Prevalensi Xerostomia Pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 di RSUP H.Adam Malik Medan

DAFTAR PUSTAKA

1.

Little JW, Falace DA, Miller CS, Rhodus NL. Dental management of the
medically compromised patient-pageburst on vitalsource. 7th ed. Mosby 2008:
212-33.

2.

Danaei G et al. National, regional, and global trends in fasting plasma glucose
and diabetes prevalence since 1980: systematic analysis of health examination
surveys and epidemiological studies with 370 country-years and 2,7 million
participants. The Lancet 2011; 378: 31–40.

3.

Pedersen AML. Diabetes mellitus and related oral manifestations. Oral Biosci
Med 2004; 1(4): 229-243.

4.


Vernillo AT. Dental considerations for the treatment of patients with diabetes
mellitus. J Am Dent Assoc 2003; 134: 24-33.

5.

Loe

H,

Genco

RJ.

Oral

complications

in


diabetes.

http://diabetes.niddk.nih.gov/dm/pubs/america/pdf/chapter23.pdf (14 Juli 2012).
6.

Neville BW, Damm DD, Allen CM, Bouquot JE. Oral and maxillofacial
pathology. 3rd ed. St. Louis: Saunders, 2009: 464-5.

7.

Fox

CP.

Xerostomia:

Recognition

and


management.

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/18982854 (12 Agustus 2012)
8.

Sreebny ML, Yu A, Green A, Valdini A. Xerostomia in diabetes mellitus.
Diabetes Care 1992; 15(7): 900-4.

31

9.

Khovidhunkit

W, Chomkhakhai

U, Mitrirattanakul

S, Thaweboon S,


Suwantuntula T, Khovidhunkit P S. Xerostomia, hyposalivation and oral
microbiota in type 2 diabetic patients: A Preliminary Study. J Med Assoc Thai
2009; 92(9): 1220-8.
10. Harijanti K, Soebadi B, Mulyaningsih I. Prevalence of xerostomia on type 2
diabetes mellitus in Hajj Hospital Surabaya. Dent. J 2007; 40(3): 136-9.
11. Adi SP. 2007. Kondisi kesehatan rongga mulut penderita diabetes mellitus tipe 2
di rumah sakit haji adam malik medan agustus-september 2007. Skripsi. Medan:
Fakultas Kedokteran Gigi, 2007: 27.
12. Riaz S. Diabetes mellitus. Academic Journals 2009; 4 (5): 367-373.
13. Varon F, Shipman LM. The role of the dental professional in diabetes care. The
Journal of Contemporary Dental Practice. 1(2). Winter Issue. 2000: 1-13.
14. Donald

R,

Coustan.

Gestational

diabetes.


http://diabetes.niddk.nih.gov/dm/pubs/America/pdf/chapter35.pdf

(16

April

2013)
15. Sitompul R. Retinopati diabetik. J Indon Med Assoc 2011; 61(8): 338-340.
16. Kyselova Z, Stefek M, Bauer V. Pharmacological prevention of diabetic cataract.
J Diabetes Complications 2004; 18: 132-4.
17. Diabetes

Advocacy

Alliance.

The

complications


of

diabetes:

eyes.

http://www.diabetesadvocacyalliance.org/pdf/DAA_EyeBrief_2013_04_01.pdf
(29 Agustus 2014)

32

18. Chase P H. Understanding diabetes. 11th ed. Denver: Pharos Press, 2006: 237240.
19. International Diabetes Federation. Diabetes and cardiovascular diseases: Time to
act. Aalst: Imprimerie L Vanmelle SA, 2001: 37-43.
20. Hasibuan S. Keluhan mulut kering ditinjau dari faktor penyebab, manifestasi dan
penanggulannya.Medan: USU Press, 2002: 1-6.
21. AI Saif KM. Clinical management of salivary deficiency. Saudi Dental Journal

1991; 3(2): 77-80.

22. Emilienne

MPA.

Xerostomia

oral

pathology.

http://flipper.diff.org/app/items/info/2078 (12 Agustus 2012)
23. Sonis ST, Fazio RC, Fang L. Principles and practice of oral medicine.
Philadelphia: Saunders. 1984: 553-4
24. Brightman VJ. Oral symptoms without apparent physical abnormality. In. Lynch
MA, Brightman VJ. Greenberg MS. Eds. Burket’s oral medicine, diagnosis and
treatment. 9th ed. Philadelphia: Lippincot. 1994: 399.
25. Boedi, S. Penelurusan penyebab xerostomia dan penatalaksanaannya dalam
bidang kedokteran gigi. JITEKGI 2006; 3(3): 71-5.
26. Gupta A, Epstein JB, Sroussi H. Hyposalivation in elderly patients. J Can Dent
Assos 72(9). 2006: 841-6.

27. Wong David T. Salivary diagnostics. Philadephia: Willey-Blackwell. 2008: 6167.

33

28. Notoatmodjo S. Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. 2002:
92.
29. Notoatmodjo S. Promosi kesehatan dan ilmu perilaku. Jakarta: Rineka Cipta. 2002:
43-7

30. Siswanto H I. Prevalensi diabetes mellitus tipe 2 pada obesitas sentral di kelurahan
tajur cileduk tahun 2009. Skripsi. Jakarta: Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Progaram Studi Pendidikan Dokter Universitas Islam Negri Syarif Hidayahtullah.
2007: 26-7.

34

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif, yaitu suatu penelitian yang
bertujuan untuk mengetahui prevalensi xerostomia pada penderita diabetes mellitus
tipe 2. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan penelitian cross
sectional yaitu dimana pengambilan data variabel independen maupun variabel
dependen dilakukan sekaligus pada suatu saat.28

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

3.2.1 Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Poliklinik Penyakit Dalam, RSUP H. Adam Malik
Medan. Rumah sakit ini dipilih karena RSUP H. Adam Malik Medan merupakan
rumah sakit umum pusat di Medan dan juga rumah sakit ini merupakan rumah sakit
rujukan untuk penderita diabetes mellitus di daerah Sumatera utara. Di rumah sakit
ini juga terdapat Departemen Penelitan dan Pengembangan (LITBANG) jadi
penelitian yang dilakukan di rumah sakit ini lebih diakui.

3.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan mulai bulan Juli 2013 sampai September 2013

17


3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi
Populasi penelitian adalah pasien yang menderita diabetes mellitus tipe 2 yang
berobat ke Poliklinik Penyakit Dalam RSUP H. Adam Malik Medan.

