POTENSI EMISI GAS RUMAH KACA DARI AIR LIMBAH INDUSTRI BIOETANOL BERBAHAN BAKU UBIKAYU (THINSLOP) DAN MOLASSES (VINASSE)

(1)

ABSTRACT

POTENTIAL OF GREENHOUSE GAS EMISSIONS FROM BIOETHANOL INDUSTRY WASTE WATER WITH CASSAVA

AND MOLASSES AS A RAW MATERIAL

by

RAHMAWATI NURMALASARI

Bioethanol industry produce bioethanol as the main product and also waste water in large quantity and concentration. Bioethanol industry applying multiple feedstock systems using two types of raw material those are cassava and molasses. Thinslop and vinasse are waste water from bioethanol industry with cassava and molasses as a raw material. Thinslop and vinasse have high COD value so it can decrease the quality of the environment. Organic compounds will be degradated into methane gas (CH4) and carbon dioxide which are showed by the decreasing COD value of the waste water in the anaerobic process. Methane is classified as greenhouse gas that can decrease air quality and has warming index 21 times higher than CO2’s. The treatment of thinslop and vinasse in open lagoons are potentially produce greenhouse gas, especially methane. The purpose of this research was to determine the potential of greenhouse gas emissions and to learn the possibility of applying the mitigation of greenhouse gas emissions in the bioethanol industry. This research carried out by literature study and calculations


(2)

Rahmawati using emission factors that have been agreed globally. The observation data were presented in table and graph then analyzed descriptively

Based on the calculations, the potential of greenhouse gas emissions from waste water bioethanol industry with molasses materials (4.66 ton CO2e/kL ethanol) was higher than potential of greenhouse gas emissions using cassava materials (0.91 ton CO2e/kL ethanol). Greenhouse gas mitigation in bioethanol industry with cassava and molasses material were able to be done by utilising the waste water as the source of ecofriendly energy.


(3)

ABSTRAK

POTENSI EMISI GAS RUMAH KACA DARI AIR LIMBAH INDUSTRI BIOETANOL BERBAHAN BAKU UBIKAYU (THINSLOP) DAN MOLASSES (VINASSE)

Oleh

RAHMAWATI NURMALASARI

Industri bioetanol menghasilkan bioetanol sebagai produk utama dan menghasilkan air limbah dalam jumlah yang besar konsentrasi tinggi. Industri bioetanol menggunakan sistem multiple feedstock menggunakan dua jenis bahan baku yaitu ubikayu dan molasses. Thinslop dan vinasse merupakan air limbah industri bioetanol berbahan baku ubi kayu dan molasses. Thinslop dan vinasse memiliki nilai COD yang tinggi sehingga dapat menurunkan kualitas lingkungan. Senyawa organik akan terdegradasi menjadi gas metana (CH4) dan karbondioksida yang ditandai dengan menurunnya nilai COD air limbah pada proses anaerobik. Gas metana tergolong gas rumah kaca yang dapat menurunkan kualitas udara dan memiliki indeks pemanasan 21 kali CO2. Thinslop dan vinasse berpotensi sebagai sumber gas rumah kaca terutama gas metana. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui potensi emisi gas rumah kaca dan mempelajari kemungkinan penerapan dalam mitigasi emisi gas rumah kaca di industri bioetanol. Penelitian dilakukan dengan metode studi literatur dan perhitungan


(4)

Rahmawati

menggunakan faktor-faktor emisi yang sudah disepakati secara global. Data hasil pengamatan disajikan dalam bentuk tabel dan grafik kemudian dianalisis secara deskriptif.

Berdasarkan perhitungan yang dilakukan, potensi emisi gas rumah kaca dari air limbah industri bioetanol berbahan baku molasses (4,66 ton CO2e/kL etanol) lebih besar dari pada potensi emisi gas rumah kaca dari air limbah industri biotanol berbahan baku ubikayu (0,91ton CO2e/kL etanol). Upaya mitigasi gas rumah kaca industri bioetanol berbahan baku ubikayu dan molasses dapat dilakukan dengan pemanfaatan air limbah menjadi sumber energi ramah lingkungan.


(5)

POTENSI EMISI GAS RUMAH KACA DARI AIR LIMBAH INDUSTRI BIOETANOL BERBAHAN BAKU UBIKAYU (THINSLOP) DAN MOLASSES (VINASSE)

Oleh

RAHMAWATI NURMALASARI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Teknologi Pertanian

pada

Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2012


(6)

POTENSI EMISI GAS RUMAH KACA DARI AIR LIMBAH INDUSTRI BIOETANOL BERBAHAN BAKU UBIKAYU (THINSLOP) DAN MOLASSES (VINASSE)

(Skripsi)

Oleh

RAHMAWATI NURMALASARI

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2012


(7)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman 1. Potensi emisi gas rumah kaca industri bioetanol berbahan baku

ubikayu dan molasses ... 5 2. Diagram alir pembuatan bioetanol ... 13 3. Bioreaktor dengan pengumpanan thinslop ... 23 4. Bioreaktor dengan pengumpanan vinasse dengan jumlah

load 2 g/L hari ... 24 5. Nilai rata-rata COD inlet dan outlet (mg/L) untuk

substrat thinslop dan vinasse pada industri bioetanol ... 31 6. Nilai load COD dan COD removal (g/L hari) untuk

substrat thinslop dan vinasse pada industri bioetanol ... 32 7. Alur konversi industri bioetanol berbahan baku

ubikayu dan molasses ... 33 8. Potensi emisi thinslop dan vinasse pada industri bioetanol ... 35 9. Perbandingan total emisi dan pengurangan emisi gas rumah kaca

pada industri bioetanol berbahan baku ubikayu dan molasses ... 39 10. Model industri bietanol berbahan baku ubikayu rendah emisi CO2 .. 39 11. Model industri bietanol berbahan baku molasses rendah emisi CO2 . 40


(8)

DAFTAR PUSTAKA

Amelia, J. R. 2012. Rekayasa Proses Aklimatisasi Bioreaktor Akibat Perubahan Substrat dari Thinslop ke Vinasse (Tesis). Universitas Lampung. Bandar Lampung. 82 Halaman.

BPS. 2009. Tabel Luas Panen- Produktivitas- Produksi Tanaman Ubi Kayu Provinsi Lampung. http://www.bps.go.id/tnmn_pgn.php?eng=0. Diakses pada 10 Maret 2012.

Broto, W. dan N. Richana. 2007. Inovasi Teknologi Proses Industri Bioetanol dari Ubi Kayu Skala Perdesaan. http://balitkabi.bimasakti.malang.te. net.id/PDF/05-BB%20Pascapanen.Bioetanol.pdf. Diakses pada tanggal 10 Maret 2012.

Damayati, F. E. 2008. Kelayakan Usaha Bioetanol Ubi Kayu dan Molases di Kecamatan Cicurug Sukabumi (Kasus : PT. Panca Jaya Raharja).

http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/1872/A08fed.pdf? sequence=5. Diakses pada tanggal 10 Maret 2012.

IPCC. 2006. 2006 IPCC Guidelines for national Greenhouse gas inventories. http://www.ipcc-nggip.iges.or.jp/public/2006gl/pdf/5_Volume5/

V5_1_Ch1_Introduction.pdf. diakses pada tanggal 25 Juni 2012.

Kementrian Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia. 2009. Pedoman Pengelolaan Limbah Industri Pengolahan Tapioka. Kementrian Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia. Jakarta. 45 Halaman.

Kuiper, L., E. Burcu, H. Carlo, H. Willem, M. Sebastian, and K. Klass. 2007. Bioethanol from Cassava. Journal or Ecofys Netherlands BV. 38 Halaman.

Manurung, R. 2004. Proses Anaerobik sebagai Alternatif untuk Mengolah Limbah Sawit. http://library.usu.ac.id/download/ft/tkimia-renita.pdf. Diakses pada tanggal 16 Maret 2012.


(9)

43

Maryanti. 2011. Peningkatan Kinerja Reaktor Biogas dalam Pengolahan Air Limbah Industri Bioetanol Berbahan Baku Ubi Kayu. Tesis. Universitas Lampung. Lampung. 114 Halaman.

Meilany, D., dan T. Setiadi. 2008. Pengaruh pH Pada Produksi Asam Organik Volatil dari Stillage Bioetanol Ubi Kayu Secara Anaerobik. http://ppprodtk.fti.itb.ac.id/tjandra/wp-content/uploads/2010/04/Publikasi-No-96.pdf. Diakses pada tanggal 16 Maret 2012.

