PENINGKATAN BERPIKIR KRITIS DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH MELALUI PROBLEM BASED LEARNING KELAS X AKSELERASI DI SMAN 2 BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2011-2012

(1)

PENINGKATAN BERPIKIR KRITIS DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH MELALUI PROBLEM BASED LEARNING KELAS X

AKSELERASI DI SMAN 2 BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2011-2012

Oleh

ARYULINA AMIR

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui (1) Proses pembelajaran PBL mata pelajaran sejarah kelas X akselerasi di SMA Negeri 2 Bandar Lampung (2) Peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa dalam mata pelajaran sejarah kelas X Akselerasi di SMA Negeri 2 Bandar lampung Penelitian menggunakan pendekatan tindakan kelas (Classrom Action

Reserch) pada pembelajaran Problem based learning mata pelajaran sejarah dilaksanakan dengan tiga siklus, pada siklus pertama, menggunakan PBL Individu, siklus kedua menggunakan PBL Group, siklus ketiga menggunakan PBL berpasangan, penentuan materi didasarkan pada pemahaman mereka tentang tradisi masyarakat Lampung, Data diambil melalui observasi dan test uraian dan data dianalisis secara deskriptif kualitatif.

Kesimpulan penelitian adalah (1) Proses pembelajaran pada mata pelajaran sejarah dengan model PBL mampu meningkatkan sikap berpikir kritis siswaketika diterapkan model PBL berpasangan pada siklus III ternyata, setiap siswa memiliki tanggung jawab untuk mempresentasikan dan melaporkan hasil pemecahan masalah karena mereka hanya terdiri dari dua orang.(2) Peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa juga mengalami peningkatan ditunjukkan dengan peningkatan pada indikator berfikir kritis siswa, pada siklus I belum ada indikator yang mencapai kriteria baik, siklus II sudah 4 indikator baik yaitu merumuskan masalah, memberikan argument, melakukan deduksi dan induksi dan siklus III enam indikator berfikir kritis mencapai kriteria baik yaitu merumuskan masalah, memberikan argument, melakukan deduksi, melakukan induksi, melakukan evaluasi dan mengambil keputusan.

.


(2)

CRITICAL THINKING IN ENHANCING LEARNING THROUGH PROBLEM BASED LEARNING HISTORY CLASS X ACCELERATION

SMAN 2IN THE STUDY OF BANDAR LAMPUNG 2011-2012

By

ARYULINA AMIR

The purpose of this study was to determine (1) The process of learning the history of the PBL class X subject acceleration in SMAN 2 Bandar Lampung (2) increase students' critical thinking skills in history class X subject acceleration in SMAN 2 Bandar Lampung

Class action research approach (Classrom Action Reserch) on learning Problem based learning subjects performed with three cycles of history, in the first cycle, adapted to the original understanding of the Lampung tradition , the second cycle of tradition Lampung seibatin. Tradition in the third cycle pepadun, determination materials based on their understanding of the traditions of Indonesia, data taken through the observation and description and test data were analyzed using descriptive qualitative

Research conclusions are (1) The learning process in subjects with a history of the PBL models can improve the attitude of critical thinking applied siswaketika PBL models in pairs on the third cycle turns, each student has the responsibility to present and report the results of solving the problem because they only consist of two people. ) increase students 'critical thinking skills are also experiencing an increase shown by the increase in students' critical thinking indicators, the cycle I do not have good indicators that reached criterion, the second cycle was 4 is a good indicator that is formulating the problem, giving the argument, do the deduction and induction cycle III and six indicators of critical thinking to achieve a good criterion is to formulate the problem, giving the argument, do the deduction, induction, evaluation and decision. .

.


(3)

PENINGKATAN BERPIKIR KRITIS DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH MELALUI PROBLEM BASED LEARNING KELAS X

AKSELERASI DI SMAN 2 BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2011-2012

Tesis

oleh

ARYULINA AMIR

PROGRAM MAGISTER PENDIDIKAN IPS FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENIDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

2012 `


(4)

PENINGKATAN BERPIKIR KRITIS DALAM PEMBELAJARAN SEJARAHMELALUI PROBLEM BASED LEARNING KELAS X

AKSELERASI DI SMAN 2 BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN

2011-2012

oleh

ARYULINA AMIR Tesis

Sebagai salah satu Syarat untuk Memperoleh Gelar MAGISTER PENDIDIKAN

Pada

Program Pascasarjana Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu pendidikan

PROGRAM MAGISTER PENDIDIKAN IPS

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENIDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG


(5)

AKSELERASI DI SMAN 2 BANDAR

LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2011-2012

Nama Mahasiswa : ARYULINA AMIR

No. Pokok Mahasiswa : 1023031008

Program Studi : Pascasarjana Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Hasil Tesis Telah Diseminarkan pada : Hari/ Tanggal : Rabu / 9 Mei 2012

Tempat : Ruang B1 Pascasarjana Pendidikan IPS

Telah diperbaiki dan disetujui oleh : 1. Pembahas

Pembahas I, Pembahas II,

Dr. Pargito M.Pd Dr. H. Darsono M.Pd

NIP 19590414 198603 1 005 NIP 195410161980031003

MENYETUJUI 2.Komisi Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr Sudjarwo, M.S Dr. Herpratiwi, M.Pd

NIP.195305281981031002 NIP. 196409141987122001 3. Ketua Program Pascasarjana

Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

Prof. Dr. Sudjarwo, M.S NIP. 195305281981031002


(6)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Prof. Dr. Sudjarwo, M.S ... ...

Sekretaris : Dr. Herpratiwi, M.Pd .. ...

Penguji Anggota 1 : Dr. Pargito, M.Pd ... Penguji Anggota II : Dr. Darsono, M.Pd ...

2. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Dr. Bujang Rahman, M.Si NIP 19600315 198503 1 003

3. Direktur Program Pascasarjana

Prof. Dr. Sudjarwo, M.S NIP 19530528 1981031 002


(7)

Dengan ini saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa,

1. Tesis dengan judul ” PENINGKATAN BERPIKIR KRITIS DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH MELALUI PROBLEM BASED LEARNING KELAS X AKSELERASI DI SMAN 2 BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2011-2012” adalah karya saya sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan atas karya penulis lain dengan cara yang tidak sesuai dengan tata etika ilmiah yang berlaku dalam masyarakat akademik atau yang disebut plagiatisme

2. Hak intelektual atas karya ilmiah ini diserahkan sepenuhnya kepada Universitas Lampung

Atas pernyataan ini, apabila dikemudian hari ternyata ditemukan adanya ketidakbenaran, saya bersedia dan sanggup dituntut sesuai dengan hukum yang berlaku.

Bandar Lampung, 9 Mei 2012

Aryulina Amir NPM 1023031008


(8)

Alhamdulillahirobilalamin, Segala puji dan syukur pada Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Tesis ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Magister Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial di Program Pascasarjana Fakultas Keguruan dan Ilmu pendidikan Universitas Lampung. Penulis menyadari bahwa tesis ini dapat diselesaikan berkat dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis berterima kasih kepada semua pihak yang telah langsung dan tidak langsung memberikan kontribusi dalam penyelesaian tesis ini. Secara khusus pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih kepada:

1. Dr. Hi. Bujang Rahman, M.Si selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas lampung

2. Prof. Dr. Hi. Sudjarwo, M.S. selaku Ketua Program Pascasarjan P.IPS FKIP Universitas lampung, sekaligus sebagai Pembimbing I

3. Dr. Hi Pargito, M.Pd selaku Sekretaris Program Pascasarjan P.IPS FKIP Universitas lampung , yang telah memberi bimbingan dan kemudahan serta solusi dalam penyelesaian tesis ini

4. Dr. Herpratiwi M.Pd selaku Pembimbing II yang dengan sabar memberi bimbingan, saran, serta ide-ide dalam penyelesaian tesis ini


(9)

proses belajar

6. Keluargaku tercinta yang ikut memberi semangat dan dukungan dengan penuh kesabaran

7. Rekan Mahasiswa Pascasarjana P.IPS FKIP Universitas lampung, Khususnya mahasiswa angkatan 2010

8. Drs. Sobirin selaku Kepala Sekolah, rekan-rekan dan siswa –siswiku di SMA Negeri 2 Bandar Lampung yang banyak mendukung dalam penyelesain tesis ini

9. Semua pihak yang telah membantu penyelesaian tesis ini, yang nama nya tidak dapat disebutkan satu persatu semoga dukungan dan segala yang telah diberikan selalu mendapatkan Imbalan, Rahmat serta Hidayah dari Allah SWT.

Akhirnya Penulis berharap tesis ini dapat memberikan sumbangsih bagi dunia pendidikan.

Bandar Lampung, 9 Mei 2012 Penulis


(10)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa,

3. Tesis dengan judul ” PENINGKATAN BERPIKIR KRITIS DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH MELALUI PROBLEM BASED LEARNING KELAS X DI SMAN 2 BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2011-2012” adalah karya saya sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan atas karya penulis lain dengan cara yang tidak sesuai dengan tata etika ilmiah yang berlaku dalam masyarakat akademik atau yang disebut plagiatisme

4. Hak intelektual atas karya ilmiah ini diserahkan sepenuhnya kepada Universitas Lampung

Atas pernyataan ini, apabila dikemudian hari ternyata ditemukan adanya ketidakbenaran, saya bersedia dan sanggup dituntut sesuai dengan hukum yang berlaku.

Bandar Lampung, 10 Maret 2012

Aryulina Amir NPM 1023031008


(11)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobilalamin, Segala puji dan syukur pada Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Tesis ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Magister Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial di Program Pascasarjana Fakultas Keguruan dan Ilmu pendidikan Universitas Lampung. Penulis menyadari bahwa tesis ini dapat diselesaikan berkat dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis berterima kasih kepada semua pihak yang telah langsung dan tidak langsung memberikan kontribusi dalam penyelesaian tesis ini. Secara khusus pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih kepada:

1. Dr. Hi. Bujang Rahman, M.Si selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas lampung

2. Prof. Dr. Hi. Sudjarwo, M.S. selaku Ketua Program Pascasarjan P.IPS FKIP Universitas lampung, sekaligus sebagai Pembimbing I

10.Dr. Hi Pargito, M.Pd selaku Sekretaris Program Pascasarjan P.IPS FKIP Universitas lampung , yang telah memberi bimbingan dan kemudahan serta solusi dalam penyelesaian tesis ini

11.Dr. Herpratiwi M.Pd selaku Pembimbing II yang dengan sabar memberi bimbingan, saran, serta ide-ide dalam penyelesaian tesis ini


(12)

proses belajar

13.Keluargaku tercinta yang ikut memberi semangat dan dukungan dengan penuh kesabaran

14.Rekan Mahasiswa Pascasarjana P.IPS FKIP Universitas lampung, Khususnya mahasiswa angkatan 2010

15.Drs. Sobirin selaku Kepala Sekolah, rekan-rekan dan siswa –siswiku di SMA Negeri 2 Bandar Lampung yang banyak mendukung dalam penyelesain tesis ini

16.Semua pihak yang telah membantu penyelesaian tesis ini, yang nama nya tidak dapat disebutkan satu persatu semoga dukungan dan segala yang telah diberikan selalu mendapatkan Imbalan, Rahmat serta Hidayah dari Allah SWT.

Akhirnya Penulis berharap tesis ini dapat memberikan sumbangsih bagi dunia pendidikan.

