POTENSI EMISI GAS RUMAH KACA DARI AIR LIMBAH INDUSTRI TAPIOKA RAKYAT (ITTARA)

(1)

ABSTRACT

POTENTION OF GREENHOUSE GAS EMISSION FROM SMALL SCALE TAPIOCA INDUSTRIAL WASTEWATER

By

FEBILIAN ADIWINATA

The process of utilization wastewater tapioca as raw materials for biogas is one of alternative ways to reduce greenhouse gas emissions. Wastewater management system with CIGAR (Covered In Ground Anaerobic Reactor) methods producing methane (CH4), the gas gives a considerable contribution to global warming if release to the atmosphere. The purpose of this research is to evaluate wastewater production in small scale tapioca industry that affect to the formation of methane gas. The research was conducted in a small scale tapioca industry, named, PD. Semangat Jaya. Research carried out by collecting the wastewater quantity and quality data. The result showed that average of wastewater produced was about 59,66m3/day with production capacity 25,156 ton of cassava/day. The CODt inlet and outlet of biogas reactor were 10.278 mg/L and 772 mg/L, respectively. The potential of biogas production is about 367,62 m3/day or 198,51 m3/day of methane. Based on this data, the greenhouse gas emission potential is about 2,97 tons CO2e/day or 0.12 tons CO2e per ton of cassava.


(2)

ABSTRAK

POTENSI EMISI GAS RUMAH KACA DARI AIR LIMBAH INDUSTRI TAPIOKA RAKYAT (ITTARA)

Oleh

FEBILIAN ADIWINATA

Proses pemanfaatan air limbah tapioka sebagai bahan baku biogas merupakan salah satu cara alternatif untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. Sistem pengelolaan air limbah dengan metode CIGAR (Covered In Ground Anaerobic Reactor) menghasilkan gas metana (CH4), gas tersebut memberikan kontribusi cukup besar terhadap pemanasan global. Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi neraca air produksi ITTARA yang berpengaruh terhadap pembentukan gas metana dan menghitung emisi gas rumah kaca dari air limbah ITTARA. Metode penelitian yang digunakan yaitu metode survei dan pengukuran langsung di ITTARA PD. Semangat Jaya. Penelitian dilaksanakan dengan mengumpulkan data kuantitas dan kualitas air limbah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata air limbah sebesar 59,66 m3/hari dengan kapasitas produksi 25,156 ton singkong/hari. Nilai CODt inlet bioreaktor 10.278 mg/L dan outlet bioreaktor sebesar 772 mg/L. Menghasilkan potensi biogas 367,62 m3/hari, potensi gas metana 198,51 m3/hari dan potensi emisi gas rumah kaca 2,97 ton CO2e/hari atau 0,12 ton CO2e/ton singkong.


(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

i

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Kota Manna, Bengkulu Selatan pada tanggal 4 Februari 1992, merupakan anak kedua dari dua bersaudara, pasangan Bapak Adi Purnomo dan Ibu Endang Suharti. Penulis mengawali pendidikan formal di Taman Kanak-kanak Theobroma Unit Usaha Talo Pino, Nanjungan Bengkulu Selatan dan diselesaikan pada tahun 1998, Sekolah Dasar Negeri (SDN) 22 Semidang Alas Maras Kabupaten Seluma Bengkulu Selatan diselesaikan pada tahun 2004, Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 1 Natar Lampung Selatan diselesaikan pada tahun 2007, dan Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 1 Natar Lampung Selatan diselesaikan pada tahun 2010. Pada tahun 2010, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).

Selama diperguruan tinggi, penulis pernah menjadi asisten dosen mata kuliah Pengelolaan Limbah Agroindustri tahun 2012-2013. Pada tahun 2013, penulis melaksanakan Praktik Umum di Perusahaan PT Indofood Sukses Makmur Tbk, Divisi Bogasari Tanjung Priok Jakarta Utara dengan Judul Mempelajari Neraca Massa Produksi Pada Pembuatan Pasta Di PT Indofood Sukses Makmur Tbk, Divisi Bogasari Tanjung Priok Jakarta Utara. Selama menjadi mahasiswa penulis dipercaya menjadi Komandan Tingkat dan juga aktif di organisasi kemahasiswaan


(8)

ii

pada Himpunan Mahasiswa Jurusan Teknologi Hasil Pertanian sebagai anggota bidang 1 Pendidikan dan Penalaran pada periode 2011-2012 dan ikut berperan aktif dalam kegiatan yang dilaksanakan pihak jurusan.


(9)

(10)

(11)

SANWACANA

Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Potensi Emisi Gas Rumah Kaca Dari Air Limbah Industri Tapioka Rakyat (ITTARA)”. Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus kepada:

1. Bapak Dr. Eng. Ir. Udin Hasanudin, M.T. selaku ketua komisi pembimbing atas segala bantuan, saran, arahan, dukungan dan bimbingannya yang diberikan selama menyusun skripsi penulis.

2. Bapak Dr. Erdi Suroso, S.T.P., M.T.A. selaku anggota komisi pembimbing atas segala saran, semangat dan bimbingannya yang diberikan selama menyusun skripsi penulis.

3. Ibu Ir. Otik Nawansih, M.P. selaku penguji utama yang telah banyak memberikan kritik, saran dan bimbingan terhadap karya skripsi penulis.

4. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S. selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

5. Ibu Ir. Susilawati, M.Si selaku Ketua Jurusan Teknologi Hasil Pertanain, Fakultas Pertanian Universitas Lampung atas segala bantuan dan arahannya.


(12)

6. Bapak Dr. Ir. Murhadi, M.Si. selaku pembimbing akademik yang telah memberikan masukan dan saran selama Penulis menimba ilmu di Jurusan Teknologi Hasil Petanian Universitas Lampung.

7. Seluruh bapak dan ibu dosen THP serta seluruh karyawan yang telah sangat membantu selama perkuliahan dan penelitian ini atas semua bimbingan dan bantuannya.

8. Keluargaku tercinta: Bapak dan Ibu, Mbak dan Abang serta Danish atas doa, dukungan moril, nasihat, motivasi, serta kasih sayang yang tiada henti diberikan demi keberhasilanku.

9. Keluarga besar THP angkatan 2010: Mia, Tia, Trio, Laili, Feni, Adit, Ridwan, Okta, Merry, Susi, Nyoman, Sella serta kakak dan adik-adik angkatan 2008, 2009, 2011, dan 2012 terima kasih atas kekelurgaan dan nasehatnya selama ini.

10.Keluarga besar Laboratorium Pengelolaan Limbah Agroindustri THP FP Unila: Mbak yanti, Mas Joko, Mia, Kak Tia, Ivoni, Insyia, Kak Arafat, Kak Darmansyah, Kak Egi, Ibu Sinta, Mba Fiza, Mbak Amel dan Mas Midi atas dukungan, semangat dan nasehat kepada penulis.

Akhir kata, semoga Allah SWT membalas segala keikhlasannya, Jazakumullah khairan katsiran dan penulis berharap skripsi ini dapat memberikan informasi yang bermanfaat.

Bandar Lampung 11 Desember 2014


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

SANWACANA ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR ISTILAH ... viii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan Penelitian ... 4

1.3. Kerangka Pemikiran ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1. Produksi Singkong di Provinsi Lampung ... 7

2.2. Proses Pengolahan Tapioka di ITTARA ... 8

2.3. Air Limbah Tapioka ... 9

2.4. Karakteristik Air Limbah Industri Tapioka ... 11

2.4.1. Biochemical Oxygen Demand (BOD) ... 11

2.4.2. Chemical Oxygen Demand (COD) ... 12

2.4.3. Total Solid (TS) ... 12

2.4.4. Asam Sianida (HCN) ... 13

2.4.5. Derajat Keasaman (pH) ... 13

2.5. Pengelolaan Air Limbah Secara Anaerobik Menjadi Biogas . 14 2.6. Potensi Pemanfaatan Biogas Sebagai Energi Alternatif ... 16

2.7. Gas Rumah Kaca ... 18


(14)

III. BAHAN DAN METODE ... 23

3.1. Tempat dan Waktu Pelaksanaan ... 23

3.2. Alat dan Bahan ... 23

3.3. Metode Penelitian ... 24

3.4. Pelaksanaan Penelitian ... 25

3.4.1. Pengumpulan Data ... 25

3.4.2. Pengamatan ... 26

3.4.3. Perhitungan Potensi Emisi Gas Rumah Kaca ... 27

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 30

4.1. Total Chemical Oxygen Demand dan pH air limbah ... 30

4.2. Evaluasi Neraca Air Limbah Hasil Produksi ... 33

4.3. Perhitungan Potensi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) ... 36

V. SIMPULAN DAN SARAN... 39

5.1. Simpulan... 39

5.2. Saran ... 39

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(15)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Produksi singkong Provinsi Lampung Tahun 2008 – 2013 ... 7

2. Baku mutu air limbah industri tapioka ... 11

3. Konversi energi biogas ... 17

4. Indeks potensi pemanasan global GRK terhadap gas karbondioksida 19 5. Data produksi dan hasil samping PD. Semangat Jaya ... 33

6. Data neraca air proses PD. Semangat Jaya ... 34

7. Potensi emisi CO2e air limbah PD. Semangat Jaya ... 36


(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Diagram alir kerangka pemikiran ... . 6

