PENGGUNAAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING DALAM MENUMBUHKAN SIKAP KEBANGSAAN PADA PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SISWA KELAS X SMA NEGERI 9 BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2012/2013

(1)

PENGGUNAAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING DALAM MENUMBUHKAN SIKAP KEBANGSAAN PADA PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SISWA KELAS X SMA NEGERI 9 BANDAR LAMPUNG

TAHUN PELAJARAN 2012/2013

OLEH

ABDUL GANI

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar MAGISTER PENDIDIKAN

Pada

Program Pascasarjana Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung

PROGRAM PASCA SARJANA PENDIDIKAN IPS

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

2013


(2)

TO THE FIRST GRADE OF SMAN 9 BANDARLAMPUNG SCHOOL YEAR 2012/2013

By ABDUL GANI

This class action research aims to ascertain the nationality growth of the attitude in Citizenship Education by using a model of problem-based learning in civics of the class X 8 in SMAN 9 Bandar Lampung school year 2012/2013 . This study was conducted with the learning process of applying measures of problem-based learning model of learning in each cycle .

This type of research is a class action research , which is done to further the student’s nationality, the strengths and weaknesses of teachers and students in the learning process. This activity is carried out in three cycles , each observation data will be usedin fundamental or material improvement in the next cycle . The researchwas stopped if the indicator has been reached .

The results obtained show that :

1 . Problem based learning can increase student’s nationality attitudes. 2 . Problem based learning can increase the creativity of the teachers.

In the first cycle , 20 students have the nationality attitude with an average value of 62 % . The second cycle shows the enhancement of the 24 students with an average value 74 % and the nationality attitudeof the third cycle keepgrowing up, 28 students with an average value of 86 % from 32 students overall. It can be concluded that the model of problem-based learning can foster self- nationality of the first grade in SMAN 9 Bandar Lampung in the Academic Year 2012/2013


(3)

ABSTRAK

PENGGUNAAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING DALAM MENUMBUHKAN SIKAP KEBANGSAAN PADA PEMBELAJARAN

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SISWA KELAS X SMA NEGERI 9 BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2012/2013

Oleh ABDUL GANI

Penelitian tindakan kelas ini bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan sikap Kebangsaan siswa dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan( PKn) dengan menggunakan model problem based learning pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan kelas X 8 SMA Negeri 9 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012-2013. Penelitian ini dilaksanakan dengan proses pembelajaran yang menerapkan langkah-langkah model pembelajaran problem based learning pada setiap siklusnya.

Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan kelas, yang dilakukan untuk menumbuhkan sikap kebangsaan siswa, kekurangan dan kelebihan guru, serta siswa dalam proses pembelajaran. Kegiatan ini dilakukan dalam tiga siklus, data hasil observasi dari setiap siklus menjadi dasar atau bahan perbaikan pada siklus berikutnya. Penelitian ini di hentikan jika indikator yang di tetapkan telah tercapai.

Hasil penelitian yang di peroleh menunjukkan bahwa (1) model problem based learning dapat menumbuhkan sikap kebangsaan siswa (2) model problem based learning dapat menumbuhkan kreativitas guru. Pada siklus I, 20 siswa memiliki sikap kebangsaan dengan rata-rata nilai 62%, siklus II menunjukan pertumbuhan yaitu 24 siswa atau rata-rata nilai 74%, dan pertumbuhan sikap kebangsaan siswa semakin meningkat pada sisklus III, yaitu 28 siswa dengan rata rata nilai 86 % dari jumlah peserta didik secara keseluruhan yaitu 32 siswa. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa model problem based learning dapat menumbuhkan sikap kebangsaan siswa kelas X SMA Negeri 9 Bandar Lampung Tahun pelajaran 2012-2013

Kata kunci: Model problem based learning, pertumbuhan sikap kebangsaan .


(4)

(5)

(6)

(7)

x

Halaman

ABSTRAK. ... i

LEMBAR PERNYATAAN ... ii

PERSETUJUAN ... iii

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

RIWAYAT HIDUP ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... x

I. PENDAHULUAN ... 1

1. Latar Belakang Masalah ... 1

2. Fokus Penelitian ... 5

3. Rumusan Masalah ... 6

4. Tujuan Penelitian ... 6

5. Manfaat Penelitian ... 7

II. KAJIAN PUSTAKA ... 9

1. Sikap Kebangsaan ... 9

2.1.1 Perwujudan Nasionalisme dalam Kehidupan ... 11

2.1.2 Perwujudan Patriotisme dan Nasionalisme dalam kehidupan ... 13


(8)

xi

2.2.2 Negara ... 17

3. Model Pembelajaran ... 24

2.3.1 Pengertian Model Pembelajaran ... 24

2.3.2 Model Problem Based Learning ... 28

2.3.3 Langkah – Langkah Model Problem Based Learning .. 37

4. Pendidikan Kewarganegaraan Dalam IPS... 39

2.4.1 Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan ... 42

2.4.2 Ruang Lingkup Pembelajaran PKn ... 44

5. Penelitian Yang Relevan ... 46

6. Kerangka Pikir Model Pembelajaran Problem Based Learning dan Sikap ... 48

III. METODE PENELITIAN ... 50

1. Metode Penelitian ... 50

2. Tempat dan Waktu Penelitian ... 52

3. Lama Tindakan Menurut Peneliti ... 52

4. Operasional Tindakan / Desain Tindakan ... 53

5. Prosedur Penelitian Tindakan ... 53

3.5.1 Rancangan/rencana awal ... 54

3.5.2 Pelaksanaan tindakan ... 54


(9)

xii

6. Alat Pengumpul Data ... 56

7. Pemeriksaan keabsahan Data ... 58

8. Data Penelitian dan Sumber Data ... 59

9. Teknik Analisis Data ... 60

10. Indikator Keberhasilan ... 60

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 61

1. Tinjauan Umum Lokasi Penelitian ... 61

4.1.1 Sejarah pendirian dan Otobiografi SMA N 9 Bandar Lampung ... 61

4.1.2 Landasan Hukum ... 66

4.1.3 Letak Geografis ... 67

4.1.4 Visi dan Misi SMA N 9 Bandar Lampung ... 68

4.1.5 Tujuan Sekolah ... 71

4.1.6 Dasar Hukum Pengembangan Kurikulum SMA Negeri 9 Bandar Lampung ... 73

4.1.7 Keadaan Guru, TU dan Karyawan SMA N 9 ... 75

4.1.8 Keadaan Siswa / Siswi SMA Negeri 9 ... 76

2. Deskripsi Hasil Penelitian ... 77

4.2.1 Siklus I ... 80

4.2.1.1 Tahap perencanaan ... 80


(10)

xiii

4.2.1.5 Evaluasi Model Pembelajaran Problem

Based Learning pada siklus I ... 89

4.2.1.6 Tanggapan Siswa Terhadap Penggunaan Model Pembelajaran Problem Based Learning ... 94

4.2.1.7 Sikap Kebangsaan Dalam Kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa Dan Bernegara Pada Siklus 1 ... 96

4.2.7.1 Refleksi ... 100

4.2.7.2 Rekomendasi Siklus I ... 102

4.3 Siklus II ... 103

4.3.1 Tahap Perencanaan Tindakan ... 103

4.3.2 Tahap Pelaksanaan Tindakan ... 105

4.3.3 Observasi ... 110

4.3.4 Analisis Pelaksanaan Pembelajaran ... 110

4.3.5 Evaluasi Model Pembelajaran Problem Based Learning pada siklus II ... 113

4.3.6 Tanggapan Siswa Terhadap Penggunaan Model Pembelajaran Problem Based Learning Pada Siklus II .. 119

4.3.7 Sikap Kebangsaan Dalam Kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa Dan Bernegara Pada Siklus II ... 120


(11)

xiv

4.4 Siklus III ... 128

4.4.1 Tahap Perencanaan Tindakan ... 128

4.4.2 Tahap Pelaksanaan Tindakan ... 130

4.4.3 Observasi ... 134

4.4.4 Analisis Pelaksanaan Pembelajaran ... 135

4.4.5 Evaluasi Model Pembelajaran Problem Based Learning pada siklus III ... 137

4.4.6 Tanggapan Siswa Terhadap Penggunaan Model Pembelajaran Problem Based Learning Pada Siklus III . 141 4.4.7 Sikap Kebangsaan Dalam Kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa Dan Bernegara Pada Siklus III ... 143

4.4.7.1 Refleksi ... 147

4.4.7.2 Rekomendasi Siklus III ... 155

4.5 Pembahasan ... 157

5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 170

A. Kesimpulan ... 170

B. Saran ... 171


(12)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

SMA Negeri 9 Bandar Lampung pada awalnya merupakan SMPP 51 (Sekolah Menengah Perintis Pembangunan), yang mulai melaksanakan aktifitas belajar mengajar sejak tanggal 2 Januari 1975, sesuai dengan Surat Keputusan Mendikbud RI, nomor 0265/O/1995, tanggal 20 November 1975, Tahun 1984 berubah nama menjadi SMA Negeri 5 Tanjungkarang, dan tanggal 7 Maret 1997 berubah menjadi SMU Negeri 9 Bandarlampung sesuai dengan Surat Keputusan Mendikbud RI, nomor 035/O/1997

Adapun perubahan status tersebut tidak mengurangi substansi tugas sekolah sebagai pusat kebudayaan.

Pendidikan Kewarganegaraan pada awalnya merupakan pendidikan civics yang kemudian berubah menjadi Pelajaran Pendidikan Moral Pancasila dan sekarang menjadi Pendidikan Kewarganegaraan.

Setiap warga Negara dari suatu Negara, sudah barang tentu memiliki keterikatan emosional dengan Negara yang bersangkutan sebagai perwujudan rasa bangga dan memiliki bangsa dan negaranya. Perasaan


(13)

bangga dan memiliki terhadap bangsanya, akan mampu melahirkan sikap rela berkorban untuk memperoleh dan mempertahankan kemerdekaan serta kedaulatan Negara.

Hal ini merupakan keterikatan kepada tanah air, adat-istiadat leluhur, serta penguasa setempat yang menghiasi rakyat/warga setempat sejak lama atau disebut dengan “sikapkebangsaan”. (Budiyanto, 2006 : 30).

Sikap adalah kesadaran berbangsa, yang lahir secara ilmiah kerena adanya kebersamaan sosial yang tumbuh dari kebudayaan sejarah dan anspirasi perjuangan masa lampau dan masa kini. Dalam dinamisasinya rasa kebangsaan ini berkembang menjadi sikap kebangsaan. (Departemen Dalam Negeri, 2003 : 1).

Sikap kebangsaan bagi setiap warga Negara Indonesia harus dapat dijadikan motivasi spiritual dan horizontal dalam mencapai kemajuan dan kejayaan bangsa, menjaga keutuhan serta persaudaraan antar sesama. Dengan mengerti dan memahami pentingnya sikap kebangsaan bagi setiap warga Negara, kita diharapkan mampu melahirkan jiwa nasionalisme (cinta tanah air) dan patriotisme (rela berkorban). (Budiyanto, 2006 : 30).