Bandar Lampung, 10 Maret 2012 Penulis


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul ... i

Daftar isi ... ii

Daftar Tabel ... iii

Daftar Gambar... iv

Daftar Lampiran ... v

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 8

1.3 Pembatasan Masalah ... 9

1.4 Perumusan Masalah ... 9

1.5 Tujuan Penelitian ... 9

1.6 Kegunaan Penelitian ... 10

1.7 Ruang Lingkup Penelitian ... 11

II. KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR 2.1 Program Akselerasi ... 12

2.2 Berfikir Kritis dalam pembelajaran Sejarah... 20

2.3 Belajar dan pembelajaran Sejarah ... 26

2.4 Pembelajaran Berbasis Masalah dalam sejarah ... 32

2.5 Berfikir kritis dalam pembelajaran PBL ... 48

2.6 Berfikir kritis dalam pembelajaran Sejarah di SMA ... 50

2.7 Berfikir kritis dalam IPS Sejarah di SMA...56

2.8 Aktivitas belajar... ... 58

2.9 Teori Belajar yang mendukung kemampuan berfikir kritis dalam PBL .. 60


(14)

3.1 Jenis Penelitian ... 78

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian Tindakan Kelas ... 80

3.2.1 Waktu Penelitian Tindakan Kelas ... 80

3.2.2 Tempat Penelitian Tindakan Kelas ... 80

3.3 Subjek dan Objek Penelitian Tindakan Kelas ... 80

3.4 Operasionalisasi Tindakan ... 81

3.4.1 Berfikir kritis ... 81

3.4.1.1 Definisi Konseptual ... 81

3.4.1.2 Operasional Tindakan ... 81

3.4.2 Proses pembelajaran Problem Based Learning ... 81

.3.4.2 1. Definisi Konseptual ... 81

3.4.2.2 Operasional Tindakan ... 82

3.5 Prosedur Penelitian ... 85

3.6 Tehnik pengumpulan Data ... 88

3.7 Kisi-kisi Instrumen berfikir kritis ... 90

3.7.1 Indikator Penelitian ... 93

3.8 Kisi-kisi Aktivitas Belajar ... 94

IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Siklus Pertama...94

4.1.1 Perencanaan ...94

4.1.2 Pelaksanaan Penelitian ...96

4.1.3 Tahap Observasi dan evaluasi ... 99

4.1.4 Tahap Analisis dan Refleksi...103

4.1.5. Rekomendasi...106

4.2 Hasil Penelitian Siklus Kedua... 107

4.2.1 Tahap perencanaan Siklus Kedua...107

4.2.2. Tahap pelaksanaan Siklus Kedua... 111

4.2.3 Tahap Observasi dan evaluasi ... 113

4.2.4 Tahap Analisis dan Refleksi... 118


(15)

4.3.1 Tahap perencanaan Siklus Ketiga...124

4.3.2. Tahap pelaksanaan Siklus Ketiga...127

4.3.3 Tahap Observasi dan evaluasi ...129

4.3.4 Tahap Analisis dan Refleksi...133

4.3.5. Rekomendasi...136

4.4 Analisis Antar Siklus..………. 136

4.5 Pembahasan...140

4.5.1 Proses Pembelajaran PBL mata pelajaran Sejarah kelas X Akselerasi SMA Negeri 2 Bandar Lampung... 140

4.5.2 Peningkatan Kemampuan Berfikir Kritis siswa...144

4.5.3 Keterbatasan Penelitian...154

V. Kesimpulan dan saran 5.1 Kesimpulan...156

5.2 Saran...156

5.3 Implikasi ... 157


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. IPKG I...162

2. IPKG 2 ...166

3. Daftar Aktivitas Siswa Siklus I... 172

4. Daftar Aktivitas Siswa Siklus 2...173

5. Daftar Aktivitas Siswa Siklus 3...174

6. Analisis Berfikir Kritis...175

7. Soal Siklus I...181

8. Soal Siklus 2...182

9. Soal Siklus 3...183

10. Silabus...184

11. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran SiklusI...191

12. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus 2...193

13. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus 3 ...195


(17)

Daftar Gambar

1.Kegiatan Siswa Siklus 1 ... 97

2. Kegiatan Siswa Siklus II ... 112

3. Kegiatan Siswa Siklus III ... 128

4.Diagram Batang Aktifitas Siswa dalam Pembelajaran ... 148


(18)

DAFTAR PUSTAKA

Asrori, Mohammad. 2008. Psikologi Pembelajaran. Wacana Prima. Bandung. Arikunto, Suharsimi. 2009. prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik,

Jakarta: Rineka Cipta.

Balitbang Puskur. 2001. Kurikulum Berbasis Kompetensi Mata Pelajaran Kewarganegaaraan SMA/SMK. Jakarta: Depdiknas

BSNP 2007, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta

Basrowi dan Suwandi. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. Rineka Cipta. Jakarta.

Darsono, Max. 2000. Belajar dan Pembelajaran. Semarang: IKIP Semarang Press.

Depdikbud. 1998. Keputusan Bersama Mendikbud dan Kepala BAKN No.0433/P/1998 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional guru dan Angka Kriditnya. Dirjen Dikdasmen. Jakrta

Depdiknas, 2007, Belajar dan Berkarya Suatu Tinjauan Psikologi untuk Pengelolaan program Akselerasi, Dikdasmen,

.

--- 2008, Pedoman Penyelenggaraan Program Percepatan Belajar SD, SMP, SMA Suatu model Pelayanan Pendidikan Bagi Peserta Didik Yang Memiliki Potensi Kecerdasan Dan Bakat Istimewa, Direktorat Pendidikan Dasar dan Menengah

---. 2008, Pengembangan Pembelajaran, buku suplemen manajemen pembelajaran CI/BI, Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa

Djamarah, Syaiful Bahri dan Aswan Zain. 1995. Strategi Belajar Mengajar. Rineka Cipta. Jakarta.

DPR RI, 2005. Undang-Undang Guru dan Dosen (UU RI. 14 Th 2005). Sinar Grafika. Jakarta.

Ekowati, Endang dan Widarwati. 2007. Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Makalah disampaikan pada: Diklat Sejarah SMA Jenjang Dasar Tanggal 4 s.d. 17 Juli 2007 di PPPPTK Pkn dan IPS Malang.


(19)

Harmanto, Gatot. 2008. Sejarah Bilingual Untuk SMA/MA Kelas X Semester 1 dan 2. Yrama Widya. Bandung.

Hopkins, David. 1993. A. Teachers Guide to Classroom Reseach , Open university Press: Bristol, PA

http://id.shvoong.com/humanities/philosophy/1803525-bagaimana-berfikir-kritis/#ixzz1qf15YMYM

Ibrahim,M., Nur, M., 2000. Pengajaran Berdasarkan Masalah, Surabaya: University Press

Irawan, Prasetya. 1997. Teori Belajar. Bahan Ajar Program Pengembangan Keterampilan Dasar Teknik Instruksional (PEKERTI) untuk Dosen Muda. PAU-PPAL Dirjen Dikti DEPDIKBUD. Jakarta.

Kartodirdjo, Sartono. 1993 Pendekatan ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah, PT Gramedia Pustaka Umum, Jakarta

Kurniawan, Yedi (Saduran). 1996. Training and Education of Children. Mahjubah Magazine Iran. Firdaus. Jakarta.

Liliasari, Alo, 2002, Prasangka dan konflik; Komunikasi lintas Budaya Masyarakat Multikultural, Yogyakarta, LKIS

Lie, Anita, 2002. Mempraktekkan Cooperative Learning di ruang-ruang kelas, Gramedia, Jakarta

Makkmun, Abin, 2003, Psikologi Pendidikan, Bandung, PT Rosda karya Remaja Mar’at, 1984 Psikologi Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta

Meurah, Cut; Wangsa Jaya dan Yuli Katarina. 2002. Sejarah untuk SMA Kelas X. Phibetha Aneka Gama. Jakarta.

Nur,M 2001. Perkembangan Selama ANak-anak dan remaja, Surabaya PSMS. Program Pascasarjana Unesa

Nur, M. 2002. Psikologi Pendidikan: Fondasi untuk Pengajaran, Surabaya, PSMS Program Pascasarjana Unesa

Nur,M.& Wikandari, P.R 2000. Pengajaran berpusat kepada siswa dan pendekata kontruktivis dalam pengajaran. Surabaya: PSMS Program Pascasarjana Unesa


(20)

Notosusanto, 1979, Pengantar Sejarah Indonesia, PT Gramedia Pustaka Umum, Jakarta

Pakpahan, Rogers. 2009. Penilaian Sejarah SMA. Puspendik Balitbang Depdiknas. Jakarta.

Pargito. 2009. Bahan Ajar Metodologi Penelitian. PPS Pendidikan IPS Universitas Lampung.

---,2011. Penelitian Tindakan Bagi Guru dan Dosen, anugerah Utama Raharja, Lampung

Purwanto, Ngalim. 2003. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Remaja Rosda Karya Rofiq, M. Aunur dan Zainuri. 2010. Pengembangan Model Silabus. Makalah

disampaikan pada: Pendidikan dan Pelatihan Guru Sejarah SMA Jenjang Lanjut Tanggal 10 s.d. 23 Maret 2010 di PPPPTK PKn dan IPS Malang. Rofiq, M. Aunur dan Zainuri. 2007. Penyusunan Silabus. Makalah disampaikan

pada: Diklat Sejarah SMA Jenjang Dasar Tanggal 4 s.d. 17 Juli 2007 di PPPPTK PKn dan IPS Malang.

Riduwan, 2002. Skala Pengukuran Variabel-variabel Penelitian, Alfabeta Bandung

Rusyan, A. Tabrani. 1996. Pendidikan Masa Kini dan Mendatang. Bina Mulia. Jakarta.

Sagala, Syaiful, 2005. Konsep dan Makna Pembelajaran, Bandung : Al Fabet Sanjaya, Wina, 2005. Strategi Belajar mengajar , Pusat penerbitan Universitas

Terbuka , Jakarta

Sapriya. 2009. Pendidikan IPS Konsep dan Pembelajaran. Remaja Rosdakarya. Bandung.Sukmadinata, Nana syaodih 2004 Kurikulum dan Pembelajaran Kompetensi,

Sardiman, 1992, Interaksi dan Motivasi belajar Mengajar, Jakarta, Penerbit PT Raja Grafindo Persada

Sardiman, 2004, Interaksi dan Motivasi belajar Mengajar, Jakarta, Penerbit PT Raja Grafindo Persada

Slavin, R.E1994. Educational Psichology Theory and Practise. Fourth Edition. Massachusetts: Allyn and Bacon

Solihatin, Etin dan Raharjo. 2009. Cooperative Learning Analisis Model Pembelajaran IPS. Bumi Aksara. Jakarta.

.

Suciati. 1997. Teori Motivasi dan Penerapannya dalam Proses Belajar-Mengajar (ARCS) Model. Bahan Ajar Program Pengembangan Keterampilan Dasar


(21)

Teknik Instruksional (PEKERTI) untuk Dosen Muda. PAU-PPAL Dirjen Dikti Depdikbud. Jakarta.

Sudjana, Nana dan Ahmad Rivai. 2001. Media Pembelajaran (Pembuatan dan Penggunaannya). CV Sinar Baru . Bandung.

Suhardjono, A. Aziz Hoesein dan Suharta. 1996. Pedoman Penilaian Karya Tulis Ilmiah di Bidang Pendidikan Sebagai Bagian dari Angka Kridit Pengembangan Profesi Guru. Dikdasmen DEPDIKBUD. Jakarta.