3.3.2 Sampel
Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik pengambilan
sampel “purposive sample” dimana semua pasien yang menderita diabetes mellitus
tipe 2 yang berobat ke Poliklinik Penyakit Dalam RSUP H. Adam Malik Medan dan
memenuhi kriteria inklusi maupun eksklusi akan dimasukkan dalam penelitian
sampai jumlah subjek yang diperlukan terpenuhi.
Besarnya sampel penelitian ini dihitung dengan menggunakan perhitungan
besar sampel data nominal non probabilitas sampel dengan rumus :

Keterangan:
n = Besar Sampel
Zα = Deviasi baku alpha
P = Persentase insiden xerostomia

Q=1–P
d = Presisi

18

Pada penelitian ini, tingkat kepercayaan yang dikehendaki sebesar 95 %
sehingga untuk Z duah arah diperoleh nilai Zα = 1,96. Nilai P yang ditetapkan adalah
0,76 berdasarkan penelitian Harijanti di Surabaya.10 Kesalahan absolut atau ketetapan
relatif yang diinginkan adalah sebesar 0,1. Berdasarkan rumus tersebut maka besar
sampel dapat dihitung sebagai berikut :

n=

1,96.0,76.(1 − 0,76 )
= 70,04
0,12

Berdasarkan hasil dari perhitungan rumus sampling di atas maka di dapat
jumlah sampel yang diambil adalah sejumlah 70 subjek.

3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi

3.4.1 Kriteria Inklusi
a.

Penderita diabetes mellitus tipe 2.

b.

Berumur 40 – 60 tahun.

c.

Sudah pernah melakukan pemeriksaan kadar HbA1c.
.

3.4.2 Kriteria Eksklusi
a.

Pasien yang tidak bersedia menjadi subjek penelitian.

b.

Pasien yang tidak bersedia diperiksa rongga mulutnya.

d.

Pasien yang menggunakan obat selain obat diabetes mellitus tipe 2 yang
menyebabkan xerostomia, seperti obat antihipertensi.
19

e.

Pasien yang sedang menjalani radioterapi di bagian kepala dan leher.

f.

Pasien yang merokok.

c.

Pasien wanita yang mengalami menopause.

3.5 Kerangka Konsep

Diabetes Mellitus Tipe 2




Xerostomia

Terkontrol
Tidak terkontrol

3.6 Variabel Penelitian
1. Variabel Bebas

: Diabetes Mellitus tipe 2

2. Variabel Terikat

: Xerostomia

3.7 Defenisi Operasional
1. Diabetes Mellitus tipe 2
Suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia
(meningkatnya kadar gula darah) dan memiliki kadar gula darah sewaktu di atas
140mg/dl yang didapatkan dari rekam medis pasien.1
2. Diabetes mellitus tipe 2 terkontrol adalah penderita diabetes mellitus tipe 2
dengan nilai HbA1c < 7%.1
3. Diabetes mellitus tipe 2 tidak terkontrol adalah penderita diabetes mellitus
tipe 2 dengan nilai HbA1c > 7%.1
20

4. Xerostomia
Merupakan keadaan mulut kering yang diketahui dengan menempelkan
bagian belakang kaca mulut pada mukosa apabila terasa lengket maka dinyatakan
xerostomia.25

3.8 Alat dan Bahan Penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Kaca mulut untuk memeriksa keadaan saliva pasien diabetes mellitus tipe 2.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Sarung tangan
2. Masker
3. Desinfektan
4. Kapas

3.9 Prosedur Penelitian

3.9.1 Cara Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan kepada pasien diabetes mellitus tipe 2 yang
berobat ke Poliklinik Penyakit Dalam RSUP H. Adam Malik Medan. Pengumpulan
data dilakukan mulai pukul 10.00-12.00 WIB. Pasien yang datang berobat kemudian
dipilih berdasarkan kriteria inklusi dan ekslusi untuk dijadikan subjek. Pasien yang
memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi diberi informasi tentang tujuan penelitian ini.

21

Setelah pasien setuju menjadi subjek penelitian, pasien diminta menandatangani
informed consent. Kemudian dari rekam medik dicatat data pribadi pasien (nama,
umur, dan jenis kelamin), kadar glukosa darah dan nilai HbA1c. Selanjutnya
diperiksa keadaan rongga mulut pasien dengan bagian belakang kaca mulut yang
ditempelkan pada dinding mukosa bukal pasien untuk memeriksa keadaan saliva. Jika
bagian belakang kaca mulut lengket atau melekat pada mukosa bukal maka keadaan
tersebut menunjukkan keadaan hiposalivasi (xerostomia) dan jika bagian belakang
kaca mulut tidak melekat pada mukosa bukal maka kedaan tersebut menunjukkan
keadaan saliva yang normal.7,21

3.9.2 Cara Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan secara manual dan kemudian data disajikan dalam
bentuk tabel distribusi frekuensi.

3.10 Analisis Data
Analisis data terdiri dari analisis univariat. Analis univariat adalah analisis
statistik yang memperhitungkan faktor atau variabel tunggal.28
Data univariat disajikan dalam bentuk tabel, meliputi:
1.

Distribusi persentase penderita diabetes mellitus tipe 2 berdasarkan umur.

2.

Distribusi persentase penderita diabetes mellitus tipe 2 berdasarkan jenis
kelamin.

3.

Distribusi persentase penderita diabetes mellitus tipe 2 dengan
xerostomia.

22

4.

Distribusi persentase xerostomia pada penderita diabetes mellitus tipe 2
berdasarkan kontrol metabolik.

23

BAB 4
HASIL PENELITIAN
Pengambilan data dari penelitian ini ditujukan pada pasien diabetes mellitus
tipe 2 yang berobat ke Poliklinik Penyakit Dalam RSUP H. Adam Malik Medan.
Penelitian dilakukan pada bulan Juli sampi bulan September 2013. Jumlah sampel
yang diperoleh sebanyak 70 orang. Sampel yang diambil menggunakan teknik
purposive sample. Pengumpulan data dilakukan dengan pemeriksaan rongga mulut
pasien.

Setelah data terkumpul, dilakukan perhitungan dan selanjutnya disusun

dalam tabel induk. Data hasil penelitian ini disajikan dalam bentuk tabel sebagai
berikut.
Tabel 1. Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis kelamin

N (frekuensi)

%

Laki-laki

36 orang

51

Perempuan

34 orang

49

Jumlah

70 orang

100

Pada tabel 1 terlihat data berdasarkan jenis kelamin. Sampel dengan jenis
kelamin laki-laki sebanyak 36 orang (51%), sedangkan sampel dengan jenis kelamin
perempuan sebanyak 34 orang (49%). Subjek penelitian berjenis kelamin laki-laki
lebih banyak dibandingkan dengan subjek penelitian berjenis kelamin perempuan.