Medco Energi Chemicals. 2007. Process Overview Multi Feedstock Ethanol Plant190 KLPD. 29 Halaman.

Metcalf dan Eddy. 2003. Wastewater Engineering : Treatment and Reuse (Fourth Edition). McGraw Hill Companies. 1819 Halaman.

Mulyanto, T. Widjaja, A. Hakim M., dan E. Frastiawan.. 2009. Produktivitas Etanol dari Molases dengan Proses Fermentasi Kontinyu Menggunakan Zymomonas Mobilis dengan Teknik Immobilisasi Sel K-Karaginan dalam Bioreaktor Packed-Bed. www.its.ac.id/personal/files/pub/2759-tri-w-chem-eng-TW24.pdf. Diakses pada tanggal 10 Maret 2012.

Nurdyastuti, I. 2005. Teknologi Proses Produksi Bio-Ethanol. http://www. oocities.org/markal_bppt/publish/biofbbm/biindy.pdf. 10 Maret 2012. Prihandana, R dkk. 2007. Bioetanol Ubikayu Bahan Bakar Masa Depan. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Puri, R. A. 2011. Kajian Emisi CO2 Berdasarkan Tapak Karbon Sekunder dari Kegiatan Non Akademik di ITS Surabaya. http://digilib.its.ac.id/public /ITS-Undergraduate-16429-3307100055-Paper.pdf. Diakses pada tanggal 15 Maret 2012.

Rikana, H. dan R. Adam. 2009. Pembuatan Bioetanol dari Singkong Secara Fermentasi Menggunakan Ragi Tape. http://eprints.undip.ac.id/3674/1/ makalah_bioethanol_Heppy_R.pdf. Diakses pada tanggal 10 Maret 2012.

Savant, D. V., Y.S. Shounce, and S. Prakash. 2002. Methanobrevibacter acididurans sp. Nov., a novel methanogen from a sour anaerobic digester. International Journal of Systematic and Evolutionary Microbiology. 52 : 1081–1087.

Second National Communication. 2009. Indonesia Second National Communication Under The United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC). http://forestclimatecenter.org/files/2009-11-14%20SNC%20-%20Indonesia%20Second%20National%20


(10)

44

Communication%20under%20The%20UNFCCC%20(Summary%20for% 20Policy%20Makers).pdf. Diakses pada tanggal 23 April 2012.

Soeprijanto, T. Ismail, M. D. Lastuti, dan B. Niken. 2010. Pengolahan Vinasse dari Air Limbah Industri Alkohol Menjadi Biogas Menggunakan Bioreaktor UASB. Jurnal Purifikasi, Vol. 11, No. 1, Juli 2010: 11 – 20.

Suprihatin, N. S. Indrasti, dan M. Romli. 2003. Potensi Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Melalui Pengomposan Sampah. http://repository.ipb.

ac.id/bitstream/handle/123456789/40324/potensi%20penurunan%20emisi. pdf. Diakses pada tanggal 15 Maret 2012.

Supriyanto. 2007. Prospek Pengembangan Industri Bioetanol dari Ubi Kayu. http://balitkabi.bimasakti.malang.te.net.id/PDF/07-SUPRIYANTO% 20BPPT.pdf. Diakses pada tanggal 10 Maret 2012.

Supriyanto dan Djuma’ali. 2005. Evaluasi Proses Liquifikasi dengan Pressure Batch Cooking di Pilot Plant Etanol, BPPT. Journal Sains dan Teknologi Indonesia, Volume 7: 119–122.

Trismidianto, E. Hermawan, T. Samiaji, Martono, M. Hadi, A. Indrawati dan R. Hamdan. 2009. Studi Penentuan Konsentrasi CO2 dan Gas Rumah Kaca (GRK) Lainnya di Wilayah Indonesia. http://www.dirgantara-lapan.or.id/moklim/exsumary/Studi%20Penentuan%20Konsentrasi%20CO 2%20dan%20Gas%20Rumah%20Kaca%20Lainnya%20di%20Wliayah%2 0Indonesia.pdf. Diakses pada tanggal 15 Maret 2012.

West, T. O. and G. Marland. 2002. A Synthesis Of Carbon Sequestration, Carbon Emissions, and Net Carbon Flux In Agriculture: Comparing Tillage Practices in the United States. Agriculture, Ecosystems and Environment 91 : 217–232.

Widyantoro, A. dan P. Nugrahini F. 2008. Karakterisasi Perombakan Anaerobik Campuran Limbah Cair Industri Menggunakan Reaktor Upflow Anaerobic Sludge Blanket (UASB) dengan Variasi COD yang Tinggi pada Kondisi Optimum. Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008 Universitas Lampung. Bandar Lampung. 532 Halaman.


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

SANWACANA ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR ISTILAH ... vii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 3

C. Kerangka Pemikiran ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 6

A. Bioetanol ... 6

B. Bahan Baku Pembuatan Bioetanol . ... 7

C. Proses Produksi Bioetanol ... 9

D. Air Limbah Industri Bioetanol ... 14

E. Pengelolaan Air Limbah secara Anaerobik ... 16

F. Gas Rumah Kaca ... 19

III. METODE PENELITIAN ... 22


(12)

B. Alat dan Bahan ... 22

C. Metode Penelitian ... 22

D. Pelaksanaan Penelitian ... 24

1. Pengumpulan Data ... 24

2. Penghitungan Potensi Emisi Gas Rumah Kaca ... 25

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 27

A.Karakterisasi Air Limbah Industri Bioetanol ... 27

B.Penghitungan Potensi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) ... 29

C.Penerapan dalam Mitigasi Emisi Gas Rumah Kaca di Industri Bioetanol ... 37

V. SIMPULAN DAN SARAN ... 41

A. Simpulan ... 41

B. Saran ... 41

DAFTAR PUSTAKA ... 42


(13)

Judul Skripsi : POTENSI EMISI GAS RUMAH KACA DARI AIR LIMBAH INDUSTRI BIOETANOL BERBAHAN BAKU UBIKAYU (THINSLOP) DAN

MOLASSES (VINASSE) Nama Mahasiswa : Rahmawati Nurmalasari No. Pokok Mahasiswa : 0814051064

Jurusan : Teknologi Hasil Pertanian Fakultas : Pertanian

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

Dr. Eng. Ir. Udin Hasanudin, M.T. Dr. Ir. Suharyono, A.S., M.S. NIP. 19640106 198803 1 002 NIP. 19590530 198603 1 004

2. Ketua Jurusan Teknologi Hasil Pertanian

Dr. Eng. Ir. Udin Hasanudin, M.T. NIP. 19640106 198803 1 002


(14)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perubahan iklim merupakan tantangan paling serius yang dihadapi dunia pada saat ini. Penyebab utama naiknya temperatur bumi adalah akibat efek rumah kaca yang menurut sebagian ahli disebabkan oleh meningkatnya kandungan gas karbon dioksida dan partikel polutan lainnya di atmosfer bumi. Efek rumah kaca disebabkan karena naiknya konsentrasi gas-gas rumah kaca. Gas rumah kaca adalah gas-gas di atmosfer yang memiliki kemampuan untuk dapat menyerap radiasi matahari yang dipantulkan oleh bumi, sehingga menyebabkan suhu dipermukaan bumi menjadi hangat (Trismidianto dkk., 2009).

Menurut konvensi PBB mengenai Perubahan Iklim (United Nations Framework Convention on Climate Change – UNFCCC), ada 6 jenis gas yang digolongkan sebagai GRK, yaitu: karbondioksida (CO2), dinitro oksida (N2O ), metana (CH4), sulfurheksaflorida (SF6), perflorokarbons (PFCs), dan hidroflorokarbons (HFCs). Gas rumah kaca berbeda dengan polutan dari segi jangka waktu dampak. Polutan secara langsung berdampak pada makhluk hidup, sedangkan gas rumah kaca berdampak tidak langsung (Trismidianto dkk., 2009). Sifat gas rumah kaca adalah menaikkan suhu bumi dengan cara menangkap radiasi gelombang pendek dari matahari dan memantulkannya ke bumi. Gas rumah kaca dari emisi


(15)

2

antropogenik berasal dari beberapa sumber dilihat dari beberapa sektor yaitu energi, proses industri, pertanian, tataguna lahan dan kehutanan, kebakaran lahan gambut dan limbah. Menurut Second National Communication (2009), total emisi Indonesia mencapai 1,38 Gton CO2e dan 11% berasal dari sektor limbah. Indonesia menargetkan reduksi emisi sebesar 41% dengan cara deforestation reduction, peningkatan kepasitas penyerap melalui reboisasi, pengelolaan lahan gambut, mix energy, dan pengelolaan limbah. Pengelolaan limbah dilakukan dengan prinsip 3R (reuse, reduce, dan recycle).

