Karakteristik Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 dengan Komplikasi yang Dirawat Inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2012-2013

(1)

KARAKTERISTIK PENDERITA DIABETES MELLITUS TIPE 2 DENGAN KOMPLIKASI YANG DIRAWAT INAP

DI RUMAH SAKIT SANTA ELISABETH MEDAN TAHUN 2012-2013

SKRIPSI

OLEH:

ELLYS TAMPUBOLON NIM. 111000185

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(2)

KARAKTERISTIK PENDERITA DIABETES MELLITUS TIPE 2 DENGAN KOMPLIKASI YANG DIRAWAT INAP

DI RUMAH SAKIT SANTA ELISABETH MEDAN TAHUN 2012-2013

Skripsi ini diajukan sebagai

Salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH:

ELLYS TAMPUBOLON NIM. 111000185

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2015


(3)

HALAMAN PENYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul

“KARAKTERISTIK PENDERITA DIABETES MELLITUS DENGAN KOMPLIKASI YANG DIRAWAT INAP DI RUMAH SAKIT SANTA ELISABETH MEDAN TAHUN 2012-2013” ini beserta seluruh isinya adalah benar karya saya sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan, Atas pernyataan ini saya siap menanggung resiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemungkinan ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini atau klaim dari pihak lain terhadap karya saya ini.

Medan, Agustus 2015


(4)

(5)

ABSTRAK

Diabetes Mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik. Menurut World Health Organization (2003), penduduk dunia berusia 20-70 tahun penderita DM mencapai 5,1%. Menurut data Riskesdas 2007 prevalensi DM di Indonesia 5,7%. Di Provinsi Sumatera Utara tahun 2008, prevalensi DM 1,21%. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik penderita DM tipe 2 dengan komplikasi yang dirawat inap di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan tahun 2012-2013.

Penelitian bersifat deskriptif dengan desain case saries. Populasi dan sampel adalah seluruh penderita DM tipe 2 dengan komplikasi 141 kasus. Jenis data yang dikumpulkan data sekunder dianalisis dengan uji Chi-Square dan t-tes.

Hasil penelitian menunjukkan proporsi penderita DM tipe 2 dengan komplikasi tertinggi pada kelompok umur >65 tahun (31,9%), laki-laki (52,5%), Batak (82,3%), Kristen Protestan (56,8%), Ibu Rumah Tangga (30,5%), tempat tinggal Kota Medan (62,4%), Hipertensi (17,7%), lemas/mual-mual dan muntah (20,6%), melakukan pemeriksaan HbA1c (59,6%), kadar pemeriksaan HbA1c tidak normal (71,4%), OHO (59,6%), sumber biaya sendiri (88,6%), lama rawatan rata-rata (6 hari), pulang berobat jalan (70,2%). Hasil uji statistik, tidak ada perbedaan bermakna umur berdasarkan kategori komplikasi (p=0,943), jenis kelamin berdasarkan kategori komplikasi (p=0,081), lama rawatan rata-rata berdasarkan kategori komplikasi (p=0,585), lama rawatan rata-rata berdasarkan sumber biaya (p=0,411).

Diharapkan kepada pihak Rumah Sakit St. Elisabet Medan agar selalu melakukan pemeriksaan kadar HbA1c, meningkatkan tindakan perawatan yang lebih baik demi kenyamanan pasien dan membuat pengobatan khusus bagi penderita DM untuk mengurangi angka kematian. Pada penderita DM tipe 2 dengan komplikasi agar melakukan pemeriksaan kadar HbA1c, menerapkan pola hidup sehat, dan mengutamakan pengobatan insulin untuk mencegah komplikasi yang lebih berat.


(6)

ABSTRACT

Diabetes Mellitus (DM) is a group of metabolic disease. According to World Health Organization (2003), people in the world with diabetes who were 20-70 years old reached 5,1%. Based on data from Riskesdas 2007, the prevalence of diabetes was 5,7% in Indonesia. In North Sumatra, the prevalence of DM was 1,2% in 2008. The purpose of this study is to know the characteristics of patients of type 2 DM with complications who were Hospitalized in St. Elisabeth Hospital in 2012-2013.

This research is descriptive with case series design. The population and Sample were 141 cases. The data was collected by using secondary data and analyzed with chi-square and t-test.

The results showed the proportion of patients with complications of type 2 DM was highest in the age group > 65 years (31,9%), male (52,5%), Bataknese (82,3%), Protestant Christian (56,8%) housewife (30,5) live in Medan (62,4%), hypertension (17,7%), languid/ nausea and vomit (20,6%), the existing HbA1c (59,6%), the abnormal levels of HbA1c (71,4%), oral hypoglycemic medicine (59,6%), own expense (88,6%), average length of stay (6 days), becoming outpatient (70,2%). The statistical test resulted, there was no difference of age based on the category of complication (p=0,943), sex based on the category of complication (p=0,081), average length of stay based on the category of complication (p=0,585), average length of stay based on expense source (p=0,411).

It’s suggested for St. Elisabeth Hospital Medan to check HbA1c for the patients of type 2 DM, to increase the service of care more well for the comfort of patients and make the special cure for DM patients to decrease the mortality rate. The patient of type 2 DM with complications should control blood glucose regularly, check HbA1c, adopt healthy lifestyle and consume medicine regularly, prevent more serious complications.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan kasihNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan judul “Karakteristik Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 dengan Komplikasi yang Dirawat Inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2012-2013” yang merupakan salah satu syarat untuk dapat meraih gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak, baik secara moril maupun materil. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapakan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, Ms Selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu drh. Rasmaliah, M.Kes selaku ketua departemen Epidemiologi FKM USU 3. Ibu drh. Hiswani, M.Kes selaku dosen pembimbing I yang telah meluangkan

waktu dalam memberikan petunjuk, saran, dan bimbingan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

4. Bapak Drs. Jemadi M.Kes selaku dosen pembimbing II yang telah meluangkan waktu dalam memberikan petunjuk, saran, dan bimbingan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

5. Ibu dr. Rahayu Lubis M.Kes.PHD selaku dosen penguji I yang telah memberikan saran dan masukan dalam penyelesaian skripsi ini.

6. Bapak dr. Mhd Makmur Sinaga, MS selaku dosen penguji II yang telah memberikan saran dan masukan dalam penyelesaian skripsi ini.


(8)

7. Ibu dr. Halinda Sari Lubis M.KKK selaku dosen pembimbing Akademik. 8. Seluruh Dosen dan Staf Pengajar di Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara, khususnya Departemen Epidemiologi.

9. Direktur Rumah Sakit St.Elisabeth Medan, Ibu Kepala Bagian Rekam Medik beserta seluruh staf yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian.

10.Orangtuaku tercinta, Ayahanda Bismar Tampubolon dan Ibunda Sumiati Panjaitan, yang senantiasa memberi kasih sayang, mendukung, mendoakan dan memotivasi penulis, juga kepada kedua abangku (Dimpan Tampubolon dan Jones Tampubolon) dan kedua adikku (Lamser Tampubolon dan Megawati Tampubolon) beserta seluruh keluargaku yang telah memberikan semangat dan dukungan doa selama perkuliahan dan dalam menyelesaikan skripsi ini.

11.Abangku Roy Martin Manurung yang selalu memberikan semangat dan dukungan selama perkuliahan dan dalam menyelesaikan skripsi ini.