2. Diagram alir proses pengolahan tepung tapioka di skala kecil ... . 10

3. Tahapan proses fermentasi pembentukan metana ... . 15

4. Titik pengambilan sampel air limbah ITTARA PD. Semangat Jaya .. 24

5. Skema pengukuran air pada water mater dan kadar air sampel ... . 26

6. Karakterisasi nilai rata-rata CODt air limbah ITTARA PD.Semangat Jaya ... 30

7. Karakterisasi nilai rata-rata pH air limbah ITTARA PD. Semangat Jaya ... 31

8. Neraca massa pengolahan tapioka di ITTARA PD. Semangat Jaya ... 35

9. Neraca air proses pengolahan tapioka di ITTARA PD. Semangat Jaya ... 35

10. Air limbah yang masuk kedalam kolam bioreaktor dengan kandungan bahan organik CODt inlet dan CODt outlet ... 36

11.Watermeter (pencatat laju alir air produksi) ... 53

12.Sampel padat yang dilakukan pengukuran kadar air ... 53

13.Pengambilan sampel air limbah ... 54

14.Spektrofotometer DR/4000U ... ... 54


(17)

16.Vial berisi reagen COD dan sampel ... ... 55

17.pH meter HM-20P... ... ... 56

18.Air limbah setelah pengendapan tapioka... ... ... 56

19.Air limbah pengendapan elot... ... ... 57

20.Kolam bioreaktor biogas (CIGAR)... ... ... 57


(18)

DAFTAR ISTILAH

No. Kata Keterangan

1 CIGAR Covered In Ground Anaerobic Reactor 2 CO2e Carbon DioxideEquivalent

3 COD Chemical Oxygen Demand

4 CODt Total Chemical Oxygen Demand 5 CODr Removal Chemical Oxygen Demand

6 EGRK Emisi Gas Rumah Kaca

7 GRK Gas Rumah Kaca

8 Gton Giga ton

9 GWP Global Warming Potential 10 HDPE High Density Polyethylene

11 IPCC Intergovernmental Panel On Climate Change 12 ITTARA Industri Tapioka Rakyat

13 KA Kadar Air

14 LPG Liqiud Petrolium Gas

15 RAN-GRK Rencana Aksi Nasional-Gas Rumah Kaca 16 SNC Second National Communication


(19)

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Singkong merupakan salah satu komoditi pertanian di Provinsi Lampung. Provinsi Lampung pada tahun 2013 memiliki luas panen untuk komoditi singkong sekitar 318.107 hektar dan jumlah produksi sebesar 8.329.201 ton (BPS Provinsi Lampung, 2014). Produksi singkong yang sangat tinggi memicu berdirinya industri tapioka skala kecil hingga besar di berbagai kawasan pedesaan Provinsi Lampung. Industri tapioka secara umum menggunakan banyak air untuk proses produksi sehingga akan menghasilkan air limbah dalam jumlah yang banyak (Kementerian Lingkungan Hidup, 2009). Menurut Aprizal (2011), proses pengolahan 1 ton singkong menjadi tepung tapioka menghasilkan air limbah sekitar 5.000 liter yang dapat dimanfaatkan. Air limbah industri tapioka sangat berpotensi untuk dimanfaatkan menjadi bahan baku produksi biogas melalui proses anerobik (Moertinah, 2010).

Menurut Hasanudin et al. (2006) dalam Usman (2011), pembentukan biogas dipengaruhi oleh jumlah air limbah yang dihasilkan dari proses produksi industri tapioka, hasil penelitian menunjukan produksi biogas dapat mencapai 27 m³/ton singkong yang diolah secara optimal. Air limbah saat ini telah dimanfaatkan sebagai sumber bioenergi di beberapa Industri Tapioka Rakyat (ITTARA), yang umumnya menggunakan bioreaktor sistem CIGAR (Covered In Ground


(20)

2

Anaerobic Reactor). Proses pemanfaatan air limbah tapioka sebagai bahan baku biogas merupakan salah satu cara alternatif untuk mengurangi emisi gas rumah kaca.

Menurut Suyitno dkk. (2010), biogas adalah campuran gas yang dihasilkan oleh bakteri metanogenik, terjadi pada material-material yang dapat terurai secara alami dalam kondisi anaerobik. Biogas memiliki berat berkisar 20% lebih ringan dibandingkan udara dan memiliki suhu pembakaran antara 650 sampai 750°C. Biogas tidak berbau dan tidak berwarna yang apabila dibakar akan menghasilkan nyala api biru cerah seperti gas LPG. Nilai kalor gas metana adalah 20 MJ/m3 dengan efisiensi pembakaran 60% pada konvesional kompor biogas. Menurut Hermawan dkk. (2007), biogas dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembangkit listrik, pemanas ruangan, pemanas air, serta apabila dikompresi biogas dapat menggantikan gas alam terkompresi yang digunakan pada kendaraan.

Menurut Suarsana dan Wahyuni (2011), dampak pemanasan global saat ini menjadi masalah serius yang dihadapi seluruh bagian dunia. Pemanasan global terjadi ketika panas sinar matahari yang terserap oleh permukaan bumi tidak dapat dipantulkan keluar atmosfer. Adanya gas rumah kaca di atmosfer menyebabkan panas matahari akan diserap dan tertahan di atmosfer. Proses ini yang mencegah terlepasnya panas matahari ke luar angkasa. Emisi gas rumah kaca disebabkan oleh meningkatnya kandungan karbon dioksida (CO2), metana (CH4) dan partikel polutan lainnya di atmosfer bumi. Dampak dari emisi gas rumah kaca yaitu meningkatkan suhu permukaan bumi (global warming) dan akan mengakibatkan


(21)

3

perubahan iklim yang sangat ekstrim serta terjadinya gangguan ekologis di bumi (Batan, 2005)

Gas rumah kaca memberikan dampak pemanasan global yang berbeda-beda, untuk membandingkan dampak yang ditimbulkan, digunakan Indeks Potensi Pemanasan Global (GWP-Global Warming Potential). Indeks GWP ditentukan dengan menggunakan CO2 sebagai acuan, yaitu dengan cara membandingkan satu satuan berat GRK tertentu dengan sejumlah CO2 yang memberikan dampak pemanasan global yang sama. Sumbangan emisi GRK tertinggi dihasilkan oleh gas CO2, hampir 55% emisi GRK berasal dari gas tersebut. Namun menurut Janzen (2004) bahwa gas CO2 yang dihasilkan dari perombakan bahan organik secara anaerobik dapat dimanfaatkan kembali oleh tumbuh-tumbuhan di darat dan gangang serta fitoplankton di laut untuk melakukan fotosintesis yang disebut siklus karbon. Gas CH4 hanya berkontribusi sekitar 15%, namun gas ini 21 kali lebih berpotensi menyebabkan efek rumah kaca dari gas CO2 (Balitbang Pertanian, 2011). Kondisi tersebut menyebabkan kerusakan lapisan ozon dan kenaikan suhu di bumi. Sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 61 tahun 2011 tentang Penyusunan Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAN-GRK) dan Nomor 71 tentang Penyelengaraan Inventarisasi Gas Rumah Kaca Nasional, pemerintah Indonesia telah mencanangkan suatu upaya yang fokus membahas mengenai penurunan emisi gas rumah kaca khususnya di Indonesia.

Menurut Kementerian Lingkungan Hidup (2009), berdasarkan skenario SNC (Second National Communication) tingkat emisi di Indonesia diperkirakan akan


(22)

4

meningkat dari 1,72 Gton CO2e pada tahun 2000, menjadi 2,95 Gton CO2e pada tahun 2020. Pemerintah Indonesia telah berkomitmen untuk mengurangi emisi GRK sebesar 26% atau 0,767 Gton CO2e pada tahun 2020 dan kemungkinan tambahan sebesar 15% atau 0,477 Gton CO2e bila ada bantuan pendanaan internasional (Perpres RAN-GRK, 2010).

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan antara lain:

1. Mengevaluasi produksi air limbah di ITTARA yang berpengaruh terhadap pembentukan gas metana.

2. Menghitung potensi emisi gas rumah kaca dari air limbah ITTARA tersebut.

1.3 Kerangka Pemikiran

Industri tapioka rakyat (ITTARA) merupakan salah satu jenis usaha industri di sektor pertanian yang memberikan kontribusi cukup besar terhadap perkembangan ekonomi masyarakat khususnya di Provinsi Lampung. Industri tapioka rakyat menghasilkan tepung tapioka sebagai produk utama dan air limbah yang cukup banyak. Sumber air limbah ITTARA berasal dari proses pencucian alat produksi, proses pencucian singkong dan proses pengendapan pati. Setiap 1 ton singkong yang diolah, akan menghasilkan air limbah 4.000 - 6.000 liter, (Aprizal, 2011). Menurut Hasanudin (2006) dalam Usman (2011) bahwa air limbah industri tapioka memiliki kandungan Chemical Oxygen Demand (COD) berkisar 18.000 - 25.000 mg/L. Bahan organik yang terdapat pada air limbah tapioka umumnya terdiri dari pati, serat, lemak dan protein. Nilai COD yang tinggi mampu


(23)

5

menurunkan kualitas lingkungan dan merusak ekosistem hayati. Senyawa organik yang terurai menjadi metana (CH4) dan karbondioksida (CO2) ditandai dengan menurunnya nilai COD pada air limbah.

