Sistem Fonem Bahasa Batak Toba Analisis Generatif
BAB II
KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep
Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses atau apapun yang
ada di luar bahasa yang digunakan akal budi untuk memahami hal- hal lain (Alwi,
2003: 558).
2.1.1
Fonem dan Sistem Fonem
Fonem adalah satuan bunyi bahasa terkecil yang membedakan makna.
Fonem merupakan bagian dari ilmu fonologi yang membahas mengenai bunyi.
Penelitian fonologi merupakan suatu penelitian yang mendasar untuk mengetahui
struktur bunyi suatu bahasa. Dalam penelitian fonologi dibicarakan aspek bunyi
dan aspek fonem suatu bahasa. Secara tepat tidak ada dua bunyi bahasa yang sama
benar yang diucapkan oleh seorang pembicara. Untuk menentukan status bunyi
bahasa apakah sebagai sebuah fonem atau bukan diperlukan suatu penelitian yang
melibatkan berbagai teori fonologi. Menurut Verhaar (1982: 36), fonologi adalah
ilmu yang menyelidiki perbedaan minimal antarujaran yang selalu terdapat dalam
kata sebagai konstituen, contohnya adalah hapas dan hipas.(hapas = kapas dan
hipas = sehat). Pasangan kata tersebut memiliki dua bunyi yang berbeda yaitu [a]
dan [i]. Hal itu menunjukkan bahwa /a/ dan /i/ adalah dua fonem yang berbeda.
Jadi, pasangan minimal adalah dua ujaran yang berbeda maknanya tetapi memiliki
minimal satu perbedaan bunyi.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan ada tidaknya rintangan terhadap arus udara dalam saluran
suara, bunyi bahasa dapat dibedakan menjadi dua kelompok: vokal dan konsonan
(Alwi dkk, 2003: 49). Vokal adalah bunyi bahasa yang dihasilkan tanpa
penutupan atau penyempitan di atas glotis. Dengan kata lain, vokal adalah bunyi
bahasa yang arus udaranya tidak mengalami rintangan dan kualitasnya ditentukan
oleh tiga faktor: tinggi-rendahnya posisi lidah, bagian lidah yang dinaikkan, dan
bentuk bibir pada pembentukan vokal itu (Alwi dkk, 2003: 50), sedangkan
konsonan adalah bunyi bahasa yang dihasilkan dengan berbagai hambatan atau
penyempitan aliran udara. Pada pelafalan konsonan, ada tiga faktor yang terlibat,
yaitu keadaan pita suara, penyentuhan atau pendekatan berbagai alat ucap, dan
cara alat ucap itu bersentuhan atau berdekatan (Alwi, 2003:52). Fonem tidak sama
dengan bunyi bahasa. Fonem diberi nama sesuai dengan nama salah satu bunyi
bahasa yang merealisasikannya. Misalnya: konsonan bilabial, konsonan bersuara,
konsonan geseran velar bersuara, vokal depan atas, dan lain sebagainya.
Kaidah yang mengatur penjejeran fonem dalam satu morfem dinamakan
kaidah fonotaktik (Alwi dkk, 2003: 28).
Bahasa Indonesia, misalnya,
mengizinkan jejeran seperti /-nt-/ (untuk), /-rs-/ (bersih) dan /-st-/ (pasti), tetapi
tidak mengizinkan jejeran seperti /-pk-/ dan /-pd/. Tiap bahasa mempunyai ciri
khas dalam fonotaktik, yakni dalam merangkaikan fonem untuk membentuk
satuan fonologis yang lebih besar.
Di dalam bidang fonologi bunyi terkecil dalam analisis generatif adalah
fitur yang berarti suatu bentuk yang hanya memperlihatkan hubungan secara
eksplisit sifat atau ciri setiap segmen. Fitur adalah ciri umum yang membedakan
Universitas Sumatera Utara
satu benda atau bunyi dari satu jenis benda (bunyi) yang lain. Misalnya: elecric
→ electricity (bahasa Inggris) ‘listrik’(Schane 1992 : 26).
Dalam contoh di atas [k] pada kata electric dan [s] pada kata electricity
sudah memiliki ciri pembeda yang spesifik. Terdapat suatu bunyi yang eksplisit
yaitu [k] sehingga muncul bentuk [s] menjadi kata ‘trisiti’ pada kata electricity
yang sebelumnya adalah trik pada kata electric. Hal itulah yang menunjukkan
peranan fonetik dalam kajian fonologi generatif. Berbeda halnya dengan fitur
distingtif atau ciri pembeda. Fitur distingtif adalah ciri khusus yang membedakan
suatu bunyi dari satu jenis bunyi yang lain menjadi bunyi yang sama. Misalnya
bunyi [p] dan [b]. Bunyi [p] dan [b] mempunyai unsur pembentuk tuturan yang
hampir sama yaitu [p] dan [b] merupakan bunyi labial dan [p] merupakan bunyi
hambat tak bersuara sedangkan [b] merupakan bunyi hambat bersuara atau hal itu
dapat disimpulkan [p] dan [b] adalah konsonan hambat labial penyuaraannya
berbeda.
Atau dapat digambarkan sebagai berikut:
b
+ bilabial
p
+ bilabial
+bersuara
- bersuara
+plosif
+ plosif
Bunyi ujaran pada dasarnya adalash udara yang dikeluarkan dari paru-paru
yang dimodifikasi oleh alat ucap manusia. Udara yang keluar dari paru-paru itu
berbeda-beda. Ada yang mengalami hambatan dan ada juga yang tidak mengalami
hambatan. Maksud dari kata mengalami hambatan tersebut adalah hambatan yang
Universitas Sumatera Utara
terjadi pada artikulasi aktif atau bagian dari alat ucap yang dapat digerakkan. Ada
dua macam bunyi dalam bahasa yakni bunyi vokal dan bunyi konsonan
berdasarkan ada tidaknya hambatan atau halangan dalam proses pembentukan
bunyi. Jika bunyi tersebut dapat membedakan arti maka disebutlah sebagai fonem.
Untuk membuktikan fonem vokal dan konsonan dapat ditentukan melalui
pasangan minimal, misalnya / batu/ dengan /bata/ yang membuktikan adanya
perbedaan fonem /a/ dan fonem /u/.
Sistem fonem dapat dinyatakan dengan struktur fonemis contohnya sistem
fonem dalam bahasa Jawa ialah /pr/, /tr/, /kr/, /cr/, /br/, /dr/, /gr/, /jr/, /sr/, /mr/,
/nr/, /ňr/, /ŋr/, tetapi tidak ada */hr/, */lr/, dan */yr/ yang mana kelompok tersebut
di luar */hr/, */lr/, dan */yr/ dimasukkan ke dalam kelompok /r/. Hal yang sama
berlaku juga pada /l/. Struktur fonemis kedua fonem itu dapat dinyatakan secara
umum bahwa kelompok /r/ dan /l/ di dalam bahasa Jawa terdapat sesudah semua
konsonan kecuali /h/, /y/, /l/, /r/. Di dalam sistem fonem bahasa Indonesia terdapat
struktur fonemis yang bisa dinyatakan kecuali /b, d, j, g, c, ǝ/.
ň, Semua fonem
terdapat pada akhir suku kata (Samsuri, 1994: 127).
Sistem fonem diklasifikasikan dalam dua dua bunyi yaitu bunyi segmental
dan bunyi suprasegmental. Arus ujaran merupakan suatu runtunan bunyi yang
bersambung- sambung terus- menerus dan diselang- seling dengan jeda singkat
atau jeda agak singkat disertai dengan keras lembut bunyi, tinggi rendah bunyi,
panjang pendek bunyi, dan dalam arus ujaran itu ada bunyi yang dapat
disegmentasikan sehingga disebut bunyi segmental, tetapi yang berkenaan dengan
keras lembut, panjang pendek, dan jeda bunyi tidak dapat disegmentasikan yang
Universitas Sumatera Utara
disebut bunyi suprasegmental atau prosodi (Chaer, 2007: 120). Jadi pada tingkat
fonemik ciri- ciri prosodi itu seperti tekanan, durasi, dan nada bersifat fungsional
atau dapat membedakan makna. Misalnya dalam bahasa Indonesia kata mental
(dengan tekanan pada suku pertama) bermakna ‘bersangkutan dengan batin dan
watak manusia yang bukan bersifat badan atau tenaga’, sedangkan pada kata
mental (dengan tekanan pada suku kedua) yang berarti ‘terpelanting, terpental’.
