PENGARUH UNDANG - UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERHADAP POLA - DIDIK GURU DI SMP NEGERI 1 PADANGRATU KABUPATEN LAMPUNG TENGAH TAHUN 2013

(1)

i:}IDIK

GURU

DI

SMP NEGERI

1

PADANGRATU

KABUPATEN LAMPUNG TENGAH

TAHUN

?AI3

Qko

$udi

$antoso

Skripsi

Sebagai Salah Saru Syarat unruk Mencapai Gelar

SARJANA PENDIDIKAN

pada

Progran Srudi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

Jurusan Pendidikan ilmu Pengetahuan Sosial

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

{KULTAS KEGURUAN

DAI\

ILMU

PENDIDTKAN

UNIVERSITAS

LAMPUI\G

BAI\DAR LAMPUNG


(2)

ABSTRAK

PENGARUH UNDANG - UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERHADAP POLA -

DIDIK GURU DI SMP NEGERI 1 PADANGRATU KABUPATEN LAMPUNG TENGAH

TAHUN 2013

Oleh Eko Budi Santoso

Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan bagaimanakah pengaruh Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak terhadap pola didik guru di SMPN 1 Padangratu Kabupaten Lampung Tengah tahun 2013.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif korelasional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh guru yang aktif mengajar di SMPN 1 Padangratu. Analisis data menggunakan Chi Kuadrat. Teknik pokok pengumpulan data menggunakan angket.

Hasil penelitian menunjukan bahwa: (1) UU No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dominan pada kategori dipatuhi dengan presentase 60,97% (2) pola didik guru cenderung pada kategori demokratis dengan persentase 56,09% (3) terdapat pengaruh yang positif, signifikan, dan kategori keeratan tinggi antara pengaruh UU No. 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak terhadap pola didik guru, artinya semakin dipatuhi UU No.23 Tahun 2002 Tentang perlindungan anak semakin demokratis pola didik guru.


(3)

i

PAI}ANCRATI] KABT]PATSN LAMPUNG TENGAH

TAr{Ut{ 2St3

NamaMahsiswa,'

lrlo. Pokok Mahxiswa

Pr<:gram Stlrdi ,

Jr:rrsan

Faktllt*s

lEks

!$tdt

rqs*tf*rs

Pembimbine,

I-FErr r5e !-- R+e's-E+--

-N'1i3 i96t: i4 i993ii3

i

CIut

-.--.

hefu trit**ws$'

M-#

tt

MeTF Ad&rr_,S.Pd., M.Pd.

F*nCidrkan .I! :'n * !?eng*tnh*a:t S'*si,r!

.r\

I:A-rt l! tt* * \ t?ft 6at-U

t 1-tt

Wz = P=;i_a_ * siri E.;;rik, I=E= 5 Z=

jf.

i956S10S i9g5$3 7

t#:]2

{/

*rE- EE*;EiE=:EEg**=, Fs€ -E:

a.}f.!'.r --t\-/i

?-ifF

i!j{,lti7ii

i$il?i}3

i

ti{i3

t


(4)

1.

Tim Penguji

. - ..,,,. ',.i '.,,'

Kgfua""' " "'

Sekreffis ,,.

' :

:

:, ' :.: , ,

t1t,t'iti;' '' '':l ' l'1" ' ""t

"t" ' l

PengUji'"'' ;''' "

i, ". ,,, l,rr,r i r rl

Bukan Pembirnb,ing

J;r .,

1

Taggal Lulus

uji Sffi

, : ts,oktobcr 2013


(5)

Saya yang bertanda tangan dibawah ini, adalah:

Nama

NPM

Prodi/ Jurusan Fakultas

Eko Budi Santoso 09 1 3032039

PPKn/ Pendidikan IPS

Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah

diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah

ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Bandar Lampung, 25 Oktober 2013

Eko Budi Santoso NPM 0913032039


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

SURAT PERNYATAAN ... v

RIWAYAT HIDUP ... vi

PERSEMBAHAN ... vii

MOTO ... viii

SANWACANA ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

I. PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang ... 1

1.2Identifikasi Masalah ... 10

1.3Pembatasan Masalah ... 10

1.4Rumusan Masalah ... 11

1.5Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 11

1.5.1 Tujuan Penelitian ... 11

1.5.2 Kegunaan Penelitian ... 11

1.6Ruang Lingkup Penelitian ... 11

1.6.1 Ruang Lingkup Ilmu ... 11

1.6.2 Ruang Lingkup Subjek ... 12

1.6.3 Ruang Lingkup Objek ... 12

1.6.4 Tempat Penelitian ... 12

1.6.5 Waktu Penelitian ... 12

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1Deskripsi Teoritis ... 13

2.1.1 Tinjuauan Mengeneai Undang-Undang Nomor 23 Tahun - 2002 Tentang Perlindungan Anak ... 13


(7)

b. Pasal – Pasal pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun - 2002 Yang Berkaitan Dengan Proses Pendidikan di -

Sekolah. ... 14

2.1.2 Tinjauan Mengenai Pelindungan Anak dalam Dunia - Pendidikan ... 22

a. Pengertian Anak ... 22

b. Pengertian Peserta Didik / Siswa ... 25

c. Pengertian Perlindungan Anak ... 27

d. Ruang lingkup Hukum perlindungan Anak. ... 28

e. Peserta Didik/Siswa yang mendapatkan perlidungan - Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang - Perlidungan Anak. ... 28

2.1.3 Tinjauan Mengenai Profesi Guru ... 29

a. Pengertian Guru ... 29

b. Kompetensi yang dimiliki seorang guru ... 32

c. Tugas Pokok Dan Fungsi Satuan Kerja Guru ... 35

2.1.4 Tinjauan Mengenai Pola Didik Guru ... 36

a. Pengertian Pola ... 36

b. Pengertian Didik... 36

c. Pengertian Pola Didik ... 37

d. Pengertian Pola Didik guru ... 37

2.1.5 Tinjauan Mengenai Pengelolaan Kelas ... 40

a. Pengertian Pengelolaan Kelas ... 40

b. Tujuan Pengelolaan Kelas ... 41

c. Faktor-Faktor Yang Perlu Diperhatikan Dalam - Pengelolaan Kelas. ... 41

e. Beberapa Bentuk Sifat Dalam Pengelolaan Kelas ... 42

2.1.6 Tinjauan Tentang Tatacara Pemberian Hukuman Dalam- Pendidikan. ... 44

2.2Kerangka Pikir ... 49

2.3Hipotesis ... 50

III.METODOLOGI PENELITIAN 3.1Metode Penelitian ... 51

3.2Populasi ... 51

3.3Variabel Penelitian ... 51

3.3.1 Variabel Bebas ... 51

3.3.2 Variabel Terikat ... 52

3.4Definisi Konseptual dan Operasional Variabel... 52

3.4.1 Definisi Konseptual ... 52

a. Definisi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 - tentang perlidungan anak... 52


(8)

b. Pola Didik Guru ... 52

3.4.2 Definisi Operasional Variabel ... 53

a. Definisi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 – tentang perlidungan anak ... 53

b. Pola Didik Guru ... 53

3.5Rencana Pengukuran Variabel ... 53

3.5.1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 – tentang perlidungan anak ... 54

3.5.2 Pola Didik Guru ... 54

3.6Teknik Pengumpulan Data ... 55

3.6.1 Teknik Pokok ... 55

3.6.2 Teknik Pendukung ... 55

a. Dokumentasi ... 55

b. Observasi ... 55

3.7Uji Validitas dan Reliabilitas ... 55

3.7.1 Uji Validitas ... 55

3.7.2 Uji Reliabilitas ... 56

3.8Teknik Analisis Data ... 57

IV.HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1Langkah-Langkah Penelitia ... 61

4.1.1 Persiapan Pengajuan Judul ... 61

4.1.2 Penelitian Pendahuluan ... 62

4.1.3 Pengajuan Rencana Penelitian ... 62

4.1.4 Pelaksanaan Penelitian ... 63

a. Persiapan Administrasi ... 63

b. Penyusunan Alat Pengumpul Data ... 63

c. Penelitian di Lapangan ... 64

4.1.5 Pelaksanaan Uji Coba Angket ... 64

a. Analisis Validitas Angket ... 64

b. Analisis Reliabilitas Angket ... 64

4.2Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 69

4.2.1 Sejarah SMP Negeri 1 Padangratu ... 69

4.2.2 Visi dan Misi SMP Negeri 1 Padangratu ... 70

a. Visi SMP Negeri 1 Padangratu ... 70

b. Misi SMP Negeri 1 Padangratu ... 71

4.2.3 Data Guru dan Jumlah Ruang SMP Negeri 1 Padangratu .... 71

a. Data guru SMP Negeri 1 Padangratu ... 71

b. Jumlah Ruang dan Luas SMP Negeri 1 Padangratu ... 72

c. Kegiatan Ekstrakurikuler siswa SMP Negeri 1 Padangratu ... 72


(9)

4.3.1 Pengumpulan Data ... 72

4.3.2 Penyajian Data ... 73

a. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002- tentang perlidungan anak ... 73

b. Pola Didik Guru di SMP Negeri 1 Padangratu... 84

4.4Pengujian Hipotesis ... 93

4.5Pembahasan ... 98

4.5.1 Variabel UU No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan- anak ... 98

4.5.2 Variabel Pola didik guru di SMP Negeri 1 Padangratu ... 106

V.KESIMPULAN DAN SARAN 5.1Kesimpulan ... 113

5.2Saran ... 114

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(10)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak adalah sebuah peraturan yang membahas tentang hak, dan kewajiban anak, serta hak kewajiban dan wewenang orang tua terhadap anak dan segala macam hal yang berkenaan dengan itu, yang harapannya dapat melindungi hak-hak anak supaya anak dapat tumbuh dan berkembang secara baik dan layak. Perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera (pasal 3, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak). Namun, ada kemungkinan masih ada hak-hak anak yang dilanggar dalam dunia pendidikan, misalnya dalam pemberian hukuman fisik.

Menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru Dan Dosen menerangkan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Secara sederhana guru


(11)

dapat disimpulkan suatu pekerjaan yang mendidik peserta didik. Dapat dikatakan juga guru merupakan komponen sosial yang erat kaitannya dengan anak dan oleh karena kedekatannya itu guru sangat rentan terhadap pelanggaran undang-undang perlindungan anak, sering kali ditayangkan diberbagai media ada beberapa guru yang memberikan hukuman fisik pada anak didiknya terlalu keras bahkan perlakuan tindak asusila terhadap anak didik sering kali dilakukan oleh guru mereka sendiri.

Pendidikan di Indonesia pada pelaksanaannya haruslah sesuai dengan undang-undang yang ada di Indonesia. Tapi pada kenyataannya masih ada oknum guru yang kurang paham dan mengerti pola didik yang baik untuk anak yang sesuai dengan undang-undang perlindungan anak yakni Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, dan pada akhirnya banyak dari media baik media elektronik maupun media cetak mem blow-up berita tentang guru yang dipenjara karena melakukan tindakan yang tidak sepantasnya dilakukan guru terhadap anak didiknya, walau begitu ada juga guru yang mengindahkan undang-undang perlindungan anak namun dalam melakukan tugasnya guru tersebut kadang kurang edukatif misalnya dalam pelaksananan pembelajaran ada beberapa guru yang cari aman yakni tetap melakukan pendidikan namun dalam

pelaksanaannya kurang maksimal sehingga punnishment atau hukuman

jarang diberikan lagi atau bahkan tidak pernah diberikan sama sekali karena takut dilaporkan oleh wali murid padahal hukuman yang bersifat edukatif juga merupakan suatu pembinaan yang wajib diberikan oleh guru guna membentuk karakter anak yang baik dan bermoral tentunya, tapi lagi-lagi


(12)

ada masalah lain yakni dari orang tua atau wali murid sendiri, alih-alih telah diberlakukannnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak yang kemudian hak anaknya dilindungi sepenuhnya oleh undang-undang tersebut, kemudian dimanfaatkan oleh orang tua atau wali murid, salah satu contoh adalah anak yang pelanggaran kemudia diberi hukuman fisik berupa dicubit oleh guru, kemudian pihak orang tua atau wali murid langsung melakukan visum terhadap yang melakukan pelanggaran tersebut dan mengancam guru untuk dilaporkan ke polisi atas tuduhan penganiayaan terhadap anak.

Pasal 16 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlidungan Anak dikatakan bahwa setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan, penyiksaan, atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi, dalam pasal di atas pada bagian terakhir tertulis penjatuhan hukum yang tidak manusiawi hal ini berarti bahwa ada penjatuhan hukuman yang manusiawi, menurut Abu Hamdi dan Nur Uhbiyanti (2003:151) menerangkan bahwa dalam dunia pedagogis, hukuman itu merupakan hal yang wajar, bilamana derita yang ditimbulkan oleh hukuman itu memberi sumbangan bagi perkembangan moral anak didik. Anak juga memiliki kewajiban yang tercantum pada Pasal 19 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002, yakni setiap anak berkewajiban untuk :

1) Menghormati orang tua, wali, dan guru;

2) Mencintai keluarga, masyarakat, dan menyayangi teman;


(13)

4) Menunaikan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya; dan

5) Melaksanakan etika dan akhlak yang mulia.

Kenyataannya banyak anak yang kini meninggalkan aturan berdasarkan pasal tersebut. Oleh karena itu guru dituntut harus lebih tekun dalam mendidik peserta didik, pemberian hukuman harus sewajarnya. Dan untuk mencegah hal-hal tersebut guru harus bisa memahami Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak, contohnya pada Pasal 54 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak yang menjelaskan bahwa anak di dalam dan di lingkungan sekolah wajib dilindungi dari tindakan kekerasan yang dilakukan oleh guru, pengelola sekolah atau teman-temannya di dalam sekolah yang bersangkutan, atau lembaga pendidikan lainnya. Dengan memahami Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak seperti pada contoh Pasal 54 di atas harapannya pelaksanaan pendidikan dapat berjalan dengan baik dan tidak merugikan kedua belah pihak baik peserta didik maupun guru.

Menurut hasil wawancara dengan ibu Nunung Nurjanah yakni guru Bimbingan dan Konseling (BK) di SMP Negeri 1 Padangratu pada waktu dulu memang pernah peserta didik mendapat hukuman fisik namun sekarang peserta didik lebih sulit diatur, karena banyak guru kini jarang melakukan hukuman kepada anak yang melanggar tata tertib sekolah bahkan terkesan membiarkan. Takut bersinggungan dengan undang-undang perlindungan anak yakni Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002, dari data pelanggaran peserta didik yang di arsipkan oleh BK di SMP Negeri 1


(14)

Padangratu terlihat adanya keseragaman pemberian hukuman yang diberikan pada peserta didik yang melakukan pelanggaran yakni diberikan bimbingan dan itupun tidak intensif, hal tersebut mengindikasikan adanya pengaruh Undang-Undang Nomor 23 Tentang Perlindungan Anak terhadap pola didik guru berupa perlakuan pemberian hukaman yang terkesan kurang tegas. beberapa contoh pelanggaran yang dilakukan oleh peserta didik adalah sebagai berikut:

1) Contoh pelanggaran 1 : Senin 14 Januari 2013, seorang siswi bernama

Weni kelas 7C melakukan pelanggaran berupa perkelahian dengan siswi bernama Asri, dikarenakan saling ejek. Pemecahan masalah pada kedua siswi tersebut adalah dengan diberi bimbingan oleh guru atau wali kelas. Namun bimbingan itu diberikan hanya satu kali saja.

2) Contoh Pelanggaran 2 : Kamis 10 Januari 2013, beberapa anak/peserta

didik kelas 7 ketahuan mencuri buku paket LKS (lembar kerja siswa). Pemecahan masalah pada beberapa anak/peserta didik kelas 7 tersebut adalah diberi bimbingan oleh guru atau wali kelas dan mengembalikan atau mebayar uang ganti buku LKS tersebut. Namun bimbingan itu diberikan hanya satu kali saja.

3) Contoh pelanggaran 3 : Selasa 29 Januari 2013, beberapa anak/peserta

didik ketahuan merokok di lingkungan sekolah yakni di kantin sekolah. Pemecahan masalah pada beberapa orang anak/peserta didik kelas 7 tersebut adalah diberi bimbingan oleh guru atau wali kelas. Namun bimbingan itu diberikan hanya satu kali saja.


(15)

4) Contoh pelanggaran 4 : Selasa 19 September 2012, dua orang siswi bernama Weni Dearta dan Winda Sari, melakukan penganiayaan terhadap Rahmadi, Pemecahan masalah pada kedua siswi tersebut adalah diberi bimbingan kelompok oleh guru atau wali kelas. Namun bimbingan itu diberikan hanya satu kali saja.

5) Contoh pelanggaran 5 : Seorang peserta didik bernama Dewasyah

Saputra melakukan pelecehan terhadap seorang siswi bernama Ayu Lestari dan peserta didik terebut juga melakukan pelangagaran lain yakni merokok di dalam kelas. Pemecahan masalah dalam kasus tersebut adalah diberikan bimbingan secara pribadi oleh guru atau wali kelas. Namun bimbingan itu diberikan hanya satu kali saja.

Menurut penuturan seorang peserta didik di SMP Negeri 1 Padangratu menerangkan bahwa ada beberapa guru yang dulu sering memberikan hukuman kepada anak yang melakukan pelanggaran tata tertib sekolah namun hukumannya terkadang tidak tepat atau tidak sepantasnya dilakukan, contohnya berupa hukuman fisik yakni peserta didik ditampar ataupun dicubit perutnya, namun sekarang beberapa guru tersebut sudah tidak lagi melakukann pemberian hukuman seperti itu. Dan ada pula beberapa guru yang kini lebih intensif memberikan pendidikan maupun pengajaran terhadap peserta didiknya namun jarang sekali memberikan hukuman kepada peserta didik yang melanggar tata tertib sekolah. Dari wawancara kecil di atas mengindikasikan ada efek yang nyata dari undang-undang perlindungan anak terhadap pola didik guru.


(16)

Pada contoh kasus pelanggaran di atas guru sebagai praktisi pendidikan terlihat memliki kecenderungan membiarkan anak didiknya dan terlihat enggan menanggulangi masalah ataupun kasus yang dialami oleh anak didiknya, kecenderungan ini dikarenakan Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak terlihat seperti sedikit sekali memberikan ruang bagi guru dalam pelaksanaannya untuk melakukan pendidikan. Masih ada kekhawatiran guru dalam melakukan hukuman yang tegas terhadap anak yang melakukan pelanggaran. Walau begitu bila dicermati ada beberapa pasal dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak yang sebenarnya memberi ruang kepada guru untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu dalam tugasnya jika dirasa perlu dilakukan semisal pemberian hukuman kepada anak didik namun begitu harus berdasarkan prinsip kepentingan yang terbaik bagi anak dan itu merupakan solusi yang dirasa tepat hal ini sesuai dengan Pasal 2 huruf b Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.

Pasal 50 Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak merupakan pasal yang erat kaitan dengan pelaksanan pendidikan, pada huruf b, c, dan d guru sebagai perpanjangan tangan pemerintah dalam dunia pendidikan berkewajban mengembangkan penghormatan atas hak asasi manusia dan kebebasan asasi sekaligus mengembangkan rasa hormat terhadap orang tua, identitas budaya, bahasa dan nilainya sendiri, nilai-nilai nasional di mana anak bertempat tinggal, dari mana anak berasal, dan peradaban-peradaban yang berbeda-beda dari peradaban sendiri terhadap anak didiknya, pasal ini menurut peneliti merupakan payung hukum


(17)

sekaligus pemberi ruang gerak bagi guru dalam melakukan berbagai kegiatan pendidikan di sekolah guna membentuk pribadi anak yang diharapkan sesuai dengan pasal 50 tersebut. Tindakan pemberian hukuman kepada anak didik bukan serta merta di anggap pelanggaran tindak pidana ataupun merupakan suatu kekerasan seperti yang di terangkan pasal pasal 54 karena ranah pemeberian hukuman di sekolah merupakan suatu cara membentuk kepribadian anak sesuai dengan Pasal 50 huruf a,b,c,d dan e Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, namun begitu tentu pemberian hukuman haruslah tepat, manusiawi, dan menjadi kepentingan terbaik anak didik, bukan atas dasar emosional guru semata. Hukuman fisik yang masih dalam tataran wajar dan manusiawi jika dikira perlu diberikan serta merupakan jalan terbaik serta dalam pertimbangan derita yang ditimbulkan hukuman itu memberi sumbangan bagi perkembangan moral anak didik hukuman itu adalah hal yang dibolehkan demi tercapainya pribadi anak yang sesuai dengan harapan Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak itu sendiri yakni pada pasal 50.