Sistem pengelolaan air limbah dengan metode CIGAR menghasilkan metana (CH4) dan karbondioksida (CO2). Metana merupakan gas yang bersifat dapat terbakar (flammable gas) sehingga dapat dijadikan sebagai energi alternatif. Gas tersebut memberikan kontribusi sangat besar dalam pemanasan global bila terlepas ke udara. Menurut Janzen (2004), karbondioksida (CO2) yang dihasilkan dari perombakan bahan organik secara anaerobik dapat dimanfaatkan kembali oleh tumbuhan untuk melakukan fotosintesis yang disebut siklus karbon.

Perhitungan produksi air limbah yang dihasilkan oleh ITTARA perlu dilakukan untuk mengetahui gas metana dan potensi emisi gas rumah kaca yang akan dihasilkan. Sistem pengelolaan air limbah yang telah diterapkan oleh ITTARA yaitu sistem CIGAR. Penelitian dilaksanakan dengan mengumpulkan data kuantitas dan kualitas air limbah. Data kuantitas air limbah ITTARA terdiri dari jumlah air yang digunakan selama proses produksi berlangsung, melakukan analisis kadar air singkong, kulit, onggok, dan pati. Data kualitas air limbah meliputi karakteristik air limbah yaitu CODt dan pH. Potensi emisi gas rumah kaca industri tapioka rakyat (ITTARA) disajikan pada diagram alir kerangka pemikiran Gambar 1.


(24)

6

Gambar 1. Diagram alir kerangka pemikiran Perlu dihitung SINGKONG

CO2 danCH4

Emisi Gas Rumah Kaca

(GRK) BIOGAS - Proses pencucian alat - Proses pengendapan pati

Air Limbah

ITTARA

Perlu diukur

BIOREAKTOR Pencucian

singkong

Air cucian singkong

Siklus Karbon Fotosintesis


(25)

7

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Produksi Singkong di Provinsi Lampung

Singkong merupakan komoditi pertanian yang utama di Provinsi Lampung. Produksi singkong dalam jumlah ton di Provinsi Lampung tahun 2008 – 2013 mencapai 8.329.201 ton singkong, disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Produksi singkong Provinsi Lampung Tahun 2008 – 2013

Produksi Singkong per Tahun Luas Panen (Ha) Singkong (ton) 2008 2009 2010 2011 2012 2013 318.969 309.047 346.217 368.096 324.749 318.107 7.721.882 ton 7.569.178 ton 8.637.594 ton 9.193.676 ton 8.387.351 ton 8.329.201 ton Sumber : BPS Provinsi Lampung (2014)

Produksi singkong yang sangat tinggi ini telah mendorong berdirinya lebih dari 70 industri tapioka yang tersebar di seluruh daerah di Provinsi Lampung dengan skala produksi yang beragam salah satunya adalah Industri Tapioka Rakyat (ITTARA). Menurut Kurniarto (2006) dalam Aprizal (2011), perkembangan industri tapioka memberikan dampak bagi kehidupan masyarakat, dampak tersebut dapat bersifat positif maupun negatif. Dampak positif yaitu membawa penyerapan tenaga kerja dan sebagai penggerak perekonomian daerah sekitar, sedangkan dampak negatif yang dapat ditimbulkan antara lain adalah dampak limbah terhadap lingkungan yang cukup besar.


(26)

8

2.2 Proses Pengolahan Tapioka di ITTARA

Provinsi Lampung memiliki banyak industri tapioka yang tersebar diberbagai daerah, bahan baku yang digunakan adalah singkong yang diperoleh dari petani dan perkebunan inti yang dimiliki oleh industri. Proses produksi tepung tapioka dimulai dari proses penerimaan bahan baku, pencucian, pengelupasan kulit, pemarutan, penyaringan, pengendapan, penggilingan, pengeringan, pengayakan, pengemasan, dan penggudangan. Singkong sebagai bahan baku melalui proses pengelupasan kulit dan pencucian yang bertujuan untuk membersihkan kotoran seperti tanah, pasir dan kulit singkong. Proses selanjutnya yaitu pemarutan yang bertujuan untuk menghancurkan dinding sel singkong dan menghasilkan pati yang selanjutnya akan dilakukan proses pengekstraksian atau penyaringan bertujuan untuk memisahkan antara cairan yang mengandung pati dengan ampas.

Tahap pengekstraksian menghasilkan ampas yang disebut dengan onggok dengan jumlah relatif banyak. Cairan yang mengandung pati diendapkan pada bak-bak penampung selama kurun waktu tertentu, kemudian endapan pati diambil dan dilakukan penggilingan untuk menghaluskan pati dan memperluas permukaan agar pada proses pengeringan penguapan berjalan secara merata, hal ini bertujuan untuk menurunkan kadar air tapioka basah menjadi tepung tapioka yang memiliki kadar air sekitar 12,5% kemudain dilanjutkan dengan proses penyayakan. Produk yang dihasilkan dari proses pengayakan berupa tepung halus yang kemudian akan dilakukan tahapan akhir proses yaitu pengemasan dengan menggunakan karung yang terbuat dari nilon (Prayati, 2005).


(27)

9

Proses pengolahan tepung tapioka dibutuhkan air bersih sekitar 5 m3/ton singkong. Air bersih tersebut digunakan pada semua proses produksi tepung tapioka baik proses pemarutan, ekstraksi, pemisahan, dan penurunan kadar air. Selain untuk kelancaran proses produksi air bersih ini juga digunakan sebagai pembersihan alat produksi, sehingga dapat dikatakan air limbah yang dihasilkan berasal dari proses pencucuian, pembersihan alat produksi, lantai pabrik, serta dari proses pengolahan tepung tapioka (Paryati, 2005). Proses pengolahan tepung tapioka di industri skala kecil pada umumnya disajikan pada Gambar 2.

2.3 Air Limbah Tapioka

Singkong diolah menjadi tapioka menghasilkan air limbah yang berasal dari beberapa sumber antara lain berasal dari pencucian singkong, air buangan, pencucian alat dan separator. Menurut Hasanudin, (2006) dalam Adnan, (2009) berdasarkan neraca massa proses produksi tapioka terlihat bahwa air limbah yang dihasilkan dalam jumlah yang relatif besar yaitu ± 20 m3/ton tapioka atau 5 m3/ton singkong yang terdiri dari air proses dan air yang terkandung dalam bahan baku. Berdasarkan karakteristik air limbah industri tapioka skala besar yang mempunyai konsentrasi COD sekitar 18.000 - 25.000 mg/L, diketahui bahwa pengolahan 1 ton singkong menjadi tapioka menghasilkan air limbah dengan jumlah COD sekitar 72 – 125 kg.


(28)

10

Gambar 2 : Diagram alir proses pengolahan tepung tapioka di skala kecil Sumber : Bapedal (1996) dalam Suroso (2011)

Jumlah yang sangat besar dan berpotensi akan menimbulkan pencemaran lingkungan bila tidak dilakukan pengelolaan air limbah secara tepat. Air merupakan bahan pembantu utama dalam proses produksi tapioka, yang sampai saat ini pemakaiannya terus dikaji agar terjadi efisiensi penggunaan air.

Singkong

Pengupasan kulit

Penggilingan Pencucian singkong

Pengupasan kulit

Pemarutan

Ekstraksi Pengendapan

Penjemuran

Pengayakan

Tepung Tapioka Air

Air

Kulit + kotoran

Air buangan

Onggok

Air buangan


(29)

11

2.4 Karakteristik Air Limbah Industri Tapioka

Industri tapioka menghasilkan air limbah selama proses produksi berjalan, air limbah yang dihasilkan bersumber dari pencucian singkong, pencucian alat dan hasil pengendapan pati. Kualitas air limbah industri tapioka diukur dari konsentrasi padatan tersuspensi, pH, COD, dan BOD. Baku mutu standar air limbah industri tapioka terdapat didalam Peraturan Gubernur Provinsi Lampung nomor 7 tahun 2010. Baku mutu unutk air limbah industri tapioka disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Baku mutu air limbah industri tapioka.

Parameter Kadar Maksimum

BOD5 150 mg/L

COD 300 mg/L

TSS 100 mg/L

Sianida 0,3 mg/L

pH 6,0 – 9,0

Debit Limbah Maksimum 30m3 per ton produk

Sumber : Peraturan Gubernur Provinsi Lampung nomor 7 tahun 2010

2.4.1. Biochemical Oxygen Demand (BOD)

Biochemical Oxygen Demand adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh aktivitas mikroba untuk mengurai zat-zat organik secara biologis di dalam air limbah melalui proses oksidasi biogas, biasanya dihitung selama periode 5 hari sampai dengan 20 hari dengan suhu 20ᴼC. Air limbah industri tapioka mengandung zat organik yang terdiri dari pati, protein, sedikit lemak dan minyak serta zat organik lainnya yang ditandai dengan banyaknya zat-zat terapung dan menggumpal. Jumlah zat terlarut dalam air limbah dapat diketahui dengan


(30)

12

melihat nilai BOD, semakin tinggi nilai BOD semakin tinggi tingkat pencemaran pada air limbah tersebut. Menurut Sofyan dkk. (1994) air limbah tapioka memiliki nilai BOD berkisar 5.000 - 20.000 mg/L. Angka BOD dinyatakan dalam satuan mg/L atau ppm (part per million) dan biasanya pula dinyatakan dalam bentuk beban yaitu gram atau kilogram per satuan waktu.