12.Teman-teman akrab selama perkuliahan (Rolentina,Yunita, Anjela, Denny, Serani, Ervina) yang selalu memberikan semangat dalam menyelesaiakan skripsi ini.

13.Teman-teman stambuk 2011 terutama teman-teman peminatan epidemiologi yang telah banyak memberikan saran dan motivasi serta berbagi ilmu kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.


(9)

14.Teman-teman satu kelompok PBL (kak Nia, Kak Damaris, Lulu, Ririn, Windy, dan Ratna) dan teman kelompok LKP atas semangat dan kebesamaannya dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyajian skripsi ini, oleh karena itu, kritik dan saran sangat penulis harapkan untuk perbaikan dan kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat.

Medan, Agustus 2015


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 7

1.3.1 Tujuan Umum ... 7

1.3.2 Tujuan Khusus ... 7

1.4 Manfaat Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1 Defenisi Diabetes Mellitus ... 9

2.2 Klasifikasi Diabetes Mellitus ... 10

2.2.1 Diabetes Mellitus Tipe 1 ... 10

2.2.2 Diabetes Mellitu Tipe 2 ... 11

2.2.3 Diabetes Mellitus Gestasional ... 12

2.2.4 Diabetes Mellitus Tipe Lain ... 13

2.3 Patofisiologi Diabetes Mellitus ... 13

2.4 Gejala Diabetes Mellitus ... 15

2.4 Diagnosis Diabetes Mellitus ... 16

2.5 Epidemiologi Diabetes Mellitus ... 18

2.6.1 Distribusi dan Frekuensi ... 18

2.6.2 Determinan ... 19

2.7 Komplikasi Diabetes Mellitus ... 23

2.7.1 Komplikasi Akut ... 23

2.7.2 Komplikasi Kronik ... 25

2.8 Pencegahan Diabetes Mellitus ... 30

2.8.1 Pencegahan Primer ... 30

2.8.2 Pencegahan Sekunder ... 30

2.8.3 Pencegahan Tersier ... 34

2.9 Kerangka Konsep ... 34

BAB III METODE PENELITIAN ... 35

3.1 Jenis Penelitian ... 35


(11)

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 35

3.2.2 Waktu Penelitian ... 35

3.3 Populasi dan Sampel ... 35

3.3.1 Populasi ... 35

3.3.2 Sampel ... 35

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 36

3.5 Analisis Data ... 36

3.6 Defenisi Operasional ... 36

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 41

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 41

4.2 Sosiodemografi Penderita DM Tipe 2 dengan Komplikasi ... 43

4.3 Keluhan Utama Penderita DM Tipe2 dengan Komplikasi ... 44

4.4 Jenis Komplikasi DM Tipe 2 dengan Komplikasi ... 45

4.5 Pemeriksaan HbA1c Penderita DM Tipe 2 dengan Komplikasi ... 46

4.5.1 Ada tidaknya pemeriksaan HbA1c ... 46

4.5.2 Kadar pemeriksaan HbA1c ... 47

4.6 Pengobatan Penderita DM Tipe 2 dengan Komplikasi ... 47

4.7 Sumber Biaya Penderita DM Tipe 2 dengan Komplikasi ... 48

4.8 Lama Rawatan Rata-Rata Penderita DM Tipe 2 Dengan Komplikasi . 48 4.9 Keadaan Sewaktu Pulang Penderita DM Tipe 2 dengan Komplikasi .. 49

4.10 Analisis Statistik ... 49

4.10.1 Umur Berdasarkan Kategori Komplikasi ... 49

4.10.2 Jenis Kelamin Berdasarkan Kategori Komplikasi ... 50

4.10.3 Kategori Komplikasi Berdasarkan Pengobatan ... 51

4.10.4 Kategori Komplikasi Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang .. 52

4.10.5 Lama Rawatan Rata-Rata Berdasarkan Kategori Komplikasi .. 52

4.10.6 Lama Rawatan Rata-Rata Berdasarkan Sumber Biaya ... 53

BAB V PEMBAHASAN ... 55

5.1 Sosiodemografi Penderita DM Tipe 2 dengan Komplikasi ... 55

5.1.1 Umur Penderita DM Tipe 2 dengan Komplikasi ... 55

5.1.2 Jenis kelamin Penderita DM Tipe 2 dengan Komplikasi ... 57

5.1.3 Suku Penderita DM Tipe 2 dengan Komplikasi ... 58

5.1.4 Agama Penderita DM Tipe 2 dengan Komplikasi ... 59

5.1.5 Pekerjaan Penderita DM Tipe 2 dengan Komplikasi... 61

5.1.6 Tempat Tinggal Penderita DM Tipe 2 dengan Komplikasi ... 62

5.2 Keluhan Utama Penderita DM Tipe 2 dengan Komplikasi ... 64

5.2 Jenis Komplikasi Penderita DM Tipe 2 dengan Komplikasi ... 65

5.4 Pemeriksaan HbA1c Penderita DM Tipe 2 dengan Komplikasi ... 68

5.4.1 Ada Tidaknya Pemeriksaan HbA1c ... 68

5.4.2 Kadar Pemeriksaan HbA1c ... 69

5.5 Pengobatan Penderita DM Tipe 2 dengan Komplikasi ... 71

5.6 Sumber Biaya Penderita DM Tipe 2 dengan Komplikasi ... 72

4.7 Lama Rawatan Rata-Rata Penderita DM Tipe 2 Dengan Komplikasi . 73 4.8 Keadaan Sewaktu Pulang Penderita DM Tipe 2 dengan Komplikasi .. 74


(12)

5.9 Analisisis Statistik ... 76

5.9.1 Umur Berdasarkan Kategori Komplikasi ... 76

5.9.2 Jenis Kelamin Berdasarkan Kategori Komplikasi ... 78

5.9.3 Kategori Komplikasi Berdasarkan Pengobatan ... 79

5.9.4 Kategori Komplikasi Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang ... 80

5.9.5 Lama Rawatan Rata-Rata Berdasarkan Kategori Komplikasi ... 81

5.9.6 Lama Rawatan Rata-Rata Berdasarkan Sumber Biaya ... 83

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 85

6.1 Kesimpulan ... 85

6.2 Saran ... 87

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Izin Penelitian Lampiran 2 Surat Selesai Penelitian Lampiran 3 Master Data


(13)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 4.1 Distribusi Proporsi Penderita DM tipe 2 dengan komplikasi yang

dirawat inap Berdasarkan Sosiodemografi yang di Rawat Inap di RS St. Elisabeth Medan tahun 2012-2013 ... 43 Tabel 4.2 Distribusi Proporsi Penderita DM Tipe 2 dengan Komplikasi yang

Dirawat Inap Berdasarkan Keluhan Utama di RS. St. Elisabeth Medan Tahun 2012-2013 ... 45 Tabel 4.3 Distribusi Proporsi Penderita DM Tipe 2 dengan Komplikasi yang

Dirawat Inap Berdasarkan Jenis Komplikasi di RS. St. Elisabeth Medan Tahun 2012-2013 ... 46 Tabel 4.4 Distribusi Proporsi Penderita DM Tipe 2 dengan Komplikasi yang

Dirawat Inap Berdasarkan Ada Tidaknya Pemeriksaan HbA1c di RS St. Elisabeth Medan Tahun 2012-2013 ... 46 Tabel 4.5 Distribusi Proporsi Penderita DM Tipe 2 dengan Komplikasi yang