24

Tabel 2. Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Umur
Umur

N (frekuensi)

%

40-45

18

26

46-50

32

46

51-55

14

20

56-60

6

8

70

100

Jumlah

Pada tabel 2 terlihat karakteristik subjek penelitian berdasarkan umur
kelompok usia 40-45 tahun sebanyak 18 orang (26%), 46-50 tahun sebanyak 32
orang (46%), 51-55 tahun sebanyak 14 orang (20%) dan kelompok usia 56-60 tahun
sebanyak 6 orang (8%). Pada penelitian ini diperoleh data jumlah subjek penelitian
pada rentang umur 46-50 yang paling sering menderita Diabetes Mellitus tipe 2.
Tabel 3. Distribusi Persentase Xerostomia dengan Diabetes Mellitus Tipe 2
Jumlah

%

Xerostomia

41

59

Tidak Xerostomia

29

41

Total

70

100

Pada tabel 3 terlihat dari 70 orang penderita diabetes mellitus tipe 2 terdapat
41 orang (59%) yang mengalami xerostomia dan 29 orang (41%) tidak mengalami
xerostomia. Pada penelitian ini diperoleh data jumlah subjek penelitian lebih banyak
yang mengalami xerostomia.
25

Tabel 4. Distribusi Persentase Xerostomia dengan Diabetes Mellitus Tipe 2
Berdasarkan Kontrol Metabolik
Xerostomia

Diabetes Mellitus tipe 2 Terkontrol
Diabetes Mellitus tipe 2 Tidak
Terkontrol
Total

N
7
34

%
10
49

Tidak
Xerostomia
N
%
15
21
14
20

41

59

29

41

Total
N
22
48

%
31
69

70

100

Pada tabel 4 terlihat penderita diabetes mellitus tipe 2 terkontrol yang
mengalami xerostomia sebanyak 7 orang (10%) dan yang tidak mengalami
xerostomia sebanyak 15 orang (21%) sedangkan pada penderita diabetes mellitus
tipe 2 yang tidak terkontrol subjek yang mengalami xerostomia sebanyak 34 orang
(49%) dan yang tidak mengalami xerostomia sebanyak 14 orang (20%). Berdasarkan
data yang diperoleh diketahui penderita diabetes mellitus tipe 2 yang tidak terkontrol
lebih banyak mengalami xerostomia dibandingkan penderita diabetes mellitus tipe 2
yang terkontrol

26

BAB 5
PEMBAHASAN
Berdasarkan penelitan Danaei dkk hingga tahun 2011 penderita diabetes
mellitus diperkirakan mencapai 350 juta orang di seluruh dunia. Di Indonesia jumlah
penderita diabetes mellitus tipe 2 mencapai 5,6 juta orang.2 Diabetes mellitus tipe 2
memiliki beberapa komplikasi yang dapat terjadi di rongga mulut. Salah satu
komplikasi yang disebabkan diabetes mellitus tipe 2 ini adalah xerostomia atau
mulut kering.3,5
Xerostomia merupakan sensasi subjektif berupa kekeringan mulut yang
sering namun tidak selalu berhubungan dengan hipofungsi kelenjar saliva atau
berkurangnya aliran saliva.6 Xerostomia memberikan efek yang buruk bagi
kesehatan penderitanya, xerostomia menyebabkan sulit untuk mengunyah maupun
menelan makanan dan meningkatkan resiko terjadinya karies.20
Hasil penelitian yang telah dilakukan di Poliklinik Penyakit Dalam RSUP
H. Adam Malik Medan menunjukkan penyakit diabetes mellitus tipe 2 lebih sering
terjadi pada pasien berjenis kelamin laki-laki yakni sebanyak 36 orang (51%),
sedangkan pasien dengan jenis kelamin perempuan sebanyak 34 orang (49%). Hasil
penelitian ini berbeda dengan penelitian yang telah dilakukan di tempat yang sama
pada tahun 2007 oleh Syukri dimana pasien yang lebih banyak menderita diabetes
mellitus tipe 2 adalah perempuan.11 Hal ini dapat dikaitkan dengan perbedaan kriteria
pemilihan subjek penelitian. Laki-laki mempunyai kecendrungan untuk bertindak
(tend to behave) atas hal apa yang terjadi pada dirinya termasuk dalam hal kesehatan.
27

Hal ini mendorong laki-laki memiliki perilaku mencari kesehatan yang lebih baik
dari perempuan sehingga dalam penelitian ini subjek penelitian yang lebih banyak di
dapat adalah laki-laki.29
Pada penelitian ini penderita diabetes mellitus tipe 2 lebih sering terjadi pada
kelompok usia 46-50 tahun yakni sebanyak 32 orang (46%). Menurut Ika (2009)
prevalensi diabetes mellitus tipe 2 tertinggi pada rentang usia 41-50 tahun.30
Berdasarkan teori, jumlah penderita diabetes mellitus tipe 2 meningkat pada usia
> 45 tahun.4 Hal ini diakibatkan mulai menurunnya aktifitas fisik dan gaya hidup
yang kurang baik seperti makan yang tidak teratur dan kurangnya olah raga, proses
penuaan juga menyebabkan fungsi pankreas menurun dalam memproduksi insulin .2
Persentase xerostomia pada penderita diabetes mellitus tipe 2 pada penelitian
ini adalah 59% (41 orang) dan yang tidak mengalami xerostomia adalah 41% (29
orang). Hasil ini hampir sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Khovidhunkit
(2009), dimana prevalensi xerostomia pada penderita diabetes mellitus tipe 2 yang
didapat pada penelitian tersebut adalah sebesar 62%.9 Prevalensi yang cukup besar
juga didapatkan Harijanti dkk (2007) di Rumah Sakit Haji Surabaya yakni sebesar
84,21%.10 Pada umumnya subjek penelitian yang didapat memiliki kadar gula darah
yang cukup tinggi yakni >220 mg/dl, menurut Vernillo semakin tinggi kadar gula
darah seseorang maka semakin rentan dia mengalami xerostomia.4
Persentase xerostomia pada penderita diabetes mellitus tipe 2 terkontrol pada
penelitian ini sebesar 10% (7 orang) dan yang tidak mengalami xerostomia sebesar
21% (15 orang) sedangkan persentase xerostomia pada penderita diabetes mellitus

28

tipe 2 yang tidak terkontrol sebesar 49% (34 orang) dan yang tidak mengalami
xerostomia sebesar 20 % (14 orang). Menurut literatur xerostomia lebih sering
dijumpai pada penderita diabetes mellitus tipe 2 yang tidak terkontrol dibandingkan
penderita diabetes mellitus tipe 2 yang terkontrol.3 Pada penderita diabetes mellitus
tipe 2 yang tidak terkontrol akan menyebabkan

hiperglikemia yang parah.