Dengan memahami pasal 50 di atas dan pasal-pasal lainnya yang tertuang dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak guru tentu memahami posisinya dalam dunia kependidikan dan tidak khawatir dalam melaksankan tugasnya dengan semestinya dan sesuai dengan kaidah pendidikan yang baik. Namun begitu pemahaman yang berbeda antara guru satu dengan yang lainnya terhadap Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak secara baik dan benar sesuai


(18)

kaidah pendidikan yang baik, tentu akan berimbas pada berbeda pula pola didik guru di lapangan. Sejauh yang peneliti pahami ada beberapa bentuk pola didik guru antaralain yaitu pola didik otoriter yakni pola guru mendidik secara kaku dan tidak memahami keinginan anak, kemudian didik demokratis yakni pola mendidik guru dengan guru sebagai penengah dan pemberi stimulasi pada anak, kemudian pola didik berimbang yakni pola guru mendidik dengan memberi kebebasan namun juga batasan.

Berdasarkan uraian di atas akhirnya peneliti merasa tertarik dan merasa sangat perlu diadakannya penelitian tentang pengaruh Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak terhadap pola didik guru. Penelitian ini akan dilakukan di SMP Negeri 1 Padangratu, guna menjelaskan bagaimanakah bentuk pengaruh undang-undang perlindungan anak yakni Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak terhadap pola didik guru.

SMP Negeri 1 Padangratu terletak di Desa Sriagung Kecamatan Padangratu, Kabupaten Lampung Tengah. Letaknya yang jauh dari perkotaan dan berada di daerah yang cukup rawan berbagai macam kejahatan, lokasi SMP Negeri 1 Padangratu juga dulunya sering terjadi konflik antar suku, sehingga rentan sekali di sekolah tersebut terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Guru di sekolah tersebut harus hati-hati dan sabar dalam mendidik murid-muridnya agar menjadi manusia yang baik dan berbudi pekerti. Dalam pelakasanaan pendidikan di sekolah tersebut tentu harus disesuaikan pola mengajar atau pola didik sesuai dengan undang-undang perlindungan anak. Penelitian ini


(19)

akan terfokus pada pola didik guru dengan memahami Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak, yang kemudian akan di angkat dalam satu judul penelitian yakni pengaruh Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak terhadap pola didik guru di SMP Negeri 1 Padangratu tahun 2013.

1.2 Identifikasi Masalah.

Adapun masalah yang didapati menurut latar belakang masalah adalah :

1) Berubahnya pola pemberian hukuman pada anak didik dalam proses

pendidikan di sekolah.

2) Berubahnya pola guru mendidik dalam upaya pembinaan anak didik.

3) Perlunya pemahaman yang tepat antara guru dan orang tua terhadap

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, dalam pelaksanaan pendidikan.

4) Perlunya penerapan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang

Perlindungan Anak di lingkungan sekolah dengan baik.

5) Pola didik guru haruslah bersesuaian dengan Undang-Undang Nomor 23

Tahun 2002 Tentang Perlindungan.

1.3 Pembatasan Masalah

Dalam penelitian ini, penelitian difokuskan pada masalah mengenai pengaruh Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak terhadap pola didik guru.


(20)

1.4 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang didapat sesuai dengan latar belakang hingga pembatasan masalah adalah bagaimanakah pengaruh Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak terhadap pola didik guru di SMP N 1 Padangratu Kabupaten Lampung Tengah tahun 2013?

1.5 Tujuan dan kegunaan penelitian 1.5.1 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan bagaimanakah pengaruh Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak terhadap pola didik guru.

1.5.2 Kegunaan Penelitian

Menerapkan konsep, teori, prinsip dan prosedur di pendidikan khususnya di PKn pada kajian hukum dan pendidikan karena berkaitan dengan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak dalam rangka optimalisasi pelaksanaan pendidikan.

1.6 Ruang Lingkup Penelitian 1.6.1 Ruang Lingkup Ilmu

Adapun wilayah kajian penelitian adalah wilayah kajian hukum dan pendidikan.


(21)

1.6.2 Ruang Lingkup Subjek

Subjek penelitian adalah guru di SMP Negeri 1 Padangratu Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2013.

1.6.3 Ruang Lingkup Objek

Obyek Penilitian ini adalah penerapan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dan pengaruhnya terhadap pola didik guru di SMP N 1 Padangratu Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2013.

1.6.4 Tempat Penelitian

Adapun tempat penelitian dilakukan di SMP Negeri 1 Padangratu Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2013.

1.6.5 Waktu Penelitian

Waktu penelitian dilakukan setelah peneliti mendapatkan surat izin penelitian yakni pada tanggal 30 Mei 2013, penelitian dilapangan dimulai tanggal 15 sampai dengan 18 Juli 2013


(22)

BAB II

TINJUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi Teoritis

2.1.1 Tinjauan Mengenai Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

a. Tinjauan Umum

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlidungan Anak adalah suatu peraturan yang dibuat oleh Pemerintah Republik Indonesia yang disahkan oleh pemerintah Indonesia dalam hal ini badan eksekutif (Presiden) bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlidungan Anak disahkan di Jakarta pada tanggal 22 Oktober 2002 ditandatangani oleh presiden pada masa itu yakni Ibu Megawati Soekarnoputri, kemudian diundangkan di Jakarta pada tanggal 22 Oktober 2002 oleh Sekretaris Negara Republik Indonesia pada waktu itu yakni Bambang Kesowo tertulis pada Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109 yang pembuatannya didasarkan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Tahun 1945, yang fungsinya untuk mengatur secara tertulis, konkret, dan terperinci tentang hak dan kewajiban anak. Yang mengikat setiap warga negara Indonesia tanpa terkecuali.


(23)

b. Pasal – Pasal pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Yang Berkaitan Dengan Proses Pendidikan di Sekolah.

1) Pasal 1

Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan:

Ayat 1 : Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.

Ayat 2 : Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Ayat 10 : Anak asuh adalah anak yang diasuh oleh seseorang atau lembaga, untuk diberikan bimbingan, pemeliharaan, perawatan, pendidikan, dan kesehatan, karena orang tuanya atau salah satu orang tuanya tidak mampu menjamin tumbuh kembang anak secara wajar.

Ayat 11 : Kuasa asuh adalah kekuasaan orang tua untuk mengasuh, mendidik, memelihara, membina, melindungi, dan menumbuhkembangkan anak sesuai dengan agama yang dianutnya dan kemampuan, bakat, serta minatnya.


(24)

Ayat 12 : Hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan negara.

Ayat 13 : Masyarakat adalah perseorangan, keluarga,

kelompok, dan organisasi sosial dan/atau organisasi

kemasyarakatan.

Ayat 14 : Pendamping adalah pekerja sosial yang mempunyai kompetensi profesional dalam bidangnya.

2) Pasal 2

Penyelenggaraan perlindungan anak berasaskan Pancasila dan berlandaskan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta prinsip-prinsip dasar Konvensi Hak-Hak Anak meliputi:

a) non diskriminasi;

b) kepentingan yang terbaik bagi anak;

c) hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan.

d) penghargaan terhadap pendapat anak.

3) Pasal 3

Perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari


(25)

kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera.

4) Pasal 4

Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

5) Pasal 9

Ayat 1 : Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya.

Ayat 2 : Selain hak anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), khusus bagi anak yang menyandang cacat juga berhak memperoleh pendidikan luar biasa, sedangkan bagi anak yang memiliki keunggulan juga berhak mendapatkan pendidikan khusus.

6) Pasal 10

Setiap anak berhak menyatakan dan didengar pendapatnya, menerima, mencari, dan memberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya demi pengembangan dirinya sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepatutan.


(26)

7) Pasal 13

Ayat 1 : Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain mana pun yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan:

a) Diskriminasi;

b) Eksploitasi, Baik Ekonomi Maupun Seksual;

c) Penelantaran;

d) Kekejaman, Kekerasan, Dan Penganiayaan;

e) Ketidakadilan; Dan

f) Perlakuan Salah Lainnya.

Ayat 2 : Dalam hal orang tua, wali atau pengasuh anak melakukan segala bentuk perlakuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka pelaku dikenakan pemberatan hukuman.

8) Pasal 16

Ayat 1 : Setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan, penyiksaan, atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi.

9) Pasal 18

Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku tindak pidana berhak mendapatkan bantuan hukum dan bantuan lainnya.

10) Pasal 19


(27)

a) Menghormati orang tua, wali, dan guru;

b) Mencintai keluarga, masyarakat, dan menyayangi teman;

c) Mencintai tanah air, bangsa, dan negara;

d) Menunaikan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya; dan

e) Melaksanakan etika dan akhlak yang mulia.

11) Pasal 20

Negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orang tua

berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap

penyelenggaraan perlindungan anak.

12) Pasal 21

Negara dan pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab menghormati dan menjamin hak asasi setiap anak tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya dan bahasa, status hukum anak, urutan kelahiran anak, dan kondisi fisik dan/atau mental.

13) Pasal 23

Ayat 2 : Negara dan pemerintah mengawasi penyelenggaraan perlindungan anak.

14) Pasal 25

Kewajiban dan tanggung jawab masyarakat terhadap perlindungan anak dilaksanakan melalui kegiatan peran masyarakat dalam penyelenggaraan perlindungan anak.


(28)

15) Pasal 50

Pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 diarahkan pada:

a) Pengembangan sikap dan kemampuan kepribadian anak,

bakat, kemampuan mental dan fisik sampai mencapai potensi mereka yang optimal;

b) Pengembangan penghormatan atas hak asasi manusia dan

kebebasan asasi;

c) Pengembangan rasa hormat terhadap orang tua, identitas

budaya, bahasa dan nilai-nilainya sendiri, nilai-nilai nasional di mana anak bertempat tinggal, dari mana anak berasal, dan peradaban-peradaban yang berbeda-beda dari peradaban sendiri;

d) Persiapan anak untuk kehidupan yang bertanggung jawab.

e) Pengembangan rasa hormat dan cinta terhadap lingkungan

hidup.

