Frasa Nomina Bahasa Batak Toba : Analisis Teori X-Bar

(1)

FRASA NOMINA BAHASA BATAK TOBA :

ANALISIS TEORI X-BAR

SKRIPSI

Oleh

NOVA SABAR MENANTI SITUMORANG

NIM 070701021

DEPARTEMEN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

FRASA NOMINA BAHASA BATAK TOBA : ANALISIS TEORI X-BAR

Oleh

NOVA SABAR MENANTI SITUMORANG NIM 070701021

Skripsi ini diajukan untuk melengkapi persyaratan memperoleh gelar sarjana sastra dan telah disetujui oleh

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dr. Gustianingsih, M.Hum. Drs. Amhar Kudadiri, M.Hum, NIP 19640828 198903 2 001 NIP 19600725 198601 1 002

Departemen Sastra Indonesia Ketua,

Dra. Nurhayati Harahap, M.Hum. NIP 19620419 198703 2 001


(3)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila pernyataan yang saya perbuat ini tidak benar, saya bersedia menerima sanksi berupa pembatalan gelar kesarjanaan yang saya peroleh.

Medan, November 2010 Penulis


(4)

FRASA NOMINA BAHASA BATAK TOBA : ANALISIS TEORI X-BAR

Nova Sabar Menanti Situmorang

FAKULTAS SASTRA USU ABSTRAK

Penelitian ini mencoba mendeskripsikan perilaku tiga fungsi gramatikal pada teori X-bar dalam membentuk struktur FN Bahasa Batak Toba. Di samping itu, mencoba mencari rumusan kaidah struktur FN Bahasa Batak Toba. Untuk itu, akan digunakan teori X-bar yang merupakan bagian dari Tata Bahasa Generatif. Dalam pengumpulan data digunakan studi pustaka yang dibantu dengan teknik catat. Pada pengkajian data digunakan metode padan refrensial dengan teknik dasar berupa teknik pilah unsur penentu dan teknik lanjutan berupa teknik hubung banding menyamakan hal pokok; dan metode agih dengan teknik dasar berupa teknik bagi unsur langsung dan teknik lanjutan berupa teknik lesap, teknik ganti, dan teknik balik. Disimpulkan bahwa struktur internal frasa nomina Bahasa Batak Toba dibentuk oleh komplemen, keterangan, dan specifier. Kaidah struktur FN dalam Bahasa Batak Toba berjumlah 14 kaidah, yaitu: FN → inti, FN → inti + Spec, FN → inti + Komp, FN → inti + Komp+ Spec, FN → inti + Ket + Komp, FN → inti + Ket + Spec,

FN → inti + Komp + Ket, FN → inti + Ket + Komp, FN → inti + Komp + Ket + Spec, FN → Ket + inti, FN → Ket + inti + Spec, FN → Ket + inti + Ket, FN → Ket + inti + Komp + Spec, dan FN → Spec + inti + Komp.

Kata kunci: Struktur Frasa, Kaidah Struktur Frasa, Frasa Nomina, Bahasa Batak Toba, Sintaksis, Teori X-bar, Tata Bahasa Generatif.


(5)

PRAKATA

Dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya.

Skripsi ini berjudul “Frasa Nomina Bahasa Batak Toba: Analisis Teori X-bar” ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana sastra di Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara.

Selama proses penyelesaian skripsi ini, penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak, baik berupa dorongan, nasehat, dan petunjuk praktis. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih dengan setulus hati kepada :

1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A., sebagai Dekan Fakultas Sastra USU.

2. Ibu Dra. Nurhayati Harahap, M.Hum., sebagai Ketua Departemen Sastra Indonesia Fakultas Sastra USU, sekaligus sebagai dosen wali yang telah memberikan bimbingan, dorongan, dan dukungan selama penulis kuliah hingga penyelesaian skripsi ini.

3. Ibu Dra. Mascahaya, M.Hum., sebagai Sekretaris Departemen Sastra Indonesia Fakultas Sastra USU.

4. Ibu Dr. Gustianingsih, M.Hum., sebagai pembimbing I. Terima kasih atas kesabaran dan kesediaan ibu dalam meluangkan waktu untuk membimbing saya serta telah memberikan banyak sumbangan pikiran dalam proses penyelesaian skripsi ini.

5. Bapak Drs. Amhar Kudadiri, M.Hum., sebagai pembimbing II. Terima kasih atas kesabaran dan kesediaan bapak dalam meluangkan waktu untuk


(6)

membimbing saya serta telah memberikan banyak sumbangan pikiran dalam proses penyelesaian skripsi ini.

6. Bapak Prof. Dr. Ikhwanuddin, M.Si., yang selalu bersedia menjawab pertanyaan-pertanyaan penulis selama proses penyelesaian skripsi ini.

7. Seluruh Staf Pengajar dan Pegawai Fakultas Sastra USU, khususnya Staf Pengajar Departemen Sastra Indonesia yang telah memberikan berbagai materi perkuliahan selama penulis mengikuti perkuliahan.

8. Kak Dede yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan segala urusan administrasi di Departemen Sastra Indonesia Fakultas Sastra USU.

9. Teman-teman Mahasiswa Sastra Indonesia Stambuk ’07, Haseprinta, Eva, Risma, Karolina, Ulfa, Lisa, Irma Sofia, Nurlela, Imel ‘Kocik’, Aci, Hendra, Irene, Asmira, Semmi, Novel, Widi, Rina, Erni, Lutfi, Yuni, dan banyak lagi yang namanya tidak dapat dicantumkan satu per satu. Teman-teman stambuk ’07, pertemanan yang penuh dengan suka dan duka antara kita selama perkuliahan, sehingga kampus tak lagi menjadi tempat yang membosankan, namun menjadi tempat yang penuh dengan warna-warni.

10.Sahabat-sahabat kampusku terkasih, Mardiana ‘Bunga’, Eni ‘Enot’, Chandra ‘Gopal’, Cardo ‘Sang Gorat’, Jumadi, Reza ‘Ndut’, Naek ‘Iban’, Andi ‘Lindung’, Paidun, Tina, Sri, Ayu Lumongga, Ida, Irwan, Nico, Febri, Jupri, dan banyak lagi yang namanya tidak dapat dicantumkan satu per satu. Terima kasih buat kebersamaan yang pernah ada di antara kita.

11.Senior-junior Sastra Indonesia, Kak Fitri Ndut ’06, Kak Nelly ’06, Kak Lina Tarsil ‘06, Kak Nova ’06, Kak Merry ’06, Bang Marune ‘06, Bang Frengky


(7)

’06, dan semua kakak-abang stambuk ’04-‘06 serta adik-adik stambuk ’08-’09 yang selama perkuliahan banyak memberi motivasi, masukan, dan kenangan kepada penulis.

Penulis juga sangat berterima kasih pada keluarga yang memotivasi penulis selama kuliah hingga proses penyelesaian skripsi ini.

1. Ayahanda T. Situmorang dan Ibunda M. boru Sianipar yang sangat penulis sayangi dan kasihi, yang dengan sabar mengasuh, menasehati, dan memberi perhatian, baik moral maupun material serta doa yang selalu mengiringi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

2. Kak Feby beserta abang R. Marpaung, terima kasih atas doa, dorongan, dan dukungannya selama penulis kuliah hingga penyelesaian skripsi ini.

3. Keluarga Besar Situmorang, yang selalu memberikan kasih sayang, doa, nasehat, dan dorongan dalam segala hal kepada penulis sampai saat ini.

4. Keluarga Besar Sianipar, yang selalu memberikan kasih sayang, doa, dan motivasi bagi penulis sejak kecil hingga saat ini.

5. Sahabat-sahabat sejatiku, Ester, Friska, Valen, Yanti, Riana, Juwita, Tara, Elvi, dan Juniaty. Terima kasih karena selalu ada menemani penulis baik dalam suka maupun duka, serta selalu menolong penulis saat penulis sedang berada dalam kesusahan.

6. Terkhusus buat Walder Libra Sihite. Kebersamaan yang indah dan tak pernah berakhir di antara kita, selalu, dan untuk selamanya.


(8)

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam skripsi ini, walaupun telah berusaha menyajikan yang terbaik. Penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang sifatnya membangun.

Akhirnya, penulis berharap skripsi ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan pembaca mengenai Sintaksis Generatif.

Medan, November 2010 Penulis,


(9)

DAFTAR ISI

ABSTRAK... i

PRAKATA... ii

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR LAMBANG DAN SINGKATAN………... viii

BAB I : PENDAHULUAN……… 1

1.1 Latar Belakang Masalah…..………....…... 1

1.1.1 Latar Belakang………...….… 1

1.1.2 Masalah……….. 4

1.2 Batasan Masalah………... 4

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ………. 5

1.3.1 Tujuan Penelitian………...… 5

1.3.2 Manfaat Penelitian ………. 5

BAB II : KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA…. 7

2.1 Konsep………… ……….…….. 7

2.2 Landasan Teori………... 8

2.2.1 Teori X-bar………. 8

2.2.2 Struktur Frasa Nomina Bahasa Batak Toba…….…….…. 12

2.3 Tinjauan Pustaka……….…... 13

BAB III : METODE PENELITIAN………..… 16

3.1 Metode Penelitian……….……..….. 16

3.1.1 Sumber Data………...………... 17

3.1.2 Metode dan Teknik Pengumpulan Data………….….….. 17

3.1.3 Metode dan Teknik Analisis Data…….….………... 18

3.1.4 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data……... 22

BAB IV : PEMBAHASAN……….….… 25

4.1 Perilaku Fungsi Gramatikal Dalam Membentuk Struktur Frasa Nomina Bahasa Batak Toba………..… 25


(10)

4.1.2 Keterangan (Ket)……….. 28

4.1.3 Specifier (Spec)……….... 31

4.2 Kaidah Struktur Frasa Nomina Bahasa Batak Toba………....… 33

4.2.1 FN → inti………...…. 33

4.2.2 FN → inti + Spec…………..…….……….…... 34

4.2.3 FN → inti + Komp …………..…….……….…... 34

4.2.4 FN → inti + Komp + Spec…..………..…... 36

4.2.5 FN → inti + Ket…………....…….………..….... 37

4.2.6 FN → inti + Ket + Komp …..………..…... 38

4.2.7 FN → inti + Ket + Spec………... 39

4.2.8 FN → inti + Komp + Ket………..…..… 41

4.2.9 FN → inti + Komp + Ket + Spec……….. .….… 42

4.2.10 FN → Ket + inti …….………..……….……... 44

4.2.11 FN → Ket + inti + Spec………. ………....…. 45

4.2.12 FN → Ket + inti + Ket………..……….…....….… 46

4.2.13 FN → Ket + inti + Komp + Spec……..………..…….... 48

4.2.14 FN → Spec + inti + Komp…….. ………...…. 50

BAB V : SIMPULAN DAN SARAN………...….… 51

5.1 Simpulan……….……….… 51

5.2 Saran……….……….….. 52

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(11)

DAFTAR LAMBANG DAN SINGKATAN

Daftar Lambang

bar/ palang

“ bar ganda/ bar tertinggi

→ mendominasi

[ ] batas konstituen pada frasa nomina

Daftar Singkatan

A adjektiva

Adv adverbia

FA frasa adjektiva

FN frasa nomina

FNum frasa numeralia FP frasa preposisi

FV frasa verba

Ket keterangan

Komp komplemen

N nomina

P preposisi

Spec specifier

T topik ( kata tugas pada BBT )


(12)

FRASA NOMINA BAHASA BATAK TOBA : ANALISIS TEORI X-BAR

Nova Sabar Menanti Situmorang

FAKULTAS SASTRA USU ABSTRAK

Penelitian ini mencoba mendeskripsikan perilaku tiga fungsi gramatikal pada teori X-bar dalam membentuk struktur FN Bahasa Batak Toba. Di samping itu, mencoba mencari rumusan kaidah struktur FN Bahasa Batak Toba. Untuk itu, akan digunakan teori X-bar yang merupakan bagian dari Tata Bahasa Generatif. Dalam pengumpulan data digunakan studi pustaka yang dibantu dengan teknik catat. Pada pengkajian data digunakan metode padan refrensial dengan teknik dasar berupa teknik pilah unsur penentu dan teknik lanjutan berupa teknik hubung banding menyamakan hal pokok; dan metode agih dengan teknik dasar berupa teknik bagi unsur langsung dan teknik lanjutan berupa teknik lesap, teknik ganti, dan teknik balik. Disimpulkan bahwa struktur internal frasa nomina Bahasa Batak Toba dibentuk oleh komplemen, keterangan, dan specifier. Kaidah struktur FN dalam Bahasa Batak Toba berjumlah 14 kaidah, yaitu: FN → inti, FN → inti + Spec, FN → inti + Komp, FN → inti + Komp+ Spec, FN → inti + Ket + Komp, FN → inti + Ket + Spec,

FN → inti + Komp + Ket, FN → inti + Ket + Komp, FN → inti + Komp + Ket + Spec, FN → Ket + inti, FN → Ket + inti + Spec, FN → Ket + inti + Ket, FN → Ket + inti + Komp + Spec, dan FN → Spec + inti + Komp.

