NILAI ESTETIKA DAN MAKNA NOVEL DOM SUMURUP ING BANYU KARYA SUPARTO BRATA (Suatu Tinjauan Struktural Robert Stanton)

(1)

commit to user

NILAI ESTETIKA DAN MAKNA

NOVEL

DOM SUMURUP ING BANYU

KARYA SUPARTO BRATA

(Suatu Tinjauan Struktural Robert Stanton)

S K R I P S I

Diajukan untuk Melengkapi sebagian Persyaratan guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra

Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa

Universitas Sebelas Maret

Disusun oleh :

CYRILIUS ANGGA MUNDISARI C 0104004

FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2011


(2)

commit to user


(3)

commit to user


(4)

commit to user

iv

PERNYATAAN

Nama : Cyrilius Angga Mundisari NIM : C0104004

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa, skripsi berjudul Nilai Estetika dan Makna Novel Dom Sumurup ing Banyu karya Suparto Brata (Suatu Tinjauan Struktural Robert Stanton) adalah betul-betul karya sendiri, bukan plagiat, dan tidak dibuatkan oleh orang lain. Hal-hal yang bukan karya saya, dalam skripsi ini diberi tanda citasi (kutipan) dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang diperoleh dari skripsi tersebut.

Surakarta,

Yang membuat pernyataan,


(5)

commit to user

v

MOTTO:

Gunakanlah waktumu sebaik mungkin, agar tak menyesal dikemudian hari.


(6)

commit to user

vi

PERSEMBAHAN

Skripsi ini dipersembahkan untuk: 1. Bapak dan Ibuku tercinta 2. Istriku dan anakku tersayang


(7)

commit to user

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan YME yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas menyusun skripsi guna mencapai gelar sarjana Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Dalam penulisan skripsi ini, tentunya tidak terlepas dari kesulitan-kesulitan yang dihadapi, tetapi berkat bantuan, bimbingan serta dorongan baik moril maupun materiil dari berbagai pihak, akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan. Oleh karena itu sudah sepantasnya pada kesempatan ini dengan segenap kerendahan hati, penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Drs. Riyadi Santosa, M. Ed., PhD, selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Drs. Supardjo, M. Hum, selaku Ketua Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan kemudahan untuk menyelesaikan skripsi ini. 3. Dra. Dyah Padmaningsih, M. Hum, selaku Sekretaris Jurusan Sastra

Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah membantu kelancaran penulisan skripsi ini. 4. Dra. Sundari, M. Hum, selaku Pembimbing Pertama yang dengan

teliti, sabar dan penuh perhatian memberikan pengarahan dan bimbingan yang berguna dalam penyusunan skripsi ini.


(8)

commit to user

viii

5. Drs. Christiana Dwi Wardhana, M. Hum, selaku Pembimbing Kedua dan pembimbing akademik yang telah dengan teliti dan sabar memberi pengarahan yang berguna dalam penyusunan skripsi ini. 6. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni

Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu, yang telah memberikan bekal ilmu yang berguna bagi penulis.

7. Pimpinan dan Staf Perpustakaan Pusat dan Perpustakaan Fakultas Sastra dan Seni Rupa, Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan pelayanan kepada penulis dalam mendapatkan referensi.

8. Pimpinan dan Staf Pengajaran Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan pelayanan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan studi dengan baik.

9. Bapak dan ibuku tercinta, adikku Monika, calon kakak ipar Muhhamad yang telah memberi dorongan baik moril maupun materiil selama penulis melakukan kegiatan skripsi.

10.Istriku Fitri A dan anakku Angger Raditya Sena beserta keluarga besarnya, yang selalu ada di sisiku dan selalu memberi motivasi, serta tempat curahan suka dan duka dalam penyusunan skripsi ini. 11.Teman-teman angkatan 2004, terutama Mahatma Himawan, terima


(9)

commit to user

ix

12.Bapak Suparto Brata beserta keluarga, selaku pengarang novel Dom Sumurup ing Banyu, yang telah bersedia diwawancarai dan banyak memberikan informasi tentang apa saja yang penulis butuhkan demi kelancaran penyusunan skripsi ini.

13.Semua pihak yang telah membantu penulis, baik secara materi maupun spiritual yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

Semoga amal kebaikan yang diberikan kepada penulis mendapat imbalan yang sesuai dari Tuhan YME.

Penulis menyadari masih ada kekurangan dalam skripsi ini, oleh sebab itu segala saran dan kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan penyusunan skripsi ini akan penulis terima dengan tangan terbuka.

Surakarta,


(10)

commit to user

x DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ………...i

HALAMAN PERSETUJUAN ………ii

HALAMAN PENGESAHAN ……….iii

HALAMAN PERNYATAAN ……….iv

HALAMAN MOTTO ………...v

HALAMAN PERSEMBAHAN ………..vi

KATA PENGANTAR ……….vii

DAFTAR ISI ………x

ABSTRAK ………...xiv

BAB I PENDAHULUAN ………...1

A. Latar Belakang Masalah ………...1

B. Rumusan Masalah ……….6

C. Tujuan Penelitian ………...6

D. Manfaat Penelitian ……….7

E. Sistematika Penulisan ………7

BAB II LANDASAN TEORI ………..9

A. Teori Analisis Struktural ………...10

1. Fakta-fakta cerita ………10

a. Alur ………...11

b. Karakter ………13


(11)

commit to user

xi

d. Tema ……….15

2. Sarana Sastra ………. 16

a. Judul ……….16

b. Sudut Pandang ……….17

c. Gaya dan Tone ……….18

B. Nilai Estetika dan Makna…………...18

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ...19

A. Bentuk Penelitian ...19

B. Sumber Data dan Data ...19

C. Teknik Pengumpulan Data ...20

D. Teknik Analisis Data ...22

BAB IV. ANALISIS DATA...23

A. ANALISIS STRUKTURAL ...23

1. Fakta Cerita ………23

a. Alur ………...23

1) Tahapan Alur ………...23

2) Kausalitas ………41

3) Plausabilitas ………45

4) Konflik ………48

5) Konflik Utama dan Klimaks ………...74

6) Penyelesaian ………76

b. Karakter ………78

1) Tokoh Herlambang ………78


(12)

commit to user

xii

3) Tokoh Kiswanta ………87

4) Letnan Pengkuh ………90

5) Tokoh Yogyantara ………92

6) Motivasi Karakter ……….94

c. Latar ………97

1) Latar Tempat ………98

2) Latar Waktu ……….106

3) Latar Sosial ………..116

4) Atmosfer ………..122

d. tema ………135

1) Tema Bawahan ……….135

2) Tema Utama (sentral) ………...139

2. Sarana Sastra ………140

a. Judul ………...140

b. Sudut Pandang ………142

c. Gaya dan Tone ………147

1) Gaya ………147

2) Tone ………163

B. NILAI ESTETIKA DAN MAKNA ...166

1. Nilai Estetika ………166

a. Memiliki Kepadatan Struktural ……….166

b. Stilistika ……….167

2. Makna Novel DSB ………...171


(13)

commit to user

xiii

A. Kesimpulan ...175

B. Saran ...177

DAFTAR PUSTAKA ...178


(14)

commit to user

xiv ABSTRAK

Cyrilius Angga Mundisari, NIM : C0104004, Nilai Estetika dan Makna Novel Dom Sumurup Ing Banyu karya Suparto Brata (Suatu Tinjauan Strutural Robert Stanton), Skripsi Jurusan Sastra Daerah, Fakultas Sastra dan Seni Rupa, Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Karya sastra Jawa sebagai karya seni tidak cukup hanya dinikmati keindahannya saja. Akan tetapi perlu pula mendapatkan perhatian secara ilmiah, yaitu melalui suatu kajian ilmiah yang bertujuan untuk mengangkat semua aspek yang terkandung di dalamnya, melalui cara-cara atau pola pemikiran ilmiah yang berlaku, salah satunya adalah novel karya sastra Suparto Brata yang berjudul Dom Sumurup Ing Banyu.

Masalah yang dikaji mencakup dua hal yaitu : (1) Analisis Struktural menurut teori Robert Stanton, (2) Nilai Estetika dan Makna Novel Dom Sumurup Ing Banyu.

Tujuan dari penelitian ini adalah (1) Mendeskripsikan keterkaitan antarunsur pembangun novel Dom Sumurup Ing Banyu yang meliputi fakta cerita yang terdiri dari alur, karakter, latar, dan tema. Sarana Sastra yang terdiri dari judul, sudut pandang, serta gaya dan tone. (2) Mendeskripsikan tentang nilai-nilai estetika dan makna novel Dom Sumurup Ing Banyu.

Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode deskriptif kualitatif. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan struktural Robert Stanton. Objek penelitian ini adalah unsur-unsur struktural, baik yang berupa fakta cerita (alur, karakter, dan latar), sarana sastra (judul, sudut pandang, serta gaya dan tone), dan tema (tema bawahan dan tema sentral). Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah novel Dom Sumurup Ing banyu karya Suparto Brata, penerbit NARASI Yogyakarta, tahun 2006, jumlah halaman 238. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik pustaka. Data yang telah dikumpulkan kemudian diolah melalui beberapa tahap, yaitu tahap deskripsi, tahap klasifikasi, tahap analisis data, tahap interpretasi, dan tahap evaluasi data. Teknik penarikan simpulan menggunakan teknik penarikan simpulan induktif.

Manfaat yang dapat diperolah dari penelitian ini, yaitu peneliti dapat mengetahui tentang kepadatan unsur-unsur yang membangun novel Dom Sumurup Ing Banyu. Juga memberikan pencerahan atau pelajaran tentang sikap patriotism yang ditunjukkan oleh tokoh utama maupun bawahan.

Hasil analisis penelitian ini dapat disimpulkan (1) unsur-unsur intrinsik atau struktural yang terdapat dalam novel Dom Sumurup Ing Banyu karya Suparto Brata adalah suatu keterjalinan, sehingga membentuk kebulatan atau totalitas. (2) Novel Dom Sumurup Ing Banyu memiliki nilai estetik yang dilihat dari segi kepadatan unsur struktural dan memiliki makna yang memberi pencerahan tentang sikap patriotisme dalam kehidupan sehari-hari


(15)

commit to user

xv

SARIPATHI

Cyrilius Angga Mundisari, NIM : C0104004, Nilai Estetika dan Makna Novel Dom Sumurup Ing Banyu karya Suparto Brata (Suatu Tinjauan Strutural Robert Stanton), Skripsi Jurusan Sastra Daerah, Fakultas Sastra dan Seni Rupa, Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Karya sastra Jawa minangka seni mbotên cêkap namung dipun raosakên kaéndahanipun kémawon. Nanging ugi perlu pikantuk kawigatèn ilmiah, inggih punika nglangkungi satunggaling kajian ilmiah anggadhahi tujuan ngangkat sadaya aspek wontên ing salêbêtipun, kanthi cara-cara pola pikiran ilmiah ingkang lumampah, déné salah satunggalipun inggih punika anggitanipun Suparto Brata kathi irah-irahan Dom Sumurup Ing Banyu.

Pêrkawis ingkang dipunkaji kapérang dados kalih, inggih punika: (1) kadospundi analisis Struktural miturut teori Robert Stanton, (2) kadospundi Nilai Estetika lan Makna Novel Dom Sumurup Ing Banyu.