16) Pasal 54

Anak di dalam dan di lingkungan sekolah wajib dilindungi dari tindakan kekerasan yang dilakukan oleh guru, pengelola sekolah atau teman-temannya di dalam sekolah yang bersangkutan, atau lembaga pendidikan lainnya.


(29)

17) Pasal 72

Ayat 1 : Masyarakat berhak memperoleh kesempatan seluas-luasnya untuk berperan dalam perlindungan anak.

Ayat 2 : Peran masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh orang perseorangan, lembaga perlindungan anak, lembaga sosial kemasyarakatan, lembaga swadaya masyarakat, lembaga pendidikan, lembaga keagamaan, badan usaha, dan media massa.

18) Pasal 77

Setiap orang yang dengan sengaja melakukan tindakan:

a) diskriminasi terhadap anak yang mengakibatkan anak

mengalami kerugian, baik materiil maupun moril sehingga menghambat fungsi sosialnya; atau

b) penelantaran terhadap anak yang mengakibatkan anak

mengalami sakit atau penderitaan, baik fisik, mental, maupun sosial, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

19) Pasal 80

Ayat 1 : Setiap orang yang melakukan kekejaman, kekerasan atau ancaman kekerasan, atau penganiayaan terhadap anak, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6


(30)

(enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp 72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).

Ayat 2 : Dalam hal anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) luka berat, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Ayat 3 : Dalam hal anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) mati, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

20) Pasal 81

Ayat 1 : Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).

Ayat 2 : Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku pula bagi setiap orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau


(31)

membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.

21) Pasal 82

Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).

2.1.2 Tinjauan Mengenai Pelindungan Anak dalam Dunia Pendidikan a. Pengertian Anak

Anak merupakan generasi penerus berlangsungnya kehidupan manusia dalam hal ini Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlidungan anak menerangkan bahwa anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya.

Definisi anak pada Pasal 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak disebutkan bahwa yang dimaksud dengan seorang anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Hal tersebut sama juga dengan pengertian menurut


(32)

Konvensi Hak Anak (KHA) definisi anak adalah manusia yang umurnya belum mencapai 18 tahun.

Beberapa undang-undang yang menguatkan pengertian anak yang tercantum pada 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak antara lain :

1) Menurut Undang - Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang Pasal 1 Angka 5 Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.

2) Menurut Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 Tentang

Pornografi Pasal 1 Angka 4 anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun.

3) Menurut Undang – Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang

Pengadilan Anak Pasal 1 Angka 1 anak adalah orang yang dalam perkara Anak Nakal telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin.

4) Menurut Undang – Undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang

Kesejahteraan Anak Pasal 1 Angka 2 anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun dan belum pernah kawin.

5) Undang - Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi

Manusia (HAM) Pasal 1 angka 5 anak adalah setiap manusia yang berusia di bawah 18 (delapan belas) tahun dan belum


(33)

menikah, terrnasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut adalah demi kepentingannya.

Berdasarkan beberapa undang-undang yang menguatkan

pengertian anak yang tercantum pada pasal 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak terdapat banyak keseragaman yakni anak adalah seseorang yang belum berumur 18 tahun.

Selain pengertian anak menurut pasal 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, dan beberapa undang-undang lainnya, beberapa ahli banyak juga menerangkan tentang pengertian anak yakni.

Menurut John Locke dikutip oleh Gunarsa (1995: 21) anak adalah pribadi yang masih bersih dan peka terhadap rangsangan-rangsangan yang berasal dari lingkungan. Augustinus dikutip oleh Suryabrata (1994: 35), mengatakan bahwa.

Anak tidaklah sama dengan orang dewasa, anak mempunyai kecenderungan untuk menyimpang dari

hukum dan ketertiban yang disebabkan oleh

keterbatasan pengetahuan dan pengertian terhadap realita kehidupan, anak-anak lebih mudah belajar dengan contoh-contoh yang diterimanya dari aturan-aturan yang bersifat memaksa.

Pengertian lain menurut Sobur (1991: 56), mengartikan anak sebagai orang yang mempunyai pikiran, perasaan, sikap dan minat berbeda dengan orang dewasa dengan segala keterbatasan. Sedangkan menurut Kasiram (1983:39), mengatakan anak adalah


(34)

makhluk yang sedang dalam taraf perkembangan yang mempunyai perasaan, pikiran, kehendak sendiri, yang kesemuannya itu merupakan totalitas psikis dan sifat-sifat serta struktur yang berlainan pada tiap-tiap fase perkembangannya.

Berdasrkan beberapa pengertian anak di atas dapat diambil kesimpulan bahwa anak adalah manusia yang belum dewasa yang umumnya berumur di bawah 18 tahun dan masih rentan terhadap kesalahan sehingga perlu pengawasan dari manusia dewasa.

b. Pengertian Peserta Didik

Peserta didik adalah komponen penting yang definisinya adalah “A

person registered in an education and pursuing a course of study” (seseorang yang terdaftar pada sebuah lembaga pendidikan dan

mengikuti suatu jalur studi). Asa S. Knowles, Editor-in-Chief, The

International Encyclopedia of Higher Education, Volume 1, 1977. dikutip oleh Jupri Malino (2012)

Pendapat lain diungkapkan dalam Id.wikipedia.org (2013) yang menerangkan bahwa.

Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran pada jalur pendidikan baik pendidikan formal maupun pendidikan nonformal, pada jenjang pendidikan dan jenis pendidikan tertentu, sedang siswa istilah bagi peserta didik pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.

Pengertian lain dari Aminuddin Rasyad yang dikutip oleh Jupri


(35)

is a man or woman, who knows how to read books.” (seorang peserta sebagai pelaku pencari, penerima dan penyimpan isi pelajaran yang dibutuhkannya untuk mencapai tujuan. Sedang menurut Shafique Ali Khan (2005:62), pengertian peserta didik adalah:

Orang yang datang ke suatu lembaga untuk memperoleh atau mempelajari beberapa tipe pendidikan. Seorang pelajar adalah orang yang mempelajari ilmu pengetahuan berapa pun usianya, dari mana pun, siapa pun, dalam bentuk apa pun, dengan biaya apa pun untuk meningkatkan intelek dan moralnya dalam rangka

mengembangkan dan membersihkan jiwanya dan

mengikuti jalan kebaikan.

Menurut pasal 1 ayat 4 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan dirinya melalui proses pendidikan pada jalur jenjang dan jenis pendidikan tertentu.

Menurut Abu Ahmadi (2001:251) menerangkan pula arti dari peserta didik, antara lain sebagai berikut.

Peserta didik adalah anak yang belum dewasa, yang memerlukan usaha, bantuan, bimbingan orang lain untuk menjadi dewasa, guna dapat melaksanakan tugasnya sebagai makhluk Tuhan, sebagai umat manusia, sebagai warga negara, sebagai anggota masyarakat dan sebaga suatu pribadi atau individu.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa peserta didik adalah mereka yang terdaftar pada lembaga pendidikan dan merupakan pelaku dalam kegiatan belajar mengajar.


(36)

c. Pengertian Perlindungan Anak

Perlindungan anak sangat penting bagi keberlangsungan hidup anak hal ini sesuai dengan pengertiannya, menurut Maidin Gultom (2008:33) perlindungan anak adalah Perlindungan adalah segala usaha yang dilakukan untuk menciptakan kondisi agar setiap anak dapat melaksanakan hak dan kewajibanya demi perkembangan pertumbuhan anak secara wajar baik fisik, mental dan sosial.

Pengertian di atas juga senada dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak bahwa perlindungan anak adalah kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak nya agar dapat tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Pendapat lain diungkapkan oleh Arif Gosita yang dikutip oleh Maidin Gultom (2010 : 34) yang berpendapat bahwa perlindungan anak adalah suatu usaha melindungi anak dapat melaksanakan hak dan kewajibanya pendapat lain menurut Irma Setyowati yang dikutip Oleh Maidin Gultom (2010 :34) :

Perlindungan anak adalah segala upaya yang dilakukan secara sadar oleh setap orang maupun lembaga

pemerintahan dan swasta yang bertujuan

mengusahakan pegamanan, penguasaan, pemenuhan kesejahteraan fisik, mental dan sosialanak dan remaja yang sesuai dengan kepentingan dan hak asasinya.

Pengertian lain menurut Doek dan Drewes dikutip oleh Maulana Hassan Wadong (2000:40) menerangkan bahwa pengertian hukum


(37)

perlindungan anak/remaja dengan pengertian jengdrecht. yang kemudian dibagi dalam dua kelompok yakni sebagai berikut :

1) Pengertian dalam arti luas : Hukum perlindungan anak adalah

segala aturan hidup yang memberikan perlindungan kepada mereka yang belum dewasa dan memberikan kemungkinan bagi mereka untuk berkembang.

2) Dalam pengertian sempit : hukum perlindungan anak meliputi

perlindungan hukum yang terdapat dalam ketentuan hukum pidana, perdata, dan acara.

Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa perlindungan anak adalah segala daya usaha melindungi hak dan kewajiban anak yang wajib dilakukan dan ditaati oleh semua elemen masyarakat.

d. Ruang lingkup Hukum perlindungan Anak.

Menurut Arif Gosita dikutip Maulana Hasan Wadong (2000:40) ruang lingkup hukum perlindungan anak meliputi kegitan perlindungan anak yang merupakan suatu tindakan hukum yang membawa akibat hukum. Pendapat lain diutarakan oleh Irma Styowati Soemitro yang dikutip juga oleh Maulana Hasan Wadong (2000:40) yang menyebutkan bahwa ruang lingkup Hukum perlindungan anak dikelompokan dalam pengertian perlindungan anak.

e. Peserta Didik yang mendapatkan perlidungan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlidungan Anak.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlidungan Anak disebutkan bahwa anak adalah dia yang berumur kurang dari


(38)

18 tahun, sedangkan peserta didik adalah mereka yang terdaftar pada lembaga pendidikan dan merupakan pelaku dalam kegiatan belajar mengajar, mereka dalam hal ini peserta didik bisa jadi anak-anak maupun orang dewasa.