Kata kunci: Struktur Frasa, Kaidah Struktur Frasa, Frasa Nomina, Bahasa Batak Toba, Sintaksis, Teori X-bar, Tata Bahasa Generatif.


(13)

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah

1.1.1 Latar Belakang

Bahasa adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat, berupa lambang bunyi suara yang dihasilkan oleh alat ucap manusia (Keraf 1984 : 16). Bahasa juga merupakan cermin pikiran.

Bahasa-bahasa daerah di Indonesia mempunyai pengaruh dalam pembentukan dan pengembangan bahasa Indonesia. Sebelum mengenal bahasa Indonesia, sebagian besar bangsa Indonesia mempelajari dan menggunakan bahasa daerah untuk berinteraksi antaranggota masyarakat. Ucapan dan cara penyampaian ide-ide dipengaruhi kebiasaan yang lazim digunakan oleh masyarakat itu. Bahasa daerah tetap dipelihara oleh Negara sebagai bagian dari kebudayaan yang hidup. Bahasa merupakan bagian dari kebudayaan yang universal dan mempunyai peranan penting.

Bahasa Batak Toba merupakan salah satu bahasa daerah di Indonesia yang masih digunakan oleh masyarakat pendukungnya dalam kehidupan berinteraksi sehari-hari. Bahasa ini dapat dikatakan sebagai bahasa pertama dalam komunikasi sosial dari berbagai lapisan masyarakat Batak Toba. Dalam kajian sintaksis, Bahasa Batak Toba biasanya dikaji hanya menyangkut struktur frasa dan klausa. Kajiannya hampir tidak menyinggung kalimat. Tiga buku yang dengan jelas disebut sebagai Tata Bahasa Batak Toba yakni Tobasche Spraakunst (1971) oleh Van der Tuuk, A Grammar of The Urbanized Toba Batak of Medan (1981) oleh Percival, dan A Grammar of TobaBatak (1981) oleh Nababan hampir tidak mengulas kalimat.


(14)

Buku berbahasa Batak Toba dipilih sebagai objek penelitian, seperti buku cerita rakyat masyarakat Batak Toba dan buku cerita lain yang bahasanya merupakan Bahasa Batak Toba. Hal ini dilakukan karena penulis memilih untuk melakukan penelitian kepustakaan (Library Reseach). Alasan penulis memilih penelitian kepustakaan karena Bahasa Batak Toba maupun bahasa-bahasa daerah lain saat ini sudah banyak yang terpengaruh oleh bahasa asing maupun bahasa Indonesia. Apalagi mayoritas masyarakat Indonesia saat ini sudah menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa sehari-hari dalam berinteraksi antaranggota masyarakat. Untuk itu, penulis memilih melakukan penelitian kepustakaan dengan menjadikan buku berbahasa Batak Toba sebagai objek penelitian.

Ramlan (1987: 120) memberi batasan bahwa frasa adalah satuan gramatikal yang terdiri atas dua kata atau lebih yang tidak melebihi batas fungsi. Sebagai suatu fungsi, frasa adalah satuan sintaksis terkecil yang merupakan pemadu kalimat (Samsuri, 1985:93). Sebagai suatu bentuk, frasa adalah satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang nonpredikat (Kridalaksana dkk., 1994:162).

Tata bahasa generatif adalah cabang linguistik teoretis yang bekerja untuk menyediakan seperangkat aturan yang secara akurat dapat memprediksi kombinasi kata yang mampu membuat tata bahasa kalimat yang benar. Studi tentang tata bahasa generatif dimulai pada tahun 1950-an oleh seorang filsuf Amerika yang juga seorang penulis dan pengajar di bidang linguistik, Noam Chomsky. Sejarahnya, pada tahun 1931-1951, kajian linguistik pada saat itu diwarnai oleh aliran struktural, yang kita kenal dengan nama Tata Bahasa Deskriptif. Dalam Tata Bahasa Deskriptif, tokoh yang mempengaruhinya yaitu Bloomfield. Bloomfield adalah salah satu tokoh


(15)

strukturalisme Amerika yang pemikirannya banyak dipengaruhi oleh Boaz. Dalam tata bahasa jenis ini, kajian yang dikembangkan adalah kajian linguistik yang berhubungan dengan masalah-masalah praktis, dan langsung menjelaskan komponen serta struktur bahasa tertentu berdasarkan realitas formalnya sebagai ujaran. Oleh karena itu, model kajian semacam ini disebut dengan istilah Tata Bahasa Struktural. Model kajian semacam ini sesuai dengan konsep pengembangan teori yang sedang “menjamur” di Amerika Serikat, yaitu logika positivistisme. Bagi logika ini, sebuah teori bisa dianggap benar atau salah, jika telah diujikan pada data kajian secara konkrit. Pada tahun 1957, Chomsky mengenalkan gagasan barunya melalui sebuah buku yang berjudul Syntactic Structure. Gagasan barunya yang tertuang dalam buku itulah yang kemudian oleh para linguist disebut dengan Tata Bahasa Generatif Transformasi.

Teori X-bar adalah salah satu bidang kajian Tata Bahasa Generatif Transformasi. Teori ini pada awalnya diterapkan pada tataran frasa (dengan simbol X”) dan kategori antara (intermediate category), yakni kategori yang lebih besar dari kata, tetapi lebih kecil dari frasa (simbol X’). Dengan demikian, jelas bahwa teori X-bar adalah teori tentang struktur frasa. Teori ini Teori X-X-bar bukanlah sesuatu yang asing dalam literatur Bahasa Indonesia. Sebagai contoh, teori ini telah disinggung oleh Silitonga (1990) yang membicarakan prinsip-prinsip umum dan prosedur penerapan teori X-bar dalam sebuah bahasa. Mulyadi bahkan telah menerapkan teori tersebut pada dua jenis frasa, yaitu frasa nomina Bahasa Indonesia (1998) dan pada frasa preposisi Bahasa Indonesia (2002). Dalam menguraikan frasa nomina Bahasa Indonesia, beliau menyimpulkan adanya ketidaksesuaian perilaku frasa tersebut


(16)

dalam perspektif X-bar, khususnya pada keterangan dan specifier. Keterangan dan

specifier pada struktur frasa nomina Bahasa Indonesia dapat langsung dibawahi oleh N’ (N-bar), sedangkan pada teori X-bar hanya komplemen yang langsung dibawahi N’ (N-bar). Penyimpangan juga ditemukan pada struktur frasa preposisi (FP) Bahasa Indonesia. Dalam hal ini, proyeksi dalam skema X-bar dapat bersifat iteratif (berulang) dan akibatnya terbentuk dua proyeksi maksimal dalam struktur frasa tersebut padahal dalam teori X-bar proyeksi maksimal seharusnya tidak bersifat iteratif. Hal inilah yang membuat penulis tertarik untuk meneliti dan menelaah struktur FN (frasa nomina) dalam Bahasa Batak Toba dengan menggunakan pendekatan sintaksis generatif yaitu teori X-bar.

1.1.2 Masalah

Ada dua masalah dalam penelitian ini yaitu :

1. Bagaimanakah perilaku fungsi gramatikal, seperti komplemen (Komp), keterangan (Ket), dan specifier (Spec) dalam membentuk struktur frasa nomina Bahasa Batak Toba berdasarkan teori X-bar?

2. Bagaimanakah kaidah struktur frasa nomina Bahasa Batak Toba menurut teori X-bar?

1.2Batasan Masalah

Fokus penelitian ini adalah frasa Bahasa Batak Toba, yaitu frasa nomina (FN). Hal ini perlu ditegaskan mengingat dalam perkembangannya teori X-bar dapat juga digunakan untuk menelaah struktur klausa dan struktur kalimat. Dalam penelitian ini yang ingin dijelaskan adalah struktur dan kaidah FN Bahasa Batak Toba menurut teori X-bar.


(17)

1.3Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini yaitu :

1. Mendeskripsikan perilaku fungsi gramatikal, seperti komplemen (Komp), keterangan (Ket), dan specifier (Spec) dalam membentuk struktur FN Bahasa Batak Toba dengan menggunakan teori X-bar dan

2. Menjabarkan kaidah struktur FN Bahasa Batak Toba dengan menggunakan teori X-bar.

1.3.2 Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis

a. Memberikan manfaat dalam upaya pengembangan kajian sintaksis Bahasa Batak Toba.

b. Memperkaya pemerian Bahasa Batak Toba, khususnya yang bertalian dengan frasa nomina (FN) dalam kajian teori X-bar.

c. Memperkaya hasil penelitian-penelitian sintaksis yang menggunakan pendekatan generatif.

2. Secara Praktis

a. Sebagai referen bagi peneliti-peneliti lain yang mengkaji sintaksis Bahasa Batak Toba maupun bahasa-bahasa daerah lain (di luar Bahasa Batak Toba) khususnya yang bertalian dengan kajian teori X-bar.

b. Sebagai referen/informasi bagi Pemerintah Daerah mengenai hasil penelitian baru tentang Bahasa Batak Toba.


(18)

c. Dengan adanya diagram pohon yang digunakan untuk menggambarkan struktur frasa sebuah bahasa, akan memberi perspektif baru di tengah-tengah keseragaman model yang selama ini digunakan.


(19)

BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1Konsep

Menurut KBBI (2003 : 588), konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses atau apapun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain.

Unsur sintaksis yang terkecil adalah frasa. Menurut pandangan seorang penganut sintaksis generatif, Radford (1988:86), mengatakan bahwa dengan atau tanpa pendamping sebuah kata dapat menjadi sebuah frasa sebab frasa yang belum dimodifikasi memiliki distribusi dan status yang sama seperti frasa lengkap.

Ramlan (1987 : 120) memberi batasan bahwa frasa adalah satuan gramatikal yang terdiri atas dua kata atau lebih yang tidak melebihi batas fungsi.

Menurut Keraf (1984:138) frasa adalah suatu konstruksi yang terdiri dari dua kata atau lebih yang membentuk suatu kesatuan. Kesatuan ini menimbulkan makna baru yang sebelumnya tidak ada. Adapun jenis frasa dibagi menjadi beberapa bagian, salah satunya adalah frasa nomina (FN).