(14)

Bandar Lampung masih banyak siswa yang belum menunjukkan sikap kebangsaan, sebagaimana dapat dilihat pada tabel sebagai berikut :

No Keterangan 1 2 3 4 5 6

Januari Februari Maret April Mei Juni

1 Siswa terlambat 25 20 17 10 5 2

2 Siswa tidak

mengikuti upacara 20 13 10 3 0 0

3 Tidak dapat

menyanyikan lagu kebangsaan

10 4 3 0 0 0

4 Sikap santai 20 14 8 3 0 0

5 Kurangnya minat

siswa terhadap

kebudayaan daerah

16 10 7 3 1 0

Berdasarkan data diatas, menunjukkan masih banyak siswa SMA Negeri 9 Bandar Lampung yang memiliki sikap kebangsaan masih rendah. Dalam pembelajaran di Sekolah, pembentukan dan peningkatan sikap kebangsaan merupakan tanggung jawab mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Adapuun jumlah guru mata pelajaran PKn di SMA Negeri 9 Bandar Lampung berjumlah 4 orang antara lain :

Tabel

Data Guru PKn SMA Negeri 9 Bandar Lampung

No Nama Pendidikan Keterangan

1 Dra. Hj. Sentiwarni, S1 Guru PKn

2 Dra. Rotua Siagian S1 Guru PKn

3 Drs. Abdul Gani S1 Guru PKn


(15)

Sedangkan media yang digunakan dalam proses pembelajaran di SMA Negeri 9 Bandar Lampung adalah sebagai berikut :

1. Papan Tulis 2. Alat Tulis

3. Buku Pembelajaran

4. Layar LCD

5. Proyektor

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan peneliti bahwa para guru PKn dalam pembelajaran menggunakan metode :

1. Ceramah

2. Diskusi

3. Tanya Jawab

4. Pemberian Tugas

5. Inkuiri

Dalam hal ini peran seorang guru perlu dalam proses pembelajaran, yang mana guru sebagai perancang memiliki tugas untuk dapat menyusun program pengajaran dan model pembelajaran yang sesuai agar setiap materi yang disampaikan dapat diterima dengan baik oleh siswa sehingga terjadi interaksi dengan siswa - siswi secara teratur, terprogram dan terlaksana, dimana materi pendidikan karakter dalam pendidikan kewarganegaraan tertuang didalam satuan pelajaran dan materi pembelajaran terbina dan terawasi, serta dapat menggunakan banyak model - model pembelajaran


(16)

efektif, dan inovatif.

Salah satu alternatif yang dapat dianggap mendekati pemecahan masalah tersebut adalah dengan menggunakan model pembelajaran yang dapat menumbuhkan sikap kebangsaan yaitu dengan menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning, yaitu pembelajaran yang mengutamakan penguasaan kompetensi harus berpusat pada siswa (focus on learners), memberikan pembelajaran dan pengalaman belajar yang relevan dan kontekstual dalam kehidupan nyata dan mengembangkan mental yang kaya dan kuat, diharapkan dengan model yang penulis lakukan dapat menciptakan generasi – generasi muda yang memiliki sikap kebangsaan dan rasa cinta tanah air terhadap Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia

Berdasarkan permasalahan diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian di SMA Negeri 9 Bandar Lampung untuk mengetahui proses pembelajaran tentang Penggunaan Model Problem Based Learning Dalam Menumbuhkan Sikap Kebangsaan Pada Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Siswa Kelas X SMA Negeri 9 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013.

1.2 Fokus Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dalam penelitian ini penulis memfokuskan pada upaya guru menumbuhkan sikap kebangsaan


(17)

melalui penggunaan Model Problem Based Learning Pada Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Siswa SMA Kelas X Negeri 9 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013.

1.3 Rumusan Masalah

Mengacu pada Fokus penelitian, maka rumusan masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimanakah Perencanaan Model Pembelajaran Problem Based

Learning pada Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan?

2. Bagaimanakah Penerapan Model Problem Based Learning dalam

pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan ?

3. Bagaimanakah Peningkatan Sikap Kebangsaan Melalui Penggunaan

Model Problem Based Learning pada Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan ?

1.4 Tujuan Penelitian

Dalam penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mendiskripsikan dan menganalisis perencanaan Model Pembelajaran

Problem Based Learning dalam Pembelajaran Pendidikan

Kewarganegaraan.

2. Mendiskripsikan dan menganalisis Penerapan Model Problem Based


(18)

permbelajaran Problem Based Learning dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan.

1.5 Manfaat Penelitian a. Kegunaan Teoritis

Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pengembangan konsep pendidikan ilmu pengetahuan sosial, dan dapat memberikan sumbangan pemikiran serta memperluas kajian Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, yang dapat menjadi rujukan dalam peningkatan kualitas pembelajaran di lapangan secara langsung.

b. Kegunaan Praktis

Secara praktis, penelitian ini mempunyai kegunaan:

1. Bagi peneliti, yaitu dapat melengkapi atau memperluas khasanah teori yang sudah diperoleh melalui penelitian lain sebelumnya, memberi peluang untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang hal yang sama dengan menggunakan teori-teori dan metode lainnya yang belum digunakan dalam penelitian ini serta dapat membantu penulis memperoleh wawasan mengenai pentingnya model pembelajaran dalam sebuah proses pembelajaran. Selain itu, tulisan ini dapat melatih penulis dalam mengemukakan pikiran dengan cara yang lebih baik. Gagasan ini juga dapat menjadi inspirasi kepada rekan-rekan guru untuk menggunakan metode pembelajaran dalam proses belajar mengajar.


(19)

2. Bagi siswa, diharapkan penelitian ini bisa menjadi acuan untuk menanamkan serta mengaktualisasikan proses belajar yang aktif, kreatif dan inovatif agar prestasi yang dihasilkan dalam proses belajar semakin meningkat.

3. Bagi guru, khususnya mata pelajaran Pendidikan kewarganegaraan, hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai acuan untuk menggunakan model Pembelajaran Problem Based Learning dalam pembelajaran agar proses pembelajaran lebih aktif dan menghasilkan sikap kebangsaan yang tinggi.

4. Bagi sekolah, khususnya SMA Negeri 9 Bandar Lampung dapat

dipakai sebagai sumbangan pemikiran untuk lebih meningkatkan proses pembelajaran khususnya dalam pengembangan dan penggunaan model pembelajaran dalam proses pembelajaran mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan.

5. Bagi program studi dapat dipakai sebagai sumbangan pemikiran untuk lebih meningkatkan proses pembelajaran dalam mencapai tujuan pembelajaran, khususnya Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial.


(20)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Sikap kebangsaan

Setiap warga Negara dari suatu Negara, sudah barang tentu memiliki keterikatan emosional dengan Negara yang bersangkutan sebagai perwujudan rasa bangga dan memiliki bangsa dan negaranya. Perasaan bangga dan memiliki terhadap bangsanya, akan mampu melahirkan sikap rela berkorban untuk memperoleh dan mempertahankan kemerdekaan serta kedaulatan Negara. Hal ini merupakan keterikatan kepada tanah air, adat-istiadat leluhur, serta penguasa setempat yang menghiasi rakyat/warga setempat sejak lama atau disebut dengan “sikap kebangsaan”.

Nasionalisme adalah perasaan satu keturunan, senasib, sejiwa dengan bangsa dan tanah airnya. Nasionalisme yang dapat menimbulkan perasaan cinta kepada tanah air disebut patriotisme.

Nasionalisme dibedakan menjadi dua yaitu :

a) Nasionalisme dalam arti luas yaitu perasaan cinta / bangga terhadap tanah air dan bangsanya dengan tidak memandang bangsa lain lebih rendah derajatnya.


(21)

b) Nasionalisme dalam arti sempit yaitu perasaan cinta/bangga terhadap tanah air dan bangsanya secara berlebihan dengan memandang bangsa lain lebih rendah derajatnya.

Sri Jutmini (2004 : 23) mengatakan bahwa dengan berpijak pada sila ketiga Pancasila, nasionalisme Indonesia adalah sikap kebangsaan pada diri setiap warga Negara Indonesia yang bercirikan :

a. Memiliki rasa cinta tanah air (patriotisme)

b. Bangga menjadi bangsa dan menjadi bagian dari masyarakat

Indonesia

c. Menempatkan kepentingan bersama daripada kepentingan sendiri dan

golongan atau kelompoknya

d. Mengakui dan menghargai sepenuhnya keanekaragaman pada diri

bangsa Indonesia

e. Bersedia mempertahankan dan memajukan Negara dan nama baik

bangsanya

f. Menyadari sepenuhnya bahwa kita adalah sebagai bagian dari bangsa

lain untuk menciptakan hubungan kerjasama yang saling

menguntungkan.

Dengan demikian nasionalisme adalah suatu paham yang menganggap bahwa kesetiaan tertinggi atas setiap pribadi warga Negara harus diserahkan kepada Negara kebangsaan atau nation state. Nasionalisme juga mengandung makna kesadaran dan semangat cinta tanah air, memiliki rasa kebanggaan sebagai bangsa, atau memelihara kehormatan bangsa. Nasionalisme dalam makna persatuan dan kesatuan merupakan bentuk sebuah kesadaran keanggotaan di suatu bangsa yang secara potensial atau

actual bersama – sama mencapai, mempertahankan, dan mengabdikan

identitas, kemakmuran dan kekuatan bangsa, karena didalam jiwa nasionalisme tertanam sebuah keinginan untuk membangun Negara sesuai


(22)

dengan cita – cita, harapan, dan kemampuan bangsa sendiri. (Budiyanto, 2006 : 31).

Nasionalisme Indonesia adalah nasionalisme yang berdasarkan Pancasila yang selalu menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi dan golongan. Nasionalisme Indonesia adalah perasaan bangga/cinta terhadap bangsa dan tanah airnya dengan tidak memandang bangsa lain lebih rendah derajatnya. Dalam membina nasionalisme harus dihindarkan paham kesukuan chauvinisme, ekstrimisme, kedaulatan yang sempit. Pembinaan nasionalisme juga perlu diperhatikan paham kebangsaan yang mengandung pengertian persatuan dan kesatuan Indonesia, artinya persatuan bangsa yang mendiami wilayah Indonesia.

Patriotisme berasal dari kata patriot yang berati pecinta/pembela tanah air. Patriotisme diartikan sebaga isemangat/jiwa cinta tanah air yang berupa sikap rela berkorban untuk kejayaan dan kemakmuran bangsanya. Patriotisme tidak hanya cinta kepada tanah air saja, tapi juga cinta bangsa dan negara. Kecintaan terhadap tanah air tidak hanya ditampilkan saat bangsa Indonesia terjajah, tetapi juga diwujudkan dalam mengisi kemerdekaan.

Ciri-ciri patriotisme :

a) Cinta tanah air

b) Rela berkorban untuk kepentingan nusa dan bangsa

c) Menempatkan persatuan, kesatuan dan keselamatan bansga dan negara


(23)

d) Bersifat pembaharuan

e) Tidak kenal menyerah

f) Bangga sebagai bangsa Indoensia.

