Pajak Penghasilan 1 Landasan Teori

10

2.1.2 Pajak Penghasilan 1

Pengertian Pajak Penghasilan Pajak penghasilan termasuk dalam kategori pajak subjektif, artinya pajak dikenakan karena ada subjeknya yaitu yang telah memenuhi kriteria yang telah ditetapkan dalam peraturan perpajakan. Apabila tidak ada subjek pajaknya maka jelas tidak dapat dikenakan pajak penghasilan. Menurut Early Suandy dalam bukunya hukum pajak 2013, pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap penghasilan dapat dikenakan secara berkala dan berulang-ulang dalam jangka waktu tertentu baik masa pajak maupun tahun pajak. Sedangkan menurut Siti Resmi 2014, Pajak Penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima yang dapat dikenakan secara berkala dan berulang-ulang dalam jangka waktu tertentu dalam suatu tahun pajak. 2 Subjek Pajak Penghasilan Subjek dapat diartikan sebagai orang yang dituju oleh Undang- Undang untuk dikenakan pajak. Pajak penghasilan dikenakan terhadap subjek pajak berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Apabila ditinjau dari lembaga pemungutannya maka pajak penghasilan dikategorikan sebagai subjek pajak, dengan pengertian bahwa pajak penghasilan ini berpangkal atau mendasarkan pada 11 subjek pajaknya. Menurut Mardiasmo 2016, yang dimaksud dengan subjek pajak antara lain. 1 Orang pribadi Orang pribadi subjek pajak dapat bertempat tinggal atau berada di Indonesia atau di luar Indonesia. 2 Warisan yang belum terbagi sebagi suatu kesatuan menggantikan yang berhak. Subjek pajak warisan yang belum terbagi sebagai suatu kesatuan merupakan subjek pajak pengganti menggantikan mereka yang berhak yaitu ahli waris. Ketika warisan ini sudah terbagi maka pewarisnyalah yang merupakan subjek pajak. 3 Badan Pengertian “badan” mengacu pada ketentuan Undang-Undang ketentuan umum dan tata cara perpajakan. Badan adalah sekumpulan orang danatau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap. 12 Badan sebagai subjek pajak merupakan perkumpulan yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan untuk memperoleh penghasilan danatau memberikan jasa kepada anggota. Perkumpulan mencakup pula asosiasi, persatuan, penghimpunan atau ikatan dari pihak-pihak yang mempunyai kepentingan yang sama. Surat edaran Jenderal Pajak Nomor SE26Pj.421999 tanggal 21 Juni 1999 menyebutkan bahwa partai politik juga termasuk subjek pajak. 4 Bentuk Usaha Tetap BUT Bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 seratus delapan puluh tiga hari dalam jangka waktu 12 dua belas bulan, dan badan yang tidak di dirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia. Bentuk usaha tetap ini ditentukan sebagai subjek pajak tersendiri, terpisah dari badan. Berdasarkan segi lokasi subjek pajak penghasilan dapat di bedakan menjadi 2, yaitu subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri. Subjek pajak dalam negeri terdiri atas orang pribadi, badan, dan warisan yang belum terbagi. Sedangkan subjek pajak luar negeri terdiri atas orang pribadi dan badan. 13 Subjek pajak dalam negeri adalah orang pribadi yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia lebih dari 183 hari tidak harus berturut-turut dalam jangka waktu 12 bulan atau orang pribadi yang dalam satu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat bertempat tinggal di Indonesia, badan yang didirikan atau berkedudukan di Indonesia kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi syarat, yaitu sebagai berikut. a Pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. b Pembiayaan bersumber dalam anggaran pendapatan dan belanja negara APBN atau anggaran pendapatan dan belanja daerah APBD. c Penerimaannya dimasukkan dalam anggaran pemerintah pusat dan daerah. d Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara. Selain itu, warisan yang belum terbagi sebagai suatu kesatuan menggantikan yang berhak dapat juga diklasifikasikan sebagai subjek pajak dalam negeri. Subjek pajak luar negeri adalah orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk 14 usaha tetap di Indonesia juga termasuk sebagai subjek pajak luar negeri. Bentuk usaha tetap merupakan bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia kurang dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan serta badan yang tidak didirikan atau tidak bertempat tinggal di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan usaha. Yang termasuk dalam pengertian bentuk usaha tetap adalah 1 tempat kedudukan manajemen, 2 cabang perusahaan, 3 kantor perwakilan, 4 gedung kantor, 5 pabrik, 6 bengkel, 7 gudang, 8 ruang untuk promosi dan penjualan, 9 pertambangan dan penggalian sumber alam, 10 wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi, 11 perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau perhutanan, 12 proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan, 13 pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau orang lain sepanjang dilakukan lebih dari 60 hari dalam jangka waktu 12 bulan, 14 orang pribadi atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas, 15 agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak berkedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung resiko di Indonesia, 16 komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, dan digunakan oleh penyelenggara transisi 15 elektronik untuk menjalankan kegiatan usaha melalui internet. Perbedaan antara subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri ditunjukkan pada Tabel 2.1 seperti berikut. Tabel 2.1 Perbedaan Subjek Pajak Dalam Negeri dan Subjek Pajak Luar Negeri Subjek Pajak Dalam Negeri Subjek Pajak Luar Negeri Dikenakan pajak atas penghasilan, baik yang diterima atau diperoleh dari dalam maupun luar negeri. Dikenakan pajak hanya atas penghasilan yang berasal dari sumber penghasilan di Indonesia. Dikenakan pajak berdasarkan penghasilan neto. Dikenakan pajak berdasarkan penghasilan bruto. Tarif yang digunakan adalah tarif UU PPh Pasal 17. Tarif yang digunakan adalah tarif UU PPh Pasal 26. Wajib menyampaikan SPT. Tidak wajib menyampaikan SPT. Sumber : Mardiasmo. Perpajakan Edisi Revisi Penerbit Andi.2016. 3 Objek Pajak Penghasilan Objek pajak penghasilan dapat diartikan sebagai sasaran pengenaan pajak dan untuk menghitung pajak terutang. Yang menjadi objek pajak penghasilan adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun. Penghasilan yang menjadi objek pajak dapat dikelompokkan menjadi 4 empat bagian, yaitu. 1 Penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja. 16 2 Penghasilan dari usaha atau kegiatan. 3 Penghasilan dari modal atau penggunaan harta. 4 Penghasilan lain-lain yaitu penghasilan yang tidak dapat masuk dalam 3 kelompok tersebut. Selain itu penghasilan juga dapat dikelompokkan menjadi penghasilan yang dikenakan pajak tidak final dan pajak final. Objek pajak penghasilan yang dikenakan pajak tidak final antara lain. a Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterimadiperoleh termasuk gaji, upah, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun atau imbalan dalam bentuk lain. Jika penggantian atau imbalan dapat diakui sebagai penghasilan bagi penerimaannya maka bagi pemberi, penggantian atau imbalan tersebut dapat diakui sebaga biaya. b Hadiah dari undian atau pekerjaankegiatan dan penghargaan termasuk dalam pengertian “hadiah” adalah hadiah dari undian, pekerjaan dan kegiatan sedangkan yang dimaksud dengan penghargaan adalah imbalan yang sehubungan dengan kegiatan tertentu. c Laba usaha merupakan penjualan yang telah dikurangi dengan harga pokok penjualan dan biaya lainnya. d Keuntungan karena penjualan dan pengalihan harta termasuk. - Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lain sebagai pengganti saham atau penyertaan modal. 17 - Keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya. - Keuntungan karena likuiditas, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apapun. - Keuntungan karena pengalihan harta hibah, bantuan atau sumbangan kecuali diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat da badan keagamaan atau badan pendidikan, badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, kepemilikan, pekerjaan atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan. - Keuntungan karena penjualan dari pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan serta permodalan dalam perusahaan pertambangan. Keuntungan karena penjualan dan pengalihan harta muncul apabila harga jual atas harga lebih tinggi dari nilai buku. Harga jual yang dipakai sebagian dasar menilai keuntungan adalah harga pasar. e Penerimaan kembali biaya pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak. 18 f Biaya termasuk premium, diskonto, dan imbalan lain karena jaminan pengembalian utang. Premium timbul apabila obligasi dijual atas nilai nominalnya. Premium merupakan penghasilan bagi pihak yang menjual obligasi sedangkan diskonto merupakan penghasilan dari pihak yang membeli diskonto. g Deviden, dengan nama dan dalam bentuk apapun termasuk deviden dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan pembagian Sisa Hasil Usaha SHU koperasi. h Royalti atau imbalan atas penggunaan hak. i Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta. j Penerimaan atau perolehan biaya berkala. k Keuntungan karena pembebasan utang kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah. l Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing. m Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva. n Premi asuransi. o Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri atas wajib pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas. p Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum kena pajak. q Penghasilan dari usaha berbasis syariah. 19 r Imbalan bunga sebagaimana dimaksudkan dalam Undang- Undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan. s Surplus Bank Indonesia. 4 Undang-Undang Yang Mengatur Pajak Penghasilan Pajak Penghasilan PPh di Indonesia di atur dalam pertama kali dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 dengan penjelasan pada lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1983 Nomor 50. Selanjutnya berturut-turut. 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1991. 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994. 3 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000. 4 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008. 5 Pajak Penghasilan Badan Menurut Djoko Muljono 2007, kewajiban pajak subjektif badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia dan berakhir pada saat dibubarkan atau tidak lagi berkedudukan di Indonesia. Pada tahun 2009, untuk menghitung Pajak Penghasilan PPh perusahaan atau lebih dikenal dengan sebutan PPh Badan menggunakan tarif yang berbeda dari tahun sebelumnya. Jika pada tahun-tahun sebelumnya digunakan tarif progresif, maka untuk tahun 2009 dan seterusnya digunakan tarif tetap. Ada beberapa tarif yang diterapkan, sesuai dengan kondisi perusahaan. Tarif-tarif tersebut adalah sebagai berikut. 20 1 Tarif PPh Pasal 17 ayat 1 huruf b = 28 Perusahaan menggunakan tarif ini jika peredaran bruto usahanya lebih dari Rp 50.000.000.000,00 lima puluh miliar rupiah. Contoh : PT. ABC selama tahun 2009 peredaran bruto-nya sebesar Rp 55.000.000,00, penghasilan bersihnyaPenghasilan Kena Pajak PhKP sebesar Rp 4.000.000.000,00. Maka PPh terutang: 28 × Rp 4.000.000.000,00 = Rp 1.120.000.000,00 2 Tarif PPh Pasal 17 ayat 2 huruf b = 28 - 5 Perusahaan menggunakan tarif ini jika perusahaan tersebut merupakan perusahaan terbuka perusahaan sahamnya diperjual-belikan di pasar modal. Dengan catatan saham yang diperdagangkan adalah 40 dari total secara keseluruhan. Berapapun peredaran brutonya, tarifnya adalah 28-5 × PKP. Contoh : PT. Bagus Tbk adalah anggota Bursa Efek Indonesia BEI dan saham yang diperdagangkan di pasar modal adalah 50 dari total saham. Pada tahun 2009, PT. Bagus Tbk peredaran brutonya adalah Rp 45.000.000.000,00 dan Penghasilan Kena Pajaknya Rp 4.000.000.000,00. Maka PPh terutang: 28-5 × Rp 4.000.000.000,00 = Rp 920.000.000,00 3 Tarif PPh Pasal 31 huruf E perusahaan menggunakan tarif ini jika peredaran bruto sampai dengan Rp 50.000.000.000,00 lima 21 puluh miliar rupiah dan tidak tercatat sebagai perusahaan terbuka. Penghitungan tarifnya ada 2 macam, yaitu. a 50 × 28 Perusahaan menggunakan tarif ini jika peredaran bruto sampai dengan Rp 4.800.000.000,00 empat miliar delapan ratus juta rupiah. Contoh: PT. XYZ peredaran bruto selama tahun 2009 adalah Rp 4.000.000.000,00 dan Penghasilan Kena Pajak Rp 800.000.000,00. Maka PPh terutang : 50 × 28 × Rp 800.000.000,00 = Rp 112.000.000,00 b 50 × 28 × PKP yang memperoleh fasilitas + 28 × PKP tidak memperoleh fasilitas. PKP tidak memperoleh fasilitas = PKP – PKP yang memperoleh fasilitas. Contoh: PT. Horizon peredaran bruto tahun 2009 sebesar Rp 30.000.000,00, penghasilan kena pajaknya Rp 5.000.000.000,00. Maka PPh terutang. a PKP yang memeroleh fasilitas, yaitu sebagai berikut. Rp 4.800.000.000,00 Rp 30.000.000.000,00 × Rp 5.000.000.000,00 = Rp 800.000.000,00 b PKP yang tidak memperoleh fasilitas, yaitu sebagai berikut. Rp 5.000.000.000,00 – Rp 800.000.000,00 = Rp 4.200.000.000,00 c PPh terutang = 50 × 28 × Rp 800.000.000,00 + 28 × Rp 4.200.000.000,00 = Rp 1.288.000.000,00. 22 4 Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 Tarif tunggal sebesar 28 untuk tahun pajak 2009 yang menjadi dasar pengenaan pajak penghasilan adalah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2008 perubahan keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983. 5 Sesuai dengan tarif pasal 17 Undang-Undang PPh, maka tarif penghitungan PPh Badan untuk pajak tahun 2010 ini adalah tarif 25 dari Penghasilan Kena Pajak. 6 Sesuai dengan Pasal 31 E UU PPh tersebut terdapat fasilitas atas besarnya tarif pajak PPh badan ini adalah Wajib Pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp50.000.000.000,00 lima puluh miliar rupiah mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50 lima puluh persen dan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat 1 huruf b dan ayat 2 huruf a yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp 4.800.000.000,00 empat miliar delapan ratus juta rupiah.