2.4.2 Chemical Oxygen Demand (COD)

Chemical Oxygen Demand adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan atau zat organik yang dapat teroksidasi oleh senyawa oksidator. Zat tersebut dapat dioksidasi oleh bahan kimia kalium dikromat (K2Cr2O7) sebagai oxidizing agent dalam asam, misalnya sulfat, nitrit kadar tinggi, dan zat-zat reduktor lainnya. Nilai COD merupakan parameter yang digunakan untuk menentukan jumlah bahan organik yang ada di dalam air limbah. Bahan organik tersebut dapat berupa biodegradasi dan non biodegradasi dalam air limbah. Nilai COD biasanya dua atau tiga kali lipat melebihi nilai BOD. Kisaran angka COD adalah 7.000 - 30.000 mg/L (Prayitno, 2008).

2.4.3 Total Solid (TS)

Total solid adalah bahan yang tertinggal sebagai residu pada penguapan dan pengeringan pada suhu 103 - 105ᴼC. Total solid terdiri atas bahan terlarut (dissolved solid) dan tidak terlarut (suspended solid) yang ada di dalam air limbah. Tingginya padatan tersuspensi dalam ukuran koloid sampai dispersi kasar di dalam air menyebabkan penurunan kualitas terhadap air tersebut, dan padatan tersuspensi akan mempengaruhi kekeruhan air dan warna air. Menurut Sutrisno dan Suciastuti (1991), dalam Vegantara (2009). Pengukuran total solid cara


(31)

13

pengeringan sampel pada temperatur dan waktu tertentu kemudian perbandingan berat sampel awal sebelum dan sesudah proses pengeringan menunjukan konsentrasi solid dalam air.

2.4.4 Asam Sianida (HCN)

Industri tapioka juga menggunakan singkong beracun sebagai bahan baku karena harganya yang murah. Singkong beracun merupakan jenis singkong yang banyak mengandung sianida. Singkong mengandung senyawa sianogenik linamarin, senyawa ini jika terhidrolisis akan menjadi glukosa, aseton, dan asam sianida, (Sosrosoedirdjo, 1993). Terjadinya kontak dengan udara (O2), HCN akan mudah terhidrolisa oleh sebab itu kandungan sianida bukan penyebab utama timbulnya pencemaran. Menurut Barana dan Cereda (2000) dalam Aprizal (2011), limbah cair industri tapioka memiliki kandungan sianida sebanyak 33,59 ppm.

2.4.5 Derajat Keasaman (pH)

Derajat Keasaman merupakan suatu nilai yang menunjukan tingkat keasaman atau alkalinitas dari air limbah tapioka. Penurunan pH menunjukan bahwa di dalam air limbah tapioka tersebut telah terjadi aktifitas jasad renik yang mendegradasi bahan organik yang mudah terurai menjadi asam-asam. Air limbah tapioka yang masih segar mempunyai pH 6 – 6,5 dan akan turun menjadi sekitar 4 (Prayitno, 2008). Kecepatan perkembangan organisme merosot sangat pesat pada pH di bawah 6 dan diatas 8. Konsentrasi ion hidrogen adalah ukuran kualitas dari air maupun air limbah. Air limbah dengan konsentrasi air limbah yang tidak netral akan menyulitkan proses biologis, sehingga mengganggu proses penjernihannya, nilai pH yang baik bagi air limbah dan air minum adalah netral (Vegantara, 2009).


(32)

14

2.5 Pengolahan Air Limbah Tapioka Secara Anaerobik Menjadi Biogas Proses pengolahan anaerobik adalah proses penguraian senyawa-senyawa organik yang terkandung dalam air limbah oleh mikroorganisme menjadi gas metana (CH4) dan karbon dioksida (CO2) serta biogas sebagai produk akhir dalam kondisi tanpa menggunakan oksigen. Air limbah yang memiliki kandungan bahan-bahan organik dengan konsentrasi tinggi merupakan limbah yang sesuai untuk diproses dalam sistem fermentasi anaerobik. Menurut Maryanti (2011), komposisi biogas terdiri atas metana (CH4) sebesar 55-75%, karbon dioksida (CO2) berkisar 25-45%, nitrogen (N2) berkisar 0-0,3%, dan hidrogen sulfida (H2S) berkisar 0-3,5%, dan oksigen (O2) berkisar 0,1-0,5%. Pembentukan gas metana melalui metabolisme anaerobik merupakan proses bertahap dengan tiga tahap utama yaitu hidrolisis, asidogenesis, dan metanogenesis Gambar 3.

Tahap awal fermentasi pembentukan gas metan akan terjadi perombakan senyawa organik kompleks berupa polimer seperti lipida, polisakarida dan protein menjadi senyawa yang lebih sederhana berupa monomernya yaitu asam lemak, gliserin, mono dan disakarida serta asam amino yang akan dihidrolisis oleh bakteri hidrolitik di dalam air limbah dengan melibatkan enzim ekstra seluler seperti sellulase, protease,


(33)

15

Hydrolisis Hydrolitic Bacteria

Acidogenesis Acidogenic Bacteria

Hydrogenogenesis

H2– dihasilkan dari bakteri Methanogenesis Acetogenic

Bakteri Metanogenik

Gambar 3. Tahapan proses fermentasi pembentukan metana. Sumber : Hasanudin dkk. (2012) dalam Indraningtyas (2013)

dan lipase. Tahap kedua melibatkan bakteri asidogenik untuk mendegradasi komponen yang telah dihasilkan pada tahap pertama menjadi hasil antara seperti asam lemak volatil, alkohol, asam laktat, senyawa mineral seperti karbondioksida (CO2), hidrogen (H2), amoniak (NH3) dan hidrogen sulfida (H2S). Tahap ketiga merupakan metanogenesisi yang melibatkan bakteri perombak hasil antara menjadi produk akhir berupa metana dan karbondioksida. Bakteri metanogenik pada dasarnya tidak dapat merombak alkohol selain methanol dan asam organik

Bahan organik tak larut dan Bahan Organik kompleks terlarut

Bahan organik sederhana terlarut

Asam Volatile dan produk lain Asam format,

asam asetat, CO2 dan H2


(34)

16

selain asam asetat dan asam format sehingga diperlukan bakteri asidogenik sebagai penghasil hidrogen untuk membentuk metanol dan asam asetat dari alkohol dan asam organik lain. Metana dihasilkan dari asetat atau dari reduksi karbondioksida oleh bakteri asetotropik dan hidrogenotropik dengan menggunakan hidrogen.

Menurut Hasanudin (1993) dalam Indraningtyas (2013) keberhasilan proses pembentukan gas metana dapat dipengaruhi dari beberapa faktor yaitu laju pembebanan air limbah, konsentrasi mikroorganisme di dalam bioreaktor, keberhasilan kontak antara mikroorganisme dengan bahan organik dalam air limbah, serta kondisi proses fermentasi seperti pH dan temperatur. Menururt Omer dan Fadalla (2003) dalam Indraningtyas (2013), kondisi optimal dalam proses pembentukan biogas dapat dicapai dengan suhu 30 - 35ᴼC, pH 6,8-7,5, rasio karbon terhadap nitrogen (C/N ratio) 20-30, kadar padatan 7 - 9% dan waktu tinggal hidraulik 20-40 hari.

2.6 Potensi Pemanfaatan Biogas Sebagai Energi Alternatif

Biogas yang dihasilkan dari proses fermentasi secara anaerobik dengan bantuan aktivitas mikroba anaerobik dari bahan-bahan organik di antaranya limbah rumah tangga, limbah industri, dan kotoran hewan memiliki potensi yang besar untuk dimanfaatkan sebagai energi alternatif terbarukan. Biogas yang dihasilkan tidak memiliki warna, tidak berbau dan bersifat flammable (mudah terbakar). Sifat biogas yaitu 20% lebih ringan dari udara dan memiliki suhu pembakaran antara 650ºC sampai dengan 750ºC, yang apabila dibakar akan menghasilkan nyala api


(35)

17

biru seperti gas LPG. Nilai Kalor gas metana adalah 20 MJ/m³ dengan efisiensi pembakaran 60% pada konvesional kompor biogas, (Widodo dkk., 2006).

Biogas dapat dimanfaatkan sebagai bahan pembangkit listrik, pemanas ruangan, memasak, dan pemanas air. Jika dikompresi, biogas dapat menggantikan gas alam terkompresi yang digunakan sebagai bahan bakar pada kendaraan bermotor. Menurut Hermawan et al. (2007) dalam Amelia (2012), di Indonesia nilai potensial pemanfaatan biogas ini akan terus meningkat karena adanya jumlah bahan baku biogas yang melimpah dan rasio antara energi biogas dan energi minyak bumi yang menjanjikan. Konversi energi biogas dan penggunaannya disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Konversi energi biogas.

Penggunaan Energi 1 m³ biogas

Penerangan* Listrik *

Pengganti bahan bakar** Minyak Tanah

Solar

Sebanding dengan lampu 60-100 W selama 6 jam

sebanding dengan 1,25 KWH listrik 0,62 liter

0,52 liter

Sumber: *) Kristoferson dan Bolkaders (1991) dalam Haryati (2006) **) Ditjen PPHP Departemen Pertanian RI (2009)

Gas metana merupakan gas yang mengandung satu atom C dan empat atom H serta memiliki sifat mudah terbakar. Gas metana yang dihasilkan dapat dibakar sebagai energi panas. Satu mol metana memerlukan dua mol oksigen untuk dapat dioksidasi menjadi CO₂ dan air. Hal tersebut mengakibatkan setiap produksi 16 gram metana dapat menurunkan COD air limbah sebanayak 64 gram, stabilisasi 1


(36)

18

pound COD dapat menghasilkan 5,62 ft³ metana atau 0,35 m³ metana/kg COD pada suhu dan tekanan standar menururt Grady dan Lim (1980).