Tujuanipun saking panalitèn punika (1) ngandharakên sêsambungan unsur-unsur pambangun novel Dom Sumurup Ing Banyu ingkang kapérang dados fakta cerita kaliyan sarana sastra. Fakta cerita kapérang saking alur, karakter, latar saha tema. Sarana sastra kaperang saking judul, sudut pandhang saha gaya kaliyan tone. (2) ngandharakên nilai-nilai estetika saha makna novel Dom Sumurup Ing Banyu.

Metode ingkang dipun-gunakakên wontên ing panalitèn inggih punika metode deskriptif kualitatif. Pendekatan ingkang dipun-gunakakên wontên panalitén inggih punika pendekatan struktural miturut teori Robert Stanton. Obyek panalitèn inggih punika unsur-unsur struktural ingkang dumados saking fakta cerita ( alur, karakter, latar, saha tema ), saha sarana sastra ( judul, sudut pandhang, saha gaya kaliyan tone ). Sumbêr data ingkang dipun-gunakakên wontên ing panalitèn inggih punika novel Dom Sumurup Ing Banyu anggitanipun Suparto Brata penerbit NARASI Yogyakarta, taun 2006, ingkang kandêlipun 238 kaca. Teknik pangêmpalan data ingkang dipun-gunakakên inggih punika teknik pustaka. Data ingkang sampun dipunkêmpalakên lajêng dipun olah dados sawêtawis tahap, inggih punika tahap deskripsi, tahap klasifikasi, kaliyan tahap evaluasi data. Teknik penarikan simpulan dipun-gunakakên teknik penarikan induktif.

Manfaat ingkang sagêd kapundhut saking panalitèn punika, panaliti sagêd mangêrtèni padêtipun unsur-unsur ingkang mbangun novel Dom Sumurup ing banyuingkang dipunandharakên tokoh utama utawi bawahan.

Asil analisis panalitèn punika sagêd disimpulakên, 1) unsur-unsur intrisik utawi struktur novel Dom Sumurup ing Banyu anggitanipun Suparto Brata sêsambungan ingkang njalari dumadosipun kebulatan utawi totalitas. 2) Novel Dom Sumurup ing Banyu anggadhahi nilai estetik ingkang katingal saking segi padêtipun unsur struktural saha suraos ingkang paring pancêrahan kanggé sikap patriotisme wontên ing panggêsangan sabên dhintên.


(16)

commit to user

xvi

ABSTRACT

Cyrilius Angga Mundisari, NIM : C0104004, Nilai Estetika dan Makna Novel Dom Sumurup Ing Banyu karya Suparto Brata (Suatu Tinjauan Strutural Robert Stanton), Skripsi Jurusan Sastra Daerah, Fakultas Sastra dan Seni Rupa, Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Java’s literature work as an art work is more than enjoy the

beautifulness. More than that its also need to get attention scientifically by scientific lesson that aimed to raise all aspect included, by methods or scientific

thought ‘pola’ that apply. One is novel written by Suparto Brata with tittle Dom

Sumurup ing Banyu.

Problem that learned covered two things, which are: 1) structural analysis according to Robert Stanton teori. 2) aesthetics value and the meaning of Dom Sumurup ing Banyu novel.

The aim of this search are 1) to describe relevance inter constructor elements of novel Dom Sumurup ing Banyu which is covered fact of story that consist of plot, character, setting, and theme. Literatures medium that consist of title, point of view, style and Tone. 2) to describe about aesthetics value and the meaning of Dom Sumurup ing Banyu novel.

The used method in this research is qualitative descriptive method. Approach used in this researd is Robert Stanton structural approach. The object of this research is structural element, such as the fact of story ( plot, character, setting and theme ) literature medium ( title, point of view, also style and tone ). Data sources that used in this research is novel Dom Sumurup Ing Banyu written by Suparto Brata, publisher NARASI Yogyakarta, year 2006, total page 238. Data gethering technique that used divining manual technique. The data that was collected then processed by some steps, which are descriptive step, classification step, data analysis step, interpretation step, and data evaluation step. Drawing conclusion technique using drawing inductive conclusion technique.

The advantages of this research is the researches will know about density of element that build novel Dom Sumurup Ing Banyu . It is also gives clearness or lesson about patriotism attitude that addressed by starring of figuran.

Analysis result of this research inferential (1) intrinsic or structural element contained in novel Dom Sumurup Ing Banyu written by Suparto Brata is a connection, so that forming roundness or totality, (2) Novel Dom Sumurup Ing Banyu has aesthetics value that can saw from density aspect of structural element and has meaning that gives clearness about patriotism attitude in daily life.


(17)

NILAI ESTETIKA DAN MAKNA

NOVEL DOM SUMURUP ING BANYU

KARYA SUPARTO BRATA

(Suatu Tinjauan Struktural Robert Stanton)

Cyrilius Angga Mundisari1

Dra. Sundari, M. Hum2 Drs. Christiana Dwi Wardhana, M. Hum3

ABSTRAK

2011. Skripsi Jurusan Sastra Daerah, Fakultas Sastra dan Seni

Rupa, Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Karya sastra Jawa sebagai karya seni tidak cukup hanya dinikmati keindahannya saja. Akan tetapi perlu pula mendapatkan perhatian secara ilmiah, yaitu melalui suatu kajian ilmiah yang bertujuan untuk mengangkat semua aspek yang terkandung di dalamnya, melalui cara-cara atau pola pemikiran ilmiah yang berlaku, salah satunya adalah novel karya sastra Suparto Brata yang berjudul

Dom Sumurup Ing Banyu.

Masalah yang dikaji mencakup dua hal yaitu : (1) Analisis Struktural menurut teori Robert Stanton, (2) Nilai Estetika dan

Makna Novel Dom Sumurup Ing Banyu.

Tujuan dari penelitian ini adalah (1) Mendeskripsikan keterkaitan

antarunsur pembangun novel Dom Sumurup Ing Banyu yang

meliputi fakta cerita yang terdiri dari alur, karakter, latar, dan tema. Sarana Sastra yang terdiri dari judul, sudut pandang, serta gaya dan

tone. (2) Mendeskripsikan tentang nilai-nilai estetika dan makna

novel Dom Sumurup Ing Banyu.

Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode deskriptif kualitatif. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan struktural Robert Stanton. Objek penelitian ini adalah unsur-unsur struktural, baik yang berupa fakta cerita (alur, karakter, dan latar), sarana sastra (judul, sudut pandang, serta gaya

1

Mahasiswa Jurusan Sastra Daerah dengan NIM C0104004 2

Dosen Pembimbing I 3

Dosen Pembimbing II

dan tone), dan tema (tema bawahan dan tema sentral). Sumber data

yang digunakan dalam penelitian ini adalah novel Dom Sumurup

Ing banyu karya Suparto Brata, penerbit NARASI Yogyakarta, tahun 2006, jumlah halaman 238. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik pustaka. Data yang telah dikumpulkan kemudian diolah melalui beberapa tahap, yaitu tahap deskripsi, tahap klasifikasi, tahap analisis data, tahap interpretasi, dan tahap evaluasi data. Teknik penarikan simpulan menggunakan teknik penarikan simpulan induktif.

Manfaat yang dapat diperolah dari penelitian ini, yaitu peneliti dapat mengetahui tentang kepadatan unsur-unsur yang membangun novel Dom Sumurup Ing Banyu. Juga memberikan pencerahan atau pelajaran tentang sikap patriotism yang ditunjukkan oleh tokoh utama maupun bawahan.

Hasil analisis penelitian ini dapat disimpulkan (1) unsur-unsur

intrinsik atau struktural yang terdapat dalam novel Dom Sumurup

Ing Banyu karya Suparto Brata adalah suatu keterjalinan, sehingga

membentuk kebulatan atau totalitas. (2) Novel Dom Sumurup Ing

Banyu memiliki nilai estetik yang dilihat dari segi kepadatan unsur struktural dan memiliki makna yang memberi pencerahan tentang sikap patriotisme dalam kehidupan sehari-hari


(18)

NILAI ESTETIKA DAN MAKNA

NOVEL DOM SUMURUP ING BANYU

KARYA SUPARTO BRATA

(Suatu Tinjauan Struktural Robert Stanton)

Cyrilius Angga Mundisari1

Dra. Sundari, M. Hum2 Drs. Christiana Dwi Wardhana, M. Hum3

ABSTRACT

2011. Skripsi Jurusan Sastra Daerah, Fakultas Sastra dan Seni Rupa, Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Java’s literature work as an art work is more than enjoy the

beautifulness. More than that its also need to get attention scientifically by scientific lesson that aimed to raise all aspect

included, by methods or scientific thought ‘pola’ that apply. One is

novel written by Suparto Brata with tittle Dom Sumurup ing

Banyu.

Problem that learned covered two things, which are: 1) structural analysis according to Robert Stanton teori. 2) aesthetics value and

the meaning of Dom Sumurup ing Banyu novel.

The aim of this search are 1) to describe relevance inter constructor

elements of novel Dom Sumurup ing Banyu which is covered fact

of story that consist of plot, character, setting, and theme. Literatures medium that consist of title, point of view, style and Tone. 2) to describe about aesthetics value and the meaning of

Dom Sumurup ing Banyu novel.

The used method in this research is qualitative descriptive method. Approach used in this researd is Robert Stanton structural approach. The object of this research is structural element, such as the fact of story ( plot, character, setting and theme ) literature medium ( title, point of view, also style and tone ). Data sources

that used in this research is novel Dom Sumurup Ing Banyu written

1

Mahasiswa Jurusan Sastra Daerah dengan NIM C0104004 2

Dosen Pembimbing I 3

Dosen Pembimbing II

by Suparto Brata, publisher NARASI Yogyakarta, year 2006, total page 238. Data gethering technique that used divining manual technique. The data that was collected then processed by some steps, which are descriptive step, classification step, data analysis step, interpretation step, and data evaluation step. Drawing conclusion technique using drawing inductive conclusion technique.

The advantages of this research is the researches will know about

density of element that build novel Dom Sumurup Ing Banyu . It is

also gives clearness or lesson about patriotism attitude that addressed by starring of figuran.

Analysis result of this research inferential (1) intrinsic or structural

element contained in novel Dom Sumurup Ing Banyu written by

Suparto Brata is a connection, so that forming roundness or

totality, (2) Novel Dom Sumurup Ing Banyu has aesthetics value

that can saw from density aspect of structural element and has meaning that gives clearness about patriotism attitude in daily life.


(19)

commit to user

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang masalah

Kebudayaan merupakan perwujudan dari perilaku manusia sebagai anggota masyarakat. Satu konsep keindahan Jawa yang menyatakan bahwa sesuatu yang halus adalah indah. Konsep tersebut berkaitan dengan sesuatu penilaian baik buruk (ini berkaitan erat dengan cita rasa) terhadap suatu hal. Halus dan kasar pertama-tama merupakan katagori estetis. Apa yang halus itu juga indah dan yang kasar itu jelek. Dengan demikian penilaian baik buruk berdekatan dengan penilaian estetis. Banyak ragam kebudayaan yang memiliki nilai estetik, salah satunya adalah karya sastra. Karya sastra merupakan hasil tanggapan seseorang terhadap kehidupan, baik melalui pengalaman, pengetahuan, kebudayaan maupun hasil bacaan, yang dituangkan dalam bentuk tulisan. Tulisan itu dapat dipahami dan dinikmati oleh masyarakat pembaca. Hubungan antara pengarang, karya sastra, dan pembaca merupakan satu kesatuan, tidak dapat dipisah-pisahkan.