Untuk membatasi siapa saja peserta didik yang mendapatkan perlindungan hukum dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlidungan anak, maka peserta didik dibagi menurut tahap perkembangan dan umurnya, menurut Abu Hamadi dan Nur Uhbiyati (2003:42) peserta didik menurut perkembangan dan umurnya dibagi dalam tiga kelompok yakni:

1) 0 – 7 Tahun = masa kanak-kanak

2) 7 – 14 Tahun = Masa Sekolah

3) 14 – 21 Tahun = Masa Pubertas

Dalam pembagian perkembangan dan kelompok umur peserta didik di atas maka dapat disimpulkan bahwa peserta didik yang mendapat perlindungan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlidungan anak adalah mereka yang berada pada masa kanak-kanak, masa sekolah dan masa pubertas bagi mereka yang masi berumur di bawah 18 tahun.

2.1.3 Tinjauan Mengenai Profesi Guru a. Pengertian Guru.

Guru merupakan komponen penting dalam dunia pendidikan, karena guru merupakan pelaku utama dalam dunia pendidikan itu sendiri sedang yang dimaksud dengan guru Menurut Ngalim


(39)

Purwanto ialah orang yang pernah memberikan suatu ilmu atau kepandaian kepada seseorang atau sekelompok orang (1994:126).

Sedangkan menurut Hadari Nawawi (1982:123) bahwa pengertian guru dapat dilihat dari dua sisi yakni:

Pertama secara sempit, guru adalah ia yang berkewajiban mewujudkan program kelas, yakni orang yang kerjanya mengajar dan memberikan pelajaran di kelas. Sedangkan secara luas diartikan guru adalah orang yang bekerja dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang ikut bertanggung jawab dalam membantu anak-anak dalam mencapai kedewasaan masing-masing.

Karena itulah guru harus memiliki standar kualitas pribadi tertentu yang mencakup tanggung jawab, wibawa, mandiri dan disiplin.

Ahmad Tafsir (1992:74) mengemukakan pendapat bahwa guru ialah orang-orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik dengan mengupayakan perkembangan seluruh potensi anak didik, baik potensi afektif, maupun kognitif.

Kemudian menurut Hamdani Ihsan dikutip oleh Abdul Rahman Soleh (2013) menjelaskan bahwa :

Guru atau pendidik adalah orang dewasa yang bertanggung jawab memberikan bimbingan atau bantuan kepada anak didik dalam perkembangan jasmani dan rohaninya agar mencapai kedewasaannya, mampu melaksanakan tugasnya sebagai makhluk Allah, khalifah di bumi sebagai makhluk sosial dan sebagai individu yang sanggup berdiri sendiri.

Pengertian lain menurut Zakiyah Darajat yang dikutip oleh M. Fathurrahman (2012) guru merupakan pendidik profesional karena


(40)

secara implisit ia telah merelakan dirinya menerima dan memikul sebagian tanggung jawabnya pendidikan yang terpikul dipundak para orang tua.

Menurut Mc.Leod dikutip oleh Abdul Rahman Soleh (2013) menerangkan bahwa guru adalah

A person whose occupation is theacing others, artinya

ialah, seseorang yang tugas utamanya adalah

mengajar". Status guru adalah kedudukan yang dicapai melalui upaya yang disengaja (pendidikan dan

pelatihan) yang dikenal dengan achieved status dan

status yang diberikan (assigned status) yaitu legalitas yang diperoleh melalui surat keputusan pengangkatan sebagai guru oleh lembaga yang berwenang (negara atau lembaga pendidikan).

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2008 tentang guru menjelaskan bahwa guru adalah:

Guru adalah jabatan fungsional, yaitu kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak seorang PNS dalam suatu organisasi yang dalam

pelaksanaan tugasnya didasarkan keahlian atau

keterampilan tertentu serta bersifat mandiri.

Sedangkan menurut Undang-undang Nomor 14 tahun 2005, tentang guru dan dosen menjelaskan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.

Secara sederhana guru dapat disimpulkan suatu pekerjaan yang mendidik peserta didik.


(41)

b. Kompetensi yang dimiliki seorang guru

Dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen disebutkan bahwa kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dikuasai, dan diaktualisasikan oleh guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalan. Undang-undang Nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen Pasal 10 ayat (1) yang menyebutkan kompetensi guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.

1) Kompetensi pedagogik, yaitu kemampuan mengelola

pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 tahun 2008 tentang guru pasal 3 ayat (4) dijelaskan Kompetensi pedagogik merupakan kemampuan guru dalam pengelolaan pembelajaran peserta didik yang sekurang kurangnya meliputi :

a) Pemahaman wawasan atau landasan kependidikan

b) Pemahaman terhadap peserta didik

c) Pengembangan kurikulum/ silabus


(42)

e) Pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis

f) Evaluasi hasil belajar

g) Pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan

berbagai potensi yang dimilikinya.

2) Kompetensi kepribadian, yaitu kemampuan kepribadian yang

mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia. Lebih lanjut dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 bab 2 pasal 3 bagian (5) bahwa kompetensi kepribadian guru sekurang-kurangnya mencakup kepribadian yang beriman dan bertakwa, berakhlak mulia, arif dan bijaksana, demokratis, mantap, berwibawa, stabil, dewasa, jujur, sportif, menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat, secara obyektif mengevaluasi kinerja sendiri, dan mengembangkan diri secara mandiri dan berkelanjutan.

3) Kompetensi sosial, yaitu kemampuan guru untuk berkomunikasi

dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama guru, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat luas. Hal tersebut diuraiakn lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 tahun 2008 tentang guru tentang guru, bahwa kompetensi sosial merupakan kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat, yang sekurang-kurangnya memiliki kompetensi untuk :


(43)

b) Menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional.

c) Bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik,

tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik.

d) Bergaul secara santun dengan masyarakat.

4) Kompetensi profesional, yaitu kemampuan guru dalam

penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkan membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam standar nasional pendidikan.

Peraturan Pemerintah Nomor 74 tahun 2008 tentang guru menjabarkan bahwa kompetensi profesional guru merupakan kemampuan guru dalam menguasai pengetahuan bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni dan budaya yang diampunya yang sekurang-kurangnya meliputi penguasaan :

1) Menguasai materi pelajaran secara luas dan mendalam sesuai

dengan isi program satuan pendidikan, mata pelajaran, dan/atau kelompok mata pelajaran yang akan diampu.

2) Menguasai konsep dan metode disiplin keilmuan, teknologi,

atau seni yang relevan, yang secara konseptual menaungi atau koheren dengan program satuan pendidikan, mata pelajaran, dan/atau kelompok mata pelajaran yang akan diampu.


(44)

c. Tugas Pokok Dan Fungsi Satuan Kerja Guru

Menurut Jahja (2004:6) dalam menjalankan profesinya dilapangan tugas guru adalah. Guru bertugas sebagai pendidik dan sebagai

pengajar. Sehingga dapat disebut juga pendidik dalam

pelaksananaan pendidikan merupakan seorang yang memberi bimbingan yang berwujud pengaruh atau informasi atau arahan kepada anak didik agar menjadi dewasa, mandiri dan memiliki kepribadian yang utuh dan matang. Pendidikan terkait dengan penanaman sikap, perilaku, budi pekerti dan moral terhadap peserta didik yang bertujuan membentuk pribadi anak agar matang, dewasa

dan mandiri. Pengajaran terkait pemberian/transfer ilmu

pengetahuan, teknologi dan ketrampilan agar anak menjadi cerdas intelektualnya dan cerdas emosionalnya, supaya hidupnya kelak dapat sejahtera.

Menurut Mohamad Surya (2003:80) peranan guru adalah. Guru memegang peranan yang amat sentral dalam keseluruhan proses belajar mengajar. Sehingga guru dituntut harus mampu mewujudkan perilaku mengajar secara tepat agar menjadi perilaku belajar yang efektif dalam diri peserta didik, kemudian mampu meningkatkan kualitas belajar para peserta didik dalam bentuk kegiatan belajar yang dapat menghasilkan probadi mandiri, pelajar efektif, pekerja yang produktif dalam arti penyampai pengetahuan akan tatapi lebih meningkat sebagai perancang pengajaran, manajer pengajaran, pengevaluasi hasil belajar dan sebagai direktur belajar.


(45)

2.1.4 Tinjauan Mengenai Pola Didik Guru a. Pengertian Pola

Pola dalam Artikata.com (2013) dijelaskan bahwa pola memiliki banyak arti yakni gambar yg dipakai untuk contoh batik; atau corak batik atau tenun atau potongan kertas yg dipakai sebagai contoh dalam membuat baju; atau sistem yakni cara kerja sumber. Sedang pengertian lain dijelaskan dalam Id.wikipedia.org (2013) pola adalah adalah bentuk atau model (atau, lebih abstrak, suatu set peraturan) yang bisa dipakai untuk membuat atau untuk menghasilkan suatu atau bagian dari sesuatu, khususnya jika sesuatu yang ditimbulkan cukup mempunyai suatu yang sejenis untuk pola dasar yang dapat ditunjukkan atau terlihat, yang mana sesuatu itu dikatakan memamerkan pola. Deteksi pola dasar disebut pengenalan pola. Sehingga dapat disimpulkan pola yang sesuai dengan penelitian ini adalah bentuk atau model atau sistem ataupun tata cara.

b. Pengertian Didik

Didik adalah kata dasar dari pendidikan, dan memiliki banyak sinonim atau persamaan kata. Kata didik bisa berarti asuh, ajar, bina, bimbing, pelihara, dan tuntun. Arti dari pendidikan itu sendiri, dalam Artikata.com (2013) dijelaskan bahwa pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau


(46)

kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.

Didik juga merupakan kata dasar dari mendidik yang artinya yakni memelihara dan memberi latihan (ajaran, tuntunan, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran, dalam Artikata.com (2013).

c. Pengertian Pola didik

Melihat dari pengertian pola dan pengertian didik, pengertian pola didik sama dengan pola asuh atau pola ajar/pengajaran atapun sikap guru mengajar karena kesemuanya merupakan suatu persamaan kata atau sinonim, namun untuk pola asuh biasanya lebih diperuntukan untuk orang tua dan pola didik dan pola ajar untuk guru, namun pada hakikatnya sama maknanya yakni pola perilaku/sikap yang diterapkan pada anak dan bersifat relatif konsistensi dari waktu ke waktu, Sanjaya Yasin (2012).

