Gambaran status karies gigi dan status gizi pada anak sindrom Down usia 12-18 tahun di SLB C Kota Medan

LAMPIRAN 1
LEMBAR KUESIONER PENELITIAN
DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN GIGI ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
GAMBARAN STATUS KARIES GIGI DAN STATUS GIZI PADA ANAK
SINDROM DOWN USIA 12-18 TAHUN DI SLB-C KOTA MEDAN

Tanggal Periksa

:

Nama Pemeriksa

:

A. IDENTITAS RESPONDEN
Nama anak

:


Nama sekolah

:

Jenis kelamin

: 1. Laki-laki
2. Perempuan

Tanggal lahir

:

Umur

:

No. Hp

:


(tanggal-bulan-tahun)

(tahun-bulan)

2015

B. INFORMASI RESPONDEN
: 1. ≥ 2 kali sehari

Frekuensi makan utama anak

2. < 2 kali sehari

Frekuensi makan selingan anak

: 1. ≥ 1 kali sehari
2. Tidak ada

Penghasilan orang tua


: 1. > 1,5 juta rupiah/kapita/bulan
2. < 1,5 juta rupiah/kapita/bulan

Pendidikan terakhir ibu

: 1. Tidak sekolah/ tamat SD/ tamat SMP
2. tamat SMA/ tamat SMK
3. tamat diploma/ tamat sarjana

C. STATUS GIZI
Berat badan

:

kg

Tinggi badan

:


cm

IMT

:

Status gizi

: 1. Z-scores < -3 SD

kg�
cm2

2. Z-scores -3 SD sampai dengan < -2 SD
3. Z-scores -2 SD sampai dengan 1 SD
4. Z-scores > 1 SD sampai dengan 2 SD
5. Z-scores > 2 SD

D. PEMERIKSAAN INTRAORAL


18

17

16

15

14

13

12

11

21

22


23

24

25

26

27

28

48

47

46

45


44

43

42

41

31

32

33

34

35

36


37

38

Keterangan: 1 = gigi karies; 2 = gigi dengan tumpatan dan ada karies; 3 = gigi dengan
tumpatan dan tidak ada karies; 4= gigi yang hilang akibat karies

Nilai DMF-T
D (kode 1 dan 2)

=

M (kode 4)

=

F (kode 3)

=


∑ DMF-T

=

LAMPIRAN 2
LEMBAR PENJELASAN KEPADA ORANG TUA/ WALI CALON SUBJEK
PENELITIAN

Selamat pagi Bapak/Ibu, perkenalkan saya Rica Savitri, mahasiswi yang
sedang menjalani pendidikan kedokteran gigi di Fakultas Kedokteran Gigi USU
Medan dan ingin melakukan penelitian. Bersama ini saya mohon kesediaan
Bapak/Ibu dapat mengijinkan ananda …..................... untuk berpartisipasi sebagai
subjek penelitian saya mengenai “GAMBARAN STATUS KARIES GIGI DAN
STATUS GIZI PADA ANAK SINDROM DOWN USIA 12-18 TAHUN DI SLB
C KOTA MEDAN”.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui status karies dan status gizi pada
anak sindrom Down usia 12-18 tahun. Dalam penelitian ini akan dilakukan beberapa
pemeriksaan meliputi pemeriksaan berat badan dan tinggi badan, serta pemeriksaan
rongga mulut mengenai ada tidaknya gigi berlubang. Adapun ketidaknyamanan yang

akan dialami anak dalam prosedur penelitian ini yaitu anak membuka mulut
cenderung lama untuk memeriksa keadaan tiap gigi anak yang ada di rongga mulut.
Keuntungan menjadi subjek penelitian adalah mendapatkan data mengenai kondisi
gizi dan rongga mulut anak anda serta saran dalam upaya menjaga kesehatan anak.
Diharapkan hasil penelitian ini secara keseluruhan dapat digunakan sebagai dasar
program pemerintah dalam bidang kesehatan gigi dan mulut anak untuk
meningkatkan kualitas hidup anak sindroma Down.
Jika ananda dari Bapak/Ibu bersedia, Surat Pernyataan Kesediaan menjadi
subjek penelitian terlampir harap ditandatangani dan dikembalikan kepada peneliti.
Perlu diketahui bahwa surat ketersediaan tersebut tidak mengikat dan Bapak/Ibu
dapat mengundurkan diri dari penelitian ini kapan saja selama penelitian ini
berlangsung. Semoga keterangan yang telah saya berikan cukup jelas dan dapat
dimengerti dengan baik. Atas kesediaan ananda dari Bapak/Ibu untuk berpartisipasi
dalam penelitian ini saya mengucapkan terima kasih.

Medan,
Rica Savitri
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara
No Hp: 0831 9787 7078


LAMPIRAN 3
SURAT PERNYATAAN KESEDIAAN MENJADI SUBJEK PENELITIAN
(INFORMED CONSENT)

Setelah membaca semua keterangan tentang risiko, keuntungan, dan hak-hak
saya/ anak saya sebagai subjek penelitian yang berjudul “GAMBARAN STATUS
KARIES GIGI DAN STATUS GIZI PADA ANAK SINDROM DOWN USIA 1218 TAHUN DI SLB-C KOTA MEDAN” dengan sadar dan tanpa paksaan saya
bersedia megijinkan anak saya berpartisipasi dalam penelitian ini yang diketuai oleh
Rica Savitri sebagai mahasiswi FKG USU, dengan catatan apabila suatu ketika
merasa dirugikan dalam bentuk apapun berhak membatalkan persetujuan ini.

Medan, ......................2015
Tanda tangan,

(................................................)
Orang tua dari ............................

LAMPIRAN 4
JADWAL KEGIATAN

Bulan
NO

Kegiatan
Agustus

1

Penelusuran
Kepustakaan

2

Pembuatan
Proposal

3

Seminar
Proposal

4

Persiapan
Penelitian

5

Pengumpulan
Data

6

Pengolahan
Data

7

Analisis Data

September

Oktober

November

Desember

Januari

Februari

x x x x

x x x x x x x x x x x x x x

x

x x x

x x x

x x x
x x x

Maret

8

Penulisan
Laporan
Penelitian

9

Seminar Hasil

10

Perbaikan dan
Penyerahan
Laporan

x x x

x
x x

LAMPIRAN 5
SURAT IZIN SURVEI PENELITIAN

LAMPIRAN 6
SURAT IZIN PENELITIAN MAHASISWA

LAMPIRAN 7
SURAT PERSETUJUAN KOMISI ETIK TENTANG PELAKSANA
PENELITIAN BIDANG KESEHATAN

LAMPIRAN 8
SURAT PERNYATAAN MELAKUKAN PENELITIAN

LAMPIRAN 9
DATA PENELITIAN
Umur
No.

