Pembuatan Sabun Cair Menggunakan Alkali Dari Kulit Coklat (Theobroma cacao L.) dengan Minyak Kelapa
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Nama
NIM
Tempat, tanggal lahir
Nama orang tua
Alamat orang tua
: Aulia Bismar Paduana
: 120405037
: Padang, 19 Januari 1995
: Martinus dan Linda Hertati
: Komp. Wisma Utama Blok.
A1/no.6 Lubug Begalung
Pulau Aia Nan XX. Padang.
Sumatera Barat
Asal Sekolah:
• SD Negeri 9 Gorontalo tahun 2000-2004
• SD Kartika I-11 Padang 2004-2006
• SMP Negeri 8 Padang tahun 2007 – 2009
• SMA Negeri 4 Padang tahun 2009 – 2012
Pengalaman Kerja dan Organisasi:
1. Asisten Lab. Kimia Analisa tahun 2014-2016
2. Pemerintahan Mahasiswa Fakultas Teknik USU periode 2013-2014
sebagai Sekertaris Bidang Kerohanian
3. Pemerintahan Mahasiswa Fakultas Teknik USU periode 2014-2015
sebagai Anggota Bidang Peningkatan Sumber Daya Mahasiswa
4. Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia Teknik 2014-2016
sebagai anggota Departemen Kebijakan Publik
5. Himpunan Mahasiswa Teknik Kimia (HIMATEK) FT USU periode
2015-2016 sebagai Anggota
Artikel yang dipublikasikan:
1. Leaching Kalium Dari Abu Kulit Coklat (Theobroma cacao L.)
vi
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi kulit coklat sebagai alkali pada
proses pembuatan sabun natural dan mengetahui sifat-sifat sabun natural yang
dihasilkan dari minyak kelapa sebagai sumber asam lemak. Bahan – bahan yang
digunakan, antara lain minyak kelapa, alkali dari kulit coklat dan aquadest.
Variabel – variabel yang diamati, antara lain temperatur reaksi pembuatan sabun,
waktu pengadukan dan waktu reaski penyabunan. Penelitian diawali dengan
pembuatan alkali dari kulit coklat, dimana kulit coklat dikeringkan menggunakan
oven pada temperatur 105 oC selama 24 jam dan dihaluskan menggunakan ball
mill sampai ukuran 50 mesh. Bubuk kulit coklat tersebut dibakar menggunakan
tanur pada temperatur 600 oC selama 6 jam dan diekstaksi 10 gram abu
menggunakan aquades sebanyak 50 ml sambil diaduk menggunakan magnetic
stirrer pada suhu 65 selama 60 menit. Konsentrasi alkali yang didapat sebesar
1,01 N, analisa meggunakan Atomic Absorption spectroscopy (AAS) didapatkan
konsentrasi kalium sebagai kalium hidroksida sebesar 39,91%. Sebanyak 30 ml
alkali dicampurkan dengan 40 ml minyak kelapa pada suhu 50, 65 dan 80 oC,
dengan waktu pengadukan 2, 3 dan 4 jam, lalu dilakukan analisa pada 0, 12 dan
24 jam. Nilai pH yang didapat berkisar 8,2-10,2 sedangkan densitas yang didapat
berkisar 1,02-1,12. Nilai alkali bebas didapat berkisar 0,0089-0,0378 sedangkan
nilai bilangan saponifikasi berkisar 197,52-282,18. Hal ini menunjukkan bahwa
alkali dari kulit coklat layak dijadikan sebagai sumber alkali untuk pembuatan
sabun.
Kata kunci: sabun natural, kulit coklat, minyak kelapa, pH, kadar alkali bebas,
densitas dan bilangan saponifikasi.
vii
Universitas Sumatera Utara
ABSTRACT
This study was aimed to discover the potential of cacao husk as source of alkali
for soap making process and to discover the characteristics of natural soap made
from coconut oil as source of fatty acid. Materials used were alkali from cacao
husk, coconut oil and aquadest. Variables observed were temperatures of
saponification process, mixing time and reaction time. This study was begun with
alkali from cacao husk making process, cacao husk were dried with oven at 105 ˚C
for 24 hours. The dried of cacao husk was crashed using ball mill and resulting
husk powder was burned in a furnace at 600 ˚C for 6 hours. 10 g cacao husk ash
were leached with 50 ml aquadest at 65 ˚C for 60 minutes, with the result of
potassium concentration was 1.01 N. Analysing using Atomic Absorption
Spectroscopy (AAS) founded that the amount of potassium as a potassium
hydroxide was 39.91%. Blend 30 ml alkali into 40 ml coconut oil at temperature
variable were 50, 65 and 80 ˚C and the mixing time variable were 2, 3 and 4
hours. Meanwhile, the saponification time were 0, 12 and 24 hours. The result for
pH were obtained between 8.2-10.2 and free alkaline content were obtained
between 0,0089-0,0378%. Meanwhile the density were obtained between 1.021.12 g/cm3 and saponification number were obtained between 197.52-282.18
mg/g. This study showed that alkali from cacao husk was effective to produce
natural soap with coconut oil as fatty acid sources.
Keywords: natural soap, cocoa husk, coconut oil, pH, free alkaline content,
density and saponification number.
viii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ....................................................................... i
PENGESAHAN
ii
PRAKATA
iii
DEDIKASI
v
RIWAYAT HIDUP PENULIS
vi
ABSTRAK
vii
ABSTRACT
viii
DAFTAR ISI
ix
DAFTAR GAMBAR
xii
DAFTAR TABEL
xiii
BAB I PENDAHULUAN
1
1.1 LATAR BELAKANG ....................................................................................1
1.2 PERUMUSAN MASALAH ..........................................................................2
1.3 TUJUAN PENELITIAN ................................................................................2
1.4 MANFAAT PENELITIAN ...........................................................................3
1.5 RUANG LINGKUP ........................................................................................3
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 SABUN.............................................................................................................4
2.1.1 Sejarah Sabun ................................................................................ 4
2.1.2 Pengertian Sabun ........................................................................... 5
2.1.3 Standar Sabun ................................................................................ 6
2.1.4 Jenis Jenis Sabun ........................................................................... 7
2.1.5 Mekanisme Reaksi Sabun ............................................................. 8
2.1.6 Proses Pembuatan Sabun ............................................................... 9
2.1.7 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Reaksi Penyabunan ......... 11
2.2 MINYAK DAN LEMAK ............................................................................12
2.2.1 Minyak Hewani ........................................................................... 12
2.2.2 Minyak Nabati ............................................................................. 13
2.2.3 Minyak Kelapa (Cocos nucifera) ................................................ 14
ix
Universitas Sumatera Utara
2.3 ALKALI .........................................................................................................15
2.3.1 Kulit Coklat ................................................................................. 15
2.3.2 Kandungan Kulit Coklat .............................................................. 16
2.3.3 Kalium (Pottasium) ..................................................................... 17
2.3.4 Proses Pembuatan Abu ................................................................ 18
2.3.5 Proses Pengambilan Kalium (K) dari Abu Kulit Coklat ............. 19
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
21
3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN
21
3.2 BAHAN DAN PERALATAN
21
3.2.1 Bahan Penelitian
21
3.2.2 Peralatan Penelitian
21
3.3 RANCANGAN PERCOBAAN
22
3.4 PROSEDUR PENELITIAN
22
3.4.1 Prosedur Reaksi Saponifikasi
22
3.5 PROSEDUR ANALISA
22
3.5.1 Prosedur Analisa Densitas
22
3.5.2 Prosedur Analisa Keasaman
22
3.5.3 Prosedur Analisa Bilangan Saponifikasi
23
3.5.4 Prosedur Analisa Alkali Bebas
24
3.6 FLOWCHART PENELITIAN
BAB IV
25
3.6.1 Flowchart Reaksi Saponifikasi
25
3.6.2 Flowchart Analisa Densitas
26
3.6.3 Flowchart Analisa Keasaman
27
3.6.4 Flowchart Analisa Bilangan Saponifikasi
28
3.6.5 Flowchart Analisa Alkali Bebas
29
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 HASIL
KARAKTERISASI
ALKALI
DARI
ABU
KULIT
COKLAT (THEOBROMA CACAO L.)
