PEMBUATAN SABUN CAIR DARI MINYAK JELANTA
PEMBUATAN SABUN CAIR DARI MINYAK JELANTAH DENGAN PROSES
SAPONIFIKASI MENGGUNAKAN KOH
1 2 2 1 Ir. Muljadi , M. Si. , Novalia Mustika Sari , Yulia Kurniawati 2 Staf Pengajar Jurusan Teknik Kimia Universitas Sebelas MaretMahasiswa Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret Jalan Ir. Sutami No. 36A, Surakarta 57126, Telp/Fax. (0271) 632112
Joe_lee70@yahoo.com
Abstrak
The damage of oil as the heating process will lead to increased levels of free fatty acids (FFA), iodine number, the onset of turbidity oil, foam formation, and the presence of impurities of the spices used and the material being fried. Because it contains the FFA used cooking oil can be processed into soap by reaction of saponification using KOH.The purpose of this study was to determine the amount of FFA contained in cooking oil, determine levels of FFA in the cooking oil saponifiable, determine suitability characteristics of liquid soap produced by SNI. In this study the variation in terms of time reaction.
Cooking oil is neutralized using 15% KOH, and then enter the bleaching process using activated carbon. Bleaching oil is reacted with KOH 40% of the variation in reaction time (60, 90, and 120 min). Soap saponification results analyzed saponification numbers, high foam, the amount of free alkali, and water content. The number of FFA contained in the used cooking oil is 0.16%. FFA levels in the cooking oil is saponifiable 198.033 mg KOH/g oil. From the hand-washing soap lathering obtained the optimum using used cooking oil by reacting KOH 40% at temperatures of 70 ° C and 120 minutes long saponification, the resulting liquid soap, do not irritate the skin. With a water content 12.4%, 0.0561% and the alkali-free 0.16% FFA, and saponification numbers have been qualified 198.033 mg KOH/g oil quality liquid soap SNI 06-3532-1994.
Keywords: Liquid Soap, cooking oil, saponification
PENDAHULUAN yang digunakan berupa KOH maka produk
Minyak goreng berasal dari minyak reaksi berupa sabun cair (Ketaren, 1986).nabati yang telah dimurnikan dan dapat digunakan sebagai bahan pangan. Minyak LANDASAN TEORI goreng biasanya digunakan sebagai media
1. Kandungan Minyak Goreng
menggoreng bahan pangan, penambah cita rasa Selain memiliki warna yang bening ataupun shortening yang membentuk tekstur kekuningan, minyak goreng mengandung pada pembuatan roti (Ketaren, 1986; Susinggih, campuran dari berbagai senyawa. Komposisi dkk, 2005). terbanyak dari minyak goreng yang hampir
Bahaya mengkonsumsi minyak goreng mencapai 100% adalah lemak (Luciana, bekas dapat menimbulkan penyakit (kanker, 2005). mengurangi kecerdasan, penyakit jantung, Sebagian besar lemak dalam makanan
arterosklerosis, stroke, diabetes) ,karena itu (termasuk minyak goreng) berbentuk
minyak goreng bekas dapat dimanfaatkan trigliserida. Jika terhidrolisis, trigliserida akan menjadi produk berbasis minyak seperti sabun berubah menjadi satu molekul gliserol dan mandi (Asyiah, 2009). tiga molekul asam lemak bebas. Semakin
Sabun merupakan senyawa natrium besar trigliserida yang terurai semakin atau kalium dengan asam lemak dari minyak banyak asam lemak bebas yang dihasilkan. nabati atau lemak hewani yang diperoleh Apabila asam lemak bebas ini mengalami dengan proses hidrolisis minyak yang kemudian proses oksidasi lebih lanjut, akan terjadi dilanjutkan dengan proses saponifikasi dalam proses rancidity (asam lemak bebas terurai kondisi basa. Pembuatan kondisi basa yang menjadi senyawa keton dan aldehid) yang biasa digunakan adalah natrium hidroksida menghasilkan bau tengik (Ketaren,1986). (NaOH) dan kalium hidroksida (KOH).Jika basa Biasanya untuk menghilangkan atau yang digunakan adalah NaOH, maka produknya memperlambat oksidasi yang menyebabkan berupa sabun keras (padat), sedangkan basa bau tengik ini, minyak goreng ditambah dengan vitamin A, C, D atau E (Luciana, 2005).
2. Bahaya Minyak Goreng Bekas
Selama penggorengan, minyak goreng akan mengalami pemanasan pada suhu tinggi 160-250 o C dalam waktu yang cukup lama. Hal ini akan menyebabkan terjadinya proses oksidasi, hidrolisis, dan polimerisasi yang menghasilkan senyawa-senyawa hasil degradasi minyak seperti keton, aldehid, dan polimer yang merugikan kesehatan manusia.