Sekolah

Nama

JK
Thn

1 Abdi Kasih

15

2 Abdi Kasih

Adil
L
Sri
Nurmalasari P

3 Abdi Kasih

Angel

P

16

4 Abdi Kasih

Windo

L

17

5 Abdi Kasih

Putra

L

12

6 Al-Azhar

Bagus

L

12

7 Al-Azhar

Adil

L

14

8 Al-Azhar
Karya
9 Tulus
Karya
10 Tulus
Karya
11 Tulus
Karya
12 Tulus
Karya
13 Tulus
Karya
14 Tulus

M. Rahmat
Teguh
Fernandus
Anita
Nainggolan

L

15

L

12

P

17

Edo J Sitepu
Meilani
Gracia
Golda
Pertiwi
Ferianta
Ginting

L

12

P

14

P

18

L

15

15 Markus

Ade

P

17

16

Bln

Makan
Utama

≥ 2 kali
3 sehari
≥ 2 kali
5 sehari
≥ 2 kali
3 sehari
≥ 2 kali
7 sehari
≥ 2 kali
7 sehari
≥ 2 kali
11 sehari
≥ 2 kali
9 sehari
≥ 2 kali
2 sehari
≥ 2 kali
7 sehari
≥ 2 kali
4 sehari
≥ 2 kali
11 sehari
≥ 2 kali
3 sehari
≥ 2 kali
5 sehari
≥ 2 kali
3 sehari
≥ 2 kali
8 sehari

Ekonomi

Pendidikan
BB
Ibu

Tidak Ada

Miskin

Sedang

Tidak Ada

Miskin

Sedang

Tidak Ada

Miskin

Sedang

Tidak Ada

Miskin

Sedang

Tidak Ada
≥ 1 kali
sehari
≥ 1 kali
sehari
≥ 1 kali
sehari

Miskin
Tidak
Miskin

Ngemil

TB

IMT

Status
Gizi

52 164 19,33 Normal
Sangat
30 159 11,86 Kurus

D

M

F

0

0

0

18

0

0

Status
Karies
Gigi
Sangat
0 Rendah
Sangat
18 Tinggi

DMFT

2

0

0

2 Rendah

2

4

0

6 Tinggi

Rendah

40 156 16,43 Normal
Sangat
44 168
15,5 Kurus
Sangat
26 148 11,86 Kurus

1

1

0

Sedang

42 146

19,7 Normal

0

0

0

2 Rendah
Sangat
0 Rendah

Miskin
Tidak
Miskin

Sedang

34 137 18,11 Normal

5

0

0

5 Tinggi

Tinggi

6

0

0

6 Tinggi

Tidak Ada

Miskin

Tinggi

45 149 20,27 Normal
Sangat
25 139 12,93 Kurus

4

0

0

Tidak Ada

Miskin

Sedang

0

0

0

Tidak Ada

Miskin

Sedang

35 143 17,11 Normal
Sangat
24 140 12,24 Kurus

4 Sedang
Sangat
0 Rendah

2

0

0

Tidak Ada

Miskin

Sedang

38 147 17,58 Normal

1

0

0

2 Rendah
Sangat
1 Rendah

Tidak Ada

Miskin

Sedang

42 160

16,4 Kurus

4

0

0

4 Sedang

Tidak Ada

Miskin

Tinggi

33 149 14,86 Kurus

4

0

0

4 Sedang

Tidak Ada

Miskin

Sedang

39 156 16,02 Kurus

2

0

0

2 Rendah

16 Markus

Husnia
Gultom

P

13

1

17 Markus

M. Sahlan

L

17

8

18 Muzdalifah M. Fauzi

L

15

11

19 Muzdalifah Anggreini

P

13

6

20 Muzdalifah
Negeri
21 Pembina
Negeri
22 Pembina
Negeri
23 Pembina
Negeri
24 Pembina
Negeri
25 Pembina

Tumin
Maulida
Khairina
Sellyna
Utami
Rahmad
Ridwan

L

14

1

P

16

6

P

12

8

L

13

8

Fauzi Akmal
Reza Hanif
M

L

12

7

L

12

5

26 TPI

Dimas

L

13

2

27 TPI

L

14

0

P

12

0

29 TPI

M. Adi Wira
Fadhillah
Aflah
Yasmin
Afifah

P

15

4

30 TPI

Mayreza

L

18

8

31 TPI

M. Thoyyib

L

12

10

32 TPI

Arvin

L

13

1

33 YPAC
34 YPAC

Anggi
Desi

P
P

12
13

7
4

28 TPI

≥ 2 kali
sehari
≥ 2 kali
sehari
≥ 2 kali
sehari
≥ 2 kali
sehari
≥ 2 kali
sehari
< 2 kali
sehari
≥ 2 kali
sehari
≥ 2 kali
sehari
≥ 2 kali
sehari
≥ 2 kali
sehari
≥ 2 kali
sehari
≥ 2 kali
sehari
< 2 kali
sehari
≥ 2 kali
sehari
≥ 2 kali
sehari
≥ 2 kali
sehari
≥ 2 kali
sehari
≥ 2 kali
sehari
≥ 2 kali