30
4.1.1 Hasil Uji Konsentrasi Alkali dari Kulir Coklat
30
4.2.2 Hasil Uji AAS Alkali dari Kulit Coklat
30
4.2 PENGARUH
SUHU
DAN
WAKTU
PENGADUKAN
TERHADAP pH SABUN CAIR
x
Universitas Sumatera Utara
31
4.3 PENGARUH
SUHU
DAN
WAKTU
PENGADUKAN
TERHADAP DENSITAS SABUN CAIR
4.4 PENGARUH
SUHU
DAN
WAKTU
35
PENGADUKAN
TERHADAP KADAR ALAKLI BEBAS SABUN CAIR
4.5 PENGARUH
SUHU
DAN
WAKTU
37
PENGADUKAN
TERHADAP ANGKA PENYABUNAN SABUN CAIR
40
DAFTAR PUSTAKA
44
LAMPIRAN 1 DATA HASIL PERCOBAAN
50
LAMPIRAN 2 CONTOH PERHITUNGAN
54
LAMPIRAN 3 DOKUMENTASI PENELITIAN
55
LAMPIRAN 4 HASIL UJI
58
xi
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1
Mekanisme Reaksi Saponifikasi........................................................... 9
Gambar 2.2
Kulit Coklat Basah dan Kulir Coklat Kering ..................................... 16
Gambar 3.1
Flowchart Percobaan Reaksi Saponifikasi ......................................... 25
Gambar 3.2
Flowchart Analisa Densitas ................................................................ 26
Gambar 3.3
Flowchart Analisa Keasaman ............................................................. 27
Gambar 3.4
Flowchart Analisa Bilangan Saponifikasi .......................................... 28
Gambar 3.5
Flowchart Analisa Kadar Alkali Bebas .............................................. 29
Gambar 4.1
Bubuk Kulit Kakao (a) Sebelum ditanur (b) Hasil Penanuran Kulit
Kakao .................................................................................................. 30
Gambar 4.2
Hasil Sabun Cair ................................................................................. 31
Gambar 4.3
Grafik Pengaruh Variasi Suhu dan Waktu Pengadukan Terhadap
Kadar Keasaman (pH) Sabun Cair pada Berbagai Waktu Analisa
Sabun .................................................................................................. 32
Gambar 4.4
Grafik Pengaruh Variasi Suhu dan Waktu Pengadukan Terhadap
Densitas Sabun Cair pada Berbagai Waktu Analisa........................... 35
Gambar 4.5
Grafik Pengaruh Variasi Suhu dan Waktu Pengadukan Terhadap
Kadar Alkali Bebas Sabun Cair pada Berbagai Waktu Analisa ......... 37
Gambar 4.6
Grafik Pengaruh Variasi Suhu dan Waktu Pengadukan Terhadap Nilai
Bilangan Saponifikasi Sabun Cair pada Berbagai Waktu Analisa ..... 40
Gambar L3.1 Foto Hasil Ekstraksi Alkali dari Kulit Coklat
55
Gambar L3.2 Foto Proses Pembuatan Sabun
55
Gambar L3.3 Foto Pengukuran pH Sabun Menggunakan pH Meter
56
Gambar L3.4 Foto Pengukuran Densitas Sabun
56
Gambar L3.5 Foto Analisa (a) Sebelum Titrasi, dan (b) Setelah Titrasi
57
Gambar L4.1 Hasil Analisa Kalium menggunakan AAS Alkali Ekstrak Abu Kulit
Kakao .................................................................................................. 58
xii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Kapasitas Produksi Sabun pada tahun 2007-2010 di Indonesia ................ 6
Tabel 2.2 Kapasitas Import Sabun Pada Tahun 2007-2010 di Indonesia ................. 6
Tabel 2.3 Syarat Sabun Mandi Cair .......................................................................... 7
Table 2.4 Syarat Sabun Mandi Padat ........................................................................ 7
Tabel 2.5 Jenis Asam Lemak Terhadap Sifat Sabun yang Dihasilkan .................... 12
Tabel 2.6 Komposisi Asam Lemak Pada Minyak Kelapa....................................... 15
Tabel 2.7 Komponen Organik Pada Kulit Kakao ................................................... 17
Tabel L1.1 Data Hasil Analisa pH Sabun Cair ......................................................... 50
Tabel L1.2 Data Hasil Analisa Densitas .................................................................... 51
Tabel L1.3 Data Hasil Analisa Alkali Bebas ............................................................. 52
Tabel L1.4 Data Hasil Analisa Bilangan Saponifikasi .............................................. 53
xiii
Universitas Sumatera Utara
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
Sabun merupakan salah satu kebutuhan utama manusia sehari-hari, yang
digunakan sebagai bahan baku untuk m pakaian, pembersih lantai dan pembersih
badan [1]. Garam yang dapat larut didalam air dan merupakan hasil reaksi dari asam
lemak yang mengandung delapan rantai karbon atau lebih dengan alkali merupakan
sabun [2]. Minyak dalam pembuatan sabun komersial dapat berasal dari minyak nabati
dan hewani [3]. Minyak nabati dapat berasal dari: kelapa, sawit, jarak dan lainya,
sedangankan hewani dapat berasal dari lemak babi (lard) dan lemak sapi ataupun
domba (tallow) [4]. Masing-masing jenis minyak akan menghasilkan sabun dengan
sifat yang berbeda sesuai karakteristik minyak, seperti minyak sawit akan
menghasilkan sabun yang keras, sulit berbusa dan memiliki daya bersih yang tinggi
[5]. Sedangkan dari minyak kelapa akan menghasilkan sabun yang keras, daya bersih
tinggi dan berbusa banyak [6].
Sabun yang beredar di pasaran sebagian besar adalah sabun kimia yang
menggunakan sodium laurat sulphat (SLS) sebagai bahan baku utamanya. Seiring
perkembangan zaman, gaya hidup manusia juga ikut berkembang dengan
meningkatnya kepedulian akan lingkungan, seperti kesadaran pemakaian sabun
natural yang pembuatannya tidak melibatkan bahan kimia sintesis seperti SLS. Sabun
kimia dan sabun natural dapat dibedakan berdasarkan kandungan gliserin yang
terkandung. Pada sabun kimia, umumnya gliserin ditambahkan kedalam sabun,
sedangkan pada sabun natural terdapat gliserin yang merupakan hasil samping dari
proses saponifikasi, gliserin yang terkandung memyebabkan sabun bersifat lebih
melembabkan kulit [7].
Alkali diperlukan dalam reaksi pembuatan sabun, dapat berupa kalium ataupun
natrium. Umumnya proses pembuatan alkali menggunakan cara sintesis dan kimia,
tetapi bisa juga didapat dengan proses ektraksi tumbuhan yang mengandung kalium
atau natrium seperti daun kelor, kulit coklat, dan lainya. Indonesia merupakan salah
1
Universitas Sumatera Utara
satu negara penghasil coklat terbesar ke tiga di dunia [8]. Luas lahan pertanian coklat
di Indonesia sebesar 1,7 juta hektar dengan produktivitas sekitar 720 ton per tahun
[9]. Produksi coklat di Indonesia mengalami pertumbuhan yang signifikan mencapai
3,5% setiap tahun. Kulit buah coklat terdiri dari 70% - 75% dari berat buah coklat
dimana dari 1 ton coklat akan menghasilkan 700 – 750 kg kulitnya [10]. Salah satu
kandungan dari abu kulit coklat adalah K2O sebanyak 40% [11].
