+son
-son
-high
+ant
-nas
Dalam hal ini, bunyi [a] mengalami pelesapan sebelum bunyi [d].
→ /bͻru/ ‘perempuan’
2. /bͻrua/
Kaidah:
[a]
→ [Ø] / v___#
+kons
-kons
+sil
+sil
+son
+son
-high
+high
+bersuara
+back
Universitas Sumatera Utara
Dalam hal ini, bunyi [a] mengalami pelesapan setelah bunyi [u].
4.2.2.3 Penyisipan Konsonan (Epentesis)
Penyisipan konsonan adalah proses penambahan atau penyisipan bunyi
konsonan di tengah suatu kata.
Contoh:
/parsabubuan/ →
Kaidah:
Ø→
[b]
/parsabbubuan/ ‘ubun-ubun’
/ v___[b]
-korn
-korn
+ant
+ant
-high
-high
-low
-low
-back
-back
Dalam hal ini, bunyi [b] mengalami penyisipan konsonan [b] setelah vokal.
4.2.2.4 Penyisipan Vokal
Penyisipan vokal adalah proses penambahan atau penyisipan bunyi vokal
di tengah suatu kata. Penyisipan vokal tidak ditemukan atau tidak ada dalam
bahasa Batak Toba.
4.2.2.5 Perpaduan Konsonan
Perpaduan konsonan tidak ditemukan dalam bahasa Batak Toba.
Universitas Sumatera Utara
4.2.2.6 Perpaduan Vokal
Perpaduan vokal tidak ditemukan dalam bahasa Batak Toba.
4.2.2.7 Metatesis
Metatesis adalah perubahan urutan bunyi fonemis pada suatu kata
sehingga menjadi dua bentuk yang bersaing. Dalam bahasa Batak Toba, kata-kata
yang mengalami metatesis adalah
Contoh:
4.2.3
apus/ - /usap/ - /sapu/ ‘bersihkan’
Pelemahan dan Penguatan
Tidak semua perubahan dalam struktur silabel selalu berakibat struktur
silabel yang lebih sederhana. Struktur silabel akan menjadi lebih kompleks,
misalnya jika vokal dalam konfigurasi KVKV yang asli dilesapkan sehingga dua
konsonan itu berjejer. Pelesapan demikian sering disebabkan oleh segmen yang
menduduki posisi lemah dalam silabel itu. Dalam proses berikut faktor yang
penting ialah pelemahan dan setiap perubahan dalam struktur silabel adalah tidak
penting. Pelemahan ini merupakan penghilangan bunyi fonemis sebagai akibat
upaya penghematan atau ekonomisasi pengucapan.
Universitas Sumatera Utara
4.2.3.1 Sinkope dan Apokope
4.2.3.1.1
Sinkope
Sinkope merupakan proses penghilangan atau penanggalan satu atau lebih
fonem pada tengah kata.
Contoh:
[ahu] – [au] ‘saya’
[bͻha]- [bͻa] ‘mengapa’
[isͻn] - [iͻn] ‘di sini’
Pelesapan konsonan [h dan s] terjadi karena segmen-segmen tersebut menduduki
posisi lemah dalam silabel itu.
4.2.3.1.2
Apokope
Apokope adalah pemenggalan vokal tak bertekanan pada posisi akhir.
Vokal itu sering berupa vokal yang dilemahkan atau vokal berupa bunyi pepet.
Dalam hal ini bahasa Batak Toba tidak mengenal apokope karena bunyi [e] lemah
tidak ada dalam bahasa Batak Toba.
Diftongisasi adalah perubahan bunyi vokal tunggal menjadi bunyi vokal
rangkap secara berurutan. Dalam hal ini, perubahan bunyi diftongisasi tidak
ditemukan dalam bahasa Batak Toba.
4.2.4
Netralisasi
Netralisasi adalah proses yang pembedaan fonologinya dihilangkan dalam
lingkungan tertentu. Jadi, segmen yang berkontras dalam satu lingkungan
Universitas Sumatera Utara
mempunyai representasi yang sama dalam ligkungan netralisasi. Untuk
menganalisis perubahan ini, dapat dikaji melalui pasangan minimal.
4.2.4.1 Netralisasi Konsonan
Analisis pasangan minimal bunyi /p/ dengan /b/ yang merupakan samasama bunyi labial.
Contoh:
/ͻpat / ‘empat’ - /ͻbat/ ‘obat’
Berarti dari segmen-segmen tersebut dapat dikatakan bahwa bunyi [p] dan [b] ada
dalam bahasa Batak Toba.