Frasa adalah suatu konstruksi yang dibentuk dengan atau tanpa atribut sebagai pendamping dan memiliki inti leksikal (Radford, 1988:86). Frasa nomina adalah frasa yang bertugas menerangkan benda, biasanya menjadi subjek atau objek dalam sebuah kalimat. Menurut Elson dan Picket (dalam Mulyadi, 1998:6), frasa adalah sebuah unit yang secara potensial terbentuk dari dua kata atau lebih, tetapi tidak memiliki ciri klausa dan kalimat.


(20)

Frasa nomina atau benda adalah frasa yang mempunyai fungsi sama dengan kata benda biasanya menjadi subjek atau objek dalam kalimat.

Misalnya :

(1) Kami mendengar pidato presiden.

(2) Pidato presiden kami dengarkan.

Dalam contoh (1) dan (2) di atas, pidato presiden sebagai frasa nomina (FN), dapat berfungsi sebagai subjek maupun objek.

2.2Landasan Teori 2.2.1Teori X-bar

Landasan teori dimanfaatkan sebagai pemandu agar fokus penelitian sesuai dengan kenyataan yang ada, baik di lapangan maupun kepustakaan. Selain itu, landasan teori juga bermanfaat untuk memberikan gambaran umum tentang latar penelitian dan sebagai bahan pembahasan hasil penelitian.

Noam Chomsky merupakan orang pertama yang mengemukakan bahwa frasa mempunyai struktur yang sama yang harus dikaji secara eksplisit. Chomsky belajar dari Zellig Harris yang merupakan penggagas dari teori X-bar. Teori ini menjelaskan struktur umum frasa yang direpresentasikan pada skema X-bar. Melalui skema ini, kaidah struktur frasa sebuah bahasa dapat dideskripsikan, atau dengan kata lain, kaidah struktur frasa sebuah bahasa dapat disederhanakan (Silitonga, 1990:30; Mulyadi, 1998:217). Selanjutnya Mulyadi (1998) mengatakan bahwa menurut Chomsky teori X-bar bersifat universal, artinya teori ini dapat digunakan untuk


(21)

menganalisis struktur frasa bahasa-bahasa di dunia meskipun bahasa-bahasa itu bersusunan SPO, SOP, POS dan sebagainya.

Sebelum teori X-bar muncul, struktur frasa diatur melalui sebuah kaidah yang dinamakan kaidah struktur frasa yang hanya mengenal dua jenis kategori (Silitonga, 1990:31; Culicover dalam Mulyadi, 2002:64). Pertama, kategori leksikal seperti verba, nomina, adjektiva, dan preposisi. Kedua, kategori frasa seperti frasa verba, frasa nomina, frasa adjektiva, dan frasa preposisi. Dalam perkembangannya di dalam kategori frasa ternyata terdapat sebuah kategori yang lebih besar daripada kategori leksikal tetapi lebih kecil dari kategori frasa. Inilah yang disebut kategori antara (intermediate category) yang menjadi dasar munculnya teori X-bar. Kategori ini terdapat di antara kategori leksikal dan kategori frasanya. Misalnya di antara verba dengan frasa verba, di antara nomina dengan frasa nomina, di antara adjektiva dengan frasa adjektiva, dan di antara preposisi dengan frasa preposisi. Sebagai contoh, dapat digambarkan pada skema X-bar berikut :

(a) menulis surat (FV) (b) boneka cantik (FN) FV → V + FN FN → N + FA FV FN

V’ N’

V FN N FA


(22)

(c) rajin belajar (FA) (d) di lapangan (FP) FA → A + FV FP → P + FN

FA FP

A’ P’

A FV P FN

rajin belajar di lapangan

Jelaslah dari contoh di atas, bahwa di antara verba (V) dengan frasa verba (FV) terdapat kategori antara (intermediate category) yaitu V’(V-bar), di antara nomina (N) dengan frasa nomina (FN) terdapat kategori antara yaitu N’(N-bar) begitu juga seterusnya.

Dalam teori X-bar semua frasa didominasi oleh sebuah inti leksikal. Inti adalah simpul akhir (terminal node) yang mendominasi kata (lihat Haegemen, 1992:95). Inti merupakan pemarkah bagi ciri kategorinya. Dengan kata lain kategori inti (kategori leksikal) selalu menentukan kategori frasanya. Frasa nomina, misalnya, didominasi oleh nomina sebagai inti. Inti dari frasa gadis cantik adalah nomina gadis. Pada tataran X-bar, inti terletak satu tingkat lebih rendah dari konstituen inti tersebut. Kategori ini merupakan kategori tanpa bar (X).

Teori X-bar direpresentasikan pada diagram pohon (atau disebut juga tataran sintaksis). Pada tataran ini sebuah kategori leksikal seperti nomina, verba, atau


(23)

adjektiva (dalam hal ini disimbolkan dengan X), dibentuk oleh komplemen,

keterangan, dan specifier. Komplemen berkombinasi dengan X membentuk proyeksi X-bar (X’), keterangan berkombinasi dengan X-bar (X’) membentuk proyeksi X-bar lebih tinggi (X’), dan specifier berkombianasi dengan X-bar lebih tinggi membentuk proyeksi maksimal frasa X. Jadi, proyeksi X merupakan kategori bar (X’), dan proyeksi maksimal dari kategori X adalah frasa dengan bar tertinggi (X” atau FX).

Menurut Chomsky (dalam Mulyadi, 1998) teori X-bar bersifat universal, artinya teori ini dapat digunakan untuk mengkaji struktur frasa bahasa-bahasa di dunia termasuk bahasa-bahasa daerah.

Dalam Haegemen (1992) frasa nomina dalam bahasa Inggris yang dianalisis dengan teori X-bar dapat dibentuk dalam diagram pohon berikut :

(1) the investigation of the corpse after lunch NP

Det N PP PP

the investigation of the corpse after lunch

(2) The investigation of the corpse after lunch was less horrible than the one after dinner.

Penyelidikan terhadap mayat setelah makan siang kurang mengerikan daripada setelah makan malam.’


(24)

2.2.2 Struktur Frasa Nomina Bahasa Batak Toba

Struktur frasa nomina (FN) dalam teori X-bar bertalian dengan tiga fungsi gramatikal, yakni komplemen (Komp), keterangan (Ket), dan specifier (Spec). Komplemen adalah argumen internal yang posisinya dibawahi langsung oleh N-bar. Keterangan juga terletak di bawah N-bar, tetapi tatarannya berbeda. Specifier

(pemarkah) akan hadir sebagai satuan argumen yang dibawahi langsung oleh N-bar ganda. Jadi hubungan dari ketiganya adalah sebagai berikut :

Komplemen memperluas N menjadi N-bar Keterangan memperluas N-bar menjadi N-bar

Specifier memperluas N-bar menjadi N-bar ganda (FN)

Dari rumusan di atas dapat diketahui bahwa inti leksikal, N, bersama dengan komplemen membentuk konstituen N-bar. Apabila keterangan hadir pada FN, maka keterangan itu bersama dengan N-bar akan membentuk konstituen N-bar berikutnya. Dalam hal ini, konstituen N-bar dapat muncul berulang (iteratif) pada struktur sebuah frasa. Dan yang terakhir akan muncul sebuah proyeksi maksimal apabila specifier

hadir pada frasa nomina (FN) tersebut. Berdasarkan rumusan di atas dapat diterangkan struktur FN Bahasa Batak Toba.

Adapun contoh kaidah struktur dasar frasa nomina (FN) dalam Bahasa Batak Toba adalah sebagai berikut :


(25)

● FN → N

FN”

N’

N

rotan

‘kayu rotan’

Frasa nomina mendominasi N’, dan inti leksikalnya tidak bercabang. Artinya, frasa nomina dapat langsung menurunkan N ganda tanpa mempunyai komplemen, keterangan, dan specifier.

2.3Tinjauan Pustaka

Tinjauan adalah hasil meninjau, pandangan, pendapat sesudah menyelidiki atau mempelajari (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2003 : 1198). Pustaka adalah kitab, buku, buku primbon (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2003 : 912).

Haegemen (1992:95) dalam Introduction to Government and Binding Theory

mengatakan bahwa semua frasa dalam teori X-bar didominasi oleh sebuah inti leksikal. Inti adalah simpul akhir (terminal node) yang mendominasi kata. Inti merupakan pemarkah bagi ciri kategorinya. FN, misalnya, didominasi oleh N (nomina) sebagai inti.


(26)

Mulyadi (2002) dalam jurnal ilmiahnya yang berjudul Frase Nomina Bahasa Indonesia: Analisis X-bar menjelaskan bahwa dalam teori X-bar, semua frasa memiliki sebuah inti leksikal. Inti adalah simpul akhir yang mendominasi kata. Inti mempunyai dua properti yaitu, pertama inti memarkahi ciri kategorinya, misalnya inti dari FN adalah N. Kedua, inti terletak satu level lebih rendah dalam hierarki X-bar daripada konstituen yang menjadi inti tersebut. Jadi, dalam hierarki X-bar nomina sebagai inti dari FN terletak satu level lebih rendah dari frasanya. Kategori ini mempunyai bar kosong atau bias pula dikatakan tanpa bar.

Teori X-bar pada frasa numeralia (FNum) Bahasa Indonesia juga telah dilakukan. Menurut Wahyuni (2004) dalam skripsinya Frasa Numeralia Bahasa Indonesia: Analisis Teori X-bar menjelaskan bahwa struktur internal FNum Bahasa Indonesia dibentuk oleh komplemen, keterangan dan specifier. Struktur utama FNum adalah numeralia dan komplemen. Kategori komplemen biasanya terdiri dari numeralia dan nomina. Posisi komplemen dalam FNum Bahasa Indonesia selalu mengikuti inti leksikal. Kasus yang menyimpang terdapat pada specifier. Seharusnya dalam teori X-bar kategori ini bersama dengan Num’(Num-bar) membentuk proyeksi maksimal FNum dan tidak bersifat iteratif. Namun dalam struktur FNum Bahasa Indonesia, specifier terjadi berulang, sehingga dalam skema X-bar ada dua proyeksi yang dibentuknya.

Sri Wahyuni Torong (1999) dalam skripsinya Frasa Adjektiva Bahasa Karo:

Analisis Teori X-bar menjelaskan bahwa struktur internal frasa adjektiva Bahasa Karo dibentuk oleh komplemen (Komp), keterangan (Ket), dan specifier (Spec).


(27)

adjektiva, dan frasa preposisi. Struktur FA dapat diperluas dengan keterangan yang berkategori FP. Keterangan dapat terletak di kiri atau kanan inti leksikal dalam skema X-bar.

July Fernando Siagian (2003) dalam skripsinya Struktur Frasa Adjektiva Dalam Bahasa Batak Toba: Analisis Teori X-bar menjabarkan 12 struktur kaidah FA Bahasa Batak Toba yang dapat dibentuk oleh adjektiva sebagai inti leksikal. FA dalam Bahasa Batak Toba dapat dibentuk dengan adanya perilaku komplemen (Komp), keterangan (Ket), dan specifier (Spec). Dan specifier dapat bersifat iteratif (berulang) dalam skema X-bar.