Nilai GWP (Global Warming Potential) atau indek pemanasan global CH4 adalah 21 artinya 1 CH4 indeks pemanasannya sama dengan 21 kali CO2. Rata-rata pertumbuhan emisi CO2 adalah sekitar 4,67%/tahun, dan rata-rata pertumbuhan emisi N2O, dan CH4 adalah 3,32%/tahun dan 1,76%/tahun (Trismidianto dkk., 2009). Metana berkontribusi 15-20% terhadap efek rumah kaca. Salah satu sumber metana adalah air limbah industri bioetanol. Karena besarnya efek rumah kaca gas metana, usaha-usaha penanggulangan seharusnya diarahkan kepada pengendalian sumber-sumber emisi metana (Suprihatin dkk., 2003).

Produksi bioetanol skala industri dengan sistem multiple feedstock biasanya menggunakan dua jenis bahan baku yaitu ubikayu dan molasses. Industri bioetanol dengan bahan baku ubikayu merupakan industri yang sangat banyak menghasilkan limbah cair. Setiap 1 liter bioetanol yang dihasilkan, akan menghasilkan air limbah sebanyak 17-25 liter. Hal ini tentu akan membawa masalah bagi lingkungan bila tidak ditangani dengan serius (Meilany dan Setiadi, 2008).


(16)

3

Air limbah harus ditangani menggunakan unit pengolahan limbah untuk memenuhi standar baku mutu lingkungan. Hal ini akan menjadi beban bagi industri bioetanol karena penanganan limbah memerlukan biaya investasi dalam bentuk instalasi pengolahan air limbah (IPAL). Agroindustri secara umum menggunakan air dalam jumlah yang besar untuk proses produksi sehingga akan dihasilkan air limbah dalam jumlah yang besar (Kementrian Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia, 2009). Air limbah industri bioetanol memiliki potensi untuk menurunkan kualitas lingkungan. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan dalam perencanaan, pengelolaan, dan pemanfaatan air limbah industri bioetanol berbahan baku ubikayu dan molasses.

B. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui potensi emisi gas rumah kaca dari air limbah industri bioetanol berbahan baku ubikayu dan molasses.

2. Mempelajari kemungkinan penerapan dalam mitigasi emisi gas rumah kaca di industri bioetanol.

C. Kerangka Pemikiran

Industri bioetanol dengan sistem multiple feedstock biasanya menggunakan dua jenis bahan baku yaitu ubikayu dan molasses. Pemilihan jenis bahan baku tersebut didasarkan atas ketersediaan dan faktor ekonomi bahan baku. Industri bioetanol akan menghasilkan bioetanol sebagai produk utama dan air limbah yang cukup banyak. Setiap produksi 1 liter bioetanol, akan menghasilkan air limbah sebanyak 17-25 liter (Meilany dan Setiadi, 2008). Air limbah industri bioetanol


(17)

4

berbahan baku ubikayu disebut thinslop. Thinslop memiliki kisaran pH antara 4,30-4,80 karena berasal dari tangki asidifikasi IPAL industri bioetanol yang banyak mengandung asam-asam organik volatile yang diproduksi oleh bakteri-bakteri pembentuk asam. Thinslop memiliki kandungan COD berkisar antara 35.000-50.000 ppm (Medco, 2007). Hasil penelitian laboratorium menunjukkan bahwa efluen untuk substrat thinslop memiliki nilai COD removal sebesar 84,55% (Maryanti, 2011).

Air limbah industri bioetanol berbahan baku molasses disebut vinasse. Vinasse memiliki pH rendah dan berwarna coklat kehitaman. Vinasse memiliki kandungan Biochemical Oxygen Demand (BOD) berkisar antara 35.000-50.000 mg/L dan Chemical Oxygen Demand (COD) berkisar anatara 100.000-150.000 mg/L (Kuiper et al., 2007). Vinasse dan thinslop memiliki nilai COD yang tinggi sehingga dapat menurunkan kualitas lingkungan dan mengganggu ekosistem hayati. Nilai COD menunjukkan kandungan bahan organik pada air limbah yang merupakan sumber karbon.

Pada kolam anaerobik, senyawa organik akan terurai menjadi gas metana (CH4) dan karbondioksida (CO2) yang ditandai dengan menurunnya nilai COD air limbah. Gas metana tergolong ke dalam gas rumah kaca yang dapat menurunkan kualitas udara, memiliki nilai ekonomi, dan memiliki nilai indeks pemanasan 21 kali CO2. Potensi emisi gas rumah kaca yang berasal dari air limbah industri bioetanol perlu dihitung. Hal ini dilakukan untuk mengetahui besarnya reduksi emisi, pemilihan bahan baku, dan penerapan metode pengelolaan air limbah industri bioetanol sehingga tidak mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan.


(18)

5

Penelitian yang akan dilakukan adalah mengumpulkan data untuk menghitung potensi emisi gas rumah kaca dari air limbah industri bioetanol berbahan baku ubikayu dan molasses. Potensi emisi gas rumah kaca industri bioetanol berbahan baku ubikayu dan molasses dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Potensi emisi gas rumah kaca air limbah industri bioetanol berbahan baku ubikayu dan molasses.

Thinslop

Nilai COD berkisar 35.000-50.000 mg/L

(Medco, 2007)

Nilai COD berkisar antara 100.000-

150.000 mg/L (Kuiper et al., 2007). Vinasse

Gas metana

Potensi emisi gas rumah kaca


(19)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Bioetanol

Bioetanol adalah etanol yang bahan utamanya dari tumbuhan dan umumnya menggunakan proses farmentasi. Etanol atau ethyl alkohol (C2H5OH) berupa cairan bening tak berwarna, terurai secara biologis (biodegradable), toksisitas rendah dan tidak menimbulkan polusi udara yang besar bila bocor. Etanol yang terbakar menghasilkan karbondioksida (CO2) dan air (Rikana dan Adam, 2005). Keuntungan penggunaan bioetanol sebagai bahan bakar alternatif pengganti minyak bumi yaitu penggunaan bahan bakar etanol dapat dikatakan tidak memberikan tambahan neto karbondioksida pada lingkungan. Hal ini karena CO2 yang dihasilkan dari pembakaran etanol diserap kembali oleh tumbuhan dan dengan bantuan sinar matahari digunakan dalam proses fotosintesis.

Bahan bakar bioetanol memiliki nilai oktan tinggi sehingga dapat digunakan baik sebagai bahan peningkat oktan (octane enhancer) menggantikan penggunaan senyawa eter dan penggunaan logam berat seperti Pb sebagai anti-knocking agent yang memiliki dampak buruk terhadap lingkungan. Dengan nilai oktan yang tinggi, maka proses pembakaran menjadi lebih sempurna dan emisi gas buang hasil pembakaran dalam mesin kendaraan bermotor lebih baik (Wheals et al.,1999 dalam Broto dan Richana, 2005). Bioetanol bisa digunakan dalam bentuk murni


(20)

7

ataupun sebagai campuran untuk bahan bakar gasolin (bensin). Kelebihan etanol dibanding bensin yaitu etanol memiliki angka research octane 108,6 dan motor octane 89,7 (Yuksel, 2004 dalam Broto dan Richana, 2005), angka tersebut melampaui nilai maksimal yang mungkin dicapai oleh gasoline yaitu research octane 88.

Bioetanol diproduksi dengan cara fermentasi menggunakan bahan baku hayati, sedangkan etanol dapat dibuat dengan cara sintesis melalui hidrasi katalitik dari etilen atau bisa juga dengan fermentasi gula menggunakan ragi Saccharomyces cerevisiae. Beberapa bakteri seperti Zymomonas mobilis juga diketahui memiliki kemampuan untuk melakukan fermentasi untuk memproduksi etanol. Substrat yang umum digunakan untuk fermentasi adalah pati. Harga substrat yang cukup mahal menyebabkan harga etanol sebagai bahan bakar pengganti minyak masih cukup tinggi mengingat 60% dari biaya yang digunakan dalam sistem produksi etanol adalah biaya substrat (Ingram dan Doran, 1995 dalam Broto dan Richana, 2005). Hidrolisis glukosa secara enzymatis akan menghasilkan etanol dan karbondioksida.