Dirawat Inap Berdasarkan Pemeriksaan Kadar HbA1c di RS St. Elisabeth Medan Tahun 2012-2013 ... 47 Tabel 4.6 Distribusi Proporsi Penderita DM Tipe 2 dengan Komplikasi yang

Dirawat Inap Berdasarkan Pengobatan di RS St. Elisabeth Medan Tahun 2012-2013 ... 47 Tabel 4.7 Distribusi Proporsi Penderita DM Tipe 2 dengan Komplikasi yang

Dirawat Inap Berdasarkan Sumber Biaya di RS St. Elisabeth Medan Tahun 2012-2013 ... 48 Tabel 4.8 Lama Rawatan Rata-Rata Penderita DM Tipe 2 dengan Komplikasi

yang Dirawat Inap di RS. St. Elisabeth Medan Tahun 2012-2013 ... 48 Tabel 4.9 Distribusi Proporsi Penderita DM Tipe 2 dengan Komplikasi yang

Dirawat Inap Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang di RS St. Elisabeth Medan Tahun 2012-2013 ... 49 Tabel 4.10 Distribusi Proporsi Umur Penderita DM Tipe 2 dengan Komplikasi

yang Dirawat Inap Berdasarkan Kategori komplikasi di RS St. Elisabeth Medan Tahun 2012-2013 ... 50 Tabel 4.11 Distribusi Proporsi Jenis Kelamin Penderita DM Tipe 2 dengan

Komplikasi yang Dirawat Inap Berdasarkan Kategori komplikasi di RS St. Elisabeth Medan Tahun 2012-2013 ... 50


(14)

Tabel 4.12 Distribusi Proporsi Kategori Komplikasi Penderita DM Tipe 2 dengan Komplikasi yang Dirawat Inap Berdasarkan Pengobatan di RS St. Elisabeth Medan Tahun 2012-2013 ... 51 Tabel 4.13 Distribusi Proporsi Kategori Komplikasi Penderita DM Tipe 2

dengan Komplikasi yang Dirawat Inap Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang di RS St. Elisabeth Medan Tahun 2012-2013 ... 52 Tabel 4.14 Lama Rawatan Rata-rata Penderita DM Tipe 2 dengan Komplikasi

yang Dirawat Inap Berdasarkan Kategori Komplikasi di RS St. Elisabeth Medan Tahun 2012-2013 ... 53 Tabel 4.15 Lama Rawatan Rata-rata Penderita DM Tipe 2 dengan Komplikasi

yang Dirawat Inap Berdasarkan Sumber Biaya di RS St. Elisabeth Medan Tahun 2012-2013 ... 53


(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 5.1 Diagram Batang Distribusi Proporsi Penderita DM Tipe 2 dengan Komplikasi yang Dirawat Inap Berdasarkan Umur di RS St. Elisabeth Medan Tahun 2012-2013 ... 55 Gambar 5.2 Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita DM Tipe 2 dengan

Komplikasi yang Dirawat Inap Berdasarkan Jenis Kelamin di RS St. Elisabeth Medan Tahun 2012-2013 ... 57 Gambar 5.3 Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita DM Tipe 2 dengan

Komplikasi yang Dirawat Inap Berdasarkan Suku di RS St. Elisabeth Medan Tahun 2012-2013 ... 58 Gambar 5.4 Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita DM Tipe 2 dengan

Komplikasi yang Dirawat Inap Berdasarkan Agama di RS St. Elisabeth Medan Tahun 2012-2013 ... 60 Gambar 5.5 Diagram Batang Distribusi Proporsi Penderita DM Tipe 2 dengan

Komplikasi yang Dirawat Inap Berdasarkan Pekerjaan di RS St. Elisabeth Medan Tahun 2012-2013 ... 61 Gambar 5.6 Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita DM Tipe 2 dengan

Komplikasi yang Dirawat Inap Berdasarkan Tempat Tinggal di RS St. Elisabeth Medan Tahun 2012-2013 ... 62 Gambar 5.7 Diagram Batang Distribusi Proporsi Penderita DM Tipe 2 dengan

Komplikasi yang Dirawat Inap Berdasarkan Keluhan Utama di RS St. Elisabeth Medan Tahun 2012-2013 ... 64 Gambar 5.8 Diagram Batang Distribusi Proporsi Penderita DM Tipe 2 dengan

Komplikasi yang Dirawat Inap Berdasarkan Jenis Komplikasi di RS St. Elisabeth Medan Tahun 2012-2013 ... 66 Gambar 5.9 Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita DM Tipe 2 dengan

Komplikasi yang Dirawat Inap Berdasarkan Ada Tidaknya Pemeriksaan HbA1c di RS St. Elisabeth Medan Tahun 2012-2013. . 68 Gambar 5.10 Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita DM Tipe 2 dengan

Komplikasi yang Dirawat Inap Berdasarkan kadar Pemeriksaan HbA1c di RS St. Elisabeth Medan Tahun 2012-2013 ... 70 Gambar 5.11 Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita DM Tipe 2 dengan

Komplikasi yang Dirawat Inap Berdasarkan Pengobatan di RS St. Elisabeth Medan Tahun 2012-2013 ... 71


(16)

Gambar 5.12 Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita DM Tipe 2 dengan Komplikasi yang Dirawat Inap Berdasarkan Sumber Biaya di RS St. Elisabeth Medan Tahun 2012-2013 ... 72 Gambar5.13 Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita DM Tipe 2 dengan

Komplikasi yang Dirawat Inap Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang di RS St. Elisabeth Medan Tahun 2012-2013.. ... 74 Gambar 5.14 Diagram Batang Distribusi Proporsi Umur Penderita DM Tipe 2

dengan Komplikasi yang Dirawat Inap Berdasarkan Kategori Komplikasi di RS St. Elisabeth Medan Tahun 2012-2013 ... 76 Gambar 5.15 Diagram Batang Distribusi Proporsi Jenis Kelamin Penderita DM

Tipe 2 dengan Komplikasi yang Dirawat Inap Berdasarkan Kategori Komplikasi di RS St. Elisabeth Medan Tahun 2012-2013 ..78 Gambar 5.16 Diagram BatangDistribusi Proporsi Kategori Komplikasi Penderita

DM Tipe 2 dengan Komplikasi yang Dirawat Inap Berdasarkan Pengobatan di RS St. Elisabeth Medan Tahun 2012-2013... 79 Gambar 5.17 Diagram BatangDistribusi Proporsi Kategori Komplikasi Penderita

DM Tipe 2 dengan Komplikasi yang Dirawat Inap Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang di RS St. Elisabeth Medan Tahun 2012-2013 ... 80 Gambar 5.18 Diagram Batang Lama Rawatan Rata-rata Penderita DM Tipe 2

dengan Komplikasi yang Dirawat Inap Berdasarkan Kategori Komplikasi di RS St. Elisabeth Medan Tahun 2012-2013 ... 82 Gambar 5.19 Diagram Batang Lama Rawatan Rata-rata Penderita DM Tipe 2

dengan Komplikasi yang Dirawat Inap Berdasarkan sumber biaya di RS St. Elisabeth Medan Tahun 2012-2013 ... 83


(17)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Ellys Tampubolon

Tempat /Tanggal Lahir : Baruara/ 16 Mei 1991 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Kristen Protestan

Status Perkawinan : Belum Kawin

Anak Ke : 3 dari 5 bersaudara

Alamat Rumah : Jl. Bunga Cempaka no10 D Pasar III Padang Bulan.