Dengan berbedanya letak tekanan pada kedua kata itu yang telah menunjukkan
unsur segmentalnya menyebabkan makna kedua kata itu berbeda. Klasifikasi
fonem segmental baik vokoid maupun kontoid yang diucapkan oleh penutur
bahasa Indonesia sangat variatif. Hal itu boleh dilihat dari sekian banyaknya
fonem dalam bahasa Indonesia.
Untuk menentukan bahwa suatu bunyi dalam suatu bahasa merupakan
salah satu fonem maka hal itu bisa diuji melalui pasangan minimalnya. Pasangan
minimal bertujuan untuk menciptakan kekontrasan yang pada gilirannya
menunjukkan fonem yang berbeda. Dua fonem yang saling menggantikan dalam
kerangka yang sama jika menghasilkan kata atau morfem yang berbeda dalam
bahasa itu disebut kontras. Hal ini dapat kita lihat pada bahasa Batak Toba.
Contoh:
1. /baba/
: /bapa/
→ [p,b]
2. /martapian/
: /partapian/
→ [m,p]
3. /lean/
: /leas/
→ [n,s]
4. /toras/
: /horas/
→ [t,h]
Universitas Sumatera Utara
2.1.2
Bahasa Batak Toba
Bahasa adalah alat komunikasi yang tak terlepas dari manusia karena
tanpa bahasa segala apa pun tidak akan tercapai sesuai dengan tujuan yang
diharapkan bersama. Tanpa bahasa interaksi antarsesama manusia tidak akan
berjalan dengan baik. Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang
digunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi,
dan mengidentifikasi diri (Chaer, 2007: 32).
Bahasa Batak Toba termasuk rumpun bahasa Melayu, tetapi bila
dibedakan antara protomalaya (Melayu Kuno) dari Deutoromalaya (Melayu
Muda, Melayu Pesisir) maka bahasa Batak Toba adalah cabang dari Protomalaya
sebagaimana bahasa Jawa dan bahasa Toraja adalah cabang dari bahasa Melayu
Kuno (Anicetus,2002: vii). Bahasa Batak Toba ini digunakan oleh masyarakat
penutur bahasanya untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan sesamanya di
daerah Sumatera Utara. Bahasa Batak Toba adalah salah satu dari sekian ratus
bahasa yang ada di tanah air yang secara gramatikal adalah khas yaitu mempunyai
sistem tatabahasa sendiri dan arti kata sendiri. Bahasa Batak Toba mempunyai
fonetik sendiri dan cara melafalkannya berbeda dengan penulisannya. Misalnya
Godang hian hepeng ni Omak [Godak- kian- hepeng- ni- omak],” banyak sekali
uang ibu atau uang ibu banyak sekali”. Bila dibandingkan dengan bahasa Inggris,
untungnya memang ada yaitu fonetik bahasa Batak Toba dapat dirumuskan dan
tidak khas seperti kebanyakan dalam bahasa Inggris. Selain itu, ucapan dalam
bahasa Batak Toba cukup sederhana dan keras sehingga tidak harus memakai
bermacam- macam fonem.
Universitas Sumatera Utara
2.2 Landasan Teori
Fonologi adalah salah satu cabang ilmu linguistik yang berfungsi untuk
menganalisis bunyi-bunyi ujaran dalam suatu kata maupun kalimat. Bunyi ujaran
tersebut dibagi menjadi dua buah kajian, yaitu kajian fonetik dan kajian fonemik.
Fonetik merupakan bidang kajian ilmu pengetahuan yang menelaah bagaimana
manusia menghasilkan bunyi-bunyi bahasa dalam ujaran, menelaah gelombanggelombang bunyi bahasa yang dikeluarkan, dan bagaimana alat pendengaran
manusia menerima bunyi-bunyi bahasa untuk dianalisis oleh otak (O’Connor,
1982 : 10-11, Ladefoged, 1982 : 1 dalam Muslich, 2008: 8). Fonetik berkaitan erat
dengan bagaimana cara manusia berbahasa serta mendengar dan memproses
ujaran yang diterima.
Secara umum fonetik dibagi menjadi tiga bagian kajian, yaitu fonetik
fisiologis, fonetik akustis, dan fonetik auditoris/persepsi (Dew dan Jensen, 1997: 3
dalam Muslich, 2008: 8). Fonetik fisiologis mengkaji tentang fungsi fisiologis
manusia karena manusia normal tentu mampu menghasilkan berbagai bunyi
bahasa dengan menggerakkan atau memanfaatkan organ-organ tuturnya, misalnya
lidah, bibir, dan gigi bawah (yang digerakkan oleh rahang bawah). Fonetik
akustis bertumpu pada struktur fisik bunyi bahasa dan bagaimana alat
pendengaran manusia memberikan reaksi kepada bunyi bahasa yang diterima atau
bagaimana suatu bunyi bahasa ditanggapi oleh mekanisme pertuturan manusia,
bagaimana pergerakan bunyi-bunyi bahasa di dalam ruang udara yang dapat
merangsang proses pendengaran manusia. Fonetik auditoris atau persepsi
merupakan kajian yang menentukan pilihan bunyi- bunyi yang diterima alat
Universitas Sumatera Utara
pendengaran manusia atau bagaimana seseorang menanggapi bunyi yang
diterimanya sebagai bunyi yang perlu diproses sebagai bunyi bahasa bermakna
dan apakah ciri bunyi bahasa yang dianggap penting oleh pendengar dalam
usahanya untuk membedakan setiap bunyi bahasa yang didengar (Singh dan
Singh, 1976: 5 dalam Muslich, 2008: 10). Sedangkan
fonemik adalah ilmu
fonologi yang mempelajari sistem fonem suatu bahasa.
Penelitian ini diarahkan pada pemahaman tentang fonologi generatif untuk
melepaskan diri dari penelitian yang bersifat struktural. Salah satu hal yang
membedakannya adalah satuan terkecil pada fonologi generatif yang berupa fitur
dan hal itu sangat berbeda dengan kajian struktural yang menempatkan fonem
sebagai satuan terkecil dalam kajiannya. Untuk dapat memahami fitur, penelitian
ini tidak dapat terlepas dari segmen sebagai kesatuan yang terbentuk dari
perangkat-perangkat sifat sebagai satuan tak terbagi. Hubungan yang terdapat
secara ekspilist dari setiap segmen adalah yang dikenal sebagai fitur dalam tataran
fonologi generatif.
Analisis fonologi suatu bahasa di dalam teori generatif dilakukan dengan
cara menentukan dulu hipotesis representasi dasar dari representasi fonetik yang
ada. Hal ini dilakukan karena fonologi generatif menganggap bahwa beberapa
aspek realisasi fonetik suatu morfem merupakan ciri idiosinkratik dari morfem itu
sedangkan aspek realisasi yang lain mengikuti prinsip keteraturan yang sistemik.
Oleh sebab itu, setelah hipotesis tentang representasi dasar ditentukan kemudian
dicari aturan-aturan yang dapat mengubah representasi dasar menjadi representasi
fonetik. Aturan-aturan yang disusun itu harus diaplikasikan kepada data yang
Universitas Sumatera Utara
tersedia. Hipotesis-hipotesis tersebut kemudian diverifikasi untuk memperoleh
hipotesis yang paling bisa diterima sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan dari
sistem fonologi bahasa tersebut.
Fonologi Generatif membicarakan bunyi-bunyi suatu bahasa berubah
secara alamiah. Ada 4 kaidah yang diusulkan, yakni
•
•
•
•
Kaidah perubahan ciri
Kaidah pelesapan dan penyisipan,
Kaidah permutasi dan perpaduan,
Kaidah bervariasi.
Selanjutnya Schane juga menyebutkan tataran generatif berhubungan
dengan proses fonologis dimana setiap bahasa mengalami proses fonologis yang
tidak hanya disebabkan karena adanya interaksi dengan bunyi lain tetapi juga
dipengaruhi oleh aspek-aspek morfologis ataupun sintaksis. Proses fonologis
biasanya terjadi pada tingkat kata maupun frasa. Proses fonologis yang terjadi
pada tingkat kata sebagai satu unit morfem bebas maupun gabungan antara
morfem terikat dengan morfem lain dan salah satu dari bunyi morfem tersebut
mengalami perubahan karena pengaruh bunyi dari morfem lain. Proses fonologis
lain terjadi pada tingkat frasa, yaitu pada saat perubahan bunyi terjadi karena
pengaruh faktor sintaksis. Ketika morfem bergabung untuk membentuk kata,
segmen dari morfem yang berdekatan kadang mengalami perubahan. Perubahan
itu juga terjadi dalam lingkungannya yang bukan berupa pertemuan dua morfem,
Universitas Sumatera Utara
misalnya posisi awal kata dan akhir kata atau hubungan antara segmen dengan
vokal bertekanan yang mana perubahan itu disebut dengan proses fonologis.