Melihat pengertian dari pola didik di atas maka dapat disimpulkan bahwa pola didik adalah pola perilaku ataupun sikap dalam mendidik.

d. Pengertian Pola Didik Guru

Berdasarkan pengertian pola didik dan pengertian guru dapat disimpulkan bahwa Pola didik guru adalah pola perilaku atau sikap guru, atau cara mengajar guru, ataupun bentuk kepemimpinan guru,


(47)

yang diterapkan pada anak didiknya di dalam maupun di luar kelas dan bersifat relatif konsistensi dari setiap tahapan jenjang pendidikan. Pola didik guru memiliki beberapa macam bentuknya, yakni antara lain :

1) Menurut S. Nasution (2006 : 119 ) sikap atau pola didik guru ada tiga yakni :

a) Sikap Otoriter

Yakni sikap guru yang menggunakan kuasanya dalam memberikan pelajaran dengan menggunakan berbagai macam cara. Anak diharuskan dapat belajar dengan berbagai macam hukuman dan ancaman anak di paksa menguasai bahan pelajaran. Tanpa mempertimbangkan akibat lainnya pada anak.

b) Sikap Permissive

Adalah sikap guru yang membiarkan anak berkembang dalam kebebasan tanpa banyak tekanan frustasi, larangan, perintah, atau paksaan. Yang di pentingkan adalah perkembangan kepribadian anak agar terbebas dari goncangan jiwa.

c) Sikap Riil

Adalah sikap yang mengedepankan pendidikan memerlukan kebebasan akan tetapi juga pengendalian. Sehingga larangan dan konflik maupun kebebasan dan kepuasan merupakan bagian dari pendidikan.


(48)

2) Menurut Golemen dikutip Abu Huraerah (2007:42), mengungkapkan tiga gaya mendidik/pola didik yang tidak efisien yakni :

a) Sama sekali mengabaikan perasaan. Sehingga dapat diartikan

orang tua dan guru semacam ini memperlakukan masalah sosial anaknya sebagai ha kecil atau gangguan.

b) Terlalu membebaskan. Dapat diartikan orang tua dan guru

semacam ini peka akan perasaan anak, tetapi berpendapat bahwa yang dilakukan anak untuk menangani badai emosinya sendiri itu baik adanya.

c) Menghina. Dapat diartikan orang tua dan guru semacam ini

tidak menunjukan perasaan kepada anak. Orang tua dan guru seperti ini biasanya suka mencela, mengecam dan menghukum anak didik mereka.

3) Menurut M. Ngalim Purwanto (1995:48) beliau menerangkan

ada tiga gaya kepemimpinan (dapat disebut juga pola didik) yang pokok dalam pendidikan yakni :

a) Kepemimpinan yang otokratis. Guru bertindak sebagai

diktaktor pada anak didiknya. Sehingga dapat diartikan guru tidak menghiraukan keinginan peserta didik tapi lebih mementingkan kepuasan pribadi dalam mendidik.

b) Kepemimpinan laissez faire. Guru membiarkan anak-anak


(49)

c) Kepemimpinan demokratis. Guru merupakan penengah yang berusaha menstimulasi anak didiknya agar belajar secara kooperatif untuk mencapai tujuan bersama. Sehingga dapat diartikan guru lebih terbuka kepada anak didiknya untuk mengungkapkan pendapat dan tidak mematikan unsur kreatifitas pada diri anak didik.

Kemudian dari bentuk pola didik di atas peneliti rangkum kedalam tiga jenis tingkatan pola didik guru yakni :

a) Pola didik otoriter. Yakni pola guru mendidik secara kaku dan

tidak memahami keinginan anak.

b) Pola didik berimbang. Yakni pola guru mendidik dengan

memberi kebebasan namun juga batasan.

c) Pola didik demokratis. Yakni pola mendidik guru dengan guru

sebagai penengah dan pemberi stimulasi pada anak.

2.1.5 Tinjauan Mengenai Pengelolaan Kelas. a. Pengertian Pengelolaan Kelas

Menurut Cece Wijaya dan Tabrani Rusyan (1994: 113) pengelolaan kelas adalah usaha yang dilakukan guru untuk menata kehidupan kelas dimulai dari perencanaan kurikulumnya, penataan prosedur

dan sumber belajarnya, pengaturan lingkungannya untuk

memaksimalkan efisiensi, memantau kemajuan peserta didik, dan mengantisipasi masalah-masalah yang mungkin timbul. Sedang menurut Menurut Muljani A. Nurhadi 1983: 162).


(50)

Pengelolaan kelas merupakan upaya mengelola siswa di

kelas yang dilakukan untuk menciptakan dan

mempertahankan suasana (kondisi) kelas yang

menunjang program pengajaran dengan jalan

menciptakan dan mempertahankan motivasi siswa untuk selalu terlibat dan berperan serta dalam proses pendidikan di sekolah.

Dari beberapa penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pengelolaan kelas adalah usaha yang dilakukan guru dalam mengelola peserta didik di kelas dengan berbagai cara guna mencapai kondisi kelas yang diinginkan.

b. Tujuan Pengelolaan Kelas

Secara umum tujuan pengelolaan kelas adalah penyediaan fasilitas bagi bermacam –macam kegiatan belajar peserta didik dalam lingkungan sosial . Suharsimi Arikunto (1988:68) berpendapat bahwa tujuan pengelolaan adalah agar setiap anak dikelas padat bekerja dengan tertib sehingga segera tercapai tujuan pengajaran secara efektif dan efisien tujuan pengelolaan kelas pada hakikatnya telah terkandung dalam tujuan pendidikan sebagai guru kita harus sadar tanpa mengelola kelas dengan baik maka akan menghambat kegiatan belajar mengajar.

c. Faktor-Faktor Yang Perlu Diperhatikan Dalam Pengelolaan Kelas.

Menurut Arief Rachman (2002:138) Faktor-faktor yang perlu

diperhatikan dalam pengelolaan kelas antara lain :

1) Partisipasi aktif dalam kelas.


(51)

3) Adanya suasana kompetisi yang sehat.

4) Menghargai kerja keras.

5) Kemandirian akademis.

6) Merasa sama kedudukan antar siswa.

7) Menghormati sesama teman.

8) Suasana demokratis harus muncul dalam kelas.

9) Hubungan guru-murid adalah hubungan akademis, tetapi

memperhatikan kaidah - kaidah sopan santun.

10) Semua kegiatan belajar mengajar bermuara untuk memperbaiki

martabat diri, keluarga dan masyarakat.

d. Beberapa Bentuk Sifat Dalam Pengelolaan Kelas.

Menurut Infodiknas.com (2010) di dalam pengelolaan kelas dibagi menjadi beberapa bentuk sifat, diantaranya :

1) Pengelolaan kelas yang bersifat otoritatif, yakni seperangkat

kegiatan guru untuk menciptakan dan memertahankan ketertiban suasana kelas, disiplin sangat diutamakan.

2) Pengelolan kelas yang bersifat permisif, yakni pandangan ini

menekankan bahwa tugas guru ialah memaksimalkan perwujudan kebebasan peserta didik. Dalam hal ini guru membantu peserta didik untuk merasa bebas melakukan hal yang ingin dilakukannya. Berbuat sebaliknya berarti guru menghambat atau menghalangi perkembangan anak secara alamiah.

3) Pengelolaan kelas yang berdasarkan prinsip-prinsip

pengubahan tingkah laku (behavioral modification), yaitu

seperangkat kegiatan guru untuk mengembangkan tingkah laku peserta didik yang diinginkan dan mengurangi atau meniadakan tingkah laku yang tidak diinginkan. Secara singkat, guru membantu peserta didik dalam memelajari


(52)

tingkah laku yang tepat melalui penerapan prinsip-prinsip yang

diambil dari teori penguatan (reinforcement).

4) Pengelolaan kelas sebagai proses penciptaan iklim

sosio-emosional yang positif di dalam kelas. Pandangan ini mempunyai anggaran dasar bahwa kegiatan belajar akan berkembang secara maksimal di dalam kelas yang beriklim positif, yaitu suasana hubungan interpersonal yang baik antara guru dengan peserta didik dan peserta didik dengan peserta didik. Untuk terciptanya suasana seperti ini guru memegang peranan kunci. Peranan guru ialah mengembangkan iklim sosio-emosional kelas yang positif melalui pertumbuhan hubungan interpersonal yang sehat. Dengan demikian, pengelolaan kelas ialah seperangkat kegiatan guru untuk mengembangkan hubungan interpersonal yang baik dan iklim sosio-emosional kelas yang positif.

5) Pengelolaan kelas yang bertolak dari anggapan bahwa kelas

merupakan sistem sosial dengan proses kelompok (group

process) sebagai intinya. Dalam kaitan ini dipakailah anggapan dasar bahwa pengajaran berlangsung dalam kaitannya dengan suatu kelompok. Dengan demikian, kehidupan kelas sebagai kelompok dipandang mempunyai pengaruh yang amat berarti terhadap kegiatan belajar, meskipun belajar dianggap sebagai

proses individual. Peranan guru ialah mendorong


(53)

Dengan demikian, pengelolaan kelas ialah seperangkat kegiatan guru untuk menumbuhkan dan memertahankan organisasi kelas yang efektif.

2.1.6 Tinjauan Tentang Tatacara Pemberian Hukuman Dalam Pendidikan.

Pendidikan di sekolah dalam pelaksanaannya pasti ada kejadian-kejadian yang mengharuskan guru atau pendidik melakukan pemberian hukuman kepada peserta didik. Hal tersebut bisa saja dilakukan jika dengan cara-cara lain sudah tidak mungkin untuk merubah perilaku anak atau demi ketertiban lingkungan di sekolah.