4.2.4.2 Netralisasi Vokal
Contoh:
/bisuk/ ‘bijak’ - /busuk/ ‘busuk’
Dari pasangan minimal di atas dapat disimpulkan bahwa bunyi [i] dan [u]
ada dalam bahasa batak Toba.
4.3 Sistem Fonem Vokal dan Konsonan Bahasa Batak Toba.
4.3.1 Sistem Fonem Vokal bahasa Batak Toba
Sistem fonem vokal yang ada dalam bahasa Batak Toba adalah /a,i, u, ɛ,
ͻ/. Vokal ini dapat menempati semua posisi dalam sebuah kata. Dalam sistem
persukuan kata, vokal selalu merupakan puncak kenyaringan dalam pengucapan.
Karena itu suku kata bahasa Batak Toba selalu mengandung bunyi vokal.
Realisasi fonem vokal tersebut adalah sebagai berikut.
Universitas Sumatera Utara
1.
Fonem vokal [a]
Realisasi vokal /a/ terdapat pada kata
a. Bunyi [a], seperti yang dijumpai pada kata: /andora/, /au/, ŋ/,
/ama
/andalu/.
2.
Fonem vokal [i]
Realisasi vokal [i] terdapat pada kata
a. Bunyi [i], seperti pada kata /ihur/, /ion/, /ise/, /ibbaru/, /ibbulu/,
/issum/.
3.
Fonem vokal [u]
Realisasi vokal [u] terdapat pada kata
a. Bunyi [u], seperti pada kata /udan/, /urat/, /ulu/, /ulͻk/, /utte/.
4.
Fonem vokal [ɛ]
Realisasi vokal [ɛ] terdapat pada kata
a. Bunyi [ɛ], seperti pada kata /ɛmɛ/, /ɛtoŋ/.
5.
Fonem vokal [ͻ]
Realisasi vokal [ͻ] terdapat pada kata
a. Bunyi [ͻ], seperti pada kata /ͻbuk/, /ͻppuŋ/.
Universitas Sumatera Utara
4.3.2
Sistem Fonem Konsonan bahasa Batak Toba
Jumlah konsonan bahasa Batak Toba adalah 15 fonem, yaitu /b/, /d/, /g/,
/h/, /j/, /k/, /l/, /m/, /n/, /p/, /r/, /s/, /t/, /ň/,ŋ/.
/ Di atara kelimabelas fonem itu ada
yang tidak mampu menempati semua posisi dalam sebuah kata. Di dalam sistem
persukuan kata ternyata sebagian di antara konsonan itu tidak mampu berperan
sebagai bunyi suku kata pertama, sebagian tidak mampu juga berperan sebagai
bunyi akhir suku kata, dan sebagian tidak mampu berperan sebagai bunyi di
tengah suku kata.
1.
Fonem konsonan [b]
Realisasi konsonan [b] terdapat pada kata
a. Bunyi [b], seperti pada kata /butuha/, /bittaŋ/, /balga/.
2.
Fonem konsonan [d]
Realisasi konsonan [d], seperti pada kata /dɛkkɛ/, /dakka/, /dappͻl/.
3.
Fonem konsonan [g]
Realisasi konsonan [g] terdapat pada kata, seperti /gadͻŋ/, /gɛͻ/, /gulͻk/.
4.
Fonem konsonan [h]
Realisasi konsonan [h] terdapat pada kata, seperti ŋ/,
/hassa
/hudͻn/,
/harabbir/, /haraŋan/.
5.
Fonem konsonan [j]
Realisasi konsonan [j] terdapat pada kata, seperti /jagͻ/, /jarum/,
/jabbulan/, /jabu/.
Universitas Sumatera Utara
6.
Fonem konsonan [k]
Realisasi konsonan [k] terdapat pada kata
a. Bunyi [k], seperti /kͻrak/, /tukkͻt/, /lͻtak/, /taddͻk/.
7.
Fonem konsonan [l]
Realisasi fonem [l] terdapat pada kata, seperti /lappɛt/, /lͻsuŋ/.
8.
Fonem konsonan [m]
Realisasi fonem [m] terdapat pada kata, seperti /mudar/, /marhallɛt/.
9.
Fonem konsonan [n]
Realisasi fonem [n] terdapat pada kata, seperti /nasida/, /andalu/, /hudͻn/.
10. Fonem konsonan [p]
Realisasi fonem [p] terdapat pada kata, seperti /piŋgͻl/, /pardͻmpahan/.
