Skema Fonologis Klasifikasi Kalimat

• Nalika liwat pasar sore utawa pasar senggol, Ngesthireni merlokake tuku kathok njero. Ora ana sing sutra utawa nylon, kabeh katone kain lungsuran DSIB, BF, 79. • ‘Disaat melintas di pasar sore atau pasar senggol, Ngesthireni membutuhkan celana dalam. Tidak ada yang sutra atau nilon, semua kelihatannya kain bekas.’ Yang dimaksud dengan sutra dan nylon dalam kutipan di atas adalah merek atau jenis kain.

4.3.2 Skema Fonologis

Skema fonologis sama dengan gaya bunyi. Gaya bunyi lebih banyak ditemukan dalam karya sastra yang berbentuk puisi jika dibandingkan dengan karya sastra yang berbentuk prosa. Namun dalam novel DSIB karya Suparto Brata ditampilkan gaya bunyi bahasa sebagai pembangun keindahan sebuah karya sastra. Hal ini terlihat dalam kutipan dibawah ini. • Akeh wong ayu-ayu sing wis dhidhidhik dadi telik sandi upayane Republik didadekake peladen kono DSIB, BF, 2. • ‘Banyak wanita cantik-cantik yang dididik menjadi mata-mata usahanya Republik dijadikannya pelayan disana.’ Permainan bunyi-bunyi vokal ‘i’ dan bunyi konsonan ‘k’ pada kata dhidhidhik , dadi, telik, sandi mengakibatkan efek estetis kalimat tersebut. Makna yang diakibatkan dari penggunaan bunyi-bunyi ‘i’ tersebut mampu membawa nuansa keterpaksaan. Kemudian, bunyi-bunyi ‘i’ yang dikombinasikan dengan bunyi konsonan ‘k’ seperti kata dhidhidhik dan telik membuat kalimat menjadi berirama. Di samping itu, menimbulkan daya ekspresivitas yaitu gambaran suatu keharusan yang diterima dan dilakukan untuk menjadi mata-mata harus mengalami proses pendidikan atau pemloncoan. • Siyat-siyut unine mimis ngiris hawa nggegana, ngiris atine sing krungu DSIB, BF, 22. • ‘Saut-sautan suara peluru mengiris hawa langit, mengiris hati yang mendengar.’ Permainan bunyi-bunyi vokal ‘i’ yang dikombinasikan dengan bunyi konsonan ‘s’ pada kata siyat-siyut, unine, mimis, ngiris, atine, sing diletakkan secara berurutan sehingga membuat kalimat menjadi berirama dan terasa lancar. Di samping itu, menimbulkan daya ekspresivitas yaitu gambaran suatu kekhawatiran akan suatu bahaya. • Herlambang wong praktis, ora tau kesuwen. Ngesthireni digrayang, bangga, gagean arep njrantal mlayu Ditubruk, diruket bangkekane, gemlundhung ing alang-alang DSIB, BF, 27. • ‘Herlambang orang praktis, tidak pernah kelamaan. Ngesthireni diraba, senang, maunya ingin berlari Ditubruk, diraket pinggulnya, menggelundung di alang-alang.’ Permainan bunyi-bunyi vokal ‘a’ dan secara berulang-ulang pada kata digrayang, bangga, gagean, njrantal menjadikan kalimat terasa lancar. Vokal ‘a’ termasuk vokal tengah, tengah berarti datar, stabil tak berubah. Jadi bunyi-bunyi ‘a’ ini mengandung arti bahwa suatu pembelaan diri akan sikap yang kurangajar atau tidak sopan. • Angine midid. Pangerike jangkrik sisih kana, sok keprungu sok ora. Embuh saka ngendi asale ambune pating kleyit, walang sangit DSIB, BF, 30. • ‘Anginnya berhembus. Suara jangkrik sebelah sana, kadang terdengar kadang tidak. Mana tau asal bau yang menyengat itu, walang sangit.’ Permainan bunyi-bunyi vokal ‘i’ pada kata angine, midid, pangerike jangkrik , sisih, ngendi, pating, walang kleyit, sangit yang tampak beirama sehingga membuat kalimat terkesan indah, dan mampu membuat kesan suasana malam yang sunyi penuh kehangatan. • Mangga kersa. Reni, bareng kapsel rambutmu wudhar, rambutmu ketel tenan, ya?Kapselmu dudu rambut palsu. Gemrayang ing tangan-tanganku ser-seran DSIB, BF, 30. • ‘Silahkan saja, Reni, setelah kapsel rambut kamu terurai, rambut kamu terlihat tebal, ya? Kapsel kamu bukan rambut palsu. Tersentuh oleh tangan-tanganku deg-degan.’ Permainan bunyi-bunyi vokal ‘u’ pada kata rambutmu, wudhar, kapselmu, dudu , palsu, tangan-tanganku diletakkan secara berurutan sehingga membuat kalimat menjadi berirama dan terasa lancar. Di samping itu, menimbulkan daya ekspresivitas yaitu gambaran kekaguman atas kecantikan yang dimiliki Ngesthireni. • Sepur menyang Jombang durung budhal DSIB, BF, 61. • ‘Kereta menuju Jombang belum berangkat.’ Permainan bunyi-bunyi konsonan ‘ng’ pada kata menyang, Jombang, durung diletakkan secara berurutan sehingga membuat kalimat menjadi berirama dan terasa lancar. Di samping itu, menimbulkan daya ekspresivitas yaitu gambaran suasana hati yang lega. • Sepur teka. Wong-wong padha pating dlajig ngadeg ing pinggir ril DSIB, BF, 70. • ‘Kereta datang. Orang-orang sedang asyik berdiri di tepi rel.’ Permainan bunyi-bunyi konsonan ‘ng’ dan ‘g’ pada kata wong-wong, pating dlajig , ngadeg, ing, pinggir diletakkan secara berurutan sehingga membuat kalimat menjadi berirama dan terasa lancar. Di samping itu, menimbulkan daya ekspresivitas yaitu gambaran suasana ramai. • Srengenge sasi Agustus ngarepake angslup, langit sisih kulon sumilak abang DSIB, BF, 77. • ‘Matahari bulan Agustus mengharapkan terbenam, langit sebelah barat terlihat merah.’ Permainan bunyi-bunyi konsonan ‘l’ yang dikombinasikan dengan bunyi vokal u, a, o, pada kata angslup, langit, kulon, sumilak diletakkan secara berurutan sehingga membuat kalimat menjadi berirama dan terasa lancar. Di samping itu, menimbulkan daya ekspresivitas yaitu gambaran keindahan. • Kiswanta ngadeg. Mungsuhe iya ngadeg, ndingkluk, nglirik tangan cilik alus sing nyekel pistul DSIB, BF, 89. • ‘Kiswanta berdiri. Mungsuhnya juga berdiri, menundukkan kepala, melirik tangan halus yang memegang senjata.’ Permainan bunyi-bunyi konsonan ‘k’ dan ’l’ pada kata ndingkluk, nglirik, cilik diletakkan secara berurutan sehingga membuat kalimat menjadi berirama dan terasa lancar. Di samping itu, menimbulkan daya ekspresivitas yaitu gambaran suatu kewaspadaan akan situasi yang membahayakan. • Sing mangan pete nyaut, “Merdeka, tetep Ada NICA, tangkep Ada prawan, kekep Ada saya, ngrungkep Ya ngrungkep-ngrungkepa dhewe, kono, hi-hi-hi-hik” DSIB, BF, 124. • ‘Yang makan pete menyela,”’Merdeka, tetap Ada NICA, tangkap Ada prawan, kekap Ada saya, menelungkup Ya menelungkup-menelungkup saja sana sendiri, hi-hi-hi-hik.’ Permainan bunyi-bunyi konsonan ‘p’ yang dikombinasikan dengan huruf vokal e pada kata tetep, tangkep, kekep, ngrungkep, ngrungkep-ngrungkepa diletakkan secara berurutan sehingga membuat kalimat menjadi berirama dan terasa lancar. Di samping itu, menimbulkan daya ekspresivitas yaitu gambaran suatu tawa dan canda. Dari sebagian analisis tersebut di atas, bahwa skema fonologis pada suatu kata dalam kalimat mengakibatkan kesstetisan dalam kalimat. Kalimat menjadi lebih lancar dan berirama. Selain itu, dapat menimbulkan daya ekspresivitas, yakni dalam pelukisan keprasahan, kekhawatiran, kekaguman, kelegaan, dan kegembiraan pada sang tokoh. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa skema fonologis selain menambah daya estetis dan ekspresif, juga dapat memunculkan penokohan.

