ANALISIS STRUKTUR MODAL TERHADAP PENGHITUNGAN PPH BADAN TERUTANG PT. X (KLIEN DARI KKP RIZA EDWINDRA).

(1)

ANALISIS STRUKTUR MODAL

TERHADAP PENGHITUNGAN PPh BADAN TERUTANG PT. X (Klien dari KKP Riza Edwindra)

Oleh:

LUH CANDRA MAHAYUNI NIM : 1306043004

Tugas Akhir Studi ini ditulis untuk memenuhi sebagian persyaratan menyelesaikan studi pada Program Studi Diploma III Perpajakan

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana 2016


(2)

Tugas Akhir Studi ini telah diuji oleh tim penguji dan disetujui oleh Pembimbing, serta diuji pada tanggal:

Tim Penguji: Tanda Tangan

1. Ketua : Dra. Ni Kt. Lely A. Merkusiwati, M.Si.,Ak. ………...

2. Sekretaris : I Gst. Ayu Eka Damayanthi, SE., M.Si. ………

Mengetahui,

Ketua Program Pembimbing

Drs. I Komang Ardana, MM. Dra.Ni Kt. Lely A.M.,M.Si.,Ak. NIP. 19561012 198403 1 003 NIP. 19661107 199203 2 001


(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir Studi yang berjudul “Analisis Struktur Modal Terhadap Penghitungan PPh Badan Terutang PT. X (Klien dari KKP Riza Edwindra)”

Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir Studi ini tidak akan berhasil tanpa bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak yang telah meluangkan waktunya dalam penyusunan Tugas Akhir Studi ini. Dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada.

1. Bapak Dr. I Nyoman Mahaendra Yasa, SE., M.Si. selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.

2. Ibu Prof. Dr. Ni Nyoman Kerti Yasa, SE., M.S., selaku Pembantu Dekan I Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.

3. Bapak Drs. I Komang Ardana, MM. selaku Ketua Program Diploma III Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.

4. Bapak I Ketut Jati, SE., M.Si., Ak., selaku Koordinator Program Studi Perpajakan Program Diploma III Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.

5. Ibu Dra. Ni Kt. Lely A. Merkusiwati, M.Si.,Ak., selaku Dosen Pembimbing Tugas Akhir Studi yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan pengarahan sampai dengan selesainya Tugas Akhir Studi ini. 6. Ibu I Gst. Ayu Eka Damayanthi, SE., M.Si. selaku Pembimbing Akademik

(PA) selama penulis menjalankan kuliah pada Program Studi Diploma III Perpajakan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.


(4)

7. Bapak dan Ibu Dosen yang mengajar dan membimbing penulis selama mengikuti perkuliahan pada Program Studi Diploma III Perpajakan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.

8. Bapak Riza Edwindra., SE., M.Si., Ak., BKP.,CA., selaku pimpinan di Kantor

Accounting Service and Tax Riza Edwindra dan Rekanyang telah memberikan

penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL).

9. Bapak I Made Rantika dan Dra. Ni Putu Mirah Adi, selaku kedua orang tua yang selalu memberi dukungan moral maupun material untuk memotivasi penulis dalam penyusunan Tugas Akhir Studi ini.

10.Semua pihak yang telah membantu menyumbangkan pikiran, saran dan kritik secara langsung maupun tidak langsung sehingga dapat menyelesaikan Tugas Akhir Studi.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan Tugas Akhir Studi ini, masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan yang disebabkan karena keterbatasan kemampuan serta pengalaman penulis. Namun demikian Tugas Akhir Studi ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi yang berkepentingan.

Denpasar, Mei 2016


(5)

Judul : Analisis Struktur Modal Terhadap Penghitungan PPh Badan Terutang PT. X (Klien dari KKP Riza Edwindra)

Nama : Luh Candra Mahayuni NIM : 1306043004

ABSTRAK

Para ahli berpendapat bahwa kenaikan nilai perusahaan terjadi karena pembayaran bunga atas utang merupakan pengurang pajak sehingga laba yang mengalir kepada investor semakin besar. Dalam hal ini, secara tidak langsung pajak memiliki keterkaitan dengan struktur modal. Walaupun pajak bukan faktor utama yang diperhatikan untuk keputusan pendanaan dalam suatu perusahaan, tetapi pada dasarnya pajak merupakan hal yang tidak dapat dihindari oleh siapapun termasuk perusahaan. Hal ini yang mendasari penulis untuk mengetahui bagaimana analisis struktur modal PT. X terhadap penghitungan pajak penghasilan badan terutang. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara (diperoleh dan dicatat oleh pihak lain, pihak yang terkait disini adalah Konsultan Pajak Riza Edwindra). Data sekunder umumnya berupa bukti, catatan atau laporan historis yang telah tersusun dalam arsip (data dokumenter) yang tidak dipublikasikan. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis deskriptif kuantitatif tanpa menggunakan alat statistik, yaitu menganalisis, mengumpulkan, dan melihat penerapan perhitungan rasio untuk mengetahui penentuan besarnya perbandingan antara hutang dan modal PT. X untuk keperluan penghitungan pajak penghasilan.

Berdasarkan penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa Debt to Asset Ratio (DAR)tidak memiliki pengaruh terhadap PPh terhutang sehingga jika perusahaan meningkatkan atau menurunkan DAR nya maka tidak akan membawa dampak apapun terhadap pajak penghasilan.


(6)

DAFTAR ISI

Isi Halaman

JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ……… ii

KATA PENGANTAR ……… iii

ABSTRAK ……….. v

DAFTAR ISI ……….. vi

DAFTAR TABEL ……….. vii

DAFTAR GAMBAR ………. viii

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah ………. 1

1.2Tujuan ………. 3

1.3Kegunaan Penelitian ………... 3

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1Landasan Teori ……… 4

2.2Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya ………. 29

BAB III METODE PENELITIAN DAN HIPOTESIS 3.1Lokasi Penelitian ………. 31

3.2Objek Penelitian ……….. 31

3.3Identifikasi Variabel ……… 31

3.4Definisi Operasional Variabel ………. 33

3.5Jenis dan Sumber Data ……… 35

3.6Metode Pengumpulan Data ………. 35

3.7Teknik Analisis Data ………... 36

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN 4.1Gambaran Umum Daerah/Deskripsi Hasil Penelitian ……. 37