Hiperglikemi akan mengekskresi glukosa ke dalam urin, yang mengakibatkan
peningkatan volume urin. Peningkatan cairan yang hilang melalui urin dapat
menyebabkan dehidrasi dan hilangnya elektrolit dalam tubuh sehingga dapat
menyebabkan xerostomia. Pada penderita diabetes mellitus tipe 2 yang terkontrol
jarang terjadi hiperglikemia sehingga proses pengeluaran cairan dan elektrolit dari
dalam tubuh tidak terlalu banyak, hal ini lah yang membuat pada penderita diabetes
mellitus tipe 2 yang terkontrol jarang mengalami xerostomia.1,3

29

BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan prevalensi xerostomia
pada penderita Diabetes Mellitus tipe 2 di RSUP H. Adam Malik Medan sebesar
59%. Prevalensi xerostomia pada penderita diabetes mellitus 2 yang tidak terkontrol
lebih besar yaitu sebesar 49% dibandingkan prevalensi xerostomia pada penderita
diabetes mellitus tipe 2 yang terkontrol yaitu sebesar 10%.

7.2 Saran
Dokter, dokter gigi dan tenaga medis lain harus bekerja sama memberikan
perawatan dan edukasi kepada penderita diabetes mellitus tipe 2 tentang pentingnya
mengendalikan gula darah agar terhindar dari komplikasi dari penyakit diabetes
mellitus tipe 2 khususnya xerostomia. Peneliti juga menyarankan pada penelitian
selanjutnya menggunakan sebaran umur yang homogen atau menggunakan satu
variabel jenis kelamin agar hasil penelitian yang didapat lebih baik.

30

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Diabetes Mellitus
Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik
dengan karakteristik hiperglikemia (meningkatnya kadar gula darah) yang terjadi
karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya. Hal ini mengakibatkan
ketidakmampuan glukosa untuk masuk ke jaringan dari pembuluh darah sehingga
terjadi peningkatan kadar gula darah yang tinggi dan sekresi glukosa melalui urin.1,12

2.1.1 Klasifikasi Diabetes Mellitus
Berdasarkan tanda dan gejalanya diabetes mellitus dapat diklasifikasikan
menjadi empat tipe, yaitu:
1. Diabetes Mellitus tipe 1
Diabetes mellitus tipe 1 adalah ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin
karena sel pankreas dihancurkan oleh proses autoimun. Kondisi ini menyebabkan
tubuh kekurangan insulin.1,13
2. Diabetes Mellitus tipe 2
Diabetes mellitus tipe 2 terjadi akibat penurunan sensitivitas terhadap insulin
(resistensi insulin) atau akibat penurunan jumlah produksi insulin.1 Resistensi insulin
adalah berkurangnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa
oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Dalam hal
ini, sel tidak mampu mengimbangi resistensi insulin sepenuhnya, sehingga terjadi
5

defesiensi relatif insulin.1,3 Kondisi ini menyebabkan sel mengalami desenstisasi
terhadap glukosa. Penurunan jumlah produksi insulin diakibatkan penurunan fungsi
dari sel β untuk memproduksi insulin di tubuh. Hal ini diakibatkan oleh kadar glukosa
yang tinggi dan berlangsung lama akan menyebabkan apoptosis sel β.1 Diabetes
mellitus tipe 2 dapat dibagi menjadi diabetes mellitus tipe 2 yang terkontrol dan
diabetes mellitus tipe 2 yang tidak terkontrol.1 Pada diabetes mellitus tipe 2 yang
terkontrol dapat ditentukan dari hasil pemeriksaan kadar HbA1c 7 %. Pada penderita diabetes mellitus tipe 2 tidak terkontrol komplikasi yang
diakibatkan lebih banyak daripada penderita diabetes mellitus tipe 2 yang
terkontrol.1,3,13
3. Diabetes mellitus tipe lain
Diabetes tipe lain ini diakibatkan karena adanya kelainan pada pankreas,
kelainan fungsi dari sel β dan antibodi insulin.12
4. Diabetes Mellitus Gestasional (GDM)
Diabetes mellitus gestasional adalah intoleransi glukosa yang terjadi pada saat
kehamilan. Diabetes ini terjadi pada perempuan yang tidak menderita diabetes
sebelum kehamilannya.14

6

2.1.2 Komplikasi Diabetes Mellitus
2.1.2.1 Komplikasi Sistemik
1. Diabetik retinopati
Retinopati adalah salah satu komplikasi mikrovaskular diabetes mellitus yang
merupakan penyebab utama kebutaan pada orang dewasa.15 Hiperglikemi merusak
pembuluh darah pada retina yang merupakan jaringan sensitif cahaya di belakang
mata

yang

berperan

mengartikan

cahaya

kedalam

impuls

elektrik

yang

diinterpretasikan sebagai penglihatan oleh otak.13
2. Katarak
Katarak merupakan kekeruhan lensa yang mengarah kepada penurunan
ketajaman visual atau cacat fungsional pada mata.13 Patofisiologi katarak diabetik
berhubungan dengan akumulasi sorbitol di lensa dan denaturasi protein lensa.16
3. Glaukoma
Penyakit ini timbul ketika terjadi peningkatan tekanan cairan didalam mata
yang memicu terjadinya kerusakan saraf mata secara progresif.13 Diabetes mellitus
menyebabkan pembuluh darah di mata melemah dan membuat kerusakan pada saraf
mata. Orang yang menderita diabetes 2 kali lebih besar kemungkinan terkena
glaukoma dibandingkan dengan yang non diabetes.17
4. Diabetik neuropati
Kerusakan saraf dengan karakteristik sakit dan kelemahan pada kaki sehingga
kehilangan atau penurunan sensasi di kaki, dan pada beberapa kasus terjadi pada
tangan.13 Sama dengan katarak, diabetes mengakibatkan pengendapan sorbitol pada
saraf di daerah kaki dan telapak kaki yang mengakibatkan nyeri. 18
7

5. Diabetik nefropati
Setelah mengidap diabetes selama 15 tahun, satu sampai tiga orang penderita
diabetes mellitus berkembang menjadi penyakit ginjal.18 Diabetes merusak pembuluh
darah kecil di ginjal sehingga mengurangi kemampuannya untuk menyaring kotoran
yang kemudian dieskresikan melalu urin.13
6. Stroke
Tekanan darah tinggi, merokok dan diabetes mellitus adalah faktor resiko
utama stroke.13 Diabetes mellitus mempengaruhi tingginya tingkat kolesterol Low
Density Lipid (LDL) sehingga menumpuk di pembuluh darah dan mengakibatkan
penyumbatan di pembuluh darah.18
7. Penyakit kardiovaskular
Penyakit kardiovaskular merupakan komplikasi yang biasa terlihat pada
penderita diabetes.13 Diabetes mellitus menyebabkan penimbunan kolesterol di
pembuluh darah jantung yang mengakibatkan penyumbatan di pembuluh darah,
penyumbatan ini membuat tekanan darah di sekitar jantung menjadi tinggi yang
sekaligus juga membuat penderita diabetes mellitus rentan terhadap penyakit
jantung.19