Tidak Ada
≥ 1 kali
sehari

Tidak
Miskin

Tinggi

36 155

14,9 Kurus

3

0

0

Miskin

Sedang

58 165

21,3 Normal

1

0

0

3 Sedang
Sangat
1 Rendah

Tidak Ada

Miskin

Sedang

35 146

16,4 Kurus

3

0

0

3 Sedang

Tidak Ada

Miskin

Sedang

39 143 19,07 Normal

2

0

0

Tidak Ada
≥ 1 kali
sehari
≥ 1 kali
sehari
≥ 1 kali
sehari

Miskin

Rendah

38 144 18,32 Normal

8

0

0

Miskin
Tidak
Miskin

Sedang

38 148 17,34 Normal

1

0

0

2 Rendah
Sangat
8 Tinggi
Sangat
1 Rendah

Sedang

4

0

0

4 Sedang

5

0

0

5 Tinggi

Miskin
Tidak
Miskin
Tidak
Miskin

Sedang

32 152 13,85 Kurus
Sangat
30 148 13,69 Kurus

Sedang

40 149

18 Normal

2

0

0

Sedang

35 141

17,6 Normal

1

0

0

Miskin

Sedang

50 173

16,7 Normal

0

0

0

2 Rendah
Sangat
1 Rendah
Sangat
0 Rendah

Miskin

Sedang

45 152

19,4 Normal

2

0

0

2 Rendah

Tinggi

31 149

13,9 Kurus

3

0

0

Tidak Ada

Miskin
Tidak
Miskin

Tinggi

65 161 25,07 Gemuk

1

0

0

Tidak Ada

Miskin

Rendah

63 169 22,05 Normal

0

0

0

3 Sedang
Sangat
1 Rendah
Sangat
0 Rendah

Tidak Ada

Miskin

Tinggi

2

0

0

2 Rendah

Tidak Ada

Miskin
Tidak
Miskin
Miskin

Rendah

32 146 15,01 Normal
Sangat
23 139
11,9 Kurus

6

0

0

6 Tinggi

Sedang
Sedang

32 150 14,22 Kurus
33 149 14,86 Kurus

3
4

0
0

0
0

3 Sedang
4 Sedang

Tidak Ada
≥ 1 kali
sehari
≥ 1 kali
sehari
≥ 1 kali
sehari
≥ 1 kali
sehari

Tidak Ada
Tidak Ada

35 YPAC

P

15

3

P

18

11

Dita
Saskia
Salsadina

P

13

4

P

13

5

P

12

2

40 YPAC

Agitya
Ryan
Prambudi

L

14

4

41 YPAC

M. Audri

L

13

1

42 YPAC

Andika Rizki

L

13

6

43 YPAC

Aziansyah

L

14

0

44 YPAC

Nursifah
Imam
Anugrah

P

16

4

L

14

0

36 YPAC
37 YPAC
38 YPAC
39 YPAC

45 YPAC

Nuriyanti
Fenny
Helena

sehari
≥ 2 kali
sehari
≥ 2 kali
sehari
≥ 2 kali
sehari
≥ 2 kali
sehari
< 2 kali
sehari
≥ 2 kali
sehari
≥ 2 kali
sehari
≥ 2 kali
sehari
≥ 2 kali
sehari
≥ 2 kali
sehari
≥ 2 kali
sehari

Sangat
1 Rendah

Tidak Ada

Miskin

Rendah

40 154 16,86 Normal

1

0

0

Tidak Ada
≥ 1 kali
sehari
≥ 1 kali
sehari
≥ 1 kali
sehari
≥ 1 kali
sehari
≥ 1 kali
sehari
≥ 1 kali
sehari
≥ 1 kali
sehari
≥ 1 kali
sehari

Miskin
Tidak
Miskin

Sedang

42 159 16,61 Normal

2

0

0

Tinggi

66 151

0

0

0

2 Rendah
Sangat
0 Rendah

Miskin

Tinggi

60 163 22,58 Gemuk

1

1

0

2 Rendah

Miskin
Tidak
Miskin
Tidak
Miskin
Tidak
Miskin

Sedang

33 141 16,59 Normal

2

2

0

4 Sedang

Tinggi

45 143

22 Normal

4

0

0

4 Sedang

Tinggi

41 149

18,6 Normal

5

1

0

6 Tinggi

Tinggi

6

0

0

6 Tinggi

4

0

0

4 Sedang

Tidak Ada

28,9 Obesitas

Miskin

Sedang

40 148 18,26 Normal
Sangat
28 140 14,28 Kurus

Miskin
Tidak
Miskin

Sedang

33 133 18,65 Normal

2

1

0

3 Sedang

Tinggi

43 148

3

0

0

3 Sedang

19,6 Normal

LAMPIRAN 10
HASIL OUTPUT SPSS

Frequency Table (Karakteritik Responden)
Jenis Kelamin
Cumulative

Valid

Frequency

Percent

Valid Percent

Percent

Laki-laki

25

55,6

55,6

55,6

Perempuan

20

44,4

44,4

100,0

Total

45

100,0

100,0

Frekuensi Makan Utama
Cumulative

Valid

Frequency

Percent

Valid Percent

Percent

>= 2 kali sehari

42

93,3

93,3

93,3

< 2 kali sehari

3

6,7

6,7

100,0

Total

45

100,0

100,0

Frekuensi Makan Selingan
Cumulative

Valid

Frequency

Percent

Valid Percent

Percent

>= 1 kali sehari

19

42,2

42,2

42,2

Tidak ada

26

57,8

57,8

100,0

Total

45

100,0

100,0

Ekonomi Keluarga
Cumulative

Valid

Frequency

Percent

Valid Percent

Percent

Tidak Miskin

13

28,9

28,9

28,9

Miskin

32

71,1

71,1

100,0

Total

45

100,0

100,0

Pendidikan Terakhir Ibu
Cumulative
Frequency
Valid

Percent

Valid Percent

Percent

11,1

11,1

11,1

27

60,0

60,0

71,1

diploma/tamat 13

28,9

28,9

100,0

100,0

100,0

Rendah (Tidak sekolah/ tamat 5
SD/Tamat SMP)
Sedang (Tamat SMA/SMK)
Tinggi

(tamat

sarjana)
Total

45

Frequency Table (Status Karies)
Status Karies Laki
Cumulative

Valid

Frequency

Percent

Valid Percent

Percent

Sangat Rendah (0-1,1)

6

24,0

24,0

24,0

Rendah (1,2-2,6)

5

20,0

20,0

44,0

Sedang (2,7-4,4)

6

24,0

24,0

68,0

Tinggi (4,5-6,5)

7

28,0

28,0

96,0

Sangat Tinggi (>6,6)

1

4,0

4,0

100,0

Total

25

100,0

100,0

Status Karies Perempuan
Cumulative

Valid

Frequency

Percent

Valid Percent

Percent

Sangat Rendah (0-1,1)

6

30,0

30,0

30,0

Rendah (1,2-2,6)

5

25,0

25,0

55,0

Sedang (2,7-4,4)

8

40,0

40,0

95,0

Sangat Tinggi (>6,6)

1

5,0

5,0

100,0

Total

20

100,0

100,0

Frequency Table (Status Gizi)
Status Gizi Laki-laki
Cumulative

Valid

Frequency

Percent

Valid Percent

Percent

Sangat Kurus ( 1 SD sampai dengan 2 SD

e.