4.2Pembahasan Hasil Penelitian ………... 47

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1Simpulan ………... 61

5.2Saran ………. 62


(7)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Halaman

2.1 Perbedaan Subjek pajak luar negeri

Dan dalam negeri ………. 15

2.2 Pembahasan hasil penelitian sebelumnya ……… 29 4.1 Laporan Neraca Komersial PT. X Tahun 201…X ………….. 49 4.2 Laporan Neraca Komersial PT. X Tahun 201…Y ………….. 50 4.3 Laporan Laba/Rugi Komersial PT. X Tahun 201…X ……… 51 4.4 Laporan Laba/Rugi Komersial PT. X Tahun 201…Y ……… 52 4.5 Perhitungan Pajak Penghasilan PT. X Tahun 201…X ……… 53 4.6 Perhitungan Pajak Penghasilan PT. X Tahun 201…Y ……… 54 4.7 Laporan Laba/Rugi Fiskal PT. X Tahun 201…X ……… 56 4.8 Laporan Laba/Rugi Fiskal PT. X Tahun 201…Y ……… 57 4.9 Perhitungan Rasio Struktur Modal PT. X Tahun 201…X …... 59 4.10 Perhitungan Rasio Struktur Modal PT. X Tahun 201…Y …… 60


(8)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Halaman

4.1 Struktur Organisasi PT. X ……… 39 4.2 Aktivitas Produksi Barang (ISSI Railing Tangga)………… 45 4.3 Aktivitas Produksi Barang (ISSI Rolling Dor) ……… 45 4.4 Aktivitas Produksi Barang (IGGI) ………... 46 4.5 Aktivitas Produksi Barang (SL) ………... 46


(9)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan salah satu negara yang pernah mengalami krisis ekonomi, walaupun keadaan ekonomi telah pulih tetapi relatif lambat pertumbuhannya jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga. Pembangunan Indonesia dapat tercapai apabila didukung dengan pembiayaan dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Pembiayaan tersebut diperoleh dari penerimaan yang dimiliki oleh negara. Penerimaan negara Indonesia bersumber dari kekayaan alam, pajak, bea dan cukai, penerimaan negara bukan pajak dan hasil perusahaan negara. Pajak merupakan salah satu penerimaan terbesar bagi Indonesia dari semua sumber penerimaan negara tersebut. Salah satu jenis pajak yaitu Pajak Penghasilan (PPh), yang dapat dikenakan langsung kepada wajib pajak yang terdiri dari orang pribadi, warisan, badan, bentuk usaha tetap (BUT) menurut UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan.

Beban dan tanggung jawab untuk merealisasikan penerimaan negara yang bersumber dari penerimaan pajak mengharuskan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melakukan reformasi aturan-aturan di bidang perpajakan. Undang-undang tentang pajak penghasilan telah mengalami perubahan dari tahun ke tahun, yang terakhir yaitu Undang-Undang No. 36 Tahun 2008. Perubahan keempat atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1983 tentang pajak penghasilan. DPR telah mengesahkan rancangan Undang-Undang PPh ini menjadi UU pada tanggal 2 September 2008. UU PPh tersebut mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2009.


(10)

Mulai tahun pajak 2009, dalam UU No. 36 Tahun 2008 pasal 17 menyatakan bahwa wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap adalah sebesar 28% dan akan menjadi 25% pada tahun 2010. Jadi berapapun penghasilan kena pajaknya tarif yang dikenakan adalah sebesar 28% atau 25%. Pengesahan UU No. 36 Tahun 2008 semakin mewajibkan perseorangan ataupun badan usaha memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan membayar pajak penghasilan.

Apabila dibandingkan dengan negara-negara lainnya di ASEAN, tarif pajak di Indonesia masih cukup besar sementara penerimaan pajaknya masih sangat minim. Dengan menurunnya tarif pajak tersebut diharapkan akan menjaring lebih banyak wajib pajak dan dapat mendorong pembentukan modal dan memicu iklim investasi yang baik. Setiap perusahaan membutuhkan pendanaan, pemenuhan dana tersebut berasal dari sumber internal maupun eksternal. Keputusan pendanaan menjadi pertimbangan bagi manager keuangan untuk memilih sumber dana dari utang atau menerbitkan saham yang digunakan oleh perusahaan sebagai struktur modalnya. Dalam kenyataannya perusahaan di Indonesia yang menggunakan utang sebagai struktur modal usahanya.

Para ahli berpendapat bahwa kenaikan nilai perusahaan terjadi karena pembayaran bunga atas utang merupakan pengurang pajak sehingga laba yang mengalir kepada investor semakin besar. Dalam hal ini, secara tidak langsung pajak memiliki keterkaitan dengan struktur modal. Thin Capitalization (pembentukan struktur permodalan suatu perusahaan dengan proporsi utang yang jauh lebih besar daripada modal untuk mendapatkan pengurangan biaya bunga) telah menjadi salah satu skema yang dijadikan Wajib Pajak (WP) untuk melakukan penghindaran pajak. Walaupun pajak bukan faktor utama yang


(11)

diperhatikan untuk keputusan pendanaan dalam suatu perusahaan, tetapi pada dasarnya pajak merupakan hal yang tidak dapat di hindari oleh siapapun termasuk perusahaan. Hal ini yang mendasari penulis untuk mengetahui bagaimana Analisis Struktur Modal Terhadap Penghitungan PPh Badan Terutang PT. X (Klien dari KKP Riza Edwindra)

1.2Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk menganalisis struktur modal terhadap penghitungan pajak penghasilan badan PT. X.

1.3Kegunaan Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah. 1) Manfaat Praktis

(1) Penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi dalam mengambil kebijakan pendanaan dalam struktur modal dengan mempertimbangkan aspek pajak.

(2) Dapat menjadi bahan pertimbangan dalam mengambil kebijakan pajak yang mendorong peningkatan investasi di Indonesia.

2) Manfaat Teoritis

Penulis berharap dapat menerapkan ilmu yang telah diperoleh selama perkuliahan. Penelitian ini sangat bermanfaat bagi penulis dalam memberikan pengetahuan tentang struktur modal pada perusahaan dan perpajakan serta aplikasinya di lapangan.


(12)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Dasar Pajak

1) Pengertian Pajak

Menurut Rochmat Soemitro, pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal balik (kontrapretasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

Menurut Feldmann, pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terutang kepada penguasa, tanpa adanya kontrapretasi dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluara-pengeluaran umum.

Menurut Smeet, pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui norma-norma umum yang dapat dipaksakan tanpa adanya kontrapretasi yang dapat ditunjukkan dalam hal individual, maksudnya adalah untuk membiayai pengeluaran pemerintah.