Riwayat pendidikan

1. Tahun 1997-2003 : SD Negeri 2 No 173546 Tambunan Baruara 2. Tahun 2003-2006 : SMP Negeri 1 Balige

3. Tahun 2006-2009 : SMK Farmasi YTP. Arjuna Laguboti 4. Tahun 2011-2015 : FKM USU Medan

5. Lama studi di FKM : 3 Tahun 11 Bulan Riwayat Pekerjaan

1. Tahun 2009-2011 pernah bekerja sebagai Asisten Apoteker di Apotik Budi Murni Tanjung Pura, Langkat.

2. Januari-Mei 2012 pernah bekerja sebagai Asisten Apoteker di Apotik Mansyur di Jln Dr.Mansyur Medan.


(18)

ABSTRAK

Diabetes Mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik. Menurut World Health Organization (2003), penduduk dunia berusia 20-70 tahun penderita DM mencapai 5,1%. Menurut data Riskesdas 2007 prevalensi DM di Indonesia 5,7%. Di Provinsi Sumatera Utara tahun 2008, prevalensi DM 1,21%. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik penderita DM tipe 2 dengan komplikasi yang dirawat inap di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan tahun 2012-2013.

Penelitian bersifat deskriptif dengan desain case saries. Populasi dan sampel adalah seluruh penderita DM tipe 2 dengan komplikasi 141 kasus. Jenis data yang dikumpulkan data sekunder dianalisis dengan uji Chi-Square dan t-tes.

Hasil penelitian menunjukkan proporsi penderita DM tipe 2 dengan komplikasi tertinggi pada kelompok umur >65 tahun (31,9%), laki-laki (52,5%), Batak (82,3%), Kristen Protestan (56,8%), Ibu Rumah Tangga (30,5%), tempat tinggal Kota Medan (62,4%), Hipertensi (17,7%), lemas/mual-mual dan muntah (20,6%), melakukan pemeriksaan HbA1c (59,6%), kadar pemeriksaan HbA1c tidak normal (71,4%), OHO (59,6%), sumber biaya sendiri (88,6%), lama rawatan rata-rata (6 hari), pulang berobat jalan (70,2%). Hasil uji statistik, tidak ada perbedaan bermakna umur berdasarkan kategori komplikasi (p=0,943), jenis kelamin berdasarkan kategori komplikasi (p=0,081), lama rawatan rata-rata berdasarkan kategori komplikasi (p=0,585), lama rawatan rata-rata berdasarkan sumber biaya (p=0,411).

Diharapkan kepada pihak Rumah Sakit St. Elisabet Medan agar selalu melakukan pemeriksaan kadar HbA1c, meningkatkan tindakan perawatan yang lebih baik demi kenyamanan pasien dan membuat pengobatan khusus bagi penderita DM untuk mengurangi angka kematian. Pada penderita DM tipe 2 dengan komplikasi agar melakukan pemeriksaan kadar HbA1c, menerapkan pola hidup sehat, dan mengutamakan pengobatan insulin untuk mencegah komplikasi yang lebih berat.


(19)

ABSTRACT

Diabetes Mellitus (DM) is a group of metabolic disease. According to World Health Organization (2003), people in the world with diabetes who were 20-70 years old reached 5,1%. Based on data from Riskesdas 2007, the prevalence of diabetes was 5,7% in Indonesia. In North Sumatra, the prevalence of DM was 1,2% in 2008. The purpose of this study is to know the characteristics of patients of type 2 DM with complications who were Hospitalized in St. Elisabeth Hospital in 2012-2013.

This research is descriptive with case series design. The population and Sample were 141 cases. The data was collected by using secondary data and analyzed with chi-square and t-test.

The results showed the proportion of patients with complications of type 2 DM was highest in the age group > 65 years (31,9%), male (52,5%), Bataknese (82,3%), Protestant Christian (56,8%) housewife (30,5) live in Medan (62,4%), hypertension (17,7%), languid/ nausea and vomit (20,6%), the existing HbA1c (59,6%), the abnormal levels of HbA1c (71,4%), oral hypoglycemic medicine (59,6%), own expense (88,6%), average length of stay (6 days), becoming outpatient (70,2%). The statistical test resulted, there was no difference of age based on the category of complication (p=0,943), sex based on the category of complication (p=0,081), average length of stay based on the category of complication (p=0,585), average length of stay based on expense source (p=0,411).

It’s suggested for St. Elisabeth Hospital Medan to check HbA1c for the patients of type 2 DM, to increase the service of care more well for the comfort of patients and make the special cure for DM patients to decrease the mortality rate. The patient of type 2 DM with complications should control blood glucose regularly, check HbA1c, adopt healthy lifestyle and consume medicine regularly, prevent more serious complications.


(20)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kesehatan adalah hak asasi manusia dan investasi untuk keberhasilan pembangunan bangsa. Untuk itu dilaksanakan pembangunan kesehatan. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud yang berpedoman pada Sistem Kesehatan Nasional (SKN). Hal ini dapat dilaksanakan dengan mempertimbangkan determinan sosial seperti: kondisi kehidupan sehari-hari, tingkat pendidikan, pendapatan keluarga, distribusi kewenangan, keamanan, kesadaran masyarakat, serta kemampuan tenaga kesehatan dalam mengatasi masalah-masalah kesehatan (Depkes RI, 2009).

Sebagai dampak pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah, pola penyakit di Indonesia mengalami pergeseran dalam perubahan pola kesehatan dan penyakit. Penyakit infeksi dan kekurangan gizi berangsur turun, sedangkan Penyakit Tidak Menular (PTM) semakin meningkat. Perubahan pola struktur masyarakat agraris ke masyarakat industri banyak berperan terhadap perubahan pola fertilitas, gaya hidup dan sosial ekonomi yang memicu meningkatnya PTM yang ditandai dengan meningkatnya frekuensi kejadiannya pada masyarakat, baik di negara maju maupun di negara ekonomi rendah-menegah. Seiring terjadinya perubahan penyakit menular ke penyakit tidak menular masalah kesehatan


(21)

cenderung meningkat sehingga memberikan beban ganda kesehatan masyarakat (Bustan, 2007).

Salah satu PTM yang menjadi masalah pada berbagai negara adalah Diabetes Mellitus (DM). Menurut American Diabetes Association (ADA), DM atau yang sering disebut dengan kencing manis adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik kadar glukosa darah di atas normal yang terjadi karena defisiensi insulin oleh pankreas, penurunan efektivitas insulin atau kedua-duanya (Perkeni, 2011).

Menurut World Health Organization (WHO), DM dikenal 4 tipe tetapi ada 2 tipe utama yaitu DM tipe 1 dan DM tipe 2. DM Tipe yaitu DM yang bergantung pada insulin dimana tubuh kekurangan atau tidak diproduksinya hormon insulin sedangkan DM tipe 2 yaitu keadaan tubuh diamana hormon insulin tidak dapat berfungsi dengan semestinya. DM tipe 2 merupakan tipe DM yang paling sering terjadi (Greenstein, 2006).