Karya sastra diciptakan pengarang pasti mengandung suatu ajaran. Ajaran itu berfungsi sebagai bekal dalam menjalankan roda kehidupan yang selalu berputar. Ajaran-ajaran itu antara lain: moral, kepemimpinan, tanggung jawab, sopan santun dan sebagainya. Lewat karya sastra ajaran yang disampaikan kepada pembaca sangat halus, yakni dalam bentuk kias dan perlambangan, bukan tembak langsung (Zainuddin fananie, 2000:46).


(20)

commit to user

Karya sastra bukanlah barang mati dan fenomena yang lumpuh, melainkan penuh daya imajinasi yang hidup. Karya sastra tidak berbeda jauh dengan fenomena manusia yang bergerak, fenomena alam yang kadang-kadang ganas, dan fenomena apa pun yang ada di dunia dan akherat. Karya sastra dapat menyebrang ke ruang dan waktu, yang kadang-kadang jauh dari jangkauan nalar manusia (Suwardi Endraswara, 2003:22).

Karya sastra adalah budidaya manusia yang berupa lisan dan tulis. Karya sastra bentuk lisan di antaranya adalah folklor, dongeng, legenda, dan sebagainya. Karya sastra seperti ini penyebarannya dari mulut ke mulut, sedangkan karya sastra bentuk tulis di antaranya cerbung, cerita pendek, drama, puisi, dan novel. Dengan menggunakan bahasa yang indah sebagai ungkapan pikiran yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis (Gorys Keraf 2004:113).Novel berbeda dengan cerpen karena novel lebih kompleks dalam segi ceritanya. Oleh karena itu, novel dapat mengemukakan sesuatu secara bebas, menyajikan sesuatu lebih banyak, lebih rinci, lebih detil, dan lebih banyak melibatkan berbagai masalah yang ada (Burhan Nurgihantoro, 2000:11). Selain itu novel tidak bisa dibaca sekali duduk berbeda dengan cerpen yang bisa dibaca dalam sekali duduk.

Novel merupakan ungkapan realita kehidupan yang selalu menarik dan pelik untuk diperhatikan. Banyak novel yang ditulis pengarang yang berkisah tentang asmara, misteri, kehidupan rumah tangga, kesetiaan, perjuangan, dan sebagainya. Masalah tersebut merupakan realitas kehidupan dari seorang pengarang yang telah mewakili gejolak jiwanya kemudian dituangkan dalam bantuk karya sastra. Novel Dom Sumurup ing Banyu karya Suparto Broto adalah kisah nyata perjalanan beliau pada saat jaman kemerdekaan RI. Hanya saja Pak


(21)

commit to user

Brata (panggilan akrap di lingkungan tempat tinggalnya) menuangkan cerita tersebut dengan nama-nama tokoh yang fiksi atau Pak Brata membuat sendiri tokoh-tokoh tersebut. Novel DSB menceritakan tentang seorang mata-mata Belanda yang berusaha masuk ke Indonesia. Seorang mata-mata tersebut diutus oleh seorang perwira staf suatu organisasi Belanda yang berdiri di Surabaya bernama Luidelmeyer. Mata-mata tersebut berusaha masuk ke tanah Indonesia lewat garis dhemarkasi Mojokerto. Belanda mengutus seorang mata-mata masuk ke Indonesia dengan tujuan mengambil gambar rumus bangunan pabrik mesiu/senjata di Batu Jamus yang dimiliki Indonesia. Pabrik mesiu/senjata ini terletak di lereng gunung Lawu sebelah barat, yang rencananya akan dihancurkan oleh Belanda. Dahulu belum seperti jaman modern sekarang ini, yang sudah ada kamera untuk memudahkan mengambil sebuah gambar. Novel Dom Sumurup ing Banyu diceritakan rumusan gambar tersebut dipotret oleh seorang mata-mata dengan mata telanjang, diingat dan kemudian dituangkan ke sebuah bentuk gambar tangan.

Herlambang adalah tokoh yang diceritakan mampu dan memiliki kemampuan memotret dengan mata telanjang yang diingat dan kemudian digambarkan kembali dalam bentuk gambar tangan. Herlambang adalah tokoh utama dalam novel Dom Sumurup ing Banyu, di novel ini diceritakan kepintaran seorang Herlambang telah banyak dipakai untuk kepentingan perang, seperti di perang dunia ke II di Pasifik. Herlambang telah membantu pasukan US-Army mengalahkan pasukan Jepang di pulau-pulau Saipan, Mariane, Iwo Jiwo, Tarakan, luzon yang dikomandani Jendral McArthur. Novel ini menceritakan tentang


(22)

commit to user

yang masuk di tanah Republik Indonesia bulan Agustus 1948. Mojokerto awal mula Herlambang memulai petualangannya sebagai spion atau mata-mata dan bertemu dengan van Grinsven perwira VDMB Belanda (Veiligheids Dienst Mariniers Brigade) yang merencanakan, mempersiapkan menyusup ke garis dhemarkasi. Persiapan penyusupan tersebut telah matang dan harus dijalankan, Herlambang adalah seorang yang profesional, dia langsung menjalankan apa yang diperitahkan hingga akhirnya Herlambang bertemu dengan seorang wanita bernama Ngestireni.mereka berdua berjalan bersama melewati rintangan kota demi kota hingga akhirnya sampai ke Batu Jamus. Sesampai di Batu Jamus Herlambang harus menemui Raden Mas Yogyantara seorang petinggi keraton Solo pada waktu itu, yang ternyata dia juga seorang ”anthek” Belanda. Raden mas Yogyantara adalah kakak Dyah Ngestireni wanita yang menemani perjalanan Herlambang. Di Batu Jamus terjadi ketegangan antara herlambang dan Raden Yogyantara tentang rumusan bangunan pabrik mesiu, dimana Herlambang ternyata bukan Herlambang melainkan adalah Hartono yang menyamar menjadi herlambang untuk mengelabui Belanda untuk menggagalkan rencana menghancurkan pabrik mesiu batu Jamus dan menangkap Raden mas Yogyantara. Pengarang Suparto Brata ingin menyampaikan pesan kepada masyarakat melalui novel ini dengan harapan agar kita sebagai penerus bangsa tetap menjunjung tinggi binneka tunggal ika, yang selama ini luntur karena pengaruh budaya barat masuk di negeri ini.

Novel Dom Sumurup ing Banyu karya Suparto Brata diangkat sebagai objek penelitian ini didasari oleh beberapa alasan berikut.


(23)

commit to user

1. Novel DSB menampilkan masalah sosial manusia yang meliputi perjuangan manusia, penderitaan, kesetiaan, kecintaan terhadap negara, kebencian, serta segala sesuatu yang dialami seorang yang membela negara hingga rela berpura-pura menjadi spion Belanda.

2. Sepengetahuan peneliti dan pengarang, Novel DSB belum diteliti, baik dari segi isi maupun bentuk.

3. Pengarang novel DSB sangat produktif, selain itu memiliki pengetahuan luas, dalam karyanya selalu menampilkan kehidupan atau sebuah perjuangan hidup yang memberikan contoh bagi pembaca.

Penulis sangat tertarik dengan permasalahan yang ada tentang kesetian terhadap tanah air dan pejuangan membela negara. Permasalahan yang muncul dalam novel ini sangat kompleks, konflik-konflik yang dihadirkan sangat menantang dan menarik. Di dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan atau analisis struktural untuk menemukan nilai-nilai estetika dan makna yang terkandung dalam Novel Dom Sumurup ing Banyu

B. Rumusan Masalah

Dengan mencermati latar belakang tersebut di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana struktur dan keterkaitan antarunsur yang membangun novel Dom Sumurup ing Banyu karya Suparto Brata yang meliputi: tema, amanat, penokohan, alur, serta latar?

2. Bagaimanakah Novel Dom Sumurup ing Banyu sebagai karya sastra memiliki nilai-nilai estetik dan makna menurut teori Robert Stanton?


(24)

commit to user

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sasaran yang hendak dicapai dalam setiap penelitian. Berhasil tidaknya suatu penelitian tergantung pada hasil pemecahan terhadap masalah yang telah ditetapkan. Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini seperti berikut ini:

1. Mendeskripsikan keterkaitan antar unsur-unsur pembangun novel Dom Sumurup ing Banyu, yang meliputi tema, amanat, alur cerita, penokohan dan latar (setting).

2. Mendeskripsikan dan menemukan nilai estetika juga makna melalui teori Robert Stanton (sarana-sarana sastra) yang terkandung di dalam novel Dom Sumurup ing Banyu

D. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun manfaat praktis. Adapun manfaat penulisan sebagai berikut:

1. Secara Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya konsep, teori, dan prinsip sastra yang selanjutnya dapat menjadi masukan yang berguna bagi perkembangan ilmu sastra.

2. Secara Praktis

a. Penelitian ini agar dapat membantu dalam usaha memperkaya khasanah penelitian sastra atau hal-hal yang terungkap melalui karya


(25)

commit to user

sastra, sebab apa yang terkandung didalamnya mempunyai relevansi dengan kehidupan manusia.

b. Hasil penelitian ini bisa sebagai acuan untuk peneliti selanjutnya. c. Bisa dimanfaatkan oleh pengarang muda sebagai pengayaan tentang

penulisan karya sastra.

d. Bisa dimanfaatkan oleh guru bahasa dan sastra Jawa dalam hal menambah materi pengajaran sastra.

E. Sistematika Penulisan

Secara garis besar penelitian terhadap novel Dom Sumurup ing Banyu ini akan dibahas dalam beberapa bab, adapun susunannya sebagai berikut:

Bab I : PENDAHULUAN yang meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II : LANDASAN TEORI, meliputi pendekatan struktural, aspek nilai-nilai estetika dan makna yang terkandung di dalam karya sastra yang membangun novel Dom Sumuruping Banyu.

Bab III : METODE PENELITIAN, meliputi metode dan bentuk penelitian, sumber data dan data, teknik pengupulan data, teknik analisis data.

Bab IV : ANALISIS DATA, yang meliputi tinjauan struktural novel Dom Sumurup ing Banyu yang meliputi alur, tema, amanat, serta penokohan. Menemukan dan menganalisis nilai-nilai estetika dan makna yang terkandung dalam novel DSB.


(26)

commit to user


(27)

commit to user

9

BAB II

LANDASAN TEORI

Landasan teori dalam suatu penelitian akan lebih membantu penulis dalam menganalisis permasalahan yang ada di dalam penelitian tersebut. Mengingat hal tersebut maka dalam suatu penelitian sebaiknya berpegang pada suatu paham atau teori tertentu, sehingga arah dan tujuan dari penelitian tersebut akan lebih jelas dan mudah untuk dikaji.