2.7 Gas Rumah Kaca

Pemanasan global disebabkan oleh terakumulasinya gas rumah kaca dalam jumlah yang sangat berlebih serta mampu mengakibatkan berlubangnya lapisan ozon bumi. Gas rumah kaca adalah gas-gas yang terdapat di atmosfer yang memiliki kemampuan unutk menyerap radiasi matahari yang dipantulkan oleh bumi, sehingga mengakibatkan suhu dipermukaan bumi menjadi meningkat. Efek rumah kaca (green house effect) adalah suatu sifat alami yang penting dari atmosfer, karena jika hal ini tak terjadi suhu rata-rata pada permukaan bumi akan menjadi -18⁰C. Bumi menyerap radiasi dari matahari, terutama pada permukaan bumi. Pemanasan global merupakan salah satu indikasi dari perubahan iklim. Perubahan iklim diindikasikan dengan bergesernya musim hujan dan kemarau, perubahan curah hujan, perubahan suhu untuk beberapa periode 30 tahunan, (Samiaji, 2011). Perhitungan simulasi yang telah dilakukan ilmuan, efek rumah kaca meningkatkan suhu rata-rata bumi 1 - 5⁰C, bila kecenderungan peningkatan gas rumah kaca tetap seperti sekarang akan menyebabkan peningkatan pemanasan global antara 1,5 - 4,5⁰C sekitar tahun 2030 (Suarsana, 2011).

Kegiatan manusia menambah konsentrasi gas rumah kaca yang ada di atmosfer, dan akan meningkatkan efek pemanasan. Intergovernmental Panel on Climate Change (2007), menyimpulkan bahwa, sebagian besar peningkatan suhu rata-rata global sejak pertengahan abad ke-20 kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat aktivitas manusia melalui


(37)

19

efek rumah kaca. Efek rumah kaca meningkat dikarenakan bertambahnya konsentrasi gas-gas rumah kaca. Menurut konvensi PBB mengenai Perubahan Iklim (United Nations Framework Convention on Climate Change – UNFCCC), terdapat enam jenis gas yang digolongkan sebagai GRK, yaitu karbondioksida (CO₂), dinitro oksida (N₂O), metana (CH₄), sulfurheksaflorida (SF6), perflorokarbon (PFCS), dan hidroflorokarbon (HFCS) (Trismidianto dkk., 2009). Gas yang digolongkan sebagai GRK memiliki nilai indeks potensi pemanasan global yang berbeda-beda yang dapat memberikan dampak negatif terhadap pemanasan global. Nilai indeks potensi pemanasan global disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Indeks potensi pemanasan global GRK terhadap gas karbon dioksida. Jenis Gas Indeks Potensi Pemanasan Global

CO2 1

CH4 21

N2O 310

HFCS 500

SF6 9200

Sumber : IPCC (2006)

Sifat gas rumah kaca yaitu meningkatkan temperatur bumi dengan cara menangkap radiasi gelombang pendek dari matahari dan memantulkannya ke bumi. Gas rumah kaca juga memantulkan radiasi gelombang panjang ke bumi. Dampak dari gas rumah kaca adalah pemanasan global dan efek rumah kaca, dampak turunan dari pemanasan global salah satunya adalah perubahan iklim yang tak menentu dan cuaca ekstrim. Pemanasan global mendapatkan radiasi matahari tambahan lagi karena terdapatnya lubang ozon. Penipisan ozon mengakibatkan radiasi sinar ultraviolet dari matahari yang masuk ke bumi semakin besar intensitasnya (Trismidianto dkk., 2009).


(38)

20

Menurut Trismidianto dkk., (2009), terdapat empat sektor sumber gas rumah kaca berasal yaitu sektor energi, sektor kehutanan, sektor pertanian dan sektor peternakan. Sektor energi, pemanfaatan bahan bakar fosil seperti minyak bumi, batu bara dan gas secara berlebihan dalam berbagai keperluan merupakan penyebab utama dilepaskannya emisi gas rumah kaca ke atmosfer. Sektor kehutanan, kegiatan pembukaan lahan, penebangan liar, perubahan kawasan hutan menjadi industri dan kegiatan lainnya yang bersifat merusak hutan, menyebabkan lepasnya beberapa jumlah emisi gas rumah kaca yang sebelumnya disimpan di dalam pohon tersebut. Sektor pertanian, emisi gas rumah kaca terutama berasal dari metana (CH₄) yang dihasilkan dari sawah yang tergenang, penggunaan pupuk, pembakaran padang sabana, dan pembusukan sisa-sisa pertanian, serta limbah-limbah yang tak termanfaatkan secara optimal, seperti limbah agroindustri pertanian. Sektor peternakan, emisi gas rumah kaca berupa gas metana (CH₄) dilepaskan dari kotoran ternak yang membusuk dan tak termanfaatkan. Menurut IPCC (Intergovernmental Panel On Climate Change) menyatakan jika laju emisi gas rumah kaca dibiarkan terus menerus tanpa adanya tindakan pencegahan untuk menguranginya, maka suhu global rata-rata akan meningkat dengan laju 0,3⁰C setiap 10 tahun.

2.8 Siklus Karbon

Siklus karbon adalah siklus biogeokimia yang mencakup pertukaran atau perpindahan karbon diantara biosfer, pedosfer, geosfer, hidosfer dan atmosfer bumi. Hutan , tanah, laut dan atmosfer menyimpan karbon yang berpindah secara dinamis sepanjang waktu. Tempat penyimpanan karbon disebut kantong karbon


(39)

21

aktif (active carbon pool). Hutan banyak menyimpan karbon, sehingga penggundulan hutan akan menganggu keseimbangan karbon dengan meningkatkan jumlah karbon yang berada di atmosfer dan mengurangi karbon yang tersimpan di hutan (Sutaryo, 2009). Menurut Sutaryo (2009), proses fotosintesis dapat mengurangi jumlah karbon (CO2) di atmosfer dan menyimpannya dalam jaringan tumbuhan. Semua komponen penyusun vegetasi hutan seperti pohon, semak, liana maupun epifit merupakan bagian dari biomassa atas permukaan. Tempat penyimpanan karbon disebut kantong karbon aktif (active carbon pool). Hutan banyak menyimpan karbon sehingga penggundulan hutan akan menganggu keseimbangan karbon dengan meningkatkan jumlah karbon yang berada di atmosfer dan mengurangi karbon yang tersimpan di hutan (Sutaryo, 2009). Menurut Janzen (2004), bahwa karbon dapat diambil dan dikembalikan ke atmosfer melalui beberapa cara antara lain :

1. Ketika matahari bersinar, tumbuhan melakukan fotosintesis untuk mengubah karbondioksida menjadi karbohidrat dan melepaskan oksigen ke atmosfer. Proses ini akan lebih banyak menyerap karbon pada hutan dengan tumbuhan yang baru saja tumbuh atau hutan yang sedang mengalami pertumbuhan yang cepat.

2. Permukaan laut di daerah kutub memiliki temperatur yang lebih rendah yang memungkinkan CO

2 lebih mudah larut, selanjutnya CO2 yang larut tersebut akan terbawa oleh sirkulasi termohalin yang membawa massa air di permukaan yang lebih berat ke lapisan air yang lebih dalam.


(40)

22

3. Di lapisan air dekat permukaan (uper ocean), pada daerah dengan produktivitas

yang tinggi, organisme membentuk jaringan yang mengandung karbon dan beberapa organisme juga membentuk cangkang karbonat dan bagian-bagian tubuh lainnya yang keras. Proses ini akan menyebabkan aliran karbon ke lapisan air yang lebih dalam.

4. Pelapukan batuan silikat, proses ini tidak memindahkan karbon ke dalam reservoir yang siap untuk kembali ke atmosfer. Pelapukan batuan karbonat tidak memiliki efek netto terhadap CO

2 atmosferik karena ion bikarbonat yang terbentuk terbawa ke laut dimana selanjutnya dipakaiuntukmembuat karbonat laut dengan reaksi yang sebaliknya (reverse reaction).


(41)

23

III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di ITTARA PD. Semangat Jaya, Desa Sri Rejeki, Kecamatan Negeri Katon, Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung dan Laboratorium Pengelolaan Limbah Agroindustri Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada bulan Mei sampai dengan September 2014.

3.2 Alat dan Bahan

Peralatan yang digunakan adalah biogas reaktor sistem CIGAR (Covered In Ground Anaerobic Reactor) yang telah ada di ITTARA PD. Semangat Jaya, Water meter, Gas chromatography (Shimadzu GC-2014), Neraca analitik (Shimadzu AUY 220), HACH spektrofotometri DR4000, Reaktor unit DRB200, pH meter HM-20P, Desikator, Cool box, refrigerator, sentrifuge AS-ON.E, dan alat-alat bantu analisis.

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah air limbah tapioka,, singkong, kulit, onggok, tapioka yang diambil dari ITTARA, dan bahan-bahan untuk analisis.


(42)

24

3.3 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei dan pengukuran langsung di ITTARA PD.Semangat Jaya. Sampel yang digunakan diambil dari ITTARA PD. Semangat Jaya. Sampel tersebut berupa air limbah tapioka, singkong, kulit singkong, onggok, tapioka dan elot. Sampel air limbah terdiri dari lima titik pengambilan sampel yang berbeda yaitu air limbah setelah pengendapan tapioka, air limbah setelah pengendapan elot, air limbah pencucian singkong, inlet bioreaktor dan outlet bioreaktor, untuk mendapatkan data kualitas air limbah.