Obesitas

: > 2 SD

6.

Frekuensi makan anak merupakan informasi mengenai berapa kali anak

mengonsumsi makanan utama dan makanan selingan dalam sehari. Informasi ini
didapat dari hasil wawancara peneliti kepada orangtua/wali responden.
7.

Tingkat sosial ekonomi diklasifikasikan berdasarkan jumlah penghasilan

ayah dan ibu per bulan. Berdasarkan Badan Pusat Statistik Indonesia, jumlah
penghasilan dikategorikan menjadi dua yaitu:27
a.

Miskin

: 1,5 juta rupiah/rumah tangga/bulan

8.

Pendidikan orangtua merupakan pendidikan formal terakhir yang

ditamatkan oleh orangtua (ibu) responden. Hasil ukur yang didapat dinyatakan dalam
skala ordinal meliputi:28
a.

Rendah

: tidak sekolah, tamat SD, tamat SMP

b.

Sedang

: tamat SMA/SMK

21

c.

Tinggi

: tamat diploma, tamat sarjana

3.6 Teknik Pengambilan Data
1.

Peneliti meminta izin kepada masing-masing kepala sekolah SLB-C yang

berada di kota Medan
2.

Peneliti memberikan informed consent kepada orang yang bertanggung

jawab terhadap anak sindrom Down tersebut.
3.

Peneliti melakukan wawancara pada orangtua/wali dengan menggunakan

kuesioner dan menjelaskan isi kuesioner pada orangtua/wali untuk mendapatkan data
mengenai usia kronologis, frekuensi makan, tingkat sosioekonomi, dan pendidikan
orangtua responden.
4.

Kemudian dilakukan pemeriksaan fisik meliputi pengukuran berat badan

dan tinggi badan pada sampel penelitian lalu dicatat pada form yang telah disediakan.
5.

Selanjutnya dilakukan pemeriksaan

intra oral dengan menggunakan

sonde, kaca mulut, dan senter sebagai penerangan untuk melihat kondisi rongga
mulut sampel penelitian. Cara pemeriksaannya yaitu dengan memeriksa gigi anak
sindroma Down untuk melihat apakah gigi anak tersebut terdapat karies, tumpatan,
dan pencabutan pada gigi permanen. Karies, tumpatan, dan pencabutan gigi permanen
dijumlahkan dan dicatat pada form yang telah disediakan.

3.7 Pengolahan dan Analisis Data
3.7.1 Pengolahan Data
Data yang telah dikumpulkan akan diolah dengan menggunakan program
komputer meliputi:
1.

Editing (Penyuntingan Data). Proses penyuntingan data bertujuan untuk

memastikan semua variabel terisi. Selama proses ini dilakukan penyuntingan data
oleh peneliti agar data yang salah atau meragukan dapat langsung ditelusuri kembali
kepada responden yang bersangkutan.

22

2.

Coding (Pengkodean Data). Proses pengkodean dilakukan terhadap

variabel yang ada dalam penelitian ini yaitu pengalaman karies, status gizi, usia, dan
jenis kelamin. Pada proses ini peneliti memberikan simbol-simbol tertentu dalam
bentuk angka untuk setiap jawaban.
3.

Entry Data (Pemasukkan Data). Data yang sudah dikode kemudian

dimasukkan dalam program komputer untuk dilakukan analisis.
4.

Cleaning Data (Pembersihan Data). Pada proses ini dilakukan

pemeriksaan kembali untuk memastikan tidak ada kesalahan dalam melakukan entry
data.

3.7.2 Analisis Data
Analisis univariat dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian ini
berupa distribusi dan persentase pada setiap variabel yaitu status karies dan status
gizi. Analisis univariat ini dilakukan secara komputerisasi.

23

BAB 4
HASIL PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di delapan Sekolah Luar Biasa C (SLB C) yang
berada di kota Medan yaitu SLB C Abdi Kasih, SLB C Al Azhar, SLB C Markus,
SLB C Muzdalifah, SLB C Negeri Pembina, SLB C Taman Pendidikan Islam, dan
SLB C YPAC. Jumlah responden adalah 45 orang anak sindrom Down yang berusia
12-18 tahun.

4.1 Karakteristik Responden
Karakteristik responden anak sindrom Down yang berusia 12-18 tahun
meliputi jenis kelamin, frekuensi makan utama, dan frekuensi makan selingan anak,
sedangkan karakteristik responden orangtua meliputi ekonomi keluarga dan
pendidikan terakhir ibu. Berdasarkan jenis kelamin, persentase anak sindrom Down
yang berjenis kelamin laki-laki 55,6% dan perempuan 44,4%. Berdasarkan frekuensi
makan utama, persentase anak sindrom Down dengan frekuensi makan utama ≥ 2 kali
dalam sehari adalah 93,3% dan < 2 kali dalam sehari 6,7%. Berdasarkan frekuensi
makan selingan, persentase anak sindrom Down dengan frekuensi makan selingan ≥ 1
kali dalam sehari adalah 42,2 % dan < 1 kali dalam sehari adalah 57,8%. Berdasarkan
ekonomi keluarga, persentase anak sindrom Down yang berasal dari keluarga tidak
miskin 28,9% dan miskin 71,1%. Berdasarkan pendidikan ibu, persentase anak
sindrom Down yang memiliki ibu dengan pendidikan rendah 11,1%, sedang 60%,
dan tinggi 28,9% (Tabel 3).