Judul penelitian menjelaskan bahwa yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis struktural. Analisis struktural harus dilakukan terlebih dahulu sebagai langkah awal dalam setiap penelitian karya sastra, maka dalam penelitian ini penulis akan menggunakan dua macam pendekatan. Pertama adalah pendekatan struktural, yaitu suatu pendekatan yang menekankan pada segi intrinsik, merupakan suatu totalitas kerangka pembangun karya sastra tersebut. Namun, satu hal yang perlu diperhatikan adalah, pemahaman dan pengkajian unsur struktural harus ditopang oleh pengetahuan yang mendalam tentang pengertian, peran, fungsi, dan segala sesuatu yang berkaitan dengan unsur itu (Tirto Suwondo, 1994: 75). Sebagai pelengkapnya akan digunakan pendekatan estetika sastra, sebagai pendekatan kedua, yang membahas tentang nilai- nilai keindahan yang terkandung dalam karya sastra khususnya novel atau karya sastra tulis, dan menemukan makna dibalik karya sastra tersebut yang berhubungan dengan kehidupan masyarakat pendukung karya sastra itu.


(28)

commit to user

A. Teori Analisis Struktural

Pendekatan struktural adalah pendekatan yang digunakan dalam usaha memahami karya sastra dengan memperhitungkan struktur atau unsur-unsru pembentuk karya sastra sebagai jalinan yang utuh. Pendekatan struktural yang digunakan di dalam analisis bermaksud untuk membongkar dan memaparkan secermat mungkin keterjalinan dan keterkaitan semua unsur-unsur karya sastra yang bersama-sama menghasilkan makna yang menyeluruh (Teeuw, 1984:36).

Pendekatan struktural yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan struktural model Robert Stanton. Robert Stanton (2007:97), menyatakan bahwa untuk menganalisis novel sebaiknya dilihat terlebih dahulu prinsip kepaduan sebuah novel. Kepaduan di sini berarti seluruh aspek dari karya sastra harus berkontribusi penuh pada maksud utama atau tema.

Dengan demikian, pendekatan struktural memandang karya sastra sebagai suatu kesatuan yang utuh, terdiri dari unsur-unsur yang memiliki suatu keterkaitan dan dapat membentuk suatu makna yang menyeluruh. Robert Stanton menyatakan bahwa struktur karya sastra meliputi 3 kategori, yaitu: fakta cerita, sarana sastra, dan tema.

1. Fakta-fakta Cerita

Karakter, alur, dan latar merupakan fakta-fakta cerita. Elemen-elemen ini berfungsi sebagai catatan imajinatif dari sebuah cerita. Jika dirangkum menjadi satu, semua elemen ini dinamakan „struktur faktual‟ atau „tingkatan faktual‟ cerita (Robert Stanton, 2007:22).


(29)

commit to user

a. Alur

Alur merupakan rangkaian peristiwa-peristiwa dalam cerita. Istilah alur biasanya terbatas pada peristiwa-peristiwa yang berhubung secara kausal saja. Peristiwa kausal merupakan peristiwa yang menyebabkan atau menjadi dampak dari berbagai peristiwa yang lain, dan tidak dapat diabaikan karena akan berpengaruh pada keseluruhan karya (Robert Stanton, 2007:26).

Alur merupakan tulang punggung cerita. Berbeda dengan elemen-elemen lain, alur dapat membuktikan dirinya sendiri meskipun jarang diulas panjang lebar dalam sebuah analisis. Sebuah cerita tidak akan pernah seutuhnya dapat dimengerti tanpa adanya pemahaman terhadap peristiwa-peristiwa yang mempertautkan alur, hubungan kausalitas, dan keberpengaruhannya. Sama halnya dengan elemen-elemen lain, alur memiliki hukum-hukum sendiri. Alur hendaknya memiliki bagian awal, tengah, dan akhir yang nyata, meyakinkan, dan logis, dapat menciptakan bermacam kejutan, serta memunculkan sekaligus mengakhiri ketegangan-ketegangan (Robert Stanton, 2007:28).

Awal cerita memperkenalkan peristiwa yang membuat pembaca mendapatkan informasi yang penting, berkaitan dengan hal-hal yang muncul pada kejadian selanjutnya. Bagian tengah menampilkan konflik yang sudah mulai dimunculkan pada bagian awal dan konflik itu semakin meningkat hingga mencapai klimaks. Bagian akhir merupakan penyelesaian dari klimaks dan menjadi bagian akhir cerita.

Alur sebuah cerita harus bersifat saling terkait, antara peristiwa yang satu dengan yang lain, antara peristiwa yang diceritakan terlebih dahulu dengan yang diceritakan kemudian, terdapat hubungan dan sifat saling terkait. Keterkaitan antar peristiwa yang dikisahkan akan mempermudah pemahaman pembaca terhadap cerita yang ditampilkan. Sebaliknya, alur sebuah karya fiksi yang ruwet dan sulit


(30)

commit to user

dikenali hubungan kausalitas antar peristiwanya menyebabkan cerita menjadi lebih sulit dipahami.

Dua elemen dasar yang membangun alur adalah „konflik‟ dan „klimaks‟. Konflik dibagi atas konflik internal dan konflik eksternal. Konflik internal merupakan konflik antara dua keinginan dalam diri seorang tokoh; sedangkan konflik eksternal merupakan konflik antara tokoh yang satu dengan tokoh yang lain (antar tokoh), atau antara tokoh dengan lingkungannya. Konflik-konflik ini merupakan subordinasi dari satu “konflik utama”, baik yang bersifat internal, eksternal, maupun dua-duanya. Konflik utama selalu merupakan pertentangan antara dua nilai atau kekuatan yang mendasar, seperti kejujuran dan kemunafikan dengan individualitas, dan pemaksaan untuk disetujui dan sebagainya. Sebuah cerita mungkin mengandung lebih dari satu konflik, tetapi hanya konflik utamalah yang dapat merangkum seluruh peristiwa yang terjadi dalam alur. Konflik utama merupakan inti cerita atau tema (Robert Stanton, 2007:31―32).

Konflik yang muncul dalam cerita mengarah pada klimaks, yaitu saat konflik telah mencapai puncak, dan hal ini merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari kejadiaannya. Klimaks sangat menentukan perkembangan plot. Robert Stanton (2007:32), menyatakan sebagai berikut.

„Klimaks‟ adalah saat ketika konflik terasa sangat intens, sehingga ending tidak dapat dihindari lagi. Klimaks hanya dimungkinkan ada dan terjadi jika ada konflik. Namun, tidak semua konflik harus mencapai klimaks. Hal itu sejalan dengan keadaan bahwa tidak semua konflik harus mempunyai penyelesaian. Klimaks sangat menentukan (arah) perkembangan alur yang akan diselesaikan. Klimaks merupakan titik yang mempertemukan kekuatan-kekuatan konflik dan menentukan bagaimana oposisi tersebut dapat terselesaikan. Satu kekuatan mungkin menaklukan kekuatan lain, namun selayaknya kehidupan, keseimbanganlah yang sering kali menjadi penyelesaian, karena tidak ada satu kekuatan pun yang sepenuhnya kalah atau menang. Klimaks utama sering berwujud satu peristiwa yang tidak terlalu spektakuler. Klimaks utama tersebut acapkali sulit dikenali karena konflik-konflik subordinat pun memiliki klimaks-klimaksnya sendiri. Bahkan, konflik sebuah cerita terwujud dalam berbagai bentuk atau cara dan melalui beberapa fase yang berlainan, akan sangat tidak mungkin menentukan satu klimaks utama.


(31)

commit to user

b. Karakter

Karakter dapat berarti „pelaku‟ dan dapat pula berarti „perwatakan‟, keterkaitan antara seorang tokoh dengan perwatakan yang dimiliki, memang merupakan suatu kesatuan yang utuh, dapat dikatakan bahwa seorang tokoh dalam cerita diciptakan bersama dengan perwatakan yang dimilikinya.

Karakter biasanya dipakai dalam dua konteks; konteks pertama, karakter merujuk pada individu-individu yang muncul dalam cerita; konteks kedua, karakter merujuk pada percampuran dari berbagai kepentingan, keinginan, emosi, dan prinsip moral dari idividu-individu tersebut. Dalam sebagian besar cerita dapat ditemui satu karakter utama , yaitu karakter yang terkait dengan semua peristiwa yang berlangsung dalam cerita. Dengan pembagian karakter menjadi dua konteks tersebut, setidaknya dapat menganalisis dan mengamati tokoh cerita atau karakter dengan merujuk pada dua hal, yakni antara individu-individu yang muncul dalam cerita, dan pada percampuran berbagai kepentigan dari individu-individu tersebut sehingga bisa ditemukan karakter atau tokoh utama (Robert Stanton, 2007:33).

Alasan seorang tokoh untuk melakukan suatu tindakan dinamakan „motivasi‟. Robert Stanton (2007:33), membedakan motivasi menjadi dua jenis, yakni „motivasi spesifik‟ dan „motivasi dasar‟. Motivasi spesifik seorang tokoh adalah alasan atas reaksi spontan yang mungkin juga tidak disadari, yang ditunjukkan oleh adegan atau dialog tertentu. Motivasi dasar adalah suatu aspek umum dari satu tokoh (hasrat dan maksud yang memandu sang tokoh) dalam melewati keseluruhan cerita. Dari kedua motivasi ini, seorang tokoh bisa dicermati atas tindakan yang dilakukan.

c. Latar

Latar adalah lingkungan yang melingkupi sebuah peristiwa dalam cerita, semua hal yang dapat berinteraksi dengan peristiwa-peristiwa yang sedang


(32)

commit to user

berlangsung. Latar dapat berwujud dekor (sebuah cafe di Paris, Pegunungan di California, sebuah jalan buntu di sudut kota Dublin, dan sebagainya). Latar juga dapat berwujud waktu-waktu tertentu (hari, bulan, dan tahun), cuaca atau satu periode sejarah. Meski secara tidak langsung merangkum sang karakter utama, latar dapat merangkum orang-orang yang menjadi dekor dalam cerita (Robert Stanton, 2007:35).

Dalam berbagai cerita dapat dilihat bahwa latar memiliki daya untuk memunculkan mood dan tone emosional yang melingkupi sang karakter.

Tone adalah sikap emosional pengarang yang ditampilkan dalam cerita. Tone bisa terlihat dalam berbagai wujud, baik yang ringan, romantis, misterius, senyap, bagai mimpi, atau bahkan penuh perasaan. Ketika seorang pengarang mampu berbagi “perasaan” (mood) dengan sang karakter, dan ketika perasaan itu tercermin pada lingkungan, tone menjadi identik dengan „atmosfer‟. Atmosfer bisa jadi merupakan cermin yang merefleksikan suasana jiwa sang karakter, agar perilaku sang karakter atau orang-orang di luar dirinya dapat sepenuhnya dimengerti (Robert Stanton, 2007:63).

Dengan demikian, latar sebagai salah satu unsur fiksi, berhubungan langsung dan mempengaruhi pengaluran dan penokohan. Latar sebagai bagian cerita yang tidak dapat dipisahkan. Unsur latar dapat dibedakan menjadi 3 unsur pokok, yaitu latar tempat, latar waktu, dan latar sosial. Ketiga unsur tersebut meskipun masing-masing menampilkan permasalahan yang berbeda dan dapat dibicarakan secara sendiri, namun pada kenyataannya saling berkaitan dan saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Latar tempat berkaitan dengan lokasi tempat terjadinya peristiwa yang diceritakandalam sebuah karya fiksi (nama tempat, pegunungan, restaurant,dan sebagainya); latar waktu berkaitan dengan masalah „kapan‟ terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi (hari, bulan, dan tahun); latar sosial berkaitan dengen perilaku


(33)

commit to user

kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi (tradisi, adat-istiadat, pandangan hidup, dan sebagainya).

d. Tema

Tema merupakan aspek cerita yang sejajar dengan „makna‟ dalam pengalaman manusai; sesuatu yang menjadikan suatu pengalaman begitu diingat. Ada banyak cerita yang mengambarkan dan menelaah kejadian atau emosi yang dialami manusia seperti cinta, derita, rasa takut, kedewasaan, keyakinan, pengkhianatan manusia terhadap dirisendiri, atau bahkan yang lainnya. Beberapa cerita bermaksud menghakimi tindakan karakter-karakter di dalamnya dengan memberi atribut „baik‟ atau „buruk‟. Cerita-cerita lain memusatkan perhatian pada persoalan moral tanpa bermaksud memberi penilaian dan seolah-oleh hanya berkata „inilah hidup‟ (Robert Stanto, 2007:36―37).