Perhitungan emisi gas rumah kaca menggunakan faktor-faktor emisi yang telah disepakati secara global. Data hasil pengamatan disajikan dalam bentuk tabel dan grafik kemudian dibahas secara deskriptif. Titik pengambilan sampel air limbah ITTARA PD. Semangat Jaya disaijkan pada Gambar 4.


(43)

25

Bioraktor yang digunakan yaitu bioreaktor dengan sistem CIGAR. Pengamatan yang dilakukan terhadap sampel yaitu nilai Total Chemical Oxygen Demand (CODt) dan pH. Proses pengamatan dan pengambilan sampel di lapangan dilakukan dua kali dalam seminggu yang disesuaikan dengan jadwal produksi ITTARA PD. Semangat Jaya kemudian sampel dilakukan analisis di laboratorium Pengelolaan Limbah Agroindustri.

3.4 Pelaksanaan Penelitian 3.4.1 Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan air limbah tapioka, air limbah tapioka diambil dari empat titik pengambilan sampel yang berbeda, terdiri dari air limbah setelah pengendapan pati, air limbah setelah pengendapan elot, inlet bioreaktor dan outlet bioreaktor, ditentukan karakterisasinya dengan menganalisis nilai CODt dan pH. Bioreaktor memiliki saluran masuk (inlet) air limbah yang berfungsi untuk masuknya air limbah ke dalam bioreaktor dan saluran keluar (outlet) air limbah. Pengambilan sampel menggunakan botol sampel berukuran 500 mL. Jumlah air yang digunakan selama proses produksi berlangsung pada alat water meter juga dilakukan pencatatan, serta dilakukannya pencatan jumlsh dsn pengukuran kadar air singkong, kulit, onggok, pati dan elot. Data hasil pengamatan yang diperoleh ditampilkan dalam bentuk tabel dan grafik, kemudian digunakan untuk menghitung potensi neraca air limbah dan potensi emisi gas rumah kaca. Skema pengukuran jumlah air bersih untuk proses produksi yang tercatat pada water mater dan kadar air sampel disajikan pada Gambar 5.


(44)

26

Gambar 5. Skema pengukuran air pada water mater dan kadar air sampel.

3.4.2 Pengamatan

Pengamatan yang dilakukan adalah CODt, pH, volume air bersih untuk proses produksi dan pengukuran konsentrasi gas metana.

Pengukuran CODt

Pengukuran CODt dilakukan guna mengetahui total kebutuhan oksigen untuk mengoksidasi bahan organik (baik yang terlarut maupun yang tidak larut) dalam air limbah secara kimia. Ambil sebanyak 0,2 mL menggunakan mikropipet, sebelumnya sampel limbah diaduk terlebih dahulu. Masukkan ke dalam vial yang berisi reagen COD, kemudian panaskan dengan reactor unit DBR 200 pada suhu 150oC selama 2 jam. Setelah dipanaskan, keluarkan vial dan dibiarkan hingga dingin (suhu ruang) kemudian diukur nilai CODt dengan HACH Spektrofotometri DR4000 (HACH Company, 2004).


(45)

27

Pengukuran pH

Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter. Sampel diletakkan dalam erlenmeyer dan pH meter kemudian dipersiapkan. Kemudian pH meter dicelupkan ke dalam sampel yang berada di erlenmeyer lalu diaduk-aduk. Angka-angka pada layar pengukuran akan terus berubah, pengukuran pH dengan menggunakan pH meter ini selesai apabila angka pada layar tidak lagi berubah (DKK-TOA Corporation, 2004).

Pencatatan volume air bersih

Pencatatan air bersih dilakukan untuk mengetahui total kebutuhan air bersih selama proses produksi berlangsung. Pencatatan tersebut menggunakan alat yaitu water meter sehingga total air bersih untuk proses produksi dapat tercatat dengan baik.

Konsentrasi gas metana

Biogas yang diproduksi oleh bioreaktor dianalisis kandungan gas metannya dengan GC (Gas Chromatography) merk Shimadzu GC-2014, menggunakan column jenis shincarbon dengan panjang 1-4 meter dan detektor TCD (Thermal Conductivity Detector), pada temperatur 200⁰C dan current 80 mA untuk mengetahui konsentrasi gas metana. (Shimadzu Corporation, 2004).

3.4.3 Perhitungan Potensi Emisi Gas Rumah Kaca

Air limbah ITTARA PD. Semangat Jaya memiliki potensi yang sangat besar sebagai gas rumah kaca karena terjadinya pembentukan gas metana (CH₄),


(46)

28

sehingga ditentukan karakteristiknya dengan menganalisis parameter yang berkaitan langsung dengan pembentukan gas metana (CH₄) yaitu nilai CODt (Total Chemical Oxygen Demand).

a. Perrhitungan Jumlah Air Limbah

s

Keterangan :

E = Air limbah yang dihasilkan (m3/hari) A = Singkong (ton/hari)

KAA = Kadar air singkong (%)

B = Debit air yang digunakan (m3/hari) C = Berat tapioka (ton/hari)

KAC = Kadar air tapioka (%) D = Berat onggok (ton/hari) KAD = Kadar air onggok (%) F = Berat kulit (ton/hari) KAF = Kadar air kulit (%) G = Berat elot (ton/hari) KAG = Kadar air elot (%)

b. Nilai Pembebanan COD (COD load)

Keterangan :

Pembebanan COD = Nilai COD (kg/hari)

L aju alir = Jumlah air limbah (m³/hari) CODin = COD inlet (mg/L)

Sumber : (Tchobanoglous et al. 2003)

Pembebanan COD = Laju alir x CODin


(47)

29

c. COD removal

Keterangan :

CODremoval = Nilai COD terurai (mg/L) CODin = Nilai COD inlet (mg/L) CODout = Nilai COD outlet (mg/L) Laju alir = Jumlah air limbah (m³/hari) Sumber : (Tchobanoglous et al. 2003)

d. Potensi gas metana

Keterangan :

CH4 = Jumlah potensi gas metana (m3/hari) CODr = COD removal (kg/hari)

Berat CH4 = mol CH4** x berat molekul CH4

*) 1 kg CODr = 0,35 m3 CH4 (Tchobanoglous et al, 2003) **) 1 mol gas CH4 dalam keadaan STP yaitu setara dengan 22,4 L

e. Potensi Biogas

Keterangan :

Biogas = Jumlah potensi biogas (m3/hari) CH4 = Jumlah potensi gas metana (m3/hari) % metana = Konsentrasi gas metan dalam biogas

Sumber : (Tchobanoglous et al. 2003)

f. Potensi Emisi CO2e dari GWPCH4

Keterangan :

Potensi Emisi = Potensi Emisi CO2e dari CH4 ( g CO2e / hari) CH4 = Total metan dari biogas (g / hari)

GWPCH4 = 21 (IPCC Tools, 2006) Sumber : IPCC, (2006)

Biogas = CH4 / % metana

Potensi Emisi = CH4 x GWPCH4 CODr = CODin – CODout x Laju alir


(48)

39

V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan

1. Industri tapioka rakyat PD. Semangat Jaya dengan kapasitas produksi bahan baku singkong 25,156 ton menghasilkan air limbah sebesar 59,66 m3/hari atau 2,37 m3/ton singkong.

2. Bioreaktor CIGAR dengan CODremoval sebesar 92% menghasilkan biogas 367,62 m3/hari atau 14,6 m3/ton singkong. Potensi emisi gas rumah kaca yang dihasilkan sebesar 2,97 ton CO2e/hari atau 0,12 ton CO2e/ton singkong.

B. Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pemanfaatan biogas sebagai sumber energi alternatif terbarukan (renewable energy).


(49)

DAFTAR PUSTAKA

Adnan, M.G. 2009. Pedoman Pengelolaan Limbah Industri Pengolahan Tapioka. Program Agroindustry to Zerowaste. Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2009. Jakarta.

Amelia, J.R. 2012. Rekayasa Proses Aklimatisasi Bioreaktor Akibat Perubahan Substrat dari Thinslop ke Vinasse. Tesis. Program Studi Magister Teknologi Agroindustri. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Aprizal, D. 2011. Potensi Pemanfaatan Limbah di Industri Tapioka Rakyat Terpadu. Tesis. Program Studi Magister Teknologi Agroindustri. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2011. Teknologi Mitigasi Gas Rumah Kaca (GRK) dari Lahan Sawah. SinarTani Agroinovasi Edisi 6-12 April 2011.

http://www.litbang.deptan.go.id/download/one/100/file/Teknologi-Mitigasi-Gas-Rum.pdf. Diakses pada tanggal 12 November 2013. Badan Teknologi Nuklir Nasional. 2005. Pengaruh Masalah Lingkungan Global

Terhadap manusia. http://www.batan.go.id/01/01/02/02.html

ensiklopedia teknologo nuklir vol: 1. Diakses pada tanggal 19 Oktober 2014.

Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung. 2014. Lampung dalam Angka 2013. Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung.

http://www.bps.go.id/publikasi/buku/lda2013/index. html# /240-241/zoomed Diakses pada tanggal 24 April 2014.

Djarwati, I.F. dan Sukani. 1993. Pengolahan Air Limbah Industri Tapioka Secara Kimia Fisika, Laporan Penelitian. Departemen Perindustrian RI.