24

Tabel 3. Karakteristik Responden
Karakteristik Responden

Jumlah (n)

%

Jenis kelamin
-

Laki-laki

25

55,6

-

Perempuan

20

44,4

Frekuensi makan utama
-

≥ 2 kali sehari

42

93,3

-

˂ 2 kali sehari

3

6,7

Frekuensi makan selingan
-

≥ 1 kali sehari

19

42,2

-

Tidak ada

26

57,8

Ekonomi Keluarga
-

Tidak Miskin

13

28,9

-

Miskin

32

71,1

Pendidikan Ibu
-

Rendah

5

11,1

-

Sedang

27

60

-

Tinggi

13

28,9

45

100

Total

4.2 Distribusi Frekuensi Status Karies Gigi Berdasarkan Jenis Kelamin
Anak
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan sebanyak 86,7% anak sindrom Down
usia 12-18 tahun di SLB C Kota Medan mengalami karies gigi. Hal ini menunjukkan
prevalensi karies pada anak sindrom Down cenderung tinggi.
Hasil penelitian mengenai status karies gigi anak sindrom Down usia 12-18
tahun di SLB C Kota Medan adalah 26,7% sangat rendah, 22,2% rendah, 31,1%
sedang, 15,6% tinggi, dan 4,4% tinggi. Hal ini menunjukkan status karies gigi anak
sindrom Down usia 12-18 tahun di SLB C Kota Medan cenderung sedang (Tabel 4).

25

Hasil status karies gigi yang diperoleh dari penelitian menunjukkan bahwa
sebanyak 24% responden anak sindrom Down laki-laki dan 30% responden anak
sindrom Down perempuan berstatus karies gigi sangat rendah. Status karies gigi
rendah ditemukan pada 20% responden anak sindrom Down laki-laki dan 25%
responden anak sindrom Down perempuan. Responden yang memiliki status karies
gigi sedang ditemukan sebanyak 24% pada responden anak sindrom Down laki-laki
dan 40% pada responden anak sindrom Down perempuan. Anak sindrom Down yang
memiliki status karies gigi tinggi ditemukan sebanyak 28% pada anak laki-laki
namun tidak ditemukan pada anak perempuan. Pada status karies gigi sangat tinggi
ditemukan sebanyak 5% pada responden anak sindrom Down perempuan namun
tidak ditemukan pada responden anak sindrom Down laki-laki. Tabel berikut ini
menunjukkan frekuensi distribusi status karies gigi berdasarkan jenis kelamin pada
anak sindrom Down usia 12-18 tahun di SLB C Kota Medan (Tabel 4).

Tabel 4.

Distribusi Frekuensi Status Karies Gigi Menurut WHO Berdasarkan Jenis
Kelamin pada Anak Sindrom Down Usia 12-18 Tahun di SLB C Kota
Medan
Status Karies Gigi

Jenis
Kelamin

n

Sangat
Rendah

Rendah

Sedang

Tinggi

Sangat
Tinggi

n

(%)

n

(%)

n

(%)

n

(%)

n

(%)

Laki-laki

25

6

24

5

20

6

24

7

28

1

4

Perempuan

20

6

30

5

25

8

40

0

0

1

5

Total

45

12

26,7

10

22,2

14

31,1

7

15,6

2

4,4

4.3 Distribusi Frekuensi Status Gizi Berdasarkan Jenis Kelamin Anak
Berdasarkan hasil penelitian didapati bahwa status gizi anak sindrom Down
usia 12-18 tahun di SLB C Kota Medan adalah 17,8% sangat kurus, 20% kurus,
55,6% normal, 4,4% gemuk, dan 2,2% obesitas. Hal ini menunjukkan status gizi pada

26

anak sindrom Down usia 12-18 tahun di SLB C Kota Medan cenderung sedang
(Tabel 5).
Hasil status gizi yang diperoleh, didapat 28% responden anak sindrom Down
laki-laki dan 5% responden anak sindrom Down perempuan yang berstatus gizi
sangat kurus. Status gizi kurus ditemukan pada 8% responden anak sindrom Down
laki-laki dan 35% responden anak sindrom Down perempuan. Responden yang
memiliki status gizi normal ditemukan sebanyak 64% pada responden anak sindroma
Down laki-laki dan 45% pada responden anak sindrom Down perempuan. Tidak
ditemukan responden anak sindrom Down laki-laki yang berstatus gizi gemuk dan
obesitas. Namun, status gizi gemuk dan obesitas ditemukan pada responden anak
sindrom Down perempuan yaitu sebanyak 10% dan 5%. Tabel dibawah ini
menunjukkan frekuensi distribusi status gizi berdasarkan jenis kelamin pada anak
sindrom Down usia 12-18 tahun di SLB C Kota Medan (Tabel 5).

Tabel 5. Distribusi Frekuensi Status Gizi Berdasarkan Jenis Kelamin Anak Sindrom
Down Usia 12-18 Tahun di SLB C Kota Medan
Status Gizi
Jenis
Kelamin

n

Sangat
Kurus

Kurus

Normal

Gemuk

Obesitas

n

(%)

n

(%)

n

(%)

n

(%)

n

(%)

Laki-laki

25

7

28

2

8

16

64

0

0

0

0

Perempuan

20

1

5

7

35

9

45

2

10

1

5

Total

45

8

17,8

9

20

25

55,6

2

4,4

1

2,2

4.4 Rerata Pengalaman Karies Gigi Anak Sindrom Down di Masingmasing SLB C Kota Medan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai pengalaman karies gigi didapat rerata
skor DMFT 45 orang anak sindrom Down usia 12-18 tahun di SLB C Kota Medan
adalah 3,16 dengan SD 3,01. Rerata pengalaman karies tertinggi didapat pada SLB C
Abdi Kasih dengan rerata skor DMFT 5,60 sedangkan rerata pengalaman karies

27

terendah didapat pada SLB C Markus dan Taman Pendidikan Islam (TPI) dengan
rerata skor DMFT 2,00. Tabel berikut menunjukkan rerata pengalaman karies gigi
anak sindrom Down usia 12-18 tahun di masing-masing SLB C Kota Medan (Tabel
6).