(28)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian

3.1.1 Sumber Data

Dalam penelitian ini digunakan data tulis yang bersumber dari buku berbahasa Batak Toba oleh W.M. Hutagalung (1991) yaitu Pustaha Batak (Tarombo dohot Turiturian ni Bangso Batak) dan buku cerita Turi-Turian ni Datuk Tiongku Aji Malim Leman Dohot Si Tapi Mombang Suro Dilangit (Baginda Soripada dan Patuan Daulat Baginda Nalobi, 1970). Alasan penulis memilih kedua buku tersebut karena di dalam buku tersebut banyak terdapat frasa nomina yang merupakan objek kajian penelitian.

Frasa nomina (FN) yang terdapat dalam buku I yaitu Pustaha Batak (Tarombo dohot Turiturian ni Bangso Batak) berjumlah 138 buahdan dalam buku II yaitu buku cerita Turi-Turian ni Datuk Tiongku Aji Malim Leman Dohot Si Tapi Mombang Suro Dilangit berjumlah 32 buah. Frasa nomina tersebut diteliti dan dijadikan populasi data dalam penelitian ini. Jadi, populasi penelitian yang dijadikan sumber data berjumlah 170 buah frasa nomina dan 15% yang dijadikan sampel data menjadi 25 buah frasa nomina yang akan dianalisis berdasarkan teori X-bar. Hal ini dilakukan karena beberapa data FN yang ada dalam buku I dan buku II memiliki kaidah struktur yang sama.

Arikunto (1998: 120) mengatakan bahwa apabila populasi data berjumlah ≥ 100 data, maka yang dijadikan sampel data adalah 10% - 15% atau 15% - 20% dari jumlah populasi data yang ada. Sebaliknya, apabila populasi data berjumlah ≤ 100


(29)

data, maka data diambil seluruhnya untuk dijadikan sebagai bahan penelitian, sehingga penelitian tersebut dinamakan sebagai penelitian populasi.

3.1.2 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data tulis digunakan studi pustaka (Nazir,1988:111), yaitu dengan mencari buku yang menjadi sumber data. Dalam mengumpulkan data, penulis menggunakan metode simak dengan teknik catat. Lokasi yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah perpustakaan, karena penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan Kemudian, untuk mendapatkan data-data yang berupa FN, buku tersebut dibaca. Setelah itu, dilanjutkan dengan teknik catat, yaitu mencatat data-data yang berupa FN dari buku I yaitu Pustaha Batak (Tarombo dohot Turiturian ni Bangso Batak) dan buku II yaitu buku cerita Turi-Turian ni Datuk Tiongku Aji Malim Leman Dohot Si Tapi Mombang Suro Dilangit.

. Data-data FN yang telah ditemukan, dikelompokkan menurut inti leksikalnya. Frasa nomina manuk na bontar i ‘ayam yang berwana putih itu’, misalnya, dimasukkan ke dalam kelompok inti leksikal di kiri karena inti frasa tersebut adalah manuk, sedangkan atributnya na bontar terletak di sebelah kanan atau setelah inti. Sementara itu frasa nomina si tolu ampang eme ‘ketiga empang padi’, misalnya, dimasukkan ke dalam kelompok inti leksikal di kanan karena inti leksikal

eme terletak di kanan, sedangkan pendamping atau atributnya terletak di sebelah kiri inti.


(30)

3.1.3 Metode dan Teknik Analisis Data

Pada tahapan analisis data peneliti menerapkan dua metode. Pertama, peneliti menggunakan metode padan referensial dengan teknik dasar berupa teknik pilah unsur penentu dan teknik lanjutan berupa teknik hubung banding menyamakan hal pokok (Sudaryanto,1993:21,27). Kedua, metode agih dengan teknik dasar berupa teknik bagi unsur langsung, dan teknik lanjutan berupa teknik lesap, teknik ganti, dan teknik balik (Sudaryanto,1993 :55).

Peneliti menggunakan metode padan referensial untuk menggunakan referen sebuah kata. Dalam hal ini, peneliti membandingkan atau menyamakan referen sifat dengan hal pokok berdasarkan daya pilah yang dimiliki oleh peneliti dan daya pilah yang melekat pada referen tersebut. Untuk menentukan sebuah nomina atau benda, misalnya, peneliti menyamakan referen yang berupa nomina yaitu boru-boru ‘anak gadis’ (sebagai hal pokok) sehingga diperoleh bahwa boru-boru ‘anak gadis’ adalah kata benda atau nomina.

Metode agih adalah metode yang digunakan untuk memilah-milah unsur inti (yang menjadi objek kajian) dengan unsur lainnya. Pada metode agih peneliti menggunakan intuisi untuk membagi satuan lingual.

Contohnya terlihat pada kalimat berikut.

(1) dibereng ma [angka boru-boru] na di onan i

‘dilihat lah para anak gadis yang di pasar itu’ Dilihatlah semua anak gadis yang ada di pasar itu.

Teknik lesap digunakan dengan melesapkan unsur tertentu untuk mengetahui kadar keintian unsur yang dilesapkan. Unsur yang dilesapkan adalah unsur yang


(31)

menjadi pokok perhatian dalam proses analisis. Misalnya, pada frasa donganna na burju i ‘temannya yang baik itu’, unsur inti adalah donganna ‘temannya’. Bila unsur ini dilesapkan, menjadi *na burju i ‘yang baik itu’, bentuknya menjadi tidak gramatikal. Namun, bila yang dilesapkan adalah na burju i ‘yang baik itu’, maka kata

donganna ‘temannya’ masih gramatikal karena kata donganna ‘temannya’ adalah inti dari unsur tersebut.

Teknik ganti digunakan dengan mengganti satuan lingual yang menjadi pokok perhatian dengan satuan lingual pengganti, misalnya, numeralia tolu ‘tiga’ pada frasa tolu borngin ‘tiga malam’. Apabila numeralia tolu ‘tiga’ diganti dengan

pitu ‘tujuh’ menjadi pitu borngin ‘tujuh malam’, maka bentuk yang dihasilkan masih berterima atau gramatikal.

Teknik balik dilakukan dengan membalik unsur satuan lingual data. Misalnya, pada frasa roha ni ibana ‘hatinya’. Frasa nomina tersebut bila salah satunya unsurnya dibalikkan, maka hasilnya tidak gramatikal, yaitu *ibana ni roha. FN seperti ini tidak diterima secara sintaksis maupun semantik dalam Bahasa Batak Toba.

Data yang telah dianalisis berdasarkan teori X-bar disajikan secara formal dan informal. Penyajian secara formal tampak dalam penggambaran hierarki struktural dari frasa nomina (FN) Bahasa Batak Toba. Struktur tersebut digambarkan dengan menggunakan diagram pohon yang merupakan ciri dari sintaksis generatif yang dikembangkan Chomsky.


(32)

Frasa nomina (FN) inganan ni Mulajadi Nabolon ‘tempat tinggal Mulajadi Nabolon’ pada (2), misalnya, jika diaplikasikan ke dalam teori X-bar, membentuk skema seperti terlihat pada (3), kemudian frasa nomina bohi ni boru Naduma Bulung i ‘wajah anak gadis si Naduma Bulung itu’ pada (4) membentuk skema (5) berikut :

(2) i ma [inganan ni Mulajadi Nabolon] ‘itu lah tempat tinggal T Mulajadi Nabolon’ Itulah tempat tinggal Mulajadi Nabolon.

FN → N + FN

(3) FN

N’

N FN

inganan ni Mulajadi Nabolon

‘tempat tinggal Mulajadi Nabolon’

(4) markilim-kilim [bohi ni boru Naduma Bulung i] ‘berseri-seri wajah T anak gadis si Naduma Bulung itu’ Berseri-seri wajah anak gadis si Naduma Bulung itu.


(33)

(5) FN

N’

N’ Spec

N’ FN

N

bohi ni boru Naduma Bulung i

‘wajah anak gadis si Naduma Bulung itu’

Namun bagi seorang pemula yang ingin meneliti kajian struktur frasa dengan menggunakan teori X-bar, kadangkala agak sulit memahami skema X-bar. Untuk mempermudah memahami skema X-bar, pada (5) di bawah ini digambarkan skema X-bar yang lebih spesifik (lebih jelas).


(34)

FN → N + FN + Spec

(5a) FN

N’

N’ Spec

N FN

bohi ni boru Naduma Bulung i wajah itu

N N

boru Naduma Bulung

anak gadis si Naduma Bulung

3.1.4 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data

Semua data yang telah dianalisis berdasarkan teori X-bar disajikan secara formal dan informal. Penyajian secara formal tampak dalam penggambaran hierarki struktur dari frasa nomina Bahasa Batak Toba yang telah dianalisis. Struktur tersebut digambarkan dengan menggunakan diagram pohon yang memang menjadi salah satu ciri dari sintaksis generatif yang dikembangkan Chomsky (Parera, 1991:49). Frasa dalam kalimat Bahasa Batak Toba dari dari sumber data Buku I yaitu Pustaha Batak


(35)

di bawah ini, misalnya, jika diaplikasikan ke dalam teori X-bar, membentuk skema seperti terlihat pada berikut.

(6) Di si diida ibana [ boru-boru na uli i ] ‘di situ dilihat dia gadis yang cantik itu’

Di situ dilihatnya gadis yang cantik itu.

FN → N + FA + Spec

(7) boru-boru na uli i

‘gadis yang cantik itu’ FN

N’

N’ Spec

N FA

boru-boru na uli i ‘gadis yang cantik itu’

Akan tetapi, harus diakui pula bahwa struktur frasa yang direpresentasikan dengan diagram pohon ada kalanya agak sulit dipahami pembaca, terutama yang masih awam dengan sintaksis generatif. Oleh sebab itu, agar hasil penelitian ini dapat dipahami oleh kalangan yang lebih luas, maka representasi dari FN dalam kalimat


(36)

Bahasa Batak Toba di atas dapat disajikan juga secara informal, yakni menjelaskan kaidah struktur frasa nomina tersebut dengan kata-kata biasa.

Data di atas dapat dijelaskan sebagai berikut :

Pada skema (3), N-bar membawahi inti leksikal, inganan ‘tempat tinggal’, dan komplemen ni Mulajadi Nabolon ‘Mulajadi Nabolon’. Pada tingkatan di atasnya hadir FN sebagai proyeksi maksimal. Dari skema di atas kaidah struktur frasa nomina yang terbentuk yaitu FN → inti + Komp.

Pada skema (5), N-bar membawahi inti leksikal, bohi ‘wajah’, dan komplemen boru Naduma Bulung ‘anak gadis si Naduma Bulung’. Pada tingkatan di atasnya hadir FN sebagai proyeksi maksimal bersama dengan specifier i ‘itu’. Dari skema di atas kaidah struktur frasa nomina yang terbentuk yaitu FN → inti + Komp +

Spec.

Pada skema (7), N-bar membawahi inti leksikal, boru-boru ‘gadis’, dan keterangan na uli ‘cantik’. Pada tingkatan di atasnya hadir FN sebagai proyeksi maksimal bersama dengan specifier i ‘itu’. Dari skema di atas kaidah struktur frasa nomina yang terbentuk yaitu FN → inti + Ket + Spec.


(37)

BAB IV PEMBAHASAN

4.1 Perilaku Fungsi Gramatikal Dalam Membentuk Struktur Frasa Nomina Bahasa Batak Toba

4.1.1 Komplemen (Komp)

Komplemen (Komp) adalah pemerlengkap yang berfungsi untuk melengkapi sebuah kata dalam pembentukan frasa. Dalam Bahasa Batak Toba, komplemen yang sering melengkapi frasa nomina adalah numeralia, nomina, dan verba. Misalnya, sude jolma ‘semua orang’, adalah frasa nomina yang inti leksikalnya jolma ‘orang’ didampingi oleh komplemen (Komp) FNum sude ‘semua’. Komplemen dalam frasa nomina Bahasa Batak Toba dapat terletak di sebelah kanan maupun kiri inti leksikal. Frasa nomina (FN) Bahasa Batak Toba yang komplemennya berupa FNum biasanya berada di sebelah kiri inti leksikal. Komplemen merupakan bentuk internal yang posisinya langsung dibawahi oleh X-bar dan kehadiran komplemen pada posisi itu merupakan realisasi dari kategori leksikal. Contohnya terlihat pada kalimat berikut :

(8) [Tolu marga] do muse pinompar Andornabolak di si.