(50)

Fauzi, dkk. 2006. Kajian Strategi Produksi Bersih Di Industri Kecil Tapioka. Kasus Kelurahan Ciluar, Kecamatan Bogor Utara. Fakultas Teknologi

Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. J. Tek. Ind. Pert. Vol. 18(2), 60-65.

HACH Company. 2004. DR/4000 Spectrophotometer Models 48000 and user manual 08/04 3ed. HACH Company World Headquarters. Corolado. 115 page.

Hasanudin, U. 1993. Pengolahan limbah cair pabrik minyak kelapa sawit dengan bioreaktor unggun fluidisasi anaerobik dua tahap. Tesis. Program Studi Teknik Kimia, Program Pasca Sarjana. ITB. Bandung.

Hasanudin, U. 2012. Potensi Penyediaan Energi Dari Limbah Industri Sawit, Tepung Tapioka, Peternakan, FGD Peluang dan Tantangan Pemanfaatan Biogas untuk Pemenuhan KebutuhanEnergi Sendiri di Industri, October 8th 2012. Ministry of Energy and Mineral Resources Republicof

Indonesia, Jakarta.

Hasanudin, U. 2014. Ploting of MRV in Wastewater Treatment Plants Treating Effluentsfrom Small and Medium Scale Wastewater Treatment Plant. Institute for Global Enviromental Strategis.

Hermawan, B., Q. Lailatul, P. Candrarini, dan P. S. Evan. 2007. Sampah Organik Sebagai Bahan Baku Biogas. Artikel.

http://www.chem-istry.org/?sect=fokus&ext=31. Diakses pada tanggal 22 Desember 2013. Hikmiyati, Nopita, dan N.S. Yanie. 2009. Pembuatan Bioetanol dari Limbah Kulit

Singkong Melalui Proses Hidrolisa Asam dan Enzimatis. Jurnal penelitian Teknik Kimia. Universitas Diponegoro. 1-9 hal.

Intergovernmental Panel on Climate Change. 2006. IPCC Guidelines for National Greenhouse Gas Inventories.

http://www.ipcc-nggip.iges.or.jp/public/2006gl/pdf/5_volume5/

V5_1_Ch1_Introduction.pdf. Diakses pada tanggal 15 September 2013. Janzen, H. H. 2004. Carbon cycling in earth systems. A soil science perspective.

In Agriculture, ecosystems and environment, 104: 399-417. Diakses pada tanggal 25 September 2014.

Jenie, B. S. L., Rahayu, W. P. 1993. Penanganan Limbah Industri Pangan. Kanisius. Yogyakarta.

Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia. 2009. Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca.


(51)

Maryanti, 2011. Peningkatan Kinerja Reaktor Biogas dalam Pengolahan Air Limbah Industri Bioetanol Berbahan Baku Ubi Kayu. Tesis. Program Studi Magister Teknologi Agroindustri. Universitas Lampung. Fakultas Pertanian. Bandar Lampung.

Nurmalasari, R. 2012. Potensi Emisi Gas Rumah Kaca Dari Air Limbah Industri Bioetanol Berbahan Baku Ubikayu (Thinslop) dan Molasses (Vinasse). Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung Peraturan Presiden. 2010. Peraturan Presiden RAN-GRK versi Desember 2010.

Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca. http://

http://www.bappenas.go.id/files/7413/4985/2796/ran-grk08des2010__20111228124724__0.pdf. Diakses pada tanggal 8 November 2013.

Prayitno, H.T. 2008. Pemisahan Padatan Tersuspensi Limbah Cair Tapioka Dengan Teknologi Membran Sebagai Upaya Pemanfaatan Dan

Pengendalian Pencemaran Lingkungan. Tesis. Program Magister Ilmu Lingkungan. Program Pascasarjana. Universitas Diponegoro. Semarang. Purwati, E. 2010. Penerapan Konsep Zero Waste Pada Pengelolaan Limbah

Industri Tapioka. Program Pasca Sarjana Kajian Ilmu Lingkungan. Universitas Indonesia. 93 hal.

Priyati, P.U. 2005. Mempelajari Pengolahan Limbah Cair Industri Tapioka PT. Umas Jaya Terbanggi Besar Lampung Tengah. Laporan Praktik Umum. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Rukaesih, R. 2004. Kimia Lingkungan. Yogyakarta: Penebar Swadaya .

Samiaji, T. 2011. Gas CO₂ Di Wilayah Indonesia. Jurnal Berita Dirgantara Vol. 12 No. 2 Juni 2011 : 68 – 75.

Shimadzu Corporation. 2004. GC-2014 Gas Chromathography Instruction Manual. Shimadzu Corporation Analytical And Measuring Instrument Division. Kyoto. Japan.

Sri Moertinah.2010. Kajian Proses Anaerobik Sebagai Alternatif Teknologi Pengolahan Air Limbah Industri Organik Tinggi. Jurnal Riset TPPI Vol. 1 No. 2 November 2010 : 104 – 114.

Suarsana, M. dan P.S. Wahyuni. 2011. Global Warming : Ancaman Nyata Sektor Pertanian dan Upaya Mengatasi Kadar CO₂ Atmosfer. Widyatech Jurnal Sains dan Teknologi Vol. 11 No. 1 Agustus 2011.


(52)

Sofyan, Kamsina dan Salmariza 1994. Pengaruh Waktu Tinggal dan Waktu Aerasi Terhadap Penurunan Bahan Pencemar Dalam Limbah Cair Industri Tapioka. Disk JI IV: 15-22.

Sosrosoedirdjo, R.S.. 1993. Bercocok Tanam Ketela Pohon. Jakarta : CV. Yasaguna.

Statistik Kementerian Pertanian 2012. Potensi Ubi Kayu di Provinsi Lampung. Statistik pertanian 2012 Kementerian Pertanian.

http://regionalinvestment.bkpm.go.id/newsipid/id/commodityarea.php?ia =18&ic=2581. Diakses pada tanggal 23 November 2013.

Sutrisno, C. T. dan E. Suciastuti. 1991. Teknologi Penyediaan Air Bersih. Rineka Cipta, Jakarta.

Suyitno, M. Nizam, dan Dharmanto. 2010. Teknologi Biogas. Pembuatan, Operasional dan Pemanfaatan. Yogyakarta. Graha Ilmu.

Tchobanoglous, G., F. L. Burton, dan H.D. Stensel. 2003. Waste Water Engineering: Treatment and Reuse. Metcalf & Eddy Inc. New York. Trismidianto, E. Hermawan, T. Samiaji, Martono, M. Hadi, A. Indriwati dan R.

Hamdan. 2009. Studi penentuan konsentrasi CO2 dan gas rumah kaca (GRK) lainnya di wilayah indonesia. http://www.dirgantara –

lapan.or.id/moklim/exsumary/Studi%20Penentuan%20konsentrasi%20C O2%20dan%20Gas%20Rumah%20Kaca%20Lainnya%20di%20Wilayah %20Indonesia.pdf. Diakses pada tanggal 10 Desember 2013.

Usman, M. 2011. Evaluasi Kinerja Cigar (Covered In The Ground Anaerobic Reactor) di Industri Tapioka Rakyat. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Vegantara, D.A. 2009. Pengolahan Limbah Cair Tapioka Menggunakan Kotoran Sapi Perah Dengan Sistem Anaerobik. Skripsi. Jurusan Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Widodo, A. 2008. Pengaruh Waktu Tinggal Hidrolik Terhadap Kinerja Bioreaktor Anaerobik Dalam Pengolahan Limbah Cair Industri Tapioka. Skripsi. Fakultas pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung.


(1)

29

c. COD removal

Keterangan :

CODremoval = Nilai COD terurai (mg/L)

CODin = Nilai COD inlet (mg/L)

CODout = Nilai COD outlet (mg/L)

Laju alir = Jumlah air limbah (m³/hari)

Sumber : (Tchobanoglous et al. 2003) d. Potensi gas metana

Keterangan :

CH4 = Jumlah potensi gas metana (m3/hari)

CODr = COD removal (kg/hari)

Berat CH4 = mol CH4** x berat molekul CH4

*) 1 kg CODr = 0,35 m3 CH4 (Tchobanoglous et al, 2003)

**) 1 mol gas CH4 dalam keadaan STP yaitu setara dengan 22,4 L

e. Potensi Biogas

Keterangan :

Biogas = Jumlah potensi biogas (m3/hari)

CH4 = Jumlah potensi gas metana (m3/hari)

% metana = Konsentrasi gas metan dalam biogas

Sumber : (Tchobanoglous et al. 2003)

f. Potensi Emisi CO2e dari GWPCH4

Keterangan :

Potensi Emisi = Potensi Emisi CO2e dari CH4 ( g CO2e / hari)

CH4 = Total metan dari biogas (g / hari)

GWPCH4 = 21 (IPCC Tools, 2006)

Sumber : IPCC, (2006) Biogas = CH4 / % metana

Potensi Emisi = CH4 x GWPCH4

CODr = CODin – CODout x Laju alir


(2)

39

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

1. Industri tapioka rakyat PD. Semangat Jaya dengan kapasitas produksi bahan

baku singkong 25,156 ton menghasilkan air limbah sebesar 59,66 m3/hari atau 2,37 m3/ton singkong.