2.1.2.2 Komplikasi Oral
Beberapa penelitian telah membuktikan diabetes mellitus mengakibatkan
timbulnya berbagai penyakit di rongga mulut, yakni penyakit periodontal, kandidiasis
mulut, karies, disfungsi kelenjar saliva dan xerostomia, sindroma mulut terbakar serta
terjadinya infeksi oral akut.1,5 Berdasarkan beberapa penelitian prevalensi xerostomia
8

pada orang yang menderita diabetes mellitus tipe 1 selama 10 tahun sebesar 16% dan
pada penderita diabetes mellitus tipe 2 sebesar 54% dengan durasi yang sama.3

2.2 Xerostomia
Xerostomia dapat diartikan sebagai mulut kering (xeros = kering dan stoma =
mulut). Xerostomia merupakan sensasi subjektif berupa kekeringan mulut yang
sering namun tidak selalu berhubungan dengan hipofungsi kelenjar saliva atau
berkurangnya aliran saliva, namun kadang jumlah atau aliran saliva normal tetapi
seseorang tetap mengeluh mulutnya kering.1,20

2.2.1 Etiologi Xerostomia
Xerostomia dapat disebabkan oleh banyak faktor antara lain efek radioterapi,
efek farmakologis atau efek samping obat-obatan, gangguan kelenjar saliva,
gangguan sistem saraf, faktor-faktor lokal seperti kebiasaan buruk, kelainan
kongenital, defisiensi nutrisi dan hormonal, keadaan fisiologis serta penyakit sistemik
seperti diabetes mellitus.3,20

2.2.1.1 Efek radioterapi pada daerah kepala dan leher
Gangguan fungsi kelenjar saliva setelah terapi radiasi pada daerah kepala dan
leher untuk perawatan kanker sudah banyak diketahui. Jumlah dan keparahan
kerusakan jaringan kelenjar saliva tergantung pada dosis dan lamanya penyinaran.21
Pengaruh radiasi lebih banyak mengenai sel asini dari kelenjar saliva serous
dibandingkan dengan kelenjar saliva mukus. Penyinaran kelenjar saliva berakibat

9

berkurangnya volume saliva, dengan terjadinya gejala antara lain kepekatan saliva,
pH saliva lebih rendah, kecepatan sekresi protein berkurang, konsentrasi protein naik,
konsentrasi sekresi IgA berkurang, konsentrasi elektrolit bertambah dan jumlah
mikroorganisme

kariogenik

naik,

terutama

Candida,

laktobasilus

dan

streptokokus.20,21

2.2.1.2 Efek Samping Obat-obatan
Banyak sekali obat yang mempengaruhi sekresi saliva. Lebih dari 600 obat
dilaporkan dapat menyebabkan xerostomia sebagai efek samping.20 Obat tersebut
mempengaruhi aliran saliva secara langsung dengan memblokade sistem syaraf dan
menghambat sekresi saliva. Oleh karena sekresi air dan elektrolit terutama diatur oleh
sistem saraf parasimpatis, obat-obatan dengan pengaruh antikolinergik dan anti βadrenergik (yang disebut β-bloker) akan menghambat pengeluaran saliva.22

2.2.1.3 Gangguan kelenjar saliva
Ada beberapa penyakit lokal tertentu yang mempengaruhi kelenjar saliva dan
menyebabkan berkurangnya aliran saliva.20 Sialadenitis adalah infeksi bakteri pada
glandula salivatorius, biasanya disebabkan oleh batu yang menghalangi atau
hiposekresi kelenjar. Sialadenitis kronis lebih sering mempengaruhi kelenjar parotis.
Penyakit ini menyebabkan degenerasi sel asini dan penyumbatan duktus.,21
Kista dan tumor kelenjar saliva, baik yang jinak maupun ganas dapat
menyebabkan penekanan pada struktur duktus dari kelenjar saliva sehingga
mempengaruhi sekresi saliva.22 Sindroma Sjogren merupakan penyakit autoimun

10

jaringan ikat yang dapat mempengaruhi kelenjar airmata dan kelenjar saliva. Sel asini
kelenjar saliva rusak karena infiltrasi limfosit sehingga sekresi berkurang.21
2.2.1.4 Gangguan sistem saraf
Gangguan sistem saraf pusat dan/atau perifer dapat mempengaruhi kecepatan
sekresi saliva.7 Kelainan saraf yang diikuti gejala degenerasi, seperti sklerosis
multipel, akan mengakibatkan turunnya pengeluaran atau sekresi saliva.20

2.2.1.5 Kebiasaan buruk
Kebiasan buruk seperti merokok, dengan menggunakan pipa, tembakau atau
cerutu, dapat menyebabkan xerostomia karena nikotin akan menghambat rangsangan
sekresi saliva. Kandungan nikotin yang terlalu tinggi dapat menyebabkan
terhambatnya sekresi saliva.23

2.2.1.6 Kelainan kongenital
Kelainan kongenital murni pada kelenjar saliva sangat jarang terjadi. Aplasia
ataupun malforasi kelenjar saliva dapat terjadi unilateral ataupun bilateral.24

2.2.1.7 Defesiensi nutrisi dan hormonal
Defisiensi nutrisi, seperti anemia pernisiosa, anemia defisiensi zat besi,
defisiensi vitamin A dan B dapat menyebabkan xerostomia karena kekurangan nutrisi
dapat menyebabkan disfungsi dari kelenjar-kelenjar yang menghasilkan saliva.25
Defisiensi hormonal, seperti menopause dapat menyebabkan timbulnya xerostomia
akibat defisiensi hormon estrogen. Estrogen berfungsi mengatur maturasi epitel pada
organ termasuk diantaranya maturasi epitel kelenjar saliva. Oleh sebab itu penurunan
11

kadar estrogen pada wanita yang telah mengalami menopause dapat menyebabkan
atropi epitel kelenjar saliva yang rawan terhadap inflamasi. Atropi pada epitel
kelenjar saliva akan mengakibatkan sekresi saliva berkurang.20,24