Tema dapat bersinonim dengan ide utama (central idea) atau tujuan utama (central purpose). Tema dibagi menjadi dua bagian, yaitu tema sentral atau tema mayor atau ide utama yang menjdaikan cerita berfokus dan saling memiliki keterkaitan antara satu unsur dengan unsur yang lain, untuk membentuk makna cerita yang utuh. Makna pokok cerita tersirat dalam sebagian besar keseluruhan cerita, bukan makna yang hanya terdapat pada bagian-bagian tertentu cerita saja. Tema bawahan atau tema minoe adalah makna yang terdapat pada bagian-bagian tertentu cerita atau makna tambahan. Makna tambahan itu bersifat mendukung atau mencerminkan makna utama atau keseluruhan cerita.

Dalam usaha menemukan dan menafsirkan tema sebuah novel secara lebih rinci, Robert Stanton (2007:44―45), menyatakan adanya sejumlah kriteria yang dapat diikuti sebagai berikut.

Pertama, penafsiran tema sebuah novel hendaknya mempertimbangkan tiap detail yang menonjol. Hal ini disebabkan pada detail-detail yang menonjol (ditonjolkan) itulah pada umumnya sesuatu yang ingin disampaikan. Detail cerita yang


(34)

commit to user

demikian diperkirakan beradadi sekitar persoalan utama. Dengan demikian tokoh-masalah-konflik utama merupakan tempat yang paling strategis untuk mengungkapkan tema utama sebuah novel; kedua, penafsiran tema sebuah novel hendaknyatidak bersifat bertentangan dengan tiap detai cerita; ketiga, penafsiran tema sebuah novel hendaknya tidak mendasarkan diri pada bukti-bukti yang tidak dinyatakan (baik secara langsung maupun tidak langsung) dalam novel yang bersangkutan. Tema cerita tidak dapat ditafsirkan hanya berdasarkan perkiraan, sesuatu yang dibayangkan ada dalam cerita, atau informasi yang kurang dapat dipercaya; keempat, penafsiran tema sebuah novel haruslah mendasarkan diri pada bukti-bukti yang secara langsung adat atau disaran dalam cerita. Penunjukkan tema sebuah cerita haruslah dapat dibuktikan dengan data-data atau detai-detail cerita yang terdapat dalam cerita itu, baik yang berupa bukti-bukti langsung, artinya hanya berupa penafsiran terhadap kata-kata yang ada.

Dari fakta-fakta cerita yang ada, didukung dengan sarana-sarana sastra, maka makna totalitas dari suatu karya sastra cenderung dapat dimunculkan melalui analisis dari unsur-unsur yang membangun karya sastra tersebut.

2. Sarana Sastra

Sarana-sarana sastra dapat diartikan sebagai metode (pengarang ) memilih dan menyusun detail cerita agar tercapai pola-pola yang bermakna. Metode semacam ini perlu, karena dengan sarana-sarana itu pembaca dapat melihat berbagai fakta melalui kacamata pengarang.

a. Judul

Pembaca pada umumnya mengira bahwa judul selalu relevan terhadap karya yang diampunya, sehingga keduanya membentuk suatu kesatuan. Pendapat ini dapat diterima ketika judul mengacu pada sang karakter utama atau satu latar tertentu, akan tetapi judul seringkali menjadi petunjuk makna cerita yang bersangkutan (Robert Stanton, 2007:51). Judul berhubungan dengan cerita secara


(35)

commit to user

keseluruhan karena merujuk pada karakter, latar, dan tema. Judul merupakan kunci pada makna cerita. Seringkali judul dari karya sastra mempunyai beberapa makna yang terkandung dalam cerita, judul juga dapat merupakan sindiran terhadap kondisi yang ingin dikritisi oleh pengarang, dapat juga dikatakan sebagai kesimpulan terhadap keadaan yang sebenarnya dalam cerita.

b. Sudut Pandang

Sudut pandang dapat dikatakan sebagai dasar berpijak pembaca untuk melihat peristiwa-peristiwa dalam cerita. Pengarang sengaja memilih sudut pandang secara berhati-hati agar dapat memiliki berbagai posisi dan berbagai hubungan dengan setiap peristiwa dalam cerita (baik di dalam maupun di luar tokoh), dan secara emosinal terlibat atau tidak.

Robert Stanton (2007:53), berpendapat bahwa pemikiran dan emosi para arakter hanya dapat diketahui melalui berbagai tindakan yang mereka lakukan. Pendeknya, „kita‟ memiliki posisi yang berbeda , memiliki hubungan yang berbeda dengan tiap peristiwa dalam cerita (di dalam atau di luar satu karakter, menyatu atau terpisah secara emosional), „posisi‟ ini sebagai pusat kesadaran, tempat di mana kita dapat memahami setiap peristiwa dalam cerita, maka dinamakan „sudut pandang‟.

Robert Stanton (2007:53―54), membagi sudut pandang menjadi 4 tipe utama.

1. Orang pertama-utama, sang karakter utama bercerita dengan kata-katanya sendiri.

2. Orang pertama-sampingan, cerita dituturkan oleh satu karakter sampingan.

3. Orang ketiga-terbatas, pengarang mengacu pada semua karakter dan memposisikannya sebagai orang ketiga, tetapi hanya mengambarkan apa yang dapat dilihat, didengar, dan diperkirakan oleh satu orang karakter saja.

4. Orang ketiga-tidak terbatas, pengarang mengacu pada setiap karakter dan memposisikannya sebagai orang ketiga. Pengarang juga dapat membuat beberapa karakter, melihat,


(36)

commit to user

mendengar, atau berfikir, atau bahkan saat tidak ada satu karakter pun hadir.

c. Gaya dan Tone

Gaya adalah cara pengarang dalam menggunakan bahasa. Meski dua orang pengarang memakai alur, karkter, dan latar yang sama, namun hasil tulisan keduanya bisa sangat berbeda. Perbedaan tersebut secara umum terletak pada bahasa dan meyebar dalam berbagai aspek; seperti kerumitan, ritme, panjang-pendek kalimat, pada bagian-bagian, humor, kenyataan, dan banyaknya imaji, serta metafora. Campuran dari berbagai aspek tersebut akan menghasilkan gaya (Robert Stanton, 2007:61).

Satu elemen yang amat terkait dengan gaya adalah „tone‟. Tone adalah sikap emosinal pengarang yang ditampilkan dala cerita. Tone bisa tampak dalam berbagai wujud, baik yang tingan, romantis, misterius, senyap, bagai mimpi, atau penuh perasaan. Ketika seorang pengarang mampu berbagai “perasaan” dengan sang karakter, dan ketika perasaan itu tercermin pada lingkungan, tone menjdi identik dengan “atmosfer”. Pada posisi tertentu tone dimunculkan oleh fakta-fakta. Satu cerita yang mengisahkan tentang seorang pembunuh berkapak, maka akan memunculkan tone „gila‟, akan tetapi yang terpenting adalah ppilihan detail pengarang ketika meyodorkan fakta-fakta itu dan tentu saja gaya pengarang sendiri (Robert Stanton, 2007:63).

B. Nilai Estetika dan Makna

Estetika sastra adalah aspek keindahan yang terkandung dalam sastra. Pada umumnya aspek-aspek keindahan sastra didominasi oleh gaya bahasa. Mengingat bahwa penelitian ini menggunakan penelitian struktural, maka kriteria yang dikemukakan adalah kriteria yang sesuai dengan prinsip-prinsip strukturalisme. Menurut paham strukturalisme, suatu karya sastra itu memiliki nilai estetik apabila; (a) memiliki kepadatan struktural (b) stilistika.


(37)

commit to user

19 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Bentuk Penelitian

Bentuk penelitian ini adalah diskriptif kualitatif. Adapun tujuan dari penelitian diskriptif kualitatif adalah untuk memperoleh gambaran atau diskripsi mengenai kualitas dari objek yang dikaji, dalam hal ini adalah karya sastra yang berbentuk novel.

Penelitian deskriptif kualitatif memiliki karakterisasi ialah penelitian yang memusatkan perhatiannya pada deskripsi. Data yang dikumpulkan berwujud kata-kata atau gambaran yang artinya lebih dari sekadar angka atau jumlah. Untuk memperoleh data atau melengkapi data, peneliti mengadakan studi pustaka, ialah dengan mencari informasi melalui buku-buku, karangan-karangan ilmiah seperti skripsi, makalah, naskah-naskah, dan dokumen untuk usaha pengembangan validitas data (HB. Sutopo, 2006: 81).

B. Sumber Data dan Data a. Sumber Data

Sumber data primer dalam penelitian ini adalah novel yang berjudul Dom Sumurup ing Banyu karya Suparto Brata cetakan pertama, penerbit NARASI Yogyakarta, terdiri atas 238 halaman.

Sumber data sekunder yaitu berupa tulisan-tulisan dan referensi yang mendukung topik penelitian.


(38)

commit to user

b. Data

Data dalam penelitian ini adalah:

1. Data primer yaitu unsur-unsur intrinsik teks Novel Dom Sumurup ing Banyu.

2. Data sekunder yaitu informasi dari buku-buku dan referensi yang relevan dengan penelitian.

C. Teknik Pengumpulan Data

Data disediakan dari sumber data. Teknik pengumpulan data berkaitan erat dengan sumber data. Data yang diperoleh dari sumber data tertulis termasuk novel DSB mempunyai sifat yang berbeda dengan data yang diperoleh dari sumber lisan (pengarang, narasumber). Perbedaan sifat itu ditampakkan dalam tiga teknik pengumpulan data berikut:

1. Teknik Analisis Struktural

Teknik ini digunakan untuk mengambil data literer. Data yang membangun unsur-unsur intrinsik struktur novel DSB, sehingga didapat data katagoris yang berupa: tema, amanat, alur, plot, penokohan, latar (setting). Teknik ini juga dapat digunakan untuk mendapatkan atau menemukan nilai-nilai estetika dan makna yang terkandung di dalam sebuah karya sastra khususnya novel.

2. Teknik Kepustakaan

Menurut Edi Subroto (2007) teknik kepustakaan adalah teknik yang dilakuakan dengan cara pengumpulan data berdasarkan dokomen tertulis/arsip. Teknik ini dilakukan terhadap data tertulis jika ada dan dimungkinkan (terutama dalam


(39)

commit to user

penelitian bahasa). Istilah teknik kepustakaan disebut juga content analysis. HB Sutopo (2006) menjelaskan bahwa Teknik ini dipakai untuk pengumpulan data utama (novel) dan tulisan lain yang berkaitan dengan novel dan pengarangnya.

Dokumen tertulis dan arsip merupakan data yang sering memiliki posisi penting dalam penelitian kualitatif. Dokumen bisa memiliki beragam bentuk, dari yang ditulis sederhana sampai yang lebih lengkap dan kompleks, dan bahkan bisa berupa benda-benda lainnya sebagai peninggalan masa lampau. Sabagai catatan formal arsip sering memiliki peran sebagai sumber informasi yang sangat berharga bagi pemahaman suatu pristiwa. Sumber data yang berupa arsip dan dokumen biasanya merupakan sumber data pokok, terutama untuk mendukung proses interpretasi dari setiap pristiwa yang diteliti.

Teknik mencatat dokumen ini disebut content analysis, untuk menemukan berbagai hal sesuai dengan kebutuhan dan tujuan penelitiannya. Dalam penelitian ini perlu disadari bahwa peneliti bukan sekedar mencatat isi penting yang tersurat dalam dokumen atau arsip, tetapi juga maknanya yang tersirat. Maka dari itu, peliti harus bersikap kritis dan teliti ( HB. Sutopo, 2006: 81). Teknik ini juga sering pula disebut sebagai analisis isi/dokumen. Cara kerjanya adalah dengan memeriksa dan menampilkan berbagai macam data yang bersumber dari artikel, beberapa makalah, makalah seminar atau diskusi, dan beberapa tulisan lain

Penggunaan teknik kepustakaan diikuti langkah lanjutan yang berupa penyimakan, dan pencatatan terhadap (yang dianggap) data, untuk kemudian diklasifikasi, dipilih, dan dipilah sebagai data. Dengan demikian wujud data yang diperoleh berupa catatan-catatan dalam kartu data.


(40)

commit to user

D. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis interaktif. Dalam teknik analisis interaktif ini peneliti bergerak dalam tiga komponen analisis yang dapat dijelaskan sebagai berikut: setelah data yang berupa kata, frasa, kalimat, wacana, dan lain-lain, data yang dikumpulkan dengan teknik analisis struktural, flow chart maupun wawancara, langkah selanjutnya adalah dilakukan proses seleksi data, proses selaksi data ini dengan reduksi data berdasarkan kartu data yang ada. Dalam reduksi data ini peneliti melakukan proses seleksi data dengan mengklasifikasi data yang diarahkan sesuai dengan tema dan masalah penelitian. Tahap selanjutnya adalah penyajian data, data yang telah terseleksi tersebut kemudian diolah, disusun dan disajikan, setelah itu dilakukan penarikan kesimpulan.


(41)

commit to user

23

BAB IV

ANALISIS DATA

A. ANALISIS STRUKTURAL

1. Fakta Cerita

Fakta cerita yaitu meliputi karakter, alur, dan latar. Elemen-elemen ini berfungsi sebagai catatan kejadian imaginatif dari sebuah cerita. Pembahasan fakta cerita Dom Sumurup ing Banyu adalah sebagai berikut:

a. Alur

Alur secara umum merupakan rangkaian peristiwa-peristiwa dalam sebuah cerita. Alur dalam Dom novel Sumurup ing Banyu pada penelitian ini menggunakan alur maju mundur, yaitu urutan kejadian atau cerita yang dikisahkan dalam karya fiksi urut sampai akhir cerita, kemudian ada peristiwa yang ditarik ke belakang atau flash back. Analisis alur novel Dom Sumurup ing Banyu berupa kutipan peristiwa-peristiwa yang dialami oleh tokoh dalam cerita.

1) Tahapan alur

Tahapan alur dalam novel Dom Sumurup ing Banyu dapat diuraikan pada tahap-tahap sebagai berikut:

a) Tahapan awal

Tahap awal novel Dom Sumurup ing Banyu menceritakan tentang keadaan kota Mojokerto yang pada saat itu ada sebuah restoran yang bernama


(42)

commit to user

restoran Tong Sien. Restoran Tong Sien terkenal akan masakan-masakan Cina dan para wanita yang melayani setiap para pengunjung datang. Restoran Tong Sien inilah awal cerita pengenalan seorang Herlambang yang bertemu dengan Van Grinsven untuk membicarakan tentang misinya menjadi seorang mata-mata, yang akan berangkat ke Batu Jamus.

… Jres! Ana wong liya ngurupake, dicungake marang rokoke

serdhadhu Walanda mau …

“Dank uwel!” wasana ujare lan banjur ngempakake rokoke.

“ora kepenak ngombe bir ijen” wong sing aweh geni mau omong.

Kalem, dedege pideksa, klambine putih lengen dawa, clanane biru gargarbadin. Sajak wong sing kulina urip mubra-mubru.

… nganggo basa Walanda “Priye, Meneer Van Grinsven, apa aku bisa metu saka Mojokerto sore iki?”

“kudu bisa. Saka restoran iki kowe mengko mlaku ngiwa. Watara satus meter ana gang ngiwa. Ing gang kuwi ana jip … (Suparto Brata, 2006:3-4).

Terjemahan:

… Jres! Ada orang lain yang menyalakan, diacungkan ke rokok serdadu Belanda tadi…

“Terima kasih” katanya dan kemudian menyalakan rokoknya

“Tidak enak minum bir sendirian” orang yang member api tadi berbicara. Tenang, badannya perkasa, bajunya putih lengan panjang, celana biru. Seperti orng yang terbiasa hidup hura-hura … memakai bahasa Belanda “Bagaimana, mener van Grinsven, apakah aku bisa keluar dari kota Mojokerto sore ini?”

“harus bisa. Dari restoran ini kamu nanti berjalan ke kiri. Kira-kira seratus meter ada gang kiri. Di gang itu ada jip…

Pembicaraan Van Grinsven dan Herlambang mencapai kesepakatan. Herlambang segera berangkat menuju tempat yang telah dibicarakan dengan menggunakan jip, kendaraan yang telah dijanjikan oleh Van Grinsven kepada Herlambang. Dari sinilah awal pertemuan Herlambang bertemu dengan wanita yang bernama Dyah Ngesthireni. Pertemuan Herlambang dengan Ngesthireni tidak ada dalam pembicaraan Herlambang dengan Van Grinsven, akan tetapi


(43)

commit to user

Ngesthireni inilah yang menemani separuh perjalanan Herlambang menuju Batu Jamus.

….

“Goede middag, meneer Herlambang!” suwarane wong ing

sopiran jip.

Nglimpreg semangate Herlambang! Pucuk pistol ngacung, meh wae nyuleg mripate! “edan tenan! Iki mesthi pokale Van

Grinsven!” pangunandikane Herlambang. Van Grinsven jan wis

maeka dheweke tenan! Modar saikimu! … (Suparto Brata, 2006:10).

Terjemahan: …

Goede middag, mener Herlambang!” suara orang di dalam jip Lemas semangat Herlambang! Pucuk pistol hampir saja mengenai matanya! “gila! Ini pasti akal-akalan van Grinsven” katanya dalam hati

Cerita selanjutnya Herlambang dan Ngesthireni berangkat meninggalkan kota Mojokerto. Sebelum meninggalkan kota Mojokerto, Ngesthireni mengingatkan Herlambang untuk berganti pakaian yang telah disediakan oleh Van Grinsven untuk berjaga-jaga melewati penjagaan tentera Belanda yang ketat. Pakaian tersebut disiapkan Van Grinsven agar Herlambang dapat keluar dari kota Mojokerto dan melanjutkan misinya, dan sampai di ujung kota mereka dihadang penjagaan.

… jip diendheg ing penjagaan. Ana wong landa papat sikep gegaman ngepung jip. Salah sijine kulite ireng, brintik. Genah dudu landa. Landa tenan sing pangkate sersan nginguk jip mandheg.

“Goede middag meneer. Ik ben Ngesthireni …!” ujare wong

wadon mau karo ngelungake kartu pengenal lan surat jalan.

“Goed! Gaa maar door! Cepet sopir, ya! Ini nona musti sampai … wat moet ik zegen?” sersan totok mau kandha.

“Jalan terus ya! Sebelum itu matahari verdwenen harus sudah sampai Brangkal.” Si sinyo ireng milung printah.

Herlambang ora kakehan rembug. Manthuk, terus amblas! (Suparto Brata, 2006:15).


(44)

commit to user

Terjemahan:

… jip dihadang di penjagaan. Ada orang Belanda yang membawa senjata. Salah satunya berkulit hitam. Pasti bukan orang Belanda. “Goede middag mener. Saya Ngesthireni…!” kata wanita itu sambil memberikan kartu pengenal dan surat jalan.

Goed! Gaa maar door! Cepat sopir, ya! Ini nona mesti sampai…wat moet ik zegen?” sersan tersebut member perintah. “jalan terus ya! Sebelum matahari terbenam harus sudah sampai di Brangkal.”

Herlambang tidak banyak berbicara. Mengangguk dan terus jalan!

Ternyata penjagaan tidak hanya di Mojokerto saja, akan tetapi di banyak tempat. Herlambang dan Ngesthireni harus bisa melewatinya. Perjalanan Herlambang tidaklah mudah, di tengah perjalanan menuju Brangkal menemui penjagaan yang lebih ketat lagi, menjadikan Herlambang dan Ngesthireni ke tanah dhemarkasi untuk berlindung. Tanah dhermarkasi adalah perbatasan antara wilayah jajahan Belanda dan wilayah Indonesia. Perbatasan tersebut dijaga oleh orang Indonesia. Herlambang dan Ngesthireni harus berjalan menuju tanah dhemarkasi karena jip yang mereka kendarai tercebur ke sungai pada saat ada penjagaan yang berubah menjadi perang.

Throl! Throl-throl-throl! Dhor-dhor-dhor-dhor! Dhet-dhet-dhet! … Herlambang manteg gas. Pikirane ora lali karo cucuke 12,7 kang ngetutake lakune jip mau.

Embuh pirang puluh meter saka ajang perang mau, jipe mbentur

galengan pinggir dalan, banjur njempalik. Nglumpati galengan …

(Suparto Brata, 2006:21-22). Terjemahan:

Throl! Throl-throl-throl! Dhor-dhor-dhor-dhor! Dhet-dhet-dhet!

Herlambang menginjak gas. Pikirannya tertuju pada pucuk 12,7 yang mengikuti jalannya jip.


(45)

commit to user

Entah berapa puluh meter dari ajang perang tadi, jip itu menabrak pinggiran jalan dan terbalik.

Cerita selanjutnya di tengah perjalanan ke demarkasi, Ngesthireni membuka sedikit jati dirinya, yang semenjak awal bersama Herlambang dia belum cerita siapa dirinya.

…”Ck! Rumangsamu apa bisa prawan-prawan Jawa sing diemot

ing kapal Nipon dijanjeni layar nyang Tokyo tibake nglandrah kebucang ing Pulo Seram lan sapanunggalane isih tetep prawan?

… nalika pasukan Inggris ndharat mrana, aku dadi juru ketik.

Melu perang pisan.” (Suparto Brata, 2006:31) Terjemahan:

…”Ck! Apa bisa perawan-perawan Jawa yang dibawa kapal Nipon

dijanjikan sampai Tokyo akan tetapi dibuang ke pulau Seram dan apakah tetap masih perawan?”

… ketika pasukan Inggris mendarat di sana, aku jadi juru ketik. Ikut perang juga.