‘tiga marga T pula keturunan Andornabolak di situ’ Tiga marga pula keturunan si Andornabolak di situ.

Pada (8), FN tolu marga ‘tiga marga’ merupakan FN yang inti leksikalnya

marga berada di sebelah kanan FNum tolu ‘tiga’ sebagai komplemen. Atau dengan kata lain komplemen berada di sebelah kiri inti leksikal. Argumen FNum tolu ‘tiga’ tergolong komplemen karena kata tolu ‘tiga’ dengan inti leksikal marga ‘marga’ tidak dapat dipisahkan. Atau dengan kata lain, apabila komplemen dan inti leksikal


(38)

dipisahkan (mengalami pelesapan), maka kalimat yang dihasilkan menjadi tidak gramatikal. Pembuktiannya dapat terlihat pada (8a) dan (8b) berikut :

(8a) * Marga do muse pinompar Andornabolak di si.

‘marga T pula keturunan Andornabolak di situ’ Marga pula keturunan Andornabolak di situ.

(8b) * Tolu do muse pinompar Andornabolak di si.

‘tiga T pula keturunan Andornabolak di situ’ Tiga pula keturunan Andornabolak di situ.

Kalimat pada (8a) tidak gramatikal karena tidak berterima dalam sintaksis maupun semantik Bahasa Batak Toba. Begitu pula pada (8b), kalimat yang dihasilkan termasuk kalimat yang tidak gramatikal, sebab informasi yang dihasilkan oleh kalimat (8b) mengalami perubahan. Karena inti leksikal pada FN tolu marga ‘tiga marga’ dalam kalimat (8) adalah marga ‘marga’, bukan tolu ‘tiga’.

Apabila frasa nomina pada (8) diaplikasikan ke dalam teori X-bar, maka hasilnya terlihat pada skema berikut :

FN → FNum + N

(9) FN

N’

FNum N

tolu marga


(39)

Sedangkan komplemen FN yang membentuk frasa nomina Bahasa Batak Toba biasanya terletak di sebelah kanan inti leksikal.

Contohnya terlihat pada kalimat berikut :

(10) Mambuat boru ma ibana di si [boru ni marga Manurung].

‘mengambil anak perempuan lah dia di situ anak perempuan T marga Manurung’ Menikahi anak gadislah dia di situ anak perempuan dari marga Manurung.

Sama halnya dengan (8), komplemen dan inti leksikal frasa nomina pada kalimat (10) tidak dapat dipisahkan atau mengalami pelesapan. Karena akan menghasilkan kalimat yang tidak gramatikal.

(10a) * Mambuat boru ma ibana di si [ni marga Manurung].

‘mengambil anak perempuan lah dia di situ T marga Manurung’ Menikahi anak gadislah dia di situ marga Manurung.

(10b) * Mambuat boru ma ibana di si [boru].

‘mengambil anak perempuan lah dia di situ anak perempuan’ Menikahi anak gadislah dia di situ anak perempuan.

Inilah yang merupakan ciri dari komplemen. Dalam pembentukan frasa nomina (FN) Bahasa Batak Toba, komplemen bersifat wajib. Artinya, antara komplemen dan inti leksikal tedapat hubungan yang internal. Selain itu, jika elemen ini dipindahkan letak strukturnya, maka kalimat yang dihasilkan menjadi tidak gramatikal.

(10c) * Mambuat boru ma ibana di si [ni marga Manurung boru].

‘mengambil anak perempuan lah dia di situ T marga Manurung anak perempuan’ Menikahi anak gadislah dia di situ dari marga Manurung anak perempuan.


(40)

Apabila struktur frasanya direpresentasikan, maka akan terbentuk skema berikut :

FN N + FN

(11) FN

N’

N FN

boru ni marga Manurung

‘anak perempuan marga Manurung’

4.1.2 Keterangan (Ket)

Keterangan berfungsi untuk menerangkan kata benda yang terdapat pada frasa nomina (FN) Bahasa Batak Toba. Keterangan yang dimaksud tersebut dapat berkategorikan nomina, preposisi, adjektiva, verba dan adverbia. Letak keterangan dapat berada di sebelah kanan maupun di sebelah kiri inti leksikal. Keterangan dalam frasa nomina (FN) Bahasa Batak Toba bersifat opsional, karena kehadirannya dalam pembentukan struktur frasa nomina tidak wajib. Artinya, meskipun elemen ini dihilangkan atau dipindahkan letak strukturnya, frasa yang terbentuk masih gramatikal dan kalimat yang dihasilkan masih berterima dalam tataran sintaksis Bahasa Batak Toba.


(41)

Pembuktiannya dapat kita lihat pada kalimat berikut :

(12) Pillit hamu ma sada [anak ni horbo] na manusu dope.

‘pilih kalian lah satu anak T kerbau yang menyusui masih’ Pilih kalianlah satu anak kerbau yang masih menyusui.

Apabila pada (12), salah satu unsur dari kalimat tersebut dilesapkan, maka inti leksikal (kategori leksikal) horbo ‘kerbau’ akan berdiri sendiri. Dan kalimat yang dihasilkan masih dapat berterima dalam sintaksis Bahasa Batak Toba.

(12a) Pillit hamu ma sada [horbo] na manusu dope.

‘pilih kalian lah satu kerbau yang menyusui masih’ Pilih kalianlah satu kerbau yang masih menyusui.

Namun perlu kita ingat, bahwa dalam proses pelesapan, tujuan utamanya adalah untuk mengetahui kadar keintian dari frasa tersebut. Inti leksikal (kategori leksikal) sebuah frasa dapat mewakili tugas keseluruhan frasa (frasa lengkap) pada sebuah kalimat tanpa harus mengurangi informasi yang dimaksud oleh kalimat tersebut. Sebaliknya, keterangan sebagai atribut dalam sebuah frasa pada sebuah kalimat tidak dapat berdiri sendiri, karena akan mengakibatkan kalimat tersebut menjadi tidak gramatikal seperti berikut :

(12b) *Pillit hamu ma sada [anak ni] na manusu dope.

‘pilih kalian lah satu anak T yang menyusui masih’ Pilih kalianlah satu anak T yang masih menyusui.

Dari hasil peleburan (pelesapan) itu, dapat disimpulkan bahwa keterangan dapat dihilangkan (tidak wajib). Dan elemen nomina dalam pembentukan frasa nomina (FN) Bahasa Batak Toba dapat berkategori sebagai komplemen maupun


(42)

keterangan, tergantung pada konteks kalimat yang dianalisis. Jika struktur frasa pada (12) direpresentasikan, maka hasilnya akan terlihat pada (13) berikut :

● FN → Ket + inti

(13) FN

N’

FN N’

N

anak ni horbo

‘anak kerbau’

Frasa nomina Bahasa Batak Toba dapat juga diikuti oleh elemen keterangan yang berkategorikan preposisi, adjektiva, verba, maupun adverbia. Frasa nomina (FN) Bahasa Batak Toba yang keterangannya berupa preposisi (FP) dapat kita lihat pada contoh kalimat berikut:

(14) Saluhut [hita na di son]. ‘seluruh kita yang di sini’ Seluruh kita yang ada di sini.


(43)

(15) FN

N’

N’ FP

N

hita na di son

‘kita yang ada di sini’

Keterangan pada frasa nomina Bahasa Batak Toba yang berkategori FP, letaknya berada di sebelah kanan inti leksikal atau setelah inti leksikal, terlihat jelas pada skema (15).

4.1.3 Specifier (Spec)

Specifier (Spec) adalah pemerkuat objek yang ditegaskan pada frasa nomina. Dalam FN Bahasa Batak Toba, specifier yang memperkuat FN adalah i ‘itu’, on ‘ini’, yang letaknya di sebelah kanan inti leksikal, dan holan ‘hanya’ yang letaknya di sebelah kiri atau depan inti leksikal. Pada struktur frasa, specifier merupakan argumen yang langsung dibawahi X-bar ganda atau frasa X dan mengakibatkan proyeksi maksimal. Berikut contoh frasa nomina Bahasa Batak Toba yang memproyeksikan specifier.

(16) Marbagi ma hita di [ harajaon i ]. ‘berbagi lah kita di kerajaan itu’ Berbagilah kita di kerajaan itu.


(44)

Pada kalimat (16), frasa nomina (FN) memiliki kategori leksikal harajaon

‘kerajaan’ dan memproyeksikan i ‘itu’ sebagai specifier. Apabila frasa nomina pada (16) diaplikasikan ke dalam skema X-bar (diagram pohon), maka hasilnya akan terlihat pada (17) berikut :

FN N + Spec

(17) FN

N’

N’ Spec

N

harajaon i

‘kerajaan itu’

Jika skema di atas diaplikasikan ke dalam bentuk yang informal, maka hasilnya adalah FN harajaon i ‘kerajaan itu’ sebagai proyeksi tertinggi menurunkan N’(N-bar) yang memproyeksikan specifier i ‘itu’, kemudian pada tataran yang kedua, hadir N’(N-bar) bersama dengan kategori leksikalnya yaitu harajaon ‘kerajaan’.


(45)

4.2 Kaidah Struktur Frasa Nomina Bahasa Batak Toba 4.2.1 FN → inti

(18) Martahuak [manuk] jantan.

‘berkokok ayam jantan’ Berkokok ayam jantan. (19) FN

N’

N

manuk

‘ayam’

Frasa nomina di atas adalah frasa yang langsung membawahi inti leksikalnya atau dengan kata lain frasa tersebut mendominasi N’(N-bar) dan kategori leksikalnya tidak bercabang. Artinya, frasa nomina (FN) dapat langsung menurunkan N ganda tanpa mempunyai komplemen, keterangan, dan specifier.

Dari kaidah struktur frasa di atas, dapat kita ketahui bahwa sebuah frasa tidak harus terdiri dari dua kata atau lebih. Namun, sebuah frasa dapat terdiri dari satu kata saja. Artinya, dalam sintaksis generatif, sebuah frasa yang hanya terdiri dari satu kata memiliki distribusi yang sama dengan frasa lengkap (utuh). Kalimat di atas memiliki frasa nomina manuk jantan ‘ayam jantan’. Inti dari FN tersebut adalah manuk ‘ayam’. Kata manuk ‘ayam’ pada kalimat tersebut juga merupakan sebuah frasa nomina (FN) meskipun tidak diikuti oleh atribut jantan ‘jantan’, karena kalimat yang dihasilkan tetap gramatikal yaitu martahuak manuk ‘berkokok ayam’.


(46)

4.2.2 FN → inti + Spec

(20) Patogu jala patimbo hamu ma parit ni [huta i].

‘perbaiki dan tinggikan kalian lah parit T desa itu’ Perbaiki dan tinggikanlah parit desa itu.

(21) FN

N’

N’ Spec

N

huta i

‘desa itu’

Dari contoh di atas, inti leksikal (kategori leksikal) hanya didampingi oleh

specifier. Keterangan dan komplemen tidak muncul dalam kaidah struktur frasa tersebut. Jelaslah bahwa FN sebagai proyeksi tertinggi menurunkan inti leksikal huta

‘desa’ bersama dengan specifier i ‘itu’.