2.2.1.8 Kesehatan umum menurun dan penyakit sistemik
Demam, diare yang lama atau pengeluaran urin yang melampaui batas,
misalnya pada penderita diabetes mellitus atau penyakit lain dapat menyebabkan
dehidrasi sehingga menyebabkan xerostomia. Gangguan dalam pengaturan air dan
elektrolit yang diikuti oleh terjadinya keseimbangan air yang negatif, dapat
menyebabkan turunnya sekresi saliva.20
Kesehatan umum yang menurun dan penurunan fungsi organ tubuh serta
proses penuaan pada penderita lanjut usia dapat menyebabkan berkurangnya sekresi
saliva yang mengakibatkan meningkatnya risiko terhadap radang mulut. Gangguan
pengaturan elektrolit, seperti pada penderita penyakit ginjal yang melakukan
hemodialisis, juga dapat mengalami rasa tidak enak karena kekeringan di mulut yang
terus-menerus.20,25 Banyak penyakit sistemik lain seperti Sjogren’s syndrome,
diabetes mellitus, diabetes insipidus, sarcoidosis, infeksi HIV, graft-versus-host
disease, psychogenic disorders juga dapat mengakibatkan xerostomia.25

2.2.2 Diagnosis Xerostomia
Diagnosis xerostomia ditentukan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis
dalam rongga mulut dan pemeriksaan laboratorium.20 Anamnesis dilakukan dengan
mengajukan beberapa pertanyaan yang dapat menentukan penyebab dan diagnosis
12

xerostomia. Pemeriksaan klinis dapat dilakukan dengan melihat gambaran klinis yang
tampak dalam rongga mulut. Gambaran klinis tersebut, antara lain hilangnya
genangan saliva pada dasar mulut, mukosa terasa lengket bila disentuh oleh jari atau
ujung gagang instrumen, mukosa mulut terlihat memerah dan pada kasus yang lebih
lanjut permukaan dorsal lidah terlihat berfisur dan berlobul.20,26
Ada beberapa pemeriksaan pada kelenjar saliva yang dapat digunakan sebagai
pemeriksaan penunjang diagnosis. Pemeriksaan tersebut adalah pemeriksaan jumlah
sekresi saliva, sialografi, dan biopsi.20 Pemeriksaan jumlah sekresi saliva atau
sialometri dapat dilakukan dengan menampung saliva selama 3-5 menit dengan
penampung saliva. Laju aliran saliva normal yang tidak distimulasi secara
keseluruhan sekitar 0,15 ml/menit. Pemeriksaan sialometri yaitu pengumpulan saliva
total (whole saliva) dapat dilakukan saat pasien beristirahat (unstimulated), atau pada
saat pasien melakukan aktivitas (stimulated).27
Sialografi dan biopsi dilakukan untuk membantu diagnosis penyebab
xerostomia. Sialografi merupakan gambaran radiografis dari kelenjar saliva beserta
duktusnya. Sialografi dilakukan untuk memeriksa apakah ada penyumbatan atau
kerusakan pada duktus yang mengakibatkan terjadinya xerostomia. Biopsi terhadap
kelenjar saliva biasanya dilakukan untuk membantu diagnosis xerostomia akibat
Sjorgren’s syndrome.25,27

2.2.3 Perawatan Xerostomia
Perawatan yang diberikan tergantung pada berat ringannya keadaan keluhan
mulut kering. Pada keadaan ringan dapat dianjurkan untuk sering berkumur atau
13

mengunyah permen karet yang mengandung xylitol.20 Bila keluhan mulut kering
disebabkan pemakaian obat-obatan, maka mengganti obat dari kategori yang sama
akan dapat mengurangi pengaruh mulut kering. Pada keadaan berat dapat digunakan
bahan pengganti saliva.21

2.3 Xerostomia pada penderita Diabetes Mellitus Tipe 2
Beberapa penelitian menunjukkan prevalensi xerostomia pada penderita
diabetes mellitus tipe 1 selama 10 tahun sebesar 16% dan pada penderita diabetes
mellitus tipe 2 sebesar 54% dengan durasi yang sama.3 Perbedaan prevalensi ini
diakibatkan karena penderita diabetes mellitus tipe 2 pada umumnya berusia lebih
tua, sudah memiliki banyak komplikasi diabetes dan mengonsumsi lebih banyak obat
yang bisa mengakibatkan timbulnya xerostomia. Beberapa penelitian pada penderita
diabetes mellitus tipe 2

juga menunjukkan adanya sensasi mulut kering yang

berhubungan dengan penurunan laju aliran saliva, baik pada keadaan terstimulasi
maupun tidak terstimulasi.3,13,21
Hubungan penurunan fungsi kelenjar saliva dengan patogenesis diabetes
mellitus tipe 2 belum jelas.3 Dehidrasi yang merupakan akibat dari hiperglikemia
berkepanjangan dan poliuria pada penderita diabetes mellitus tipe 2 diduga sebagai
penyebab utama terjadinya xerostomia dan penurunan fungsi kelenjar saliva pada
penderita diabetes mellitus tipe 2. Peningkatan cairan yang hilang melalui urin dapat
menyebabkan dehidrasi dan hilangnya elektrolit dalam tubuh sehingga dapat
menyebabkan xerostomia. Meskipun begitu dehidrasi sendiri tidak dapat dipastikan
mengakibatkan perubahan fungsi kelenjar saliva.1,3 Pada penderita diabetes mellitus
14

tipe 2 yang terkontrol jarang terjadi hiperglikemia sehingga hanya sedikit penderita
yang mengalami xerostomia sebaliknya pada penderita diabetes mellitus tipe 2 yang
tidak terkontrol penderita akan mengalami hiperglikemi dan poliuria sehingga dapat
menyebabkan xerostomia pada dirinya .1
Selain itu diabetes mellitus tipe 2 juga sering mengakibatkan penderitanya
mengalami neuropati autonom dan mikroangiopati, kedua manifestasi ini memiliki
kontribusi dalam mengakibatkan perubahan struktur jaringan kelenjar saliva dan
penurunan fungsi kelenjar.1 Perubahan struktur jaringan kelenjar saliva dan
penurunan fungsi kelenjar saliva mengakibatkan produksi saliva dalam mulut
menjadi berkurang sehingga penderita akan merasa sensasi mulut kering.1,3