11. Fonem konsonan [r]
Realisasi fonem [r] terdapat pada kata, seperti /rais/, /rittak/, /rihit/.
12. Fonem konsonan [s]
Realisasi fonem [s] terdapat pada kata, seperti /sͻppit/, /sɛsa/, /sirabun/,
/sisik/, /sisilͻn/.
13. Fonem konsonan [t]
Realisasi fonem [t] terdapat pada kata, seperti /taͻ/, /taŋguruŋ/, /tippul/.
14. Fonem konsonan [ň]
Realisasi fonem [ň] terdapat pada kata, seperti /ňͻn/, /ňan/.
15. Fonem konsonan [ŋ]
Realisasi fonem [ŋ] terdapat pada kata, seperti /ŋiŋi/, /gɛllɛŋ/, /ŋali/
Universitas Sumatera Utara
4.4 Peta Fonem Vokal dan Konsonan.
Peta Fonem Vokal
Posisi
Anjur Lidah
Lidah
Depan
Tengah
Belakang
tb
b
tb
b
tb
b
Tinggi
i
-
-
-
-
u
Sedang
-
-
-
-
-
-
Rendah
ɛ
-
a
-
-
ͻ
Catatan:
tb = tak bulat
b = bulat
Universitas Sumatera Utara
Peta Fonem Konsonan
Dae
rah
Cara Artikulasi
Bilabial
Arti
Labiod
Dental
ental
Alveo
Palat
Palat
Vela
glo
lar
o
al
r
tal
kula
alveol
si
ar
Plos
p
t
if
b
d
j
Afri
k
g
katif
s
Frik
h
atif
l
Late
ral
r
Tril
Nas
m
n
ň
ŋ
al
Universitas Sumatera Utara
BAB V
PENUTUP
5.1
Simpulan
Setelah data dianalisis maka simpulan dari penulisan skripsi ini adalah
1. Distribusi fonem vokal dan fonem konsonan dalam bahasa Batak Toba
tidak semua dapat menempati posisi dalam suatu kata. Baik awal,
tengah, maupun di posisi akhir.
2. Perubahan bunyi yang terdapat di dalam bahasa Batak Toba ada 4, yaitu
a. Asimilasi
b. Struktur silabel
c. Pelemahan dan Penguatan
d. Netralisasi
3. Sistem fonem vokal dalam bahasa Batak Toba adalah [a, i, u, ɛ, ͻ ] dan
sistem fonem konsonan dalam bahasa Batak Toba adalah [b, d, g, h, j, k, l,
m, n, p, r, s, t, ŋ, ň].
5.2
Saran
Melalui tulisan ini, peneliti mengharapkan supaya masyarakat penutur
bahasa Batak Toba memelihara bahasa bahasa Batak Toba supaya tetap terjaga.
Pemerintah juga harus ikut serta dalam pengembangan bahasa Batak Toba ini
Universitas Sumatera Utara
dengan memasukkan bahasa daerah dalam kurikulum pembelajaran terutama di
sekolah dasar.
Universitas Sumatera Utara
BAB II
KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep
Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses atau apapun yang
ada di luar bahasa yang digunakan akal budi untuk memahami hal- hal lain (Alwi,
2003: 558).
2.1.1
Fonem dan Sistem Fonem
Fonem adalah satuan bunyi bahasa terkecil yang membedakan makna.
Fonem merupakan bagian dari ilmu fonologi yang membahas mengenai bunyi.
Penelitian fonologi merupakan suatu penelitian yang mendasar untuk mengetahui
struktur bunyi suatu bahasa. Dalam penelitian fonologi dibicarakan aspek bunyi
dan aspek fonem suatu bahasa. Secara tepat tidak ada dua bunyi bahasa yang sama
benar yang diucapkan oleh seorang pembicara. Untuk menentukan status bunyi
bahasa apakah sebagai sebuah fonem atau bukan diperlukan suatu penelitian yang
melibatkan berbagai teori fonologi. Menurut Verhaar (1982: 36), fonologi adalah
ilmu yang menyelidiki perbedaan minimal antarujaran yang selalu terdapat dalam
kata sebagai konstituen, contohnya adalah hapas dan hipas.(hapas = kapas dan
hipas = sehat). Pasangan kata tersebut memiliki dua bunyi yang berbeda yaitu [a]
dan [i]. Hal itu menunjukkan bahwa /a/ dan /i/ adalah dua fonem yang berbeda.