Perubahan bunyi-bunyi morfem biasanya berhubungan erat dengan proses
morfofonemik, yaitu perubahan bentuk fonemis sebuah morfem yang disebabkan
oleh fonem yang ada di sekitarnya atau dipengaruhi oleh syarat-syarat sintaksis
atau syarat-syarat lainnya, dalam hal ini ciri distinctive feature (fitur distingtif) ini
sendiri dibedakan menjadi 17 ciri bahasa saja yang akan disebut “ultimate
disctinctive entities of language’ yaitu partikel-partikel submorfemik yang tidak
bisa untuk diuraikan lagi menjadi bagian yang lebih kecil. Ini adalah rincian
mengenai ciri distingtif itu sendiri yang secara garis besar dikelompokkan menjadi
enam, yaitu cirri golongan utama, ciri daerah artikulasi, dan ciri cara artikulasi,
ciri batang lidah, ciri tambahan, ciri prosodi. Selanjutnya, keenam ciri ini
dijabarkan dalam 17 ciri pembeda, yaitu 1) silabis, 2) sonoran, 3) konsonantal, 4)
malar (kontinuan), 5) penglepasan tertunda, 6) kasar (striden), 7) nasal, 8) lateral,
9) anterior, 10) koronal, 11) tingggi, 12) rendah, 13) belakang, 14) bulat, 15)
tegang, 16) bersuara, 17) panjang, 18) tekanan.
Dalam bahasa Batak Toba, keenam ciri pembeda itu dijabarkan sebagai
berikut:
1.Ciri Golongan Utama:
Persamaan dan perbedaan antar vokal dan konsonan dapat dilihat dari sifat
yan berkaitan dengan silabisitas, sonoritas, dan jenis penyempitan. Ketiga ciri
tersebut silabis, sonoran, dan, konsonantal memengaruhi sifat suatu fitur. Ciri
silabis menggambarkan peran yang dimainkan oleh suatu segmen dalam struktur
Universitas Sumatera Utara
silabelnya. Pada umumnya, vokal [+silabis] dan konsonan [-silabis]. Ciri ini juga
diperlukan untuk membedakan bunyi nasal dan likuid silabis dengan pasangannya
yang nonsilabis. Ciri sonoran merujuk ke kualitas resonan suatu bunyi vokal
selalu [+sonoran], seperti halnya bunyi nasal, likuid, dan semivokal. Bunyi
obstruen-konsonan hambat, frikatif, afrikat, dan luncuran laringal [-sonoran]. Ciri
konsonantal merujuk ke hambatan yang menyempit dalam rongga mulut, baik
dalam hambatan total maupun geseran. Bunyi hambat frikatif, afrikatif, nasal, dan
likuid adalah [+konsonantal], sedangkan vokal dan semivokal adalah [konsonantal]. Bunyi luncuran laringal juga digolongkan sebagai [-konsonantal]
karena bunyi ini tidak memiliki penyempitan dalam rongga mulut.
a. Consonantal [kons]
Bunyi ini ditandai dengan penyempitan dan penutupan pita suara pada
waktu kita mengucapkan bunyi bahasa: [+kons] adalah bunyi-bunyi obstruenthambat, frikatif dan afrikat, bunyi nasal , dan alir (liquids). [-kons] adalah bunyibunyi vocal, semivocal, hambat glottal dan frikatif glotal (h).
b. Silabik [sil]
Ciri silabik ini menandai bunyi yang berfungsi sebagai inti suku kata:
[+sil] dalam hal ini adalah bunyi vocal, alir dan nasal berfungsi sebagai inti suku
kata, yaitu fonem vokal /a, i, u, ɛ, ͻ/ . [-sil] adalah fonem konsonan hambat
eksplosif /b, d, g, k, p, t/, fonem konsonan frikatif /h, s/, fonem konsonan nasal /m,
n, ň, ŋ/, fonem konsonan likuida /l, r/.
Universitas Sumatera Utara
c. Sonoran [son]
Bunyi sonoran ditandai dengan terbukanya pita suara sehingga
menghasilkan bunyi yang dapat dilagukan pada titik nada tertentu. [+son] adalah
bunyi-bunyi vocal /a, i, u, ɛ, ͻ/, semivokal /w/, alir /l, r/, dan nasal /m, n, ŋ, ň/ . [son] adalah bunyi-bunyi obstruen.
2.Ciri Daerah Artikulasi
Secara sederhana, ciri distingtif yang didasarkan pada daerah artikulasi bunyi ujar
dapat dikelompokkan menjadi dua ciri, yaitu koronal dan anterior.
a. Koronal [kor]
Bunyi koronal ditandai dengan (1) posisi glottis menyempit sehingga
apabila ada hembusan udara yang melewatinya, pita suara akan secara otomatis
bergetar; (2) langit-langit lunak terangkat, dan (3) psosisi lidah bagian depan
terangkata sampai berada di atas posisi “netral”. [+kor] adalah bunyi hambat
eksplosif /t, d, j/, fonem konsonan frikatif /s/, fonem konsonan likuida /l, r/. [-kor]
adalah bunyi hambat eksplosif /b, g, k, p/, fonem konsonan frikatif /h/, fonem
konsonan nasal /m, n, ň, ŋ/.
b. Anterior [ant]
Bunyi ujar dengan ciri ini dihasilkan dengan pusat penyempitan sebagai
sumber bunyi berada disebelah depan pangkal gusi (alveolar-ridge). [+ant] adalah
fonem vokal /a, i, u, ɛ, ͻ/, fonem konsonan hambat eksplosif /b, d, p, t/, frikatif /s/,
Universitas Sumatera Utara
nasal /m, n, ŋ, ň/, dan likuida /l, r/. [-ant] adalah fonem konsonan hambat eksplosif
/j, g, k/, frikatif /h/, konsonan nasal /ň, ŋ/.
3.Ciri Cara Artikulasi
Cara-cara pengucapan bunyi ujar, seperti dihambat (stops/plosives),
dialirkan (liquids), digeserkan (fricatives), dan seterusnya juga dengan
menentukan ciri distingtif. Pada garis besarnya, ciri-ciri itu dapat dibagi menjadi
enam ciri, yaitu delayed-release (penglepasan tertunda), strident, malar, nasal, dan
lateral.
a. Delayed-release [delrel] (penglepasan tertunda)
Pada dasarnya ada dua cara bagaimana bunyi yang dihambat di dalam
rongga mulut itu di lepaskan , yaitu (1) di letupakan segera setelah penutupan alatalat ucap yakni untuk bunyi-bunyi hambat dan secara perlahan-lahan sehingga
menghasilkan bunyi afrikat. Cara yang kedua itulah yang menjadi ciri delayedrelease ini. [+delrel] adalah bunyi-bunyi afrikat. [-delrel] adalah fonem konsonan
hambat eksplosif /b, d, g, k, t, p/, fonem konsonan nasal /m, n, ŋ/.
b. Strident [strid]
Kelompok bunyi ini ditandai dengan pelepasan bunyi dalam intensitas
yang tinggi, yakni bunyi-bunyi frikatif dan afrikat. [+strid] adalah fonem frikatif
/s, h/. [-strid] adalah konsonan hambat eksplosif /p, b, t, d, j, g, k/. Hambat nasal
/m, n, ŋ, ň/, dan likuida /l, r/.
Universitas Sumatera Utara
c. Kontinuant [kont]
Kelompok bunyi ini dihasilkan dengan mengalirkan udara ke rongga
mulut dengan bebas. [+kont] adalah fonem vokal /a, i, u, ɛ, ͻ/, fonem frikstif /s, h/,
fonem likuida /l, r/.
d. Nasal
Bunyi ini ditandai dengan ditariknya langit-langit lunak ke bawah dengan
menyentuh bagian belakang lidah sehingga aliran darah berhembus melewati
hidung. [+nasal] yaitu fonem nasal /m, n, ň,
ŋ/. [ -nasal] adalah fonem konsonan
hambat eksplosif /p, b, t, d, g, k/, frikatif /s, h/, likuida /l, r/.
e. Lateral [lat]
Ciri ini juga membedakan antara bunyi lateral alir [l] dan nonlateral,
misalnya, [r]. [+lat] adalah bunyi [l]. [-lat] adalah bunyi lainya, terutama [r].