Diabetes Mellitus merupakan penyakit metabolisme menahun yang dikenal dengan “the silent killer,” karena penderita sering tidak merasakan gejala yang ditimbulkan dan tidak menyadari dirinya menyandang DM, begitu diketahui penderita sudah mengalami komplikasi (Depkes RI, 2008). DM juga dikenal sebagai “the great imitator” karena penyakit ini dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan dengan gejala bervariasi (Misnadiarly, 2006)

DM biasanya berjalan lambat dengan gejala gejala yang ringan sampai berat, bahkan dapat menyebabkan kematian akibat komplikasi akut maupun


(22)

kronis. Dengan demikian DM bukanlah suatu penyakit yang ringan, karena dapat menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah, disertai lesi pada membran basalis (Riyadi dan Sukarmin, 2008).

Berdasarkan laporan World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa PTM adalah penyebab utama kematian global. Pada tahun 2008 menunjukkan bahwa dari 57 juta kematian yang terjadi di dunia, sebanyak 36 juta atau hampir dua pertiganya disebabkan oleh PTM. Di negara-negara dengan tingkat ekonomi rendah dan menengah, dari seluruh kematian yang terjadi pada orang-orang berusia kurang dari 60 tahun, 29% disebabkan oleh PTM, sedangkan di negara-negara maju, menyebabkan 13% kematian. Proporsi penyebab kematian PTM, penyakit kardiovaskular merupakan penyebab terbesar (39%), diikuti kanker (27%), sedangkan penyakit pernafasan kronis, penyakit pencernaan dan PTM yang lain bersama-sama menyebabkan sekitar 30% kematian, serta 4% kematian disebabkan DM.

Prevalensi DM terus mengalami peningkatan tiap tahun. Kecenderungan peningkatan prevalensi akan membawa perubahan posisi DM yang ditandai dengan perubahan atau kenaikan peringkat 10 penyakit terbesar (leading disease). Selain itu DM juga memberi kontribusi yang lebih besar terhadap kematian (Bustan, 2007).Menurut laporan WHO (2010) 60% penyebab kematian semua umur di dunia adalah karena PTM. DM menduduki peringkat ke-6 sebagai penyebab kematian. Sekitar 1,3 juta orang meninggal akibat DM dan 4 % meninggal sebelum usia 70 tahun. Pada Tahun 2030 diperkirakan DM menempati urutan ke-7 penyebab kematian dunia. Sedangkan untuk di Indonesia diperkirakan


(23)

pada tahun 2030 akan memiliki penyandang DM sebanyak 21,3 juta orang (Depkes, 2013).

Menurut laporan WHO pada tahun 2000 dari jumlah penduduk dunia yang menderita DM mencapai 171 juta orang (2,8%) pada semua kelompok umur (Bustan, 2007). Selanjutnya pada tahun 2003, WHO jumlah penderita DM mencapai 194 juta jiwa (5,1%) dari 3,8 miliar penduduk dunia berusia 20-79 tahun (Depkes, 2008). Pada tahun 2011 data dari studi global menunjukan bahwa jumlah penderita DM telah mencapai 366 juta orang. Jika tidak ada tindakan yang dilakukan, jumlah ini diperkirakan akan meningkat menjadi 552 juta pada tahun 2030. International Diabetes Federation (IDF) memperkirakan bahwa sebanyak 183 juta orang tidak menyadari bahwa mereka mengidap DM (IDF, 2011).

Pada tahun 2000 prevalensi DM tertingggi di dunia berdasarkan laporan WHO terdapat di Negara India 31,7 juta jiwa, diikuti oleh Negara China 20,8 juta jiwa, United Stated of America (USA) 17,7 juta jiwa dan Indonesia berada di urutan ke empat dengan jumlah penderita 8,4 juta jiwa. Selanjutnya pada tahun 2010 menurut laporan IDF menyatakan bahwa lebih dari 371 juta orang di dunia yang berumur 20-79 tahun, Indonesia merupakan negara urutan ke-7 dengan prevalensi diabetes tertinggi, di bawah China, India, USA, Brazil, Rusia dan Mexico (Depkes RI, 2013).

Menurut laporan Riskesdas tahun 2007, DM menyumbang 4,2% kematian pada kelompok umur 15-44 tahun di daerah perkotaan dan merupakan penyebab kematian tertinggi ke-6. Selain pada kelompok tersebut, DM juga merupakan penyebab kematian tertinggi ke-2 pada kelompok umur 45-54 tahun di perkotaan


(24)

(14,7%) dan tertinggi ke-6 di daerah perdesaan (5,8%). Menurut riset yang sama, prevalensi DM di Indonesia pada tahun 2007 sebesar 5,7% dan secara nasional berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan dan gejala sebesar 1,1% (Depkes RI, 2013).

Berdasarkan data dari Profil Kesehatan Indonesia 2012, menurut diagnosis atau gejala, terdapat 5 provinsi (15,2%) dengan prevalensi lebih dari 1,5%, sebanyak 15 provinsi (45,5%) dengan prevalensi 1%-1,5%, dan sebanyak 13 provinsi (39,3%) dengan prevalensi kurang dari 1%. Pada tahun 2013, proporsi penduduk Indonesia yang berusia ≥15 tahun dengan DM adalah 6,9%. Prevalensi DM menurut diagnosis dokter tertinggi terdapat di DI Yogyakarta (2,6%), DKI Jakarta (2,5%), Sulawesi Utara (2,4%), dan Kalimantan Timur (2,3%). Prevalensi DM dengan diagnosis dokter atau berdasarkan gejala, tertinggi terdapat di Sulawesi Tengah (3,7%), Sulawesi Utara (3,6%), Sulawesi Selatan (3,4%) dan Nusa Tenggara Timur (3,3%) (Kemenkes, 2013).

Di Indonesia DM tipe 2 merupakan penyebab kematian pada PTM sekitar 2,1% dari seluruh penyebab kematian. Diperkirakan sekitar 90% kasus di seluruh dunia tergolong DM tipe 2. Jumlah DM tipe 2 semakin meningkat pada kelompok umur dewasa (Perkeni, 2011).

Menurut Profil Kesehatan Indonesia 2008, jumlah pasien keluar rawat inap di rumah sakit di Indonesia dengan diagnosis DM tahun 2007 sebanyak 56.378 pasien dengan CFR 7,38%, sedangkan kasus baru rawat jalan sebanyak 28.095 kasus. Keseluruhan DM menyebabkan kematian dengan CFR 7,02%.Pada tahun 2009, jumlah penderita DM tertinggi terdapat pada kelompok umur 45-64 tahun,


(25)

diikuti kelompok umur 65 tahun ke atas dan kelompok umur 25-44 tahun (Depkes RI, 2013).

Berdasarkan data dari Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara tahun 2007, DM merupakan salah satu penyakit yang terdaftar pada sepuluh prevalensi PTM di Provinsi Sumatera Utara dan menempati urutan ketujuh terbesar dengan prevalensi 1,21%. Prevalensi penyakit DM tertinggi terdapat di Kabupaten Pakpak Barat (1,6%) dan terendah terdapat di Kabupaten Tapanuli Utara (0,2%).

Berdasarkan penelitian Tarigan (2011) di RSU Herna Medan tahun 2009-2010 terdapat 134 penderita DM dengan komplikasi yang dirawat inap. Proporsi penderita DM yang mengalami komplikasi yaitu yang mengalami Gangrene (26,1%), Hipertensi (15,7%), Nefropati Diabetik (13,4%), TB Paru (12,8%), Hipoglikemia (6,7%), Stroke (6,7%), Neuropati Diabetik (5,2%), Hiperglikemia (4,5%) PJK (3,7%), Dyspepesia (3,7%), dan Retinopati Diabetik (1,5%).