B. Bahan Baku Pembuatan Bioetanol

Terdapat dua jenis etanol, yaitu etanol sintetis dan etanol rekayasa. Etanol sintetis merupakan hasil dari proses kimia yang disebut hidrasi dan terbuat dari etilen (salah satu derivat minyak bumi). Etanol sintetis lazim disebut metanol atau metil alkohol. Etanol rekayasa merupakan rekayasa biomassa (tanaman) melalui proses biologi (enzimatik dan fermentasi) dan hasilnya disebut sebagai bioetanol.


(21)

8

Menurut Prihandana (2007), bioetanol merupakan produk yang dapat dihasilkan oleh beberapa tanaman, yaitu:

1. Bahan berpati, antara lain ubikayu atau singkong, tepung sagu, biji jagung, biji shorgum, kentang, ganyong, garut, umbi dahlia.

2. Bahan bergula, antara lain molasses (tetes tebu), nira tebu, nira kelapa, nira batang sorghum manis, nira aren (enau), nira nipah, gewang, nira lontar. 3. Bahan berselulosa, antara lain limbah logging, limbah pertanian (jerami padi,

ampas tebu, tongkol jagung, onggok), batang pisang, serbuk gergaji.

Produksi etanol/bioetanol (alkohol) dengan bahan baku tanaman yang mengandung pati atau karbohidrat, dilakukan melalui proses konversi karbohidrat menjadi gula (glukosa) larut air. Konversi bahan baku tanaman yang mengandung pati atau karbohidrat dan tetes menjadi bioetanol ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Konversi bahan baku tanaman yang mengandung pati atau karbohidrat dan tetes menjadi bioetanol

Bahan baku

Kandungan gula dalam bahan baku

Jumlah Hasil

Konversi Perbandingan Bahan Baku dan Bioetanol Jenis Konsumsi

(Kg) (Kg)

Bio-etanol (Liter)

Ubikayu 1000 250-300 166,6 6,5:1

Ubi jalar 1000 150-200 125 8:1

Jagung 1000 600-700 200 5:1

Sagu 1000 120-160 90 12:1

Tetes 1000 500 250 4:1

Sumber : Nurdyastuti (2005)

Tanaman yang berpotensi menghasilkan bioetanol adalah ubikayu. Menurut BPS (2009), produksi ubikayu tahun 2009 sebesar 7.569.178 ton dan tahun 2010


(22)

9

sebesar 8.637.594 ton. Penggunaan ubikayu sebagai bahan baku proses produksi bioetanol juga didasarkan pada pertimbangan ekonomi. Pertimbangan keekonomian pengadaan bahan baku tersebut bukan saja meliputi harga produksi tanaman sebagai bahan baku, tetapi juga meliputi biaya pengelolaan tanaman, biaya produksi pengadaan bahan baku, dan biaya bahan baku untuk memproduksi setiap liter etanol/bioetanol (Nurdyastuti, 2005).

Molasses adalah hasil sampingan yang berasal dari proses pembuatan gula tebu (Saccharum officinarum). Molasses berupa cairan kental dan diperoleh dari tahap pemisahan kristal gula yang tidak dapat dibentuk lagi menjadi sukrosa namun masih mengandung gula dengan kadar tinggi (50-60%), asam amino dan mineral. Tingginya kandungan gula dalam bentuk molasses sangat potensial dimanfaatkan sebagai bahan baku bioetanol. Ketersediaan molasses sebagai bahan baku bioetanol di Indonsia cukup banyak. Ketersediaan molasses berkorelasi dengan luas perkebunan tebu yang semakin meningkat. Perkebunan tebu di Indonesia banyak ditemukan di Pulau Jawa baik Jawa Barat, Jawa Tengah, maupun Jawa Timur, Aceh, dan Sulawesi (Damayati, 2008).

C. Proses Produksi Bioetanol

Produksi etanol/bioetanol (alkohol) dengan bahan baku tanaman yang mengandung pati atau karbohidrat, dilakukan melalui proses konversi karbohidrat menjadi gula (glukosa) larut air. Glukosa dapat dibuat dari pati-patian, proses pembuatannya dapat dibedakan berdasarkan zat pembantu yang dipergunakan, yaitu hidrolisa asam dan hidrolisa enzyme. Hidolisa enzyme lebih banyak digunakan. Dalam proses konversi karbohidrat menjadi gula (glukosa) larut air


(23)

10

dilakukan dengan penambahan air dan enzyme; kemudian dilakukan proses peragian atau fermentasi gula menjadi etanol dengan menambahkan yeast atau ragi. Reaksi yang terjadi pada proses produksi etanol/bioetanol secara sederhana ditujukkan pada reaksi 1 dan 2.

H2O

(C6H10O5)n N C6H12O6 (1) enzyme

(pati) (glukosa)

(C6H12O6)n 2 C2H5OH + 2 CO2 (2) yeast (ragi)

(glukosa) (etanol)

Meskipun teknik produksi etanol/bioetanol merupakan teknik yang sudah lama diketahui, namun etanol/bioetanol untuk bahan bakar kendaraan memerlukan etanol dengan karakteristik tertentu yang memerlukan teknologi yang relatif baru di Indonesia antara lain mengenai neraca energi (energy balance) dan efisiensi produksi, sehingga penelitian lebih lanjut mengenai teknologi proses produksi etanol masih perlu dilakukan. Secara singkat teknologi proses produksi etanol/bioetanol tersebut dapat dibagi dalam tiga tahap, yaitu hidrolisis,fermentasi, dan destilasi (Nurdyastuti, 2005).

1. Proses Hidrolisis

Dalam proses hidrolisis, bahan baku ubikayu, ubi jalar, atau jagung dihancurkan dan dicampur air sehingga menjadi bubur, yang diperkirakan mengandung pati 27-30%. Proses hidrolisis dapat dilakukan dengan cara enzimatis, kimiawi ataupun kombinasi keduanya. Hidrolisis secara enzimatis memiliki perbedaan mendasar dibandingkan hidrolisis secara kimiawi dan fisik dalam hal spesifitas pemutusan rantai polimer pati. Hidrolisis secara kimiawi dan fisik akan memutus


(24)

11

rantai polimer secara acak, sedangkan hidrolisis enzimatis akan memutus rantai polimer secara spesifik pada percabangan tertentu. Enzim yang digunakan pada tahap likuifikasi adalah alpha-amilase dan tahap sakarifikasi digunakan enzim gluko-amilase. Proses liquifikasi adalah proses pemasakan bubur ubikayu menjadi dekstrin dengan bantuan enzim alpha-amylase. Proses sakarifikasi adalah proses untuk merubah dekstrin menjadi gula dengan bantuan enzim gluko-amylase (Supriyanto, 2007).

2. Fermentasi

Proses fermentasi dimaksudkan untuk mengubah glukosa menjadi etanol (alkohol) dengan menggunakan yeast. Alkohol yang diperoleh dari proses fermentasi ini, biasanya alkohol dengan kadar 8-10% volume. Pada proses fermentasi dengan bahan baku molasses fermentasi berlangsung secara spontan, karena fermentable sugar sudah tersedia dalam media. Pembuatan etanol dari molasses tersebut juga mempunyai keuntungan lain, yaitu memerlukan bak fermentasi yang lebih kecil. Etanol yang dihasilkan proses fermentasi tersebut perlu ditingkatkan kualitasnya dengan membersihkannya dari zat-zat yang tidak diperlukan. Alkohol yang dihasilkan dari proses fermentasi biasanya masih mengandung gas-gas yaitu CO2 (yang ditimbulkan dari pengubahan glucose menjadi etanol/bioetanol) dan aldehid yang perlu dibersihkan. Gas CO2 pada hasil fermentasi tersebut biasanya mencapai 35% volume, sehingga untuk memperoleh etanol/bioetanol yang berkualitas baik, etanol/bioetanol tersebut harus dibersihkan dari gas tersebut. Kadar etanol/bioetanol yang dihasilkan dari proses fermentasi, biasanya hanya mencapai 8-10% saja, sehingga untuk memperoleh etanol yang berkadar alkohol 95% diperlukan proses lainnya, yaitu proses destilasi. (Nurdyastuti, 2005).