4. Ciri Batang lidah
Ciri distingtif yang didasarkan pada ciri batang lidah dapat dikelompokkan
menjadi empat ciri, yaitu tinggi, rendah, belakang, bulat.
a. Tinggi
[+tinggi] adalah fonem vokal tinggi /i, u/, hambat eksplosif /j, k, g/,
konsonan nasal /m, n, ŋ, ň/. [ -tinggi] adalah fonem vokal /a, ɛ, ͻ/, fonem hambat
eksplosif /p, b, t, d/, fonem frikatif /s, h/, fonem konsonan nasal /m, n/, fonem
konsonan likuida /l, r/.
Universitas Sumatera Utara
b. Rendah
[+rendah ] adalah fonem vokal /a/, fonem konsonan faringal /h/. [-rendah]
adalah fonem vokal /i, u, ɛ, ͻ/, konsonan hambat eksplosif /p, b, t, d, j, k,g/,
konsonan frikatif /s/, konsonan nasal /m, n, ň, ŋ/, fonem konsonan likuida /l, r/.
c. Belakang
[+belakang] adalah fonem vokal /u,ͻ/, fonem konsonan hambat eksplosif
/k, g/, fonem konsonan nasal ŋ/.
/ [ -belakang] adalah bunyi fonem vokal /a, i, ɛ/,
fonem konsonan hambat eksplosif /p, b, t, d, j/, fonem konsonan frikatif /s, h/,
fonem konsonan nasal /m, n, ŋ/, fonem konsonan likuida /l, r/.
d. Bulat
[+bulat] adalah bunyi fonem vokal /u,
ͻ/. [
-bulat] adalah bunyi fonem
vokal /a, i ɛ/, fonem konsonan hambat eksplosif /p, b, t, d, j, k, g/, fonem
konsonan hambat frikatif /s, h/, fonem konsonan nasal /m,ŋ,n,ň/, dan fon
em
konsonan likuida /l, r/, dan fonem semivokal /j/.
5. Ciri Tambahan
Ciri distingtif yang didasarkan pada ciri batang tambahan dapat
dikelompokkan menjadi dua, yaitu tegang dan bersuara.
a. Tegang
[+tegang] adalah fonem vokal tegang /i, u, a, e, o/. [-tegang] adalah bunyi
fonem vokal kendur /ɛ, ͻ/.
Universitas Sumatera Utara
b. Bersuara
[+bersuara] adalah bunyi fonem vokal /a, i, u, e, o, ɛ, ͻ/, fonem konsonan
hambat eksplosif bersuara /b, d, j, g/, fonem konsonan nasal /m, n, ŋ/,
ň, fonem
konsonan likuida /l, r/. [-bersuara] adalah bunyi fonem hambat tak bersuara /p, t,
k/, fonem konsonan frikatif tak bersuara /s, h/.
6. Ciri Prosodi
Ciri distingtif yang didasarkan pada ciri prosodi dapat dikelompokkan
menjadi dua, yaitu panjang dan tekanan.
a. Panjang
[+panjang] adalah fonem vokal panjang /a, ɛ, ͻ/. [-panjang] adalah fonem
vokal tidak panjang /a, i, u, e, o, ɛ, ͻ/.
b. Tekanan
[+tekanan] adalah fonem vokal bertekanan /i, á, é, ú, ó/. [-tekanan] adalah
bunyi vokal /ə/.
Contoh:
[bagãs] ‘dalam’ dengan [bãgas]’rumah’
[gέllɛŋ]’kecil’ dengan [gɛllέŋ] ‘anak’
Demikian diatas adalah beberapa pengertian tentang fitur distingtif yang
akan digunakan untuk memembedakan ciri menurut fonetiknya sehingga akan
terlihat bentuk perubahan dalam kata menurut bunyi pada masing-masing bahasa.
Perubahan bunyi yang dapat mempengaruhi ciri pembeda atau fitur distingtif itu
Universitas Sumatera Utara
dapat dikategorikan sebagai asimilasi (segmen-segmennya menjadi semakin
serupa), struktur silabel (ada alternasi dalam distribusi konsonan dan vokal),
pelemahan dan penguatan (segmen-segmennya dimodifikasi menurut posisinya
dalam kata itu), dan netralisasi (segmen-segmennya begabung dalam lingkungan
tertentu).
Asimilasi adalah sebuah segmen yang mendapat ciri- ciri dari segmen
yang berdekatan. Ciri-ciri yang dimaksud berupa konsonan berasimilasi dengan
ciri-ciri vokal, vokal berasimilasi dengan ciri-ciri konsonan, konsonan
berasimilasi dengan ciri-ciri konsonan, dan vokal berasimilasi dengan ciri-ciri
vokal.
Struktur silabel mempengaruhi distribusi relatif antara konsonan dan vokal
dalam kata. Konsonan dan vokal dapat dilesapkan atau disisipkan. Dua segmen
dapat berpadu menjadi satu segmen dan sebuah segmen dapat mengubah ciri-ciri
kelas utama, seperti bunyi vokal menjadi bunyi luncuran. Dua segmen dapat
saling bertukar tempat. Setiap proses ini dapat menyebabkan alternasi dalam
struktur silabel yang asli.
Pada pelemahan dan penguatan tidak semua perubahan dalam struktur
silabel selalu berakibat struktur silabel yang lebih sederhana. Struktur silabel akan
menjadi kompleks. Hal ini memaparkan bahwa sinkope dan apokope dapat
menganalisis sistem fonologi dalam sebuah bahasa. Pelemahan dan penguatan
dibagi menjadi sinkope dan apokope, kontraksi vokal, diftongisasi, dan perubahan
vokal.
Universitas Sumatera Utara
Netralisasi adalah proses yang pembedaan fonologisnya dihilangkan
dalam lingkungan tertentu. Jadi, segmen-segmen yang berkontras dalam satu
lingkungan mempunyai representasi yang sama dalam lingkungan netralisasi. Hal
ini dapat kita lihat pada netralisasi konsonan dan netralisasi vokal.(dalam Schane
1992:51).
2.3 Tinjauan Pustaka
Alwi (2005: 1198) mengatakan bahwa tinjauan adalah hasil meninjau,
pandangan, pendapat (sesudah menyelidiki atau mempelajari), sedangkan pustaka
adalah kitab, buku, buku primbon (Alwi 2005: 912). Penelitian mengenai bahasa
Batak toba memang sudah banyak dilakukan oleh para peneliti sebelumnya antara
lain penelitian yang dilakukan oleh Aritonang (1981) dalam skripsinya yang
berjudul “Struktur Fonem dalam Bahasa Batak Toba”. Dalam kajiannya dia
membahas struktur fonemnya saja dan menggunakan analisis struktural. Begitu
juha dengan Rosmalinda (2000) dalam skripsinya yang berjudul “Sistem Fonem
Vokal Bahasa Melayu Langkat Dialek Tanjung Pura”. Dia mengidentifikasi
mengenai bunyi vokal dan mendiskripsikan sistem fonem vokal bahasa Melayu
Langkat dialek Tanjung Pura. Dalam penelitian tersebut dia hanya membahas
mengenai sistem fonem vokalnya saja tanpa memperhatikan fungsi fonem
konsonannya. Penelitian ini tentunya berbeda dengan penelitian yang akan
dilakukan karena dalam analisisnya dia menggunakan teori struktural. Dalam
skripsinya juga, Sitindaon (1999) membahas “Sistem Fonologi dalam Struktur
Morfologi Bahasa Batak Toba” yang menganalisis fonem- fonem, distribusi,
Universitas Sumatera Utara
persukuan, dan persengauan (nasalisasi). Sementara, Siahaan (2009) dalam
tesisnya juga membahas “Fonotaktik Bahasa Toba”. Di dalam kajiannya,
dianalisis struktur fonotaktik dalam deret vokal dan konsonan dan penetapan
kaidah struktur bahasa Toba. Semua penelitian yang dilakukan di atas sama-sama
membahas fonologi dan menggunakan analisis struktural. Berbeda dengan
penelitian yang dilakukan dalam penelitian penulis sendiri, yaitu menggunakan
analisis generatif karena dalam perkembangan teori fonologi belum banyak yang
menggunakan analisis ini.