Nasionalisme dan patriotisme sangat penting bagi kelestarian kehidupan bangsa Indonesia. Hal ini mengingat kondisi :

a. Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang majemuk atau

keanekaragaman dalam suku, ras, golongan, agama, budaya dan wilayah.

b. Alam Indonesia, dimana kepualauan nusantara terletak pada posisi silang yang dapat mengandung kerawanan bahaya dari negara lain.

c. Adanya bahaya disintegrasi (perpecahan bangsa) dan gerakan

separatisme (gerakan untuk memisahkan diri dari suatu bangsa), apabila pemerintah tidak bersikap bijaksana.

Semangat kebangsaan dapat diwujudkan dengan adanya sikap patriotisme dan nasionalisme dalam kehidupan sehari-hari. Warga negar yang emmiliki semangat kebansgaan yang tinggi akan memiliki nasionalisme dan patriotisme yang tinggi pula.

2.1.1 Perwujudan Nasionalisme dalam Kehidupan

Perwujudan nasionalisme dan patriotisme bagi bangsa Indonesia dapat dilihat dari perjalanan sejarah bangsa Indonesia antara lain :

a. Sebelum Masa Kebangkitan Nasional

Perjuangan bangsa Indonesia untuk membela tanah air atau jiwa patriotisme sebelum kebangkitan nasional, masih bersifat kedaerahan,


(24)

tergantung pada pemimpin, belum terorganisir dan tujuan perjuangan belum jelas.

b. Masa Kebangkitan Nasional

Perjuangan bangsa Indoensia tidak lagi bersifat kedaerahan, tapi bersifat nasional. Perjuangan dilakukan dengan cara organisasi modern, dimana sejak berdirinya Budi Utomo merupakan titik awal kesadaran nasionalisme. Masa ini disebut angkata nperintis, sebab disamping merintis kesadaran nasional juga merintis berdirinya organisasi.

c. Masa sumpah pemuda

Sumpah pemuda merupakan tonggak sejarah bagi perjuangan bangsa Indonesia. Yang jelas dan tegas dalam menuntut kemerdekaan bagi bngsa Indonesia. Sumpah pemuda mengandung nilai yang sangat tinggi yaitu nilai persatuan dan kesatuan yan gmerupakan modal perjuangan untuk mencapai kemerdekaan. Masa ini d sebut angkatan penegas, sebab angkatan inilah yang menegaskan pentingnya

persatuan dan kesatuan bangsa dalam berjuang mencapai

kemerdekaan.

d. Masa proklamasi kemerdekaan

Proklamasi kemerdekaan merupakan titik kulminasi (puncak) perjuangan bangsa Indoensia, juga merupakan wujud perjuangan yan gberdasarkan persatuan Indonesia. Oleh karena itu, semangat kebangsaan, semangat persatuan dan kesatuan bangsa yang mengantarkan Indoensis mencapai tonggak sejarah yang paling


(25)

fundamental harus kita jaga dan kita pertahankan. Proklamasi kemerdekaan merupakan jembatan emas yan gakan mengantarkan bangsa Indoensia menuju cita-cita nasional yaitu masyarakat yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur.

Perwujudan semangat kebangsaan dan patriotisme yang berupa sikap rela berkorban untuk kepentingan tanah air, bangsa dan negara sebagai tempat hidup dan kehidupan dengan segala apa yang dimiliki, akan memperkuat pertahanan dan keamanan nasional, proklamasi kemerdekan yang dicita-citakan telah terwujud, berkas perjuangan dan pengorbanan para pahlawan. Maka kita harus dapat mengisi kemerdekaan ini dengan membangun berbagai macam bidang agar dapat mempercepat tercapainya tujuan bangsa Indonesia.

Guna mencapai tujuan bangsa diharapkan peran serta seluruh bangsa dalam membangun negara, karena kita sebagian besar tidak mengalami peristiwa perjuangan kemerdekaan, maka perlunya dipahami, dimengerti akan arti perjuangan para pejuang, niscaya tujuan negara yang diidam-idamkan akan segera terwujud.

2.1.2 Perwujudan Patriotisme dan Nasionalisme dalam kehidupan

Sikap patriotisme dan nasionalisme dapat diwujudkan dalam berbagai lingkungan kehidupan :

a. Lingkungan keluarga

Jiwa dan semangat patriotisme dapat ditanamkan dan dimulai di lingkungan keluarga, misalnya kita harus selalu berbuat baik di


(26)

lingkungan kita untuk menjaga nama baik keluarga, melestarikan ketentraman keluarga, membantu meringankan beban keluarga.

b. Lingkungan sekolah

Berbagai macam tingkah laku atau kegiatan yang mengacu pada nilai kesopanan dan kebaikan, baik terhadap guru, karyawan maupun teman, mengikuti upacara dengan tertib.

Menjadi anggota OSIS, menjaga nama baik sekolah, menjadi team olah raga, menghidnari tawuran pelajar, menjaga kebersihan dan ketertiban sekolah dan lain sebagainya.

c. Lingkungan masyarakat

Sikap patriotisme di masyarakat dapat ditumbuhkan dan dilaksanakan melalui menjaga keamanan lingkungan, menaikkan bendera di depan rumah pada hari besar nasional, membersihkan lingkungan, aktif dalam kegiatan desa dan ikut membela negara bila diperlukan.

2.2 Hakikat Bangsa dan Negara 2.2.1 Hakikat Bangsa

Ada beberapa pendapat para pakar mengenai pengertian hakikat bangsa yaitu sebagai berikut:

a) Ernest Renan

Bangsa terbentuk karena adanya keinginan untuk hidup bersama (hasrat untuk bersatu) dengan perasaan setia kawan yang agung.


(27)

b) Otto Bauer

Bangsa adalah kelompok manusia yang mempunyai persamaan karakter. Karakteristik tumbuh karena adanya persamaan nasib.

c) F. Ratzel

Bangsa terbentuk karena adanya hasrat bersatu. Hasrat itu timbul karena adanya kesatuan antara manusia dan tempat tinggalnya (paham geopolitik).

d) Hans Kohn

Bangsa adalah buah hasil tenaga hidup manusia dalam sejarah. Suatu bangsa merupakan golongan yang beraneka ragam dan tidak bisa dirumuskan secara pasti. Ada yang memberi makna bangsa dalam arti etnis, kultural maupun politis. (Budiyanto, 2006 : 3)

1) Bangsa dalam arti Etnis

Dalam arti etnis, bangsa merupakan kelompok manusia yang berasal-usul tunggal, baik dalam arti keturunan maupun kewilayahan. Bangsa dalam arti etnis dapat disamakan dengan bangsa dalam arti rasial dan keturunan.

2) Bangsa dalam arti Kultural

Bangsa dalam arti Kultural, yaitu bangsa merupakan sekelompok manusia yang menganut kebudayaan yang sama. Misalnya, kelompok bangsa-bangsa yang menggunakan bahasa dan aksara, serta adat istiadat yang sama.


(28)

3) Bangsa dalam arti Politis

Dalam arti politis, bangsa merupakan manusia yang mendukung suatu organisasi kekuatan yang disebut negara tanpa menyelidiki asal-usul keturunannya. Misalnya bangsa Indonesia.

Pada dasarnya bangsa Indonesia terdiri dari bermacam-macam suku, ras, adat istiadat dan bahasa. Namun demikian, masyarakat yang berbeda-beda tersebut mengakui satu bangsa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Bangsa Indonesia merupakan salah satu bangsa yang ada di dunia. Disebut bangsa Indonesia karena merupakan bangian dari negara Indonesia, yakni sebagai negara Indonesia. UUD 1945 Pasal 26 ayat (1) manyatakan bahwa yang menjadi warga negara Indonesia adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-oarang bangsa lain yang di sahkan dengan Undang-Undang sebagai warga negara. Bangsa Indonesia asi artinya sekumpulan manusia yang membentuk kesatuan berlandaskan kesamaan identitas dan cita-cita persamaan nasib dalam sejarah Indonesia.

Menurut pendapat beberapa para ahli kenegaraan ada beberapa unsur terbentuknya Bangsa, yaitu :

a. Joseph Stalin

Suatu bangsa terbentuk secara historis, merupakan komunitas rakyat yang stabil yang terbentuk atas dasar kesamaan bahasa, wilayah, ekonomi serta perasaan psikologis yang terwujud dalam budaya bersama. Secara alamiah proses terbentuknya bangsa adalah dimulai dari adanya sekelompok manusia yang ingin bersatu, diikuti keluarga,


(29)

lalu terbentuklah suku, dan berkembang menjadi masyarakat dan akhirnya terbentuklah sebuah bangsa.

Sedangkan unsur pokok terbentuknya bangsa meliputi:

a) Persamaan sejarah

b) Persamaan cita - cita

c) Kondisi objektif lain seperti bahasa, ras, agama dan adat istiadat.’

b. Friedrich Hertz

Ada empat unsur yang berpengaruh dalam terbentuknya suatu bangsa, yaitu :

1) Keinginan untuk mencapai kesatuan nasional yang terdiri atas kesatuan sosial, ekonomi, politik, agama, kebudayaan, komunikasi, dan solidaritas

2) Keinginan untuk mencapai kemerdekaan dan kebebasan nasional sepenuhnya yaitu bebas dari dominasi dan campur tangan bangsa asing dalam urusan dalam negeri

3) Keinginan akan kemandirian, individualitas, keaslian atau

kekhasan, dan keunggulan

4) Keinginan untuk menonjol di antara bangsa - bangsa lain dalam mengejar kehormatan pengaruh dan prestise.

2.2.2 Negara

Secara etimologis “negara” berasal dari bahasa asing Staat (Belanda, Jerman), atau State (Inggris). Kata staat maupun state berasal dari bahasa latin, yaitu status atau statum yang berarti “menempatkan dalam


(30)

keadaan berdiri, membuat berdiri, dan menempatkan”. (Budiyanto, 2006:5).

Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, Negara mempunyai dua pengertian sebagai berikut : pertama, Negara adalah organisasi disuatu wilayah yang mempunyai kekuasaan tertinggi yang sah dan ditaati rakyatnya. Kedua, Negara adalah kelompk social yang menduduki wilayah atau daerah tertentu yang diorganisasikan dibawah lembaga politik dan pemerintahan yang efektif, mempunyai satu kesatuan politik, berdaulat sehingga berhak menentukan tujuan nasionalnya. (Winarno, 2007 : 35)

Menurut George Jellinek seorang pakar kenergaraan mengatakan bahwa Negara adalah organisasi kekuasaan dari sekelompok manusia ayang mendiami wilayah tertentu. (Budiyanto, 2006 : 5).

a. Unsur – Unsur Negara

Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan Negara adalah organisasi yang didalamnya harus ada rakyat, wilayah yang permanen dan pemerintahan yang berdaulat (baik kedalam maupun keluar). Hal tersebut merupakan unsur - unsur Negara meliputi :

1) Rakyat

Yaitu orang – orang yang bertempat tinggal diwilayah itu, tunduk pada kekuasaan Negara dan menukung Negara yang bersangkutan.