2.1.3 Konsep Modal

Dokumen yang terkait

Analisis pengaruh struktur modal terhadap pajak pengahasilan badan terutang : studi empiris pada perusahaan yang terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia

43 182 85

Analisa strategi koperasi pondok pesantren dalam pemberdayaan ekonomi rakyat : studi pada koperasi pondok pesantren al-ikhlas subang jawa barat

0 4 74

ANALISIS PERBEDAAN PAJAK PENGHASILAN TERUTANG BERDASARKAN NORMA PENGHITUNGAN DENGAN ANALISIS PERBEDAAN PAJAK PENGHASILAN TERUTANG BERDASARKAN NORMA PENGHITUNGAN DENGAN PPH FINAL WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI USAHAWAN DI BIDANG USAHA PERDAGANGAN PADA KPP PRAT

0 2 16

NORMA PENGHITUNGAN DAN PPH FINAL ANALISIS PERBEDAAN PAJAK PENGHASILAN TERUTANG BERDASARKAN NORMA PENGHITUNGAN DENGAN PPH FINAL WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI USAHAWAN DI BIDANG USAHA PERDAGANGAN PADA KPP PRATAMA INDRAMAYU.

0 3 22

Perencanaan Pajak atas PPh Badan Sebagai Upaya dalam Meminimalisasi PPh Badan yang Terutang pada Sinar Surya Cemerlang.

0 0 21

Pengaruh Pemilihan Metode Perhitungan PPh Pasal 21 terhadap Besarna PPh Terutang: Studi Kasus pada CV. "X", Bandung.

0 8 20

Analisis Perbandingan PPh Terutang Sebelum dan Sesudah Perencanaan Pajak (Sebuah Studi pada Perusahaan "X" di Cikampek).

2 1 17

Pengaruh Pemilihan Metode Pemotongan PPh Pasal 21 terhadap Besarnya PPh Terutang (Studi Kasus pada PT "X").

0 4 23

Analisis Alternatif Kebijakan PPH Pasal 21 untuk Meminimalkan Pajak Penghasilan Terutang (Studi Kasus: PT X di Bandung).

0 0 27

Pengaruh Penerapan Kebijakan PPh Pasal 21 Terhadap Pajak Penghasilan Terutang (Studi Kasus Pada PT X di Bandung).

0 0 36