Universitas Sumatera Utara
KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep
Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses atau apapun yang
ada di luar bahasa yang digunakan akal budi untuk memahami hal- hal lain (Alwi,
2003: 558).
2.1.1
Fonem dan Sistem Fonem
Fonem adalah satuan bunyi bahasa terkecil yang membedakan makna.
Fonem merupakan bagian dari ilmu fonologi yang membahas mengenai bunyi.
Penelitian fonologi merupakan suatu penelitian yang mendasar untuk mengetahui
struktur bunyi suatu bahasa. Dalam penelitian fonologi dibicarakan aspek bunyi
dan aspek fonem suatu bahasa. Secara tepat tidak ada dua bunyi bahasa yang sama
benar yang diucapkan oleh seorang pembicara. Untuk menentukan status bunyi
bahasa apakah sebagai sebuah fonem atau bukan diperlukan suatu penelitian yang
melibatkan berbagai teori fonologi. Menurut Verhaar (1982: 36), fonologi adalah
ilmu yang menyelidiki perbedaan minimal antarujaran yang selalu terdapat dalam
kata sebagai konstituen, contohnya adalah hapas dan hipas.(hapas = kapas dan
hipas = sehat). Pasangan kata tersebut memiliki dua bunyi yang berbeda yaitu [a]
dan [i]. Hal itu menunjukkan bahwa /a/ dan /i/ adalah dua fonem yang berbeda.
Jadi, pasangan minimal adalah dua ujaran yang berbeda maknanya tetapi memiliki
minimal satu perbedaan bunyi.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan ada tidaknya rintangan terhadap arus udara dalam saluran
suara, bunyi bahasa dapat dibedakan menjadi dua kelompok: vokal dan konsonan
(Alwi dkk, 2003: 49). Vokal adalah bunyi bahasa yang dihasilkan tanpa
penutupan atau penyempitan di atas glotis. Dengan kata lain, vokal adalah bunyi
bahasa yang arus udaranya tidak mengalami rintangan dan kualitasnya ditentukan
oleh tiga faktor: tinggi-rendahnya posisi lidah, bagian lidah yang dinaikkan, dan
bentuk bibir pada pembentukan vokal itu (Alwi dkk, 2003: 50), sedangkan
konsonan adalah bunyi bahasa yang dihasilkan dengan berbagai hambatan atau
penyempitan aliran udara. Pada pelafalan konsonan, ada tiga faktor yang terlibat,
yaitu keadaan pita suara, penyentuhan atau pendekatan berbagai alat ucap, dan
cara alat ucap itu bersentuhan atau berdekatan (Alwi, 2003:52). Fonem tidak sama
dengan bunyi bahasa. Fonem diberi nama sesuai dengan nama salah satu bunyi
bahasa yang merealisasikannya. Misalnya: konsonan bilabial, konsonan bersuara,
konsonan geseran velar bersuara, vokal depan atas, dan lain sebagainya.
Kaidah yang mengatur penjejeran fonem dalam satu morfem dinamakan
kaidah fonotaktik (Alwi dkk, 2003: 28).
Bahasa Indonesia, misalnya,
mengizinkan jejeran seperti /-nt-/ (untuk), /-rs-/ (bersih) dan /-st-/ (pasti), tetapi
tidak mengizinkan jejeran seperti /-pk-/ dan /-pd/. Tiap bahasa mempunyai ciri
khas dalam fonotaktik, yakni dalam merangkaikan fonem untuk membentuk
satuan fonologis yang lebih besar.
Di dalam bidang fonologi bunyi terkecil dalam analisis generatif adalah
fitur yang berarti suatu bentuk yang hanya memperlihatkan hubungan secara
eksplisit sifat atau ciri setiap segmen. Fitur adalah ciri umum yang membedakan
Universitas Sumatera Utara
satu benda atau bunyi dari satu jenis benda (bunyi) yang lain. Misalnya: elecric
→ electricity (bahasa Inggris) ‘listrik’(Schane 1992 : 26).
Dalam contoh di atas [k] pada kata electric dan [s] pada kata electricity
sudah memiliki ciri pembeda yang spesifik. Terdapat suatu bunyi yang eksplisit
yaitu [k] sehingga muncul bentuk [s] menjadi kata ‘trisiti’ pada kata electricity
yang sebelumnya adalah trik pada kata electric. Hal itulah yang menunjukkan
peranan fonetik dalam kajian fonologi generatif. Berbeda halnya dengan fitur
distingtif atau ciri pembeda. Fitur distingtif adalah ciri khusus yang membedakan
suatu bunyi dari satu jenis bunyi yang lain menjadi bunyi yang sama. Misalnya
bunyi [p] dan [b]. Bunyi [p] dan [b] mempunyai unsur pembentuk tuturan yang
hampir sama yaitu [p] dan [b] merupakan bunyi labial dan [p] merupakan bunyi
hambat tak bersuara sedangkan [b] merupakan bunyi hambat bersuara atau hal itu
dapat disimpulkan [p] dan [b] adalah konsonan hambat labial penyuaraannya
berbeda.
Atau dapat digambarkan sebagai berikut:
b
+ bilabial
p
+ bilabial
+bersuara
- bersuara
+plosif
+ plosif
Bunyi ujaran pada dasarnya adalash udara yang dikeluarkan dari paru-paru
yang dimodifikasi oleh alat ucap manusia. Udara yang keluar dari paru-paru itu
berbeda-beda. Ada yang mengalami hambatan dan ada juga yang tidak mengalami
hambatan. Maksud dari kata mengalami hambatan tersebut adalah hambatan yang
Universitas Sumatera Utara
terjadi pada artikulasi aktif atau bagian dari alat ucap yang dapat digerakkan. Ada
dua macam bunyi dalam bahasa yakni bunyi vokal dan bunyi konsonan
berdasarkan ada tidaknya hambatan atau halangan dalam proses pembentukan
bunyi. Jika bunyi tersebut dapat membedakan arti maka disebutlah sebagai fonem.
Untuk membuktikan fonem vokal dan konsonan dapat ditentukan melalui
pasangan minimal, misalnya / batu/ dengan /bata/ yang membuktikan adanya
perbedaan fonem /a/ dan fonem /u/.
Sistem fonem dapat dinyatakan dengan struktur fonemis contohnya sistem
fonem dalam bahasa Jawa ialah /pr/, /tr/, /kr/, /cr/, /br/, /dr/, /gr/, /jr/, /sr/, /mr/,
/nr/, /ňr/, /ŋr/, tetapi tidak ada */hr/, */lr/, dan */yr/ yang mana kelompok tersebut
di luar */hr/, */lr/, dan */yr/ dimasukkan ke dalam kelompok /r/. Hal yang sama
berlaku juga pada /l/. Struktur fonemis kedua fonem itu dapat dinyatakan secara
umum bahwa kelompok /r/ dan /l/ di dalam bahasa Jawa terdapat sesudah semua
konsonan kecuali /h/, /y/, /l/, /r/. Di dalam sistem fonem bahasa Indonesia terdapat
struktur fonemis yang bisa dinyatakan kecuali /b, d, j, g, c, ǝ/.
ň, Semua fonem
terdapat pada akhir suku kata (Samsuri, 1994: 127).
Sistem fonem diklasifikasikan dalam dua dua bunyi yaitu bunyi segmental
dan bunyi suprasegmental. Arus ujaran merupakan suatu runtunan bunyi yang
bersambung- sambung terus- menerus dan diselang- seling dengan jeda singkat
atau jeda agak singkat disertai dengan keras lembut bunyi, tinggi rendah bunyi,
panjang pendek bunyi, dan dalam arus ujaran itu ada bunyi yang dapat
disegmentasikan sehingga disebut bunyi segmental, tetapi yang berkenaan dengan
keras lembut, panjang pendek, dan jeda bunyi tidak dapat disegmentasikan yang
Universitas Sumatera Utara
disebut bunyi suprasegmental atau prosodi (Chaer, 2007: 120). Jadi pada tingkat
fonemik ciri- ciri prosodi itu seperti tekanan, durasi, dan nada bersifat fungsional
atau dapat membedakan makna. Misalnya dalam bahasa Indonesia kata mental
(dengan tekanan pada suku pertama) bermakna ‘bersangkutan dengan batin dan
watak manusia yang bukan bersifat badan atau tenaga’, sedangkan pada kata
mental (dengan tekanan pada suku kedua) yang berarti ‘terpelanting, terpental’.