Berdasarkan hasil survei pendahuluan yang dilakukan di Rumah Sakit Santa Elisabeth tahun 2012-2013 penderita DM tipe 2 yang dirawat inap terdapat 141 kasus yang menderita DM dengan komplikasi. Berdasarkan data diatas, maka perlu dilakukan penelitian tentang karakteristik penderita DM dengan komplikasi yang dirawat inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan tahun 2012-2013.

1.2. Perumusan Masalah

Belum diketahui karakteristik penderita DM tipe 2 dengan komplikasi yang dirawat inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan 2012-2013.


(26)

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Mengetahui karakteristik penderita DM tipe 2 dengan komplikasi yang dirawat inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan 2012-2013.

1.3.2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui distribusi penderita DM tipe 2 dengan komplikasi berdasarkan sosiodemografi (umur, jenis kelamin, suku, agama, pekerjaan, dan tempat tinggal).

b. Mengetahui distribusi penderita DM tipe 2 dengan komplikasi berdasarkan keluhan utama.

c. Mengetahui distribusi penderita DM tipe 2 dengan komplikasi berdasarkan jenis komplikasi.

d. Mengetahui distribusi penderita DM tipe 2 dengan komplikasi berdasarkan ada tidaknya pemeriksaan HbA1c dan kadar pemeriksaan.

e. Mengetahui distribusi penderita DM tipe 2 dengan komplikasi berdasarkan pengobatan.

f. Mengetahui distribusi penderita DM tipe 2 dengan komplikasi berdasarkan sumber biaya.

g. Mengetahui lama rawatan rata-rata pada penderita DM tipe 2 dengan komplikasi.

h. Mengetahui distribusi penderita DM tipe 2 dengan komplikasi berdasarkan keadaan sewaktu pulang.


(27)

i. Mengetahui perbedaan proporsi umur berdasarkan kategori komplikasi.

j. Mengetahui perbedaan proporsi jenis kelamin berdasarkan kategori komplikasi.

k. Mengetahui perbedaan proporsi kategori komplikasi berdasarkan pengobatan.

l. Mengetahui perbedaan proporsi kategori komplikasi berdasarkan keadaan sewaktu pulang.

m. Mengetahui perbedaan lama rawatan rata-rata berdasarkan kategori komplikasi.

n. Mengetahui perbedaan lama rawatan rata-rata berdasarkan sumber biaya.

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Sebagai bahan masukan dan informasi bagi pihak Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan untuk mengetahui distribusi proporsi penderita DM tipe 2 dengan komplikasi yang dirawat inap sehingga dapat membuat suatu perencanaan untuk tindakan pengobatan yang lebih lanjut.

1.4.2. Menambah wawasan penulis tentang permasalahan DM tipe 2 dengan komplikasi dan sarana menerapkan ilmu yang diperoleh selama di bangku perkuliahan.

1.4.3. Sebagai sumber informasi atau referensi bagi pihak lain yang ingin melakukan penelitian tentang DM tipe 2 dengan komplikasi.


(28)

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Defenisi Diabetes Mellitus

Menurut American Diabetes Association (ADA), Diabetes Mellitus atau yang sering disebut dengan kencing manis adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik kadar glukosa darah di atas normal yang terjadi karena defisiensi insulin oleh pankreas, penurunan efektivitas insulin atau kedua-duanya (Perkeni, 2011).

Diabetes Mellitus merupakan suatu keadaan hiperglikemia menahun yang akan mengenai seluruh sistem tubuh. Keadaan ini disebabkan oleh karena adanya faktor yang menghambat kerja insulin atau jumlah menurun. Hiperglikemia didefenisikan sebagai kadar glukosa puasa yang lebih tinggi dari 110 mg/dL. Kadar glukosa serum normal adalah 110 mg/dL. Glukosa difiltrasi oleh glomerulus dan hampir semuanya di filtrasi oleh tubulus ginjal selama kadar glukosa dalam plasma tidak melebihi 160-180 mg/dL (Price dan Wilson, 2006).

Diabetes Mellitus ditandai dengan kadar glukosa darah melebihi normal yaitu kadar glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dL dan kadar gula darah puasa ≥ 126 mg/dL (Misnadiarly, 2006). Glukosa secara normal bersirkulasi dalam jumlah tertentu di dalam darah. Glukosa dibentuk di hati dari makanan yang dikonsumsi. Insulin yaitu suatu hormon yang diproduksi pankreas, mengendalikan kadar glukosa dalam darah dengan mengatur pruduksi dan penyimpananya.


(29)

2.2. Klasifikasi Diabetes Mellitus

Ada beberapa klasifikasi DM yang dibedakan berdasarkan penyebab, perjalanan klinik dan terapinya. Menurut ADA tahun 2012 dilihat dari etiologisnya DM dibagi menjadi empat jenis. Klasifikasi ini telah disahkan oleh WHO, yaitu: DM tipe 1, DM tipe 2, DM gestasional (diabetes kehamilan), dan DM tipe lainnya.

2.2.1. Diabetes Mellitus Tipe 1

Diabetes Mellitus tipe 1 merupakan kelainan sistemik akibat gangguan metabolisme glukosa yang ditandai oleh hiperglikemia kronik. Keadaan ini disebabkan oleh kerusakan sel beta pankreas baik oleh proses autoimun maupun idiopatik sehingga produksi insulin berkurang atau berhenti (Rustama dkk, 2010). Tipe ini sering disebut insulin dependent diabetes mellitus (IDDM) karena pasien harus membutuhkan insulin dan sampai saat ini belum dapat di sembuhkan (Sulistia dan Gunawan, 2007). DM tipe 1 biasanya terjadi pada anak-anak atau masa dewasa muda, prevalensinya Kurang lebih 5%-10% penderita dari kasus. Individu yang kekurangan insulin hampir atau secara total dikatakan juga sebagai diabetes “juvenile onset” atau “insulin dependent” atau “ketosis prone” Karena tanpa insulin terjadi kematian dalam beberapa hari yang disebabkan oleh ketoasidosis (Purnamasary, 2009).

Faktor genetik dan lingkungan sangat berperan pada terjadinya DM tipe 1. Walaupun hampir 80% penderita DM tipe 1 tidak mempunyai riwayat keluarga dengan penyakit sama. Faktor genetik berhubungan dengan HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu yang berperan sebagai faktor kerentanan. Lingkungan


(30)

(infeksi virus, toksin dll) akan memicu seseorang yang rentan yang menimbulkan DM tipe 1 (Rustama dkk, 2010).

2.2.2. Diabetes Mellitus Tipe 2

Diabetes Mellitus tipe 2 terjadi akibat resistensi insulin atau gangguan sekresi insulin. Pada tipe 2 ini tidak selalu dibutuhkan insulin, kadang-kadang cukup dengan diet dan antidiabetik oral. Karenanya DM ini disebut dengan Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) (Sulistia dan Gunawan, 2007). DM ini biasanya terjadi setelah usia 40 tahun, tetapi dapat juga terjadi pada semua usia termasuk masa anak dan remaja. Dulu DM ini dikenal sebagai diabetes onset dewasa (maturitity onset diabetes) atau diabetes stabil (Rustama dkk, 2010). DM ini merupakan tipe DM yang paling sering terjadi, yaitu kurang lebih 90%-95% penderita mengalami DM tipe 2 dari kasus DM.Kebanyakan penderita kelebihan berat badan, sekitar 80% pasien DM ini mengalami obesitas. Karena obesitas berkaitan dengan resistensi Insulin (Price dan Wilson, 2006; Smeltzer dan Bare, 2001).