(25)

12

Pada umumnya hasil fermentasi adalah bioetanol atau alkohol yang mempunyai kemurnian sekitar 30-40% dan belum dapat dikategorikan sebagai fuel based ethanol. Akohol hasil fermentasi harus melalui proses destilasi agar dapat mencapai kemurnian diatas 95%. Proses destilasi dilaksanakan melalui dua tingkat, yaitu tingkat pertama dengan beer column dan tingkat kedua dengan rectifying column (Nurdyastuti, 2005).

3. Destilasi

Proses destilasi adalah proses untuk menguapkan dan memisahkan komponen etanol dari cairan hasil fermentasi (umumnya mempunyai kadar alkohol 8-10% v/v) sehingga diperoleh produk etanol dengan konsentrasi 95-96% v/v. Proses destilasi yang banyak digunakan adalah multi pressure distillation yang lebih hemat energi dibandingkan proses destilasi dengan tekanan atmosphere (Supriyanto 2003). Proses dehidrasi adalah proses untuk menghilangkan kandungan air yang terdapat pada produk hasil destilasi untuk mendapatkan produk etanol anhydrous 99,5% (v/v). Proses dehidrasi dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu destilasi azeotrop menggunakan solvent, molecular sieve, dan membrane. Namun saat ini proses dehidrasi yang banyak digunakan untuk membuat etanol anhydrous yaitu dengan molecular sieve (Supriyanto, 2005). Diagram alir proses pembuatan bioetanol ditunjukkan oleh Gambar 2.


(26)

13

Gambar 2. Diagram alir pembuatan bioetanol (Supriyanto, 2007).

Produksi bioetanol yang dikembangkan saat ini dapat dibuat dari bahan baku yang mengandung glukosa, pati, dan selulosa misalnya ubikayu. Glukosa dapat berasal dari kandungan molasses yang dikonversi secara langsung menjadi etanol. Penggunaan molasses lebih ekonomis ditinjau dari harga bahan baku yang relatif murah yang merupakan hasil samping dari pembuatan gula. Seperti diketahui bahwa molasses mengandung kadar gula (sekitar 50%-60%) dan sejumlah asam amino dan mineral dapat diolah menjadi beberapa produk termasuk sebagai produk utama adalah etanol (Paturau, 1982 dalam Mulyanto dkk., 2009). Produksi bioetanol berbahan baku molasses tidak perlu melalui proses pretreatment dan liquifikasi. Proses dimulai dari tahap fermentasi,destilasi, dan dekantasi. Secara garis besar, perbedaan proses produksi etanol menggunakan bahan baku ubikayu dibandingkan dengan menggunakan molasses disajikan pada Tabel 2.

Ubi kayu

Liquifikasi Pretreatment

Alkohol 95% Sakharifikasi

& fermentasi

Alkohol derajat bahan bakar 99,98% Destilasi

Dehidrasi Molase


(27)

14

Tabel 2. Perbedaan proses produksi etanol menggunakan bahan baku ubikayu dibandingkan dengan menggunakan molasses

Proses Etanol dari ubikayu Etanol dari molasses Pretreatment Ubikayu menjadi bubur

ubikayudengan kadar TS 15% - Liquifikasi Pemasakan bubur menjadi

larutan dekstrin (butuh uap air) - Sakarifikasi Perubahan dekstrin menjadi gula - Fermentasi Proses fermentasi terjadi secara

simultan dengan sakharifikasi membutuhkan waktu 60-70 jam

Proses fermentasi terjadi secara spontan, membutuhkan waktu 60-70 jam

Sumber: Supriyanto, 2007.

D. Air Limbah Industri Bioetanol

Industri etanol dengan bahan baku ubikayu akan menghasilkan limbah padat dan limbah cair, sedangkan industri etanol yang berbahan baku molasses hanya menghasilkan limbah cair saja. Limbah padat yang keluar dari proses antara lain kulit, tanah dari proses pretreatment ubikayu, dan ampas dari hasil proses dekantasi. Limbah cair industri etanol dari molasses mempunyai kandungan BOD (Biological Oxigen Demand) dan COD (Chemical Oxigen Demand) hampir dua kali lebih tinggi dibandingkan dari ubikayu, sehingga limbah dari proses molasses (vinasse) mempunyai potensi menghasilkan biogas yang lebih besar pada pengolahan secara anaerob. Karakteristik limbah dari industri etanol dengan bahan baku molasses dan ubikayu disajikan pada Tabel 3.

Air limbah industri bioetanol berbahan baku ubikayu (thinslop). Air limbah secara umum mempunyai pH rendah, suhu tinggi, warna cokelat gelap, kandungan abu dan persentase bahan organik dan anorganik tak larut. Vinasse merupakan


(28)

15

salah satu bahan yang terdapat dalam air limbah dari industri etanol yang merupakan produk bawah (bottom product) pada proses distilasi etanol. Sifat fisik dan kimianya ditentukan oleh bahan baku awal produksi etanol. Untuk bahan baku dari sirup gula tebu (sugar cane juice), vinasse yang dihasilkan akan berwarna coklat muda dengan kandungan padatan 20.000- 40.000 mg/L. Apabila bahan baku alkohol berasal dari molasses maka vinasse akan berwarna hitam kemerahan dengan kandungan padatan 50.000-100.000 mg/L. Limbah vinasse rata-rata memiliki specific gravity antara 1,02-1,04 (Soeprijanto dkk., 2010).

Tabel 3. Karakteristik limbah industri etanol dari bahan baku ubikayu dan molasses

Jenis Limbah Parameter Jumlah kandungan

Limbah padat Kulit, tanah -

Sludge -

Air limbah thinslop* BOD 25.000 - 35.000 ppm

COD 35.000 - 50.000 ppm

Padatan total 5 - 6 % Air limbah vinasse** BOD 40.000 - 60.000 ppm

COD 80.000 - 100.000 ppm Padatan total 10-12 % Sumber: Chaikut et al. (1991)* dan Shaukat Ali (2002)**

dalam Supriyanto (2007).

Air limbah industri bioetanol memili nilai COD yang tinggi dan kisaran pH yang rendah ini, mengakibatkan terjadinya pencemaran lingkungan bila air limbah bioetanol langsung dibuang ke lingkungan. Pembuangan limbah tanpa pengolahan dapat meningkatkan COD dan mengurangi jumlah oksigen yang ada di badan air penerima, selain itu derajat keasaman badan air akan semakin rendah, akibatnya ekosistem lingkungan menjadi rusak. Sistem pengolahan limbah cair lagoon/pond


(29)

16

anaerobik terbuka akan merombak kandungan polutan karbon dan nitrogen menjadi gas metan, karbon dioksida, amoniak, hidrogen sulfida, dan senyawa lainnya oleh mikroorganisme anaerobik (Kiely, 1997 dalam Widyantoro dan Nugrahini, 2008). Gas-gas tersebut kemudian terdispersi ke atmosfir/udara terbuka secara alami. Selain gas metan, dispersi produk gas lain seperti CO2 ke lingkungan terbuka berpotensi menimbulkan pemanasan global dan meningkatkan polusi. Gas metan yang dihasilkan dari proses pengolahan limbah cair pabrik-pabrik tersebut dapat dijadikan sebagai sumber bahan bakar alternatif. Karena dapat menghasilkan biogas yang dapat diperbaharui dari sistem pengolahan anaerobik, limbah cair dipandang sebagai salah satu bahan yang dapat menyediakan sumber energi terbarukan (Chaiprasert dkk, 2003 dalam Widyantoro dan Nugrahini, 2008).

E. Pengelolaan Air Limbah secara Anaerobik

Proses pengolahan anaerobik adalah proses pengolahan senyawa – senyawa organik yang terkandung dalam limbah menjadi gas metana dan karbon dioksida tanapa memerlukan oksigen. Penguraian senyawa organik seperti karbohidrat, lemak dan protein yang terdapat dalam limbah cair dengan proses anaerobik akan menghasilkan biogas yang mengandung metana (50-70%), CO2 (25-45%) dan sejumlah kecil nitrogen, hidrogen, dan hidrogen sulfida. Penguraian dengan proses anaerobik secara umum dapat disederhanakan menjadi dua tahap yaitu tahap pembentukan asam dan tahap pembentukan metana.