(31)

2) Wilayah

Yaitu daerah yang menjadi kekuasaan Negara serta menjadi tempat tinggal bagi rakyat Negara. Wilayah juga menjadi sumber kehidupan rakyat Negara. Wilayah Negara mencakup wilayah darat, laut dan udara.

3) Pemerintahan yang berdaulat

Yaitu adanya penyelenggara Negara yang memiliki kekuasaan menyelenggarakan pemerintahan di Negara tersebut. Pemerintahan tersebut memiliki kedaulatan ke dalam maupun keluar. Kedaulatan ke dalam berarti Negara memiliki kekuasaan untuk ditaati rakyatnya. Kedaulatan ke luar berarti Negara mampu mempertahankan diri dari serangan Negara lain.

b. Bentuk – bentuk Negara dan Kenegaraan 1. Bentuk-bentuk Negara

a) Negara Kesatuan

Dalam negara kesatuan, pemerintah pusat mempunyai wewenang untuk mengatur seluruh wilayahnya melalui pembentukkan daerah-daerah (provinsi, kabupaten, dan seterusnya). Sistem pelaksanaan pemerintah negara dapat dilaksanakan dengan baik dengan cara desentralisasi maupun sentralisasi. Sifat negara kesatuan antara lain :

1) Kedaulatan negara mencangkup ke dalam dan keluar di


(32)

2) Negara hanya mempunyai satu undang-undang dasar, satu kepala negara, satu dewan menteri, dan satu dewan rakyat. 3) Hanya ada satu kebijaksanaan yang menyangkut persoalan

politik, ekonomi, sosial budaya, serta peratahanan dan keamanan.

b) Negara Serikat

Pada negar federasi kekuasaan asli tetap ada pada negara bagian karena negara bagian berhubungan luas dengan rakyatnya. Contohnya, Amerika Serikat, Australia, India, Jerman, Malaysia, dan Swiss. Ciri-ciri bentuk negara serikat :

1) Tiap negara bagian berstatus tidak berdaulat, namun

kekuasaan asli tetap pada negara bagian.

2) Kepala negara dipilih oleh rakyat dan bertanggung jawab kepada rakyat.

3) Pemerintah pusat memperoleh kedaulatan dari negara-negara

bagian untuk urusan ke luar dan ke dalam.

4) Setiap negar berhak membuat undang-undang dasar sendiri selama tidak bertentangan dengan pemerintah pusat.

5) Kepala negara mempunyai hak veto (pembatalan keputusan) yang ditunjukkan oleh parelemen (senat dan kongres).

2. Bentuk-bentuk Kenegaraan

1) Koloni


(33)

2) Trustee (perwalian)

Wilayah jajahan dari negra-negara yang kalah dalam perang dunia II dan berada di bawah naungan dengan perwalian PBB serta negara-negara yang menang merang. Contoh Papua New Guinea.

3) Mandat

Suatu negara yang tadinya adalah sebuah negara jajahan dari negara-negara yang kalah dalam bagian perang dunia I dan di letakkan di bawah perlindungan suatu negara yang menang dengan pengawasan Dewan Mandat Liga Bangsa-bangsa. Conton Kamerun.

4) Protektorat

Sebuah negara yang berbeda di bawah lindungan negara lain yang kuat. Contonhya Tunisia, Marorko.

5) Dominion

Merupakan bentuk negara khusus dalam lingkungan kerajaan Inggris. Contohnya Canada, Australia, Selandia Baru, dan Afrika Selatan.

6) Uni

Gabungan dua atau tiga negara merdeka dan berdaulat dengan satu negara yang sama.

c. Fungsi Negara

Fungsi Negara merupakan gambaran apa yang dilakukan Negara untuk mencapai tujuannya. Fungsi Negara dapat dikatakan sebagai tugas dari


(34)

pada Negara. Menurut para ahli kenegaraan, fungsi – fungsi Negara mencakup sebagai berikut :

1) Sebagai stabilisator, Yitu menjaga ketertiban (law and order) untuk mencapai tujuan bersama dan mencegah berbagai bentrokan dan perselisihan dalam masyarakat.

2) Mengusahakan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat

3) Mengusahakan pertahanan untuk menangkal kemungkinan

serangan dari luar.

4) Menegakkan keadilan, yang dilaksanakan melalui badan – badan peradilan. (Budiyanto, 2006 : 24).

Sedangkan menurut Montesquieu Negara mempunyai tiga fungsi yaitu : a) Fungsi Legislatif, yaitu membuat Undang – Undang

b) Fungsi Eksekutif, melaksanakan Undang – Undang

c) Fungsi Yudikatif, mengawasi agar semua peraturan diataati (fungsi mengadili), yang dikenal dengan nama Trias Politika. (Winarno, 2007 : 40).

Goodnow, membagi fungsi Negara menjadi dua tugas pokok yaitu : a) Policy Making, yaitu membuat kebijakan Negara pad awaktu

tertentu untuk seluruh masyarakat.

b) Policy Executing, yaitu melaksanakan kebijakan yang sudah ditentukan


(35)

d. Tujuan Negara

Tujuan Negara sangat berhubungan erat dengan organisasi Negara yang bersangkutan. Tujuan masing – masing Negara sangat dipengaruhi oleh tata nilai social-budaya, kondisi geografis, sejarah terbentuknya, serta pengaruh politik dari penguasa yang bersangkutan.

Adapun tujuan – tujuan Negara menurut para ahli dalam buku Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan adalah :

1. Roger H. Soltau, tujuan Negara adalah memungkinkan rakyatnya menyelenggarakan daya cipta sebebas mungkin.

2. Harold J. Laski, tujuan Negara adalah menciptakan keadaan

dimana rakyatnya dapat mencapai terkabulnya keinginan –

keinginan secara maksimal

3. Plato, tujuan Negara adalah memajukan kesusilaan manusia, sebagai individu maupun sebagai mahluk sosial.

4. Thomas Aquino dan Agustinus, untuk mencapai penghidupan aman dan tenteram dengan taat kepada dan dibawah pimpinan Tuhan.

Pada umumnya tujuan Negara adalah untuk mencipatakan kesejahteraan, ketertiban, dan ketentraman semua rakyat yang menjadi bagiannya


(36)

2.3 Model Pembelajaran

2.3.1 Pengertian Model Pembelajaran

Model pembelajaran diartikan sebagai prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar. Dapat juga diartikan suatu pendekatan yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran.

Model pembelajaran adalah bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru di kelas. Dalam model pembelajaran terdapat strategi pencapaian kompetensi peserta didik dengan pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran. Guru perlu menguasai dan dapat menerapkan berbagai strategi pembelajaran yang meliputi pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran secara spesifik

Jadi, sebenarnya model pembelajaran memiliki arti yang sama dengan pendekatan, strategi atau metode pembelajaran. Saat ini telah banyak dikembangkan berbagai macam model pembelajaran, dari yang sederhana sampai model yang agak kompleks dan rumit karena memerlukan banyak alat bantu dalam penerapannya.

Ada beberapa ciri-ciri model pembelajaran secara khusus diantaranya adalah :

a) Rasional teoritik yang logis yangdisusun oleh para pencipta atau pengembangnya.


(37)

c) Tingkah laku mengajar yang diperlukanagar model tersebut dapat dilaksanakandengan berhasil.

d) Lingkungan belajar yang duperlukanagar tujuan pembelajaran dapat

tercapai.

Dalam memilih model pembelajaran guru harus mampu memilih model pembelajaran yang tepat bagi peserta didik. Karena itu dalam memilih model pembelajaran, guru harus memperhatikan keadaan atau kondisi siswa, bahan pelajaran serta sumber-sumber belajar yang ada agar penggunaan model pembelajaran dapat diterapkan secara efektif dan menunjang keberhasilan belajar siswa.

Seorang guru diharapkan memiliki motivasi dan semangat pembaharuan dalam proses pembelajaran yang dijalaninya. Menurut Sardiman A. M. (2004 : 165), guru yang kompeten adalah guru yang mampu mengelola program belajar-mengajar. Mengelola di sini memiliki arti yang luas yang menyangkut bagaimana seorang guru mampu menguasai keterampilan dasar mengajar, seperti membuka dan menutup pelajaran, menjelaskan, menvariasi media, bertanya, memberi penguatan, dan sebagainya, juga bagaimana guru menerapkan strategi, teori belajar dan pembelajaran, dan melaksanakan pembelajaran yang kondusif.

Pendapat serupa dikemukakan oleh Colin Marsh (1996 : 10) yang menyatakan bahwa guru harus memiliki kompetensi mengajar, memotivasi peserta didik, membuat model instruksional, mengelola kelas,


(38)

berkomunikasi, merencanakan pembelajaran, dan mengevaluasi. Semua kompetensi tersebut mendukung keberhasilan guru dalam mengajar.

Istilah model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas daripada strategi, metode atau prosedur. Model pengajaran mempunyai empat ciri khusus yang tidak dimiliki oleh strtegi, metode atau prosedur. Ciri – ciri tersebut yaitu :

a) Rasional teoritis logis yang disusun oleh para pencipta atau pengembangnya.

b) Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar (tujuan

pembelajaran yang akan dicapai).

c) Tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan dengan berhasil, dan

d) Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat tercapai. (Ibrahim, M dan Nur, 2005 : 6).

Setiap guru harus memiliki kompetensi adaptif terhadap setiap perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan di bidang pendidikan, baik yang menyangkut perbaikan kualitas pembelajaran maupun segala hal yang berkaitan dengan peningkatan prestasi belajar peserta didiknya.

Penguasaan model pembelajaran akan mempengaruhi keberhasilan peserta didik dalam pembelajaran. Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas dan kemandirian sesuai


(39)

dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. (Peraturan Pemerintah No.19/2005 pasal 19)

Ada banyak ragam model pembelajaran yang dapat dilakukan oleh guru dalam proses pembelajaran yang kesemuanya merupakan sarana

penunjang guna meningkatkan kreativitas siswa. Adapun macam – macam

model pembelajaran yaitu :

1. Lesson Study

2. Examples Non Examples

3. Picture and Picture

4. Numbered Heads Together

5. Cooperative Script

6. Pembelajaran Berdasarkan Masalah

7. Explicit Instruction (Pengajaran Langsung)

8. Inside – Outside – Circle (Lingkaran kecil – Lingkaran besar)

9. Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC)

10. Student Facilitator and Explaining

11. Course Review Horay

12. Talking Stick

13. Bertukar Pasangan

14. Snowball Throwing

15. Artikulasi

16. Mind Mapping

17. Student Teams – Achievement Divisions (STAD)

18. Kepala Bernomor Struktur (Modifikasi dari Number Heads)

19. Scramble

20. Word Square

21. Kartu Arisan

22. Concept Sentence

23. Make – A Match (Mencari Pasangan)

24. Take and Give

25. Tebak Kata

26. Metode Diskusi

27. Metode Jigsaw

28. Metode Investigasi Kelompok (Group Investigation) 29. Metode Inquiry

30. Metode Debat

31. Metode Role Playing

32. Metode Pemecahan Masalah (Problem Solving)


(40)

Dari beberapa model pembelajaran yang disebutkan diatas, menurut Kardi dan Nur ada lima model pembelajaran yang dapat digunakan dalam mengelola pembelajaran, yaitu: berdasarkan masalah; diskusi; dan learning strategi.