Suhardjono, A. Azis Hoesein dan Suharta. 1995. Pedoman Penyusunan Karya Tulis Ilmiah di Bidang Pendidikan Sebagai Bagian dari Angka Kridit Pengembangan Profesi Guru. Dikdasmen DEPDIKBUD. Jakarta.

Sukmadinata, Nana Syaodih 2004. Kurikulum dan Pembelajaran kompetensi .Kusuma Karya Bandung

Sukidin; Basrowi dan Suranto. 2008. Manajemen Penelitian Tindakan Kelas. Insan Cendekia. Surabaya.

Sumantri, Muhammad, 2001 Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS, Remaja Rosdakarya, Bandung

Supriadi, Dedi. 1998. Mengangkat Citra dan Martabat Guru. Adicita Karya Nusa. Jakarta.

Suriasumantri, Jujun S. 2007. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.

Suryabrata, Sumadi. 1999. Psikologi Pendidikan. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Syani, Abdul 2012 Pluralitas Budaya di Lampung Konflik dan Solusinya, Bahan

kegiatan pemantapan penghayatan nilai-nilai sejarah, kebangsaan, pembauran bangsa dan kewarganegaraan bagi guru SMP,SMA,SMK Provinsi Lampung 16 Februari 2012 Hotel Sahid Teluk Betung Lampung Syaodah, Nana 2004 Kurikulum dan Pembelajaran Kompetensi, Yayasan

Kesuma Bandung,

Tim Puspendik. 2008. Tes Tertulis. Puspendik Balitbang Depdiknas. Jakrta. Wardiyatmiko, K. 2006. Sejarah Untuk SMA Kelas X. Erlangga. Jakarta.

Widarwati. 2007. Pengembangan Metode Pembelajaran. Makalah disampaikan pada: Pendidikan dan Pelatihan Guru Sejarah SMA Jenjang Lanjut Tanggal 10 s.d. 23 Maret 2010 di PPPPTK PKn dan IPS Malang Jawa Timur.


(22)

Widja, I Gde. 1989. Dasar - Dasar Pengembangan Strategi Serta Metode Pengajaran Sejarah. Jakarta : Debdikbud

Zulaiha, Rahmah. 2008. Analisis Soal Secara Manual. Puspendik Balitbang Depdiknas.


(23)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1.1 Indikator dari Kemampuan berpikir kritis………. 22

2.2 Tahapan PBL……….……….. 44

2.3 3.1 3.2 3.3 3.4 3.5 4.1 4.2 4.3 4.4 4.5 4.6 4.7 4.8 4.9 4.10 4.11 4.12 4.13 4.14 4.15 4.16 4.17 4.18 4.19

Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Sejarah SMA Kelas X (Silabus 2011).Semester I……… Rencana Tindakan……… Kisi-kisi Instrumen Berfikir Kritis……….… Kisi-kisi Objek berpikir Kritis Siklus I... Kisi-kisi Objek berpikir Kritis Siklus II... Kisi-kisi Objek berpikir Kritis Siklus III……….. Kisi-kisi Aktivitas Belajar... ………... Nilai Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus I………... Data Hasil Nilai Pelaksanaan Siklus I………... Hasil Observasi Terhadap Aktivitas dalam Pembelajaran Sejarah Siklus I………. Data Hasil Observasi Terhadap indikator Aktivitas dalam pembelajaran

Sejarah………..

Data Hasil penelitian berpikir kritis siswa pada siklus I ... Nilai rencana pelaksanaan pembelajaran... Data hasil nilai pelaksanaan model siklus II... Hasil observasi terhadap aktivitas dalam pembelajaran sejarah siklus II... Data Hasil observasi terhadap Indikator aktivitas dalam pembelajaran Sejarah siklus II...

Data hasil penelitian berpikir kritis siswa pada siklus II……… Nilai rencana pelaksanaan pembelajaran... Data hasil nilai pelaksanaan model siklus III... Hasil observasi aktivitas dalam pembelajaran sejarah siklus III... Data Hasil observasi Indikator aktivitas siklus III... Data hasil penelitian berpikir kritis siswa pada siklus III…………. Peningkatan Aktivitas dan sikap berpikir kritis……… Aktivitas Siswa Pada Setiap Siklus………..…… Rekapitulasi kegiatan pembelajaran………

77 83 90 90 91 91 99 100 101 102 102 114 115 116 116 117 118 130 130 131 132 133 139 148 151 155


(24)

DAFTAR Gambar

1. Kegiatan Siswa Siklus I……….. 97 2. Kegiatan siswa siklus II……….112 3. Kegiatan siswa siklus III………128 4. Diagram Batang Aktivitas Siswa aktif dalam Pembelajaran.148 5. Siklus Penelitian Hopkin...153


(25)

I. PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

ProgramAkselerasi pertama kali dibuka di SMA Negeri 2 Bandar Lampung pada tahun 2002, dengan SK kepala dinas pendidikan Provinsi Lampung Nomor: 420/5962/iii.11/dp.3/2006 tentang penetapan SMA Negeri 2 Bandar Lampung sebagai Penyelenggara Program Percepatan Belajar. Program akselerasi adalah layanan penyelenggaraan pendidikan bagi siswa yang memiliki kemampuan dan kecerdasan istimewa dengan tujuan: (1) memberikan pelayanan pendidikan sesuai kecerdasan kemampuan peserta didik, sehingga peserta didik dapat belajar optimal, (2) memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk dapat menyelesaikan program pendidikannya sesuai kecepatan belajarnya, sehingga dapat selesai lebih awal dari waktu yang dijadwalkan dari peserta didik biasa, (3) mengefektifkan pelayanan pembelajaran dan meningkatkan efesiensi penyelenggaraan pendidikan dalam rangka mempercepat proses penyediaan SDM yang berkualitas. (4) memberikan motivasi belajar kepada peserta didik melalui metode dan tekhnik pembelajaran yang menantang. Pentingnya pendidikan membuat pemerintah Indonesia menaruh perhatian besar terhadap pendidikan, baik melalui peningkatan anggaran pendidikan, tunjangan profesi guru dan lainnya. Menurut Kurniawan (1996: 120),


(26)

pendidikan merupakan tanggung jawab: keluarga, sekolah, masyarakat, negara dan individu. Tujuan pendidikan sangat tergantung dari proses pembelajaran. Diantara pelakunya dalam proses pembelajaran di sekolah adalah guru. Peranan guru sulit digantikan oleh yang lain. Dipandang dari dimensi pembelajaran, peranan guru dalam masyarakat Indonesia tetap dominan sekalipun teknologi yang dapat dimanfaatkan dalam proses pembelajaran berkembang amat cepat. Hal ini disebabkan karena ada dimensi-dimensi proses pendidikan, atau lebih khusus lagi proses pembelajaran, yang diperankan oleh guru yang tidak dapat digantikan oleh teknologi. Tujuan utama dari pembelajaran adalah agar siswa belajar.

Bagaimanapun baiknya guru, apabila tidak terjadi proses belajar pada para siswa maka pembelajaran tidak akan baik. Sebaliknya,meskipun cara atau metode yang digunakan guru sangat sederhana tetapi apabila mendorong para siswa untuk banyak belajar cukup berhasil. Berkaitan dengan pendapat tersebut maka guru professional harus bisa memilah dan memilih strategi pembelajaran yang tepat dalam pembelajaran. supaya tujuan pendidikan dapat tercapai bagi semua siswa. Seperti yang diungkapkan Muhammad Asrori (2008: 16), setiap siswa memiliki perbedaan antara yang satu dengan yang lain dalam aspek fisik, pola pikir, dan cara-cara merespon atau mempelajari sesuatu yang baru. Dalam konteks belajar, setiap siswa memiliki kelebihan dan kekurangan dalam menyerap pelajaran. Oleh karena itu, dalam dunia pendidikan dikenal berbagai strategi untuk dapat memenuhi tuntutan perbedaan individual tersebut

Betapapun profesionalnya seorang guru, tingkat keberhasilan dalam proses pembelajaran ditentukan oleh siswa juga, sebab sebenarnya yang belajar adalah


(27)

siswa. Begitu komplek faktor-faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa, baik yang berasal dari dalam diri siswa itu sendiri maupun yang berasal dari luar diri siswa. Menurut Suryabrata (2004: 55), terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi belajar siswa, yaitu keadaan di lingkungan sekitar pelajar seperti keluarga, masyarakat, lingkungan pergaulan pelajar dan sebagainya dan faktor yang berasal dari dalam diri si pelajar yaitu kondisi dalam diri siswa.

Selama ini, guru di dalam pembelajaran masih merupakan figur sentral dan mengendalikan seluruh kegiatan. Pembelajaran di kelas masih berpusat pada guru (teacher centered) bukan berpusat pada siswa (student centered). Guru masih secara konvensional, dengan sistem ceramah tanpa dibarengi strategi lainnya. Akibatnya, siswa tidak aktif dan kurang mendapatkan pengalaman belajar. Siswa diibaratkan sebagai gelas kosong yang siap diberi apa saja sampai penuh, sehingga proses pembelajaran kurang menarik dan membosankan serta kurang memberikan kesempatan siswa untuk aktif. Proses pembelajaran kurang melibatkan siswa dalam dirinya serta kurang mewujudkan interaksi antar siswa. Guru masih mempunyai paradigma lama, yakni mengelompokan siswa berdasarkan nilai dan memasukan siswa dalam kategori pandai dan bodoh, aktif dan tidak aktif. Kemampuan siswa dinilai dari rangking dan posisi siswapun direduksi berdasarkan angka-angka. Bagi siswa yang memperoleh angka tinggi maka akan memperoleh rangking kelas yang tinggi pula demikian sebaliknya.

Kedudukan dan fungsi guru dalam pembelajaran saat ini cenderung masih dominan. Aktivitas guru masih sangat besar dibandingkan dengan aktivitas siswa. Hal ini terjadi karena ketidaktahuan guru memilih model atau strategi


(28)

pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan berfikir kritis siswa. Guru dalam menerapkan pembelajaran di kelas hendaknya memahami bahwa siswa adalah seorang individu yang berkembang dan perlu dikembangkan sesuai dengan potensinya. Dengan demikian, tugas seorang guru dalam pembelajaran hendaknya berupaya memahami siswa sesuai dengan keunikannya.

Jika kegiatan belajar yang dirancang oleh guru sebagai suatu aktivitas dengan kondisi pembelajaran dengan suasana kelas,(a) hening, (b) siswanya duduk manis, diam, tidak boleh berpindah-pindah, dan (c) tidak ada interaksi antar siswa lain. Akibatnya, pembelajaran di kelas menjadi tegang, suasana tidak menyenangkan, dan siswa menjadi ngantuk. Siswa telah terkondisikan sebagai penerima informasi yang pasif dan pembelajaran tidak mengutamakan aktivitas dan pengalaman siswa. Ketika materi pelajaran sudah selesai, guru mengadakan ulangan, ternyata hasil belajar siswa banyak yang belum tuntas dan siswa kurang kritis dalam memahami sebuah pembelajaran. Hal ini bukan semata-mata disebabkan karena kemampuan siswa yang rendah, tetapi bisa karena ketidakmampuan guru dalam memilih strategi pembelajaran yang baik. Guru-guru yang masih menggunakan strategi pembelajaran konvensional, pada dasarnya tetap mempunyai tujuan untuk peningkatan hasil belajar siswa. Bahkan, guru-guru selalu mengharapkan agar siswa mampu menyerap materi pelajaran secara maksimal. Namun, kenyataanya sering menemukan adanya keterlambatan siswa dalam menyerap pelajaran, atau bahkan tidak mengerti sama sekali maksud dari pembelajaran dan yang mungkin terjadi kemampuan untuk berfikir kritis akan sulit tercapai.