Jadi, pasangan minimal adalah dua ujaran yang berbeda maknanya tetapi memiliki
minimal satu perbedaan bunyi.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan ada tidaknya rintangan terhadap arus udara dalam saluran
suara, bunyi bahasa dapat dibedakan menjadi dua kelompok: vokal dan konsonan
(Alwi dkk, 2003: 49). Vokal adalah bunyi bahasa yang dihasilkan tanpa
penutupan atau penyempitan di atas glotis. Dengan kata lain, vokal adalah bunyi
bahasa yang arus udaranya tidak mengalami rintangan dan kualitasnya ditentukan
oleh tiga faktor: tinggi-rendahnya posisi lidah, bagian lidah yang dinaikkan, dan
bentuk bibir pada pembentukan vokal itu (Alwi dkk, 2003: 50), sedangkan
konsonan adalah bunyi bahasa yang dihasilkan dengan berbagai hambatan atau
penyempitan aliran udara. Pada pelafalan konsonan, ada tiga faktor yang terlibat,
yaitu keadaan pita suara, penyentuhan atau pendekatan berbagai alat ucap, dan
cara alat ucap itu bersentuhan atau berdekatan (Alwi, 2003:52). Fonem tidak sama
dengan bunyi bahasa. Fonem diberi nama sesuai dengan nama salah satu bunyi
bahasa yang merealisasikannya. Misalnya: konsonan bilabial, konsonan bersuara,
konsonan geseran velar bersuara, vokal depan atas, dan lain sebagainya.
Kaidah yang mengatur penjejeran fonem dalam satu morfem dinamakan
kaidah fonotaktik (Alwi dkk, 2003: 28).
Bahasa Indonesia, misalnya,
mengizinkan jejeran seperti /-nt-/ (untuk), /-rs-/ (bersih) dan /-st-/ (pasti), tetapi
tidak mengizinkan jejeran seperti /-pk-/ dan /-pd/. Tiap bahasa mempunyai ciri
khas dalam fonotaktik, yakni dalam merangkaikan fonem untuk membentuk
satuan fonologis yang lebih besar.
Di dalam bidang fonologi bunyi terkecil dalam analisis generatif adalah
fitur yang berarti suatu bentuk yang hanya memperlihatkan hubungan secara
eksplisit sifat atau ciri setiap segmen. Fitur adalah ciri umum yang membedakan
Universitas Sumatera Utara
satu benda atau bunyi dari satu jenis benda (bunyi) yang lain. Misalnya: elecric
→ electricity (bahasa Inggris) ‘listrik’(Schane 1992 : 26).
Dalam contoh di atas [k] pada kata electric dan [s] pada kata electricity
sudah memiliki ciri pembeda yang spesifik. Terdapat suatu bunyi yang eksplisit
yaitu [k] sehingga muncul bentuk [s] menjadi kata ‘trisiti’ pada kata electricity
yang sebelumnya adalah trik pada kata electric. Hal itulah yang menunjukkan
peranan fonetik dalam kajian fonologi generatif. Berbeda halnya dengan fitur
distingtif atau ciri pembeda. Fitur distingtif adalah ciri khusus yang membedakan
suatu bunyi dari satu jenis bunyi yang lain menjadi bunyi yang sama. Misalnya
bunyi [p] dan [b]. Bunyi [p] dan [b] mempunyai unsur pembentuk tuturan yang
hampir sama yaitu [p] dan [b] merupakan bunyi labial dan [p] merupakan bunyi
hambat tak bersuara sedangkan [b] merupakan bunyi hambat bersuara atau hal itu
dapat disimpulkan [p] dan [b] adalah konsonan hambat labial penyuaraannya
berbeda.
Atau dapat digambarkan sebagai berikut:
b + bilabial
p
+ bilabial
+bersuara
- bersuara
+plosif
+ plosif
Bunyi ujaran pada dasarnya adalash udara yang dikeluarkan dari paru-paru
yang dimodifikasi oleh alat ucap manusia. Udara yang keluar dari paru-paru itu
berbeda-beda. Ada yang mengalami hambatan dan ada juga yang tidak mengalami
hambatan. Maksud dari kata mengalami hambatan tersebut adalah hambatan yang
Universitas Sumatera Utara
terjadi pada artikulasi aktif atau bagian dari alat ucap yang dapat digerakkan. Ada
dua macam bunyi dalam bahasa yakni bunyi vokal dan bunyi konsonan
berdasarkan ada tidaknya hambatan atau halangan dalam proses pembentukan
bunyi. Jika bunyi tersebut dapat membedakan arti maka disebutlah sebagai fonem.