Langkah pertama dari tahap pembentukan asam adalah hidrolisa senyawa organik baik yang terlarut maupun yang tersuspensi dari berat molekul besar (polimer)


(30)

17

menjadi senyawa organik sederhana (monomer) yang dilakukan oleh enzim-enzim ekstraseluler. Pembentukan asam dari senyawa-senyawa organik sederhana (monomer) dilakukan oleh bakteri-bakteri penghasil asam yang terdiri dari sub divisi asids/farming bakteria dan asetogenik bakteria. Asam propionat dan butirat diuraikan oleh acetogenic bacteria menjadi asam asetat.

Pembentukan metana dilakukan oleh bakteri penghasil metana yang terdiri dari sub divisi asetocalstic methane bacteria yang menguraikan asam asetat menjadi metana dan karbon dioksida. Karbon dioksida dan hidrogen yang terbentuk dari reaksi penguraian tersebut disintesa oleh bakteri pembentuk metana menjadi metana dan air.

Lingkungan memiliki peranan yang besar pada laju pertumbuhan mikroorganisme baik pada proses aerobik maupun anaerobik. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses anaerobik antara lain temperatur, pH, konsentrasi substrat, dan zat beracun.

1. Temperatur

Gas metana dapat dihasilkan jika suhu antara 4–60 °C dan suhu dijaga konstan. Bakteri akan menghasilkan enzim yang lebih banyak pada temperatur optimum. Semakin tinggi temperatur reaksi juga akan semakin cepat tetapi bakteri akan semakin berkurang. Proses pembentukan metana bekerja pada rentang temperatur 30-40°C, tapi dapat juga terjadi pada temperatur rendah (4 °C). Laju produksi gas akan naik 100-400% untuk setiap kenaikan temperatur 12 °C pada rentang temperatur 4-65 °C.


(31)

18

2. pH (keasaman)

Bakteri penghasil metana sangat sensitif terhadap perubahan pH. Rentang pH optimum untuk jenis bakteri penghasil metana berkisar antara 6,4-7,4. Bakteri yang tidak menghasilkan metana tidak begitu sensitif terhadap perubahan pH dan dapat bekerja pada pH antara 5-8,5. Karena proses anaerobik terdiri dari dua tahap yaitu tahap pambentukan asam dan tahap pembentukan metana, maka pengaturan pH awal proses sangat penting. Tahap pembentukan asam akan menurunkan pH awal. Jika penurunan ini cukup besar akan dapat menghambat aktivitas mikroorganisme penghasil metana. Untuk meningkatkat pH dapat dilakukan dengan penambahan kapur.

3. Konsentrasi Substrat

Sel mikroorganisme mengandung Karbon, Nitrogen, Posfor dan Sulfur dengan perbandingan 100 : 10 : 1 : 1. Untuk pertumbuhan mikroorganisme, unsur-unsur di atas harus ada pada sumber makanannya (substart). Konsentrasi substrat dapat mempengaruhi proses kerja mikroorganisme. Kondisi yang optimum dicapai jika jumlah mikroorganisme sebanding dengan konsentrasi substrat. Kandungan air dalam substart dan homogenitas sistem juga mempengaruhi proses kerja mikroorganisme. Karena kandungan air yang tinggi akan memudahkan proses penguraian, sedangkan homogenitas sistem membuat kontak antar mikroorganisme dengan substrat menjadi lebih baik.

4. Zat Baracun

Zat organik maupun anorganik, baik yang terlarut maupun tersuspensi dapat menjadi penghambat ataupun racun bagi pertumbuhan mikroorganisme jika


(32)

19

terdapat pada konsentrasi yang tinggi. Untuk logam pada umumnya sifat racun akan semakin bertambah dengan tingginya valensi dan berat atomnya. Bakteri penghasil metana lebih sensitif terhadap racun daripada bakteri penghasil asam (Manurung, 2004).

F. Gas Rumah Kaca

Perubahan iklim merupakan tantangan paling serius yang dihadapi dunia pada saat ini. Sejumlah bukti baru dan kuat yang muncul dalam studi mutakhir memperlihatkan bahwa masalah pemanasan yang terjadi 50 tahun terakhir disebabkan oleh tindakan manusia yang mana temperatur di bumi telah naik secara cepat, perubahan iklim juga dipengaruhi oleh aktivitas matahari dan ozon serta kegiatan vulakanik dan sulfat. Namun sejak tahun 1960-an, penyebab utama naiknya temperatur bumi adalah akibat efek rumah kaca yang menurut sebagian ahli disebabkan oleh meningkatnya kandungan gas karbon dioksida dan partikel polutan lainnya di atmosfer bumi. Efek rumah kaca disebabkan karena naiknya konsentrasi gas-gas rumah kaca. Gas rumah kaca adalah gas-gas di atmosfer yang memiliki kemampuan untuk dapat menyerap radiasi matahari yang dipantulkan oleh bumi, sehingga menyebabkan suhu dipermukaan bumi menjadi hangat. Menurut konvensi PBB mengenai Perubahan Iklim (United Nations Framework Convention on Climate Change–UNFCCC), ada enam jenis gas yang digolongkan sebagai GRK, yaitu karbondioksida (CO2), dinitro oksida (N2O ), metana (CH4), sulfurheksaflorida (SF6), perflorokarbon (PFCs), dan hidroflorokarbon (HFCs). Gas rumah kaca berbeda dengan polutan dari segi jangka waktu dampak. Polutan


(33)

20

secara langsung berdampak pada makhluk hidup, sedangkan gas rumah kaca berdampak tidak langsung (Trismidianto dkk., 2009).

Melalui perantara proses di dalam lingkungan biogeokimia, gas-gas rumah kaca baru berdampak pada makhluk hidup. Sifat gas rumah kaca adalah menaikkan suhu bumi dengan cara menangkap radiasi gelombang pendek dari matahari dan memantulkannya ke bumi. Gas rumah kaca juga memantulkan radiasi gelombang panjang ke bumi, sehingga bumi seakan-akan mendapatkan pemanasan dua kali. Dampak dari gas rumah kaca adalah pemanasan global dan efek rumah kaca. Sedangkan dampak turunan dari pemanasan global salah satunya adalah perubahan iklim. Naiknya suhu rata-rata bumi adalah salah satu bukti telah terjadi perubahan iklim. Pemanasan global ini pun mendapatkan radiasi matahari tambahan lagi karena terdapatnya lubang ozon. Penipisan ozon mengakibatkan radiasi sinar ultraviolet dari matahari yang masuk ke bumi semakin besar intensitasnya (Trismidianto dkk., 2009).

Gas rumah kaca dari emisi antropogenik berasal dari beberapa sumber dilihat dari beberapa sektor, yaitu sektor energi : pemanfaatan bahan bakar fosil seperti minyak bumi, batu bara dan gas secara berlebihan dalam berbagai kegiatan merupakan penyebab utama dilepaskannya emisi gas rumah kaca ke atmosfer. Sektor kehutanan : kegiatan pengrusakan hutan, penebangan hutan, perubahan kawasan hutan menjadi bukan hutan, menyebabkan lepasnya sejumlah emisi GRK yang sebelumnya disimpan di dalam pohon. Sektor pertanian dan peternakan : dari sektor pertanian, emisi GRK terutama metana dihasilkan dari sawah yang tergenang, pemanfaatan pupuk, pembakaran padang sabana, dan pembusukan


(34)

21

sisa-sisa pertanian. Dan dari sektor peternakan, emisi GRK berupa gas metana (CH4) dilepaskan dari kotoran ternak yang membusuk. GRK berupa metana juga dihasilkan dari sampah. Menurut IPCC (Intergovernmental On Panel Climate Change) menyatakan jika laju emisi gas rumah kaca ini dibiarkan terus tanpa terdapat tindakan untuk menguranginya, maka suhu global rata-rata akan meningkat dengan laju 0,3 oC setiap 10 tahun (Trismidianto dkk., 2009).


(35)

III. METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengelolaan Limbah Agroindustri Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada bulan Mei-Juli 2012 untuk skala laboratorium.

B. Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan pada penelitian tersebut adalah bioreaktor anaerobik tangki berpengaduk dengan kapasitas 50 L dan seperangkat komputer.

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian meliputi data primer dan data sekunder dari penelitian skala laboratorium dengan substrat thinslop dan vinasse menggunakan bioreaktor anaerobik tangki berpengaduk dengan kapasitas 50 L.