Dengan berbedanya letak tekanan pada kedua kata itu yang telah menunjukkan
unsur segmentalnya menyebabkan makna kedua kata itu berbeda. Klasifikasi
fonem segmental baik vokoid maupun kontoid yang diucapkan oleh penutur
bahasa Indonesia sangat variatif. Hal itu boleh dilihat dari sekian banyaknya
fonem dalam bahasa Indonesia.
Untuk menentukan bahwa suatu bunyi dalam suatu bahasa merupakan
salah satu fonem maka hal itu bisa diuji melalui pasangan minimalnya. Pasangan
minimal bertujuan untuk menciptakan kekontrasan yang pada gilirannya
menunjukkan fonem yang berbeda. Dua fonem yang saling menggantikan dalam
kerangka yang sama jika menghasilkan kata atau morfem yang berbeda dalam
bahasa itu disebut kontras. Hal ini dapat kita lihat pada bahasa Batak Toba.
Contoh:
1. /baba/
: /bapa/
→ [p,b]
2. /martapian/
: /partapian/
→ [m,p]
3. /lean/
: /leas/
→ [n,s]
4. /toras/
: /horas/
→ [t,h]
Universitas Sumatera Utara
2.1.2
Bahasa Batak Toba
Bahasa adalah alat komunikasi yang tak terlepas dari manusia karena
tanpa bahasa segala apa pun tidak akan tercapai sesuai dengan tujuan yang
diharapkan bersama. Tanpa bahasa interaksi antarsesama manusia tidak akan
berjalan dengan baik. Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang
digunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi,
dan mengidentifikasi diri (Chaer, 2007: 32).
Bahasa Batak Toba termasuk rumpun bahasa Melayu, tetapi bila
dibedakan antara protomalaya (Melayu Kuno) dari Deutoromalaya (Melayu
Muda, Melayu Pesisir) maka bahasa Batak Toba adalah cabang dari Protomalaya
sebagaimana bahasa Jawa dan bahasa Toraja adalah cabang dari bahasa Melayu
Kuno (Anicetus,2002: vii). Bahasa Batak Toba ini digunakan oleh masyarakat
penutur bahasanya untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan sesamanya di
daerah Sumatera Utara. Bahasa Batak Toba adalah salah satu dari sekian ratus
bahasa yang ada di tanah air yang secara gramatikal adalah khas yaitu mempunyai
sistem tatabahasa sendiri dan arti kata sendiri. Bahasa Batak Toba mempunyai
fonetik sendiri dan cara melafalkannya berbeda dengan penulisannya. Misalnya
Godang hian hepeng ni Omak [Godak- kian- hepeng- ni- omak],” banyak sekali
uang ibu atau uang ibu banyak sekali”. Bila dibandingkan dengan bahasa Inggris,
untungnya memang ada yaitu fonetik bahasa Batak Toba dapat dirumuskan dan
tidak khas seperti kebanyakan dalam bahasa Inggris. Selain itu, ucapan dalam
bahasa Batak Toba cukup sederhana dan keras sehingga tidak harus memakai
bermacam- macam fonem.
Universitas Sumatera Utara
2.2 Landasan Teori
Fonologi adalah salah satu cabang ilmu linguistik yang berfungsi untuk
menganalisis bunyi-bunyi ujaran dalam suatu kata maupun kalimat. Bunyi ujaran
tersebut dibagi menjadi dua buah kajian, yaitu kajian fonetik dan kajian fonemik.
Fonetik merupakan bidang kajian ilmu pengetahuan yang menelaah bagaimana
manusia menghasilkan bunyi-bunyi bahasa dalam ujaran, menelaah gelombanggelombang bunyi bahasa yang dikeluarkan, dan bagaimana alat pendengaran
manusia menerima bunyi-bunyi bahasa untuk dianalisis oleh otak (O’Connor,
1982 : 10-11, Ladefoged, 1982 : 1 dalam Muslich, 2008: 8). Fonetik berkaitan erat
dengan bagaimana cara manusia berbahasa serta mendengar dan memproses
ujaran yang diterima.
Secara umum fonetik dibagi menjadi tiga bagian kajian, yaitu fonetik
fisiologis, fonetik akustis, dan fonetik auditoris/persepsi (Dew dan Jensen, 1997: 3
dalam Muslich, 2008: 8). Fonetik fisiologis mengkaji tentang fungsi fisiologis
manusia karena manusia normal tentu mampu menghasilkan berbagai bunyi
bahasa dengan menggerakkan atau memanfaatkan organ-organ tuturnya, misalnya
lidah, bibir, dan gigi bawah (yang digerakkan oleh rahang bawah). Fonetik
akustis bertumpu pada struktur fisik bunyi bahasa dan bagaimana alat
pendengaran manusia memberikan reaksi kepada bunyi bahasa yang diterima atau
bagaimana suatu bunyi bahasa ditanggapi oleh mekanisme pertuturan manusia,
bagaimana pergerakan bunyi-bunyi bahasa di dalam ruang udara yang dapat
merangsang proses pendengaran manusia. Fonetik auditoris atau persepsi
merupakan kajian yang menentukan pilihan bunyi- bunyi yang diterima alat
Universitas Sumatera Utara
pendengaran manusia atau bagaimana seseorang menanggapi bunyi yang
diterimanya sebagai bunyi yang perlu diproses sebagai bunyi bahasa bermakna
dan apakah ciri bunyi bahasa yang dianggap penting oleh pendengar dalam
usahanya untuk membedakan setiap bunyi bahasa yang didengar (Singh dan
Singh, 1976: 5 dalam Muslich, 2008: 10). Sedangkan
fonemik adalah ilmu
fonologi yang mempelajari sistem fonem suatu bahasa.
Penelitian ini diarahkan pada pemahaman tentang fonologi generatif untuk
melepaskan diri dari penelitian yang bersifat struktural. Salah satu hal yang
membedakannya adalah satuan terkecil pada fonologi generatif yang berupa fitur
dan hal itu sangat berbeda dengan kajian struktural yang menempatkan fonem
sebagai satuan terkecil dalam kajiannya. Untuk dapat memahami fitur, penelitian
ini tidak dapat terlepas dari segmen sebagai kesatuan yang terbentuk dari
perangkat-perangkat sifat sebagai satuan tak terbagi. Hubungan yang terdapat
secara ekspilist dari setiap segmen adalah yang dikenal sebagai fitur dalam tataran
fonologi generatif.
Analisis fonologi suatu bahasa di dalam teori generatif dilakukan dengan
cara menentukan dulu hipotesis representasi dasar dari representasi fonetik yang
ada. Hal ini dilakukan karena fonologi generatif menganggap bahwa beberapa
aspek realisasi fonetik suatu morfem merupakan ciri idiosinkratik dari morfem itu
sedangkan aspek realisasi yang lain mengikuti prinsip keteraturan yang sistemik.
Oleh sebab itu, setelah hipotesis tentang representasi dasar ditentukan kemudian
dicari aturan-aturan yang dapat mengubah representasi dasar menjadi representasi
fonetik. Aturan-aturan yang disusun itu harus diaplikasikan kepada data yang
Universitas Sumatera Utara
tersedia. Hipotesis-hipotesis tersebut kemudian diverifikasi untuk memperoleh
hipotesis yang paling bisa diterima sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan dari
sistem fonologi bahasa tersebut.
Fonologi Generatif membicarakan bunyi-bunyi suatu bahasa berubah
secara alamiah. Ada 4 kaidah yang diusulkan, yakni
•
•
•
•
Kaidah perubahan ciri
Kaidah pelesapan dan penyisipan,
Kaidah permutasi dan perpaduan,
Kaidah bervariasi.
Selanjutnya Schane juga menyebutkan tataran generatif berhubungan
dengan proses fonologis dimana setiap bahasa mengalami proses fonologis yang
tidak hanya disebabkan karena adanya interaksi dengan bunyi lain tetapi juga
dipengaruhi oleh aspek-aspek morfologis ataupun sintaksis. Proses fonologis
biasanya terjadi pada tingkat kata maupun frasa. Proses fonologis yang terjadi
pada tingkat kata sebagai satu unit morfem bebas maupun gabungan antara
morfem terikat dengan morfem lain dan salah satu dari bunyi morfem tersebut
mengalami perubahan karena pengaruh bunyi dari morfem lain. Proses fonologis
lain terjadi pada tingkat frasa, yaitu pada saat perubahan bunyi terjadi karena
pengaruh faktor sintaksis. Ketika morfem bergabung untuk membentuk kata,
segmen dari morfem yang berdekatan kadang mengalami perubahan. Perubahan
itu juga terjadi dalam lingkungannya yang bukan berupa pertemuan dua morfem,
Universitas Sumatera Utara
misalnya posisi awal kata dan akhir kata atau hubungan antara segmen dengan
vokal bertekanan yang mana perubahan itu disebut dengan proses fonologis.