Tabel 6. Rerata Pengalaman Karies Gigi Anak Sindrom Down Usia 12-18 Tahun di
Masing- masing SLB C Kota Medan
Pengalaman Karies (skor DMFT)
Sekolah Luar Biasa C (SLB C)
n
D
M
F
Mean ± SD
Abdi Kasih

5

4,60

1

0

5,60 ± 7,27

Al Azhar

3

3,67

0

0

3,67 ± 3,21

Karya Tulus

6

2,50

0

0

2,50 ± 1,76

Markus

3

2,00

0

0

2,00 ± 1,00

Muzdalifah

3

4,33

0

0

4,33 ± 3,21

Negeri Pembina

5

2,60

0

0

2,60 ± 1,82

Taman Pendidikan Islam

7

2,00

0

0

2,00 ± 2,08

YPAC

13

2,85

0,38

0

3,23 ± 1,74

Total

45

2,93

0,22

0

3,16 ± 3,01

28

BAB 5
PEMBAHASAN

Masalah kesehatan gigi dan mulut menjadi perhatian yang sangat penting
dalam membangun kesehatan anak terutama pada anak berkebutuhan khusus seperti
sindrom Down. Terbatasnya kemampuan membersihkan rongga mulut dan kebiasaan
makan yang tidak baik pada anak sindrom Down menjadi faktor pemicu terjadinya
karies. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan prevalensi karies gigi permanen pada
anak sindrom Down cenderung tinggi yaitu 86,7%. Hal ini bertentangan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Areias dkk yang menemukan prevalensi karies pada
anak sindrom Down cenderung rendah yaitu 22%. Menurut Areias dkk, insidensi
karies yang rendah pada anak sindrom Down terjadi karena kondisi rongga mulut
yang khas seperti kelainan morfologi gigi pada anak sindrom Down (hipodonsia dan
mikrodonsia), kebiasaan bruxism, delayed eruption khususnya pada molar dua
permanen, serta erupsi gigi yang tidak beraturan baik pada gigi desidui maupun gigi
permanen sehingga kemampuan daya self-cleansing pada anak sindrom Down lebih
baik. Namun, hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh AlKhadra dan Asokan dkk yang menemukan prevalensi karies pada anak sindrom
Down cenderung tinggi yaitu 89% dan 70,6%. Insidensi karies yang tinggi pada anak
sindrom Down kemungkinan disebabkan karena kurangnya kesadaran tentang
kunjungan ke dokter gigi, tindakan kesehatan gigi dan mulut yang kurang memadai,
kebiasaan makan yang tidak teratur, ketersediaan makanan yang mengandung sukrosa
tinggi, kurangnya fluor, kelalaian orang tua, dan kurangnya inisiatif untuk melakukan
tindakan pencegahan.5,17,29
Penelitian ini menunjukkan bahwa status karies gigi berdasarkan indeks
DMFT WHO pada anak sindrom Down laki-laki maupun perempuan cenderung
rendah yaitu sebanyak 44% anak sindrom Down laki-laki (24% sangat rendah dan
20% rendah) dan 55% anak sindrom Down perempuan (30% sangat rendah dan 25%
rendah). Hal ini kemungkinan diakibatkan karena anak sindrom Down laki-laki dan

29

perempuan memiliki kemampuan yang sama dalam menjaga kebersihan rongga
mulut.
Rerata skor DMFT pada anak sindrom Down cenderung lebih tinggi
dibandingkan dengan anak normal. Hal ini terlihat dari hasil penelitian, rerata skor
DMFT anak sindrom Down usia 12-18 tahun di SLB C Kota Medan adalah 3,16
(sedang), sedangkan rerata skor DMFT anak normal usia 12-18 tahun di Sumatera
Utara adalah 0,84 (sangat rendah). Hal ini kemungkinan terjadi karena anak sindrom
Down memiliki keterbatasan dalam menjaga kebersihan rongga mulut dan pola
makan serta kurangnya perhatian orang tua terhadap masalah gigi dan mulut anak.
Anak sindrom Down juga memiliki keterbatasan dalam berkomunikasi sehingga anak
sindrom Down tidak dapat memberi informasi kepada orang tua ketika sedang
mengalami sakit gigi.30
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rerata decayed anak sindrom Down
adalah 2,93, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Al Khadra di Riyadh
menemukan rerata decayed pada anak sindrom Down adalah 3,59. Perbedaan hasil
rerata decayed ini kemungkinan terjadi karena jumlah sampel dan usia sampel yang
digunakan pada kedua penelitian berbeda. Selain itu, perbedaan tersebut juga
disebabkan karena adanya pengaruh pola makan terhadap insidensi karies. Hal ini
dapat dilihat dalam penelitian ini ditemukan sebanyak 93,3% anak memiliki
kebiasaan makan utama lebih dari 2 kali dalam sehari, sedangkan sebanyak 57,8%
anak tidak ada mengonsumsi makanan selingan. Pola makan anak sindrom Down
yang seperti ini menunjukkan bahwa pola makannya tidak menjadi ancaman/ tidak
menjadi faktor risiko terjadinya karies. Hal ini disebabkan karena setiap kali
mengonsumsi makanan karbohidrat yang terfermentasi menyebabkan menurunnya
pH saliva yang dimulai sejak 5-15 menit setelah mengonsumsi makanan tersebut.
Radler DR (cit Ramayanti S) mengatakan makanan selingan (cemilan) yang
dikonsumsi dalam jumlah sedikit namun dengan frekuensi sering akan berpotensi
tinggi untuk menyebabkan karies dibandingkan dengan makan tiga kali dan sedikit
cemilan.17,31

30

Pada penelitian ini juga ditemukan bahwa rerata filling anak sindrom Down
adalah 0. Rerata filling ini menunjukkan bahwa anak sindrom Down belum pernah
mendapatkan perawatan gigi apapun. Hal ini kemungkinan terjadi karena rendahnya
kesadaran tentang kunjungan ke dokter gigi dan ekonomi keluarga yang cenderung
rendah. Kebanyakan orang tua lebih mementingkan perawatan pada penyakit
kongenital yang diderita oleh anak sindrom Down daripada penyakit mulutnya.
Selain itu, pendidikan ibu juga berpengaruh terhadap kondisi kesehatan anak sindrom
Down. Menurut Tirthankar (cit Sondang dan Hamada), pendidikan merupakan salah
satu faktor yang mempengaruhi status kesehatan. Individu yang memiliki tingkat
pendidikan tinggi akan memiliki pengetahuan dan sikap yang baik tentang kesehatan
sehingga akan mempengaruhi perilakunya untuk hidup sehat. Hasil penelitian ini
menunjukkan hanya 28,9% anak memiliki ibu dengan pendidikan tinggi sementara
rerata skor filling seluruh anak sindrom Down adalah 0. Hal ini bertentangan dengan
teori dan penelitian yang dilakukan oleh Jain M dkk. Hasil penelitian Jain M dkk
menyatakan bahwa persentase DMFT yang paling tinggi ditemukan pada anak cacat
mental yang berasal dari ibu yang berpendidikan rendah dibandingkan dengan anakanak yang lain. Hal ini kemungkinan terjadi karena ibu yang memiliki pendidikan
tinggi, sedang maupun rendah dalam penelitian ini mempunyai pengetahuan dan
sikap yang sama terhadap perilaku membersihkan gigi. 5,21,32
Rerata skor DMFT tertinggi ditemukan di SLB C Abdi Kasih yaitu 5,6,
sedangkan rerata skor DMFT terendah terdapat di SLB C Markus dan SLB C TPI
yaitu 2. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan cara penyuluhan
yang diberikan oleh guru dan orang tua kepada masing-masing anak di setiap SLB C.
Anak-anak sindrom Down di SLB C yang memiliki rerata skor DMFT tinggi lebih
sulit diberikan arahan tentang kesehatan gigi oleh guru dan orang tua sehingga anakanak sulit diajak untuk melakukan pemeriksan gigi. Anak-anak di SLB C yang
memiliki rerata skor DMFT rendah memiliki guru-guru dan orang tua yang
kooperatif dalam menjaga dan memelihara kesehatan gigi anak mereka.
Karies