C. Metode Penelitian

Penelitian dilakukan dengan metode studi literatur dan perhitungan menggunakan faktor-faktor emisi yang sudah disepakati secara global. Data hasil pengamatan disajikan dalam bentuk tabel dan grafik kemudian dianalisis secara deskriptif.


(36)

23

Penelitian menggunakan dua bioreaktor dengan perlakuan perbedaan substrat yang digunakan yaitu thinslop dan vinasse. Thinslop dan vinasse dianalisa nilai pH dan COD.

Limbah berupa sludge dimasukkan ke dalam bioreaktor. Proses pengadaptasian dilakukan dengan cara pengeluaran air limbah dari dalam bioreaktor setiap hari dan digantikan dengan limbah baru. Perlakuan penambahan substrat thinslop dapat dimulai bila pH air limbah keluaran dari dalam bioreaktor telah stabil pada nilai 6,5-7,5. Setiap hari akan dikeluarkan air limbah dari dalam bioreaktor dengan penggantian limbah baru ke dalam bioreaktor sebanyak limbah yang dikeluarkan. Pengamatan pH dan suhu dilakukan setiap hari. Pengamatan COD dilakukan setiap 2 hari sekali (Maryanti, 2011).

Gambar 3. Bioreaktor dengan pengumpanan thinslop (Maryanti, 2011).

Limbah berupa sludge sebanyak 14,5 L dimasukkan ke dalam bioreaktor. Penambahan thinslop sebesar 1 L per hari dilakukan sampai dengan pH stabil. Apabila terjadi penurunan pH, maka akan ditambahkan sludge. Perlakuan penambahan vinasse dapat dimulai bila pH limbah keluaran dari dalam bioreaktor telah stabil berkisar antara 6,5-7,5. Perlakuan bioreaktor yaitu pemberian vinasse dengan jumlah load yang berbeda setiap minggu. Minggu pertama dilakukan load sebesar 0,5 g/L hari, minggu kedua sebesar 1,0 g/L hari, minggu ketiga 1,5 g/L hari, dan pada minggu keempat sebesar 2,0 g/L hari.COD. Setiap hari akan

28 0C 50 L Air limbah baru


(37)

24

dikeluarkan air limbah dari dalam bioreaktor dengan penggantian limbah baru ke dalam bioreaktor sebanyak limbah yang dikeluarkan. Pengamatan volume biogas, suhu, dan pH dilakukan setiap hari. Pengamatan COD dilakukan setiap 2 hari sekali. Pengamatan konsentrasi gas metana dilakukan satu kali yaitu setiap 7 hari sekali (Amelia, 2012). Load 2,0 g/L hari merupakan beban maksimum bioreaktor dan data yang diperoleh digunakan sebagai data utama untuk menghitung potensi emisi gas rumah kaca dan potensi biogas. Mekanisme pengumpanan vinasse dengan jumlah load COD 2,0 g/L hari per hari dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 4. Bioreaktor dengan pengumpanan vinasse dengan jumlah load 2,0 g/L hari (Amelia, 2012).

D. Pelaksanaan Penelitian

1. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara penelusuran pustaka yaitu semua data dan informasi, fakta, petunjuk, dan indikasi yang didapat dari hasil penyelidikan secara tidak langsung. Data diperoleh dari penelusuran pustaka dan berdasarkan penelitian Maryanti (2011) dan Amelia (2012). Perhitungan dilakukan menggunakan faktor-faktor emisi yang sudah disepakati secara global.

27 0C 50 L Air limbah baru

2,0 g/L.hari

Air limbah keluar 2,0 g/L.hari


(38)

25

2. Penghitungan Potensi Emisi Gas Rumah Kaca

Air limbah industri bioetanol yang berpotensi sebagai gas rumah kaca ditentukan karakteristiknya dengan menganalisis parameter yang berkaitan langsung dengan pembentukan gas metan yaitu nilai COD (Chemical Oxygen demand).

a. Nilai pembebanan COD Limbah

Keterangan :

Pembebanan COD = Nilai COD (kg/hari)

Laju alir = Jumlah air limbah (m3/hari) CODin = COD inlet (mg/L)

b. Potensi Gas Metana

Keterangan:

CH4 = Jumlah potensi gas metana (m3/hari) CODr = COD removal (kg/hari)

Berat CH4 = mol CH4 ** x Berat Molekul CH4 *) 1 kg CODr = 0,35 m3 CH4 (Metcalf dan Eddy, 2003)

**) 1 mol gas CH4 dalam keadaan STP yaitu setara dengan 22,4 L

c. Potensi Biogas

Keterangan:

Biogas = Jumlah potensi biogas (m3/hari) CH4 = Jumlah potensi gas metana (m3/hari) % metana = Konsentrasi gas metan dalam biogas

CH4 = CODr x 0,35*

Pembebanan COD = Laju alir x CODin


(39)

26

d. Potensi Emisi CO2e dari CH4

Keterangan:

Potensi Emisi = Potensi Emisi CO2e dari CH4 (g CO2e/hari) CH4 = Total metan dari biogas (g/hari)

GWPCH4 = 21 (IPCC, 2006)

e. Reduksi Emisi CO2e dari CH4

Keterangan :

RE = Reduction Emission (Reduksi emisi dari limbah cair)

BE = Baseline Emission (Emisi yang ditimbulkan apabila tidak ada pemanfaatan)

PE = Project Emission (Emisi yang ditimbulkan oleh adanya pemanfaatan)

Nilai emisi dasar (BE) dihitung berdasarkan perhitungan sebelumnya yaitu setara dengan potensi emisi CO2e dari CH4. Nilai emisi proyek (PE) dihitung dengan asumsi bahwa emisi proyek digester anaerobik sebesar 10% (IPCC, 2006).

Potensi Emisi = CH4 x GWPCH4


(40)

Dengan rasa syukur kehadirat Allah SWT Atas nikmat, petunjuk dan ridho-Nya Kupersembahkan karya kecil ini kepada:

Bapak dan Mamak (Almh.) tercinta, Bi Isah, Mas Dian, Mas Heri, Mbak Mar, dan Mbak Mugi, sebagai ungkapan

rasa bakti dan hormat atas segala

do’a dan pengorbanan bagi keberhasilanku


(41)

“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.”

(QS. A Lam Nasyrah (94): 5-6)

Setiap kamu punya mimpi, taruh di depan keningmu. Jangan menempel. Biarkan dia menggantung, mengambang 5cm di depan keningmu.

Jadi dia tidak akan lepas dari matamu (Donny Dhirgantoro, 5CM)

Jarak antara sungguh-sungguh dan sukses hanya bisa diisi sabar. Sabar yang aktif, sabar yang gigih, sabar yang tidak menyerah, sabar yang penuh dari pangkal

sampai ujung yang paling ujung. Sabar yang bisa membuat sesuatu yang tidak mungkin menjadi mungkin, bahkan seakan-akan itu sebuah keajaiban dan

keberuntungan. Padahal keberuntungan adalah hasil kerja keras, do’a, dan sabar yang berlebih.

(Ahmad Fuadi, Ranah 3 Warna)

Saat penting jangan menyerah, putus asa jadi harapan. (Penulis)


(42)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sukabanjar pada tanggal 9 Juli 1989. Penulis merupakan anak kelima dari lima bersaudara buah hati pasangan Bapak Sudarno dan Ibu Khasngilah Hasanah (Almh.).

Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-Kanak di TK Bhakti Kesuma pada tahun 1996, Sekolah Dasar di SD Negeri 1 Sukabanjar Gedong Tataan pada tahun 2002, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di SLTP Negeri 26 Bandar Lampung pada tahun 2005, dan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 3 Bandar Lampung pada tahun 2008.

Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) pada 2008. Selama menjadi mahasiswa penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Matematika dan Teknologi Hasil Perikanan dan Perairan. Pada bulan Juli-Agustus 2011, penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tematik di Desa Sungai Langka Kabupaten Pesawaran dengan judul Pengembangan Bisnis Perikanan Secara Terpadu. Pada bulan Januari-Februari 2012, penulis melaksanakan Praktik Umum di PT. Phillips Seafoods Indonesia Lampung Plant dengan judul Mempelajari Proses Produksi Pasteurized Crab Meat Type Black Can di PT. Phillips Seafoods Indonesia Lampung Plant.


(43)

SANWACANA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, memberikan kekuatan jasmani dan rohani sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Potensi Emisi Gas Rumah Kaca dari Air Limbah Industri Bioetanol Berbahan Baku Ubikayu (Thinslop) dan Molasses (Vinasse).