Selain alkali seperti kalium dan natrium untuk menghasilkan sabun natural,
harus menggunakan minyak. Salah satu jenis minyak yang digunakan adalah minyak
kelapa yang berasal dari buah kelapa. Tanaman kelapa merupakan komoditi ekspor
dan dapat tumbuh disepanjang pesisir pantai khususnya, dan dataran tinggi serta lereng
gunung pada umumnya. Indonesia memiliki panjang garis pantai seluas 95.181
kilometer persegi yang sebagian besar ditanami pohon kelapa. Areal tanaman kelapa
Indonesia adalah 3,88 juta hektar dengan prduksi 3,2 juta ton kopra pertahun [12].
Kopra merupakan buah kelapa yang menjadi bahan baku minyak. Sabun dari minyak
kelapa memiliki kelebihan seperti; memiliki aroma manis berbau unik, anti-jamur
serta sifat anti-bakteri. Selain itu sabun yang berasal dari minyak kelapa mamiliki busa
yang banyak sepeti yang telah dijelaskan diatas dan berfungsi sebagai emollient alami.
Manfaat emollient untuk mengurangi kehilangan cairan pada permukaan kulit (yang
menyebabkan kulit kering), melembutkan dan menghaluskan [6].
1.2
PERUMUSAN MASALAH
Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Melihat potensi kalium sebagai sumber alkali pada kulit coklat untuk
dijadikan sabun alami dengan menggunakan minyak kelapa sebagai sumber
asam lemak.
2. Bagaimana sifat sabun natural yang dihasilkan, dengan menggunakan bahan
baku alkali dari kulit coklat dan minyak kelapa.
1.3
TUJUAN PENELITIAN
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Memberikan informasi potensi dari kulit coklat sebagai alkali pada proses
pembuatan sabun natural.
2
Universitas Sumatera Utara
2. Memberikan informasi mengenai sifat-sifat sabun natural yang dihasilkan
dari minyak kelapa sebagai sumber asam lemak.
3. Mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi proses pembuatan sabun natural.
1.4
MANFAAT PENELITIAN
Adapun manfaat dari penelitian yang dilakukan adalah:
1. Untuk memperoleh informasi mengenai kelayakan penggunaan abu kulit
coklat sebagai sumber akali pada proses pembuatan sabun.
2. Untuk memperoleh informasi kondisi proses saponifikas terbaik dalam
pembuatan sabun ini.
3. Untuk meningkatkan nilai ekonomis dari kulit coklat yang merupakan limbah
hasil pembuatan coklat.
1.5
RUANG LINGKUP
Adapun ruang lingkup dari penelitian ini adalah:
1. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penetilitan, Departemen Teknik
Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
2. Sampel yang digunakan adalah minyak kelapa yang diperoleh dari pasar dan
kulit coklat sebagai sumber alkali untuk pembuatan sabun yang diperoleh dari
perkebunan daerah Padang Panjang.
3. Proses yang diterapkan dalam penelitian ini adalah proses saponifikasi.
Dengan variable sebagai berikut:
Volume minyak = 40 gram
Temperatur reaksi = 50 °C, 65 °C dan 80 °C.
Waktu reaksi = 0 jam, 12 jam dan 24 jam.
Waktu pengadukan = 2 jam, 3 jam dan 4 jam.
Kecepatan pengaduk = 250 rpm
Alanalisa yang dilakuakan:
1. Analisa Keasaman (pH)
2. Analisa Densitas
3. Analisa Kadar Alkali Bebas
4. Bilangan Saponifikasi
3
Universitas Sumatera Utara
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
SABUN
Sabun merupakan produk tertua didunia khusunya sebagai surfaktan dan dalam
berbagai bentuk telah memiliki peran besar pada kebutuhan sehari-hari. Dalam sudut
pandang kimia, bahan yang dihasilkan dari reaksi lemak tak larut dengan logam
bahkan alkali alami disebut sabun. Jika logam yang bereaksi berupa kalium, natrium
atau ammonium maka akan terbentuk sabun yang larut dalam air [13].
2.1.1
Sejarah Sabun
Istilah saponifikasi diambil dari bahasa latin “sapo” yang artinya soap atau
sabun. Sapo merupakan nama sebuah gunung dalam legenda Romawi kuno, yang
biasa menjadi tempat pemotongan hewan kurban dalam upacara adat. Ketika hujan,
sisa-sisa lemak hewan bercampur dengan abu kayu pembakaran dan mengalir ke
Sungai Tiber di bawah gunung. Pada saat masyarakat sekitar sungai mencuci, mereka
mendapati air mengeluarkan busa dan pakaian mereka menjadi lebih bersih.
Pada abad ke-1 masyarakat Romawi kuno melakukan saponifikasi dengan cara
mereaksikan ammonium karbonat yang terdapat dalam air seni (urin) dengan minyak
tumbuhan dan lemak hewan. Pekerja khusus yang mengumpulkan air seni (fullones)
untuk dijual kepada pembuat sabun. Pada abad ke-2 dokter Galen (130-200 SM)
menyebutkan penggunaan sabun untuk membersihkan tubuh.
Ahamad Y. al-Hassan dan Donald Hill dalam bukunya Islamic Technology: An
Illustrated History, menyebut Abu Bakar Muhammad bin Zakaria al-Razi, kimiawan
Persia, sebagai peracik pertama ramuan sabun modern. Bangsa Arab membuat sabun
dari minyak nabati atau minyak atsiri. Sentra industri sabun berada di Kufah, Basrah,
dan Nablus daerah Palestina. Sabun yang dihasilkan sudah berbentuk padat dan cair.
Sebelum mengenal sabun, masyarakat Nusantara biasanya mandi dengan
menggosokan lempeng-lempeng batu halus untuk menyingkirkan kotoran di tubuh.
Untuk menghalus dan harumkan kulit masyarakat menaburkan kuntum mawar, melati,
kenanga, sirih, dan minyak zaitun dalam wadah penampungan air. Kebiasaan ini masih
4
Universitas Sumatera Utara
berlangsung hingga 1980-an, terutama di desa-desa. Sampai saat ini, sekalipun
menggunakan sabun, ada masyarakat yang belum bersih tanpa menggosokkan batu
ketika mandi. Kini, sabun sudah menjadi barang kebutuhan sehari-hari. Mandi takkan
terpisahkan dari sabun[14].
2.1.2
Pengertian Sabun
Sabun merupakan garam alkali dari asam-asam lemak dengan alkali dan telah
dikenal secara umum oleh masyarakat karena merupakan keperluan penting di dalam
kahidupan sebagai alat pembersih dan pencuci [15]. Sabun memiliki struktur kimiawi
dengan panjang rantai karbon lebih dari delapan dengan sifat ampifilik, yaitu pada
bagian kepala memiliki gugus hidrofilik (polar), sedangkan pada bagian ekor memiliki
gugus hidrofobik (non polar). Dalam fungsinya, gugus hidrofobik akan mengikat
molekul lemak dan kotoran, yang kemudian akan ditarik oleh gugus hidrofilik yang
dapat larut di dalam air [16]. Menurut SNI (1994) sabun didefenisikan sebagai
pembersih yang dibuat melalui reaksi kimia antara alkali natrium (NaOH) atau kalium
(KOH) dengan asam lemak dari minyak nabati atau lemak hewani [17].
Alkali yang biasa digunakan dalam pembuatan sabun berasal dari natrium dan
kalium, yang menjadikan sabun larut dalam air. Berbeda dengan sabun yang
dihasilkan dari logam divalent seperti, kalsium, magnesium besi dan alumunium yang
tidak larut didalam air. Dalam pembuatan sabun minyak berfungsi sebagai sumber
asam lemak berfungsi sebagai sumber asam lemak [2]. Sifat – sifat sabun yang
dihasilkan ditentukan oleh jumlah dan komposisi dari komponen asam – asam lemak
yang digunakan. Komposisi asam – asam lemak yang sesuai dalam pembuatan sabun
dibatasi panjang rantai dan tingkat kejenuhan. Pada umumnya, panjang rantai yang
kurang dari 12 atom karbon dihindari penggunaanya karena dapat membuat iritasi
pada kulit, sebaliknya panjang rantai yang lebih dari 18 atom karbon membentuk
sabun yang sangat sukar larut dan sulit menimbulkan busa. Banyaknya bagian asam –
asam lemak tak jenuh menghasilkan sabun yang mudah teroksidasi bila terkena udara.