(29)

Mengingat pentingnya upaya peningkatkan hasil belajar dan kemampuan berfikir kritis siswa, maka peningkatan proses pembelajaran perlu dilakukan. Peningkatan mutu pendidikan di sekolah sangat ditentukan oleh mutu pembelajaran di dalam kelas, di samping faktor lain yang terintegrasi yaitu kurikulum, sarana dan prasarana, lingkungan belajar yang konduksif, buku sumber, administrasi sekolah, manajemen sekolah, serta dukungan dari masyarakat. Dinyatakan dalam Konsep Dasar Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (Depdiknas, 2003:23): ”Pembelajaran merupakan kegiatan utama di sekolah. Sekolah diberi kebebasan memilih strategi, strategi, dan teknik sesuai dengan karakteristik mata pelajaran, karakteristik siswa, karakteristik guru, dan kondisi nyata sumberdaya yang tersedia di sekolah”.

Pendapat di atas mengandung arti bahwa mutu pelaksanaan pembelajaran perlu ditingkatkan, tak terkecuali pelajaran sejarah. Kenyataan yang dihadapi selama ini pada pelajaran sejarah, guru lebih sering kecewa mendapatkan siswanya kurang mampu dalam berfikir kritis dan tentunya ini akan berdampak pada hasil belajar siswa. SMAN 2 Bandar Lampung sebagai sekolah yang telah menyelenggarakan program akselerasi sudah selayaknya mencari inovasi dan mengembangkan proses pembelajaran di kelas agar siswa yang memang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa dapat menyalurkan kemampuan intektual dan kreativitasnya, siswa harus mendapatkan bimbingan dan pemantauan untuk pengembangan prestasinya dan pembentukan intelegensi emosional yang seimbang, upaya tersebut dilakukan oleh semua guru yang mengajar di kelas akselerasi tidak terkecuali pembelajaran sejarah maka upaya yang dilakukan oleh guru adalah memperbaiki cara mengajarnya dengan menerapkan pembelajaran problem based


(30)

learning dengan harapan dapat memunculkan sikap berfikir kritis. Selama ini, pembelajaran pada program akselerasi kurang bervariasi, untuk mencegah rasa bosan terhadap iklim kelas yang kurang mendukung berkembangnya potensi keunggulan peserta didik secara optimal dan memacu kecerdasan spiritual, inteletual dan emosionalnya maka diperlukan sikap untuk berinisiatif dalam menjawab soal-soal yang berbasis masalah dan belum disampaikan oleh guru sehingga kemampuan berfikir masih dangkal. Hal ini menunjukkan kemampuan berfikir kritisnya belum muncul dan masih rendah. Hendaknya siswa yang mengerjakan tugas beranggapan sebagai suatu kebutuhan untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya. Siswa belajar dari mengalami sendiri, bukan dari pemberian orang lain. Keterampilan dan pengetahuan itu diperluas dari konteks yang terbatas (sempit), sedikit demi sedikit. Penting bagi siswa untuk mengetahui manfaat belajar, menggunakan pengetahuan dan keterampilan. Transfer belajar dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu dengan menyajikan suatu pembelajaran yang dapat mengajak siswa membangun pengetahuan yang sudah dimilikinya serta mengkaitkan materi belajar dengan dunia nyata. Pembelajaran seperti ini dapat disajikan melalui pembelajaran berbasis masalah atau Problem Based Learning (PBL).

Pembelajaran berbasis masalah merupakan salah satu strategi pembelajaran yang dapat digunakan untuk memperbaiki sistem pembelajaran. Selama ini kemampuan siswa untuk dapat menyelesaikan masalah kurang diperhatikan oleh setiap guru. Akibatnya, manakala siswa telah menghadapi masalah, walaupun masalah itu dianggap sepele, banyak siswa tersebut tidak dapat menyelesaikannya dengan baik dengan menggunakan kemampuan berfikir kritis yang seharusnya dimiliki.oleh setiap siswa. Berpikir kritis dapat diartikan sebagai: 1) ide atau inisiatif, ketelitian yang timbul pada diri seseorang secara disadari atau tidak disadari, untuk melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu; 2) gagasan-gagasan yang dapat menyebabkan seseorang atau kelompok orang tertentu tergerak melakukan sesuatu karena ingin mencapai tujuan yang ingin dicapai (Mohammad Asrori, 2008:183).


(31)

Untuk merealisasikan Strategi PBL diperlukan peran siswa agar dapat aktif bahkan mampu berfikir kritis, Indikator kemampuan berpikir kritis beragam, siswa dikatakan berfikir kritis rendah apabila perhatiannya kurang, semangat juang rendah, malas belajar, malas jalan sendiri, ketergantungan, mau jalan jika dipaksa, konsentrasi kurang, mudah berkeluh kesah dan pesimis ketika menghadapi permasalahan. Kondisi ini terjadi di kelas akselerasi jurusan IPA, yang memiliki kecenderungan acuh terhadap terhadap mata pelajaran IPS (sejarah).

Berdasarkan kondisi yang terjadi, peneliti perlu mencari strategi yang mampu membuat siswa termotivasi untuk belajar sehingga terjadi pembelajaran yang kondusif dan bermakna. Strategi yang peneliti pilih untuk meningkatkan kemampuan berfikir kritis siswa adalah Strategi belajar berbasis masalah yang digunakan dalam pembelajaran dengan tujuan melibatkan aktivitas siswa, sehingga kemampuan untuk berfikir kritis muncul dan berdampak pada hasil belajar yang baik. Untuk meningkatkan kemampuan memecahkan masalah perlu dikembangkan keterampilan memahami masalah, membuat model sejarah, menyelesaikan masalah, dan menafsirkan solusinya.

Menurut hal-hal di atas jelas bahwa pembelajaran sejarah harus bermuara pada pemecahan masalah, sebagai esensi secara kumulatif dari kemampuan– kemampuan yang harus dikuasai siswa. Pendapat ahli menegaskan bahwa:”Dalam setiap kesempatan, pembelajaran sejarah hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi (contextual problem). Dengan mengajukan


(32)

masalah kontekstual, peserta didik secara bertahap dibimbing untuk menguasai konsep sejarah” (Depdiknas, 2005: 45).

PBL dapat digambarkan sebagai proses untuk menuju pada pemahaman konsep, penalaran, dan pemecahan masalah. Masalah yang dihadapkan kepada siswa dalam proses pembelajaran disediakan sebagai suatu fokus dari keterampilan berpikir siswa untuk memecahkan masalah. Pembelajaran seperti ini untuk mengkondisikan agar siswa mau belajar dengan sendirinya, yang pada ahirnya hasil belajar siswa lebih baik Tentu saja menuntut bimbingan yang lebih intensif dari guru, sehingga muncul interaksi multi arah, yaitu interaksi antar siswa, dari siswa ke guru, serta yang tidak kalah penting adalah interaksi antar siswa dengan bahan ajar. Artinya PBL dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa. Berdasarkan kajian di atas maka penulis bermaksud untuk mengadakan penelitian tentang peningkatan kemampuan berpikir kritis melalui Problem Based Learning dalam mata pelajaran sejarah di kelas X akselerasi di SMA Negeri 2 Bandar Lampung.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat diidentifikasikan masalah penelitian ini sebagai berikut:

1. Guru sejarah masih sangat dominan peranannya dalam proses pembelajaran di kelas X akselerasi SMA Negeri 2 Bandar Lampung.

2. Guru sejarah dalam memilih dan menggunakan strategi pembelajaran masih kurang tepat di kelas X akselerasi SMA Negeri 2 Bandar Lampung.


(33)

3. Untuk mencegah iklim kelas yang dapat mengembangkan potensi keunggulan siswa sehingga pembelajaran sejarah yang dilakukan mengarah pada konteks permasalahan.

4. Strategi pembelajaran yang digunakan guru di kelas X akselerasi SMA Negeri 2 Bandar Lampung. masih konvensional atau belum berorientasi pada Problrm Based Learning.

5. Kemampuan berfikir kritis siswa di kelas X akselerasi SMA Negeri 2 Bandar Lampung. pada bidang studi sejarah masih rendah.

1.3 Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah, maka penelitian ini difokuskan kepada kemampuan berpikir kritis siswa melalui Problem Based Learning pada mata pelajaran sejarah kelas X akselerasi SMA Negeri 2 Bandar Lampung.

1.4 Perumusan Masalah:

1) Bagaimanakah proses pembelajaran Problem Based Learning dalam mata pelajaran sejarah kelas X Akselerasi di SMA Negeri 2 Bandar Lampung? 2) Bagaimanakah peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa dalam mata

pelajaran sejarah kelas X Akselerasi di SMA Negeri 2 Bandar Lampung melalui pembelajaran Problem Based Learning?

1.5 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini untuk mendekripsikan:

1) Proses pembelajaran Proses Based Learning mata pelajaran sejarah kelas X Akselerasi di SMA Negeri 2 Bandar Lampung.


(34)

2) Peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa dalam mata pelajaran sejarah kelas X Akselerasi di SMA Negeri 2 Bandar Lampung melalui pembelajaran Problem Based Learning.

1.6 Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian diharapkan memberikan sumbangsih bagi pengembangan pendidikan Sejarah . Secara praktis penelitian ini bermanfaat:

1.6.1 Bagi Siswa

a. Meningkatkan pemahaman tingkat berfikir siswa

b. Memberi solusi untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. c. Meningkatkan kepekaan terhadap masalah sosial melalui berfikir kritis d. Penerapan Problem Based Learning dalam meningkatkan kemampuan

berpikir kritis siswa.

1.6.2 Bagi Guru

a. Sebagai referensi untuk menerapkan pendekatan model pembelajaran Problem Based Learning

b. Sebagai bahan pertimbangan dalam mengadakan penelitian tentang tingkat berfikir kritis siswa

1.6.3 Bagi Sekolah

a. Sebagai sumbangan penelitian dalam rangka mengembangkan ilmu pengetahuan di sekolah

b. Sebagai bahan pertimbangan bagi Kepala Sekolah melakuan kajian bagi guru-guru dalam melaksanakan pembelajaran di kelas.


(35)

1.7 Ruang Lingkup

1.7.1 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian tindakan kelas ini adalah ilmu pengetahuan sosial khususnya mata pelajaran sejarah di kelas X akselerasi pada SMA Negeri 2 Bandar Lampung tahun pelajaran 2011 - 2012. Kawasan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial karena berkaitan dengan upaya memilih komponen pembelajaran untuk menyusun strategi dan metode pembelajaran yang tepat dalam meningkatkan kemampuan berfikir kritis dalam proses pembelajaran sejarah di sekolah pada materi tradisi masyarakat lampung masa aksara dan pra aksara mewariskan masa lalunya. Fokus penelitian tindakan kelas ini adalah peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa pada mata pelajaran sejarah melalui Problem Based Learning di kelas X Akselerasi pada SMA Negeri 2 Bandar Lampung. Kemampuan berfikir kritis yang dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung meliputi merumuskan masalah, memberikan argument, melakukan deduksi, melakukan induksi, melakukan evaluasi dan mengambil keputusan. Yang dilakukan ketika pembelajaran menggunakan Problem Based Learning yang tahapannya merumuskan masalah, menganalisis masalah, merumuskan hipotesis, mengumpulkan data, pengujian hipotesis dan merumuskan rekomendasi pemecahan masalah dengan menggunakan dunia nyata untuk belajar cara berfikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah agar memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran. Model ini adalah salah satu model pembelajaran yang memberi kesempatan pada siswa agar dapat memecahkan masalah melalui berfikir kritis.