15

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia (meningkatnya kadar gula darah) yang terjadi karena kelainan sekresi
insulin, kerja insulin atau keduanya. Diabetes mellitus merupakan salah satu masalah
kesehatan terbesar di dunia.1 Penelitan hingga tahun 2011 menunjukkan bahwa
penderita diabetes mellitus diperkirakan mencapai 350 juta orang di seluruh dunia,
dimana negara yang memiliki persentase tertinggi adalah Cina dan India. Di
Indonesia jumlah orang yang menderita diabetes mellitus mencapai 5,6 juta orang.2
Diabetes mellitus merupakan salah satu penyakit sistemik yang memiliki
banyak sekali komplikasi.1 Komplikasi yang lebih parah ditemukan pada penderita
diabetes mellitus tipe 2 yang tidak terkontrol dibandingkan dengan penderita yang
diabetes mellitus tipe 2 yang terkontrol dan penderita diabetes mellitus tipe 1.3
Komplikasi diabetes dapat terjadi pada mata, ginjal, saraf, hati, pembuluh darah dan
juga rongga mulut.4 Pada rongga mulut diabetes mellitus dapat dikaitkan dengan
peningkatan risiko penyakit periodontal, kandidiasis oral, karies gigi, xerostomia dan
sialosis.5
Xerostomia merupakan sensasi subjektif berupa kekeringan mulut yang
sering namun tidak selalu berhubungan dengan hipofungsi kelenjar saliva atau
berkurangnya aliran saliva.6 Xerostomia memberikan efek yang buruk bagi

1

kesehatan mulut penderitanya, xerostomia menyebabkan sulit untuk mengunyah
maupun menelan makanan dan meningkatkan resiko terjadinya karies.4,7
Penelitian yang dilakukan oleh Sreebny dkk pada penderita diabetes mellitus
tipe 2 di New York pada tahun 1991, menunjukkan bahwa 30% dari 40 subjek yang
menderita diabetes mellitus tipe 2 mengalami xerostomia. Penelitian lain yang
dilakukan oleh Khovidkhunkit dkk di Thailand pada tahun 2009 menunjukkan bahwa
jumlah orang yang mengalami xerostomia sebesar 62% dari 154 subjek yang
menderita diabetes mellitus tipe 2.8,9 Penelitian yang dilakukan oleh Harijanti dkk
pada tahun 2006 di Surabaya, menemukan 76% dari 50 subjek yang menderita
diabetes mellitus tipe 2 mengalami xerostomia.10
Penelitian yang pernah dilakukan di Medan untuk melihat prevalensi
xerostomia pada penderita diabetes mellitus tipe 2 dilakukan pada tahun 2007 oleh
Syukri di RSUP H. Adam Malik Medan. Penelitian Syukri menggunakan anamnesis
dengan kuesioner.

Hasil penelitian ini menemukan 49% dari 100 subjek yang

menderita diabetes mellitus tipe 2 mengalami xerostomia dan persentase penderita
diabetes mellitus tipe 2 yang mengalami xerostomia lebih besar pada diabetes
mellitus 2 yang tidak terkontrol yaitu sebesar 35% sedangkan pada yang terkontrol
sebesar 14%.11
Pada penelitian Syukri, peneliti menggunakan kuesioner untuk mengetahui
xerostomia pada penderita diabetes mellitus tipe 2. Untuk mengetahui perkembangan
dan juga untuk mendapatkan data yang terbaru mengenai prevalensi xerostomia pada
penderita diabetes mellitus tipe 2 di RSUP H. Adam Malik Medan, peneliti akan

2

melakukan penelitian kembali tentang prevalensi xerostomia pada penderita diabetes
mellitus tipe 2 di RSUP H. Adam Malik Medan dengan metode penelitian yang
berbeda yaitu dengan melakukan pemeriksaan klinis.

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, penting untuk diketahui:
Berapakah prevalensi xerostomia pada penderita diabetes mellitus tipe 2 di
RSUP H. Adam Malik Medan?

1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi xerostomia pada
penderita Diabetes Mellitus tipe 2 di RSUP H. Adam Malik Medan.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat membina kerja sama antar dokter dan
dokter gigi untuk memberikan edukasi kepada penderita diabetes mellitus tipe 2 agar
tidak mengalami xerostomia melalui kontrol kadar gula darah yang berkala.

3

1.4.2 Manfaat Teoritis
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan
bagi dokter gigi, mahasiswa kedokteran gigi, dan masyarakat mengenai
xerostomia pada penderita diabetes mellitus tipe 2.
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai data awal untuk
melakukan penelitian selanjutnya.

4

PREVALENSI XEROSTOMIA PADA PENDERITA
DIABETES MELLITUS TIPE 2
DI RSUP H. ADAM MALIK
MEDAN

SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi
syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh:
Junaydi Kuintus S
NIM : 080600064

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2014

Fakultas Kedokteran Gigi
Departemen Ilmu Penyakit Mulut
Tahun 2014

Junaydi Kuintus S
Prevalensi Xerostomia Pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 di RSUP
H.Adam Malik Medan
ix + 33 Halaman
Diabetes mellitus merupakan penyakit sistemik yang memiliki banyak sekali
komplikasi. Komplikasi diabetes juga dapat terjadi pada rongga mulut berupa
peningkatan risiko penyakit periodontal, kandidiasis oral, karies gigi, xerostomia dan
sialosis. Xerostomia merupakan sensasi subjektif berupa kekeringan mulut yang
sering namun tidak selalu berhubungan dengan hipofungsi kelenjar saliva atau
berkurangnya aliran saliva. Xerostomia menyebabkan pasien sulit untuk mengunyah
maupun menelan makanan dan meningkatkan resiko terjadinya karies. Dehidrasi
akibat hiperglikemia berkepanjangan dan poliuria diduga sebagai penyebab utama
terjadinya xerostomia dan penurunan fungsi kelenjar saliva pada penderita diabetes
mellitus tipe 2. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persentase xerostomia pada
penderita Diabetes Mellitus tipe 2 di RSUP H. Adam Malik Medan. Jenis penelitian
ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan cross sectional yang melibatkan
70 orang subjek penderita diabetes mellitus tipe 2. Pengambilan sampel pada
penelitian ini menggunakan teknik purposive sample. Hasil penelitian diolah secara
manual dan kemudian data disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Hasil

penelitian menunjukkan jumlah subjek berjenis kelamin laki-laki lebih banyak
dibandingkan perempuan. Subjek paling banyak berumur 46-50 tahun. Prevalesi
xerostomia pada penderita diabetes mellitus sebesar 59%. Berdasarkan kontrol
metabolik, penderita diabetes mellitus tidak terkontrol lebih sering mengalami
xerostomia (49%) dibandingkan dengan penderita diabetes mellitus yang terkontrol
(10%). Hasil penelitian menunjukkan prevalensi xerostomia pada penderita Diabetes
Mellitus tipe 2 di Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik Medan sebesar 59%.
Daftar rujukan: 30 (1991-2012)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan
di hadapan tim penguji skripsi

Medan, 30 Oktober 2014
Pembimbing :

Tanda tangan

Nurdiana, drg., Sp.PM

.........................................