Banyak strategi pembelajaran yang telah diajukan para ahli psikologi belajar dan ahli pendidikan, termasuk untuk pembelajaran ilmu pengetahuan sosial (IPS). Salah satu model pengajaran interaktif yang

berpusat pada siswa menurut Arends dalam bukunya Learning To Teach,

adalah Problem Based learning yang selanjutnya disebut (PBL) atau Problem Based Model of Instruction (PBI). Model tersebut tepat dipilih untuk pembelajaran IPS

2.3.2 Model Problem Based Learning

Pembelajaran Berbasis Masalah dirintis dalam ilmu kesehatan di McMaster University di Kanada pada tahun 1960-an yang diresmikan pada tahun 1968, karena siswa tidak mampu menerapkan sejumlah besar mereka pengetahuan ilmiah dasar untuk situasi klinis. Tak lama kemudian, tiga sekolah medis lain - University of Limburg di Maastricht (Belanda), University of Newcastle (Australia), dan University of New Mexico (Amerika) mengambil McMaster model pembelajaran berbasis masalah. (diadopsi oleh lain program-program sekolah kedokteran dan juga telah diadaptasi untuk instruksi sarjana (Boud dan Feletti. 1997 : 30).

Landasan Teoretik Model Pembelajaran Berbasis Masalah


(41)

untuk meningkatkan pengajaran secara umum dan khsususnya problem based learning (PBL). Premis dasar dalam psikologi kognitif adalah belajar merupakan proses konstruksi pengetahuan baru yang berdasarkan pada pengetahuan terkini. Mengikuti Glaser (1991) secara umum diasumsikan bahwa belajar adalah proses yang konstruktif dan bukan penerimaan.

Proses-proses kognitif yang disebut metakognisi mempengaruhi

penggunaan pengetahuan, dan faktor-faktor sosial dan kontektual mempengaruhi pembelajaran.

Problem Based Learning (PBL) merupakan salah satu model pembelajaran yang dapat menolong siswa untuk meningkatkan keterampilan yang dibutuhkan pada pada era globalisasi saat ini. Problem Based Learning (PBL) dikembangkan untuk pertama kali oleh Prof. Howard Barrows sekitar tahun 1970-an dalam pembelajaran ilmu medis di McMaster University Canada. Model pembelajaran ini menyajikan suatu masalah yang nyata bagi siswa sebagai awal pembelajaran kemudian diselesaikan melalui penyelidikan dan diterapkan dengan menggunakan pendekatan pemecahan masalah. Beberapa definisi tentang Problem Based Learning (PBL) :

1) Menurut Duch (1995), Problem Based Learning (PBL) merupakan

model pembelajaran yang menantang siswa untuk “belajar bagaimana belajar”, bekerja secara berkelompok untuk mencari solusi dari permasalahan dunia nyata. Masalah ini digunakan untuk mengikat siswa pada rasa ingin tahu pada pembelajaran yang dimaksud


(42)

2) Menurut Glazer (2001), mengemukakan Problem Based Learning (PBL) merupakan suatu strategi pengajaran dimana siswa secara aktif dihadapkan pada masalah kompleks dalam situasi yang nyata. (Mulyana, E. 2003 : 24).

Dari beberapa uraian mengenai pengertian Problem Based Learning dapat

disimpulkan bahwa PBL merupakan model pembelajaran yang

menghadapkan siswa pada masalah dunia nyata (real world) untuk memulai pembelajaran dan merupakan salah satu model pembelajaran inovatif yang dapat memberikan kondisi belajar aktif kepada siswa. Problem Based Learning (PBL) adalah pengembangan kurikulum dan proses pembelajaran. Dalam kurikulumnya, dirancang masalah-masalah yang menuntut siswa mendapatkan pengetahuan yang penting, membuat mereka mahir dalam memecahkan masalah, dan memiliki strategi belajar sendiri serta kecakapan berpartisipasi dalam tim. Proses pembelajarannya menggunakan pendekatan yang sistemik untuk memecahkan masalah atau tantangan yang dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari (Rusmono. 2012 : 30).

Model Problem Based Learning bercirikan penggunaan masalah

kehidupan nyata sebagai suatu yang harus dipelajari siswa. Dengan model PBL diharapkan siswa mendapatkan lebih banyak kecakapan daripada pengetahuan yang dihafal. Mulai dari kecakapan memecahkan masalah, kecakapan berpikir kritis, kecakapan bekerja dalam kelompok, kecakapan interpersonal dan komunikasi, serta kecakapan pencarian dan pengolahan


(43)

informasi. (Rusmono. 2012 : 32)

Dalam PBL pembelajarannya lebih mengutamakan proses belajar, di mana

tugas guru harus memfokuskan diri untuk membantu siswa

mencapai keterampilan mengarahkan diri. Guru dalam model ini berperan sebagai penyaji masalah, penanya, mengadakan dialog, membantu menemukan masalah, dan pemberi fasilitas pembelajaran. Selain itu, guru memberikan dukungan yang dapat meningkatkan pertumbuhan inkuiri dan intelektual siswa. Model ini hanya dapat terjadi jika guru dapat menciptakan lingkungan kelas yang terbuka dan membimbing pertukaran gagasan.

1. Karakteristik Model Problem Based Learning

Ciri yang paling utama dari model pembelajaran Problem Based

Learning yaitu dimunculkannnya masalah pada awal pembelajarannya. Model pembelajaran Problem Based Learning memiliki karakteristik sebagai berikut :

a. Pengajuan pertanyaan atau masalah

1) Autentik, yaitu masalah harus berakar pada kehidupan dunia nyata siswa daripada berakar pada prinsip-prinsip disiplin ilmu tertentu.

2) Jelas, yaitu masalah dirumuskan dengan jelas, dalam arti tidak menimbulkan masalah baru bagi siswa yang pada akhirnya menyulitkan penyelesaian siswa.

3) Mudah dipahami, yaitu masalah yang diberikan harusnya mudah dipahami siswa dan disesuaikan dengan tingkat perkembangan


(44)

siswa.

4) Luas dan sesuai tujuan pembelajaran. Luas artinya masalah tersebut harus mencakup seluruh materi pelajaran yang akan diajarkan sesuai dengan waktu, ruang, dan sumber yang tersedia.

5) Bermanfaat, yaitu masalah tersebut bermanfaat bagi siswa sebagai pemecah masalah dan guru sebagai pembuat masalah.

b. Berfokus pada keterkaitan antar disiplin ilmu

Masalah yang diajukan hendaknya melibatkan berbagai disiplin Ilmu. c. Penyelidikan autentik (nyata)

Dalam penyelidikan siswa menganalisis dan merumuskan masalah,

mengembangkan dan meramalkan hipotesis, mengumpulkan dan menganalisis informasi, melakukan eksprimen, membuat kesimpulan dan menggambarkan hasil.

d. Menghasilkan produk dan memamerkannya

Siswa bertugas menyusun hasil belajarnya dalam bentuk karya dan memamerkan hasil karyanya.

e. Kolaboratif

Pada model pembelajaran ini, tugas-tugas belajar berupa masalah diselesaikan bersama-sama antar siswa. (Dasim Budimansyah, 2002 ; 34).

Adapun beberapa karakteristik prosel PBL menurut ( Rusmono, 2012 : 33) diantaranya yaitu :


(45)

b) Biasanya, masalah yang digunakan merupakan masalah dunia nyata yang disajikan secara mengambang.

c) Masalah biasanya menuntut perspektif majemuk. Solusinya menuntut siswa menggunakan dan mendapatkan konsep dari beberapa ilmu yang sebelumnya telah diajarkan atau lintas ilmu ke bidang lainnya.

d) Masalah membuat siswa tertantang untuk mendapatkan

pembelajaran di ranah pembelajaran yang baru.

e) Sangat mengutamakan belajar mandiri (self directed learning).

f) Memanfaatkan sumber pengetahuan yang bervariasi, tidak dari satu sumber saja.

g) Pembelajarannya kolaboraif, komunikatif, dan kooperatif. Siswa bekerja dalam kelompok, berinteraksi, saling mengajarkan (peer teaching), dan melakukan presentasi.

Dari beberapa penjelasan mengenai karakteristik proses PBL dapat disimpulkan bahwa tiga unsur yang esensial dalam proses PBL yaitu adanya suatu permasalahan, pembelajaran berpusat pada siswa, dan belajar dalam kelompok kecil.

2. Tujuan Model Pembelajaran Problem Based Learning

Departemen Pendidikan Nasional (2003). Pembelajaran berbasis masalah membuat siswa menjadi pembelajar yang mandiri, artinya ketika siswa belajar, maka siswa dapat memilih strategi belajar yang sesuai, terampil menggunakan strategi tersebut untuk belajar dan mampu mengontrol proses belajarnya, serta termotivasi untuk menyelesaikan belajarnya itu.


(46)

Dari pengertian ini, dikatakan bahwa tujuan utama pembelajaran berbasis masalah adalah untuk menggali daya kreativitas siswa dalam berpikir dan memotivasi siswa untuk terus belajar.

M. Ibrahim dan Nur (2000 : 7) Pembelajaran berdasarkan masalah tidak dirancang untuk membantu guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa, akan tetapi pembelajaran berbasis masalah dikembangkan untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berfikir, pemecahan masalah, dan ketrampilan intelektual, belajar berbagai peran orang dewasa melalui pelibatan mereka dalam pengalaman nyata atau simulasi dan menjadi pembelajar yang mandiri.

Dari pengertian ini kita dapat mngetahui bahwa pembelajaran berbasis masalah ini difokuskan untuk perkembangan belajar siswa, bukan untuk membantu guru mengumpulkan informasi yang nantinya akan diberikan kepada siswa saat proses pembelajaran.

Dari beberapa definisi di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa Pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) bertujuan untuk:

1) membantu siswa mengembangkan ketrampilan berfikir dan

ketrampilan pemecahan masalah,

2) belajar peranan orang dewasa yang otentik,

3) menjadi siswa yang mandiri,

4) untuk bergerak pada level pemahaman yang lebih umum, membuat


(47)

5) mengembangkan pemikiran kritis dan keterampilan kreatif

6) meningkatkan kemampuan memecahkan masalah

7) meningkatkan motivasi belajar siswa

8) membantu siswa belajar untuk mentransfer pengetahuan dengan

situasi baru

3. Beberapa Teori yang Melandasi Problem Based Learning

Dalam perkembangannya, pembelajaran Problem Based Learning (PBL)

dilandasi oleh teori belajar konstruktivisme, teori perkembangan kognitif, dan teori belajar penemuan Jerome Burner.

a) Teori Belajar Konstruktivisme

Teori-teori baru dalam psikologi pendidikan dikelompokkan dalam teori pembelajaran konstruktivisme. Teori konstruktivisme ini menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama, dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak sesuai. (Trianto 2007 : 4). Bagi siswa agar benar-benar

memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka

harus bekerja memecahkan masalah, menemukan segala

sesutunya sendiri, dan berusaha dengan susah payah dengan ide-idenya sendiri.