Untuk membuktikan fonem vokal dan konsonan dapat ditentukan melalui
pasangan minimal, misalnya / batu/ dengan /bata/ yang membuktikan adanya
perbedaan fonem /a/ dan fonem /u/.
Sistem fonem dapat dinyatakan dengan struktur fonemis contohnya sistem
fonem dalam bahasa Jawa ialah /pr/, /tr/, /kr/, /cr/, /br/, /dr/, /gr/, /jr/, /sr/, /mr/,
/nr/, /ňr/, /ŋr/, tetapi tidak ada */hr/, */lr/, dan */yr/ yang mana kelompok tersebut
di luar */hr/, */lr/, dan */yr/ dimasukkan ke dalam kelompok /r/. Hal yang sama
berlaku juga pada /l/. Struktur fonemis kedua fonem itu dapat dinyatakan secara
umum bahwa kelompok /r/ dan /l/ di dalam bahasa Jawa terdapat sesudah semua
konsonan kecuali /h/, /y/, /l/, /r/. Di dalam sistem fonem bahasa Indonesia terdapat
struktur fonemis yang bisa dinyatakan kecuali /b, d, j, g, c, ǝ/.
ň, Semua fonem
terdapat pada akhir suku kata (Samsuri, 1994: 127).
Sistem fonem diklasifikasikan dalam dua dua bunyi yaitu bunyi segmental
dan bunyi suprasegmental. Arus ujaran merupakan suatu runtunan bunyi yang
bersambung- sambung terus- menerus dan diselang- seling dengan jeda singkat
atau jeda agak singkat disertai dengan keras lembut bunyi, tinggi rendah bunyi,
panjang pendek bunyi, dan dalam arus ujaran itu ada bunyi yang dapat
disegmentasikan sehingga disebut bunyi segmental, tetapi yang berkenaan dengan
keras lembut, panjang pendek, dan jeda bunyi tidak dapat disegmentasikan yang
Universitas Sumatera Utara
disebut bunyi suprasegmental atau prosodi (Chaer, 2007: 120). Jadi pada tingkat
fonemik ciri- ciri prosodi itu seperti tekanan, durasi, dan nada bersifat fungsional
atau dapat membedakan makna. Misalnya dalam bahasa Indonesia kata mental
(dengan tekanan pada suku pertama) bermakna ‘bersangkutan dengan batin dan
watak manusia yang bukan bersifat badan atau tenaga’, sedangkan pada kata
mental (dengan tekanan pada suku kedua) yang berarti ‘terpelanting, terpental’.
Dengan berbedanya letak tekanan pada kedua kata itu yang telah menunjukkan
unsur segmentalnya menyebabkan makna kedua kata itu berbeda. Klasifikasi
fonem segmental baik vokoid maupun kontoid yang diucapkan oleh penutur
bahasa Indonesia sangat variatif. Hal itu boleh dilihat dari sekian banyaknya
fonem dalam bahasa Indonesia.
Untuk menentukan bahwa suatu bunyi dalam suatu bahasa merupakan
salah satu fonem maka hal itu bisa diuji melalui pasangan minimalnya. Pasangan
minimal bertujuan untuk menciptakan kekontrasan yang pada gilirannya
menunjukkan fonem yang berbeda. Dua fonem yang saling menggantikan dalam
kerangka yang sama jika menghasilkan kata atau morfem yang berbeda dalam
bahasa itu disebut kontras. Hal ini dapat kita lihat pada bahasa Batak Toba.
Contoh:
1. /baba/
: /bapa/
→ [p,b]
2. /martapian/
: /partapian/
→ [m,p]
3. /lean/
: /leas/
→ [n,s]
4. /toras/
: /horas/
→ [t,h]
Universitas Sumatera Utara
2.1.2
Bahasa Batak Toba
Bahasa adalah alat komunikasi yang tak terlepas dari manusia karena
tanpa bahasa segala apa pun tidak akan tercapai sesuai dengan tujuan yang
diharapkan bersama. Tanpa bahasa interaksi antarsesama manusia tidak akan
berjalan dengan baik. Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang
digunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi,
dan mengidentifikasi diri (Chaer, 2007: 32).