(36)

1.7.2 Ruang Lingkup Ilmu

Ruang lingkup kajian ilmu dalam penelitian ini Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) yaitu kajian pendidikan sejarah yang berkaitan dengan cerita, silsilah, riwayat, dan asal usul tentang seseorang atau kejadian (Syamsuddin dan Ismaun, 1994 dalam Dadan Supardan, 287,2009, disusul Depdiknas memberi pengertian sejarah sebagai mata pelajaran yang menanamkan pengetahuan dan nilai-nilai mengenai proses Perubahan dan perkembangan masyarakat Indonesia dan dunia dari masa lampau hingga kini(Depdiknas, 2003:1), yang jelas kata kunci bahwa sejarah merupakan penggambaran atau rekonstruksi peristiwa, kisah, maupun cerita yang benar-benar terjadi dimasa lampau. Sejarah sebagai bagian dari ilmu sosial yang dikemas secara sosial, psikologis untuk tujuan pendidikan dikembangkan atas dasar relevansinya dengan kebutuhan, minat, praktek kehidupan keseharian siswa atau program pendidikan yang diorganisasi secara terpadu atau integratif. Kajian penelitian ini berkonsentrasi pada pendidikan sejarah di SMA yang bertujuan untuk mengembangkan dan menumbuhkan sikap berfikir kritis. Dengan adanya pendidikan IPS diharapkan siswa akan memperoleh pemahaman dan penghargaan dari cara bagaimana pengetahuan diperoleh melalui metodologi ilmiah, akan mengembangkan sikap ilmiah dan akan memiliki sebuah struktur pengetahuan ilmiah mengenai sikap dan kebiasaan manusia. Pendidikan suatu ilmu pengetahuan bukanlah hanya bagaimana mengajarkan ilmu pengetahuan kepada


(37)

siswa tetapi juga harus mengajarkan tentang makna dan nilai-nilai atas ilmu pengetahuan itu untuk kepentingan kehidupan siswa kearah yang lebih baik. Unsur terpenting dari sejarah adalah kejadian masa lalu, dengan konsep dasar manusia, ruang dan waktu terkait dengan peristiwa masa lampau dan bersifat kronologi, berdasarkan urutan waktu kejadian. Atas dasar ini maka sejarah harus mengenai sasaran kebutuhan siswa agar tidak terlalu banyak diberi hal abstrak tapi hal yang nyata dan berguna bagi siswa. Oleh karena itu dalam penelitian berkonsentrasi pada sejarah sebagai bagian kawasan IPS dengan standar kompetensi memahami prinsif dasar ilmu sejarah dan kompetensi dasar mendeskripsikan tradisi sejarah dalam masyarakat Indonesia masa pra aksara dan masa aksara yang diaksanakan pada semester ganjil kelas X tahun pelajaran 2011-2012

Kompetensi yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah kemampuan berfikir kritis tentang cara masyarakat lampung masa pra aksara mewariskan masa lalunya melalui jejak-jejak sejarah sehingga mampu mendeskripsikan tradisi sejarah masyarakat di daerah lampung yang terbagi atas lampung seibatin dan pepadun.


(38)

(39)

II. KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR 2.1 Program Akselerasi

Program akselerasi adalah layanan penyelenggaraan pendidikan bagi siswa yang memiliki kemampuan dan kecerdasan istimewa dengan tujuan: (1) memberikan pelayanan pendidikan sesuai kecerdasan kemampuan peserta didik, sehingga peserta didik dapat belajar optimal. (2) Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk dapat menyelesaikan program pendidikannya sesuai kecepatan belajarnya, sehingga dapat selesai lebih awal dari waktu yang dijadwalkan dari peserta didik biasa. (3) Mengefektifkan pelayanan pembelajaran dan meningkatkan efesiensi penyelenggaraan pendidikan dalam rangka mempercepat proses penyediaan SDM yang berkualitas. (4) Memberikan motivasi belajar kepada peserta didik melalui metode dan tekhnik pembelajaran yang menantang. Dan (4) membantu pemerintah dalam meningkatkan pemerataan kualitas pendidikan secara swadaya.

Landasan pelaksanaan program akselerasi adalah Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang system pendidikan nasional menggunakan istilah warga negara yang meliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Penggunaan istilah potensi kecerdasan dan bakat istimewa ini berkaitan erat dengan latar belakang teoritis yang digunakan. Potensi kecerdasan berkaitan dengan


(40)

kemampuan intelektual, sedangkan bakat tidak hanya terbatas pada kemampuan intelektual namun juga berbagai jenis kemampuan lainnya yang yang disebut oleh Gardner dengan teorinya yang dikenal Multiple Inteligences (1983) yaitu kecerdasan linguistik, kecerdasan musikal, kecerdasan spasial, kecerdasan logikan, kecerdasan matematikal, kecerdasan kinestetik, kecerdasan intrapersonal dan kecerdasan interpersonal. Pengertian potensi kecerdasan dan bakat istimewa dalam proses percepatan belajar ini dibatasi hanya pada kemampuan intelektual umum saja,

Untuk pendekatan unidimensional, criteria yang digunakan hanya semata-mata skor IQ saja. Secara operasional batasan kemampuan intelektual umum yang digunakan adalah mereka yang mempunyai skor IQ 140 skala Wechsler. Sedangkan untuk pendekatan multidimensional criteria yang digunaan lebih dari satu. Dalam hal ini batasan yang digunakan adalah mereka yang memiliki dimensi kemampuan umum pada taraf cerdas (ditetapkan skor IQ 125 keatas skala Wechsler), dimensi kreativitas cukup (ditetapkan skor CQ dalam nilai baku cukup) dan pengikatan diri terhadap tugas baik (ditetapkan skor TC dalam kategori nilai baku baik).

Ciri keterbatasan yang digunakan berasal dari Renzulli, Reis dan Smith (1978) yang menyebutkan bahwa keberbakatan menunjuk pada adanya keterkaitan antara tiga kelompok cirri (Kluster) yaitu kemampuan umum, kreativitas dan tanggung jawab terhadap tugas (task commitment) di atas rata-rata. Dengan menggunakan konsepsi keberbakatan Renzulli, Reis dan Smith (1978) daan disesuaikan dengan kondisi yang ingin dikembangkan


(41)

oleh fihak sekolah maka definisi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa dalam program percepatan belajar adalah Mereka yang oleh psikolok dan/guru diidentifikasi sebagai peserta didik yang telah mencapai prestasi memuaskan dan memiliki kemampuan intelektual umum yang berfungsi pada taraf cerdas, kreativitasyang memadai dan keterikatan terhadap tugas yang tergolong baik. Untuk mendapatkan peserta didik yang disampaikan 14 ciri-ciri keberbakatan yang telah memiiki korelasi yng signifikan dengan tiga aspek tersebut (Balitbang Depdikbud, 1986): (1) lancar berbahasa (mampu mengutarakan pemikirannya), (2) memiliki rasa ingin tahu yang besar terhadap ilmu pengetahuan, (3) memiliki kemampuan yang tinggi dalam berfikir kritis dan logis, (4) mampu belajar/ bekerja secara mandiri, (5) ulet menghadapi kesulitan (tidak lekas putus asa), (6) mempunyai tujuan yang jelas dalam kegiatan atau perbuatan, (6) cermat atau teliti dalam mengamati, (7) memiliki kemampuan memikirkan beberapa macam pemecahan masalah, (8) mempunyai minat luas, (9) mempunyai daya inajinasi yang tinggi, (10) belajar dengan mudah dan cepat, (11) mampu mengemukakan dan mempertahankan pendapat, (12) mampu berkonsentrasi dan (13) tidak memerlukan dorongan (Motivasi) dari luar

Pada dasarnya model akselerasi adalah pembelajaran indivisual sehingga keragaman kecepatan belajar setiap peserta didik tidak terhalang oleh system manajemen sekolah atau kelas. Jangan sampai kemajuan dan kecepatan penguasaan bidang studi terhambat karena adanya sistem yang


(42)

tidak membolehkan seseorang peserta didik melaju melampaui rombongan belajarnya. Model ini dengan demikian membebaskan peserta didik berpeluang melaju kencang sesuai dengan kemampuannya dalam bidang studi yang ditetapkan sebagai bidang studi yang diakelerasikan.

Melalui bakat dan minat serta motivasinya peserta didik belajar sendiri untuk menguasai pokok-pokok bahasan bidang studi yang tertulis yang diberikan kepada peserta didik oleh guru untuk periode satu semester. Berdasarkan silabus tersebut peserta didik mengeksplorasi materi pelajaran berdasarkan acuan bahan pelajaran yang disarankan untuk dikuasai. Siswa yang oleh guru dinyatakan menguasai materi pokok bahasan bidang studi yang dipelajari dapat melaju pindah pada pokok bahasan selanjutnya. Pernyataan penguasaan pokok bahasan dilakukan guru dengan melakukan evaluasi hasil belajar dengan standar tertentu, sehingga setiap siswa akan memiliki rekaman atas kemajuan penguasaan sendiri-sendiri setiap pokok bahasan yang telah mereka capai. Hasil kuantitatif penilaian yang diperoleh siswa kemudian dituliskan pada jejak rekam yang tertempel pada dinding kelas yang memungkinkan dapat dilihat oleh semua siswa. Penulisan kemajuan penguasaan materi pokok bahasan dengan cara mengaksirkannya pada jejak rekam kemajuan siswa yang berujud kolom-kolom nama siswa dan daftar urut pokok bahasan bidang studi, selanjutnya berdasarkan hasil penilaian dari guru, siswa yang bersangkutan mengaksirnya sampai sejauh mana pokok pembahasan yang telah dikuasai, dengan gambaran tersebut


(43)

tampak wariasi aksiran yang masing-masing siswa atas ragaman pokok bahasan yang telah dikuasai oleh setiap siswa.

Setiap bidang studi akan disediakan jejak rekam visual sendiri yang didalamnya memuat nama siswa dan urutan pokok bahasan. Secara tradisional diujudkan dalam tabel yang ditulis dalam kertas manila ditempel pada dinding kelas, namun dalam sajian yang lebih modern dapat disajikan dalam komputer yang setiap saat dapat dibuka oleh siswa sendiri dan dilakukan perubahan kemajuan penguasaan pokok bahasan oleh siswa , namun melalui jejak rekam ber-IT menuntut sekolah atau semua siswa mampu mengoperasionalkan komputer.

Model Akselerasi akan mengalami Perubahan karakter pembelajaran yang harus dijalani guru dan siswa baik menyangkut cara penyajian pembelajaran, corak evaluasi oleh guru maupun fungsi dan peran guru. Disini guru sebagai designer intruksional yang harus menyiapkan materi yang tersusun dalam urutan pokok bahasan yang harus terkomunikasikan kepada siswa sejak awal pembelajaran, ini akan memberi kesempatan siswa untuk secepatnya melakukan kegiatan belajar mandiri (Individu) sehingga mereka segera melakukan kajian atas pokok bahasan. Guru harus menyiapkan acuan yang dirujuk untuk pokok bahasan dan berbagai sumber baik baik tradisional maupun modern misalnya melalui internet, sehingga siswa akan melaju menguasai materi pokok bahasan secara individual namun dalam pelaksanaan kegiatan penguasaan materi pokok bahasan siswa


(44)

dapat melakukan kerjasama dalam memperoleh bahan ajar seperti upaya memperoleh pemahaman materi.