Menurut teori konstruktivisme ini, satu prinsip yang paling penting dalam psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak hanya sekadar memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus


(48)

membangun sendiri pengetahuan di dalam benaknya. Guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini dengan memberi kesempatan siswa menemukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri dan mengajar siswa menjadi sadar dan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar.

b) Teori Perkembangan Kognitif

Teori belajar kognitif pertama kali dikenalkan oleh Piaget. Menurutnya, perkembangan kognitif sebagian besar ditentukan oleh manipulasi dan interaksiaktif anak dengan lingkungan. Piaget yakin bahwa pengalaman-pengalaman fisik dan manipulasi lingkungan penting bagi terjadinya perubahan perkembangan. Sementara itu, Trianto (2007 : 5) berpendapat bahwa interaksi sosial dengan teman sebaya, khususnya beragumentasi dan berdiskusi membantu memperjelas pemikiran yang akhirnya memuat pemikiran itu menjadi lebih logis.

Menurut teori Piaget, setiap individu pada saat mulai dari bayi yang baru lahir sampai menginjak usia dewasa mengalami empat tingkat perkembangan kognitif. Empat tingkat perkembangan kognitif tersebut diantaranya.

1) Sensori-motor (mulai lahir-2 tahun)

2) Pra-operasional (2-7 tahun)

3) Operasional konkret (7-11 tahun)


(49)

Teori Perkembangan Piaget, memandang perkembangan kognitif sebagai suatu proses di mana anak secara aktif membangun sistem makna dan memahami realitas melalui pengalaman-pengalaman dan interaksi-interaksi mereka.

c) Teori Penemuan Jerome Bruner

Teori belajar yang paling melandasi pembelajaran PBL adalah teori belajar penemuan (discovery learning) yang dikembangkan oleh Jerome Bruner pada tahun 1966. Bruner menganggap, bahwa belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia, dan dengan sendirinya memberi hasil yang paling baik. Berusaha sendiri mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya, menghasilkan pengetahuan yang benar- benar bermakna.

Bruner menyarankan agar siswa-siswa hendaknya belajar

melalui partisipasi secara aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip, agar mereka dianjurkan untuk memperoleh pengalaman dan melakukan eksperimen- eksperimen yang mengizinkan mereka untuk menemukan prisip-prinsip itu sendiri. (Trianto, 2007 : 8).

2.3.3 Langkah – Langkah Model Problem Based Learning

Adapun langkah – langkah dalam proses pembelajaran menggunakan model problem based learning adalah :


(50)

b) Mengorganisasikan peserta didik

c) Membimbing penyelidikan individu maupun kelompok

d) Mengembangkan dan menyajikan hasil

e) Menganalisis dan mengevaluasi proses dan hasil pemecahan masalah

Tahap pertama, adalah proses orientasi peserta didik pada masalah. Pada tahap ini guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang diperlukan, memotivasi peserta didik untuk terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah, dan mengajukan masalah.

Tahap kedua, mengorganisasi peserta didik. Pada tahap ini guru membagi peserta didik kedalam kelompok, membantu peserta didik mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah.

Tahap ketiga, membimbing penyelidikan individu maupun kelompok. Pada tahap ini guru mendorong peserta didik untuk mengumpulkan informasi yang dibutuhkan, melaksanakan eksperimen dan penyelidikan untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.

Tahap keempat, mengembangkan dan menyajikan hasil. Pada tahap ini

guru membantu peserta didik dalam merencanakan dan menyiapkan

laporan, dokumentasi, atau model, dan membantu mereka berbagi tugas dengan sesama temannya.

Tahap kelima, menganalisis dan mengevaluasi proses dan hasil pemecahan masalah. Pada tahap ini guru membantu peserta didik untuk


(51)

melakukan refleksi atau evaluasi terhadap proses dan penyelidikan yang mereka lakukan.

2.4 Pendidikan Kewarganegaraan Dalam IPS

Pendidikan Kewarganegaraan merupakan salah satu dari lima tradisi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial yakni citizenship tranmission, saat ini sudah berkembang menjadi tiga aspek pendidikan Kewarganegaraan (citizenship education), yakni aspek akademis, aspek kurikuler, dan aspek social budaya. Secara akademis pendidikan kewarganegaraan dapat didefinisikan sebagai suatu bidang kajian yang memusatkan telaahannya pada seluruh dimensi psikologis dan sosial budaya kewarganegaraan individu, dengan menggunakan ilmu politik, ilmu pendidikan sebagai landasan kajiannya atauan penemuannya intinya yang diperkaya dengan disiplin ilmu lain yang relevan, dan mempunyai implikasi kebermanfatan terhadap instrumentasi dan praksis pendidikan setiap warga negara dalam konteks sistem pendidikan nasional.

Pendidikan Kewarganegaraan (Citizenship) merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan diri yang beragam dari segi agama, sosio-kultural, bahasa, usia dan suku bangsa untuk menjadi warga negara yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945 (Kurikulum Berbasis Kompetensi, 2004). Pendidikan Kewarganegaraan mengalami perkembangan sejarah yang sangat panjang, yang dimulai dari Civic Education, Pendidikan Moral Pancasila, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, sampai yang terakhir pada Kurikulum


(52)

2004 berubah namanya menjadi mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan.

Mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan adalah mata pelajaran yang memang mengalami perubahan nama dengan sangat cepatkarena mata pelajaran tersebut memang rentan terhadap perubahan politik, namun ironisnya nama berubah berkali-kali, tetapi secara umum serta pendekatan cara penyampaianya kebanyakan tidak berubah.

Dari sisi isi misalnya,lebih menekankan pengetahuan untuk di hafal dan bukan materi pembelajaran yang mendorong berpikir apalagi berpikir kritis siswa. Dari segi pendekatan yang lebih ditonjolkan adalah pendekatan politis dan kekuasaan. Dari segi pembelajaran atausistem penyampaiannya lebih menekankan padapembelajaran satu arahdengan dominasi guru yang lebih menonjolsehingga hasilnya sudah dapat diduga, yaitu verbalisme yang selama ini sudah dianggap sangat Melakat padapendidikan umumnya di Indonesia.

Pendidikan kewarganegaraan adalah program pendidikan berdasarkan Nilai-nilai pancasila sebagai wahana untuk mengembangkan dan melestarikan nilai luhur dan Moral yang berakar pada budaya bangsa Indonesia yang diharapkan menjadi jati diri yang diwujudkan dalam bentuk prilaku dalam kehidupan sehari-hari para siswa baik sebagai individu, sebagai anggota masyarakat dan makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.


(53)

Hakikat Pendidikan kewarganegaraan adalah merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukkan diri yang beragam dari segi agama, sosio-kultural, bahasa, usia, dan suku bangsa untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang dilandasi oleh Pancasila dan UUD1945.

Khususnya pada jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah, Sekolah seyogyanya dikembangkan sebagai pranata atau tatanan sosial-Pedagogis yang kondusif atau member suasana bagi tumbuh kembangnya berbagai kualitas pribadi peserta didik.Sekolah sebagai bagian integral dari masyarakat perlu dikembangkan sebagai pusat pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik sepanjang hayat, yang mampu member keteladanan,, membangun kemauan, dan mengembangkan kreatifitas peserta didik dalam proses pembelajaran demokratis.

Dalam kerangka semua itu mata pelajaran PKn harus berfungsi sebagai wahana kurikuler pengembangan karakter warga negara Indonesia yang demokratis dan bertanggung jawab.Peran PKn dalam proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik sepanjang hayat, melalui pemberian keteladanan, pembangunan kemauan, dan pengembangan kreatifitas peserta didik dalam proses pembelajaran. Melalui PKn sekolah perlu di kembangkan sebagai pusat pengembangan wawasan, sikap, dan keterampilan hidup dan berkehidupan yang demokratis untuk membangun kehidupan demokrasi.


(54)

2.4.1 Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan

Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan sebagai berikut :

a. Tujuan Umum

Untuk memberikan pengetahuan dan kemampuan dasar kepada mahasiswa mengenai hubungan antara warga negara dengan negara serta PPBN agar menjadi warga negara yang diandalkan oleh bangsa dan negara.

b. Tujuan Khusus

1) Agar peserta didik dapat memahami dan melaksanakan hak dan

kewajiban secara santun, jujur, dan demokratis serta ikhlas sebagawai WNI terdidik dan bertanggung jawab.

2) Agar peserta didik menguasai dan memahami berbagai masalah

dasar dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta dapat mengatasinya dengan pemikiran kritis dan bertanggung jawab yang berlandaskan Pancasila, Wawasan Nusantara, dan Ketahanan Nasional

3) Agar peserta didik memiliki sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai kejuangan, cinta tanah air, serta rela berkorban bagi nusa dan bangsa. (Kep. Dirjen Dikti No. 267/Dikti/2000)

Masalah yang timbul dalam pelaksanaan pkn sebagai ips serta upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut Pada saat sekarang ini masih terlihat jelas adanya kesenjangan antara tataran normatif dengan fenomena ideologis, sosial, politik, dan kultural dalam kehidupan


(55)

masyarakat, berbangsa, dan bernegara RI. Tataran normatif sejak kita merdeka sudah terukir dengan indah apa yang menjadi komitmen kita bersama sebagai sebuah bangsa yaitu: “Pemerintah Negara Indonesia melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial….” (Pembukaan UUD 1945).

Kesenjangan ini terus saja kita temukan sampai saat ini.Untuk itu maka perlu pendidikan yang efektif dan bermutu. Salah satu masalah yang terkait dengan penerapan esensi pendidikan ilmu pengetahuan sosial contohnya mata pelajaran PKn adalah memudarnya rasa nasionalisme dan patriotisme dalam diri penerus-penerus bangsa kita.

Salah satu upaya untuk mengatasi masalah memudarnya rasa nasionalisme dan patriotisme dalam memperjuangkan jati diri bangsa Indonesia dalam persaingan global dan memudarnya integrasi nasional, maka diperlukan

sosialisasi hasil kajian esensi PKn dan sosialisasi bagaimana

pembelajarannya agar mampu memperkuat revitalisasi nasionalisme Indonesia menuju character and nation building sebagai tumpuan harapan pendidikan masa depan. Juga dapat memperkuat kembali komitmen kebangsaan yang selama ini mulai memudar dengan tekad memperjuangkan bangsa Indonesia yang berkualitas dan bermartabat. Maka,setiap pesrta didik baik di sekolah maupun di tingkat perguruan tinggi di ajarkan mata


(56)

pelajaran PKn yang merupakan bagian dari IPS atau yang dulu disebut IPS khusus.

Secara garis besar mata pelajaran Kewarganegaraan memiliki 3 dimensi yaitu:

1) Dimensi Pengetahuan Kewarganegaraan (Civics Knowledge) yang

mencakup bidang politik, hukum dan moral

2) Dimensi Keterampilan Kewarganegaraan (Civics Skills) meliputi

keterampilan partisipasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

3) Dimensi Nilai-nilai Kewarganegaraan (Civics Values) mencakup

antara lain percaya diri, penguasaan atas nilai religius, norma dan moral luhur. (Sudjana, 2003 : 4)

Berdasarkan uraian di atas peneliti berpendapat bahwa dalam mata pelajaran PKn, seorang siswa bukan saja menerima pelajaran berupa pengetahuan, tetapi pada diri siswa juga harus berkembang sikap, keterampilan dan nilai-nilai.