Kandungan zat – zat yang terdapat pada sabun juga bervariasi sesuai dengan sifat dan
jenis sabun. Zat – zat tersebut dapat menimbulkan efek baik yang menguntungkan
maupun yang merugikan [18].
5
Universitas Sumatera Utara
Indonesia memiliki jumlah penduduk 237.641.326 jiwa [19], yang setiap
penduduknya membutuhkan sabun setiap harinya untuk memberiskan diri dan
peralatan lainnya. Produksi sabun di Indonesia terlampir pada table 2.1
yang
menunjukkan adanya pertumbuhan produksi sabun. Sedangkan data impor sabun
Indonesia ditunjukan pada tabel 2.2.
Tabel 2.1 Kapasitas Produksi Sabun pada tahun 2007-2010 di Indonesia [16]
Tahun
Massa sabun (ton/tahun)
2007
2008
2009
2010
44.959
47.452
49.452
168.546
Table 2.2 Kapasitas Import Sabun Pada Tahun 2007-2010 di Indonesia [16]
2.1.3
Tahun
Massa sabun (ton/tahun)
2007
2008
2009
2010
1.613
1.731
1.478
1.113
Standar Mutu Sabun
Sabun memiliki standar baku mutu untuk digunakan sebagai alat pembersih,
ada berbagai standar untuk mutu sabun seperti American Society for Testing and
Material (ASTM) dan Standar Nasional Indonesia (SNI).
Syarat mutu sabun mandi cair menurut standar nasional Indonesia (SNI 064085-1994) dapat dilihat pada tabel 2.3 dan 2.4 untuk berbagai jenis sabun yang
dihasilkan, seperti sabun cair dan sabun padat.
6
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.3 Syarat Sabun Mandi Cair [17]
No
Kriteria
Persyaratan
Satuan
Jenis S
2
Keadaan :
- Bentuk
- Bau
- Warna
pH 25 oC
3
Alkali Bebas
%
Maks 0,1
4
Bobot Jenis 25 oC
gr / cm3
1,01 – 1,1
1
Jenis D
Cairan homogen
Khas
Khas
8 – 11
Cairan homogen
Khas
Khas
6-8
Tidak
dipersyaratkan
1,01 – 1,1
Syarat mutu sabun mandi padat menurut standar nasional Indonesia (SNI 06-35321994)
Tabel 2.4 Syarat Sabun Mandi Padat [17]
No
1
2
3
4
5
2.1.4
Uraian
Kadar Air (%)
Jumlah Asam Lemak (%)
Alkali Bebas (%)
Asam Lemak Bebas (%)
Lemak Netral (%)
Tipe 1
Maks 15
> 70
Maks 0,1
< 2,5
< 2,5
SNI
Tipe 2
Maks 15
64 - 70
Maks 0,1
< 2,5
< 2,5
Superfat
Maks 15
> 70
Maks 0,1
< 2,5
< 2,5
Jenis Sabun
Jenis sabun berdasarkan kegunaanya dapat dikelompokan sebagai berikut:
1. Sabun Transparan
Sabun Transparan atau tembus pandang memiliki tampilan jernih dan
cenderung memiliki kadar yang ringan. Sabun ini mudah sekali larut karena
mempunyai sifat sukar mengering. Faktor yang mempengaruhi transparansi
sabun adalah kandungan alkohol, gula, dan glyserin dalam sabun. Ketika sabun
akan dibuat jernih dan bening maka hal yang paling essensial adalah kualitas
gula, alkohol dan glyserin. Minyak lemak yang digunakan untuk membuat
sabun transparan memiliki rantai karbon yang tidak terlalu panjang, secara
7
Universitas Sumatera Utara
umum dibawah 18. Bahan minyak untuk membuat sabun transparan yang
paling sering dijumpai adalah minyak kelapa [20].
2. Sabun Kecantikan
Sabun kecantikan dapat berupa sabun foam yaitu sabun yang mempunyai
manfaat untuk membersihkan wajah dengan baik. Sabun scrub mempunyai
tekstur scrub yang sedikit kasar. Sabun ini mempunyai manfaat untuk
membersihkan serta mengangkat sel kulit mati. Pemakaian sabun scrub terlalu
sering karena dapat menyebabkan kulit menjadi kering.
3.
Sabun Natural
Sabun natural mengacu pada proses pembuatannya yang tidak banyak
melibatkan bahan kimia sintetis. Sabun disebut natural ketika peran SLS
digantikan dengan bahan-bahan alami/natural berupa minyak alami
(nabati/hewani), pembuatannya tanpa melibatkan detergen (SLS/SLES atau
texapon) dan zat kimia sintetis (parabens/pengawet kimia, EDTA, pewarna
sintetis) [21]. Sabun natural memiliki kandungan gliserin yang merupakan
hasil samping dari proses pembuatannya, yang dapat melembababkan kulit
[22].
Minyak alami (nabati) yang biasa digunakan dalam pembuatan sabun
natural merupakan minyak zaitun (olive oil), minyak kelapa (coconut oil), dan
minyak kelapa sawit (palm oil). Ketiga minyak nabati tersebut biasanya
digunakan sebagai bahan baku utama dan memiliki fungsi yang berbeda [21].
2.1.5
Mekanisme Reaksi Sabun
Sabun merupakan hasil hidrolisa dari asam lemak dengan alkali. Peristiwa ini
dikenal dengan peristiwa penyabunan atau saponifikasi [23]. Reaksi kimia pada proses
penyabunan sangat sederhana yaitu minyak atau lemak direaksikan dengan tiga mol
alkali untuk menghasilkan tiga mol sabun dan gliserol [24].
8
Universitas Sumatera Utara
Minyak
Alkali
Sabun
Gliserol
Gambar 2.1 Mekanisme Reaksi Saponifikasi
Mula-mula reaksi penyabunan berjalan lambat karena minyak dan larutan
alkali merupakan larutan yang tidak saling melarut (immiscible). Setelah terbentuk
sabun maka kecepatan reaksi akan meningkat, karena reaksi penyabunan bersifat
sebagai reaksi autokatalitik, maka pada akhirnya kecepatan reaksi akan menurun lagi
karena jumlah minyak yang sudah berkurang. Apabila senyawa alkali yang
ditambahkan adalah kalium soda (KOH), maka sabun yang dihasilkan adalah sabun
yang bersifat lunak (soft soap) dan gliserol yang terikut dalam sabun tersebut dapat
dipisahkan dari sabunnya dengan penambahan NaCl sedangkan bila senyawa alkali
yang ditambahkan natrium soda (NaOH) maka akan didapat sabun keras (hard soap)
tapi gliserolnya tidak dapat dipisahkan dengan NaCl sehingga berupa zat warna
kuning yang masih berisi alkohol dan air [25].
2.1.6
Proses Pembuatan Sabun
Terdapat dua metode yang biasa digunakan dalam cara pembuatan sabun yaitu
proses dingin dan proses panas [26] [22]:
1. Proses Dingin
Proses dingin adalah teknik yang paling populer dalam pembuatan sabun
natural. Teknik ini telah dikenal sejak berabad-abad lamanya dalam sejarah
kuno (Romawi) maupun sejarah modern (Eropa). Proses dingin merupakan
ketrampilan karya seni yang sangat tinggi dan dihargai para ratu dan para putri
kerajaan-kerajaan untuk perawatan wajah dan kecantikan mereka.
Sabun yang dibuat dengan proses dingin memerlukan curing time (waktu
pematangan sabun) yang lama sampai dengan sabun tersebut siap pakai.
Curing time adalah waktu yang dibutuhkan untuk menguapkan air dalam sabun
natural sehingga sabun akan menjadi lebih keras, busa lebih baik, semakin
lembut jika dipakai, dan lebih tahan lama, sabun akan menjadi lebih baik secara
9
Universitas Sumatera Utara
Nama
NIM
Tempat, tanggal lahir
Nama orang tua
Alamat orang tua
: Aulia Bismar Paduana
: 120405037
: Padang, 19 Januari 1995
: Martinus dan Linda Hertati
: Komp. Wisma Utama Blok.
A1/no.6 Lubug Begalung
Pulau Aia Nan XX. Padang.
Sumatera Barat
Asal Sekolah:
• SD Negeri 9 Gorontalo tahun 2000-2004
• SD Kartika I-11 Padang 2004-2006
• SMP Negeri 8 Padang tahun 2007 – 2009
• SMA Negeri 4 Padang tahun 2009 – 2012
Pengalaman Kerja dan Organisasi:
1. Asisten Lab. Kimia Analisa tahun 2014-2016
2. Pemerintahan Mahasiswa Fakultas Teknik USU periode 2013-2014
sebagai Sekertaris Bidang Kerohanian
3. Pemerintahan Mahasiswa Fakultas Teknik USU periode 2014-2015
sebagai Anggota Bidang Peningkatan Sumber Daya Mahasiswa
4. Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia Teknik 2014-2016
sebagai anggota Departemen Kebijakan Publik
5. Himpunan Mahasiswa Teknik Kimia (HIMATEK) FT USU periode
2015-2016 sebagai Anggota
Artikel yang dipublikasikan:
1. Leaching Kalium Dari Abu Kulit Coklat (Theobroma cacao L.)
vi
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi kulit coklat sebagai alkali pada
proses pembuatan sabun natural dan mengetahui sifat-sifat sabun natural yang
dihasilkan dari minyak kelapa sebagai sumber asam lemak. Bahan – bahan yang
digunakan, antara lain minyak kelapa, alkali dari kulit coklat dan aquadest.
Variabel – variabel yang diamati, antara lain temperatur reaksi pembuatan sabun,
waktu pengadukan dan waktu reaski penyabunan. Penelitian diawali dengan
pembuatan alkali dari kulit coklat, dimana kulit coklat dikeringkan menggunakan
oven pada temperatur 105 oC selama 24 jam dan dihaluskan menggunakan ball
mill sampai ukuran 50 mesh. Bubuk kulit coklat tersebut dibakar menggunakan
tanur pada temperatur 600 oC selama 6 jam dan diekstaksi 10 gram abu
menggunakan aquades sebanyak 50 ml sambil diaduk menggunakan magnetic
stirrer pada suhu 65 selama 60 menit. Konsentrasi alkali yang didapat sebesar
1,01 N, analisa meggunakan Atomic Absorption spectroscopy (AAS) didapatkan
konsentrasi kalium sebagai kalium hidroksida sebesar 39,91%. Sebanyak 30 ml
alkali dicampurkan dengan 40 ml minyak kelapa pada suhu 50, 65 dan 80 oC,
dengan waktu pengadukan 2, 3 dan 4 jam, lalu dilakukan analisa pada 0, 12 dan
24 jam. Nilai pH yang didapat berkisar 8,2-10,2 sedangkan densitas yang didapat
berkisar 1,02-1,12. Nilai alkali bebas didapat berkisar 0,0089-0,0378 sedangkan
nilai bilangan saponifikasi berkisar 197,52-282,18. Hal ini menunjukkan bahwa
alkali dari kulit coklat layak dijadikan sebagai sumber alkali untuk pembuatan
sabun.
Kata kunci: sabun natural, kulit coklat, minyak kelapa, pH, kadar alkali bebas,
densitas dan bilangan saponifikasi.
vii
Universitas Sumatera Utara
ABSTRACT
This study was aimed to discover the potential of cacao husk as source of alkali
for soap making process and to discover the characteristics of natural soap made
from coconut oil as source of fatty acid. Materials used were alkali from cacao
husk, coconut oil and aquadest. Variables observed were temperatures of
saponification process, mixing time and reaction time. This study was begun with
alkali from cacao husk making process, cacao husk were dried with oven at 105 ˚C
for 24 hours. The dried of cacao husk was crashed using ball mill and resulting
husk powder was burned in a furnace at 600 ˚C for 6 hours. 10 g cacao husk ash
were leached with 50 ml aquadest at 65 ˚C for 60 minutes, with the result of
potassium concentration was 1.01 N. Analysing using Atomic Absorption
Spectroscopy (AAS) founded that the amount of potassium as a potassium
hydroxide was 39.91%. Blend 30 ml alkali into 40 ml coconut oil at temperature
variable were 50, 65 and 80 ˚C and the mixing time variable were 2, 3 and 4
hours. Meanwhile, the saponification time were 0, 12 and 24 hours. The result for
pH were obtained between 8.2-10.2 and free alkaline content were obtained
between 0,0089-0,0378%. Meanwhile the density were obtained between 1.021.12 g/cm3 and saponification number were obtained between 197.52-282.18
mg/g. This study showed that alkali from cacao husk was effective to produce
natural soap with coconut oil as fatty acid sources.
Keywords: natural soap, cocoa husk, coconut oil, pH, free alkaline content,
density and saponification number.
viii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ....................................................................... i
PENGESAHAN
ii
PRAKATA
iii
DEDIKASI
v
RIWAYAT HIDUP PENULIS
vi
ABSTRAK
vii
ABSTRACT
viii
DAFTAR ISI
ix
DAFTAR GAMBAR
xii
DAFTAR TABEL
xiii
BAB I PENDAHULUAN
1
1.1 LATAR BELAKANG ....................................................................................1
1.2 PERUMUSAN MASALAH ..........................................................................2
1.3 TUJUAN PENELITIAN ................................................................................2
1.4 MANFAAT PENELITIAN ...........................................................................3
1.5 RUANG LINGKUP ........................................................................................3
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 SABUN.............................................................................................................4
2.1.1 Sejarah Sabun ................................................................................ 4
2.1.2 Pengertian Sabun ........................................................................... 5
2.1.3 Standar Sabun ................................................................................ 6
2.1.4 Jenis Jenis Sabun ........................................................................... 7
2.1.5 Mekanisme Reaksi Sabun ............................................................. 8
2.1.6 Proses Pembuatan Sabun ............................................................... 9
2.1.7 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Reaksi Penyabunan ......... 11
2.2 MINYAK DAN LEMAK ............................................................................12
2.2.1 Minyak Hewani ........................................................................... 12
2.2.2 Minyak Nabati ............................................................................. 13
2.2.3 Minyak Kelapa (Cocos nucifera) ................................................ 14
ix
Universitas Sumatera Utara
2.3 ALKALI .........................................................................................................15
2.3.1 Kulit Coklat ................................................................................. 15
2.3.2 Kandungan Kulit Coklat .............................................................. 16
2.3.3 Kalium (Pottasium) ..................................................................... 17
2.3.4 Proses Pembuatan Abu ................................................................ 18
2.3.5 Proses Pengambilan Kalium (K) dari Abu Kulit Coklat ............. 19
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
21
3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN
21
3.2 BAHAN DAN PERALATAN
21
3.2.1 Bahan Penelitian
21
3.2.2 Peralatan Penelitian
21
3.3 RANCANGAN PERCOBAAN
22
3.4 PROSEDUR PENELITIAN
22
3.4.1 Prosedur Reaksi Saponifikasi
22
3.5 PROSEDUR ANALISA
22
3.5.1 Prosedur Analisa Densitas
22
3.5.2 Prosedur Analisa Keasaman
22
3.5.3 Prosedur Analisa Bilangan Saponifikasi
23
3.5.4 Prosedur Analisa Alkali Bebas
24
3.6 FLOWCHART PENELITIAN
BAB IV
25
3.6.1 Flowchart Reaksi Saponifikasi
25
3.6.2 Flowchart Analisa Densitas
26
3.6.3 Flowchart Analisa Keasaman
27
3.6.4 Flowchart Analisa Bilangan Saponifikasi
28
3.6.5 Flowchart Analisa Alkali Bebas
29
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 HASIL
KARAKTERISASI
ALKALI
DARI
ABU
KULIT
COKLAT (THEOBROMA CACAO L.)
30
4.1.1 Hasil Uji Konsentrasi Alkali dari Kulir Coklat
30
4.2.2 Hasil Uji AAS Alkali dari Kulit Coklat
30
4.2 PENGARUH
SUHU
DAN
WAKTU
PENGADUKAN
TERHADAP pH SABUN CAIR
x
Universitas Sumatera Utara
31
4.3 PENGARUH
SUHU
DAN
WAKTU
PENGADUKAN
TERHADAP DENSITAS SABUN CAIR
4.4 PENGARUH
SUHU
DAN
WAKTU
35
PENGADUKAN
TERHADAP KADAR ALAKLI BEBAS SABUN CAIR
4.5 PENGARUH
SUHU
DAN
WAKTU
37
PENGADUKAN
TERHADAP ANGKA PENYABUNAN SABUN CAIR
40
DAFTAR PUSTAKA
44
LAMPIRAN 1 DATA HASIL PERCOBAAN
50
LAMPIRAN 2 CONTOH PERHITUNGAN
54
LAMPIRAN 3 DOKUMENTASI PENELITIAN
55
LAMPIRAN 4 HASIL UJI
58
xi
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1
Mekanisme Reaksi Saponifikasi........................................................... 9
Gambar 2.2
Kulit Coklat Basah dan Kulir Coklat Kering ..................................... 16
Gambar 3.1
Flowchart Percobaan Reaksi Saponifikasi ......................................... 25
Gambar 3.2
Flowchart Analisa Densitas ................................................................ 26
Gambar 3.3
Flowchart Analisa Keasaman ............................................................. 27
Gambar 3.4
Flowchart Analisa Bilangan Saponifikasi .......................................... 28
Gambar 3.5
Flowchart Analisa Kadar Alkali Bebas .............................................. 29
Gambar 4.1
Bubuk Kulit Kakao (a) Sebelum ditanur (b) Hasil Penanuran Kulit
Kakao .................................................................................................. 30
Gambar 4.2
Hasil Sabun Cair ................................................................................. 31
Gambar 4.3
Grafik Pengaruh Variasi Suhu dan Waktu Pengadukan Terhadap
Kadar Keasaman (pH) Sabun Cair pada Berbagai Waktu Analisa
Sabun .................................................................................................. 32
Gambar 4.4
Grafik Pengaruh Variasi Suhu dan Waktu Pengadukan Terhadap
Densitas Sabun Cair pada Berbagai Waktu Analisa........................... 35
Gambar 4.5
Grafik Pengaruh Variasi Suhu dan Waktu Pengadukan Terhadap
Kadar Alkali Bebas Sabun Cair pada Berbagai Waktu Analisa ......... 37
Gambar 4.6
Grafik Pengaruh Variasi Suhu dan Waktu Pengadukan Terhadap Nilai
Bilangan Saponifikasi Sabun Cair pada Berbagai Waktu Analisa ..... 40
Gambar L3.1 Foto Hasil Ekstraksi Alkali dari Kulit Coklat
55
Gambar L3.2 Foto Proses Pembuatan Sabun
55
Gambar L3.3 Foto Pengukuran pH Sabun Menggunakan pH Meter
56
Gambar L3.4 Foto Pengukuran Densitas Sabun
56
Gambar L3.5 Foto Analisa (a) Sebelum Titrasi, dan (b) Setelah Titrasi
57
Gambar L4.1 Hasil Analisa Kalium menggunakan AAS Alkali Ekstrak Abu Kulit
Kakao .................................................................................................. 58
xii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Kapasitas Produksi Sabun pada tahun 2007-2010 di Indonesia ................ 6
Tabel 2.2 Kapasitas Import Sabun Pada Tahun 2007-2010 di Indonesia ................. 6
Tabel 2.3 Syarat Sabun Mandi Cair .......................................................................... 7
Table 2.4 Syarat Sabun Mandi Padat ........................................................................ 7
Tabel 2.5 Jenis Asam Lemak Terhadap Sifat Sabun yang Dihasilkan .................... 12
Tabel 2.6 Komposisi Asam Lemak Pada Minyak Kelapa....................................... 15
Tabel 2.7 Komponen Organik Pada Kulit Kakao ................................................... 17
Tabel L1.1 Data Hasil Analisa pH Sabun Cair ......................................................... 50
Tabel L1.2 Data Hasil Analisa Densitas .................................................................... 51
Tabel L1.3 Data Hasil Analisa Alkali Bebas ............................................................. 52
Tabel L1.4 Data Hasil Analisa Bilangan Saponifikasi .............................................. 53
xiii
Universitas Sumatera Utara
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
Sabun merupakan salah satu kebutuhan utama manusia sehari-hari, yang
digunakan sebagai bahan baku untuk m pakaian, pembersih lantai dan pembersih
badan [1]. Garam yang dapat larut didalam air dan merupakan hasil reaksi dari asam
lemak yang mengandung delapan rantai karbon atau lebih dengan alkali merupakan
sabun [2]. Minyak dalam pembuatan sabun komersial dapat berasal dari minyak nabati
dan hewani [3]. Minyak nabati dapat berasal dari: kelapa, sawit, jarak dan lainya,
sedangankan hewani dapat berasal dari lemak babi (lard) dan lemak sapi ataupun
domba (tallow) [4]. Masing-masing jenis minyak akan menghasilkan sabun dengan
sifat yang berbeda sesuai karakteristik minyak, seperti minyak sawit akan
menghasilkan sabun yang keras, sulit berbusa dan memiliki daya bersih yang tinggi
[5]. Sedangkan dari minyak kelapa akan menghasilkan sabun yang keras, daya bersih
tinggi dan berbusa banyak [6].
Sabun yang beredar di pasaran sebagian besar adalah sabun kimia yang
menggunakan sodium laurat sulphat (SLS) sebagai bahan baku utamanya. Seiring
perkembangan zaman, gaya hidup manusia juga ikut berkembang dengan
meningkatnya kepedulian akan lingkungan, seperti kesadaran pemakaian sabun
natural yang pembuatannya tidak melibatkan bahan kimia sintesis seperti SLS. Sabun
kimia dan sabun natural dapat dibedakan berdasarkan kandungan gliserin yang
terkandung. Pada sabun kimia, umumnya gliserin ditambahkan kedalam sabun,
sedangkan pada sabun natural terdapat gliserin yang merupakan hasil samping dari
proses saponifikasi, gliserin yang terkandung memyebabkan sabun bersifat lebih
melembabkan kulit [7].
Alkali diperlukan dalam reaksi pembuatan sabun, dapat berupa kalium ataupun
natrium. Umumnya proses pembuatan alkali menggunakan cara sintesis dan kimia,
tetapi bisa juga didapat dengan proses ektraksi tumbuhan yang mengandung kalium
atau natrium seperti daun kelor, kulit coklat, dan lainya. Indonesia merupakan salah
1
Universitas Sumatera Utara
satu negara penghasil coklat terbesar ke tiga di dunia [8]. Luas lahan pertanian coklat
di Indonesia sebesar 1,7 juta hektar dengan produktivitas sekitar 720 ton per tahun
[9]. Produksi coklat di Indonesia mengalami pertumbuhan yang signifikan mencapai
3,5% setiap tahun. Kulit buah coklat terdiri dari 70% - 75% dari berat buah coklat
dimana dari 1 ton coklat akan menghasilkan 700 – 750 kg kulitnya [10]. Salah satu
kandungan dari abu kulit coklat adalah K2O sebanyak 40% [11].
Selain alkali seperti kalium dan natrium untuk menghasilkan sabun natural,
harus menggunakan minyak. Salah satu jenis minyak yang digunakan adalah minyak
kelapa yang berasal dari buah kelapa. Tanaman kelapa merupakan komoditi ekspor
dan dapat tumbuh disepanjang pesisir pantai khususnya, dan dataran tinggi serta lereng
gunung pada umumnya. Indonesia memiliki panjang garis pantai seluas 95.181
kilometer persegi yang sebagian besar ditanami pohon kelapa. Areal tanaman kelapa
Indonesia adalah 3,88 juta hektar dengan prduksi 3,2 juta ton kopra pertahun [12].
Kopra merupakan buah kelapa yang menjadi bahan baku minyak. Sabun dari minyak
kelapa memiliki kelebihan seperti; memiliki aroma manis berbau unik, anti-jamur
serta sifat anti-bakteri. Selain itu sabun yang berasal dari minyak kelapa mamiliki busa
yang banyak sepeti yang telah dijelaskan diatas dan berfungsi sebagai emollient alami.
Manfaat emollient untuk mengurangi kehilangan cairan pada permukaan kulit (yang
menyebabkan kulit kering), melembutkan dan menghaluskan [6].
1.2
PERUMUSAN MASALAH
Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Melihat potensi kalium sebagai sumber alkali pada kulit coklat untuk
dijadikan sabun alami dengan menggunakan minyak kelapa sebagai sumber
asam lemak.
2. Bagaimana sifat sabun natural yang dihasilkan, dengan menggunakan bahan
baku alkali dari kulit coklat dan minyak kelapa.
1.3
TUJUAN PENELITIAN
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Memberikan informasi potensi dari kulit coklat sebagai alkali pada proses
pembuatan sabun natural.
2
Universitas Sumatera Utara
2. Memberikan informasi mengenai sifat-sifat sabun natural yang dihasilkan
dari minyak kelapa sebagai sumber asam lemak.
3. Mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi proses pembuatan sabun natural.
1.4
MANFAAT PENELITIAN
Adapun manfaat dari penelitian yang dilakukan adalah:
1. Untuk memperoleh informasi mengenai kelayakan penggunaan abu kulit
coklat sebagai sumber akali pada proses pembuatan sabun.
2. Untuk memperoleh informasi kondisi proses saponifikas terbaik dalam
pembuatan sabun ini.
3. Untuk meningkatkan nilai ekonomis dari kulit coklat yang merupakan limbah
hasil pembuatan coklat.
1.5
RUANG LINGKUP
Adapun ruang lingkup dari penelitian ini adalah:
1. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penetilitan, Departemen Teknik
Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
2. Sampel yang digunakan adalah minyak kelapa yang diperoleh dari pasar dan
kulit coklat sebagai sumber alkali untuk pembuatan sabun yang diperoleh dari
perkebunan daerah Padang Panjang.
3. Proses yang diterapkan dalam penelitian ini adalah proses saponifikasi.
Dengan variable sebagai berikut:
Volume minyak = 40 gram
Temperatur reaksi = 50 °C, 65 °C dan 80 °C.
Waktu reaksi = 0 jam, 12 jam dan 24 jam.
Waktu pengadukan = 2 jam, 3 jam dan 4 jam.
Kecepatan pengaduk = 250 rpm
Alanalisa yang dilakuakan:
1. Analisa Keasaman (pH)
2. Analisa Densitas
3. Analisa Kadar Alkali Bebas
4. Bilangan Saponifikasi
3
Universitas Sumatera Utara
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
SABUN
Sabun merupakan produk tertua didunia khusunya sebagai surfaktan dan dalam
berbagai bentuk telah memiliki peran besar pada kebutuhan sehari-hari. Dalam sudut
pandang kimia, bahan yang dihasilkan dari reaksi lemak tak larut dengan logam
bahkan alkali alami disebut sabun. Jika logam yang bereaksi berupa kalium, natrium
atau ammonium maka akan terbentuk sabun yang larut dalam air [13].
2.1.1
Sejarah Sabun
Istilah saponifikasi diambil dari bahasa latin “sapo” yang artinya soap atau
sabun. Sapo merupakan nama sebuah gunung dalam legenda Romawi kuno, yang
biasa menjadi tempat pemotongan hewan kurban dalam upacara adat. Ketika hujan,
sisa-sisa lemak hewan bercampur dengan abu kayu pembakaran dan mengalir ke
Sungai Tiber di bawah gunung. Pada saat masyarakat sekitar sungai mencuci, mereka
mendapati air mengeluarkan busa dan pakaian mereka menjadi lebih bersih.
Pada abad ke-1 masyarakat Romawi kuno melakukan saponifikasi dengan cara
mereaksikan ammonium karbonat yang terdapat dalam air seni (urin) dengan minyak
tumbuhan dan lemak hewan. Pekerja khusus yang mengumpulkan air seni (fullones)
untuk dijual kepada pembuat sabun. Pada abad ke-2 dokter Galen (130-200 SM)
menyebutkan penggunaan sabun untuk membersihkan tubuh.
Ahamad Y. al-Hassan dan Donald Hill dalam bukunya Islamic Technology: An
Illustrated History, menyebut Abu Bakar Muhammad bin Zakaria al-Razi, kimiawan
Persia, sebagai peracik pertama ramuan sabun modern. Bangsa Arab membuat sabun
dari minyak nabati atau minyak atsiri. Sentra industri sabun berada di Kufah, Basrah,
dan Nablus daerah Palestina. Sabun yang dihasilkan sudah berbentuk padat dan cair.
Sebelum mengenal sabun, masyarakat Nusantara biasanya mandi dengan
menggosokan lempeng-lempeng batu halus untuk menyingkirkan kotoran di tubuh.
Untuk menghalus dan harumkan kulit masyarakat menaburkan kuntum mawar, melati,
kenanga, sirih, dan minyak zaitun dalam wadah penampungan air. Kebiasaan ini masih
4
Universitas Sumatera Utara
berlangsung hingga 1980-an, terutama di desa-desa. Sampai saat ini, sekalipun
menggunakan sabun, ada masyarakat yang belum bersih tanpa menggosokkan batu
ketika mandi. Kini, sabun sudah menjadi barang kebutuhan sehari-hari. Mandi takkan
terpisahkan dari sabun[14].
2.1.2
Pengertian Sabun
Sabun merupakan garam alkali dari asam-asam lemak dengan alkali dan telah
dikenal secara umum oleh masyarakat karena merupakan keperluan penting di dalam
kahidupan sebagai alat pembersih dan pencuci [15]. Sabun memiliki struktur kimiawi
dengan panjang rantai karbon lebih dari delapan dengan sifat ampifilik, yaitu pada
bagian kepala memiliki gugus hidrofilik (polar), sedangkan pada bagian ekor memiliki
gugus hidrofobik (non polar). Dalam fungsinya, gugus hidrofobik akan mengikat
molekul lemak dan kotoran, yang kemudian akan ditarik oleh gugus hidrofilik yang
dapat larut di dalam air [16]. Menurut SNI (1994) sabun didefenisikan sebagai
pembersih yang dibuat melalui reaksi kimia antara alkali natrium (NaOH) atau kalium
(KOH) dengan asam lemak dari minyak nabati atau lemak hewani [17].
Alkali yang biasa digunakan dalam pembuatan sabun berasal dari natrium dan
kalium, yang menjadikan sabun larut dalam air. Berbeda dengan sabun yang
dihasilkan dari logam divalent seperti, kalsium, magnesium besi dan alumunium yang
tidak larut didalam air. Dalam pembuatan sabun minyak berfungsi sebagai sumber
asam lemak berfungsi sebagai sumber asam lemak [2]. Sifat – sifat sabun yang
dihasilkan ditentukan oleh jumlah dan komposisi dari komponen asam – asam lemak
yang digunakan. Komposisi asam – asam lemak yang sesuai dalam pembuatan sabun
dibatasi panjang rantai dan tingkat kejenuhan. Pada umumnya, panjang rantai yang
kurang dari 12 atom karbon dihindari penggunaanya karena dapat membuat iritasi
pada kulit, sebaliknya panjang rantai yang lebih dari 18 atom karbon membentuk
sabun yang sangat sukar larut dan sulit menimbulkan busa. Banyaknya bagian asam –
asam lemak tak jenuh menghasilkan sabun yang mudah teroksidasi bila terkena udara.
Kandungan zat – zat yang terdapat pada sabun juga bervariasi sesuai dengan sifat dan
jenis sabun. Zat – zat tersebut dapat menimbulkan efek baik yang menguntungkan
maupun yang merugikan [18].
5
Universitas Sumatera Utara
Indonesia memiliki jumlah penduduk 237.641.326 jiwa [19], yang setiap
penduduknya membutuhkan sabun setiap harinya untuk memberiskan diri dan
peralatan lainnya. Produksi sabun di Indonesia terlampir pada table 2.1
yang
menunjukkan adanya pertumbuhan produksi sabun. Sedangkan data impor sabun
Indonesia ditunjukan pada tabel 2.2.
Tabel 2.1 Kapasitas Produksi Sabun pada tahun 2007-2010 di Indonesia [16]
Tahun
Massa sabun (ton/tahun)
2007
2008
2009
2010
44.959
47.452
49.452
168.546
Table 2.2 Kapasitas Import Sabun Pada Tahun 2007-2010 di Indonesia [16]
2.1.3
Tahun
Massa sabun (ton/tahun)
2007
2008
2009
2010
1.613
1.731
1.478
1.113
Standar Mutu Sabun
Sabun memiliki standar baku mutu untuk digunakan sebagai alat pembersih,
ada berbagai standar untuk mutu sabun seperti American Society for Testing and
Material (ASTM) dan Standar Nasional Indonesia (SNI).
Syarat mutu sabun mandi cair menurut standar nasional Indonesia (SNI 064085-1994) dapat dilihat pada tabel 2.3 dan 2.4 untuk berbagai jenis sabun yang
dihasilkan, seperti sabun cair dan sabun padat.
6
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.3 Syarat Sabun Mandi Cair [17]
No
Kriteria
Persyaratan
Satuan
Jenis S
2
Keadaan :
- Bentuk
- Bau
- Warna
pH 25 oC
3
Alkali Bebas
%
Maks 0,1
4
Bobot Jenis 25 oC
gr / cm3
1,01 – 1,1
1
Jenis D
Cairan homogen
Khas
Khas
8 – 11
Cairan homogen
Khas
Khas
6-8
Tidak
dipersyaratkan
1,01 – 1,1
Syarat mutu sabun mandi padat menurut standar nasional Indonesia (SNI 06-35321994)
Tabel 2.4 Syarat Sabun Mandi Padat [17]
No
1
2
3
4
5
2.1.4
Uraian
Kadar Air (%)
Jumlah Asam Lemak (%)
Alkali Bebas (%)
Asam Lemak Bebas (%)
Lemak Netral (%)
Tipe 1
Maks 15
> 70
Maks 0,1
< 2,5
< 2,5
SNI
Tipe 2
Maks 15
64 - 70
Maks 0,1
< 2,5
< 2,5
Superfat
Maks 15
> 70
Maks 0,1
< 2,5
< 2,5
Jenis Sabun
Jenis sabun berdasarkan kegunaanya dapat dikelompokan sebagai berikut:
1. Sabun Transparan
Sabun Transparan atau tembus pandang memiliki tampilan jernih dan
cenderung memiliki kadar yang ringan. Sabun ini mudah sekali larut karena
mempunyai sifat sukar mengering. Faktor yang mempengaruhi transparansi
sabun adalah kandungan alkohol, gula, dan glyserin dalam sabun. Ketika sabun
akan dibuat jernih dan bening maka hal yang paling essensial adalah kualitas
gula, alkohol dan glyserin. Minyak lemak yang digunakan untuk membuat
sabun transparan memiliki rantai karbon yang tidak terlalu panjang, secara
7
Universitas Sumatera Utara
umum dibawah 18. Bahan minyak untuk membuat sabun transparan yang
paling sering dijumpai adalah minyak kelapa [20].
2. Sabun Kecantikan
Sabun kecantikan dapat berupa sabun foam yaitu sabun yang mempunyai
manfaat untuk membersihkan wajah dengan baik. Sabun scrub mempunyai
tekstur scrub yang sedikit kasar. Sabun ini mempunyai manfaat untuk
membersihkan serta mengangkat sel kulit mati. Pemakaian sabun scrub terlalu
sering karena dapat menyebabkan kulit menjadi kering.
3.
Sabun Natural
Sabun natural mengacu pada proses pembuatannya yang tidak banyak
melibatkan bahan kimia sintetis. Sabun disebut natural ketika peran SLS
digantikan dengan bahan-bahan alami/natural berupa minyak alami
(nabati/hewani), pembuatannya tanpa melibatkan detergen (SLS/SLES atau
texapon) dan zat kimia sintetis (parabens/pengawet kimia, EDTA, pewarna
sintetis) [21]. Sabun natural memiliki kandungan gliserin yang merupakan
hasil samping dari proses pembuatannya, yang dapat melembababkan kulit
[22].
Minyak alami (nabati) yang biasa digunakan dalam pembuatan sabun
natural merupakan minyak zaitun (olive oil), minyak kelapa (coconut oil), dan
minyak kelapa sawit (palm oil). Ketiga minyak nabati tersebut biasanya
digunakan sebagai bahan baku utama dan memiliki fungsi yang berbeda [21].
2.1.5
Mekanisme Reaksi Sabun
Sabun merupakan hasil hidrolisa dari asam lemak dengan alkali. Peristiwa ini
dikenal dengan peristiwa penyabunan atau saponifikasi [23]. Reaksi kimia pada proses
penyabunan sangat sederhana yaitu minyak atau lemak direaksikan dengan tiga mol
alkali untuk menghasilkan tiga mol sabun dan gliserol [24].
8
Universitas Sumatera Utara
Minyak
Alkali
Sabun
Gliserol
Gambar 2.1 Mekanisme Reaksi Saponifikasi
Mula-mula reaksi penyabunan berjalan lambat karena minyak dan larutan
alkali merupakan larutan yang tidak saling melarut (immiscible). Setelah terbentuk
sabun maka kecepatan reaksi akan meningkat, karena reaksi penyabunan bersifat
sebagai reaksi autokatalitik, maka pada akhirnya kecepatan reaksi akan menurun lagi
karena jumlah minyak yang sudah berkurang. Apabila senyawa alkali yang
ditambahkan adalah kalium soda (KOH), maka sabun yang dihasilkan adalah sabun
yang bersifat lunak (soft soap) dan gliserol yang terikut dalam sabun tersebut dapat
dipisahkan dari sabunnya dengan penambahan NaCl sedangkan bila senyawa alkali
yang ditambahkan natrium soda (NaOH) maka akan didapat sabun keras (hard soap)
tapi gliserolnya tidak dapat dipisahkan dengan NaCl sehingga berupa zat warna
kuning yang masih berisi alkohol dan air [25].
2.1.6
Proses Pembuatan Sabun
Terdapat dua metode yang biasa digunakan dalam cara pembuatan sabun yaitu
proses dingin dan proses panas [26] [22]:
1. Proses Dingin
Proses dingin adalah teknik yang paling populer dalam pembuatan sabun
natural. Teknik ini telah dikenal sejak berabad-abad lamanya dalam sejarah
kuno (Romawi) maupun sejarah modern (Eropa). Proses dingin merupakan
ketrampilan karya seni yang sangat tinggi dan dihargai para ratu dan para putri
kerajaan-kerajaan untuk perawatan wajah dan kecantikan mereka.
Sabun yang dibuat dengan proses dingin memerlukan curing time (waktu
pematangan sabun) yang lama sampai dengan sabun tersebut siap pakai.
Curing time adalah waktu yang dibutuhkan untuk menguapkan air dalam sabun
natural sehingga sabun akan menjadi lebih keras, busa lebih baik, semakin
lembut jika dipakai, dan lebih tahan lama, sabun akan menjadi lebih baik secara
9
Universitas Sumatera Utara