Kedudukan guru sebagai fasilitator dan konsultan pembelajaran bagi siswa yang memerlukan sehingga pelaksanaan pembelajaran dapat terjadi didalam maupun diluar kelas. Variasi pembelajaran menjadi variatif karena siswa dengan kemajuan yang berbeda dapat pula tinggal didalam kelas untuk bersama belajar menguasai pokok bahasan namun dapat dilakukan diluar kelas. Pelaksanaan pembelajaran model akselerasi ini karena dapat berlangsung diluar kelas bahkan diluar sekolah, maka sangat memungkinkan terjadinya pembelajaran terjadwal di kelas.

Hal yang perlu mendapat perhatian dengan peran guru di luar sebagai konsultan dan fasilitor adalah peran sebagai evaluator. Guru dalam pelaksanaan model ini harus menjadi evaluator handal sebab guru harus mampu menyiapkan semua jenis evaluasi untuk mengukur pencapaian hasil penguasaan siswa atas pokok bahasan sehingga minimal harus tersedia sejumlah alat evaluasi setiap pokok bahasan dengan berbagai variasinya, ini penting sebab model ini mengutamakan kemajuan individual sangat terbuka bagi pelaksanaan evaluasi setiap waktu, evaluasi bagi setiap siswa dapat terjadi kapanpun, ketika siswa secara sendiri minta untuk dievaluasi atas kemampuan dan penguasaan pokok bahasan, kapanpun tanpa menunggu siswa lainnya dan tidak perlu pelaksanaan evaluasi bersama seperti ulangan umum, sehingga ketika siswa minta dievaluasi maka tidak perlu menunggu rombongan. Karena evaluasi dilaksanakan sendiri-sendiri ketika siswa siap, maka guru harus sejak awal menyiapkan diri sebagai evaluator, sehingga


(45)

bobot evaluasi harus diperhatikan, apabila permintaan evaluasi dari siswa tertunda akibat belum tersedianya evaluasi kemajuan penguasaan pokok bahasan maka makna akselerasi akan hilang sebab layanan percepatann berarti tidak dapat terpenuhi.

Prinsif yang dikembangkan dalam model ini adalah prinsif stelsel aktif yang sangat menekankan keaktifan siswa berinisiatif dan kreatif bagi kemajuan belajar sendiri tanpa harus dibarengkan dengan peserta didik lain. Apabila percepatan ini benar-benar terjadi dan tidak ada hambatan tehnis yang menghalangi maka dimungkinkan terjadi waktu tersisa sehingga ada kemungkinan yang bakal terjadi yang dapat dilakukan oleh sekolah adalah: (1) sekolah akan punya peluang besar untuk melakukan pengayaan atas materi yang dipandang penting dan sulit, (2) dapat dimanfaatkan untuk pembinaan kemampuan penguasaan bidang studi khusus untuk pembinaan olimpiade MIPA.

2.2 Berpikir Kritis dalam pembelajaran Sejarah

Pembelajaran sejarah secara kontekstual merupakan sistem pengembangan kemampuan intelektual melalui partisipasi aktif dalam pengalaman yang bermakna, pengalaman yang secara fisiologis memperkuat hubungan antar sel otak dan membentuk hubungan syaraf baru. Pembelajaran konstekstual membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir tahap tinggi, berpikir kritis dan berpikir kreatif. Berpikir kritis adalah suatu kecakapan nalar secara teratur, kecakapan sistematis dalam menilai, memecahkan


(46)

masalah, menarik keputusan, memberikan keyakinan, menganalisis asumsi dan pencarian ilmiah (Sukmadinata, Nana,2004: 177) Berpikir kreatif adalah suatu kegiatan mental untuk meningkatkan kemurnian (originality) dan ketajaman pemahaman (insight) dalam mengembangkan sesuatu (generating), (Sukmadinata, 2004:176)

Keterampilan berfikir kritis merupakan salah satu modal dasar atau modal, intelektual yang sangat penting bagi setiap orang (Galbreath, 1999:14-22: Liliasari, 2002;35) dan merupakan bagian dari kematangan manusia. Oleh karena, pengembangan keterampilan berfikir kritis menjadi sangat penting bagi siswa di setiap jenjang pendidikan. Keterampilan berfikir kritis menggunakan dasar berfikir menganalisis argumen dan memunculkan wawasan terhadap tiap-tiap interpretasi untuk mengembangkan pola penalaran yang logis, kemampuan memahai asumsi, memformulasi masalah, melakukan deduksi dan induksi serta mengambil keputusan yang tepat. Indikator kemampuan berfikir kritis tersebut dapat dilihat pada Tabel


(47)

Tabel 2.1 Indikator-Indikator dari Kemampuan Berfikir Kritis Kemampuan Berfikir Kritis Indikator-indikator

Merumuskan masalah -Memformulasi pertanyaan yang mengarahkan investigasi

Memberikan argument - Argumen sesuai dengan kebutuhan - menunjukkan persamaan dan perbedaan

Melakukan deduksi -Pengambilan kesimpulan untuk suatu atau beberapa kasus khusus yang didasarkan kepada suatu fakta umum Melakukan induksi - Pengambilan kesimpulan yang

diperoleh dari fakta-fakta khusus Melakukan evaluasi - Mengevaluasi berdasarkan fakta

- Memberikan alternatif lain Mengambil keputusan dan

tindakan

- Menentukan jalan keluar

- Memilih kemungkinan yang akan dilaksanakan

Sumber : Modifikasi dari Ennis, 1985 dalam Arnyana 2004 2.2.1 Langkah-Langkah Berpikir Kritis

Berfikir kritis merupakan tahap berfikir tingkat tinggi dari seseorang. Memiliki langkah-langkah sebagai berikut:

1) Penentuan isu, masalah, rencana atau kegiatan pokok yang akan dikaji. Pokok yang akan dikaji perlu ditentukan dan dirumuskan dengan jelas sebab akan menjadi fokus kajian.

2) Sudut pandang. Dari sudut pandang mana pokok kajian tersebut akan dikaji. Kemacetan lalu lintas umpamanya dapat dilihat dari sudut tata kota, disiplin, ekonomi, kesehatan, dll.

3) Alasan pemilihan pokok kajian. Setiap pemilihan pokok kajian perlu memiliki alasan yang kuat. Alasan-alasan tersebut akan menjelaskan pentingnya pokok kajian.

4) Perumusan asumsi. Asumsi adalah idea atau pemikiran-pemikiran dasar yang dijadikan pegangan dalam mengkaji suatu pokok kajian. Asumsi-asumsi tersebut menentukan arah dari kajian.

5) Penggunaan bahasa yang jelas. Bahasa merupakan alat berpikir. Penggunaan bahasa yang jelas dalam merumuskan, dan mengkaji masalah akan meningkatkan kemampuan berpikir.

6) Dukungan fakta-kenyataan. Apakah pendapat, pandangan, argumentasi didasarkan atas fakta-fakta nyata? Pendapat atau pandangan yang kuat adalah yang didukung oleh kenyataan. Fakta


(48)

kenyataan ini bisa bersumber dari pengalaman pribadi, pengalaman orang lain, informasi dari pemegang kekuasaan atau data statistik. 7) Kesimpulan yang diharapkan. Rumusan tentang

kesimpulan-kesimpulan apa yang diharapkan diperoleh dari kajian tersebut. Kesimpulan merupakan hasil akhir dari suatu kajian. Rumusan kesimpulan hendaknya didasari oleh logika berpikir, alasan, dan fakta-fakta nyata.

8) Implikasi dari kesimpulan. Suatu kesimpulan memiliki beberapa implikasi bagi penerapannya. Implikasi ini terkait dengan beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penerapan hasil, saran, dan pemecahan masalah maupun mengatasi hambatan dan dampak-dampak negatif.(Sukmadinata, Nana, 2004:177)

Kedelapan langkah berpikir kritis dapat digunakan untuk mengkaji berbagai isu, masalah atau merencanakan suatu kegiatan atau proyek. Khusus untuk pemecahan masalah kedelapan langkah tersebut dapat dipadatkan menjadi empat langkah saja, yaitu : (1) perumusan dan pembatasan masalah, (2) perumusan hasil-hasil yang ingin dicapai, (3) pemecahan yang bisa dilakukan serta alasannya, dan (4) kesimpulan. Pembelajaran seperti halnya dalam kehidupan masyarakat, siswa dituntut untuk membedakan sesuatu yang benar dan salah, baik dan buruk. Dengan mengabaikan dasar-dasar pertimbangan moral, apakah nilai absolut yang bersumber dari agama, atau nilai relatif tergantung pada lingkungan dan budaya, orang selalu dituntut untuk memberikan pertimbangan nilai.

Minimal ada tiga hal pokok berkenaan dengan berpikir kritis dalam masalah etika. Pertama, prinsip-prinsip moral yang menjadi pegangan dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Wilson (1993) “kepekaan moral”, meliputi kewajiban, kasih sayang, keterbukaan dan pengendalian diri”. Orang yang bermoral adalah orang yang tahu dan mampu melaksanakan semua kewajibannya. Kewajiban di rumah, di sekolah, di masyarakat, dan dalam


(49)

lingkungan pekerjaan. Supaya bisa berfikir secara kritis melibatkan suatu rangkaian yang terintegrasi tentang kemampuan dan sikap berfikir, berfikir secara aktif dengan menggunakan intelegensia, pengetahuan, dan ketrampilan diri untuk menjawab pertanyaan, dengan cermat menggali situasi dengan cara mengajukan pertanyaan dan menjawab dengan relevan, berfikir untuk diri sendiri dan secara cermat menelaah berbagai ide dan mencapai kesimpulan yang berguna, mendiskusikan ide kedalam suatu cara yang terorganisasi untuk pertukaran dan menggali ide dengan orang lain.

Sebagai seorang profesional berfikir kreatif harus selalu melihat kedepan, profesional tidak boleh membiarkan berfikir menjadi sesuatu yang rutin atau standar. Seorang yang berfikir dengan cara kreatif akan melihat setiap masalah dengan sudut yang selalu berbeda meskipun obyeknya sama, sehingga dapat dikatakan, dengan tersedianya pengetahuan baru, seorang profesional harus selalu melakukan sesuatu dan mencari apa yang paling efektif dan ilmiah dan memberikan hasil yang lebih baik untuk kesejahteraan diri maupun orang lain. Proses berfikir ini dilakukan sepanjang waktu sejalan dengan keterlibatan kita dalam pengalaman baru dan menerapkan pengetahuan yang kita miliki kita menjadi lebih mampu untuk membetuk asumsi, ide-ide dan membuat simpulan yang valid. Semua proses tersebut tidak terlepas dari sebuah proses berfikir dan belajar

Keterbukaan merupakan dasar dari kepercayaan, kebersamaan, saling membantu, dst. Dengan keterbukaan orang saling bekerjasama, membantu dan mencapai kemajuan. Pengendalian diri bukan saja dasar bagi kemajuan


(50)

diri, tetapi juga dasar dalam interaksi dengan orang lain, kebersamaan, kerjasama, dst. Prinsip lain adalah ketiga prinsip dari ilmu pengetahuan modern, yaitu : interdependensi, diferensiasi, dan organisasi diri. Manusia dalam kehidupannya saling tergantung, dalam kesaling-tergantungan ini harus tercipta harmoni. Perbuatan yang mengarah pada penciptaan harmonis adalah bermoral, sedang yang merusak harmoni itu tidak bermoral. Dalam perkembangan manusia baik sebagai individu maupun masyarakat, terjadi diferensiasi, berkembang ke arah keberagaman. Mengakui dan menghargai keragaman, perbedaan antar orang itu bermoral, sedangkan mengabaikan keberagaman, menyamakan setiap orang itu kurang bermoral.

Manusia adalah organisme yang dapat mengelola dirinya sendiri. Setiap orang mampu dan harus mengelola, memimpin, dan mengatur dirinya sendiri. Mengakui dan menghargai kemampuan orang untuk mengelola dirinya sendiri adalah bermoral, dan mengingkari kemampuan tersebut adalah kurang bermoral.

Kedua, kewajiban (moral) yang muncul dari hubungan. Manusia hidup dalam saling hubungan dengan yang lain, bukan dalam isolasi. Seorang pemikir kritis mencoba memahami tanggungjawabnya. Apa yang harus dia lakukan dalam menjalin persahabatan dengan teman, apa tugas dan kewajibannya sebagai pegawai, sebagai warga masyarakat dan sebagai warga Negara.

Ketiga, akibat dari keputusan dan tindakan. Akibat merupakan hal yang penting dalam pemikiran etika. Seorang pemikir kritis berpegang pada


(51)

prinsip-prinsip moral yang kuat, mencari pemecahan dan akibat yang tidak merugikan orang lain. Berpikir kritis adalah suatu kegiatan mental dari seorang yang toleran dengan jiwa terbuka untuk memperluas pemahaman. Pemikir kritis selalu menguji proses pemikirannya agar tercapai pemahaman yang sempurna

2.3 Belajar dan Pembelajaran Sejarah

Belajar adalah proses berpikir. Dalam berpikir menekankan kepada proses mencari dan menemukan pengetahuan melalui proses interaksi secara individu dengan lingkungan. Dalam pembelajaran berpikir proses pendidikan di sekolah tidak hanya menekankan kepada akumulasi pengetahuan materi pelajaran, tetapi yang diutamakan adalah kemampuan siswa untuk memperoleh pengetahuannya sendiri (self regulated).

Melalui belajar manusia dapat mengembangkan potensi-potensi yang dibawanya sejak lahir. Aktualisasi potensi ini sangat berguna bagi manusia untuk dapat menyesuaikan diri demi pemenuhan kebutuhannya. Sebagai landasan penguraian mengenai apa yang dimaksud dengan belajar, definisi belajar dari beberapa ahli dalam Purwanto (2003:84) di antaranya:

1) Gagne dalam buku The Conditions of Learning (1977) menyatakan bahwa belajar terjadi apabila suatu situasi stimulus bersama dengan isi ingatan mempengaruhi siswa sedemikian rupa sehingga perbuatannya berubah dari waktu sebelum ia mengalami situasi itu ke dalam waktu sesudah ia mengalami situasi tadi.

2) Morgan dalam buku Introduction to Psycology (1978) mengemukakan bahwa belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman.


(52)

3) Witherington dalam buku Educational Psycology mengemukakan belajar adalah suatu perubahan di dalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru dari pada reaksi yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian atau pengertian.

Sementara dalam Darsono (2000:3-4) definisi belajar dari beberapa ahli di antaranya :

1) Morris L. Bigge dalam buku Learning Theories for Theacers (1992) mengemukakan belajar adalah perubahan yang menetap dalam kehidupan seseorang yang tidak diwariskan secara genetis. Perubahan itu terjadi pada pemahaman (insight), perilaku, persepsi, motivasi atau campuran dari semuanya secara sistematis sebagai akibat pengalaman dalam situasi tertentu.

2) Marle J. Moskowitz dan Arthur R. Orgel dalam buku General Psychology (1975) mengemukakan belajar adalah perubahan perilaku sebagai hasil langsung dari pengalaman dan bukan akibat hubungan-hubungan dalam sistem syaraf yang dibawa sejak lahir.

3) James O. Whittaker dalam buku Introduction to Psycholog (1970) mendefinisikan belajar sebagai proses yang menimbulkan atau merubah perilaku melalui latihan atau pengalaman. Perubahan itu tidak termasuk perubahan fisik, kematangan, karena sakit, kelelahan, dan pengaruh obat-obatan.

Dari pendapat beberapa ahli di atas, menurut Purwanto (2003:85) dikemukakan adanya beberapa elemen penting yang mencirikan pengertian belajar yaitu :

1) Belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi melalui latihan dan pengalaman dalam arti perubahan-perubahan yang disebabkan oleh pertumbuhan atau kematangan tidak dianggap sebagai hasil belajar seperti perubahan-perubahan yang terjadi pada diri seorang bayi. Untuk dapat disebut belajar, maka perubahan itu harus relatif mantap, harus merupakan akhir daripada suatu periode waktu yang cukup panjang.

2) Tingkah laku yang mengalami perubahan karena belajar menyangkut aspek kepribadian baik fisik maupun psikis seperti perubahan dalam


(53)

pengertian, pemecahan suatu masalah/ berfikir, ketrampilan, kecakapan, kebiasaan ataupun sikap.

Berdasarkan definisi di atas dapat diambil pengertian bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk mengadakan perubahan dalam dirinya secara keseluruhan baik berupa pengalaman, keterampilan, sikap dan tingkah laku sebagai akibat dari latihan serta interaksi dengan lingkungannya.

Pengertian belajar yang merupakan komponen ilmu pendidikan yang berkenaan dengan tujuan dan bahan acuan interaksi, baik yang bersifat eksplisit maupun implisit (Sagala : 2003). Sedangkan Garret dalam Sagala (2003 : 13) menyatakan bahwa :

”Belajar merupakan proses yang berlangsung dalam jangka waktu yang tertentu lama melalui latihan pengalaman yang membawa kepada perubahan diri dan perubahan cara mereaksi terhadap suatu perangsang”.

Menurut Gagne, di dalam proses belajar terdapat dua fenomena yang berlaku yaitu: (1) keterampilan intelektual yang meningkat sejalan dengan meningkatnya umur dan latihan yang didapat individu, dan (2) belajar akan lebih cepat apabila strategi kognitif dapat dipakai dalam memecahkan masalah secara lebih efisien. Gagne berpendapat bahwa, belajar merupakan suatu proses yang bukan terjadi secara alamiah, tetapi hanya akan terjadi dengan adanya kondisi-kondisi tertentu. Kondisi ini menyangkut kondisi internal dan eksternal, kondisi internal berhubungan dengan kesiapan siswa dan apa yang telah dipelajari sebelumnya, sementara kondisi eksternal merupakan situasi belajar dan penyajian stimulus yang sengaja diatur oleh


(54)

guru dengan tujuan memperlancar proses belajar. Belajar yang terbaik ialah dengan mengalami sendiri, dan dalam mengalami itu si pelajar menggunakan panca indera. Hal-hal yang pokok dalam “belajar” adalah bahwa belajar itu membawa perubahan (dalam arti behavioral changes, actual maupun potensial, bahwa perubahan itu pada pokoknya adalah didapatkannya kecakapan baru, bahwa perubahan itu terjadi karena usaha (dengan sengaja).

UUSPN No. 20 tahun 2003 pasal 1 ayat 20 menyatakan ”pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar”. Dari pernyataan tersebut agar pembelajaran dikatakan berhasil, harus ada interaksi antara siswa sebagai peserta didik dengan guru sebagai pendidik maupun dengan sumber belajar. Selanjutnya menurut Dimyati dalam Sagala (2005 : 62) memberikan pengertian pembelajaran adalah ”kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional, untuk membuat siswa belajar secara aktif, yang menekankan pada penyediaan sumber belajar. Dari pengertian tersebut, agar pembelajaran sejarah berjalan dengan baik guru harus mempersiapkan bahan belajar sebelum proses pembelajaran dimulai.

Pengetahuan sejarah tidak hanya melihat masa sekarang, tetapi juga masa depan dengan rasa lebih mantap karena sudah ada arah garis tertentu yang menimbulkan kesadaran masa depan adalah bagian waktu, bagian dunia kita, maka ada proses-proses sejarah yang sama akan terjadi. Sejarah memperkuat perasaan akan realitas sehingga tidak menimbulkan harapan akan timbulnya zaman keemasan tetapi sejarah menggemleng jiwa manusia


(55)

menjadi kuat dan tahan dalam menghadapi teror dan kekacauan dalam kehidupan kita.

Tujuan mata pelajaran sejarah di sekolah adalah untuk mengembangkan kemampuan-kemampuan sebagai berikut:

1) Agar siswa memperoleh kemampuan berpikir historis dan pemahaman sejarah.

2) Membangun kesadaran akan pentingnya waktu (time) yang merupakan sebuah proses dari masa lampau, masa kini dan masa depan.

3) Melatih daya kritis peserta didik untuk memahami fakta-fakta sejarah secara benar dengan didasarkan pada pendekatan ilmiah dan metodologi keilmuan (sejarah)

4) Menumbuhkan apresiasi dan penghargaan terhadap peninggalan sejarah sebagai bukti peradaban Bangsa Indonesia di masa lampau. 5) Menumbuhkan pemahaman terhadap peserta didik bahwa proses

terbentuknya Bangsa Indonesia melalui proses yang panjang dan masih berproses hingga masa kini dan masa yang akan datang. 6) Menumbuhkan kesadaran dalam peserta didik bahwa mereka

menjadi bagian dari Bangsa Indonesia yang harus memiliki rasa kebanggaan dan cinta tanah air yang dapat diimplementasikan dalam berbagai bidang kegiatan dan lapangan pengabdian. Oleh karena itu, pembelajaran sejarah sangat penting artinya untuk diajarkan di sekolah-sekolah. Kartodirjo, (1993:21)


(56)

Pembelajaran merupakan jantung dari proses pendidikan dalam suatu institusi pendidikan. Kualitas pembelajaran bersifat kompleks dan dinamis, dapat dipandang dari berbagai persepsi dan sudut pandang melintasi garis waktu. Pada tingkat mikro, pencapaian kualitas pembelajaran merupakan tanggung jawab profesional seorang guru, misalnya melalui penciptaan pengalaman belajar yang bermakna bagi siswa dan fasilitas yang didapat siswa untuk mencapai hasil belajar yang maksimal. Pada tingkat makro, melalui sistem pembelajaran yang berkualitas, lembaga pendidikan bertanggung jawab terhadap pembentukan tenaga pengajar yang berkualitas, yaitu yang dapat berkontribusi terhadap perkembangan intelektual, sikap, dan moral dari setiap individu peserta didik sebagai anggota masyarakat.