2.4.2 Ruang Lingkup Pembelajaran PKn

Ruang lingkup mata pelajaran PKn meliputi aspek-aspek sebagai berikut :

a) Persatuan dan kesatuan bangsa, meliputi: hidup rukun dalam

perbedaan, cinta lingkungan, kebanggaan sebagai bangsa indonesia, sumpah pemuda, keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, partisipasi dalam pembelaan negara, sikap positif terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia, Keterbukaan dan jaminan keadilan.


(57)

b) Norma, hukum dan peraturan, meliputi: tertib dalam kehidupan keluarga, tertib di sekolah, norma yang berlaku di masyarakat, peraturan-peraturan daerah, norma-norma dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sistem hukum dan peradilan nasional, hukum dan peradilan internasional.

c) Hak asasi manusia meliputi: hak dan kewajiban anak, hak dan

kewajiban anggota masyarakat, instrumen nasional dan internasional HAM, pemajuan, penghormatan dan perlindungan HAM.

d) Kebutuhan warganegara meliputi: hidup gotong royong, harga diri sebagai warga masyarakat, kebebasan berorganisasi, kemerdekaan mengeluarkan pendapat, menghargai keputusan bersama, prestasi diri, persamaan kedudukan warganegara.

e) Konstitusi negara meliputi: proklamasi kemerdekaan dan konstitusi yang pertama, Konstitusi-konstitusi yang pernah digunakan di Indonesia, Hubungan dasar negara dengan kostitusi.

f) Kekuasaan dan Politik meliputi : Pemerintahan desa dan kecamatan, Pemerintahan daerah dan otonomi, Pemerintah pusat, Demokrasi dan sistem politik, Budaya politik, Budaya demokrasi menuju masyarakat madani, Sistem pemerintahan, Pers dalam masyarakat demokarasi.

Pancasila meliputi: kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi negara, proses perumusan Pancasila sebagai dasar negara, pengamalan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, Pancasila sebagai ideology terbuka.


(58)

2.5 Penelitian Yang Relevan

1. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Choirul Anam. (2012). Dapat diketahui bahwa penggunaan Model Problem Based Learning meningkatkan Motivasi dan Prestasi Belajar IPS Sejarah Kelas VIII C SMP Negeri 3 Cepu Semester II Tahun Pelajaran 2011/2012.

Hasil penelitian menujukkan bahwa penggunaan Model Problem Based Learning pada mata pelajaran IPS Sejarah kelas VIII C SMP Negeri 3 Cepu semester II tahun Pelajaran 2011/2012 dapat meningkatkan motivasi dan prestasi belajar siswa. Hasil pengamatan lembar observasi motivasi belajar pada siklus 1 ke siklus 2 didapat aspek kerjasama siswa terjadi peningkatan dari 25% menjadi 63%, aspek Interaksi siswa terjadi peningkatan dari 60% menjadi 80%, aspek tanggung jawab terjadi peningkatan dari 60% menjadi 80%, aspek kehadiran tidak terjadi peningkatan.Pada prestasi belajar dari siklus 1 ke siklus 2 terjadi peningkatan nilai terendah 60 menjadi 70 , pada nilai tertinggi terjadi peningkatannilai dari 85 menjadi 90, pada nilai rerata mengalami peningkatan dari 72,4 menjadi 78,4. Dengan kata lain untuk ketuntasan belajar siswa dapat meningkat dari tidak tuntas menjadi tuntas.

2. Penelitian juga dilakukan oleh Neni Fitriawati. 2010, di

MTsN Selorejo Blitar pada Mata Pelajaran IPS Terpadu kelas VIII

menggunakan Penerapan Model Pembelajaran Berbasis

Masalah(Problem Based Learning) untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis.


(59)

Pada Pembelajaran IPS Terpadu kelas VIIIA siswa kurang mampu berpikir kritis dalam menganalisa kasus yang terjadi dimasyarakat.

Maka diperlukan model pembelajaran yang mampu

meningkatkankemampuan berpikir kritis siswa.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan penerapan model pembelajaran berbasis masalah dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa pada mata pelajaran IPS Terpadu kelas VIII di

MTsN Selorejo Blitar, untuk mengetahui hasil peningkatan

kemampuan berpikir kritis siswa serta factor pendorong dan penghambat dalam penerapan model pembelajaran berbasis masalah.

Setelah penerapan model pembelajaran berbasis masalah

menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa pada mata pelajaran IPS Terpadu kelas VIII di MTsN Selorejo Blitar. Secara klasikal terjadi peningkatan sebesar 13% pada siklus I dan 6% pada siklus II. Peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa secara individu sebesar 6% pada siklus 1, 6%pada siklus II dan sebesar 3% pada siklus III.

Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah bahwa penerapan model pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa pada mata pelajaran IPS Terpadu kelas VIII di MTsN Selorejo Blitar.


(60)

2.6 Kerangka Pikir Model Pembelajaran Problem Based Learning dan Sikap

Berdasarkan latar belakang masalah dan teori yang melatar belakangi maka kerangka pikir yang diajukan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah : Penggunaan model pembelajaran pada materi Hakekat Bangsa dan Negara dalam menumbuhkan semangat kebangsaan siswa. Pembelajaran Problem Based Learning metode mengajar dengan fokus pemecahan masalah yang nyata, proses dimana peserta didik melaksanakan kerja kelompok, umpan balik, diskusi, yang dapat berfungsi sebagai batu loncatan untuk investigasi dan penyelidikan dan laporan akhir. Dengan demikian peserta didik didorong untuk lebih aktif terlibat dalam materi pelajaran dan mengembangkan keterampilan berpikir kritis.

Pada tahap pelaksanaan pembelajaran Problem Based Learning menekankan kepada masalah yang terjadi pada siswa / siswi dalam kehidupan sehari – hari baik dalam keluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Prinsip yang harus diperhatikan dalam pembelajaran Problem Based Learning dimana para siswa dapat menyusun pengetahuannya sendiri, menumbuh kembangkan keterampilan tingkat tinggi dan inkuiri, memandirikan siswa, dan meningkatkan kepercayaan dirinya.

Model pembelajaran Problem Based Learning dirancang untuk mengajak siswa secara langsung kedalam proses pemecahan masalah secara nyata dalam waktu yang relatif singkat sehingga dapat menumbuhkan sikap


(61)

kebangsaan dan siswa dapat berpikir secara kreatif dan konstruktif dalam menghadapi dan menyelesaikan masalah yang dihadapinya.


(62)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Penelitian ini betujuan untuk menganalisis sikap kebangsaan siswa dalam kegiatannya sehari – hari disekolah. Dengan demikian yang diamati adalah proses pembelajaran dalam kelas menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning. Oleh Karena itu pendekatan yang dianggap cocok digunakan untuk mengkaji permasalahan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Dengan pendekatan ini diharapkan dapat diperoleh pemahaman yang mendalam mengenai makna dari sikap kebangsaan siswa disekolah.

Alasan lain menggunakan pendekatan kualitatif didasarkan pertimbangan bahwa penelitian ini menghendaki suatu keutuhan. Artinya pengamatan terhdapa sikap kebangsaan siswa bisa berhasil jika bersikap utuh dari keseluruhan sikap siswa. Dengan kata lain sikap kebangsaan siswa tidak dapat dipahami maknanya jika terlepas dari hubungan siswa dengan lingkungan sekolah. Dalam konteks inilah diperlukan pendekatan kualitatif yang mencakup berbagai konteks kehidupan siswa.


(63)

Penelitian ini menggunakan metode tindakan (action research) dengan penekanan terhadap penggunaan Model Problem Based Learning Dalam Menumbuhkan Sikap Kebangsaan Pada Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Siswa SMA Negeri 9 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013.

Pemilihan metode ini didasarkan pendapat bahwa penelitian tindakan kelas mampu menawarkan cara dan prosedur baru untuk memperbaiki dan meningkatkan profesionalisme guru dalam pembelajaran yang terjadi pada peserta didik.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini merupakan metode Penelitian Tindakan Kelas (PTK), karena model PTK ini mudah untuk dipahami dan sesuai dengan rencana kegiatan penelitian yang akan penulis lakukan. Teknik ini dipilih oleh peneliti dengan maksud memperbaiki kualitas pemahaman konsep semangat kebangsaan siswa dalam mata pelajaran PKn yang berbasis karakter. Adapun langkah-langkah penelitian tindakan kelas (PTK) sebagai berikut : (1) Perencanaan (Planning), (2) Pelaksanaan dan Observasi (Acting and Observing) dan (3) Refleksi (Reflecting).

Identifikasi awal disebabkan karena proses pembelajaran mata pelajaran PKn yang masih belum sesuai dengan proses pembelajaran yang dapat meningkatkan pemahaman konsep semangat kebangsaan. Untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi diperlukan suatu metode / model pembelajaran yang baru untuk mata pelajaran PKn SMA Negeri 9 Bandar Lampung agar


(64)

dapat meningkatkan pemahaman konsep sikap kebangsaan dengan pembelajaran Model Problem Based Learning

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di SMA Negeri 9 Bandar Lampung. SMA Negeri Bandar Lampung ini terletak di Jl. Panglima Polim No.18. Segala Mider Tanjung Karang Barat Bandar Lampung.

Pemilihan tempat ini sebagai tempat penelitian adalah dikarenakan kemudahan akses yang diberikan kepada peneliti untuk melakukan kegiatan penelitian di sekolah tersebut disebabkan karena peneliti merupakan guru di sekolah tersebut . Subyek penelitian adalah siswa kelas X semester genap Tahun Pelajaran 2012/2013 yang berjumlah 29 siswa, terdiri dari 10 laki-laki dan 19 perempuan.

3.3 Lama Tindakan Menurut Peneliti

Penelitian mengenai “Penggunaan Model Problem Based Learning Dalam

Menumbuhkan sikap Kebangsaan Pada Pembelajaran Pendidikan

Kewarganegaraan Siswa SMA Negeri 9 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013. Lama penelitian tidak berdasarkan pada waktu yang ditentukan secara administratif akan tetapi berdasarkan pertimbangan lengkap atau tidaknya data yang diperlukan. Dengan demikian batas akhir penelitian ditentukan dilapangan. Hal ini sesuai dengan karakteristik penelitian kualitatif, yaitu yang menentukan penelitian ialah kelengkapan data yang diperlukan terkumpul. Selama data belum lengkap, maka selama itu pula proses penelitian berlangsung.


(65)

3.4 Operasional Tindakan / Desain Tindakan

Tahapan penelitian tindakan pada suatu siklus meliputi empat tahapan, yaitu tahap perencanaan, pelaksanaan, observasi dan tahap refleksi. Siklus ini akan berlanjut jika dalam proses pembelajaran sesuai dengan yang diharapkan.