NIP : 19780622 200502 2 002

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji
pada tanggal 30 Oktober 2014

TIM PENGUJI

KETUA

: Nurdiana, drg., Sp.PM

ANGGOTA

: 1. Dr. Wilda Hafni Lubis, drg., M.Si
2. Indri Lubis, drg

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan karuniaNya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Sumatera Utara.
Rasa terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada kedua orang
tua tersayang yaitu Ayahanda Alm Jannes Situmorang dan Ibunda Pesta Silalahi yang
senantiasa mendoakan, menyayangi, dan mendukung penulis. Penulis juga
mengucapkan rasa sayang yang mendalam kepada seluruh keluarga atas perhatian
dan kasih sayang yang telah diberikan selama ini.
Dalam penulisan skripsi ini penulis telah banyak mendapat bimbingan,
pengarahan serta bantuan dari berbagai pihak sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
Oleh karena itu, pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis
menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat:
1.

Prof. Nazruddin, drg., Ph.D, Sp.Ort selaku Dekan Fakultas Kedokteran

Gigi Universitas Sumatera Utara.
2.

Nurdiana, drg., Sp.PM selaku dosen pembimbing skripsi yang telah

bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan masukan, pengarahan, bimbingan,
kritik, serta saran kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

v

3.

Sayuti Hasibuan, drg., Sp.PM selaku Ketua Departemen Ilmu Penyakit

Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara dan juga selaku dosen
pembimbing akademik yang telah membimbing penulis selama menjalani pendidikan
di FKG USU.
4.

Seluruh staf pengajar dan pegawai Departemen Ilmu Penyakit Mulut

Fakultas Kedokteran Gigi USU yang telah memberikan masukan, saran dan bantuan
kepada penulis.
5.

Seluruh Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera

Utara atas bimbingan yang telah diberikan selama penulis menjalani kuliah.
6.

Direktur Utama RSUP H. Adam Malik Medan, Direktur SDM dan

Pendidikan RSUP H. Adam Malik Medan, Kepala Instalasi Litbang RSUP H. Adam
Malik Medan beserta staf, dan Kepala Poliklinik Penyakit Dalam RSUP H. Adam
Malik Medan beserta staf yang telah memberikan izin dan bantuan dalam
pelaksanaan penelitian ini.
7.

Kekasih tersayang dr. Yunita Manurung yang tidak pernah lelah

memberikan motivasi dan dukungan kepada penulis.
8.

Sahabat-sahabat penulis yaitu Lamser, Rahmat, Ferry, Gideon, Johan,

Chandra, Martin dan Harnaldes yang telah membantu dan memotivasi penulis, serta
teman-teman seangkatan 2008 yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Akhir kata, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk
kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan pikiran
yang berguna bagi pengembangan disiplin ilmu di Fakultas Kedokteran Gigi,

vi

khususnya Departemen Ilmu Penyakit Mulut, serta pengembangan ilmu di kalangan
masyarakat.

Medan, Oktober 2014
Penulis

(Junaydi Kuintus S)
NIM: 080600064

vii

DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL .....................................................................................
HALAMAN PERSETUJUAN ......................................................................
HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI .........................................................
KATA PENGANTAR ..................................................................................

v

DAFTAR ISI .................................................................................................

vii

DAFTAR TABEL .........................................................................................

xi

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................

xii

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..........................................................................
1.2 Rumusan Masalah .....................................................................
1.3 Tujuan Penelitian .......................................................................
1.4 Manfaat Penelitian .....................................................................
1.4.1 Manfaat Praktis ........................................................................

1
3
3
3
3

1.4.2 Manfaat Teoritis ......................................................................

4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Diabetes Mellitus .......................................................................
2.1.1 Klasifikasi Diabetes Mellitus ..................................................

5
5

2.1.2 Komplikasi Diabetes Mellitus .................................................

7

2.1.2.1 Komplikasi Sistemik ............................................................

7

viii

2.1.2.2 Komplikasi Oral ...................................................................

8

2.2 Xerostomia ...............................................................................
2.2.1 Etiologi Xerostomi ...................................................................

9
9

2.2.1.1 Efek Radioterapi pada Daerah Kepala dan Leher ................

9

2.2.1.2 Efek Samping Obat-Obatan .................................................

10

2.2.1.3 Gangguan Kelenjar Saliva ...................................................

11

2.2.1.4 Gangguan Sistem Saraf ........................................................

11

2.2.1.5 Kebiasaan Buruk ..................................................................

11

2.21.6 Kelainan Kongenital .............................................................

11

2.2.1.7 Defesiensi Nutrisi dan Hormonal.........................................

11

2.2.1.8 Kesehatan Umum Menurun dan Penyakit Sistemik ............

12

2.2.2 Diagnosis Xerostomia .............................................................

13

2.2.3 Perawatan Xerostomia ............................................................

14

2.3 Xerostomia Pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 ...............

14

2.4 Kerangka Teori ..........................................................................

16

BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian .................................................................

17

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ....................................................

17

3.2.1 Tempat Penelitian ...................................................................

17

3.2.2 Waktu Penelitian .....................................................................

17

3.3 Populasi dan Sampel ..................................................................

18

3.3.1 Populasi ...................................................................................

18

3.3.2 Sampel.....................................................................................

18

3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi .....................................................

19

ix

3.4.1 Kriteria Inklusi ........................................................................

19

3.4.2 Kriteria Eksklusi .....................................................................

19

3.5 Kerangka Konsep .......................................................................

20

3.6 Variabel Penelitian .....................................................................

20

3.7 Definisi Operasional ..................................................................

20

3.8 Alat dan Bahan Penelitian..........................................................

21

3.9 Prosedur Penelitian ....................................................................

21

3.9.1 Cara Pengumpulan Data .........................................................

21

3.9.2 Cara Pengolahan Data .............................................................

22

3.10 Analisis Data ............................................................................

22

BAB 4 HASIL PENELITIAN .......................................................................

23

BAB 5 PEMBAHASAN ................................................................................

26

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan ................................................................................

29

6.2 Saran...........................................................................................

29

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................

30

x

DAFTAR TABEL
Tabel

Halaman

1. Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin ....................

23

2. Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Umur .................................

24

3. Distribusi Persentase Xerostomia dengan Diabetes Mellitus Tipe 2 .........

24

4. Distribusi Persentase Xerostomia dengan Diabetes Mellitus Tipe 2
berdasarkan kontrol metabolik ...................................................................

xi

25

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran
Lembar Penjelasan Kepada Calon Subjek Penelitian
Lembar Persetujuan Setelah penjelasan
Persetujuan Etik Penelitian
Surat Penelitian di RSUP H. Adam Malik Medan
Rekam Medis Penelitian

xii