Minyak yang rusak akibat proses oksidasi dan polimerisasi akan menghasilkan bahan dengan rupa yang kurang menarik dan cita rasa yang tidak enak (getir), serta kerusakan sebagian vitamin dan asam lemak esensial yang terdapat dalam minyak.
Dengan, Vb = volume blanko (ml) Vt = volume titrasi (ml) N = normalitas HCl (0,5 N) BM = berat molekul KOH (56,1 g/mol) M = berat sampel (g)
( Vb−Vt ) x N x BM M
Analisa Bilangan Penyabunan bilangan penyabunan=
=0,16% Kadar FFA minyak jelantah hasil pemurnian sebesar 0,16 %.
FFA= 1,2ml × 0,1 grek / L ×256 g/m 0l 5 g ×1000 ml L x 1 grek /mol × 100
( 256 gr/mol) M : Berat sampel ( 5 gr ) Maka kadar asam lemak bebas minyak jelantah,
Dengan, V : Volume titrasi ( 1,2 ml ) N : Normalitas KOH ( 0,1 N ) BM : Berat molekul asam palmitat
M x 1000 x 100
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisa Kadar Asam Lemak Bebas (FFA) FFA= V x N x BM
Minyak jelantah yang telah dipisahkan dari kotoran berupa sisa bumbu kemudian dinetralkan menggunakan larutan KOH 15%. Minyak yang telah dinetralkan kemudian dipanaskan hingga mencapai suhu 70 o C dan ditambahkan arang aktif granul sebanyak 7,5 gram. Setelah disaring, minyak kemudian direksikan dengan KOH untuk membentuk sabun (reaksi saponofikasi). Proses pembuatan sabun dilakukan dengan variasi waktu 60 menit, 90 menit dan 120 menit. Sabun yang dihasilkan kemudian dianalisa bilangan penyabunan, kadar air, kadar asam lemak bebas, tinggi busa dan kadar alkali bebas.
Bahan yang digunakan adalah minyak jelantah, etanol, aquadest, KOH dan gliserin Langkah penelitian
Sifat dari sabun yang menonjol adalah tegangan permukaan yang rendah sehingga dapat membasahi lebih baik daripada air.Kombinasi dari daya pengemulsi dan kerja permukaan dari larutan sabun memungkinkan untuk melepas kotoran, lemak dan partikel minyak dari permukaan yang sedang dibersihkan dan mengemulsikannya sehingga kotoran itu tercuci bersama air (Suminar, 1993).
Reaksi penyabunan merupakan reaksi yang pada awalnya berjalan lambat karena minyak dan larutan alkali merupakan larutan yang tidak saling larut (Immiscible). Setelah terbentuk sabun maka kecepatan reaksi akan meningkat, sehingga reaksi penyabunan bersifat sebagai reaksi autokatalitik, dimana pada akhirnya kecepatan reaksi akan menurun lagi karena jumlah minyak yang sudah berkurang (Bailey’s, 1964).
Sabun dihasilkan dari proses hidrolisis minyak atau lemak menjadi asam lemak bebas dan gliserol yang dilanjutkan dengan proses saponifikasi menggunakan basa (KOH atau NaOH). Asam lemak bebas yang berikatan dengan basa ini dinamakan sabun (Ketaren, 1986).
Pembentukan senyawa polimer selama proses menggoreng terjadi karena reaksi polimerisasi dan adisi dari asam lemak tidak jenuh. Hal ini terbukti dengan terbentuknya bahan menyerupai gum yang mengendap di dasar tempat penggorengan (Ketaren, 1986).