4.4 Konteks dan Kohesi

Konteks yaitu suatu uraian atau kalimat yang dapat mendukung kejelasan makna. Kohesi yaitu hubungan yang bersifat eksplisit yang ditandai oleh adanya kata penghubung, atau kata-kata tertentu yang bersifat menghubungkan. Kohesi linear dibedakan menjadi dua yaitu sambungan dan rujuk silang. Pemanfaatan konteks dan kohesi dapat dilihat dalam kutipan di bawah ini. • Herlambang ora perlu mangsuli. Dheweke ngulat-ngulatake kahanane njero jip lan tangan alus kang nyekel pistul kuwi. La kok mudhun dhewe. Lan wong ayu mau manggakake dheweke supaya mlebu menyang jip, “Kommaar vlug Aja kesuwen” DSIB, KK, 11. • ‘Herlambang tidak perlu menjawab. Dirinya mengamati keadaan yang ada di dalam jip dan tangan halus yang sedang memegang senjata itu. Lo kenapa turun sendirian. Dan wanita cantik itu mempersilahkan dirinya supaya masuk ke dalam jip ”’Kommaar vlug Jangan kelamaan.’ Kata dheweke merupakan kata untuk menggantikan kata Herlambang. Penggunaan kata dheweke dalam kutipan di atas termasuk pemanfaatan rujuk silang dan berupa penggantian. Sedangkan kata lan merupakan kohesi linear