Hukuman adalah tindakan yang dijatuhkan kepada anak secara sadar dan sengaja sehingga menimbulkan nestapa, dan dengan adanya nestapa itu anak akan menjadi sadar akan perbuatannya dan berjanji di dalam hatinya untuk tidak mengulanginya. (Amin Danien Indrakusuma, 1973:14 ). Menghukum adalah memberikan atau mengadakan nestapa/penderitaan dengan sengaja kepada anak yang menjadi asuhan kita dengan maksud supaya penderitaan itu betul - betul dirasainya untuk menuju kearah perbaikan. (Suwarno, 1981:115). Dalam memberikan hukuman guru hendaknya mengacu pada peraturan yang ada seperti Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 agar tidak melanggar hak anak dan membatasi ruang gerak anak dalam pelaksanaan pendidikan. Hukuman yang diberikan hendaknya


(54)

masuk akal dan dapat diterima sebagai hal yang wajar oleh peserta didik.

Pemberian hukuman sebaiknya mempertimbangkan adanya dampak

negatif dari hukuman yang diberikan. Menurut Utami Munandar

(2002:103) dampak negatif yang harus diperhatikan adalah antara lain:

1) Pemberian hukuman tidak menunjang perkembangan dan kendali

diri pada anak, karena bisa jadi anak tidak belajar dari kesalahannya dan tidak belajar memikul tanggung jawab sendiri untuk mengendalikan diri.

2) Pemberian hukuman dapat memberikan model yang negatif,

penerimaan suatu perilaku dapat diterima anak tergantung dari siapa yang melakukannya.

3) Pemberian hukuman dapat menimbulkan agresivitas jika seseorang

disakiti, baik secara fisik atau mental maka ia akan memberontak.

4) Pemberian hukuman dapat menimbulkan aversi (menentang)

terhadap orangtua atau terhadap sekolah dan belajar.

Pada prinsipnya dalam memberikan suatu hukuman, para pendidik

hendaknya berpedoman kepada prinsip Punitur, Quia Peccatum est

artinya dihukum karena telah bersalah, dan Punitur, ne Peccatum

"artinya dihukum agar tidak lagi berbuat kesalahan, (M.J. Langeveld, 1987:117).


(55)

1) Teori Melindungi

Teori melindungi, anak dihukum untuk melindungi lingkungan atau masyarakat terhadap perbuatan - perbuatan salah yang merusak/ merugikan lingkungan tersebut. (Suwarno, 1992:115).

2) Teori Menjerakan

Teori ini bertujuan agar pelanggar sesudah menjalankan hukumannya aka jera dan tidak akan menjalankan pelanggaran lagi. Fungsi hukuman tersebut adalah preventif, yaitu mencegah terulangnya pelanggaran sesudah pelanggar dikenai hukuman.

3) Teori Memperbaiki

Satu - satunya hukuman yang dapat diterima oleh dunia pendidikan ialah hukuman yang bersifat memperbaiki, hukuman yang bisa menyadarkan anak kepada keinsafan atas kesalahan yang telah diperbuatnya. Dan dengan adanya keinsafan ini, anak akan berjanji di dalam hatinya sendiri tidak akan mengulangi kesalahannya kembali. Hukuman yang demikian inilah yang dikehendaki oleh dunia pendidikan. Hukuman yang bersifat memperbaiki ini disebut juga hukuman yang bernilai didik atau hukuman pedagogis. (Amin Danien Indrakusuma, 1973:151). Teori inilah yang harus kita gunakan sebagai pendidik, maksudnya untuk memperbaiki perbuatan anak yang buruk/salah. (Suwarno, 1992:115). Teori ini bertujuan untuk memperbaiki. Adapun yang perlu diperbaiki ialah hubungan antara pemegang kekuaaan dan pelanggar dan sikap serta perbuatan pelanggar. Hubungan antara penguasa dengan umum


(56)

yang tadinya telah menjadi rusak dengan terjadinya pelanggaran oleh orang yang bersikap dan berbuat salah itu perlu dibetulkan

lagi. Rusaknya hubungan itu mengakibatkan hilangnya

kepercayaan penguasa terhadap pelanggar. Fungsi hukuman dengan teori membetulkan ini korektif dan edukatif. Di dalam dunia pendidikan, pendidik tidak menganut teori lain dari pada teori pembetulan. Hal ini sesuai dengan tugas pendidik, yaitu membimbing anak didik agar berbuat dan bersikap luhur.

Jenis atau bentuk hukuman yang dijatuhkan berbagai macam. J.J. Hasibuan (1988:56 -61) mengungkapkan tentang bentuk dari hukuman tersebut, yaitu:

1) Bentuk Hukuman

Bentuk-bentuk hukuman lebih kurang dapat dikelompokan menjadi empat kelompok, yaitu:

a) Hukuman fisik,misalnya dengan mencubit, menampar, memukul

dan lain sebagainya;

b) Hukuman dengan kata-kata atau kalimat yang tidak

menyenangkan, seperti omelan,ancaman, kritikan, sindiran, cemoohan dan lain sejenisnya;

c) Hukuman dengan stimulus fisik yang tidak menyenangkan,

misalnya menuding,memelototi, mencemberuti dan lain

sebagainya;

d) Hukuman dalam bentuk kegiatan yang tidak menyenangkan,


(57)

kelas, didudukan di samping guru, disuruh menulis suatu kalimat sebanyak puluhan atau ratusan kali, dan lain sebagainya.

2) Menentukan hukuman

Hal - hal yang perlu dipertimbangkan dalam memilih dan menentukan hukuman Menurut Amin Danien Indrakusuma (1973:157) adalah sebagai berikut:

a) Macam dan besar kecilnya pelanggaran. Besar kecilnya

pelanggaran akan menentukan berat ringannya hukuman yang harus diberikan;

b) Pelaku pelanggaran;

c) Hukuman diberikan dengan melihat jenis kelamin: usia dan halus

kasarnyaperangai dari pelaku pelanggaran;

d) Akibat - akibat yang mungkin timbul dalam hukuman: Pemberian

hukuman jangan sampai menimbulkan akibat yang negatif pada diri anak;

e) Pilihlah bentuk - bentuk hukuman yang pedagogis : Hukuman yang

dipilih harus sedikit mungkin segi negatifnya baik dipandang dari sisi murid, guru, maupun dari orang tua.

3) Tingkatan Hukuman

Hukuman yang dapat dikenakan kepada anak - anak bermacam macam jenis, sehubungan dengan hal ini, Suwarno (1992: 177) mengungkapkan berdasarkan pandangan W.Stern tedapat tiga tingkatan hukuman sesuai dengan perkembangan anak, yaitu:


(58)

a) Hukuman Asosiatif, di mana penderitaan yang ditimbulkan akibat hukuman tadi ada asosiasinya dengan kesalahan anak. Misalnya seorang anak yang akan mengambil sesuatu di atas meja dipukul jarinya. Hukuman asosiasif dipergunakan bagi anak kecil;

b) Hukuman Logis, di mana anak dihukum sehingga mengalami

penderitaan yang ada hubungan logis dengan kesalahannya. Hukuman logis ini dipergunakan pada anak - anak yang sudah agak besar yang sudah mampu memahami hubungan antara kesalahan yang diperbuatnya dengan hukuman yang diterimanya;

c) Hukuman Moril, tingkatan ini tercapai pada anak - anak yang lebih

besar, di mana anak tidak hanya sekedar menyadari hubungan logis antara kesalahan dengan hukumannya, tetapi tergugah perasaan kesusilaannya atau terbangun kata hatinya, dia merasa harus menerima hukuman sebagai sesuatu yang harus dialaminya.

2.2 Kerangka Pikir

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlidungan anak erat kaitanya dengan kegiatan belajar mengajar di dalam dunia pendidikan, karena anak merupakan objek yang dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlidungan anak.

Di dalam dunia pendidikan anak disebut juga dengan peserta didik atau peserta didik yang kemudian hak dan kewajibannya diatur oleh Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, guru yang juga


(59)

termasuk elemen masyarakat juga bertanggung jawab dalam usaha melindungi hak dan kewajiban anak hal ini juga tertulis dalam undang-undang, sejauh mana pemahaman seorang guru terhadap Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlidungan anak akan mempengaruhi pola didik guru, dalam hal ini dapat dilihat dalam skema berikut :

Gambar 2.1 Skema Kerangka Pemikiran Penelitian

2.3 Hipotesis

Adapun hipotesis penelitian ini adalah :

HO : Tidak ada pegaruh Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang

Perlidungan Anak terhadap pola didik guru di SMP N 1 Padangratu Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2013.

HI : Ada pegaruh Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang

Perlidungan Anak terhadap pola didik guru di SMP N 1 Padangratu Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2013.

UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

Pola didik guru

1. Pola didik otoriter

2. Pola didik berimbang


(60)

BAB III

METODELOGI PENELTIAN

3.1 Metode Penelitian

Metode dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif korelasional. Metode ini meneliti masalah-masalah aktual yang berlangsung di lapangan khususnya mengenai Undang-Undang No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak yang akan mempengaruhi pola didik guru terhadap peserta didik di SMP Negeri 1 Padangratu Kabupaten Lampung Tengah.

3.2 Populasi

Populasi atau keseluruhan subjek penelitian (Arikunto Suharsimi:2010) yang diteliti dalam penelitian ini adalah seluruh tenaga kependidikan yang menjabat sebagai guru aktif baik pegawai negeri sipil (PNS) maupun guru honor sekolah yang mengajar di SMP N 1 Padangratu. Dari arsip sekolah SMPN 1 Padangratu dapat diketahui bahwa guru aktif yang masuk dalam populasi penelitian adalah 41 Orang.

3.3 Variabel Penelitian 3.3.1 Variabel Bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlidungan Anak.


(61)

3.3.2 Variabel Terikat

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah pola didik guru.

3.4 Definisi Konseptual dan Operasional Variabel 3.4.1 Definisi Konseptual

a. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlidungan anak

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlidungan Anak adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dengan persetujuan bersama Presiden yang digunakan untuk menjamin dan melindungi anak dan haknya agar dapat tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

b. Pola Didik Guru

Pola didik guru adalah pola perilaku atau sikap guru, atau cara mengajar guru, ataupun bentuk kepemimpinan guru, yang diterapkan pada anak didiknya di dalam maupun di luar kelas dan bersifat relatif konsistensi dari setiap tahapan jenjang pendidikan.