Pada penderita DM tipe ini terjadi hiperinsulinemia tetapi insulin tidak bisa membawa glukosa masukke dalam jaringan karena terjadi resistensi insulin yang merupakan turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksiglukosa oleh hati. Oleh karena terjadinya resistensi insulin (reseptor insulin sudah tidak aktif karena dianggap kadarnya masih tinggi dalam darah) akan mengakibatkan defisiensi relatif insulin. Hal tersebut dapat mengakibatkan berkurangnya sekresi insulin pada adanya glukosa bersama bahan sekresi insulin lain sehingga sel beta


(31)

pankreas akan mengalami desensitisasi terhadap adanya glukosa. Onset DM tipe ini terjadi perlahan-lahan karena itu gejalanya asimtomatik. Adanya resistensi yangterjadi perlahan-lahan akan mengakibatkan sensitivitas reseptor akan glukosa berkurang. DM tipe ini sering terdiagnosis setelah terjadi komplikasi (Ndraha, 2014).

2.2.3. Diabetes Mellitus Gestasional

Diabetes Mellitus gestasional terjadi pada wanita yang tidak menderita diabetes sebelum kehamilannya. Hiperglikemia tejadi selama kehamilan akibat sekresi hormon-hormon plasenta. Dalam kehamilan terjadi perubahan metabolisme endokrin dan karbohidrat yang menunjang pemanasan makanan bagi janin serta persiapan menyusui. Menjelang aterm, kebutuhan insulin meningkat sehingga mencapai 3 kali lipat dari keadaan normal, bila seorang ibu tidak mampu meningkatkan produksi insulin sehingga relatif hipoinsulin maka mengakibatkan hiperglikemia (Riyadi dan Sukarmin, 2008).

Diabetes Mellitus gestasional dapat menimbulkan dampak yang buruk untuk janin dalam kandungan jika tidak segera dilakukan pengobatan dengan benar. Kelainan yang dapat ditimbulkan misalnya kelainan bawaan, gangguan pernapasan, bahkan kematian janin (Tobing dkk, 2008). Setelah melahirkan bayi, kadar glukosa darah pada wanita penderita diabetes gestasional akan kembali normal. Namun banyak wanita yang mengalami DM ini dikemudian hari akan menderita DM tipe 2 (Smeltzer dan Bare, 2001).


(32)

2.2.4. Diabetes Mellitus Tipe Lain

Diabetes Mellitus tipe lain merupakan DM yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom tertentu. Hiperglikemia terjadi karena penyakit lain, misalnya pada defek genetik fungsi sel beta, defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas, penyakit metabolik endokrin lain, iatrogenik, infeksi virus, penyakit autoimun dan kelainan genetik lain (Riyadi dan Sukarmin, 2008).

2.3. Patofisiologi Diabetes Mellitus

Diabetes Mellitus terjadi karena produksi insulin tidak ada atau tidak cukup. Insulin adalah hormon yang diproduksi oleh sel beta pulau Langerhans di dalam pankreas. Fungsi insulin adalah mengangkut glukosa ke dalam sel. Keberadaan sel bergantung pada jumlah glukosa yang masuk, yang kemudian diubah menjadi energi. Pada DM terjadi peningkatan glukosa dalam darah karena glukosa tidak dapat diangkut kedalam sel tanpa persediaan insulin yang cukup. Keadaan ini pada akhirnya akan mengakibatkan hiperglikemia (Varney dkk, 2006).

Kadar tertinggi insulin terjadi sekitar 30-45 menit setelah makan makanan tinggi karbohidrat. Kadar insulin kembali ke tingkat basal seiring dengan penurunan kadar glukosa darah, sekitar 120 menit setelah makan. Pada keadaan glukosa darah rendah (kurangnya asupan karbohidrat) kadar insulin akan menurun dan keadaan ini akan merangsang sel alpha pankreas untuk mensekresikan glukagon. Glukagon berfungsi untuk mempertahankan ketersediaan bahan bakar apabila tidak tersedia glukosa makanan dengan merangsang glikogenolisis (pemecahan glikogen menjadi glukosa) dan glukoneogenesis (pembentukan


(33)

glukosa dari asam amino, laktat, dan gliserol. Kadar glukosa darah tetap normal melalui mekanisme timbal balik insulin – glukagon (Marks dkk, 2000).

Pada DM tipe 1, makin menurunnya insulin pasca makan akan mempercepat proses katabolisme. Insulinopenia, menyebabkan glukosa oleh otot dan lemak berkurang mengakibatkan hiperglikemia posprandial. Bila insulin makin menurun glukosa akan merangsang glikogenolisis dan glukoneogenesis, akan tetapi glukosa dalam darah tidak dapat masuk ke dalam sel maka hati akan berusaha lebih keras lagi sehingga terjadi hiperglikemia puasa menimbulkan diuresis osmotik disertai glukosuria dengan ambang ginjal sudah terlampaui (180 mg/dL). Tubuh akan kehilangan kalori, elektrolit dan cairan, terjadi dehidrasi yang meningkatkan stress fisiologis dengan hipersekresi hormon stress. Meningkatnya hormon stress dan menurunnya kadar insulin menyebakan peningkatan glikogenolisis, glukoneogenesis, lipolisis dan ketogenesis ketoasidosis diabetik (Rustama dkk, 2010).Saat asidosis sudah menjalar keseluruh tubuh, penderita akan mengalami koma yang akhirnya menyebabkan kematian.

Pada DM tipe 2, insulin di produksi tetapi sel resisten terhadap insulin, sehingga dibutuhkan sekresi insulin dalam jumlah lebih besar. Pada akhirnya pankreas tidak mampu memenuhi peningkatan insulin dan terjadilah hiperglikemia. Pada DM ini tidak terjadi ketoasidosis, tetapi DM yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan HHNK. Diabetes kehamilan sama dengan DM tipe 2, dalam hal ada persediaan insulin. Akan tetapi perubahan hormon selama kehamilan akan mengubah kemampuan toleransi tubuh terhadap insulin (Varney Dkk, 2006).


(34)

2.4. Gejala Diabetes Mellitus

Gejala DM tipe 1 dan tipe 2 tidak banyak berbeda hanya gejalanya lebih ringan dan prosesnya lambat, bahkan kebanyakan orang tidak merasakan adanya gejala. Akibatnya penderita baru mengetahui menderita DM setelah timbul komplikasi. Biasanya penderita tipe 1 sering mengalami penurunan berat badan, sedangkan tipe 2 terjadi hal sebaliknya (Tobing dkk, 2008).