gigi

akan

mengakibatkan

terganggunya

fungsi

pengunyahan

(mastikasi). Gangguan pengunyahan mempengaruhi asupan makanan seseorang. Oleh

31

sebab itu, diduga adanya gangguan pengunyahan akan berpengaruh terhadap status
gizi seseorang. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa status gizi anak sindrom
Down cenderung normal baik pada laki-laki maupun perempuan (Tabel 5). Namun
tidak ditemukan status gizi gemuk maupun obesitas pada anak sindrom Down lakilaki. Hal ini kemungkinan terjadi karena anak laki-laki tampil lebih aktif
dibandingkan dengan anak perempuan serta adanya pengaruh karies gigi terhadap
status gizi anak. Hasil penelitian ini menunjukkan lebih banyak anak sindrom Down
laki-laki (32%) yang memiliki status karies tinggi dibandingkan dengan anak sindrom
Down perempuan (5%). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Hennequin dkk (cit
Murray J) yang mengatakan bahwa terganggunya fungsi pengunyahan dapat
menyebabkan defisiensi nutrisi pada anak sindrom Down.10,11,33
Berdasarkan hasil penelitian ini, prevalensi status gizi normal pada anak
sindrom Down cenderung lebih rendah dibandingkan dengan anak normal, yaitu
55,56% pada anak sindrom Down usia 12-18 tahun, sedangkan sebesar 70,4% pada
anak normal usia diatas 15 tahun. Status gizi kurus terlihat lebih tinggi pada anak
sindrom Down dibandingkan dengan anak normal. Sebanyak 37,78% anak sindrom
Down berstatus gizi kurus (17,78% sangat kurus dan 20% kurus), sedangkan pada
anak normal hanya sebesar 8,9% yang berstatus gizi kurus. Hal ini kemungkinan
terjadi karena anak sindrom Down cenderung sulit mengonsumsi makanan akibat
kondisi gigi yang tidak sehat yaitu karies.30
Penelitian ini menunjukkan bahwa rerata skor DMFT anak sindrom Down
usia 12-18 tahun di SLB C Kota Medan lebih tinggi dibandingkan dengan anak
normal usia 12-18 tahun di Sumatera Utara yaitu 3,16. Begitu pula dengan status gizi
anak sindrom Down yang cenderung buruk dibandingkan dengan anak normal. Hal
ini diduga ada kaitan antara status karies gigi dengan status gizi. Hal ini sesuai
dengan penelitian Benzien dkk., yang menemukan adanya hubungan yang bermakna
(p < 0,001) antara indeks massa tubuh dengan karies yang tidak dirawat. Gangguan
fungsi pengunyahan yang disebabkan oleh kondisi gigi geligi yang tidak baik seperti
karies diduga mempengaruhi asupan gizi makan anak sindroma Down. Oleh sebab
itu, dibutuhkan perhatian, dukungan, motivasi, dan peran orang tua khususnya ibu

32

agar anak sindroma Down lebih termotivasi untuk menjaga kesehatan rongga mulut
dan tubuh dengan lebih baik.10,11,23

33

BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
Karies merupakan salah satu penyakit gigi dan mulut yang banyak ditemukan
di masyarakat. Prevalensi karies gigi pada anak sindrom Down di SLB C Kota Medan
cenderung tinggi yaitu 86,7%. Rerata pengalaman karies gigi pada 45 orang anak
sindrom Down usia 12-18 tahun yang bersekolah di SLB C Kota Medan adalah 3,16
(status karies sedang) dengan SD 3,01. Gambaran status karies gigi berdasarkan jenis
kelamin cenderung rendah baik pada anak sindrom Down laki-laki maupun
perempuan yaitu 44% dan 55%.
Adanya gangguan fungsi pengunyahan yang diakibatkan oleh karies gigi akan
berpengaruh pada nutrisi anak sindroma Down. Status gizi anak sindrom Down usia
12-18 tahun di SLB C Kota Medan cenderung normal. Sebanyak 37,8% berstatus gizi
kurus, 55,6% berstatus gizi normal, dan 6,6% berstatus gizi gemuk. Gambaran status
gizi berdasarkan jenis kelamin cenderung normal pada anak sindrom Down laki-laki
maupun perempuan yaitu 64% dan 45%.

6.2 Saran
1. Peran orang tua diharapkan dapat lebih baik dalam membimbing anak
untuk merawat kesehatan gigi dan mulut dengan melakukan penyikatan gigi secara
teratur sejak dini dan membawa anak untuk mendapatkan tindakan pencegahan dan
perawatan gigi di klinik.
2. Perlu dilakukan perencanaan usaha pencegahan dan perawatan terhadap
karies gigi pada anak sindrom Down oleh praktisi kesehatan gigi.
3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan jumlah
sampel yang lebih besar untuk memperoleh hasil dengan validitas yang lebih baik.

5

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sindrom Down
John Langdon adalah seorang dokter dari Inggris yang pertama kali
menggambarkan kumpulan gejala dari sindrom Down pada tahun 1866. Namun
sebelumnya Esquirol pada tahun 1838 dan Seguin pada tahun 1846 telah melaporkan
seorang anak yang mempunyai tanda-tanda mirip dengan sindrom Down.1

Gambar 1.