4.2.3 FN → inti + Komp

(22) Maponggol ma [ tanduk ni naga ]. ‘patah lah tanduk T naga’ Patahlah tanduk naga.


(47)

(23) FN

N’

N’ FN

N

tanduk ni naga

‘tanduk naga’

Pada skema di atas, inti leksikal tanduk ‘tanduk’ berada pada tataran terendah. Di atasnya hadir komplemen yang berkategori FN naga ‘naga’ yang berada pada tataran yang lebih tinggi daripada inti leksikal. Kemudian pada tataran berikutnya, hadir FN atau N’’(N-bar ganda) sebagai tertinggi maksimal frasa tersebut.

(24) Dibege nasida ma [ soara ni katipak ni hoda].

didengar beliau lah suara T tapak T kuda’ Didengar beliaulah suara tapak kuda.


(48)

(25) FN

N’

N’ FN

N

soara ni katipak ni hoda

‘suara tapak kuda’

FN menurunkan N-bar yang memproyeksikan komplemen FN katipak ni hoda

‘tapak kuda’, kemudian pada tataran berikutnya hadir N’(N-bar) sebagai proyeksi akhir yang menurunkan kategori leksikal dari frasa nomina (FN) tersebut yaitu soara

‘suara’.

4.2.4 FN → inti + Komp + Spec

(26) Paluahon muna ma [anak ni horbo i] ‘lepaskan kalian lah anak T kerbau itu’ Kamu lepaskan anak kerbau itu!


(49)

(27) FN

N’

N’ Spec

N’ FN

N

anak ni horbo i

‘anak kerbau itu’

Seperti pada skema X-bar di atas, dapat dijelaskan bahwa FN sebagai proyeksi maksimal menurunkan kategori leksikal anak ‘anak’ bersama dengan komplemen FN horbo ‘kerbau’, kemudian hadir di atasnya specifier i ‘itu’ untuk melengkapi frasa nomina (FN) tersebut.

4.2.5 FN → inti + Ket

(28) Gantungkon hamu ma di si [batu na bolon].

‘gantungkan kalian lah di situ batu yang besar’ Kamu gantungkan batu yang besar di situ!


(50)

(29) FN

N’

N’ FA

N

batu na bolon

‘batu yang besar’

Dari contoh di atas, inti leksikal batu ‘batu’ dan keterangannya FA na balga

‘yang besar’ didominasi oleh N-bar. Selanjutnya hadir di atasnya N-bar sebagai proyeksi akhir dari frasa nomina tersebut.

4.2.6 FN → inti + Ket + Komp

(30) Ai nunga suda huhut [arta na tininggalhon ni Tuan Sappallat].

‘ T sudah habis seluruh harta yang ditinggalkan T Tuan Sapallat’ Sudah habis seluruh harta peninggalan Tuan Sapallat.


(51)

(31) FN

N’

N’ FN

N’ Adv

N

arta na tininggalhon Tuan Sapallat

‘harta peninggalan Tuan Sapallat’

Frasa nomina di atas menurunkan N-bar yang memproyeksikan komplemen FN Tuan Sapallat ‘Tuan Sapallat’, kemudian N-bar tersebut kembali menurunkan N’ (N-bar) yang memproyeksikan keterangan adverbia yaitu na tininggalhon

‘peninggalan’. Dan yang terakhir sebagai proyeksi akhir, hadir inti leksikal dari FN yaitu arta ‘harta’.

4.2.7 FN → inti + Ket + Spec

(32) Dibereng nasida ma [ eme na di pardegean i].

‘dilihat beliau lah padi yang di perpijakan itu’ Dilihat beliaulah padi yang di tanah itu.


(52)

(33) FN

N’

N’ Spec

N’ FP

N

eme na di pardegean i

‘padi yang di tanah itu’

Dalam frasa nomina Bahasa Batak Toba, inti tidak harus didampingi oleh komplemen sebagai atributnya. Seperti halnya FN pada (32), inti leksikal didampingi oleh keterangan dan specifier sebagai elemen yang membentuk frasa tersebut.

FN pada (32) bila digambarkan strukturnya akan membentuk sebuah diagram pohon seperti pada (33). Terlihat jelas bahwa eme ‘padi’ sebagai kategori leksikal didampingi oleh elemen keterangan yang berkategori FP yaitu na di pardegean ‘yang di tanah’ berada pada tataran terendah. Kemudian, pada tataran yang lebih tinggi, hadir specifier i ‘itu’ bersama dengan N’(N-bar) yang memproyeksikannya. Dan yang terakhir, FN sebagai proyeksi akhir atau proyeksi maksimal hadir untuk menutup proyeksi frasa nomina tersebut.


(53)

4.2.8 FN → inti + Komp + Ket

(34) Disoroi ma [ dakdanak na marmeami di si ]. ‘diserbu lah anak-anak yang bermain-main di situ’ Diserbulah anak-anak yang bermain-main di situ.

(35) FN

N’

N’ FP

N’ FV

N

dakdanak na marmeami di si

‘anak-anak yang bermain-main di situ’

FN pada (34) bila digambarkan strukturnya akan membentuk sebuah diagram pohon seperti pada (35). Terlihat jelas bahwa dakdanak ‘anak-anak’ sebagai kategori leksikal (inti leksikal) didampingi oleh elemen komplemen yang berkategori FV yaitu

na marmeami ‘yang bermain-main’ berada pada tataran terendah. Kemudian, pada tataran yang lebih tinggi, hadir keterangan berkategori FP disi ‘di situ’ bersama dengan N’(N-bar) yang memproyeksikannya. Dan yang terakhir, FN sebagai proyeksi akhir atau proyeksi maksimal hadir untuk menutup proyeksi frasa nomina tersebut.


(54)

4.2.9 FN → inti + Komp + Ket + Spec

(36) I ma [ mudar ni anak ni manuk na diongomna i ]. ‘itu lah darah T akan T ayam T diminumnya itu’ Itulah darah anak ayam yang diminumnya itu.

(37) FN

N’

N’ Spec

N’ FV

N’ FN

N

mudar ni anak ni manuk na diongomna i

‘darah anak ayam yang diminumnya itu’

Struktur FN Bahasa Batak Toba dapat menjadi kompleks, apabila hadir ketiga fungsi gramatikal seperti komplemen, keterangan, dan specifier. Struktur yang demikian diilustrasikan pada (36) dan (38). Dalam hal ini, FN anak ni manuk ‘anak ayam’ pada (36) dan FN parpahean ‘pemakai baju‘ pada (38) adalah komplemen, sedangkan FV na diongomonna ‘yang diminumnya‘ pada (36) dan FA na imbaru


(55)

‘yang baru’ pada (38) adalah keterangan. Kemudian specifier i‘itu’ hadir pada (36) dan (38) sebagai fungsi gramatikal yang membuat struktur kedua FN tersebut menjadi kompleks.

Jadi, FN pada (36) digambarkan strukturnya pada (37). Mudar ‘darah’ sebagai inti leksikal bersama dengan komplemen FN anak ni manuk ‘anak ayam’ diturunkan oleh N’ (N-bar). Kemudian hadir di atasnya N’ (N-bar) yang lebih tinggi yang memproyeksikan keterangan FV na diongomna ‘yang diminumnya‘ bersama dengan

specifier i ‘itu’ sebagai proyeksi maksimal.

Sedangkan FN pada (38) digambarkan strukturnya pada (39). Sebagai inti leksikal, halak ‘orang’ hadir bersama dengan komplemen FN parpahean ‘pemakai baju‘ sebagai proyeksi N’ (N-bar) yang terendah. Kemudian keterangan FA na imbaru ‘yang baru’ berada pada konstituen N’ (N-bar) yang lebih tinggi. Dan sebagai proyeksi N’ (N-bar) yang tertinggi, hadir specifier i ‘itu’ untuk membentuk struktur FN yang lebih klompleks.

Struktur FN pada (36) dan (38) sama kompleksnya, karena ketiga fungsi gramatikal seperti komplemen (Komp), keterangan (Ket), dan specifier (Spec) hadir dalam pembentukan frasa tersebut. Yang membedakan keduanya hanyalah kategori keterangan yang terdapat pada frasa tersebut. Pada (36), FN didominasi oleh keterangan FV, sedangkan pada (38), FN didominasi oleh keterangan FA.


(56)

(38) Gabe marsisintak abitna be ma [halak parpahean na imbaru i].

jadi mengangkat pakaiannya masing-masing lah orang pemakai baju T baru itu ‘Jadi mengangkat pakaiannya masing-masinglah orang yang memakai baju baru itu.’

(39) FN

N’

N’ Spec

N’ FA

N’ FV

N

halak parpahean na imbaru i

‘orang yang memakai baju yang baru itu’

4.2.10 FN → Ket + inti

(40) Dung i dipapungu boru-boru i ma [angka ulubalang]. ‘setelah itu dikumpulkan perempuan itu lah para hulubalang’


(57)

(41) FN

N’

Adv N’

N

angka ulubalang

‘para hulubalang’

Dari skema di atas, terlihat jelas bahwa N’(N-bar) menurunkan inti leksikal

ulubalang ‘hulubalang’, kemudian di atasnya hadir N’(N-bar) bersama keterangan adverbia angka ‘para’ yang diproyeksikan oleh FN sebagai proyeksi tertinggi. Dari skema X-bar di atas, jelaslah bahwa dalam Bahasa Batak Toba, keterangan dapat juga terletak sebelum inti leksikal atau di sebelah kiri inti leksikal dalam membentuk sebuah frasa nomina.

4.2.11 FN → Ket + inti + Spec

(42) Di na sahali dipapungu ma [ sude parumaenna i ]. ‘di T sekali dikumpulkan lah semua menantunya itu’ Suatu hari dikumpulkanlah semua menantunya itu.


(58)

(43) FN

N’

N’ Spec

FNum N

sude parumaenna i

‘semua menantunya itu’

Frasa nomina di atas memiliki inti leksikal parumaenna ‘menantunya’. FNum

sude ‘semua’ di sini hadir sebagai keterangan bersama dengan specifier i ‘itu’ sebagai proyeksi maksimal dari FN.

4.2.12 FN → Ket + inti + Ket

(44) Jala dipeakkon ma [ sada hau na ganjang ]. ‘lalu diletakkan lah satu kayu yang panjang’ Lalu diletakkanlah satu kayu yang panjang.


(59)

(45) FN

N’

FNum N’

N’ FA

N

sada hau na ganjang

‘satu kayu yang panjang’

Frasa nomina di atas memiliki inti leksikal hau ‘kayu’. FA na ganjang ‘yang panjang’ di sini hadir sebagai keterangan bersama dengan FNum sada ‘satu’. Namun perbedaan kedua keterangan tersebut ada pada letaknya. Karena keterangan bersifat opsional, maka keterangan dapat hadir dua kali dalam membentuk struktur frasa. Keterangan dapat berada di depan dan belakang inti leksikal. Seperti pada (44), keterangan pertama yang berkategori FNum sada ‘satu’ berada di depan inti leksikal

hau ‘kayu’, sedangkan keterangan yang kedua berkategori FA yaitu na ganjang ‘yang panjang’ berada di belakang inti leksikal. Artinya, dalam frasa nomina (FN) Bahasa Batak Toba, keterangan dapat mengapit inti leksikal sebagai atribut yang mendampinginya.


(60)

4.2.13 FN → Ket + inti + Komp + Spec

(46) [ uli ni soara ni boru-boru i ] dibege.