Pembelajaran sejarah merupakan sutau kegiatan yang bernilai edukatif, nilai edukatif yang mewarnai interaksi yang terjadi antara guru dan siswa. Interaksi yang bernilai edukatif dikarenakan kegiatan pembelajaran dilakukan, diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu yang telah dirumuskan sebelum pembelajaran dilakukan. Guru dengan sadar merencanakan kegiatan pembelajaran sejarah secara sistematis dengan memanfaatkan segala sesuatunya guna kepentingan pembelajaran (Widarwati, 2007:17)

Berkaitan dengan hal itu, guru memegang peran strategis dalam membentuk watak bangsa melalui pengembangan kepribadian dan nilai-nilai yang diinginkan. Sehingga peran guru sulit digantikan oleh yang lain. Pandangan Kuntowijoyo, pembelajaran sejarah menyuguhkan fakta secara diakronis, ideografis, unik, dan empiris. Sejarah itu bersifat diakronis karena berhubungan dengan perjalanan waktu. Sejarah mencatat segala sesuatu


(57)

berdasarkan rentang waktu. Dipandang dari dimensi pembelajaran sejarah dalam kelas tatap dominan sekalipun tehnologi yang dapat dimanfaatkan dalamproses pembelajaran berkembang amat cepat . Hal ini disebabkan ada dimensi-dimensi proses pendidikan atau lebih khusus lagi proses pembelajarn sejarah , yang diperankan oleh guru sejarah yang tidak dapat digantikan oleh tehnologi

2. 4. Pembelajaran Berbasis Masalah dalam Sejarah

Pembelajaran sejarah di Indonesia mengalami kemerosotan dari hari ke hari. Kondisi ini tidak boleh dibiarkan dan harus segera diatasi, karena apabila hal tersebut berlangsung terus, maka pembelajaran sejarah tidak dapat berfungsi sebagai mana mestinya. Beberapa pakar pendidikan sejarah maupun sejarawan memberikan pendapat tentang fenomena pembelajaran sejarah yang terjadi di Indonesia diantaranya masalah model pembelajaran sejarah, kurikulum sejarah, masalah materi dan buku ajar atau buku teks, profesionalisme guru sejarah dan lain sebagainya. Masalah model pembelajaran sejarah. Menurut Hamid Hasan dalam Alfian (2007) bahwa kenyataan yang ada sekarang, pembelajaran sejarah jauh dari harapan untuk memungkinkan anak melihat relevansinya dengan kehidupan masa kini dan masa depan. Problem-Based Learning (PBL) sebagai suatu pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar sejarah dengan cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran.


(58)

Pembelajaran dengan membiasakan siswa untuk melakukan sendiri, menemukan masalah dan memecahkan masalah, dengan berkolaborasi untuk saling bertukar pikiran dengan sesama teman dan keaktifan siswa. Sejarah merupakan bagian dari disiplin ilmu yang tidak hanya bersifat pengetahuan, tetapi juga belajar konsep mengapa peristiwa itu terjadi yang memerlukan pemahaman, dan analisa mengenai suatu peristiwa sejarah sehingga mampu merangsang untuk berfikir tingkat tingkat tinggi dalam situasi yang berorientasi masalah, termasuk didalamnya bagaimana belajar. Menurut Ibrahim dan Nur (2000 ; 2)

” Pembelajaran berbasis masalah dikenal dengan nama lain seperti project based teaching (pembelajaran proyek), experience based education (pendidikan berdasarkan pengalaman), authentic learning (pembelajaran autentik), dan anchored instruction (pembelajaran berakar pada kehidupan nyata)”. Peran guru dalam pembelajaran berbasis masalah adalah menyajikan masalah, mengajukan pertanyaan, dan memfasilitasi penyelidikan tanpa guru, mengembangkan lingkungan kelas yang memungkinkan terjadinya pertukaran ide secara terbuka. Secara garis besar PBL terdiri dari penyajian situasi masalah yang autentik dan bermakna yang dapat memberikan kemudahan kepada siswa untuk melakukan penyelidikan.

Belajar berdasarkan masalah adalah interaksi antara stimulus dengan respon, merupakan hubungan antara dua arah belajar dan lingkungan. Lingkungan memberi masukan kepada siswa berupa bantuan dan masalah sedangkan sistem syaraf otak berfungsi menafsirkan bantuan itu secara efektif sehingga masalah yang dihadapi dapat diselidiki, dinilai, dianalisis serta dicari pemecahan masalah dengan baik menurut Dewey (dalam Sudjana.2001:19)


(1)

Tabel 3.5 Kisi-Kisi Obyek Berpikir Kritis Siklus 3

No Kompetensi Dasar

Uraian Materi

Indikator Jenjang

1.1 Mendeskripsi kan tradisi sejarah dalam masyarakat Indonesia masa pra aksara dan aksara Tradisi sejarah Indonesia pada masa pra aksara

Memberikan alasan tradisi kebudayaan masyarakat lampung pepadun harus dilestarikan

C4 Menjelaskan alasan tradisi

kebudayaan masyarakat lampung pepadun harus tetap diangkat

C4 Menganalisis sikap generasi

muda menanggapi tradisi

kebudayaan masyarakat lampung pepadun

C4

Menganalisis upaya generasi muda menjadikan tradisi

kebudayaan masyarakat lampung pepadun menjadi warisan

masyarakat Lampung

C4

Panduan observasi yang digunakan pada penelitian ini dengan cara memberi nilai pada kolom yang telah disediakan berkenaan dengan jawaban siswa. Tingkat berfikir kritis siswa menggunakan skala penilaian tidak baik, cukup, cukup baik, baik dan sangat baik. Lembar observasi untuk mengetahui tingkat berfikir kritis siswa dapat dilihat di lampiran 10 penelitian ini.

Untuk menganalisa data hasil berpikir kritis siswa dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1) Menghitung jumlah jawaban yang sesuai indikator berfikir kritis siswa. 2) Menentukan skor siswa

Dari data, ditentukan skor dengan berfikir kritis siswa dihitung dengan mengikuti panduan sebagai berikut


(2)

93

Skor 2 untuk berfikir kritis cukup Skor 3 untuk berfikir kritis cukup baik Skor 4 untuk berfikir kritis baik Skor 5 untuk berfikir kritis sangat baik

3) Memasukan hasil perhitungan skor ke dalam tabel analisa berfikir kritis pada setiap siklus

4) menghitungan nilai terendah, nilai rata-rata dan nilai tertinggi setiap siklus 5) Menyusun nilai ke dalam tabel berpikir kritis

6) Menampilkan perkembangan peningkatan berfikir kritis siswa

3.7.1 Indikator Penelitian Berfikir Kritis

Indikator kemampuan berfikir kritis adalah jika terdapat peningkatan berfikir kritis dari siklus ke siklus dan siklus berhenti jika nilai berpikir kritis siswa telah mencapai nilai baik (19-24). Dengan ketentuan 1-6 = tidak baik, 7-12=cukup, 13-18 =cukup baik, 19-24=baik dan 25-30=sangat baik.


(3)

3.8 Kisi- kisi Aktivitas Belajar

Kisi-kisi Aktivitas belajar melakukan 8 indikator, seperti pada Tabel 3.6 Tabel.3.6 Kisi-kisi Instrumen Aktivitas

No Dimensi Indikator Aktivitas Skala

Penilaian

Skore 1 Dengar Memperhatikan/mendengar

kan penjelasan guru

Rendah Sedang tinggi 1-3 4-5 6-8

2 Tanya Mengajukan pertanyaan Rendah

Sedang tinggi

1-3 4-5 6-8 3 Berpendapat Menjawab

pertanyaan/mengemukakan pendapat Rendah Sedang tinggi 1-3 4-5 6-8 4

Diskusi Berdiksusi dengan pasangan Rendah Sedang tinggi

1-3 4-5 6-8 5 Memperhatikan Memperhatikan penjelasan

teman Rendah Sedang tinggi 1-3 4-5 6-8 6 Mencatat Mencatat hal-hal pentig

terhadap kelompok yang sedang presentasi Rendah Sedang tinggi 1-3 4-5 6-8 7 Menjawab Menjawab pertanyaan

kelompok lain dalam presentasi Rendah Sedang tinggi 1-3 4-5 6-8 8 Berkomentar Menunjukkan peningkatan

berkomentar terhadap apa yang didengar Rendah Sedang tinggi 1-3 4-5 6-8 3.8.1 Indikator Penelitian Aktivitas belajar

Indikator Aktivitas adalah jika terdapat peningkatan aktivitas dari siklus ke siklus dan siklus berhenti jika aktivitas siswa telah mencapai nilai tinggi (6-8). Dengan ketentuan 1-3 = Rendah, 4-5= sedang, 6-8=tinggi


(4)

(5)

V. KESIMPULAN, SARAN DAN IMPLIKASI

5.1Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian diatas, maka peneliti mengambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Proses pembelajaran pada mata pelajaran sejarah dengan model PBL berpasangan mampu meningkatkan sikap berpikir kritis siswa, setiap siswa memiliki tanggung jawab untuk mempresentasikan dan melaporkan hasil pemecahan masalah karena mereka hanya terdiri dari dua orang.

2. Peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa mengalami peningkatan ditunjukkan peningkatan indikator berfikir kritis siswa, pada siklus I belum ada indikator yang mencapai kriteria baik, siklus II empat indikator baik dan siklus III enam indikator berfikir kritis mencapai kriteria baik 5.2Saran

Dengan mengamati hasil penelitian ini, peneliti menyarankan beberapa hal sebagai berikut:

1. Pembelajaran sejarah dengan Standar Kompetensi memahami prinsif dasar ilmu sejarah dan kompetensi dasar mendeskripsikan tradisi sejarah dalam masyarakat Indonesian masa pra aksara dan aksara, hendaknya menggunakan tipe pembelajaran Problem Based Learning yang disesuaikan dengan situasi


(6)

157

dan kondisi siswa, agar pembelajaran menjadi menarik dan menyenangkan, sehingga dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa dalam proses pembelajaran. Dengan selalu memperbaiki perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran (IPKG 1 dan IPKG 2)

2. Problem Based Learning berpasangan merupakan tipe pembelajaran yang

tepat untuk meningkatkan kemampuan berfikir kritis siswa apabila dilakukan dengan langkah-langkah yang dapat melibatkan siswa pada pemecahan masalah.

5.3Implikasi

Agar model pembelajaran Problem Based Learning dapat digunakan dengan baik pada mata pelajaran sejarah, peneliti perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut

a. Guru dituntut untuk lebih memperhatikan aktivitas siswa sebab tidak sedikit diantara mereka yang masih kurang memaknai pembelajaran model PBL

b. Pengamatan terhadap kemampuan berfikir kritis siswa lebih terkonsentrasi pada konsep belajar aktif bukan aktivitas siswa dalam menghapal, mendengar dan mencatat saja

c. Bagi siswa yang berfikir kritisnya rendah perlu mendapat perhatian khusus


Dokumen yang terkait

PENGGUNAAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING DALAM MENUMBUHKAN SIKAP KEBANGSAAN PADA PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SISWA KELAS X SMA NEGERI 9 BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2012/2013

1 32 77

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING (PBL) DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA KELAS XI IPS SMA YP UNILA BANDAR LAMPUNG TAHUN AJARAN 2013-2014

1 19 59

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING (PBL) DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS Efektivitas Model Pembelajaran Problem Based Learning (Pbl) Dalam Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Pada Mata Pelajaran Pengantar Akuntans

0 2 17

PENINGKATAN PRESTASI MATA PELAJARAN EKONOMI MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING Peningkatan Prestasi Mata Pelajaran Ekonomi Melalui Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning (Pbl) Siswa Kelas X SMA Negeri 2 Sukoharjo Tah

0 2 11

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN KEAKTIFAN SISWA MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Keaktifan Siswa Melalui Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning Dalam Pembelajaran Matematika (PT

0 5 16

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN KEAKTIFAN SISWA MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Keaktifan Siswa Melalui Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning Dalam Pembelajaran Matematika (PT

0 3 14

Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa SMP melalui Model Problem-Based Learning dan Project-Based Learning.

0 4 39

PENGGUNAAN ANIMASI MULTIMEDIA DALAM PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN SELF ESTEEM PESERTA DIDIK KELAS X PADA MATA PELAJARAN BIOLOGI SMA N 13 BANDAR LAMPUNG

0 0 112

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MELALUI PROBLEM BASED LEARNING (PBL) PADA PEMBELAJARAN BIOLOGI SISWA KELAS X-10 SMA NEGERI 3 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2011/2012.

0 0 13

Peningkatan Keterampilan Berpikir Kritis dan Motivasi Berprestasi Melalui Model Problem Based Learning Dalam Pembelajaran IPS di Kelas V SD Caturtunggal 3.

0 0 2