Berdasarkan definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-unsur.

(1) Iuran dari rakyat kepada negara. Yang berhak memungut pajak hanyalah negara, iuran tersebut berupa uang (bukan barang).

(2) Berdasarkan Undang-Undang, pajak dipungut berdasarkan atau dengan ketentuan Undang-Undang serta peraturan pelaksanaannya.


(13)

(3) Tanpa jasa timbal balik atau kontrapretasi dari negara yang secara langsung dapat ditunjuk. Saat pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan kontrapretasi individual oleh pemerintah.

(4) Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni pengeluaran-pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas. 2) Fungsi Pajak

Menurut Mardiasmo (2016), terdapat dua fungsi pajak yaitu budgetair

dan regulerend. Penjelasannya adalah sebagai berikut.

(1) Fungsi Budgetair, yaitu pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya. (2) Fungsi Regulerend atau fungsi mengatur, pajak sebagai alat

untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.

Contoh:

a) Pajak yang tinggi dikenakan terhadap minuman keras untuk mengurangi konsumsi minuman keras.

b) Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang-barang mewah untuk mengurangi gaya hidup konsumtif.

c) Tarif pajak untuk ekspor 0% untuk mendorong ekspor produk Indonesia di pasar dunia.


(14)

3) Asas-Asas Perpajakan

Menurut Adam Smith sebagaimana dikutip oleh Nurmantu (2013), mengemukakaan 4 (empat) asas yang disebut sebagai four maxims atau

four canons, diantaranya adalah equity, certainty, convenience, dan

efficiency, yang akan dijelaskan dibawah ini.

(1) Equity adalah supaya tekanan pajak antara subjek pajak

masing-masing hendaknya dilakukan seimbang dengan kemampuannya, yaitu seimbang dengan penghasilan yang dinikmatinya dibawah perlindungan negara.

(2) Certainty, dimaksudkan supaya pajak yang harus dibayar seseorang

harus terang dan pasti tidak dapat dimulur-mulur atau ditawar-tawar.

(3) Convenience, dimaksudkan supaya dalam memungut pajak

pemerintah hendaknya memperhatikan saat-saat yang paling baik bagi pembayar pajak.

(4) Efficiency, dimaksudkan supaya pemungutan pajak hendaknya

dilaksanakan sehemat-hematnya, jangan sampai biaya-biaya memungut lebih tinggi daripada pajak yang dipungut.

4) Sistem Pemungutan Pajak

Sistem pemungutan pajak menurut Mardiasmo (2016), terbagi menjadi

Official Assesment System, Self Assesment System dan With Holding Tax

System. Penjelasan dari ketiga sistem pemungutan pajak tersebut adalah

sebagai berikut.

(1) Official Assesment System adalah suatu sistem pemungutan yang


(15)

besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. Cirinya-cirinya adalah wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang pada fiskus; wajib pajak bersifat pasif; utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus.

(2) Self Assesment System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang

memberi wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang. Ciri-cirinya adalah wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada wajib pajak sendiri; wajib pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri pajak yang terutang; fiskus tidak ikut campur, hanya mengawasi.

(3) With Holding Tax System adalah suatu sistem pemungutan pajak

yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan wajib pajak yang bersangkutan). Ciri-cirinya adalah wewenang menentukan besarnya pajak terutang ada pada pihak ketiga, pihak selain fiskus dan wajib pajak itu sendiri.

5) Jenis Pajak

Menurut Mardiasmo (2016), pajak dapat diklasifikasikan menurut golongan yang terdiri dari pajak langsung dan tidak langsung, berdasarkan sifatnya terdiri dari pajak subjektif dan pajak objektif, sedangkan menurut lembaga pemungutannya pajak terdiri pajak pusat dan pajak daerah, yaitu.


(16)

(1) Menurut golongannya

a) Pajak Langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh: Pajak Penghasilan (PPh).

b) Pajak Tidak Langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

(2) Menurut Sifatnya

a) Pajak subjektif, pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subyeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Contoh: Pajak Penghasilan (PPh).

b) Pajak Objektif, pajak yang berpangkal pada obyeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM).

(3) Menurut Lembaga Pemungutannya

a) Pajak Pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Contoh: Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN, dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan Bea Materai.


(17)

b) Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Pajak daerah terdiri atas.

- Pajak Provinsi, contoh: pajak kendaraan bermotor dan pajak bahan bakar kendaraan bermotor.

- Pajak Kabupaten, contoh: pajak hotel, pajak restoran, dan pajak hiburan.

6) Tarif Pajak

Menurut Mardiasmo (2016), tarif pajak terdiri dari. (1) Tarif sebanding/proporsional

Tarif pajak berupa prosentase yang tetap terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak sehingga pajak yang terutang proporsional terhadap besarnya nilai yang dikenai pajak. Contoh: untuk menyerahkan barang kena pajak di dalam daerah pabean akan dikenakan pajak pertambahan nilai sebesar 10%.

(2) Tarif tetap

Tarif berupa jumlah yang tetap (sama) terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak terutang tetap. Contoh: besarnya tarif bea materai untuk cek dan bilyet giro dengan nilai nominal berapapun adalah Rp 1.000.000,00.

(3) Tarif Progresif

Prosentase tarif yang digunakan semakin besar bila jumlah yang dikenai pajak semakin besar. Contoh: Pasal 17 UU Pajak Penghasilan.


(18)

2.1.2 Pajak Penghasilan

1) Pengertian Pajak Penghasilan

Pajak penghasilan termasuk dalam kategori pajak subjektif, artinya pajak dikenakan karena ada subjeknya yaitu yang telah memenuhi kriteria yang telah ditetapkan dalam peraturan perpajakan. Apabila tidak ada subjek pajaknya maka jelas tidak dapat dikenakan pajak penghasilan.

Menurut Early Suandy dalam bukunya hukum pajak (2013), pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap penghasilan dapat dikenakan secara berkala dan berulang-ulang dalam jangka waktu tertentu baik masa pajak maupun tahun pajak.

Sedangkan menurut Siti Resmi (2014), Pajak Penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima yang dapat dikenakan secara berkala dan berulang-ulang dalam jangka waktu tertentu dalam suatu tahun pajak.

2) Subjek Pajak Penghasilan

Subjek dapat diartikan sebagai orang yang dituju oleh Undang-Undang untuk dikenakan pajak. Pajak penghasilan dikenakan terhadap subjek pajak berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak.

Apabila ditinjau dari lembaga pemungutannya maka pajak penghasilan dikategorikan sebagai subjek pajak, dengan pengertian bahwa pajak penghasilan ini berpangkal atau mendasarkan pada


(19)

subjek pajaknya. Menurut Mardiasmo (2016), yang dimaksud dengan subjek pajak antara lain.

(1) Orang pribadi

Orang pribadi subjek pajak dapat bertempat tinggal atau berada di Indonesia atau di luar Indonesia.

(2) Warisan yang belum terbagi sebagi suatu kesatuan menggantikan yang berhak.

Subjek pajak warisan yang belum terbagi sebagai suatu kesatuan merupakan subjek pajak pengganti menggantikan mereka yang berhak yaitu ahli waris. Ketika warisan ini sudah terbagi maka pewarisnyalah yang merupakan subjek pajak. (3) Badan

Pengertian “badan” mengacu pada ketentuan Undang-Undang

ketentuan umum dan tata cara perpajakan. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.


(20)

Badan sebagai subjek pajak merupakan perkumpulan yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan untuk memperoleh penghasilan dan/atau memberikan jasa kepada anggota. Perkumpulan mencakup pula asosiasi, persatuan, penghimpunan atau ikatan dari pihak-pihak yang mempunyai kepentingan yang sama. Surat edaran Jenderal Pajak Nomor SE/26/Pj.42/1999 tanggal 21 Juni 1999 menyebutkan bahwa partai politik juga termasuk subjek pajak.

(4) Bentuk Usaha Tetap (BUT)

Bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak di dirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia. Bentuk usaha tetap ini ditentukan sebagai subjek pajak tersendiri, terpisah dari badan.

Berdasarkan segi lokasi subjek pajak penghasilan dapat di bedakan menjadi 2, yaitu subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri. Subjek pajak dalam negeri terdiri atas orang pribadi, badan, dan warisan yang belum terbagi. Sedangkan subjek pajak luar negeri terdiri atas orang pribadi dan badan.


(21)

Subjek pajak dalam negeri adalah orang pribadi yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia lebih dari 183 hari (tidak harus berturut-turut) dalam jangka waktu 12 bulan atau orang pribadi yang dalam satu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat bertempat tinggal di Indonesia, badan yang didirikan atau berkedudukan di Indonesia kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi syarat, yaitu sebagai berikut.

a) Pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

b) Pembiayaan bersumber dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) atau anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD).

c) Penerimaannya dimasukkan dalam anggaran pemerintah pusat dan daerah.

d) Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara.

Selain itu, warisan yang belum terbagi sebagai suatu kesatuan menggantikan yang berhak dapat juga diklasifikasikan sebagai subjek pajak dalam negeri.

Subjek pajak luar negeri adalah orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk


(22)

usaha tetap di Indonesia juga termasuk sebagai subjek pajak luar negeri.

Bentuk usaha tetap merupakan bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia kurang dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan serta badan yang tidak didirikan atau tidak bertempat tinggal di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan usaha. Yang termasuk dalam pengertian bentuk usaha tetap adalah (1) tempat kedudukan manajemen, (2) cabang perusahaan, (3) kantor perwakilan, (4) gedung kantor, (5) pabrik, (6) bengkel, (7) gudang, (8) ruang untuk promosi dan penjualan, (9) pertambangan dan penggalian sumber alam, (10) wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi, (11) perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau perhutanan, (12) proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan, (13) pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau orang lain sepanjang dilakukan lebih dari 60 hari dalam jangka waktu 12 bulan, (14) orang pribadi atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas, (15) agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak berkedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung resiko di Indonesia, (16) komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, dan digunakan oleh penyelenggara transisi


(23)

elektronik untuk menjalankan kegiatan usaha melalui internet.

Perbedaan antara subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri ditunjukkan pada Tabel 2.1 seperti berikut.

Tabel 2.1

Perbedaan Subjek Pajak Dalam Negeri dan Subjek Pajak Luar Negeri Subjek Pajak Dalam Negeri Subjek Pajak Luar Negeri Dikenakan pajak atas penghasilan, baik

yang diterima atau diperoleh dari dalam maupun luar negeri.

Dikenakan pajak hanya atas penghasilan yang berasal dari sumber penghasilan di Indonesia.

Dikenakan pajak berdasarkan penghasilan neto.

Dikenakan pajak berdasarkan penghasilan bruto.

Tarif yang digunakan adalah tarif UU PPh Pasal 17.

Tarif yang digunakan adalah tarif UU PPh Pasal 26.

Wajib menyampaikan SPT. Tidak wajib menyampaikan SPT. Sumber : Mardiasmo. Perpajakan Edisi Revisi Penerbit Andi.2016.

3) Objek Pajak Penghasilan

Objek pajak penghasilan dapat diartikan sebagai sasaran pengenaan pajak dan untuk menghitung pajak terutang. Yang menjadi objek pajak penghasilan adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun.

Penghasilan yang menjadi objek pajak dapat dikelompokkan menjadi 4 (empat) bagian, yaitu.


(24)

(2) Penghasilan dari usaha atau kegiatan.

(3) Penghasilan dari modal atau penggunaan harta.

(4) Penghasilan lain-lain yaitu penghasilan yang tidak dapat masuk dalam 3 kelompok tersebut.

Selain itu penghasilan juga dapat dikelompokkan menjadi penghasilan yang dikenakan pajak tidak final dan pajak final. Objek pajak penghasilan yang dikenakan pajak tidak final antara lain.

a) Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima/diperoleh termasuk gaji, upah, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun atau imbalan dalam bentuk lain. Jika penggantian atau imbalan dapat diakui sebagai penghasilan bagi penerimaannya maka bagi pemberi, penggantian atau imbalan tersebut dapat diakui sebaga biaya.

b) Hadiah dari undian atau pekerjaan/kegiatan dan penghargaan termasuk dalam pengertian “hadiah” adalah hadiah dari undian, pekerjaan dan kegiatan sedangkan yang dimaksud dengan penghargaan adalah imbalan yang sehubungan dengan kegiatan tertentu.

c) Laba usaha merupakan penjualan yang telah dikurangi dengan harga pokok penjualan dan biaya lainnya.

d) Keuntungan karena penjualan dan pengalihan harta termasuk. - Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan,

persekutuan, dan badan lain sebagai pengganti saham atau penyertaan modal.


(25)

- Keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya.

- Keuntungan karena likuiditas, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apapun. - Keuntungan karena pengalihan harta hibah, bantuan atau

sumbangan kecuali diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat da badan keagamaan atau badan pendidikan, badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, kepemilikan, pekerjaan atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan.

- Keuntungan karena penjualan dari pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan serta permodalan dalam perusahaan pertambangan. Keuntungan karena penjualan dan pengalihan harta muncul apabila harga jual atas harga lebih tinggi dari nilai buku. Harga jual yang dipakai sebagian dasar menilai keuntungan adalah harga pasar.

e) Penerimaan kembali biaya pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak.


(26)

f) Biaya termasuk premium, diskonto, dan imbalan lain karena jaminan pengembalian utang. Premium timbul apabila obligasi dijual atas nilai nominalnya. Premium merupakan penghasilan bagi pihak yang menjual obligasi sedangkan diskonto merupakan penghasilan dari pihak yang membeli diskonto. g) Deviden, dengan nama dan dalam bentuk apapun termasuk

deviden dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan pembagian Sisa Hasil Usaha (SHU) koperasi.

h) Royalti atau imbalan atas penggunaan hak.

i) Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.

j) Penerimaan atau perolehan biaya berkala.

k) Keuntungan karena pembebasan utang kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah. l) Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing.

m) Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva. n) Premi asuransi.

o) Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri atas wajib pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.

p) Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum kena pajak.


(27)

r) Imbalan bunga sebagaimana dimaksudkan dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan.

s) Surplus Bank Indonesia.

4) Undang-Undang Yang Mengatur Pajak Penghasilan

Pajak Penghasilan (PPh) di Indonesia di atur dalam pertama kali dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 dengan penjelasan pada lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1983 Nomor 50. Selanjutnya berturut-turut.

(1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1991. (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994. (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000. (4) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008. 5) Pajak Penghasilan Badan

Menurut Djoko Muljono (2007), kewajiban pajak subjektif badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia dan berakhir pada saat dibubarkan atau tidak lagi berkedudukan di Indonesia.

Pada tahun 2009, untuk menghitung Pajak Penghasilan (PPh) perusahaan atau lebih dikenal dengan sebutan PPh Badan menggunakan tarif yang berbeda dari tahun sebelumnya. Jika pada tahun-tahun sebelumnya digunakan tarif progresif, maka untuk tahun 2009 dan seterusnya digunakan tarif tetap.

Ada beberapa tarif yang diterapkan, sesuai dengan kondisi perusahaan. Tarif-tarif tersebut adalah sebagai berikut.


(28)

(1) Tarif PPh Pasal 17 ayat (1) huruf b = 28%

Perusahaan menggunakan tarif ini jika peredaran bruto usahanya lebih dari Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah). Contoh : PT. ABC selama tahun 2009 peredaran bruto-nya sebesar Rp 55.000.000,00, penghasilan bersihnya/Penghasilan Kena Pajak (PhKP) sebesar Rp 4.000.000.000,00. Maka PPh terutang:

28% × Rp 4.000.000.000,00 = Rp 1.120.000.000,00 (2) Tarif PPh Pasal 17 ayat (2) huruf b = (28% - 5%)

Perusahaan menggunakan tarif ini jika perusahaan tersebut merupakan perusahaan terbuka (perusahaan sahamnya diperjual-belikan di pasar modal). Dengan catatan saham yang diperdagangkan adalah 40% dari total secara keseluruhan. Berapapun peredaran brutonya, tarifnya adalah (28%-5%) × PKP.

Contoh : PT. Bagus Tbk adalah anggota Bursa Efek Indonesia (BEI) dan saham yang diperdagangkan di pasar modal adalah 50% dari total saham. Pada tahun 2009, PT. Bagus Tbk peredaran brutonya adalah Rp 45.000.000.000,00 dan Penghasilan Kena Pajaknya Rp 4.000.000.000,00. Maka PPh terutang:

(28%-5%) × Rp 4.000.000.000,00 = Rp 920.000.000,00

(3) Tarif PPh Pasal 31 huruf E perusahaan menggunakan tarif ini jika peredaran bruto sampai dengan Rp 50.000.000.000,00 (lima


(29)

puluh miliar rupiah) dan tidak tercatat sebagai perusahaan terbuka. Penghitungan tarifnya ada 2 macam, yaitu.

a) 50% × 28%

Perusahaan menggunakan tarif ini jika peredaran bruto sampai dengan Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah). Contoh: PT. XYZ peredaran bruto selama tahun 2009 adalah Rp 4.000.000.000,00 dan Penghasilan Kena Pajak Rp 800.000.000,00. Maka PPh terutang : (50% × 28% ) × Rp 800.000.000,00 = Rp 112.000.000,00 b) (50% × 28%) × PKP yang memperoleh fasilitas + (28% ×

PKP tidak memperoleh fasilitas).

PKP tidak memperoleh fasilitas = PKP – PKP yang memperoleh fasilitas. Contoh: PT. Horizon peredaran bruto tahun 2009 sebesar Rp 30.000.000,00, penghasilan kena pajaknya Rp 5.000.000.000,00. Maka PPh terutang.

a) PKP yang memeroleh fasilitas, yaitu sebagai berikut.

(Rp 4.800.000.000,00 / Rp 30.000.000.000,00) × Rp 5.000.000.000,00 = Rp 800.000.000,00

b) PKP yang tidak memperoleh fasilitas, yaitu sebagai berikut. Rp 5.000.000.000,00 – Rp 800.000.000,00 = Rp 4.200.000.000,00

c) PPh terutang = (50% × 28% × Rp 800.000.000,00) + (28% × Rp 4.200.000.000,00) = Rp 1.288.000.000,00.


(30)

(4) Undang-Undang No. 36 Tahun 2008

Tarif tunggal sebesar 28% untuk tahun pajak 2009 yang menjadi dasar pengenaan pajak penghasilan adalah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2008 perubahan keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983.

(5) Sesuai dengan tarif pasal 17 Undang-Undang PPh, maka tarif penghitungan PPh Badan untuk pajak tahun 2010 ini adalah tarif 25% dari Penghasilan Kena Pajak.

(6) Sesuai dengan Pasal 31 E UU PPh tersebut terdapat fasilitas atas besarnya tarif pajak PPh badan ini adalah Wajib Pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% (lima puluh persen) dan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2) huruf a yang dikenakan atas Penghasilan

Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah).

2.1.3 Konsep Modal

Menurut Atmaja (2002), modal adalah dana yang digunakan untuk membiayai pengadaan aktiva dan operasi perusahaan. Modal terdiri dari item-item yang ada disisi kanan suatu neraca yaitu utang, saham preferen, saham biasa, dan laba ditahan.


(31)

Menurut Thomas C. (2002), modal adalah suatu aktiva dengan umur lebih dari satu tahun dan tidak diperdagangkan dalam kegiatan sehari-hari.

Berdasarkan kedua pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa modal adalah dana yang digunakan untuk membiayaan pengadaan aktiva dan operasi perusahaan yang tidak diperdagangkan sehari-hari.

2.1.4 Struktur Modal

1) Pengertian Struktur Modal

Menurut J. Fred Weston dan Thomas E Copeland (1996) mengatakan bahwa struktur modal adalah pembiayaan permanen yang terdiri dari utang jangka panjang, saham preferen, dan modal pemegang saham.

Berdasarkan beberapa referensi tersebut penulis dapat menyimpulkan bahwa struktur modal adalah proporsi dalam menentukan pemenuhan kebutuhan belanja perusahaan dengan sumber pendanaan jangka panjang yang berasal dari dana internal dan dana eksternal, dengan demikian stuktur modal adalah struktur keuangan dikurangi utang jangka pendek. Sedangkan pengertian struktur keuangan menurut Farah Margaretha (2004) menggambarkan susunan keseluruhan sisi kredit neraca yang terdiri atas utang jangka pendek, utang jangka panjang, dan modal sendiri. Kebutuhan dana yang berasal dari dalam atau sering disebut modal sendiri adalah modal yang berasal dari perusahaan itu sendiri seperti cadangan laba yang berasal dari pemilik seperti modal saham. Modal inilah yang menjadi tanggungan


(32)

terhadap keseluruhan resiko perusahaan dan dijadikan jaminan bagi kreditor. Sedangkan dana yang berasal dari kreditur (penyandang dana), modal inilah yang merupakan utang bagi perusahaan yang bersangkutan.

2) Komponen Struktur Modal

Menurut Warsono (2003), Struktur modal suatu perusahaan secara umum terdiri dari dua komponen, yaitu utang jangka panjang dan modal sendiri. Diuraikan sebagai berikut.

(1) Utang jangka panjang

Menurut Keown (2004) utang jangka panjang meliputi pinjaman dari Bank atau sumber lain yang meminjamkan uang untuk waktu jangka panjang lebih dari 12 bulan. Pinjaman utang jangka panjang dapat berupa pinjaman berjangka (pinjaman yang digunakan untuk membiayai kebutuhan modal kerja permanen, untuk melunasi utang lain atau membeli mesin dan peralatan) dan penerbitan obligasi (utang yang diperoleh melalui penjualan surat-surat obligasi ditentukan nilai normal, bunga per tahun, dan jangka waktu pelunasan obligasi tersebut).

(2) Modal sendiri

Modal sendiri atau ekuitas merupakan modal jangka panjang yang diperoleh dari pemilik perusahaan atau pemegang saham. Modal sendiri diharapkan tetap berada dalam perusahaan untuk jangka waktu yang tidak terbatas sedangkan modal pinjaman memiliki jatuh tempo.


(33)

Terdapat 2 (dua) modal saahm sendiri sebagaimana di jelaskan sebagai berikut.

a) Modal saham preferen

Saham preferen memberikan para pemegang sahamnya beberapa hak istimewa yang menjanjikannya lebih di prioritaskan daripada pemegang saham biasa. Oleh karena itu perusahaan tidak memberikan saham preferen dalam jumlah yang banyak.

b) Modal saham biasa

Pemilik perusahaan adalah pemegang saham biasa yang menginvestasikan uangnya dengan harapan mendapat pengembalian di masa yang akan datang. Pemegang saham biasa kadang disebut pemilik residual, sebab mereka hanya menerima saja setelah seluruh tuntutan atas pendapatan dan aset terpenuhi.

3) Teori Struktur Modal

Menurut Houtson (2011) teori mengenai struktur modal modern bermula pada tahun 1958 ketika Prof. Franco Modligiani dan Prof. Merton Miller (yang selanjutnya kita sebut MM) mempublikasikan yang disebut sebagai artikel keuangan yang paling berpengaruh yang pernah ditulis. Berdasarkan serangkaian asumsi yang sangat membatasi MM membuktikan bahwa nilai suatu perusahaan tidak memengaruhi struktur modalnya. Dengan kata lain hasil-hasil MM menyatakan bahwa tidak terjadi masalah perusahaan membiayai operasinya, jadi struktur modal


(34)

tidak relevan. Tetapi studi MM didasarkan pada sejumlah asumsi yang tidak realistis antara lain.

a) Tidak ada biaya broker (pialang) b) Tidak ada pajak

c) Tidak ada biaya kebangkrutan

d) Para investor dapat meminjam dengan tingkat suku bunga yang sama seperti manajemen mengenai peluang investasi perusahaan dimasa yang akan datang.

e) Earnings Before Interest and Taxes (EBIT) atau laba sebelum

bunga dan pajak tidak dipengaruhi oleh penggunaan utang.

4) Faktor Penentu Struktur Modal

Menurut Moeljadi (2006), penentu struktur modal perlu mempertimbangkan beberapa hal yang dapat dijelaskan dalam uraian sebagai berikut.

a) Tujuan perusahaan

Tujuan struktur modal yang optimal adalah yang dapat memaksimalkan nilai pasar perusahaan. Sedangkan apabila tujuan manajer adalah memaksimalkan kemanan pekerjanya, maka struktur modal yang optimal adalah rata-rata (average) perusahaan lain dalam satu industri.

b) Tingkat average perusahaan yang sama dalam satu industri. c) Kemampuan dana intern. Penentuan dana intern adalah tingkat

pertumbuhan pendapatan. Tingkat pertumbuhan pendapatan yang tinggi memungkinkan manajemen memperoleh dana yang


(35)

lebih besar daripada laba ditahan yang akan mengurangi dana pinjaman.

d) Pemusatan pemilikan dan pengendalian suara. Apabila saham yang ada dalam suatu perusahaan hanya dimiliki oleh sejumlah kecil pemilik maka manajer akan segan untuk mengeluarkan saham baru.

e) Batas kredit. Usaha manajemen menyesuaikan average dengan yang lain dipengaruhi oleh sikap kreditor terhadap perusahaan tersebut.

f) Besarnya perusahaan. Suatu perusahaan yang berukuran lebih besar mudah memperoleh pinjaman jika dibandingkan dengan perusahaan kecil.

g) Pertumbuhan aktiva perusahaan. Pertumbuhan aktiva dapat dijadikan indikator bagi kesempatan pengembangan perusahaan pada waktu yang akan datang sebab dapat memberikan gambaran bagi kebutuhan dana secara total dalam perusahaan. h) Stabilitas produktif. Berhubung variabilitas produktif dapat

menjadi ukuran rasio bisnis suatu perusahaan, maka calon kreditor cenderung memberikan pinjaman kepada perusahaan yang mempunyai produktivitas yang relatif stabil.

i) Biaya modal sendiri. Karena biaya modal sendiri dapat merefleksikan harga saham maka turun naiknya saham akan menunjukkan harapan bagi pembiayaan ekuitas yang murah


(36)

atau mahal yang dapat mengakibatkan pembiayaan menjadi kurang/lebih menarik.

j) Biaya utang. Jika biaya utang lebih besar dari rentabilitas, maka penambahan utang akan membawa efek yang tidak baik bagi rentabilitas modal sendiri.

k) Tarif pajak. Karena pembayaran bunga merupakan pengurangan pajak bagi perusahaan, maka pembiayaan akan lebih menarik daripada pembiayaan ekuitas. Dengan demikian tarif pajak dan resiko rata-rata di hipotesiskan mempunyai hubungan positif. l) Perkiraan tingkat inflasi. Perkiraan tingkat inflasi akan

memengaruhi permintaan dan penawaran dana. Dalam keadaan inflasi yang tinggi perusahaan menyukai pembiayaan.

m)Kemampuan dana sumber utang. Penawaran dana secara agregat terutama dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah. Berkurangnya ketersediaan dana ekstern mengakibatkan pembiayaan menjadi lebih mahal.

n) Kebiasaan umum di pasar modal. Kebiasaan yang kaku di pasar modal misalnya investor hanya menyukai surat-surat berharga yang dikeluarkan oleh Bank, perusahaan asuransi, dan public

utility akan menyulitkan perusahaan untuk segera mengubah

struktur modalnya.

o) Struktur Aktiva. Apabila komposisi aktiva suatu perusahaan bersifat capital-intensive maka yang diutamakan adalah pembiayaan. Artinya modal pinjaman hanya merupakan


(37)

pelengkap terutama untuk memenuhi kebutuhan dana bagi modal kerja.

2.2Pembahasan hasil penelitian sebelumnya

Pembahasan hasil penelitian sebelumnya dijelaskan seperti pada Tabel 2.2 berikut.

Tabel 2.2

Penelitian Sebelumnya No. Peneliti Variabel

yang digunakan Alat Analisis Hasil Penelitian

Persamaan Perbedaan

1. Mutria Lisa Septiami (2010) a. Modal sendiri b. Hutang Jangka Panjang Regresi linear berganda

a. Tidak ada hubungan linear antara modal sendiri dengan pajak penghasilan terutang b. Terdapat hubungan linear antara hutang jangka panjang dengan pajak penghasilan terutang. Modal sendiri, hutang jangka panjang dan jangka pendek. Analisis data dengan data kuantitatif.

2. Nur Wachidah Yulianti (2011)

Debt to

Asset Ratio

Regresi linear berganda

Variable Debt to Asset Ratio tidak memiliki pengaruh terhadap PPh terhutang sehingga jika perusahaan

Menggunakan Variable Dabt to Asset Ratio

Analisa data dengan data kuantitatif


(38)

meningkatkan atau

menurunkan DAR nya maka tidak akan membawa dampak apapun terhadap pajak penghasilan Sumber : data diolah, 2016


(1)

Terdapat 2 (dua) modal saahm sendiri sebagaimana di jelaskan sebagai berikut.

a) Modal saham preferen

Saham preferen memberikan para pemegang sahamnya beberapa hak istimewa yang menjanjikannya lebih di prioritaskan daripada pemegang saham biasa. Oleh karena itu perusahaan tidak memberikan saham preferen dalam jumlah yang banyak.

b) Modal saham biasa

Pemilik perusahaan adalah pemegang saham biasa yang menginvestasikan uangnya dengan harapan mendapat pengembalian di masa yang akan datang. Pemegang saham biasa kadang disebut pemilik residual, sebab mereka hanya menerima saja setelah seluruh tuntutan atas pendapatan dan aset terpenuhi.

3) Teori Struktur Modal

Menurut Houtson (2011) teori mengenai struktur modal modern bermula pada tahun 1958 ketika Prof. Franco Modligiani dan Prof. Merton Miller (yang selanjutnya kita sebut MM) mempublikasikan yang disebut sebagai artikel keuangan yang paling berpengaruh yang pernah ditulis. Berdasarkan serangkaian asumsi yang sangat membatasi MM membuktikan bahwa nilai suatu perusahaan tidak memengaruhi struktur modalnya. Dengan kata lain hasil-hasil MM menyatakan bahwa tidak terjadi masalah perusahaan membiayai operasinya, jadi struktur modal


(2)

tidak relevan. Tetapi studi MM didasarkan pada sejumlah asumsi yang tidak realistis antara lain.

a) Tidak ada biaya broker (pialang) b) Tidak ada pajak

c) Tidak ada biaya kebangkrutan

d) Para investor dapat meminjam dengan tingkat suku bunga yang sama seperti manajemen mengenai peluang investasi perusahaan dimasa yang akan datang.

e) Earnings Before Interest and Taxes (EBIT) atau laba sebelum bunga dan pajak tidak dipengaruhi oleh penggunaan utang.