Kromosom pada Sindrom
Down13

Sindrom Down merupakan kelainan genetik (pada kromosom 21/trisomi 21)
yang terjadi pada masa pertumbuhan janin dengan gejala yang sangat bervariasi mulai
dari gejala minimal sampai muncul tanda khas berupa keterbelakangan mental. Anak
dengan sindrom Down adalah individu yang dapat dikenali dari fenotipnya dan
mempunyai kecerdasan terbatas yang terjadi akibat adanya jumlah kromosom 21
yang berlebih (Gambar 1). Materi genetik yang berlebih diperkirakan terletak pada
bagian lengan bawah dari kromosom 21 dan interaksinya dengan fungsi gen lainnya

6

yang menghasilkan suatu perubahan homeostasis yang memungkinkan terjadinya
penyimpangan perkembangan fisik dan susunan saraf pusat.1,2

2.1.1. Etiologi
Etiologi sindrom Down berkaitan dengan masalah non-disjunctional
meliputi:1
1.

Genetik.

Bukti yang mendukung teori ini adalah berdasarkan atas hasil penelitian
epidemiologi yang menyatakan adanya peningkatan risiko berulang bila dalam
keluarga terdapat anak dengan sindrom Down.
2.

Radiasi.

Pada tahun 1981, Uchida menyatakan bahwa sekitar 30% ibu yang melahirkan
anak dengan sindrom Down pernah mengalami radiasi didaerah perut sebelum
terjadinya konsepsi.
3.

Infeksi.

4.

Autoimun.

Pada penelitian Fialkow tahun 1966 mengemukakan bahwa adanya perbedaan
autoantibodi tiroid pada ibu yang melahirkan anak dengan sindrom Down dengan ibu
kontrol yang umurnya sama.
5.

Umur ibu.

Perubahan endokrin seperti meningkatnya sekresi androgen, menurunnya
kadar hidroepiandrosteron, menurunnya konsentrasi estradiol sistemik, perubahan
konsentrasi reseptor hormon, dan peningkatan secara tajam kadar Lueteinizing
Hormon (LH) dan Follicular Stimulating Hormon (FSH) secara tiba-tiba sebelum dan
selama menopause, dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya non-disjunction.
6.

Umur ayah.

Penelitian sitogenetik pada orang tua dari anak dengan sindrom Down
mendapatkan bahwa 20-30% kasus ekstra kromosom 21 bersumber dari ayahnya.
Namun korelasinya tidak setinggi dengan umur ibu.

7

Faktor lain seperti gangguan intragametik, organisasi nukleolus, bahan kimia,
dan frekuensi koitus masih didiskusikan sebagai penyebab dari sindrom Down juga.1

2.1.2. Kondisi Fisik
Anak sindrom Down ditandai dengan kranium kecil, bagian anteroposterior
yang mendatar, jembatan hidung yang datar, lipatan epikantus, ruas-ruas jari pendek,
jarak yang lebar antara jari tangan dan kaki pertama dan kedua, dan retardasi mental
sedang sampai berat. Selain itu pada anak sindrom Down juga ditemukan adanya
keterbatasan intelektual, pertumbuhan yang lambat, masalah pada penglihatan dan
pendengaran serta gangguan pada jantung.3,14
Kecepatan pertumbuhan fisik anak dengan sindrom Down lebih rendah bila
dibandingkan dengan anak normal (Gambar 2). Perlu dilakukan pemantauan
pertumbuhan secara berkelanjutan karena pada anak sindrom Down sering disertai
adanya hipotiroid. Jika pertumbuhannya kurang dari yang diharapkan, sebaiknya
dilakukan pemeriksaan kadar hormon tiroid. Selain itu pada anak sindrom Down juga
disertai masalah pada saluran pencernaan atau dengan penyakit jantung bawaan yang
berat serta badan yang lebih pendek bila dibandingkan dengan anak sindrom Down
yang tanpa komplikasi.1
Perkembangan anak sindrom Down juga cenderung lebih lambat dari anak
yang normal. Beberapa faktor seperti kelainan jantung kongenital, hipotonia yang
berat, serta masalah biologis atau lingkungan lainnya dapat menyebabkan
keterlambatan perkembangan motorik dan keterampilan untuk menolong diri sendiri.
Sebaliknya anak yang mendapat program intervensi dini, orang tua yang memberi
lingkungan yang mendukung, serta tanpa adanya kelainan jantung bawaan, maka
perkembangan anak menunjukkan kemajuan yang relatif pesat.1
Perilaku anak sindrom Down pada awal kehidupannya tidak menunjukkan
temperamen yang berbeda dengan anak yang normal. Demikian pula perilaku sosial
anak sindrom Down mempunyai pola interaksi yang sama dengan anak normal
seusianya. Walaupun tingkat responnya berbeda secara kuantitatif tetapi polanya
hampir sama.1

8

(a)

(b)

Gambar 2.Rata-rata (a) Tinggi Badan dan (b) Berat Badan Anak Sindrom Down1

2.1.3. Kondisi Rongga Mulut
Adapun karakteristik khas pada rongga mulut anak sindrom Down antara lain
adanya gigitan terbuka, macroglossia, bibir dan lidah yang berfisur, angular cheilitis,
terlambatnya erupsi gigi, oligodontia, microdontia, bruxism, kebersihan rongga mulut
yang buruk, tingginya insidensi penyakit periodontal, dan rendahnya insidensi karies
gigi. Bell, Kaidonis, dan Towsend melaporkan bahwa atrisi dan erosi gigi cenderung
lebih besar terjadi pada anak sindrom Down daripada anak normal.15
Anak sindrom Down yang bebas karies memiliki jumlah Streptococcus
mutans yang cenderung lebih rendah dan jumlah saliva yang cenderung lebih tinggi
sehingga konsentrasi IgA pun tinggi. Rendahnya prevalensi karies pada anak sindrom
Down dihubungkan terhadap keterlambatan erupsi gigi permanen, kehilangan gigi
akibat kongenital, pH saliva yang tinggi, mikrodonsia, adanya jarak antar gigi, dan
fisur yang dangkal.16,17

2.2 Karies Gigi
Karies gigi adalah suatu proses kronis