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada :

1. Bapak Dr. Eng. Ir. Udin Hasanudin, M.T. selaku pembimbing utama dan Ketua Jurusan THP atas bimbingan, arahan, bantuan, dan nasihat selama penelitian dan penyusunan skripsi.

2. Bapak Dr. Ir. Suharyono, A.S., M.S. selaku pembimbing kedua atas bimbingan, arahan, bantuan, dan nasihat selama penelitian dan penyusunan skripsi.

3. Bapak Dr. Ir. Tanto Pratondo Utomo, M.Si. selaku pembahas atas bimbingan, arahan, bantuan, dan nasihat selama penelitian dan penyusunan skripsi.

4. Ibu Ir. Fibra Nurainy, M.T.A. selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan, saran, masukan, dan perhatiannya kepada penulis.


(44)

5. Bapak dan Ibu dosen pengajar, staf administrasi dan laboratorium di Jurusan THP atas bimbingan, pengetahuan, dan arahannya selama penulis menjadi mahasiswa.

6. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S. selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

7. Keluarga besar Laboratorium Penggelolaan Limbah Agroindustri THP FP Unila: Mbak Yanti, Mbak Amel, Dian, Siluh, Hartono, Garli, Vevi, Tifa, dan Fiqih atas dukungan, semangat dan nasehat kepada penulis.

8. Teman seperjuanganku Venti, Tina, Mpeb, Liana, Renny, Arin, Eni, dan Ayu, atas persahabatan, motivasi, dan kebersamaannya selama ini, semoga persahabatan kita akan selalu terjalin.

9. Teman-teman SOP 2008 dan adik-adik 2009 terimakasih atas perhatian dan bantuannya selama ini.

Semoga bantuan yang telah diberikan kepada penulis mendapat pahala dan ridho dari Allah SWT. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca Amiin.

Bandar Lampung, Agustus 2012


(45)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa : 1. Potensi emisi gas rumah kaca dari air limbah industri bioetanol berbahan

baku molasses (4,66 ton CO2e/kL etanol) lebih besar dari pada potensi emisi gas rumah kaca dari air limbah industri biotanol berbahan baku ubikayu (0,91ton CO2e/kL etanol).

2. Upaya mitigasi gas rumah kaca industri bioetanol berbahan baku ubikayu dapat dilakukan dengan pemanfaatan limbah menjadi sumber energi ramah lingkungan dengan pengurangan emisi sebesar 0,037 ton CO2e/kL etanol.

B. Saran

Thinslop dan vinasse memiliki potensi emisi gas rumah kaca yang cukup besar per kL etanol yang dihasilkan sehingga perlu dilakukan upaya penanggulangan untuk mengurangi dampak pemanasan global. Penanggulangan dilakukan dengan mengolah air limbah menjadi biogas sebagai sumber energi yang ramah lingkungan.


(1)

Dengan rasa syukur kehadirat Allah SWT Atas nikmat, petunjuk dan ridho-Nya Kupersembahkan karya kecil ini kepada:

Bapak dan Mamak (Almh.) tercinta, Bi Isah, Mas Dian, Mas Heri, Mbak Mar, dan Mbak Mugi, sebagai ungkapan

rasa bakti dan hormat atas segala do’a dan pengorbanan bagi keberhasilanku


(2)

“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.”

(QS. A Lam Nasyrah (94): 5-6)

Setiap kamu punya mimpi, taruh di depan keningmu. Jangan menempel. Biarkan dia menggantung, mengambang 5cm di depan keningmu.

Jadi dia tidak akan lepas dari matamu (Donny Dhirgantoro, 5CM)

Jarak antara sungguh-sungguh dan sukses hanya bisa diisi sabar. Sabar yang aktif, sabar yang gigih, sabar yang tidak menyerah, sabar yang penuh dari pangkal

sampai ujung yang paling ujung. Sabar yang bisa membuat sesuatu yang tidak mungkin menjadi mungkin, bahkan seakan-akan itu sebuah keajaiban dan

keberuntungan. Padahal keberuntungan adalah hasil kerja keras,

do’a, dan sabar yang berlebih.

(Ahmad Fuadi, Ranah 3 Warna)

Saat penting jangan menyerah, putus asa jadi harapan. (Penulis)


(3)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sukabanjar pada tanggal 9 Juli 1989. Penulis merupakan anak kelima dari lima bersaudara buah hati pasangan Bapak Sudarno dan Ibu Khasngilah Hasanah (Almh.).

Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-Kanak di TK Bhakti Kesuma pada tahun 1996, Sekolah Dasar di SD Negeri 1 Sukabanjar Gedong Tataan pada tahun 2002, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di SLTP Negeri 26 Bandar Lampung pada tahun 2005, dan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 3 Bandar Lampung pada tahun 2008.

Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) pada 2008. Selama menjadi mahasiswa penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Matematika dan Teknologi Hasil Perikanan dan Perairan. Pada bulan Juli-Agustus 2011, penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tematik di Desa Sungai Langka Kabupaten Pesawaran dengan judul Pengembangan Bisnis Perikanan Secara Terpadu. Pada bulan Januari-Februari 2012, penulis melaksanakan Praktik Umum di PT. Phillips Seafoods Indonesia Lampung Plant dengan judul Mempelajari Proses Produksi

Pasteurized Crab Meat Type Black Can di PT. Phillips Seafoods Indonesia Lampung Plant.


(4)

SANWACANA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, memberikan kekuatan jasmani dan rohani sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Potensi Emisi Gas Rumah Kaca dari Air Limbah Industri Bioetanol Berbahan Baku Ubikayu (Thinslop) dan

Molasses (Vinasse).

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada :

1. Bapak Dr. Eng. Ir. Udin Hasanudin, M.T. selaku pembimbing utama dan Ketua Jurusan THP atas bimbingan, arahan, bantuan, dan nasihat selama penelitian dan penyusunan skripsi.

2. Bapak Dr. Ir. Suharyono, A.S., M.S. selaku pembimbing kedua atas bimbingan, arahan, bantuan, dan nasihat selama penelitian dan penyusunan skripsi.

3. Bapak Dr. Ir. Tanto Pratondo Utomo, M.Si. selaku pembahas atas bimbingan, arahan, bantuan, dan nasihat selama penelitian dan penyusunan skripsi.

4. Ibu Ir. Fibra Nurainy, M.T.A. selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan, saran, masukan, dan perhatiannya kepada penulis.


(5)

5. Bapak dan Ibu dosen pengajar, staf administrasi dan laboratorium di Jurusan THP atas bimbingan, pengetahuan, dan arahannya selama penulis menjadi mahasiswa.

6. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S. selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

7. Keluarga besar Laboratorium Penggelolaan Limbah Agroindustri THP FP Unila: Mbak Yanti, Mbak Amel, Dian, Siluh, Hartono, Garli, Vevi, Tifa, dan Fiqih atas dukungan, semangat dan nasehat kepada penulis.

8. Teman seperjuanganku Venti, Tina, Mpeb, Liana, Renny, Arin, Eni, dan Ayu, atas persahabatan, motivasi, dan kebersamaannya selama ini, semoga persahabatan kita akan selalu terjalin.

9. Teman-teman SOP 2008 dan adik-adik 2009 terimakasih atas perhatian dan bantuannya selama ini.

Semoga bantuan yang telah diberikan kepada penulis mendapat pahala dan ridho dari Allah SWT. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca Amiin.

Bandar Lampung, Agustus 2012


(6)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa : 1. Potensi emisi gas rumah kaca dari air limbah industri bioetanol berbahan

baku molasses (4,66 ton CO2e/kL etanol) lebih besar dari pada potensi emisi

gas rumah kaca dari air limbah industri biotanol berbahan baku ubikayu (0,91ton CO2e/kL etanol).

2. Upaya mitigasi gas rumah kaca industri bioetanol berbahan baku ubikayu dapat dilakukan dengan pemanfaatan limbah menjadi sumber energi ramah lingkungan dengan pengurangan emisi sebesar 0,037 ton CO2e/kL etanol.

B. Saran

Thinslop dan vinasse memiliki potensi emisi gas rumah kaca yang cukup besar per kL etanol yang dihasilkan sehingga perlu dilakukan upaya penanggulangan untuk mengurangi dampak pemanasan global. Penanggulangan dilakukan dengan mengolah air limbah menjadi biogas sebagai sumber energi yang ramah lingkungan.