(62)

3.4.2 Definisi Operasional Variabel

a. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlidungan Anak

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlidungan Anak adalah undang-undang yang digunakan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak nya agar dapat tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, yang tertulis pada lembaran negara Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlidungan anak.

b. Pola Didik Guru.

Pola didik guru dalam pelaksanaan pendidikan ada 3 tingkatan yang pokok yakni :

1)Pola didik otoriter. Yakni pola guru mendidik secara kaku dan tidak memahami keinginan anak.

2)Pola didik berimbang. Yakni pola guru mendidik dengan

memberi kebebasan namun juga batasan

3)Pola didik demokratis. Yakni pola mendidik guru dengan guru

sebagai penengah dan pemberi stimulasi pada anak.

3.5 Rencana Pengukuran Variabel


(63)

3.5.1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlidungan Anak.

Untuk memperoleh data tentang Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlidungan Anak, dalam pendidikan diukur melalui penyebaran angket yang kemudian dikategorikan pada tiga tingkatan yakni dipatuhi, cukup dipatuhi, dan tidak dipatuhi. Dengan skala penilaian bagi jawaban yang dianggap sesuai diberi skor 3 bagi jawaban yang kurang sesuai diberi skor 2, dan bagi jawaban yang tidak sesuai diberi skor 1.

Melalui pengukuran indikator :

a) Pengetahuan

b) Pemahaman

c) Pelaksanaan

3.5.2 Pola Didik Guru.

Untuk memperoleh data tentang pola didik guru akan diukur melalui angket bedasarkan skor skala 1 - 3, yaitu dengan kategori dilaksanakan (3), kurang kurang dilaksanakan (2), dan tidak dilaksanakan (1).

Melalui pengukuran indikator :

a) Demokratis

b) Berimbang


(1)

60

C pada Cmaks, makin besar derajat asosiasi antara faktor.


(2)

113

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

Ada pengaruh Undang-Undang No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak terhadap pola didik guru di SMP Negeri 1 Padangratu Lampung Tengah tahun 2013, dimana kepatuhan guru dalam melaksanakan Undang-undang No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak membuat guru cenderung berpola didik demokratis.

5.2 Saran

Setelah peneliti melakukan penelitian, menganalisis, dan mengambil kesimpulan dari hasil penelitian, maka peneliti dapat mengajukan saran sebagai berikut:

1. Bagi pemerintah sebaiknya dalam menyiarkan suatu peraturan perundang-undangan haruslah di sosialisasikan dengan efektif dan menyeluruh sehingga pihak-pihak terkait misalnya dalam hal sosialisasi Undang-Undang No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak sehingga guru dan masyarakat mengerti kedudukan, ruang gerak dan posisinya masing-masing dalam UU tersebut.


(3)

114

2. Bagi guru, agar guru dapat meningkatkan pemahaman dan pengetahuannya terhadap Undang-Undang No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dan pola didik yang baik. Dengan memahami Undang-Undang No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak maka proses belajar mengajar tidak akan terkendala masalah teknis seperti pelanggaran fisik pada anak didik dan lain sebagainya, dengan memahami Undang-Undang No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak diharapkan guru juga mengerti posisi dan ruang gerak profesinya sehingga tidak menjadi bulan-bulanan oknum wartawan dan oknum anggota swadaya masyarakat yang suka mencari-cari kesalahan.

3. Bagi awak media dan anggota lembaga swadaya masyarakat (LSM), agar dapat lebih peka dan mengerti pendidikan dan pembinaan yang dilakukan oleh guru disekolah, selain sebagai pengawas wartawan dan LSM juga berkewajiban menjaga proses pendidikan yang baik. Tidak mencari-cari kesalahan oleh guru, tapi cenderung mendukung pendidikan yang membuat anak lebih baik dan bermoral.

4. Bagi orangtua, agar dapat memperhatikan anak asuhnya dengan baik, karena orang tua kedudukannya lebih banyak dalam Undang-Undang No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dalam upaya memenuhi hak dan mengajarkan anak asuh nya kewajiban yang harus dipenuhi. Bersama dengan guru salaing bekerja sama dalam mendidik anak asuhnya.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, H. Abu, Dkk. 2003. Ilmu Pendidikan. Rineka Cipta. Jakarta.

Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Pendekatan Praktek. Rineka Cipta. Jakarta.

Gultom, Maidin. 2010. Perlindungan Hukum Terhadap Anak, dalam sistem pradilan pidana anak di Indonesia. Refika Aditama, Bandung.

Gunarsa & Gunarsa. 1995. Psikologi Praktis : anak, remaja, dan keluarga. Gunung Mulia. Jakarta.

Hamadi, Abu. 2001. Ilmu Pendidikan. Rineka Cipta. Jakarta.

Huraerah, Abu. 2007. Child Abuse (Kekerasan Terhadap Anak) edisi revisi, Nuansa. Bandung.

Indrakusuma, A.D. 1973. Pengantar Ilmu Pengetahuan. Malang Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP. Malang.

Jahja, Yudrik. 2004. Wawasan Kependidikan.Depdiknas. Direktorat Tenaga Kependidikan.

J.J. Hasibuan, dkk. 1988. Proses Belajar Mengajar. Remaja Karya. Bandung. _______________1992. Proses Belajar Mengajar. Remaja Rodakarya. Bandung. Kasiram, M. 1983. Ilmu Jiwa Perkembangan, Bagian Ilmu Jiwa Anak. Usaha

Nasional. Surabaya.

Malo, Manase. 1989. Metode Penelitian Sosial. Rajawali: Jakarta.

M. J. Langeveld. 1987. Beknopte Teoritistiche Paedagogiek, Terjemahan I. P. Simajuntak. Nasco. Jakarta.

Nasution, S. 2006. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar & Mengajar, Bumi Aksara. Jakarta.


(5)

Nawawi, Hadari. 1982. Organisasi Sekolah dan Pengelolaan Kelas. Gunung Agung. Jakarta.

Purwanto, Ngalim, 1995. Administrasi dan Supervisi Pendidikan, Remaja Rosdakarya. Bandung.

1994. Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, cet VII. Remaja Rosdakarya. Bandung.

Rachman, Arif. 2002. Pendidikan dan Agama Akhlak bagi Anak dan Remaja. PT Logos Wacana Ilmu. Jakarta.

Shafique Ali Khan, 2005. Filsafat Pendidikan Al-Ghazali, Pustaka Setia, Bandung.

Sobur, Alex. 1991. Komunikasi Orang Tua dan Anak. Angkasa. Bandung. Sutrisno, Hadi. 2000. Metodologi research. PT. Andi Jilid 3. Yogyakarta

Sudjana, 2000. Metode Statistika, cetakan ulang edisi keenam, PT. Tarsito Bandung.

Surya, Muhammad. 2003.Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran. CV Mahaputra Adidaya. Jakarta.

Suryabrata. 1994. Psikologi Pendidikan. PT Raja Grafindo. Jakarta. Suwarno. 1992. Pengantar Ilmu Pendidikan. PT Rineka Cipta. Jakarta.

Tafsir, Ahmad. 1992. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Remaja Rosdakarya. Bandung.

Utami Munandar. 2002. Pendidikan dan Agama Akhlak bagi Anak dan Remaja. PT Logos Wacana Ilmu. Jakarta

Wadong, Maulana Hassan. 2000. Pengantar Advokasi dan Hukum Perlindungan Anak. Grasindo. Jakarta.

Wijaya, Cece, Dkk. 2000. Kemampuan Dasar Guru Dalam Proses Belajar Mengajar. Remaja Rosdakarya. Bandung.

Sumber Laman internet :

Artikata. 2013. Definisi 'didik', www.artikata.com. (Diakses 14 Maret 2013). Artikata. 2013. Definisi 'pola', www.artikata.com. (Diakses 14 Maret 2013).


(6)

Fathurrahman, M. 2012. Konsep Dasar Motivasi Kinerja Guru. muhfathurrohman.wordpress.com. (Diakses 14 Maret 2013).

Infodiknas.com. 2010. Bab 1: Definisi Pengelolaan Kelas. (Diakses 7 April 2013).

Malino, Jupri. 2012. Pengertian Peserta Didik / Siswa, juprimalino.blogspot.com. (Diakses 14 Maret 2013).

Soleh, Abdul Rahman, 2012. Pengertian Guru, www.abdulrahmansaleh.com. (Diakses 14 Maret 2013).

Wusiatulhayat, 2009. Makalah UPKP. wusiatulhayatpengetahuanku. blogspot. -com. (Diakses 14 Maret 2013).

Wikipedia, 2013. Pola, id.wikipedia.org. (Diakses 14 Maret 2013).

Wikipedia, 2013. Peserta didik, id.wikipedia.org. (Diakses 14 Maret 2013).

Yasin, Sanjaya, 2012. Pengertian Pola Asuh Menurut Para Ahli, Definisi, Contoh, Macam, www.sarjanaku.com. (Diakses 14 Maret 2013).

Sumber Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah: Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 Tentang Guru. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru Dan Dosen. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Undang - Undang Nomor 25 Tahun 1997 Tentang Ketenagakerjaan.

Undang - Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.

Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi. Undang – Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak. Undang – Undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak.


Dokumen yang terkait

Implementasi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

1 17 86

SINKRONISASI HAK-HAK ANAK MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1979 TENTANG KESEJAHTERAAN ANAK DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK.

0 0 16

Undang-Undang No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

0 0 27

pp no 54 tahun 2007 tentang pengangkatananak2

0 0 13

PENJELASANATAS UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

0 0 18

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK PENGGUNA NARKOTIKA DIHUNBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 JO. UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK | Hermana | Jurnal Ilmiah Ga

0 0 16

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK DIDIK PEMASYARAKATAN DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN ANAK KUTOARJO DITINJAU DARI UNDANG UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK SKRIPSI

0 0 13

ADVOKASI BP3AKB TERHADAP ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK JO UNDANG- UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

0 0 12

ADVOKASI BP3AKB TERHADAP ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK JO UNDANGUNDANG NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK - Uni

0 0 47

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK DIDIK PEMASYARAKATAN DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN ANAK KUTOARJO DITINJAU DARI UNDANG UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK SKRIPSI

0 0 13