Bahasa Batak Toba termasuk rumpun bahasa Melayu, tetapi bila
dibedakan antara protomalaya (Melayu Kuno) dari Deutoromalaya (Melayu
Muda, Melayu Pesisir) maka bahasa Batak Toba adalah cabang dari Protomalaya
sebagaimana bahasa Jawa dan bahasa Toraja adalah cabang dari bahasa Melayu
Kuno (Anicetus,2002: vii). Bahasa Batak Toba ini digunakan oleh masyarakat
penutur bahasanya untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan sesamanya di
daerah Sumatera Utara. Bahasa Batak Toba adalah salah satu dari sekian ratus
bahasa yang ada di tanah air yang secara gramatikal adalah khas yaitu mempunyai
sistem tatabahasa sendiri dan arti kata sendiri. Bahasa Batak Toba mempunyai
fonetik sendiri dan cara melafalkannya berbeda dengan penulisannya. Misalnya
Godang hian hepeng ni Omak [Godak- kian- hepeng- ni- omak],” banyak sekali
uang ibu atau uang ibu banyak sekali”. Bila dibandingkan dengan bahasa Inggris,
untungnya memang ada yaitu fonetik bahasa Batak Toba dapat dirumuskan dan
tidak khas seperti kebanyakan dalam bahasa Inggris. Selain itu, ucapan dalam
bahasa Batak Toba cukup sederhana dan keras sehingga tidak harus memakai
bermacam- macam fonem.
Universitas Sumatera Utara
2.2 Landasan Teori
Fonologi adalah salah satu cabang ilmu linguistik yang berfungsi untuk
menganalisis bunyi-bunyi ujaran dalam suatu kata maupun kalimat. Bunyi ujaran
tersebut dibagi menjadi dua buah kajian, yaitu kajian fonetik dan kajian fonemik.
Fonetik merupakan bidang kajian ilmu pengetahuan yang menelaah bagaimana
manusia menghasilkan bunyi-bunyi bahasa dalam ujaran, menelaah gelombanggelombang bunyi bahasa yang dikeluarkan, dan bagaimana alat pendengaran
manusia menerima bunyi-bunyi bahasa untuk dianalisis oleh otak (O’Connor,
1982 : 10-11, Ladefoged, 1982 : 1 dalam Muslich, 2008: 8). Fonetik berkaitan erat
dengan bagaimana cara manusia berbahasa serta mendengar dan memproses
ujaran yang diterima.
Secara umum fonetik dibagi menjadi tiga bagian kajian, yaitu fonetik
fisiologis, fonetik akustis, dan fonetik auditoris/persepsi (Dew dan Jensen, 1997: 3
dalam Muslich, 2008: 8). Fonetik fisiologis mengkaji tentang fungsi fisiologis
manusia karena manusia normal tentu mampu menghasilkan berbagai bunyi
bahasa dengan menggerakkan atau memanfaatkan organ-organ tuturnya, misalnya
lidah, bibir, dan gigi bawah (yang digerakkan oleh rahang bawah). Fonetik
akustis bertumpu pada struktur fisik bunyi bahasa dan bagaimana alat
pendengaran manusia memberikan reaksi kepada bunyi bahasa yang diterima atau
bagaimana suatu bunyi bahasa ditanggapi oleh mekanisme pertuturan manusia,
bagaimana pergerakan bunyi-bunyi bahasa di dalam ruang udara yang dapat
merangsang proses pendengaran manusia. Fonetik auditoris atau persepsi
merupakan kajian yang menentukan pilihan bunyi- bunyi yang diterima alat
Universitas Sumatera Utara
pendengaran manusia atau bagaimana seseorang menanggapi bunyi yang
diterimanya sebagai bunyi yang perlu diproses sebagai bunyi bahasa bermakna
dan apakah ciri bunyi bahasa yang dianggap penting oleh pendengar dalam
usahanya untuk membedakan setiap bunyi bahasa yang didengar (Singh dan
Singh, 1976: 5 dalam Muslich, 2008: 10). Sedangkan
fonemik adalah ilmu
fonologi yang mempelajari sistem fonem suatu bahasa.
Penelitian ini diarahkan pada pemahaman tentang fonologi generatif untuk
melepaskan diri dari penelitian yang bersifat struktural. Salah satu hal yang
membedakannya adalah satuan terkecil pada fonologi generatif yang berupa fitur
dan hal itu sangat berbeda dengan kajian struktural yang menempatkan fonem
sebagai satuan terkecil dalam kajiannya. Untuk dapat memahami fitur, penelitian
ini tidak dapat terlepas dari segmen sebagai kesatuan yang terbentuk dari
perangkat-perangkat sifat sebagai satuan tak terbagi. Hubungan yang terdapat
secara ekspilist dari setiap segmen adalah yang dikenal sebagai fitur dalam tataran
fonologi generatif.