‘cantik T suara T perempuan itu didengar’ Keindahaan suara perempuan itu didengar. (47) FN

N’

FN N’

N’ Spec

N’ FN

N

uli ni soara ni boru-boru i

‘keindahan suara perempuan itu’

Frasa nomina (FN) di atas adalah frasa nomina yang memiliki proyeksi maksimal, karena memproyeksikan tiga fungsi gramatikal sekaligus, yaitu keterangan (Ket), komplemen (Komp), dan specifier (Spec). FN sebagai proyeksi maksimal berada pada tataran tertinggi menurunkan N’(N-bar) yang memproyeksikan keterangan FN uli ‘keindahan’, kemudian N’(N-bar) tersebut kembali menurunkan


(61)

N’(N-bar) yang lain yang memproyeksikan komplemen FN yaitu boru-boru

‘perempuan’ bersama dengan specifier i ‘itu’. Dan yang terakhir sebagai proyeksi akhir, hadir inti leksikal dari FN yaitu soara ‘suara’.

(48) Jadi diida ma [ sada boru pinompar ni Sariburaja i ].

‘jadi dilihat lah satu perempuan keturunan T Sariburaja itu’ Jadi dilihatlah satu perempuan keturunan Sariburaja itu.

(49) FN

N’

FNum N’

N’ Spec

N FN

sada boru pinompar ni Sariburaja i

‘satu perempuan keturunan Sariburaja itu’

Frasa nomina di atas menurunkan N-bar yang memproyeksikan keterangan FNum sada ‘satu’, kemudian N-bar tersebut kembali menurunkan N-bar yang memproyeksikan komplemen FN yaitu pinompar ni Sariburaja ‘keturunan Sariburaja’ bersama dengan specifier i ‘itu’. Dan yang terakhir sebagai proyeksi akhir, hadir inti leksikal dari FN tersebut yaitu boru ‘perempuan’.


(62)

4.2.14 Spec + inti + Komp

(50) Sae ma holan [ ulu ni dengke].

‘cukup lah hanya kepala T ikan’ Cukuplah hanya kepala ikan.

(51) FN

N’

Spec N’

N’ FN

N

holan ulu ni dengke

‘hanya kepala ikan’

FN pada (50) bila digambarkan strukturnya akan membentuk sebuah diagram pohon seperti pada (51). Terlihat jelas bahwa ulu ‘kepala’ sebagai kategori leksikal (inti leksikal) didampingi oleh elemen komplemen yang berkategori FN yaitu dengke

‘ikan’ berada pada tataran terendah. Kemudian, pada tataran yang lebih tinggi, hadir

specifier holan ‘hanya’ di sebelah kiri inti leksikal bersama dengan N’(N-bar) yang memproyeksikannya. Dan yang terakhir, FN sebagai proyeksi akhir atau proyeksi maksimal hadir untuk menutup proyeksi frasa nomina tersebut.


(63)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan

Struktur internal frasa nomina Bahasa Batak Toba dibentuk oleh komplemen, keterangan, dan specifier. Struktur mendasar FN adalah inti leksikal yaitu nomina plus komplemen yang berkategori numeralia, nomina dan verba. Struktur FN dapat diperluas dengan keterangan yang berkategori komplemen. Komplemen dan keterangan dapat terletak di kiri atau kanan inti leksikal dalam skema X-bar. Dan komplemen bersifat iteratif karena dapat hadir lebih dari satu kali dalam skema X-bar.

Dalam Bahasa Batak Toba ada 14 struktur frasa nomina (FN), yaitu : 1. FN → inti

2. FN → inti + Spec

3. FN → inti + Komp 4. FN → inti + Komp+ Spec

5. FN → inti + Ket + Komp 6. FN → inti + Ket + Spec

7. FN → inti + Komp + Ket 8. FN → inti + Ket + Komp 9. FN → inti + Komp + Ket + Spec

10.FN → Ket + inti

11.FN → Ket + inti + Spec


(64)

13.FN → Ket + inti + Komp + Spec

14.FN → Spec + inti + Komp

5.2 Saran

Sejauh yang diketahui, pengujian frasa verba, frasa numeralia, frasa adverbia, frasa pronomina, dan frasa preposisi pada Bahasa Batak Toba dengan menggunakan teori X-bar belum pernah dilakukan. Karena itu, disarankan kepada peneliti-peneliti lain untuk meneliti berbagai jenis frasa tersebut berdasarkan teori X-bar sehingga diperoleh manfaat yang besar bagi usaha pengembangan kajian sintaksis Bahasa Batak Toba dengan pendekatan sintaksis generatif.


(65)

DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Hasan, dkk. 2000. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (Edisi Ketiga). Jakarta: Balai Pustaka.

Arikunto, Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.

Yogyakarta: Rineka Cipta.

Badudu, H.Abdul Muis dan M.S. Herman. 2005. Morfosintaksis. Jakarta: PT Asdi Mahasatya.

Cahyono, Bambang Yudi. 1995. Kristal-Kristal Ilmu Bahasa. Surabaya: Airlangga University Press.

Haegemen, Liliane. 1992. Introduction to Government and Binding Theory. Oxford: Blackwell.

Hutagalung,W.M. 1991. Pustaha Batak (Tarombo dohot Turi-turian ni Bangso Batak). Jakarta: Tulus Jaya.

Keraf, Gorys. 1984. Tata Bahasa Indonesia. Jakarta: Nusa Indah.

Kridalaksana, Harimurti. 1994. Kelas Kata Dalam Bahasa Indonesia (Edisi Ketiga). Jakarta: Gramedia Pustaka.

Mulyadi. 1998. Frase Nomina Bahasa Indonesia: Analisis X-bar. Komunikasi Penelitian, 10 : 216-231.

Mulyadi. 2002. Frase Preposisi Bahasa Indonesia: Analisis X-bar. Studi Kultura, 1 : 62-74.

Nababan,P.W.J. 1981. A Grammar of Toba Batak. Australia:Pasific Linguistics D-37. Parera, Jos Daniel. 1991. Sintaksis (Edisi Kedua). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Percival, W.K. 1981. A Grammar of Urbanised Toba-Batak of Medan.

Australia: Pasifik Linguistics B-76.

Poedjosoedarmo, Soepomo. Filsafat Bahasa. Surakarta: Muhammadiyah Press. Ramlan, M. 1987. Sintaksis (Edisi Revisi). Yogyakarta: Karyono.

Radford, Andrew. 1988. Transformational Grammar. Cambridge: Cambridge University Press.


(66)

Sibarani, Robert. 1997. Sintaksis Bahasa Batak Toba. Medan: Universitas Sumatera Utara (USU Press).

Silitonga, Mangasa. 1990. “Tata bahasa Transformasional sesudah Teori Standar” Dalam Purwo (Penyunting).1990. Pellba 3. Yogyakarta: Kanisius.

Sinaga, Anicetus B. 2002. Tata Bahasa Batak Toba (Meresapkan Jiwa dan Darah Batak). Medan: Bina Media.

Soripada,Baginda dkk. 1970. Turi-Turian ni Datuk Tiongku Aji Malim Leman Dohot SiTapi Mombang SuroDilangit. Medan : Media.

Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta Wacana University Press.

Tarigan, Henry Guntur. 1984. Prinsip-Prinsip Dasar Sintaksis. Bandung: Angkasa. Tarigan, Henry Guntur. 1990. Pengajaran Kompetensi Bahasa. Bandung: Angkasa. Tuuk, H.N. van der. 1971. A Grammar of Toba Batak.

(Diterjemahkan oleh Miss Jeune Scott-Kemball dari judul aslinya Tobasche Spraakunst (1864)). Netherland: The Hague-Martinus Nijhoff.

Skripsi

Siagian, July Fernando. 2003. “Struktur Frasa Adjektiva Dalam Bahasa Batak Toba: Analisis Teori X-bar.” Medan: Fakultas Sastra USU.

Torong, Sri Wahyuni. 1999. “Frasa Adjektiva Bahasa Karo: Analisis Teori X-bar.” Medan: Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

Wahyuni, Titin Sri. 2004. “Frasa Numeralia Bahasa Indonesia: Analisis Teori X-bar.” Medan: Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

Kamus

Echols, Jhon M dan Hasan Shadily. 1992. Kamus Inggris-Indonesia. Jakarta: Gramedia.

Kridalaksana, Harimurti. 1984. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia.

Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 2003. Kamus Besar Bahasa Indonesia

Jakarta: Balai Pustaka.

Warneck, J. 2001. Kamus Batak Toba Indonesia. Penerjemah: P.Leo Joosten OFMCap. Medan: Bina Media.


(67)

LAMPIRAN

POPULASI DATA

Buku I : Pustaha Batak (Tarombo dohot Turiturian ni Bangso Batak) olehW.M. Hutagalung (1991).

1. Asa diboto halak do Mulajadi Nabolon parmulaan ni nasa na adong.

2. Ala ni i jahaonta ma sada-sada panjadihonna di nasa na tinompana mangihuthon pambaritahon ni angka natua-tua narobi.

3. Di si ma inganan ni angka na mangulahon na suhar.

4. Ai andorang so adong dope jolma, nunga diparade Mulajadi hian inganan i.

5. Inganan ni angka panangko do di si.

6. Laos songoni ma muse didok parutang i, tu parsingiranna be.

7. I ma inganan ni Mulajadi Nabolon.

8. Asa marhite sian parbinotoan ni halak Batak taringot tu turpuk ni tondi ni jolma dung mate ibana do umbahaen na jotjot manongos angka sisolhot ni na mate tu na matena.

9. Ia bulan i laos marhite hatana do dijadihon.

10.Na margoar be do angka bintang i sude, alai holan deba do goarna binoto: “ Bintang Ilala, Sijombut, Sigaraniapi, Sidongdong, Sialapariama, Sialasungsang, Marihur, Martimus, Bisnu, Borma, Sori dohot lan na asing-asing dope.

11.Di na marsinondang mata ni ari dohot Angkalau di langit i arianna i, dang tartahan angka bintang be hinasilona dohot hamohoponna.

12.Jadi bongot ma saluhut nasida tu garung-garung i, mamunihon dirina be.

13.Huhut do diparbursikkon aek ni napuranna i dompak langit, asa lam diida mata ni ari hinadenggan ni aek ni napuran i di roha ni bulan i.

14.Ala ni i pintor hehe ma saluhut angka bintang i sian garung-garung i, laho manolai parbadai.

15.Asa sai ditangishon do i molo tingki masa mangkolom bulan i.


(68)

17.Siparjuji langis do Sialasungsang, alai atik pe songon i, ibana do hasian ni inana.

18.Molo pajumpang nasida ro ma ajal ni tano on.

19.I ma ompu ni Panenabolon na mangingani jala na manghirdop-hirdop di ganup desa na bolon na opat i.

20.I ma na maringanan di toru ni tano on, na parohon lalo.

21.Dibahen i laho ma ho manungkunhon i tu Ompunta Mulajadi Nabolon, asa dipaboa manang dia bahenonhu tu angka na tubu on.

22.Songon eme na bibi di rungkungna digotapi, roha ni Raja Odapodap sai diotap-otapi.

23.Jadi tarpunjung ma si Borudeakparujar, songon hau sisada-sada, songon tandiang na hapuloan, sirang sian banua ginjang.

24.Dung i dipasahat leangleangmandi ma hata pangidoanna i, alai dang dioloi Mulajadi Nabolon.

25.Dipudunhon ma ujung ni bonang i di topi ni ruang i, sian i ma ibana mangarunsur mangalului tintinna i.

26.I ma na tarida di bulan i, gombaran ni si Borudeakparujar do i didok torsa-torsa i.