2. Bioreaktor CIGAR dengan CODremoval sebesar 92% menghasilkan biogas

367,62 m3/hari atau 14,6 m3/ton singkong. Potensi emisi gas rumah kaca yang dihasilkan sebesar 2,97 ton CO2e/hari atau 0,12 ton CO2e/ton

singkong.

B. Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pemanfaatan biogas sebagai sumber energi alternatif terbarukan (renewable energy).


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Adnan, M.G. 2009. Pedoman Pengelolaan Limbah Industri Pengolahan Tapioka. Program Agroindustry to Zerowaste. Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2009. Jakarta.

Amelia, J.R. 2012. Rekayasa Proses Aklimatisasi Bioreaktor Akibat Perubahan Substrat dari Thinslop ke Vinasse. Tesis. Program Studi Magister Teknologi Agroindustri. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Aprizal, D. 2011. Potensi Pemanfaatan Limbah di Industri Tapioka Rakyat Terpadu. Tesis. Program Studi Magister Teknologi Agroindustri. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2011. Teknologi Mitigasi Gas Rumah Kaca (GRK) dari Lahan Sawah. SinarTani Agroinovasi Edisi 6-12 April 2011.

http://www.litbang.deptan.go.id/download/one/100/file/Teknologi-Mitigasi-Gas-Rum.pdf. Diakses pada tanggal 12 November 2013. Badan Teknologi Nuklir Nasional. 2005. Pengaruh Masalah Lingkungan Global

Terhadap manusia. http://www.batan.go.id/01/01/02/02.html

ensiklopedia teknologo nuklir vol: 1. Diakses pada tanggal 19 Oktober 2014.

Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung. 2014. Lampung dalam Angka 2013. Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung.

http://www.bps.go.id/publikasi/buku/lda2013/index. html# /240-241/zoomed Diakses pada tanggal 24 April 2014.

Djarwati, I.F. dan Sukani. 1993. Pengolahan Air Limbah Industri Tapioka Secara Kimia Fisika, Laporan Penelitian. Departemen Perindustrian RI.


(4)

Fauzi, dkk. 2006. Kajian Strategi Produksi Bersih Di Industri Kecil Tapioka. Kasus Kelurahan Ciluar, Kecamatan Bogor Utara. Fakultas Teknologi

Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. J. Tek. Ind. Pert. Vol. 18(2), 60-65.

HACH Company. 2004. DR/4000 Spectrophotometer Models 48000 and user manual 08/04 3ed. HACH Company World Headquarters. Corolado. 115 page.

Hasanudin, U. 1993. Pengolahan limbah cair pabrik minyak kelapa sawit dengan bioreaktor unggun fluidisasi anaerobik dua tahap. Tesis. Program Studi Teknik Kimia, Program Pasca Sarjana. ITB. Bandung.

Hasanudin, U. 2012. Potensi Penyediaan Energi Dari Limbah Industri Sawit, Tepung Tapioka, Peternakan, FGD Peluang dan Tantangan Pemanfaatan Biogas untuk Pemenuhan KebutuhanEnergi Sendiri di Industri, October 8th 2012. Ministry of Energy and Mineral Resources Republicof

Indonesia, Jakarta.

Hasanudin, U. 2014. Ploting of MRV in Wastewater Treatment Plants Treating Effluentsfrom Small and Medium Scale Wastewater Treatment Plant. Institute for Global Enviromental Strategis.

Hermawan, B., Q. Lailatul, P. Candrarini, dan P. S. Evan. 2007. Sampah Organik Sebagai Bahan Baku Biogas. Artikel.

http://www.chem-istry.org/?sect=fokus&ext=31. Diakses pada tanggal 22 Desember 2013. Hikmiyati, Nopita, dan N.S. Yanie. 2009. Pembuatan Bioetanol dari Limbah Kulit

Singkong Melalui Proses Hidrolisa Asam dan Enzimatis. Jurnal penelitian Teknik Kimia. Universitas Diponegoro. 1-9 hal.

Intergovernmental Panel on Climate Change. 2006. IPCC Guidelines for National Greenhouse Gas Inventories.

http://www.ipcc-nggip.iges.or.jp/public/2006gl/pdf/5_volume5/

V5_1_Ch1_Introduction.pdf. Diakses pada tanggal 15 September 2013. Janzen, H. H. 2004. Carbon cycling in earth systems. A soil science perspective.

In Agriculture, ecosystems and environment, 104: 399-417. Diakses pada tanggal 25 September 2014.

Jenie, B. S. L., Rahayu, W. P. 1993. Penanganan Limbah Industri Pangan. Kanisius. Yogyakarta.

Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia. 2009. Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca.


(5)

Maryanti, 2011. Peningkatan Kinerja Reaktor Biogas dalam Pengolahan Air Limbah Industri Bioetanol Berbahan Baku Ubi Kayu. Tesis. Program Studi Magister Teknologi Agroindustri. Universitas Lampung. Fakultas Pertanian. Bandar Lampung.

Nurmalasari, R. 2012. Potensi Emisi Gas Rumah Kaca Dari Air Limbah Industri Bioetanol Berbahan Baku Ubikayu (Thinslop) dan Molasses (Vinasse). Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung Peraturan Presiden. 2010. Peraturan Presiden RAN-GRK versi Desember 2010.

Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca. http://

http://www.bappenas.go.id/files/7413/4985/2796/ran-grk08des2010__20111228124724__0.pdf. Diakses pada tanggal 8 November 2013.

Prayitno, H.T. 2008. Pemisahan Padatan Tersuspensi Limbah Cair Tapioka Dengan Teknologi Membran Sebagai Upaya Pemanfaatan Dan

Pengendalian Pencemaran Lingkungan. Tesis. Program Magister Ilmu Lingkungan. Program Pascasarjana. Universitas Diponegoro. Semarang. Purwati, E. 2010. Penerapan Konsep Zero Waste Pada Pengelolaan Limbah

Industri Tapioka. Program Pasca Sarjana Kajian Ilmu Lingkungan. Universitas Indonesia. 93 hal.

Priyati, P.U. 2005. Mempelajari Pengolahan Limbah Cair Industri Tapioka PT. Umas Jaya Terbanggi Besar Lampung Tengah. Laporan Praktik Umum. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Rukaesih, R. 2004. Kimia Lingkungan. Yogyakarta: Penebar Swadaya .

Samiaji, T. 2011. Gas CO₂ Di Wilayah Indonesia. Jurnal Berita Dirgantara Vol. 12 No. 2 Juni 2011 : 68 – 75.

Shimadzu Corporation. 2004. GC-2014 Gas Chromathography Instruction Manual. Shimadzu Corporation Analytical And Measuring Instrument Division. Kyoto. Japan.

Sri Moertinah.2010. Kajian Proses Anaerobik Sebagai Alternatif Teknologi Pengolahan Air Limbah Industri Organik Tinggi. Jurnal Riset TPPI Vol. 1 No. 2 November 2010 : 104 – 114.

Suarsana, M. dan P.S. Wahyuni. 2011. Global Warming : Ancaman Nyata Sektor Pertanian dan Upaya Mengatasi Kadar CO₂ Atmosfer. Widyatech Jurnal Sains dan Teknologi Vol. 11 No. 1 Agustus 2011.


(6)

Sofyan, Kamsina dan Salmariza 1994. Pengaruh Waktu Tinggal dan Waktu Aerasi Terhadap Penurunan Bahan Pencemar Dalam Limbah Cair Industri Tapioka. Disk JI IV: 15-22.

Sosrosoedirdjo, R.S.. 1993. Bercocok Tanam Ketela Pohon. Jakarta : CV. Yasaguna.

Statistik Kementerian Pertanian 2012. Potensi Ubi Kayu di Provinsi Lampung. Statistik pertanian 2012 Kementerian Pertanian.

http://regionalinvestment.bkpm.go.id/newsipid/id/commodityarea.php?ia =18&ic=2581. Diakses pada tanggal 23 November 2013.

Sutrisno, C. T. dan E. Suciastuti. 1991. Teknologi Penyediaan Air Bersih. Rineka Cipta, Jakarta.

Suyitno, M. Nizam, dan Dharmanto. 2010. Teknologi Biogas. Pembuatan, Operasional dan Pemanfaatan. Yogyakarta. Graha Ilmu.

Tchobanoglous, G., F. L. Burton, dan H.D. Stensel. 2003. Waste Water Engineering: Treatment and Reuse. Metcalf & Eddy Inc. New York. Trismidianto, E. Hermawan, T. Samiaji, Martono, M. Hadi, A. Indriwati dan R.

Hamdan. 2009. Studi penentuan konsentrasi CO2 dan gas rumah kaca

(GRK) lainnya di wilayah indonesia. http://www.dirgantara –

lapan.or.id/moklim/exsumary/Studi%20Penentuan%20konsentrasi%20C O2%20dan%20Gas%20Rumah%20Kaca%20Lainnya%20di%20Wilayah %20Indonesia.pdf. Diakses pada tanggal 10 Desember 2013.

Usman, M. 2011. Evaluasi Kinerja Cigar (Covered In The Ground Anaerobic Reactor) di Industri Tapioka Rakyat. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Vegantara, D.A. 2009. Pengolahan Limbah Cair Tapioka Menggunakan Kotoran Sapi Perah Dengan Sistem Anaerobik. Skripsi. Jurusan Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Widodo, A. 2008. Pengaruh Waktu Tinggal Hidrolik Terhadap Kinerja Bioreaktor Anaerobik Dalam Pengolahan Limbah Cair Industri Tapioka. Skripsi. Fakultas pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung.