Obyektisasi Konstruksi Sosial Gaya Hidup Vegetarian (Studi Fenomenologi Tentang Konstruksi Sosial Gaya Hidup Vegetarian di Kecamatan Jebres, Surakarta) JURNAL

vegetarian usia nonproduktif mengetahui tentang gaya hidup vegetarian melalui sosialisasi sekunder sedangkan untuk usia produktif mengetahui tentang gaya hidup vegetarian melalui sosialisasi primer. Adanya perbedaan sumber pengetahuan yang diperoleh dikarenakan masyarakat usia nonproduktif sebelumnya bukan seorang vegetarian kemudian mereka melakukan interaksi kepada lingkungannya yang memiliki ide gagasan tentang gaya hidup vegetarian dari sinilah akhirnya mereka mengetahui gaya hidup vegetarian melalui sosialisasi sekunder yang diperoleh dari hasil interaksi dengan teman maupun pacar. Sedangkan untuk masyarakat vegetarian usia produktif mengetahui gaya hidup vegetarian sejak mereka masih kecil melalui sosialisasi primer yang diperoleh dari ajaran yang bersumber dari anggota keluarga yang sebelumnya sudah menjalankan gaya hidup vegetarian. Tetapi untuk masyarakat nonvegetarian baik untuk usia nonproduktif maupun usia produktif yang tidak menjalankan gaya hidup vegetarian, mereka sama-sama mengetahui gaya hidup vegetarian ketika usia dewasa melalui proses sosialisasi sekunder yang diperoleh dari saudara, teman dan tetangga mereka yang menjalankan gaya hidup vegetarian dalam kehidupan sehari-hari.

b. Obyektisasi

Objektivasi merupakan penyerapan atau pemaknaan hasil yang telah dicapai dari proses eksternalisasi melalui interaksi sosial dalam dunia intersubjektif yang kemudian dilembagakan dan dilegitimasi. Proses objektivasi dari pengetahuan tentang gaya hidup vegetarian yang dilakukan oleh masyarakat Kecamatan Jebres, Surakarta merupakan hasil penyerapan pengetahuan gaya hidup vegetarian dari proses eksternalisasi berdasarkan pengalaman individu yang membentuk pola pengetahuan yang bermakna dan dilembagakan serta dilegitimasi oleh masyarakat Kecamatan Jebres, Surakarta kemudian diteruskan kepada generasi selanjutnya melalui sosialisasi. Sebagian dari pengetahuan yang telah diobjektivasi tadi dianggap relevan bagi semua orang, sebagian lagi hanya relevan bagi tipe-tipe orang tertentu saja. Maka dalam hal ini terdapat beragam pengetahuan yang telah diobjektivasi dari masyarakat vegetarian maupun masyarakat nonvegetarian di Kecamatan Jebres, Surakarta yang mencerminan sikap masyarakat Kecamatan Jebres, Surakarta terhadap adanya gaya hidup vegetarian, yang memungkinkan bertahannya gaya hidup vegetarian dalam realitas kehidupan sehari-hari masyarakat Kecamatan Jebres, Surakarta. Gambaran sikap yang terbentuk pada masyarakat vegetarian dan masyarakat nonvegetarian di Kecamatan Jebres, Surakarta sebagai hasil dari penyerapan atau pemaknaan pengetahuan pada proses obyektivasi yang dialami, dilihat berdasarkan pemahaman tentang kesehatan dan biaya atas gaya hidup vegetarian serta alasan dan manfaat dijalankannya gaya hidup vegetarian. Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa adanya perbedaan pemaknaan pengetahuan yang dilembagakan dan dilegitimasi oleh masyarakat vegetarian dan masyarakat nonvegetarian hal tersebut dikarenakan adanya tipifikasi yang dilakukan oleh pelaku yaitu masyarakat vegetarian berdasarkan pengalaman mereka dalam menjalankan gaya hidup vegetarian di kehidupan sehari-hari sedangkan oleh masyarakat nonvegetarian tidak menjalankan gaya hidup vegetarian dalam kehidupan sehari- hari mereka. Dari pengertian gaya hidup vegetarian dalam proses eksternalisasi yang dimiliki masyarakat vegetarian yaitu penerapan pola makan nabati tanpa ada unsur hewani maka oleh masyarakat vegetarian yang menjalankan gaya hidup vegetarian ini pola pengetahuan dipahami dari segi kesehatan sebagai gaya hidup menyehatkan karena gaya hidup vegetarian hanya mengkonsumsi makanan yang berasal dari tumbuhan seperti sayuran, buah, kacang-kacangan, dan biji-bijian yang mereka anggap jauh lebih baik gizinya daripada daging, ikan, dan telur. Sedangkan untuk biaya atas gaya hidup vegetarian tergolong murah karena harga untuk sayur, buah, dan kacang-kacangan lebih terjangkau daripada harga untuk daging, telur, dan ikan. Tetapi untuk makanan beku vegetarian tertentu seperti bakso vegan, ham vegan, udang vegan, dan lain-lain tergolong mahal hal ini dikarenakan beberapa faktor. Pertama, proses pembuatannya yang lama dan rumit serta dibutuhkan tenaga ahli untuk bisa mengolah bahan dasar yang berasal dari tumbuhan seperti serat gandum, jamur, dan rumput laut diolah menjadi pengganti yang menyerupai daging. Kedua makanan beku ini tidak diproduksi di Indonesia dan harus didatangkan impor dari luar negeri sehingga menjadikan harga untuk makanan beku sebagai pengganti daging vegan tergolong mahal. Penyerapan pengetahuan dari proses eksternalisasi tidak hanya berhenti pada pemahaman kesehatan dan biaya atas gaya hidup vegetarian tetapi juga berlanjut pada alasan serta manfaat dari adanya gaya hidup vegetarian ini. Bagi masyarakat vegetarian terdapat 4 alasan dalam menjalankan gaya hidup vegetarian dalam kehidupan sehari-hari yaitu pertama, untuk alasan kesehatan karena banyak dari mereka sebelum menjalankan gaya hidup vegetarian ini mengidap penyakit tertentu yang mengharuskan merubah gaya hidup mereka menjadi vegetarian untuk memperoleh kesehatan. Kedua, untuk alasan ekonomi yang lebih hemat karena gaya hidup vegetarian menerapkan pola makan nabati yaitu hanya mengkonsumsi sayuran dan buah yang harganya lebih murah dibanding harga makanan yang berasal dari hewani seperti daging, ikan, dan telur yang menjadikan pengeluaran lebih sedikit sehingga bisa lebih berhemat. Ketiga, alasan keturunan hal ini terjadi pada masyarakat vegetarian usia produktif yang anggota keluarga sebelumnya merupakan seorang vegetarian sehingga oleh keluarga penanaman nilai tentang gaya hidup vegetarian diteruskan kepada generasi penerusnya yang dilakukan sejak kecil. Penanaman nilai yang kuat ini akhirnya menjadikan si anak menerima dan menjalankan gaya hidup vegetarian tersebut. Keempat, yaitu sebagai bentuk mengasihi terhadap sesama makhluk ciptaan Tuhan yaitu dengan tidak membunuh, menyakiti, bahkan memakan bagian dari hewan. Kemudian yang didasarkan manfaat pada gaya hidup vegetarian, sikap yang terbentuk pada masyarakat vegetarian yaitu jarang terkena sakit karena dengan hanya mengkonsumsi makanan nabati seperti sayuran, buah, biji-bijian, dan kacang-kacangan sehingga hidup menjadi lebih sehat; gaya hidup vegetarian bermanfaat juga untuk mengurangi pemanasan global yang disebabkan oleh kotoran hewan, tempat peternakan maupun tempat pemotongan hewan yang membutuhkan energi listrik yang besar sehingga gaya hidup vegetarian yang tidak mengkonsumsi makanan dari hewani merupakan alternatif dalam menjaga lingkungan. Manfaat terakhir yang dirasakan adalah lebih bisa berhemat, biaya atas gaya hidup vegetarian yang tergolong murah karena hanya mengkonsumsi makanan nabati seperti sayur dan buah menjadikan pengeluaran lebih sedikit dan ini artinya bagi mereka yang menjalankan sekaligus sebagai sarana untuk berhemat. Sikap terhadap gaya hidup vegetarian tidak hanya terbentuk pada masyarakat yang menjalankannya yaitu masyarakat vegetarian, tetapi juga dialami oleh masyarakat nonvegetarian yaitu masyarakat yang tidak menjalankan gaya hidup vegetarian sebagai anggota masyarakat Kecamatan Jebres, Surakarta dalam satu dunia yang intersubyektif. Gambaran sikap terhadap gaya hidup vegetarian yang dialami masyarakat nonvegetarian, dilihat berdasarkan pemahaman tentang pola pengetahuan kesehatan dan biaya atas gaya hidup vegetarian. Pola pengetahuan untuk kesehatan ada dua macam yaitu pertama, gaya hidup vegetarian merupakan gaya hidup sehat karena dengan pola makan yang hanya mengkonsumsi dari nabati sayur dan buah maka tubuh akan menjadi lebih sehat dan terhindar dari penyakit yang berasal dari makanan hewani. Kedua, gaya hidup vegetarian merupakan gaya hidup tidak sehat, pola makan yang hanya mengkonsumsi nabati tanpa ada unsur hewani dimaknai sebagai pola makan yang tidak memenuhi gizi dan nutrisi 4sehat 5sempurna sehingga tidak sehat dan buruk untuk kesehatan. Sedangkan untuk pola pengetahuan biaya gaya hidup vegetarian juga ada 2macam pertama, biaya atas gaya hidup vegetarian tergolong murah pemaknaan tersebut didasari oleh pengertian gaya hidup vegetarian yang hanya mengkonsumsi makanan nabati sedangkan untuk harga makanan nabati seperti sayur dan buah tergolong murah dibanding makanan hewani seperti daging, ikan, dan telur dari sinilah maka biaya atas gaya hidup vegetarian dimaknai sebagai gaya hidup yang murah. Kedua, biaya gaya hidup vegetarian mahal. Pemaknaan tersebut didasari gaya hidup vegetarian yang tidak mengkonsumsi unsur hewani dan sebagai pengganti daging, ikan dan telur para vegetarian mengkonsumsi makanan beku yaitu daging vegetarian sebagai pengganti daging yang terbuat dari unsur nabati dengan harga jauh lebih mahal jika dibanding dengan harga daging yang terbuat dari daging hewani asli. Hal inilah yang membuat gaya hidup vegetarian menjadi mahal. Pola yang terbentuk pada masyarakat nonvegetarian tidak hanya terhenti pada pemahaman tentang kesehatan dan biaya atas gaya hidup vegetarian tetapi juga berlanjut pada pemaknaan alasan dan manfaat dari gaya hidup vegetarian yang mereka lembagakan dan legitimasi. Bagi masyarakat nonvegetarian terdapat 4 alasan dijalankannya gaya hidup vegetarian dalam kehidupan sehari-hari yaitu, untuk menjaga dan meingkatkan kesehatan, sebagai sarana diet untuk mendapatkan berat badan yang ideal, adanya perintah dari suatu keyakinan ataupun agama tertentu, adanya suatu penyakit atau alergi tertentu terhadap makanan hewani. Selanjutnya sikap yang terbentuk dari obyektivasi yang dialami, berdasarkan dari adannya manfaat gaya hidup vegetarian terdapat 2 macam pemaknaan yaitu pertama ada manfaat seperti hidup menjadi lebih sehat dengan pola makan mengkonsumsi sayur dan buah yang sehat untuk tubuh, jarang terkena penyakit yang disebabkan oleh makanan hewani seperti kolesterol, diabetes, dan lain-lain, serta lebih awet muda. Kedua tidak ada manfaat, hal ini dikarenakan pola makan gaya hidup vegetarian yang hanya mengkonsumsi makanan nabati tanpa hewani dianggap kurang sehat memenuhi 4sehat 5sempurna yang masih membutuhkan nutrisi dari unsur hewani, dan tidak mengetahui manfaat dari adanya gaya hidup vegetarian, serta gaya hidup vegetarian dianggap sama saja dengan gaya hidup nonvegetarian yang ini artinya tidak ada manfaat lebih yang bisa dirasakan dari gaya hidup vegetarian.

c. Internalisasi