4) Faktor Penentu Struktur Modal

Menurut Moeljadi (2006), penentu struktur modal perlu mempertimbangkan beberapa hal yang dapat dijelaskan dalam uraian sebagai berikut.

a) Tujuan perusahaan

Tujuan struktur modal yang optimal adalah yang dapat memaksimalkan nilai pasar perusahaan. Sedangkan apabila tujuan manajer adalah memaksimalkan kemanan pekerjanya, maka struktur modal yang optimal adalah rata-rata (average) perusahaan lain dalam satu industri.

b) Tingkat average perusahaan yang sama dalam satu industri. c) Kemampuan dana intern. Penentuan dana intern adalah tingkat

pertumbuhan pendapatan. Tingkat pertumbuhan pendapatan yang tinggi memungkinkan manajemen memperoleh dana yang


(3)

lebih besar daripada laba ditahan yang akan mengurangi dana pinjaman.

d) Pemusatan pemilikan dan pengendalian suara. Apabila saham yang ada dalam suatu perusahaan hanya dimiliki oleh sejumlah kecil pemilik maka manajer akan segan untuk mengeluarkan saham baru.

e) Batas kredit. Usaha manajemen menyesuaikan average dengan yang lain dipengaruhi oleh sikap kreditor terhadap perusahaan tersebut.

f) Besarnya perusahaan. Suatu perusahaan yang berukuran lebih besar mudah memperoleh pinjaman jika dibandingkan dengan perusahaan kecil.

g) Pertumbuhan aktiva perusahaan. Pertumbuhan aktiva dapat dijadikan indikator bagi kesempatan pengembangan perusahaan pada waktu yang akan datang sebab dapat memberikan gambaran bagi kebutuhan dana secara total dalam perusahaan. h) Stabilitas produktif. Berhubung variabilitas produktif dapat

menjadi ukuran rasio bisnis suatu perusahaan, maka calon kreditor cenderung memberikan pinjaman kepada perusahaan yang mempunyai produktivitas yang relatif stabil.

i) Biaya modal sendiri. Karena biaya modal sendiri dapat merefleksikan harga saham maka turun naiknya saham akan menunjukkan harapan bagi pembiayaan ekuitas yang murah


(4)

atau mahal yang dapat mengakibatkan pembiayaan menjadi kurang/lebih menarik.

j) Biaya utang. Jika biaya utang lebih besar dari rentabilitas, maka penambahan utang akan membawa efek yang tidak baik bagi rentabilitas modal sendiri.

k) Tarif pajak. Karena pembayaran bunga merupakan pengurangan pajak bagi perusahaan, maka pembiayaan akan lebih menarik daripada pembiayaan ekuitas. Dengan demikian tarif pajak dan resiko rata-rata di hipotesiskan mempunyai hubungan positif. l) Perkiraan tingkat inflasi. Perkiraan tingkat inflasi akan

memengaruhi permintaan dan penawaran dana. Dalam keadaan inflasi yang tinggi perusahaan menyukai pembiayaan.

m)Kemampuan dana sumber utang. Penawaran dana secara agregat terutama dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah. Berkurangnya ketersediaan dana ekstern mengakibatkan pembiayaan menjadi lebih mahal.

n) Kebiasaan umum di pasar modal. Kebiasaan yang kaku di pasar modal misalnya investor hanya menyukai surat-surat berharga yang dikeluarkan oleh Bank, perusahaan asuransi, dan public utility akan menyulitkan perusahaan untuk segera mengubah struktur modalnya.

o) Struktur Aktiva. Apabila komposisi aktiva suatu perusahaan bersifat capital-intensive maka yang diutamakan adalah pembiayaan. Artinya modal pinjaman hanya merupakan


(5)

pelengkap terutama untuk memenuhi kebutuhan dana bagi modal kerja.

2.2Pembahasan hasil penelitian sebelumnya

Pembahasan hasil penelitian sebelumnya dijelaskan seperti pada Tabel 2.2 berikut.

Tabel 2.2

Penelitian Sebelumnya

No. Peneliti Variabel

yang digunakan Alat Analisis Hasil Penelitian

Persamaan Perbedaan

1. Mutria Lisa Septiami (2010) a. Modal sendiri b. Hutang Jangka Panjang Regresi linear berganda

a. Tidak ada hubungan linear antara modal sendiri dengan pajak penghasilan terutang b. Terdapat hubungan linear antara hutang jangka panjang dengan pajak penghasilan terutang. Modal sendiri, hutang jangka panjang dan jangka pendek. Analisis data dengan data kuantitatif.

2. Nur Wachidah Yulianti (2011)

Debt to

Asset Ratio

Regresi linear berganda

Variable Debt to Asset Ratio tidak memiliki pengaruh terhadap PPh terhutang sehingga jika perusahaan

Menggunakan Variable Dabt to Asset Ratio

Analisa data dengan data kuantitatif


(6)

meningkatkan atau

menurunkan DAR nya maka tidak akan membawa dampak apapun terhadap pajak penghasilan Sumber : data diolah, 2016


Dokumen yang terkait

Analisis pengaruh struktur modal terhadap pajak pengahasilan badan terutang : studi empiris pada perusahaan yang terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia

43 182 85

Analisa strategi koperasi pondok pesantren dalam pemberdayaan ekonomi rakyat : studi pada koperasi pondok pesantren al-ikhlas subang jawa barat

0 4 74

ANALISIS PERBEDAAN PAJAK PENGHASILAN TERUTANG BERDASARKAN NORMA PENGHITUNGAN DENGAN ANALISIS PERBEDAAN PAJAK PENGHASILAN TERUTANG BERDASARKAN NORMA PENGHITUNGAN DENGAN PPH FINAL WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI USAHAWAN DI BIDANG USAHA PERDAGANGAN PADA KPP PRAT

0 2 16

NORMA PENGHITUNGAN DAN PPH FINAL ANALISIS PERBEDAAN PAJAK PENGHASILAN TERUTANG BERDASARKAN NORMA PENGHITUNGAN DENGAN PPH FINAL WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI USAHAWAN DI BIDANG USAHA PERDAGANGAN PADA KPP PRATAMA INDRAMAYU.

0 3 22

Perencanaan Pajak atas PPh Badan Sebagai Upaya dalam Meminimalisasi PPh Badan yang Terutang pada Sinar Surya Cemerlang.

0 0 21

Pengaruh Pemilihan Metode Perhitungan PPh Pasal 21 terhadap Besarna PPh Terutang: Studi Kasus pada CV. "X", Bandung.

0 8 20

Analisis Perbandingan PPh Terutang Sebelum dan Sesudah Perencanaan Pajak (Sebuah Studi pada Perusahaan "X" di Cikampek).

2 1 17

Pengaruh Pemilihan Metode Pemotongan PPh Pasal 21 terhadap Besarnya PPh Terutang (Studi Kasus pada PT "X").

0 4 23

Analisis Alternatif Kebijakan PPH Pasal 21 untuk Meminimalkan Pajak Penghasilan Terutang (Studi Kasus: PT X di Bandung).

0 0 27

Pengaruh Penerapan Kebijakan PPh Pasal 21 Terhadap Pajak Penghasilan Terutang (Studi Kasus Pada PT X di Bandung).

0 0 36