27.Ingkon masipaidaan do halak na maroroan nian, hape anggo hami dang songon i.

28.I ma mula ni ende di angka na marbaju, molo ro pangaririt.

29.Alai hudok pe songon i, tompu ma sada sabungan ni obukmi, dung i ilushon ma tu balatuk i.

30.Suang do hatana mandokkon manompu obuk i dohot mangullushon tu balatuk i.

31.Pasahat ma songon i tu Borudeakparujar, jala dok ma tu ibana: “Ungkap ma arung-arung on, alai jolo hembangkon ma lage-lage tiar humaliang, dang jadi mabiar ho marnida angka na ruar sian bagasan arung-arung i, laos bahen ma goar ni angka i!”


(1)

68.Dung borhat si Raja Lontung manigor hehe ma inana si Borupareme sian dalan panigoran manjoloani anakna i sian na na so pamotoanna, jala dipaula ma ibana songon na maradian di pinggol ni dalan i.

69.Jadi dibereng boru-boru i ma ibana antong, diida si Raja Lontung ma tumbuk rupa ni boru-boru i tu rupa ni inana, jadi ninna rohana ma di bagasna: ”On ma huroha paribanhu na nidok ni dainang i.”

70.Jadi dipagomos ma pikkiranna mandok hatana tu boru-boru i: “ Ai ho do hape pariban?”

71.“Si Raja Lontung do ahu anak ni namborum si Borupareme!” ninna mangalusi.

72.Marserak do muse sian i pinompar ni si Raja Lontung, songon on do baritana: Masa ma sahali rondo ni ari pola songon binanga na bolon angka tangkuju na mabaor sian dolok no Sabulan i, jadi marongso ma robean ni luat Sabulan i gabe dihungkupi i ma deba angka bagas dohot barang-barang ro di panahan na di luat i.

73.Ditopot ma boru ni raja i margoar si Borubundala.

74.Alai didok boru-bori i ma: “Ianggo ahu naung oroan do tu anak ni halak.”

75.Jotjot do ditatap niolina i dompak pulo Samosir ipar ni Sabulan, jadi dapot matana ma sada rura na uli dingkan dangsina ni pulo i, sihol ma rohana naeng maringanan tu si.

76. Dung lam saor nasida dibuat ma sada horbo manulangi marga Sitindaon i, dalanna mangido tano pabidangkon tano naung dapotsa i, didok ma: “ Ua lehon hamu ma deba sian tanomuna i di ahu anggo nasa na boi hangkamon ni huling-huling ni horbo sulansulang na hu lehon on.”

77.“Denggan,” ninna marga Sitindaon i, ai didok rohanasida dang pola sadia bidang tano hihanham ni huling-huling ni horbo i.

78.Jadi dijou ma donganna marpada i, mangaririt tano na tinalina i.

79.Marbagi ma hita di harajaon i.

80.Dung i dipapungu boru-boru i ma angka ulubalang.


(2)

81.Ai nunga suda huhut arta na tininggalhon ni Tuan Sapallat balanjo ni angka ulubalang i.

82.Marende muse ma boru-boru i.

83. Dipungka boru-boru i ma manubar bonang na bara, jadi jotjot ma ibana manjaljal bangkudu tingki bodari-bodari.

84.Tolu marga do muse pinompar Andornabolak.

85.Mambuat boru ma ibana di si boru ni marga Manurung.

86.Taringot tu barita ni Ompu Paltiraja binahen di buku na asing.

87.Di si dibege ibana soara i.

88.Jala dipeakkon ma sada hau na ganjang.

89.Ia Partuhala halak na mora do ibana jala bidang do haumana.

90.Maponggol ma tanduk ni naga.

91.Dibereng nasida ma eme na di pardegean i.

92.Ianggo sinamot boli ni ibotomuna on do na nialapmuna, lehononhu do.

93.Mate ma sada anakna andorang metmet.

94.Diida nasida ma timus ni api di Siamakpandan bona ni dolok Saut, jadi ditopot nasida ma tu si.

95.Di na sahali dipapungu ma sude parumaenna i.

96.Ianggo ibana holan mardalani do dilagas, so disarihon hangoluan ni anakkonna.

97.Dipeakkon ma sada pira ni manuk di alaman ni sopo, dung i di pantomhon ma tunggal panaluan sian jolo ni jabu tu si.

98.Dung i marhobas ma nasida dibuat ma sian jabu ni hahana i ugasa homitan nasida, hujur siburnung na martortoran tarugi ni bagot siompon, asal butong lanok mudar ni na hona hujur i tu manang aha na marhosa ingkon mate do, ninna barita.

99.Binsat ma aek i tu ginjang pola disiraip angka huta na di luat i.

100. Di na sahat ibana ro di Janjiraja, maradian ma ibana di bona ni hau hariara.

101. Tarida do nuaeng batu i di si.


(3)

103. Dung i digotaphon ma rungkung ni boru-boru na modom di pat ni bulusan i, jala ditarehon sapa inganan ni mudarna, ai didok rohana hatoban i do i.

104. Tubu ma sada boru na uli.

105. Paluaon muna ma anak ni horbo i.

106. Dibereng ma angka boru-boru na di onan i.

107. I ma mudar ni manuk na diongomna i.

108. Dung tangkas sude dibege Nagaisori, diutahon ma anak ni manuk i, gabe lam dihaporseai inana i ma hata ni datu i.

109. I do alana umbahen tar dipainumhon halak mudar ni biang nambura sineat tu halak na sampu-sampuon.

110. Marende ma muse boru ni raja i.

111. Uli ni soara ni boru-boru i dibege.

112. Di si diida ibana ma sada boru-boru na uli.

113. Gantungkon hamu ma di si batu na bolon.

114. Marlojong ma halak sian huta, ditallik ma tali panggantungan ni batu i, gabe ditipa ma tanggurung ni gaja i, jala laos ampe ma batu i di tanggurungna.

115. Ro ma lali sipitu ulu naeng manampar Raja Parultop, diultop ma dohot i laos hona do jala mate, alai ditipa bangke ni lali i ma ibana gabe mate ma ibana.

116. Gabe marsisintak abitna be ma na onom halak parpahean na imbaru i.

117. Jadi diida ma sada boru pinompar ni Sariburaja i.

118. Umbege i marhusari ma roha ni boru-boru i.

119. Disuru boru-boru i ma nasida hundul.

120. Sae ma holan ulu ni dengke.

121. Dang pola sadia leleng nari mate ma Tuan Antingmalela, jadi marsak ma roha ni angka anakna i.

122. Tole ma tabuhar nasida sian i, tung na so jadi idaonta timpul ni api ni sisaina i.

123. Ia dung salpu sadari gondang i, ro ma angina na tolu i maboan pulungan na nialap nasida i, didok nasida ma tu Sibagotnipohan: “Ia i da ba, na so uhum do pambahenmi, burju rohanami mangoloi ho mangalului pulung-pulungan


(4)

hape na pasiding-siding hami do huroha tahim, asa holan ho margondang. Asa molo tung na hombar do pambahenmi tu paranggionnmu, rap horas ma hita. Alai anggo na mangalaosi do ho di adapt ni ompunta dohot amanta, sari ma ho di si.”

124. Di na sadari sahat ma tu lambung ni pansa-pansa i sada baoa parultop-ultop sian Pakpak, maniop pidong parimbulu na uli.

125. Umbege i pintor hansit ma roha ni boru-boru i.

126. Disuru ma dipaula anakna i masihotang bahen sungil-sungil ni horbo siborothonon i.

127. Sai marburui do nasida di tombak i, jala jotjot dapot nasida angka binatang harangan, laos i ma dipapangani nasida.

128. Disoroi ma angka dakdanak na marmeami di si.

129. Patogu jala patimbo hamu ma parit ni huta i.

130. Asa mangihuthon pandok ni deba halak, gabe saut ma i goar ni anakna i.

131. Humalaput ma manuk naung nirobo i tu galapang ni sopo, olat ni i gabe margoar ma ibana Datugalapang.

132. Ianggo ahu laho ma ahu manopot tombak libo-libo harangan rimbun rea, ai dang tarpabege-bege ahu neang ni pangkuling ni halak na mauli bulung.

133. Ditinggalhon nasida muse do huta Batunagodang, ala late roha ni halak na di si.

134. Di na sadari dapot nasida ma sada ihan na bolon.

135. Gabe tarsonggot ma marga Pardosi umbege soara ni bodil i.

136. Angkup ni i, molo tung adong na tardege pinggol ni dalan, dang jadi bunuon baoa i, boru-boru i do na jadi milak.

137. Dipahe nasida ma i denggan, marragidup jala marbulang-bulangkon ulos tigabolit.


(5)

Buku II : Turi-Turian ni Datuk Tiongku Aji Malim Leman Dohot Si Tapi

Mombang Suro Dilangit (Baginda Soripada dan Patuan Daulat Baginda Nalobi,

1970).

1. Markilim-kilim bohi ni boru Naduma Bulung i.

2. Ni tutup pangalonglong ni ampang, mijur tu alaman ni pondok pardagangan ni namboru i.

3. Mambuat boru ma ibana di si boru ni marga Manurung.

4. Saluhut hita na di son. 5. Martakuak manuk jantan.

6. Hu oloi ma i inang hata ni padan parjanjianmi.

7. Na diboto ho do tanda-tanda ni halak na naung barbogas.

8. Ni oban do horbo jantan na manusu.

9. Dung mangoli be angka anakna na opat i, masipungka hutana be ma nasida di si.

10.Dibuka ma pintu ni orong bilik podomanna.

11.Dibege nasida ma soara ni katipak ni hoda.

12.Dijagit anak namora ma sada bulung kokang ni hoda dohot sambokna.

13.Tarbege soara ni katipak ni hoda sibata-boti tu pintu gorbangan.

14.Disintak podang sadunghabila na sabolak ni bulung pisang sitabar roba julu.

15.Diundurhon ma soara ni gondang dua saraban.

16.Soara ni katimbung tulus marsisusulan.

17.Oroman mauli bulung muna tu oroman bulung ni sinuanhu tunas na so tarbahen partaonan ni tondi dohot pamatang i.

18.Hata ni barita do na huturion.

19.Namanjalak-jalaki ube-ube ni unsim, batu ni galapung malamun dohot rimbang na malamun.

20.Marmulian ma hamu mulak tu pondok pardagangan muna.

21.Tarsonggot boru Naduma Bulung si Tapi Mombang Suro di Langit na andorang marpido modom di orong ni bilik podomanna.


(6)

22.Togi hamu jo halak Jau i tu porlak naung pinangkuran.

23.Gohi hamuma aek i tu solup inganan ni lanteungbukbuk i.

24.Dung ro halak Jau i diboan nasida ma tungkot na nidoknasida i.

25.Gabe hohom ma halak Jau i ala naung talu nasida, jala digarar nasida ma mas i tanda ni hataluannasida.

26.Tanda hamu ma boru-boru na dua on.

27.Umbege i lam huminsa ma roha ni angka hahana i, mambuat sipanganon na tabo.

28.Didok nasida ma tu angka anak ni Datu Parngongo: “ Marundang-undangan ma hita!”

29.Ia dung mate Toga Sumba dibagi anakna na dua i ma arta tininggalhon ni amanasida.

30.Dipaboa nasida muse ma tona ni amana, na adong do ogung oloan ditanom di bona ni jabu bona jala hujur hanjaran di bona ni pinasa.

31.Jadi dung dibege nasida hata ni amanasida i, pos ma rohanasida laho borhat.

32.Dung magodang dakdanak na dua i, marsalisi ma nasida ala ni ugasan tininggalhon ni amanasida be.