3. Pembuatan Sabun Cair
METODE PENELITIAN
Ts 4,55
8
10 Tabel 1 Hasil Analisa Bilangan Penyabunan Tinggi Busa 1,82 2,5 2,8571
Waktu Reaksi (menit)
4
60 90 120
3 a s
Volum Titrasi (ml) 7,3 11,3 14,7 f(x) = 0.02x + 0.84 u
2
2 R = 0.9687 Volum blanko (ml)
50
50
50 i B
g g1 Konsentrasi HCl (N) 0,5 0,5 0,5 n Ti berat sampel (gr)
5
5
5 Bilangan penyabunan 239,54 217,10 198,03
50
60
70 80 90 100 110 120 130 (mgKOH/g minyak)
7
7
3 Waktu Reaksi (menit) Gambar 2 Kurva waktu reaksi pada pembuatan sabun o n
250 cair dengan KOH 40% dan suhu 70 C terhadap a n tinggi busa yang dihasilkan
240 u b f(x) = - 0.69x + 280.5 230 a y
Berdasarkan Tabel 2 dan kurva pada
n 220 e
Gambar 2 dapat dilihat bahwa semakin lama
P 210 n
waktu reaksi maka busa yang dihasilkan juga
a 200 g
semakin banyak. Pada saat waktu reaksi 60
n 190
menit, perbandingan tinggi busa yang dihasilkan
ila B 50 100 150
hanya 1,82 dan ketika waktu reaksi dinaikkan
Waktu Reaksi ( menit) menjadi 120 menit, perbandingan tinggi busa
yang dihasilkan menjadi lebih besar yaitu 2,8571. Kenaikan tinggi busa yang diperoleh ini,
Gambar 1 Kurva waktu reaksi pada pembuatan sabun o berhubungan erat dengan semakin banyaknya cair dengan KOH40% dan suhu reaksi 70 C sabun yang dihasilkan dari reaksi saponifikasi. terhadap bilangan penyabunan
Semakin lama waktu reaksi akan menghasilkan sabun semakin banyak dan perbandingan tinggi Berdasarkan data pada Tabel 1 dan busa yang semakin besar juga. kurva pada Gambar 1 dapat dilihat bahwa volume HCl yang dibutuhkan untuk titrasi KOH
Analisa Jumlah Alkali Bebas (%KOH)
semakin banyak, sementara nilai bilangan penyabunannya semakin turun. Kenaikan
V x N x BM
volume titrasi ini menunjukkan bahwa semakin
Alkali bebas ( )= x 100 M x 1000
lama waktu reaksi maka jumlah KOH yang Dengan, digunakan untuk menyabunkan minyak juga semakin banyak. Dari hasil pengujian diperoleh V : volume tritrasi (ml)
N : normalitas HCl (0,1 N) bilangan penyabunan yang memenuhi SNI adalah bilangan penyabunan dengan waktu BM : berat molekul KOH (56,1 g/mol)
M : berat sampel (10 gram) reaksi 120 menit.
Tabel 3 Hasil Analisa Jumlah Alkali Bebas (%KOH) Analisa Tinggi Busa
Waktu Reaksi (menit)
Ts tinggi busa=
60 90 120
¿
Volume titrasi 4,2 2,9
1 Dengan, Alkali bebas 0,2356 0,1627 0,056
Ts = tinggi busa sabun pada detik ke 60 (cm)
1 To = tinggi busa sabun pada detik ke 30 (cm)
Tabel 2 Hasil Analisa Tinggi Busa
Waktu Reaksi (menit)
60 90 120 To 2,5 3,2 3,5
sabun cair dengan KOH 40% dan suhu )
0.3 o % reaksi70 C terhadap kadar air (%) ( s
0.2 f(x) = - 0x + 0.42 a b
Berdasarkan data pada Tabel 4 dan
e
0.1 B
kurva pada Gambar4, dapat dilihat bahwa
li a
semakin lama waktu reaksi maka jumlah air
lk
yang terkandung dalam sabun semakin
A 20 40 60 80 100 120 140
menurun. Pada saat waktu reaksi 60 menit,
Waktu Reaksi (menit)
kadar air sabesar 22 dan ketika waktu reaksi ditingkatkan hingga mencapai 90 menit, kadar airnya turun hingga mencapai 18, dan pada
Gambar 3 Kurva waktu reaksi pada pembuatan sabun o waktu reaksi 120 menit kadar air turun hingga cair denganKOH 40% dan suhu reaksi 70 C
mencapai 12,4. Dan pada waktu 120 menit ini
terhadap jumlah alkalibebas (%KOH)
diperoleh sabun cair yang sesuai dengan syarat mutu sabun cair menurut SNI. Berdasarkan data pada Tabel 3 dan kurva pada Gambar 3, dapat dilihat bahwa
Hasil Analisa Sabun Cair yang Dihasilkan
semakin lama waktu reaksi maka jumlah alkali
Tabel 5 Perbandingan hasil analisa sabun
bebas yang terkandung dalam sabun semakin
cair dengan SNI
menurun. Pada saat waktu reaksi 60 menit,
Waktu Reaksi (menit) SNI
jumlah alkali bebas sabesar 0,23562 dan ketika
60 90 120 Bilangan
waktu reaksi ditingkatkan hingga mencapai 120
239,547 217,107 198,033 196 - 206 Penyabunan
menit, jumlah alkali bebasnya turun hingga
Alkali Bebas 0,236 0,163 0,056 Maks 0,14
mencapai 0,0561. Hal ini disebabkan karena
(%KOH)
semakin lama waktu reaksi, maka jumlah KOH
- Tinggi Busa 1,82 2,5 2,857 Kadar Air(%)
22 18 12,4 Maks. 15
yang terikat oleh asam lemak bebas semakin
Asam Lemak
banyak.Dan pada waktu 120 menit ini diperoleh 0,16 0,16 0,16 <2,5
Bebas sabun cair yang tidak menyebabkan iritasi kulit.