Akhirnya Herlambang dan Ngesthireni sampai di tanah demarkasi (Peterongan). Akan tetapi sampai di pos penjagaan mereka dihadang oleh para penjaga pos dhemarkasi dan bertemu dengan Sagriwa (kepala Penjagaan di tanah dhemarkasi). Mereka berdua diperiksa guna memastikan apakah Herlambang dan Ngesthireni mata-mata Belanda atau pejuang Indonesia. Mereka mengaku sebagai suami istri.

Sajrone Herlambang omong, pengawal-pengawal sing nggawa bedhil mau ngupengi Herlambang. Nanging Herlambang sajak ora nggape.

“Heh-heh-heh! Ora! Kabeh wae wong anyar katon kudu dititi

priksa! Iya ta?”


(46)

commit to user

“O, la yen pancen aturane kene ngono yo kepriye maneh.”

Dheweke nguculi tommygun, bedhil otomatissing cendhak kuwi …(Suparto Brata, 2006:37-38)

Terjemahan: …

Serambi Herlambang berbicara, para pengawal sudah mengepungnya. Akan tetapi Herlambang seperti tidak peduli. …

“heh-heh-heh! Tidak! Semua orang baru harus diperiksa! Iya kan?” …

“O, kalau itu memang peraturannya harus bagaimana lagi” dia melepaskan tommygun, senjata otomatis.

Di tanah demarkasi, Herlambang dan Ngesthireni mendapat pengawalan ketat, diperiksa sampai semaksimal mungkin. Pemeriksaan dari surat-surat ijin yang mereka bawa, sampai kepemeriksaan badan, untuk memastikan mereka bukan mata-mata musuh. Walaupun mereka sudah diperiksa, Pengkuh (lentan di tanah dhemarkasi/keponakan Sagriwa) masih tidak percaya dan menganggap bahwa mereka adalah mata-mata musuh. Secara diam-diam ada pemuda tampan dari CI (Corp Intelijen/ badan penyelidik) yang bernama Kiswanta mengagumi Ngesthireni, dan sinilah pertemuan Herlambang, Ngesthireni, dan Kiswanta. Kiswanto menjadi teman perjalanan ke Jombang.

Dene Kiswanta wong CI sing bagus, ngeploki ngalembana marang ketrampilane Ngesthireni.”Horee! hidup! hidup …!!” (Suparto Brata, 2006 : 58)

Terjemahan: …

Sedangkan Kiswanta orang CI yang tampan itu, bertepuktangan mengagumi ketrampilan Ngesthireni. “Horee! hidup! hidup…!!”


(47)

commit to user

Cerita selanjutnya Herlambang, Ngesthireni, dan Kiswanta berencana berangkat ke Jombang dengan naik kereta api. Serambi menanti keberangkatan kereta, mereka bertiga berbincang-bincang, dan perbincangan itu membuat mereka lebih dekat sebagai teman.

Sajrone ngenteni sepur budhal, wong kekancan telu mau dadi saya rumaket. Kiswanta ngajak menyang warung sarapan barang. Kiswanta paling akeh pitakone, dene Herlambang paling meneng. Ngesthireni tanggap karo sikepe Herlambang, olehe mangsuli pitakone Kiswanta kang nrecel kuwi ngati-ati banget. Bubar sarapan, sangu panganan, ngesthireni ngajak bali menyang gerbong. Sanajan budhale sepur durung karuwan jame, wong-wong wis akeh sing numpak, luwih-luwih para bakul. Njero sepur sumuk, nanging Ngesthi nekat mlebu ing tengahe gerbong, perlu arep turu (Suparto Brata, 2006:71).

Terjemahan:

Serambi menanti kereta berangkat, Kiswanta mengajak ke warung untuk sarapan. Kiswanta yang terlalu banyak bertanya, sedang Herlambang hanya diam. Ngesthireni tanggap akan sikap Herlambang tersebut, hati-hati saat menjawab pertanyaan dari Kiswanta.

b) Tahap tengah

Herlambang, Ngesthireni, dan Kiswanta sudah sampai di Jombang. Mereka mencari penginapan agar dapat beristirahat dan Herlambang dapat melanjutkan perjalanan dan misinya esok hari. Setelah mendapatkan penginapan dan beristirahat, mereka keluar penginapan untuk jalan-jalan, dan bermaksud membeli makan. Restoran Sedhep Malem yang akhirnya mereka tuju. Di restoran ini, ketika sedang asyiknya makan Herlambang dikagetkan oleh seorang pemuda yang bernama Atrum, yang mengaku mengenal Herlambang.


(48)

commit to user

Herlambang genah ora ngarep-arep duwe tepungan nang Jombang. Mula mung kelik-kelik nyawang wong dhempal sing semanak kuwi. Nanging wong mau ora rumangsa kecelik. Sing dicablek kuwi genah kenalan aran Ton. Mula disawang kelik-kelik ngono ora klincutan, nanging ngguyune saya amba.

“Aku Atrum, Ton! Mosok lali? Kapan kowe tekan mrene?”

omonge wong mau. Karo ngguyu untune gedhe-gedhe katon rangah, idune muncrat, ana sing nyripati pipine Herlambang.

“Maaf, jenengku dudu Ton!” Herlambang mangsuli karo rada

nyengingis, rada isin, rada gumun, ning yo kudu grapyak. Repot ngatur tangkepe.(Suparto Brata, 2006:74)

Terjemahan:

Herlambang tidak mengharapkan ada kenalan di Jombang. Maka dengan hati-hati dia mengawasi orang tersebut.

“Aku Atrum, Ton! Apakah kamu lupa? Kapan kamu sampai ke sini?” perkataan orang tadi. Sambil tertawa giginya terlihat besar-besar.

“Maaf, namaku bukan Ton!” Herlambang menjawab pertanyaan tersebut sambil tersenyum

Oleh orang itu Herlambang dipanggil dengan sebutan Ton. Herlambang mengatakan tidak mengenal orang tersebut, namun Atrum tetap ngotot bahwa Herlambang adalah temannya yang bernama Hartono. Hingga akhirnya terjadi perang mulut antara mereka. Akhirnya adu mulut bisa diredakan dan Atrum pergi meninggalkan mereka.

Herlambang, Ngesthireni, dan Kiswanta berjalan beriringan kembali ke penginapan untuk beristirahat, karena pada saat itu hari sudah mulai malam. Herlambang dan Ngesthireni tidur berdua dalam satu kamar, sedang Kiswanta di kamar lain. Herlambang dan Ngesthireni segera beristirahat, tetapi Kiswanta pamit akan pergi menemui temannya di daerah Jombang juga. Tengah malam saat Herlambang dan Ngesthi tertidur pulas dan Kiswanta akan kembali ke kamarnya, Kiswanta melihat ada seseorang yang mengendap-endap di kamar Herlambang. Terjadi konflik, pertarungan antara Kiswanta dan orang tersebut.


(49)

commit to user

“Bajingan! Apa karepmu nginceng-nginceng wong mantenan?!” ujare Kiswanta sumengit …

Si bajingan prayata pawakane gotot, methekel disikep saka mburi kaget, kalah papan lan ora bisa polah. Tangane sakloron ora bisa

obah, kaangkat memburi …

Lan mak prucut bisa uwal saka sikepe Kiswanta sarana ngamblesake awake mengisor.

“Dhoor! Jhemedhore unine pistul.

“komplotanmu Letnan Pengkuh mesthine wis crita bab

kapinteranku iki marang kowe, rak iyo to? Hayo coba terusna

sesumbarmu, dakldeni!” suarane alus, terang, cetha, ora ngroyok

(Suparto Brata, 2006:86-89). Terjemahan:

“Bajingan! Apa maksudmu mengintip orang sedang berduaan?!” kata Kiswanta sinis…

Si Bajingan ternyata badannya berotot, didekap dari belakang masih bisa bergerak…

Dan kemudian bisa lepas dari dekapan Kiswanta. “Door!” terdengar suara pistol.

“Komplotanmu Letnan Pengkuh pasti sudah tahu ketrampilanku, iya kan? Ayo coba perlihatkan kesombonganmu, akan kuhadapi!” suaranya halus, tenang dan jelas

Ngesthireni terbangun dari tidurnya, membawa pistol yang terjatuh milik orang tersebut dan berusaha mengendalikan suasana. Dan ternyata orang tersebut adalah Atrum yang mengaku mengenal Herlambang di restoran saat mereka makan.

Ngesthireni kembali ke kamarnya untuk melanjutkan tidurnya. Belum lama ia tertidur, Herlambang sudah membangunkannya untuk segera bergegas meninggalkan penginapan dan melanjutkan perjalanan. Di depan penginapan terjadi pertikaian yang menyebabkan seseorang mati tertusuk di perutnya, itulah sebabnya Herlambang mengajak Ngesthireni segera meninggalkan penginapan.

Herlambang mencium adanya bahaya yang mengincar mereka. Herlambang dan Ngesthi bergegas menuju ke stasiun berharap ada kereta api yang


(50)

commit to user

akan berangkat ke Madiun, tanpa Kiswanta yang diduga masih tertidur pulas. Harapan sirna, tidak ada kereta yang berhenti di stasiun. Namun Herlambang adalah seorang mata-mata yang cekatan dan mampu berpikir cepat. Ada sebuah mobil yang diparkir di dekat stasiun. Herlambang segera mengambil mobil tersebut, walaupun bukan miliknya. Ia juga trampil dalam hal mesin mobil, sehingga mobil tersebut dapat menyala.

Herlambang mengajak Ngesthi segera pergi dari kota Jombang, tancap gas, mobil dikendarai dengan cepat. Tanpa diduga Kiswanta berlari mengejar mereka ingin pergi bersama. Kiswanta juga mengetahui pertikaian tersebut, maka ia pun lari, dan mengetahui yang bertikai itu Atrum hingga mati.

“Mbaak! Entenana aku, Mbaak!”

“Mbaak!” pambengoke wong sing mlayu-mlayu ing tengah dalan,

nututi motor. Ora kuwatir ditembaki mungsuh.

“O … aku wis tangi kok. Ora ana ing jero kamar. Nyang

ngarepan. Ana rajapati. Atrum mati Mbak!” (Suparto Brata, 2006:101-102).

“Mbak! Tunggu aku, Mbak!” “Mbak!”

“O… aku sudah bangun kok. Tidak di dalam kamar. Di depan losmen. Ada perkelahian. Atrum mati Mbak!”

Mobil berjalan menuju ke arah Madiun, akan tetapi baru akan memasuki Kertosono mendadak mobil mogok. Herlambang segera keluar dari mobil dan memeriksa mesinnya, sementara Ngesthireni dan Kiswanta tetap di dalam mobil. Mereka malah berbincang-bincang. Kiswanta mengutarakan niatnya untuk mengajak Ngesthi untuk meninggalkan Herlambang, namun ajakannya ditolak oleh Ngesthi. Herlambang menyuruh Kiswanta mencoba menghidupkan mesin


(51)

commit to user

mobil dan menyala. Kiswanta benar-benar membulatkan niatnya, dia langsung memasukkan perseneling dan menginjak gas, dan tanpa mempedulikan Herlambang yang ada di depan mobil sedang menutup kap mobil.