Analisis fonologi suatu bahasa di dalam teori generatif dilakukan dengan
cara menentukan dulu hipotesis representasi dasar dari representasi fonetik yang
ada. Hal ini dilakukan karena fonologi generatif menganggap bahwa beberapa
aspek realisasi fonetik suatu morfem merupakan ciri idiosinkratik dari morfem itu
sedangkan aspek realisasi yang lain mengikuti prinsip keteraturan yang sistemik.
Oleh sebab itu, setelah hipotesis tentang representasi dasar ditentukan kemudian
dicari aturan-aturan yang dapat mengubah representasi dasar menjadi representasi
fonetik. Aturan-aturan yang disusun itu harus diaplikasikan kepada data yang
Universitas Sumatera Utara
tersedia. Hipotesis-hipotesis tersebut kemudian diverifikasi untuk memperoleh
hipotesis yang paling bisa diterima sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan dari
sistem fonologi bahasa tersebut.
Fonologi Generatif membicarakan bunyi-bunyi suatu bahasa berubah
secara alamiah. Ada 4 kaidah yang diusulkan, yakni
•
Kaidah perubahan ciri
•
Kaidah pelesapan dan penyisipan,
•
Kaidah permutasi dan perpaduan,
•
Kaidah bervariasi.
Selanjutnya Schane juga menyebutkan tataran generatif berhubungan
dengan proses fonologis dimana setiap bahasa mengalami proses fonologis yang
tidak hanya disebabkan karena adanya interaksi dengan bunyi lain tetapi juga
dipengaruhi oleh aspek-aspek morfologis ataupun sintaksis. Proses fonologis
biasanya terjadi pada tingkat kata maupun frasa. Proses fonologis yang terjadi
pada tingkat kata sebagai satu unit morfem bebas maupun gabungan antara
morfem terikat dengan morfem lain dan salah satu dari bunyi morfem tersebut
mengalami perubahan karena pengaruh bunyi dari morfem lain. Proses fonologis
lain terjadi pada tingkat frasa, yaitu pada saat perubahan bunyi terjadi karena
pengaruh faktor sintaksis. Ketika morfem bergabung untuk membentuk kata,
segmen dari morfem yang berdekatan kadang mengalami perubahan. Perubahan
itu juga terjadi dalam lingkungannya yang bukan berupa pertemuan dua morfem,
Universitas Sumatera Utara
misalnya posisi awal kata dan akhir kata atau hubungan antara segmen dengan
vokal bertekanan yang mana perubahan itu disebut dengan proses fonologis.
Perubahan bunyi-bunyi morfem biasanya berhubungan erat dengan proses
morfofonemik, yaitu perubahan bentuk fonemis sebuah morfem yang disebabkan
oleh fonem yang ada di sekitarnya atau dipengaruhi oleh syarat-syarat sintaksis
atau syarat-syarat lainnya, dalam hal ini ciri distinctive feature (fitur distingtif) ini
sendiri dibedakan menjadi 17 ciri bahasa saja yang akan disebut “ultimate
disctinctive entities of language’ yaitu partikel-partikel submorfemik yang tidak
bisa untuk diuraikan lagi menjadi bagian yang lebih kecil. Ini adalah rincian
mengenai ciri distingtif itu sendiri yang secara garis besar dikelompokkan menjadi
enam, yaitu cirri golongan utama, ciri daerah artikulasi, dan ciri cara artikulasi,
ciri batang lidah, ciri tambahan, ciri prosodi. Selanjutnya, keenam ciri ini
dijabarkan dalam 17 ciri pembeda, yaitu 1) silabis, 2) sonoran, 3) konsonantal, 4)
malar (kontinuan), 5) penglepasan tertunda, 6) kasar (striden), 7) nasal, 8) lateral,
9) anterior, 10) koronal, 11) tingggi, 12) rendah, 13) belakang, 14) bulat, 15)
tegang, 16) bersuara, 17) panjang, 18) tekanan.