Analisa Kadar Air
Tabel 5 merupakan hasil pembuatan sabun cair dengan kondisi operasi konsentrasi o
C−(B−A )
KOH 40g/100 ml larutan, temperature 70 C
kadar air ( )= x 100
dengan minyak goreng frekuensi 4 kali
C pemakaian.
Dengan, Pemilihan konsentrasi KOH 40%, karena pada
A : berat cawan petri kosong (gr) konsentrasi ini sabun yang dihasilkan tidak B : berat sabun yang sudah kering (gr) mengakibatkan iritasi kulit tangan dan busa yang C : berat sampel sabun cair (gr) dihasilkan juga besar.Sedangkan suhu yang o
Tabel 4 Hasil Analisa Kadar Air (%) dipilih adalah suhu penyabunan 70
C, karena pada suhu ini bentuk sabun yang dihasilkan Waktu reaksi (menit) cukup baik yaitu berbentuk cair.Sedangkan lama
60 90 120 waktu reaksi yang dipilih adalah 120 menit, A 32,37 34,63 33,54 karena pada waktu 120 menit bentuk sabun B 36,75 38,73 37,44 yang dihasilkan sudah memenuhi syarat SNI
C
5
5
5 sabun. Jadi untuk membuat sabun cair yang Kadar Air
22 18 12,4 baik atau yang memenuhi syarat mutu sabun cair sesuai SNI adalah pembuatan sabun yang menggunakan konsentrasi KOH 40g/100 ml
25 o )
larutan, temperature 70
C, dan lama waktu
20 f(x) = - 0.16x + 31.87 % ( proses penyabunan 120 menit.
15 R² = 0.99
ir
Sedangkan untuk jumlah bahan isian,
A
10 r a
pewangi yang digunakan sebaiknya
5 d a
menggunakan bibit minyak wangi dengan rasa
K
buah.Jumlah pewangi yang dapat ditambahkan
50 60 70 80 90 100 110 120 130
adalah 20 ml pewangi yang telah diencerkan (2
Waktu reaksi (menit)
ml bibit minyak wangi dalam 100 ml etanol 96%).Selain pewangi, dapat ditambahkan 10 ml gliserin untuk melembabkan kulit, 20 ml ekstrak lidah buaya (anti bakteri), dan pewarna makanan DAFTAR PUSTAKA secukupnya. Aisyah N.D., 2009, “Pemanfaatan Minyak Goreng Bekas Menjadi Sabun Mandi
KESIMPULAN Padat”, USU, Medan
Jumlah asam lemak bebas yang Fessenden R.J. dan Fessenden, J., 1994, “Kimia terkandung dalam minyak jelantah adalah Organik”, Edisi ketiga, Erlangga, Jakarta 0,16%.
Ketaren S., 1986, “Minyak dan Lemak Pangan”, Kadar asam lemak bebas dalam minyak Penerbit UI Press, Jakarta jelantah yang dapat disabunkan melalui reaksi Luciana B, dkk., 2005, “Minyak Goreng pun Bisa saponifikasi adalah 198,033 mgKOH/g minyak. Melawan Kolesterol”, Jakarta
Dari proses penyabunan diperoleh Raskita A.G., 2008, “Pembuatan dan sabun cuci tangan yang optimum adalah Karakterisasi Sabun Natrium Polihidroksi menggunakan minyak goreng bekas dengan Stearat Campuran yang Diturunkan dari o mereaksikan KOH 40% pada temperature 70 C Minyak Kemiri”, Departement Kimia dan lama saponifikasi 120 menit, sabun yang FMIPA, USU, Medan dihasilkan berbentuk cair, tidak membuat iritasi Septono dan Wahyu, 2011, “Pembuatan Sabun pada kulit. Dari hasil analisa kandungan sabun Cair dari Minyak Goreng Bekas cuci tangan tersebut diperoleh bilangan (Jelantah)”, UNS, Surakarta penyabunan sebesar 198,033 mgKOH/g minyak, SNI – 06 – 3532 – 1994, “Dewan Standarisasi sementara kisaran bilangan penyabunan. Nasional Sabun Mandi”, Jakarta