Herlambang orang yang cekatan dalam bertindak. Setelah ditabrak Kiswanta, dia langsung berlari mengejar, dan dapat naik di belakang mobil. Mobil kembali mogok. Herlambang tidak menyia-nyiakan kesempatan ini. Kiswanta tidak mengetahui kalau Herlambang ada di belakang mobil. Secara tiba-tiba Herlambang menghantam Kiswanta dan terjadilah perkelahian. Herlambang menang. Herlambang segera mengajak Ngesthireni menjauh dari Kiswanta, yang sejak awal ia curigai akan mencelakakan dirinya. Kiswanta suka terhadap Ngesthireni dan berniat mempertemukan Ngesthi dengan Yogyantara.

…Kiswanta nyoba nulak karo bedhil sing digawa, nanging ora

guna …

Pandelenge Kiswanta peteng. Sirahe kena kampleng tangan tengen. Antep.Pleg! ping pindho, terus klenger.(Suparto Brata, 2006: 110)

Terjemahan:

…Kiswanta mencoba menangkis dengan senjata yang dibawanya,

akan tetapi tidak berguna…

Penglihatan Kiswanta menjadi gelap. Kepalanya terkena pukulan tangan kanan. Pleg! dua kali, terus pingsan.

Herlambang dan Ngesthi segera meninggalkan Kiswanta mencari tumpangan ke Madiun. Dengan menumpang truk mereka menuju Madiun. Ngesthireni masih berfikir bagaimana Atrum mati, apakah Atrum dibunuh oleh Herlambang? Dan Herlambang menjelaskan bahwa yang membunuh Atrum adlah Kiswanto. Truk sudah memasuki daerah Madiun. Setelah melewati penjagaan di depan kota Madiun, mereka turun di depan rumah bangunan Cina. Ini sudah


(1)

commit to user

dengan judul, alur, gaya bahasanya, penokohan, dan masih banyak lagi. Suparto Brata sepertinya memahami apa yang harus ditulisnya, sehingga membentuk suatu karya sastra yaitu novel, yang indah dari segala hal.

2. Makna Novel Dom Sumurup ing Banyu

Novel Dom Sumurup ing Banyu selain memiliki nilai-nilai estetik yang membangun keseimbangan jalan ceritanya, novel DSB ini juga memiliki makna yang memberikan pencerahan bagi masyarakat pembacanya. Novel DSB memberikan pelajaran yang berharga. Karakter-karakter yang muncul dalam diri tokoh, baik tokoh utama maupun tokoh bawahan memberikan pengaruh positif bagi para pembacanya. Dari sebuah pengkhianatan terhadap bangsanya sendiri, yang berusaha menghancurkannya, muncul beberapa sikap yang berusaha membela Negara yang patut menjadi teladan. Seperti sikap Herlambang dan Pengkuh yang memberikan pencerahan akan sikap patriotis.

Sikap tokoh tersebut mengingatkan kita betapa pentingnya sikap patriotis, membela negara dari segala bentuk penjajahan yang merugikan bangsa. Membela negara pada saat ini tidak seperti yang dilakukan Herlambang ataupun Letnan Pengkuh, yang rela menjadi spion, mengangkat senjata berperang dengan musuh. Melainkan dapat dilakukan dengan cara lain, misalnya dengan melestarikan kebudayaan daerah yang merupakan aset kebudayaan bangsa, menjaga supaya ciri khas bangsa kita tidak dijajah bangsa lain. Seperti negara Malaysia yang membajak kebudayaan daerah bangsa Indonesia. Dengan melestarikan dan menjaga kebudayaan bangsa secara tidak langsung kita sebagai masyarakat di dalamnya ikut membela negara, karena kebudayaan bangsa mencerminkan jati diri sebuah bangsa. Novel DSB ini memberikan teladan untuk kita sebagai


(2)

commit to user

masyarakat Jawa yang mempunyai ragam kebudayaan. Bahasa Jawa yang memiliki sejuta filosofi tata bahasa yang indah, cara pengucapan yang halus inilah ciri khas masyarakat Jawa khususnya.

Novel DSB juga memberikan pencerahan bagi kita tentang tatanan ekonomi bangsa pada saat ini. Sama halnya novel DSB menceritakan tentang keadaan bangsa pada saat itu, dijajah dan serba kekurangan. Para petinggi bangsa yang seharusnya melindungi dan membela rakyatnya, berbalik berkhianat terhadap negara dan menjadikan kesengsaraan bagi rakyat kecil. Yang kaya semakin kaya, yang miskin bertambah miskin, dan akhirnya mati.

“La, ngoten, ta, Bung! Kula saged nekuk dhengkul!”sajake

kelegan atine, ketemu guyune, ora methuthut maneh, terus malah

nglucu, ujare karo medingi bokong aherlambang. “Lo, bokonge enten ampas parutan klapa! Napa sing mang lungguhi wau?”

. . . .

“O, sanes ampas parutan klapa, dhing. Anu ayake. Dondoman

tisikan benang putih nggen jait kathok sampeyan! Kathok wis tisikan kaya ngono kok ya isih dienggo numpak sepur snel. Jan

mlarat banget wong Jawa saiki!”

Percakapan dalam cerita novel DSB tersebut mengingatkan akan banyak kemiskinan di Indonesia, karena adanya pengkhianatan para penjabat negara terhadap negerinya sendiri.pengkhianatan tersebut seperti korupsi. Dana yang seharusnya untuk kesejahteraan rakyat, digunakan untuk kesenangan pribadi para pejabat Negara.

Pernyataan dia atas tidak sama dengan ideologi Pancasila terutama sila ke empat, yaitu kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Para pejabat tinggi negara seharusnya mempertimbangkan hal tersebut, menjadi wakil rakyat yang bisa membela rakyat. Bahkan para wakil rakyat tersebut memperbudak dan membohongi rakyatnya


(3)

commit to user

demi kepentingan politiknya. Pembangunan gedung DPR baru yang membutuhkan biaya trilyunan rupiah tetap dilakukan, padahal banyak yang harus diperbaiki dari pada gedung DPR yang masih terlihat kokoh dan bagus. Sekolahan-sekolahan yang rubuh karena termakan usia, seharusnya mendapatkan dana untuk perbaikkan. Banyak orang tak mampu yang tidak mendapatkan keringanan pengobatan untuk kesejahteraan kesehatan, dikarenakan para pejabat tinggi negara yang mementingkan dirinya sendiri. Sikap para pejabat tersebut tidak memiliki solidaritas terhadap masyarakat kecil. Masyarakat kecil akan terus terinjak-injak dan selalu menjadi korban kepentingan politik para pemimpin bangsa, sehingga menyebabkan keamanan di negeri ini sedikit tak aman. Masyarakat yang kurang mampu nekat untuk mencuri, merampok, atau melakukan hal-hal yang tak baik. Banyak demo dan kerusuhan, karena masyarakat yang ingin menuntut hak-hak mereka sebagai warga Negara.

Maka sebab itu, novel DSB ini memberikan makna bagi kita atau bahkan para pemimpin negara agar memiliki sikap patriotis menegakkan kebenaran dan membela rakyat kecil, karena kita adalah bagian dari negara ini yang mempunyai jati diri, walaupun berbeda suku, tetapi kita tetap menjadi satu kesatuan bangsa Indonesia.


(4)

commit to user

198

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian yang telah dijabarkan pada tahap sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Analisis struktural yang terdapat dalam novel dom sumurup ing banyu meliputi fakta cerita dan sarana-sarana sastra. Fakta cerita terdiri atas alur karakter, dan tema. Alur dalam cerita novel DSB adalah maju mundur, karena awal cerita novel DSB hingga puncak di Batu Jamus menceritakan tentang perjalanan tugas seorang Herlambang menjadi seorang mata-mata utusan bangsa Belanda yang dislundupkan untuk mengambil gambar rumusan pabrik mesiu di Batu Jamus, yang rencananya akan dihancurkan oleh Belanda. Namun setelah Herlambang menangkap Yogyantara dan menyerahkan kepada komisaris Biro Spionase RI yaitu Ir. Suprayoga, cerita tersebut dilanjutkan tentang pengungkapan nama asli Herlambang. Herlambang mempunyai nama asli Hartono. Hartono dipanggil oleh Biro Spionase RI untuk menggagalkan rencana Belanda yang akan menghancurkan pabrik mesiu Batu Jamus. Maka di utuslah Hartono untuk menyamar sebagai Herlambang (mata-mata sewaan yang terkenal beberapa Negara termasuk Belanda) untuk menggagalkan rencana tersebut dan menangkap pengkhianat RI, yang rela memberikan informasi tentang


(5)

commit to user

Negaranya sendiri kepada Belanda yang pada saat itu sedang menjajah Indonesia. Ada beberapa karakter yang muncul di antaranya Herlambang. Herlambang digambarkan memiliki karakter seseorang yang professional dalam pekerjaannya, tegas, cekatan, dan praktis dalam bertindak. Novel DSB juga memunculkan karakter tokoh bawahan yaitu Ngesthireni yang digambarkan sosok wanita yang berani, cekatan, baik hati, dan memgasihi sesama; Kiswanta digambarkan sebagai seorang yang berani, baik hati, jahat, dan tidak punya pendirian; Pengkuh digambarkan seorang yang keras kepala, bertekad kuat, dan pendendam; dan Yogyantara digambarkan sebagai orang yang licik, tidak punya pendirian, dan berkhianat. Latar waktu yang terdapat dalam novel DSB ini adalah ketika tahun 1948, ketika Belanda ingin kembali menjajah Indonesia. Latar tempat yang terdapat dalam novel DSB adalah Mojokerto, Peterongan, Jombang, Madiun, Masaran, dan pabrik mesiu Batu Jamus. Latar sosial yang terdapat dalam novel DSB menggambarkan kehidupan masyarakat ketika bangsa Indonesia mempertahankan kemerdekaan yang baru diraih. Tema novel DSB adalah mata-mata. Sarana-sarana sastra dalam novel DSB terdiri dari judul, sudut pandang, serta gaya dan tone. Judul Dom Sumurup ing Banyu mengkiaskan tentang tugas seorang mata-mata. Sudut pandang yang digunakan dalam novel DSB secara keseluruhan adalah sudut pandang orang ketiga. Gaya yang digunakan dalam novel DSB adalah pemakaian bahasa bahasa asing, kalimat tanya, imaji/pencitraan, permajasan yaitu pemakaian idiom-idiom Jawa, majas simile, personifikasi, okupasi, dan


(6)

commit to user

metonimia. Tone atau nada berhubungan dekat dengan gaya yang terdapat dalam novel DSB ini adalah tone misterius dan tone romantis.

2. Nilai estetika dan makna

Nilai estetika yang terdapat dalam novel DSB yaitu memiliki kepadatan structural dan memiliki keindahan dalam segi kebahasaannya atau stilistika, serta mempunyai makna yang memberi pencerahan bagi masyarakat pembaca tentang betapa penting sikap patriotisme dalam kehidupan sehari-hari.

B. Saran

Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih belum tuntas dalam menelaah struktur sastra yang terdapat dalam novel Dom Sumurup Ing Banyu. Oleh sebab itu, novel Dom Sumurup Ing Banyu masih menarik untuk diteliti dari berbagai kajian, misalnya kajian sosiologi sastra atau psikologi sastra. Jadi, apabila pembaca berkeinginan untuk menelaah lebih lanjut novel Dom Sumurup Ing Banyu, kiranya dapat menjabarkan hal-hal tersebut yang belum dikupas. Semoga hasil penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan untuk penelitian lebih lanjut.