Perubahan bunyi-bunyi morfem biasanya berhubungan erat dengan proses
morfofonemik, yaitu perubahan bentuk fonemis sebuah morfem yang disebabkan
oleh fonem yang ada di sekitarnya atau dipengaruhi oleh syarat-syarat sintaksis
atau syarat-syarat lainnya, dalam hal ini ciri distinctive feature (fitur distingtif) ini
sendiri dibedakan menjadi 17 ciri bahasa saja yang akan disebut “ultimate
disctinctive entities of language’ yaitu partikel-partikel submorfemik yang tidak
bisa untuk diuraikan lagi menjadi bagian yang lebih kecil. Ini adalah rincian
mengenai ciri distingtif itu sendiri yang secara garis besar dikelompokkan menjadi
enam, yaitu cirri golongan utama, ciri daerah artikulasi, dan ciri cara artikulasi,
ciri batang lidah, ciri tambahan, ciri prosodi. Selanjutnya, keenam ciri ini
dijabarkan dalam 17 ciri pembeda, yaitu 1) silabis, 2) sonoran, 3) konsonantal, 4)
malar (kontinuan), 5) penglepasan tertunda, 6) kasar (striden), 7) nasal, 8) lateral,
9) anterior, 10) koronal, 11) tingggi, 12) rendah, 13) belakang, 14) bulat, 15)
tegang, 16) bersuara, 17) panjang, 18) tekanan.
Dalam bahasa Batak Toba, keenam ciri pembeda itu dijabarkan sebagai
berikut:
1.Ciri Golongan Utama:
Persamaan dan perbedaan antar vokal dan konsonan dapat dilihat dari sifat
yan berkaitan dengan silabisitas, sonoritas, dan jenis penyempitan. Ketiga ciri
tersebut silabis, sonoran, dan, konsonantal memengaruhi sifat suatu fitur. Ciri
silabis menggambarkan peran yang dimainkan oleh suatu segmen dalam struktur
Universitas Sumatera Utara
silabelnya. Pada umumnya, vokal [+silabis] dan konsonan [-silabis]. Ciri ini juga
diperlukan untuk membedakan bunyi nasal dan likuid silabis dengan pasangannya
yang nonsilabis. Ciri sonoran merujuk ke kualitas resonan suatu bunyi vokal
selalu [+sonoran], seperti halnya bunyi nasal, likuid, dan semivokal. Bunyi
obstruen-konsonan hambat, frikatif, afrikat, dan luncuran laringal [-sonoran]. Ciri
konsonantal merujuk ke hambatan yang menyempit dalam rongga mulut, baik
dalam hambatan total maupun geseran. Bunyi hambat frikatif, afrikatif, nasal, dan
likuid adalah [+konsonantal], sedangkan vokal dan semivokal adalah [konsonantal]. Bunyi luncuran laringal juga digolongkan sebagai [-konsonantal]
karena bunyi ini tidak memiliki penyempitan dalam rongga mulut.
a. Consonantal [kons]
Bunyi ini ditandai dengan penyempitan dan penutupan pita suara pada
waktu kita mengucapkan bunyi bahasa: [+kons] adalah bunyi-bunyi obstruenthambat, frikatif dan afrikat, bunyi nasal , dan alir (liquids). [-kons] adalah bunyibunyi vocal, semivocal, hambat glottal dan frikatif glotal (h).
b. Silabik [sil]
Ciri silabik ini menandai bunyi yang berfungsi sebagai inti suku kata:
[+sil] dalam hal ini adalah bunyi vocal, alir dan nasal berfungsi sebagai inti suku
kata, yaitu fonem vokal /a, i, u, ɛ, ͻ/ . [-sil] adalah fonem konsonan hambat
eksplosif /b, d, g, k, p, t/, fonem konsonan frikatif /h, s/, fonem konsonan nasal /m,
n, ň, ŋ/, fonem konsonan likuida /l, r/.
Universitas Sumatera Utara
c. Sonoran [son]
Bunyi sonoran ditandai dengan terbukanya pita suara sehingga
menghasilkan bunyi yang dapat dilagukan pada titik nada tertentu. [+son] adalah
bunyi-bunyi vocal /a, i, u, ɛ, ͻ/, semivokal /w/, alir /l, r/, dan nasal /m, n, ŋ, ň/ . [son] adalah bunyi-bunyi obstruen.
2.Ciri Daerah Artikulasi
Secara sederhana, ciri distingtif yang didasarkan pada daerah artikulasi bunyi ujar
dapat dikelompokkan menjadi dua ciri, yaitu koronal dan anterior.
a. Koronal [kor]
Bunyi koronal ditandai dengan (1) posisi glottis menyempit sehingga
apabila ada hembusan udara yang melewatinya, pita suara akan secara otomatis
bergetar; (2) langit-langit lunak terangkat, dan (3) psosisi lidah bagian depan
terangkata sampai berada di atas posisi “netral”. [+kor] adalah bunyi hambat
eksplosif /t, d, j/, fonem konsonan frikatif /s/, fonem konsonan likuida /l, r/. [-kor]
adalah bunyi hambat eksplosif /b, g, k, p/, fonem konsonan frikatif /h/, fonem
konsonan nasal /m, n, ň, ŋ/.
b. Anterior [ant]
Bunyi ujar dengan ciri ini dihasilkan dengan pusat penyempitan sebagai
sumber bunyi berada disebelah depan pangkal gusi (alveolar-ridge). [+ant] adalah
fonem vokal /a, i, u, ɛ, ͻ/, fonem konsonan hambat eksplosif /b, d, p, t/, frikatif /s/,
Universitas Sumatera Utara
nasal /m, n, ŋ, ň/, dan likuida /l, r/. [-ant] adalah fonem konsonan hambat eksplosif
/j, g, k/, frikatif /h/, konsonan nasal /ň, ŋ/.
3.Ciri Cara Artikulasi
Cara-cara pengucapan bunyi ujar, seperti dihambat (stops/plosives),
dialirkan (liquids), digeserkan (fricatives), dan seterusnya juga dengan
menentukan ciri distingtif. Pada garis besarnya, ciri-ciri itu dapat dibagi menjadi
enam ciri, yaitu delayed-release (penglepasan tertunda), strident, malar, nasal, dan
lateral.
a. Delayed-release [delrel] (penglepasan tertunda)
Pada dasarnya ada dua cara bagaimana bunyi yang dihambat di dalam
rongga mulut itu di lepaskan , yaitu (1) di letupakan segera setelah penutupan alatalat ucap yakni untuk bunyi-bunyi hambat dan secara perlahan-lahan sehingga
menghasilkan bunyi afrikat. Cara yang kedua itulah yang menjadi ciri delayedrelease ini. [+delrel] adalah bunyi-bunyi afrikat. [-delrel] adalah fonem konsonan
hambat eksplosif /b, d, g, k, t, p/, fonem konsonan nasal /m, n, ŋ/.
b. Strident [strid]
Kelompok bunyi ini ditandai dengan pelepasan bunyi dalam intensitas
yang tinggi, yakni bunyi-bunyi frikatif dan afrikat. [+strid] adalah fonem frikatif
/s, h/. [-strid] adalah konsonan hambat eksplosif /p, b, t, d, j, g, k/. Hambat nasal
/m, n, ŋ, ň/, dan likuida /l, r/.
Universitas Sumatera Utara
c. Kontinuant [kont]
Kelompok bunyi ini dihasilkan dengan mengalirkan udara ke rongga
mulut dengan bebas. [+kont] adalah fonem vokal /a, i, u, ɛ, ͻ/, fonem frikstif /s, h/,
fonem likuida /l, r/.
d. Nasal
Bunyi ini ditandai dengan ditariknya langit-langit lunak ke bawah dengan
menyentuh bagian belakang lidah sehingga aliran darah berhembus melewati
hidung. [+nasal] yaitu fonem nasal /m, n, ň,
ŋ/. [ -nasal] adalah fonem konsonan
hambat eksplosif /p, b, t, d, g, k/, frikatif /s, h/, likuida /l, r/.
e. Lateral [lat]
Ciri ini juga membedakan antara bunyi lateral alir [l] dan nonlateral,
misalnya, [r]. [+lat] adalah bunyi [l]. [-lat] adalah bunyi lainya, terutama [r].