Dalam bahasa Batak Toba, keenam ciri pembeda itu dijabarkan sebagai
berikut:
1.Ciri Golongan Utama:
Persamaan dan perbedaan antar vokal dan konsonan dapat dilihat dari sifat
yan berkaitan dengan silabisitas, sonoritas, dan jenis penyempitan. Ketiga ciri
tersebut silabis, sonoran, dan, konsonantal memengaruhi sifat suatu fitur. Ciri
silabis menggambarkan peran yang dimainkan oleh suatu segmen dalam struktur
Universitas Sumatera Utara
silabelnya. Pada umumnya, vokal [+silabis] dan konsonan [-silabis]. Ciri ini juga
diperlukan untuk membedakan bunyi nasal dan likuid silabis dengan pasangannya
yang nonsilabis. Ciri sonoran merujuk ke kualitas resonan suatu bunyi vokal
selalu [+sonoran], seperti halnya bunyi nasal, likuid, dan semivokal. Bunyi
obstruen-konsonan hambat, frikatif, afrikat, dan luncuran laringal [-sonoran]. Ciri
konsonantal merujuk ke hambatan yang menyempit dalam rongga mulut, baik
dalam hambatan total maupun geseran. Bunyi hambat frikatif, afrikatif, nasal, dan
likuid adalah [+konsonantal], sedangkan vokal dan semivokal adalah [konsonantal]. Bunyi luncuran laringal juga digolongkan sebagai [-konsonantal]
karena bunyi ini tidak memiliki penyempitan dalam rongga mulut.
a. Consonantal [kons]
Bunyi ini ditandai dengan penyempitan dan penutupan pita suara pada
waktu kita mengucapkan bunyi bahasa: [+kons] adalah bunyi-bunyi obstruenthambat, frikatif dan afrikat, bunyi nasal , dan alir (liquids). [-kons] adalah bunyibunyi vocal, semivocal, hambat glottal dan frikatif glotal (h).
b. Silabik [sil]
Ciri silabik ini menandai bunyi yang berfungsi sebagai inti suku kata:
[+sil] dalam hal ini adalah bunyi vocal, alir dan nasal berfungsi sebagai inti suku
kata, yaitu fonem vokal /a, i, u, ɛ, ͻ/ . [-sil] adalah fonem konsonan hambat
eksplosif /b, d, g, k, p, t/, fonem konsonan frikatif /h, s/, fonem konsonan nasal /m,
n, ň, ŋ/, fonem konsonan likuida /l, r/.
Universitas Sumatera Utara
c. Sonoran [son]
Bunyi sonoran ditandai dengan terbukanya pita suara sehingga
menghasilkan bunyi yang dapat dilagukan pada titik nada tertentu. [+son] adalah
bunyi-bunyi vocal /a, i, u, ɛ, ͻ/, semivokal /w/, alir /l, r/, dan nasal /m, n, ŋ, ň/ . [son] adalah bunyi-bunyi obstruen.
2.Ciri Daerah Artikulasi
Secara sederhana, ciri distingtif yang didasarkan pada daerah artikulasi bunyi ujar
dapat dikelompokkan menjadi dua ciri, yaitu koronal dan anterior.
a. Koronal [kor]
Bunyi koronal ditandai dengan (1) posisi glottis menyempit sehingga
apabila ada hembusan udara yang melewatinya, pita suara akan secara otomatis
bergetar; (2) langit-langit lunak terangkat, dan (3) psosisi lidah bagian depan
terangkata sampai berada di atas posisi “netral”. [+kor] adalah bunyi hambat
eksplosif /t, d, j/, fonem konsonan frikatif /s/, fonem konsonan likuida /l, r/. [-kor]
adalah bunyi hambat eksplosif /b, g, k, p/, fonem konsonan frikatif /h/, fonem
konsonan nasal /m, n, ň, ŋ/.
b. Anterior [ant]
Bunyi ujar dengan ciri ini dihasilkan dengan pusat penyempitan sebagai
sumber bunyi berada disebelah depan pangkal gusi (alveolar-ridge). [+ant] adalah
fonem vokal /a, i, u, ɛ, ͻ/, fonem konsonan hambat eksplosif /b, d, p, t/, frikatif /s/,
Universitas Sumatera Utara
nasal /m, n, ŋ, ň/, dan likuida /l, r/. [-ant] adalah fonem konsonan hambat eksplosif
/j, g, k/, frikatif /h/, konsonan nasal /ň, ŋ/.
3.Ciri Cara Artikulasi
Cara-cara pengucapan bunyi ujar, seperti dihambat (stops/plosives),
dialirkan (liquids), digeserkan (fricatives), dan seterusnya juga dengan
menentukan ciri distingtif. Pada garis besarnya, ciri-ciri itu dapat dibagi menjadi
enam ciri, yaitu delayed-release (penglepasan tertunda), strident, malar, nasal, dan
lateral.
a. Delayed-release [delrel] (penglepasan tertunda)
Pada dasarny