Sesuai dengan jenis rancangan penelitian yang dipilih, yaitu penelitian tindakan kelas, yaitu berbentuk spiral dari siklus yang satu ke siklus yang berikutnya. Setiap siklus meliputi planning (rencana), action (tindakan), observasi (pengamatan) dan reflection (refleksi). Langkah pada siklus berikutnya adalah perencanaan yang sudah direvisi, tindakan, pengamatan dan refleksi. Sebelum masuk pada siklus I dilakukan tindakan pendahuluan yang berupa identifikasi permasalahan.

3.5 Prosedur Penelitian Tindakan Berikut gambar siklus :

dan seterusnya (di sesuaikan dengan kebutuhan penelitian) Gambar 1. Alur Penelitian Tindakan Kelas (PTK)


(1)

bentuk isian yang telah dipersiapkan sebelumnya dan disusun secara terstruktur dan sistematis.

Selain itu pengumpulan data kualitatif juga dilakukan dengan teknik skala sikap melalui lembar-lembar portofolio dan catatan-catatan pelajaran dari siswa yang relevan.

3.9 Teknik Analisis Data

Sesuai dengan jenis rancangan penelitian yang dipakai di sini, yaitu penelitian tindakan kelas (classroom action research), maka teknik analisis data yang relevan dan yang diterapkan adalah teknik analisis deskriptif-kualitatif. Dengan teknik ini maka data yang telah dikumpulkan dari hasil penelitian akan disortir, dikelompokkan dan disederhanakan untuk selanjutnya disajikan dalam bentuk prosentase atau tabel distribusi. Dari situ kemudian dilakukan penafsiran dan pemaknaan secara kualitatif dalam bentuk seperti, tinggi-rendah, tuntas-tidak tuntas, aktif-tidak aktif, baik-kurang baik, dan lain sebagainya sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya.

3.10 Indikator Keberhasilan

Indikator keberhasilan dalam penelitian tindakan kelas terdiri atas dua aspek, yaitu aspek proses dan aspek produk yang berkualitas. Aspek proses terkait dengan kualitas pembelajaran yang menerapkan pendekatan pembelajaran kontekstual. Aspek produk dilihat dari siswa yang mampu memahami materi pembelajaran secara kontekstual dan mendapat nilai diatas KKM.


(2)

170

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil temuan dan interpretasi serta pembahasan pelaksanaan penelitian tindakan kelas di kelas X.8 SMA Negeri Bandar Lampung tahun pelajaran 2012/2013 dapat disimpulkan bahwa :

1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) model Problem Based Learning yang baik adalah (1) ada keterkaitan dan keterpaduan antara Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi, penilaian, dan sumber belajar, (2) memperhatikan minat, motivasi belajar, dan karakteristik peserta didik, (3) memuat rancanganprogram pemberian umpan balik positif, penguatan, pengayaan, dan remidy, (4) Skenario atau model pembelajaran problem based learning harus sesuai dengan langkah-langkah pembelajaran model pembelajaran problem based learning. Dari pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan guru sudah mampu melaksanakan menyusun rancangan rencana pelaksanaan pembelajaran karena pada siklus III berhasil mencapai kategori sangat baik.

2. Pelaksanaan model pembelajaran problem based learning di kelas X.8 SMA Negeri 9 Bandar Lampung harus sesuai dengan skenario atau


(3)

strategi yang telah ditentukan meliputi (1) siswa dibagi menjadi 5 (lima) kelompok yang terdiri dari 6 sampai dengan 7 siswa dalam 1 kelompok, (2) siswa ditugaskan untuk mencari kasus pada masyarakat sekitar, (3) guru dan siswa mengidentifikasi kasus tersebut, dan menentukan satu kasus untuk dijadikan bahan diskusi, (4) pengambilan keputusan siswa terhadap kasus tersebut, (5) guru menggali argumen yang mendukung sikap siswa dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan, (6) siswa memperjelas ulang serta memperkuat argumen terhadap pendapatnya, (7) guru menguji asumsi siswa. Berdasarkan hasil pengamatan pelaksanaan penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa pelaksanaan pembelajaran yang sesuai dengan langkah-langkah model pembelajaran based learning dapat menumbuhkan sikap kebangsaan siswa di kelas X.8 SMA Negeri 9 Bandar Lampung.

3. Penggunaan Model Pembelajaran Problem Based Leaning dapat menumbuhkan sikap kebangsaan siswa kelas X.8 SMA Negeri 9 Bandar Lampung dimana hal tersebut diketahui berdasarkan hasil observasi dan tes yang dilakukan pada penelitian ini.


(4)

172

B. Saran

Berdasarkan simpulan diatas, maka peneliti dapat memberikan saran sebagai berikut :

1. Bagi Guru, dalam melaksanakan proses pembelajaran khususnya Pendidikan Kewarganegaraan dengan Kompetensi Dasar Menunjukkan sikap kebangsaan, nasionalisme dan patriotisme dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara untuk dapat menerapkan model pembelajaran problem based learning karena pembelajaran dapat berjalan dengan baik dan sikap kebangsaan siswa meningkat lebih baik.

2. Bagi siswa, pembelajaran model problem based learning memberikan kebebasan berpikir dan mengemukakan pendapat secara lebih luas sehingga suasana pembelajaran lebih menarik dan bermakna bagi pribadi masing-masing siswa.

3. Pihak Sekolah/Kepala Sekolah harus memberikan kesempatan untuk berkreasi dalam proses pembelajaran, memberikan dukungan baik sarana maupun prasarana sehingga proses pembelajaran dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran secara maksimal, serta dapat memotivasi siswa untuk senantiasa belajar.


(5)

Abin Syamsuddin Makmun. 2005. Psikologi Pendidikan. Yudhistira. Bandung. 156 hlm.

Budiyanto. 2006. Pendidikan Kewarganegaraan. Erlangga, Jakarta. 3-30 hlm. Boud dan Feletti, 1997. Duch et al. New York. Amador et al. 30 hlm.

Colin Marsh. (1996). Handbook for beginning teachers. Addison Wesley Longman Australia Pry Limited. Sydney. 10 hlm.

Dasim Budimansyah. 2002. Model Pembelajaran dan Penilaian Portofolio. Genesindo. Bandung. 34 hlm

Dimyati dan Mujiono. 1999. Belajar dan Pembelajaran. Yudhistira. Jakarta. 186 hlm.

Evan Glazer. 2001. Problem Based Instruction. Emerging perspectives on learning, teaching, and technology. New York. 31 hlm.

M. Ibrahim dan Nur. 2005. Pengajaran Berdasarkan Masalah. University Press. Surabaya. 6-7 hlm.

Kaelan,M.s. 2007. Pendidikan kewarganegaraan. Paradigma. Yogyakarta. 1-3 hlm.

Kelvin Seifert. 2007. Manajemen Pembelajaran dan Instruksi Pendidikan. Erlangga. Jogjakarta. 5 hlm.

Krisna, 2009. Pengertian dan ciri – ciri pembelajaran, Yudhistira. Jakarta. 86 hlm.

Mohammad Ali. 1984. Penelitian Pendidikan Prosedur dan Strategi. Aksara, Bandung. 38 hlm.

Mulyana, E. 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi: Konsep, Karakteristik dan Implementasi. Remaja Rosda Karya, Bandung. 24 -45 hlm.


(6)

Nana Sudjana. 2003. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Rosda Karya. Bandung. 4 hlm.

Nur Wachyu Rochmadi. 2005. Kewarganegaraan 2. Yudhistira. Jakarta. 45 hlm. Pargito. 2010. Dasar – Dasar IPS. Universitas Lampung, Lampung. 40 hlm. Presiden RI. 2005. UU Guru da Dosen, Sinar Grafika. Jakarta. 6 - 7 hlm.

Rusmono. 2012. Strategi Pembelajaran dengan Problem Based Learning. Ghalia Indonesia. Jakarta. 30-33 Hlm.

Sardiman, A. M. (2004). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali. 165 hlm.

Sri Jutmini. 2004. Pendidikan Kewarganegaraan. Tiga Serangkai. Solo. 105-108 hlm.

Suharsimi Arikunto. 1989. Metode Penelitian Suatu Pendekatan Praktis, Bina Aksara, Jakarta. 34 hlm.

Sujiyanto dan Muhlisin. 2007. Praktik Belajar Kewarganegaraan. Jakarta : Ganeca exact. 31 hlm.

Sumadi Suryabrata. 1983. Metode Penelitian. CV. Rajawali. Jakarta. 66 hlm. Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif. Kencana

Predana Media Group. Jakarta. 4-8 hlm.

Undang-Undang No. 20 Tahun 2003. Sistem Pendidikan Nasional.

Winarno. 2007. Paradigma Baru : Pendidikan Kewarganegaraan. Bumi Aksara. Jakarta. 35 - 42 hlm.


Dokumen yang terkait

PEMBELAJARAN APRESIASI DRAMA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 16 BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2012/2013

1 7 80

STUDI KOMPARATIF HASIL BELAJAR EKONOMI MELALUI MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING DAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM POSING DENGAN MEMPERHATIKAN SIKAP SISWA TERHADAP MATA PELAJARAN EKONOMI PADA SISWA KELAS X SMA NEGERI 13 BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2012/2

0 2 108

STUDI KOMPARATIF HASIL BELAJAR EKONOMI MELALUI MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING DAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM POSING DENGAN MEMPERHATIKAN SIKAP SISWA TERHADAP MATA PELAJARAN EKONOMI PADA SISWA KELAS X SMA NEGERI 13 BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2012/2

0 5 107

PENGARUH PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DAN FUNGSI MEDIA MASSA TERHADAP WAWASAN KEBANGSAAN PADA SISWA KELAS XI DI SMA KEMALA BHAYANGKARI KABUPATEN LAMPUNG UTARA TAHUN PELAJARAN 2012/2013

0 5 81

PENGGUNAAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING DALAM MENUMBUHKAN SIKAP KEBANGSAAN PADA PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SISWA KELAS X SMA NEGERI 9 BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2012/2013

1 32 77

KREATIVITAS BELAJAR MENGGUNAKAN MODEL GROUP INVESTIGATION DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH SISWA KELAS X IIS 4 DI SMA NEGERI 9 BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2014/2015

0 3 53

PENGARUH PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL)TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN GEOGRAFI KELAS X SMA NEGERI 7 BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2014/2015

0 8 58

STUDI PERBANDINGAN SIKAP SOSIAL SISWA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERTAIF TIPE PROBLEM BASED LEARNING DAN PROJECT BASED LEARNING PADA MATA PELAJARAN EKONOMI KELAS X SMA NEGERI 1 GADINGREJO TAHUN PELAJARAN 2014/2015

1 5 92

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING TERHADAP HASIL BELAJAR EKONOMI SISWA KELAS X SEMESTER GENAP SMA NEGERI 2 GADING REJO TAHUN PELAJARAN 20152016

1 0 9

PENINGKATAN AKTIVITAS SISWA DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN MENGGUNAKAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING DI SEKOLAH DASAR

0 0 10