4. Ciri Batang lidah
Ciri distingtif yang didasarkan pada ciri batang lidah dapat dikelompokkan
menjadi empat ciri, yaitu tinggi, rendah, belakang, bulat.
a. Tinggi
[+tinggi] adalah fonem vokal tinggi /i, u/, hambat eksplosif /j, k, g/,
konsonan nasal /m, n, ŋ, ň/. [ -tinggi] adalah fonem vokal /a, ɛ, ͻ/, fonem hambat
eksplosif /p, b, t, d/, fonem frikatif /s, h/, fonem konsonan nasal /m, n/, fonem
konsonan likuida /l, r/.
Universitas Sumatera Utara
b. Rendah
[+rendah ] adalah fonem vokal /a/, fonem konsonan faringal /h/. [-rendah]
adalah fonem vokal /i, u, ɛ, ͻ/, konsonan hambat eksplosif /p, b, t, d, j, k,g/,
konsonan frikatif /s/, konsonan nasal /m, n, ň, ŋ/, fonem konsonan likuida /l, r/.
c. Belakang
[+belakang] adalah fonem vokal /u,ͻ/, fonem konsonan hambat eksplosif
/k, g/, fonem konsonan nasal ŋ/.
/ [ -belakang] adalah bunyi fonem vokal /a, i, ɛ/,
fonem konsonan hambat eksplosif /p, b, t, d, j/, fonem konsonan frikatif /s, h/,
fonem konsonan nasal /m, n, ŋ/, fonem konsonan likuida /l, r/.
d. Bulat
[+bulat] adalah bunyi fonem vokal /u,
ͻ/. [
-bulat] adalah bunyi fonem
vokal /a, i ɛ/, fonem konsonan hambat eksplosif /p, b, t, d, j, k, g/, fonem
konsonan hambat frikatif /s, h/, fonem konsonan nasal /m,ŋ,n,ň/, dan fon
em
konsonan likuida /l, r/, dan fonem semivokal /j/.
5. Ciri Tambahan
Ciri distingtif yang didasarkan pada ciri batang tambahan dapat
dikelompokkan menjadi dua, yaitu tegang dan bersuara.
a. Tegang
[+tegang] adalah fonem vokal tegang /i, u, a, e, o/. [-tegang] adalah bunyi
fonem vokal kendur /ɛ, ͻ/.
Universitas Sumatera Utara
b. Bersuara
[+bersuara] adalah bunyi fonem vokal /a, i, u, e, o, ɛ, ͻ/, fonem konsonan
hambat eksplosif bersuara /b, d, j, g/, fonem konsonan nasal /m, n, ŋ/,
ň, fonem
konsonan likuida /l, r/. [-bersuara] adalah bunyi fonem hambat tak bersuara /p, t,
k/, fonem konsonan frikatif tak bersuara /s, h/.
6. Ciri Prosodi
Ciri distingtif yang didasarkan pada ciri prosodi dapat dikelompokkan
menjadi dua, yaitu panjang dan tekanan.
a. Panjang
[+panjang] adalah fonem vokal panjang /a, ɛ, ͻ/. [-panjang] adalah fonem
vokal tidak panjang /a, i, u, e, o, ɛ, ͻ/.
b. Tekanan
[+tekanan] adalah fonem vokal bertekanan /i, á, é, ú, ó/. [-tekanan] adalah
bunyi vokal /ə/.
Contoh:
[bagãs] ‘dalam’ dengan [bãgas]’rumah’
[gέllɛŋ]’kecil’ dengan [gɛllέŋ] ‘anak’
Demikian diatas adalah beberapa pengertian tentang fitur distingtif yang
akan digunakan untuk memembedakan ciri menurut fonetiknya sehingga akan
terlihat bentuk perubahan dalam kata menurut bunyi pada masing-masing bahasa.
Perubahan bunyi yang dapat mempengaruhi ciri pembeda atau fitur distingtif itu
Universitas Sumatera Utara
dapat dikategorikan sebagai asimilasi (segmen-segmennya menjadi semakin
serupa), struktur silabel (ada alternasi dalam distribusi konsonan dan vokal),
pelemahan dan penguatan (segmen-segmennya dimodifikasi menurut posisinya
dalam kata itu), dan netralisasi (segmen-segmennya begabung dalam lingkungan
tertentu).
Asimilasi adalah sebuah segmen yang mendapat ciri- ciri dari segmen
yang berdekatan. Ciri-ciri yang dimaksud berupa konsonan berasimilasi dengan
ciri-ciri vokal, vokal berasimilasi dengan ciri-ciri konsonan, konsonan
berasimilasi dengan ciri-ciri konsonan, dan vokal berasimilasi dengan ciri-ciri
vokal.
Struktur silabel mempengaruhi distribusi relatif antara konsonan dan vokal
dalam kata. Konsonan dan vokal dapat dilesapkan atau disisipkan. Dua segmen
dapat berpadu menjadi satu segmen dan sebuah segmen dapat mengubah ciri-ciri
kelas utama, seperti bunyi vokal menjadi bunyi luncuran. Dua segmen dapat
saling bertukar tempat. Setiap proses ini dapat menyebabkan alternasi dalam
struktur silabel yang asli.
Pada pelemahan dan penguatan tidak semua perubahan dalam struktur
silabel selalu berakibat struktur silabel yang lebih sederhana. Struktur silabel akan
menjadi kompleks. Hal ini memaparkan bahwa sinkope dan apokope dapat
menganalisis sistem fonologi dalam sebuah bahasa. Pelemahan dan penguatan
dibagi menjadi sinkope dan apokope, kontraksi vokal, diftongisasi, dan perubahan
vokal.
Universitas Sumatera Utara
Netralisasi adalah proses yang pembedaan fonologisnya dihilangkan
dalam lingkungan tertentu. Jadi, segmen-segmen yang berkontras dalam satu
lingkungan mempunyai representasi yang sama dalam lingkungan netralisasi. Hal
ini dapat kita lihat pada netralisasi konsonan dan netralisasi vokal.(dalam Schane
1992:51).
2.3 Tinjauan Pustaka
Alwi (2005: 1198) mengatakan bahwa tinjauan adalah hasil meninjau,
pandangan, pendapat (sesudah menyelidiki atau mempelajari), sedangkan pustaka
adalah kitab, buku, buku primbon (Alwi 2005: 912). Penelitian mengenai bahasa
Batak toba memang sudah banyak dilakukan oleh para peneliti sebelumnya antara
lain penelitian yang dilakukan oleh Aritonang (1981) dalam skripsinya yang
berjudul “Struktur Fonem dalam Bahasa Batak Toba”. Dalam kajiannya dia
membahas struktur fonemnya saja dan menggunakan analisis struktural. Begitu
juha dengan Rosmalinda (2000) dalam skripsinya yang berjudul “Sistem Fonem
Vokal Bahasa Melayu Langkat Dialek Tanjung Pura”. Dia mengidentifikasi
mengenai bunyi vokal dan mendiskripsikan sistem fonem vokal bahasa Melayu
Langkat dialek Tanjung Pura. Dalam penelitian tersebut dia hanya membahas
mengenai sistem fonem vokalnya saja tanpa memperhatikan fungsi fonem
konsonannya. Penelitian ini tentunya berbeda dengan penelitian yang akan
dilakukan karena dalam analisisnya dia menggunakan teori struktural. Dalam
skripsinya juga, Sitindaon (1999) membahas “Sistem Fonologi dalam Struktur
Morfologi Bahasa Batak Toba” yang menganalisis fonem- fonem, distribusi,
Universitas Sumatera Utara
persukuan, dan persengauan (nasalisasi). Sementara, Siahaan (2009) dalam
tesisnya juga membahas “Fonotaktik Bahasa Toba”. Di dalam kajiannya,
dianalisis struktur fonotaktik dalam deret vokal dan konsonan dan penetapan
kaidah struktur bahasa Toba. Semua penelitian yang dilakukan di atas sama-sama
membahas fonologi dan menggunakan analisis struktural. Berbeda dengan
penelitian yang dilakukan dalam penelitian penulis sendiri, yaitu menggunakan
analisis generatif karena dalam perkembangan teori fonologi belum banyak yang
menggunakan analisis ini.
Universitas Sumatera Utara