Gejala DM yang biasa terjadi pada penderita DM yaitu Poliuria (banyak kencing), Polidipsi (banyak minum), dan Polifagia (banyak makan). Gejala ini disebut juga dengan gejala klasik atau gejala khas. Poliuria akan terjadi jika kadar gula darah melebihi nilai ambang ginjal (> 180 mg/dL), gula akan keluar bersama urin. Untuk mengurangi kekentalan gula dalam urin, tubuh akan menarik air sebanyak mungkin kedalam urin sehingga volume urin banyak dan menyebabkan sering kencing. Dengan banyaknya urin yang keluar, tubuh akan mengalami dehidrasi sehingga menyebabkan polidipsi karena sering haus. Sejumlah besar kalori hilang kedalam air kemih sehingga penderita mengalami penurunan berat badan. Untuk mengkompensasikan ini Tubuh akan meningkatkan asupan makanan dengan timbulnya rasa lapar hal ini penderita DM jadi polifagia (Hartini, 2009)

Kadang-kadang DM tidak menunjukkan gejala khas tetapi langsung menunjukkan gejala sesudah beberapa tahun mengidap penyakit DM. gejala ini disebut gejala kronik atau menahun. Gejala kronik yang sering timbul adalah kesemutan, kulit terasa panas seperti tertusuk-tusuk jarum, terasa tebal dikulit, kram, mudah ngantuk, mata kabur, dan biasanya sering ganti kacamata, gatal


(35)

disekitar kemaluan terutama wanita, serta gigi mudah goyah dan mudah lepas (Tjokroprawiro, 2011).

2.5. Diagnosis Diabetes Mellitus

Diagnosis DM harus didasarkan atas pemeriksaan konsentrasi glukosa darah. Dalam menentukan diagnosis DM harus diperhatikan asal bahan darah yang diambil dan cara pemeriksaan yang dipakai. Untuk diagnosis, pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa dengan enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Untuk memastikan diagnosa di lakukan di klinik terpercaya, tetapi dapat juga dengan dipakai bahan darah utuh (whole blood), vena, ataupun angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO (Purnamasary, 2009).Untuk tujuan pemantaun hasil pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan glukometer (Perkeni, 2011).

Menurut Rustama dkk (2010) diagnosis DM dapat ditegakkan apabila memenuhi salah satu kriteria sebagai berikut:

1. Jika ditemukan gejala klasik (poliuria, polidipsia dan polifagia). Gejala ini disampaikan pasien saat berkonsultasi dengan didukung hasil pemeriksaan glukosa darah sewaktu yang lebih besar dari 200 mg/dL(11,1 mmol/L). 2. Kadar glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dL (7mmol/L). Puasa adalah tanpa

asupan kalori minimal selama 8 jam.

3. Pada penderita yang asimptomatik ditemukan kadar glukosa darah sewaktu 200 mg/dL atau kadar glukosa darah lebih tinggi dari normal dengan tes


(36)

toleransi glukosa oral (TTGO) yang terganggu pada lebih dari satu kali pemeriksaan.

Menurut WHO cara pelaksanaan TTGO dapat dilaksanakan dengan cara: a. Tiga hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti biasa (dengan

karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa.

b. Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air putih tanpa gula tetap diperbolehkan.

c. Diperiksa konsentrasi glukosa darah puasa.

d. Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa) atau 1.75 gram/kgBB (anak-anak), dilarutkan dalam air dan diminum dalam waktu 5 menit.

e. Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel dalam darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah minum larutan glukosa selesai.

f. Diperiksa glukosa darah 2 jam sesudah beban glukosa.

g. Selama proses pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok.

Pemeriksaan kadar HbA1c (≥ 6.5%) oleh ADA 2011 sudah dimasukkan menjadi salah satu kriteria diagnosis DM, jika dilakukan pada saran laboratorium yang telah terstandarisasi dengan baik (Perkeni, 2011). HbA1c adalah zat yang terbentuk dari reaksi kimia antara glukosa dan hemoglobin (bagian dari sel darah merah). Pemeriksaan HbA1c digunakan sebagai indikator dalam memantau kontrol gula darah jangka panjang, diagnosis, penentuan prognosis, pengelolaan


(37)

penderita DM. Dengan mengukur glycohemoglobin dapat diketahui berapa besar persentasi hemoglobin yang mengandung gula.

Kadar HbA1c normal adalah 4 - 6% dari Hb total. Bila kadar gula darah tinggi dalam beberapa minggu, maka kadar HbA1c juga akan tinggi. Ikatan HbA1c yang terbentuk bersifat stabil yang dapat bertahan hingga 2-3 bulan. Kadar HbA1c akan mencerminkan rata-rata kadar dalam jangka waktu 2-3 bulan sebelum pemeriksaan. Dengan mengukur kadar HbA1c dapat diketahui kualitas kontrol penyakit DM dalam jangka panjang, sehingga diketahui ketaatan penderita dalam menjalani perencanaan makan dan pengobatan (Dalimartha, 2004).

2.6. Epidemiologi Diabetes Mellitus 2.6.1. Distribusi dan Frekuensi a. Menurut Orang

Menurut WHO (2011) penderita DM di negara maju sebagian besar berada pada kelompok umur ≥ 65 tahun, sedangkan di negara berkembang penderita DM sebagian besar berada pada kelompok umur 45-64 tahun. Semua orang memiliki resiko untuk mengalami diabetes. Secara global, prevalensi DM lebih tinggi pada laki-laki. Menurut WHO (2008) prevalensi laki-laki (9,8%) lebih tingggi daripada perempuan (9,2%)

Berdasarkan penelitian Butarbutar (2013) di RSUD Deli Serdang tahun 2012 proporsi penderita DM berusia ≤ 40 tahun yaitu 4,3% sedangkan yang berusia > 40 tahun yang menderita DM yaitu 95,7%. Proporsi laki-laki menderita DM yaitu 41,4% sedangkan pada perempuan 58,6%.


(38)

b. Menurut Tempat

Menurut IDF (2010) bahwa lebih dari 371 juta orang di dunia yang berumur 20-79 tahun, Indonesia merupakan negara urutan ke-7 dengan prevalensi DM tertinggi, di bawah China, India, USA, Brazil, Rusia dan Mexico. Prevalensinya di perkotaan cenderung lebih tinggi dari pada di perdesaan, serta cenderung lebih tinggi pada masyarakat dengan tingkat pendidikan tinggi (Kemenkes, 2013).

Menurut Riskesdas tahun 2013, Prevalensi DM yang terdiagnosis dokter tertinggi terdapat di DI Yogyakarta (2,6%), DKI Jakarta (2,5%), Sulawesi Utara (2,4%), dan Kalimantan Timur (2,3%). Prevalensi DM yang terdiagnosis dokter atau berdasarkan gejala, tertinggi terdapat di Sulawesi Tengah (3,7%), Sulawesi Utara (3,6%), Sulawesi Selatan (3,4%) dan Nusa Tenggara Timur (3,3%).

c. Menurut waktu

Prevalensi penderita DM terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2000 jumlah penderita DM mencapai 171 juta orang dan meningkat menjadi 366 juta orang pada tahun 2011. Secara global, DM menyebabkan 4,6 juta kematian setiap tahunnya. IDF memperkirakan DM akan meningkat menjadi 552 juta orang pada tahun 2030 (IDF, 2011). Di Indonesia menurut laporan WHO, prevalensi penderita DM tahun 2000 terdapat 8,4 juta orang yang diperkirakan pada tahun 2030 meningkat menjadi 21,3 juta orang (Bustan, 2007).


(39)

2.6.2. Determinan a. Genetik

Faktor genetik sangat berperan pada terjadinya DM.Hal ini terjadi karena DNA pada orang menderita DM akan diturunkan pada gen berikutnya terkait dengan penurunan produksi insulin (Riyadi dan Sukarmin, 2008). Jika salah satu anggota keluarga menderita DM maka resiko berkembangnya DM tipe 2 pada anggota keluarga lainnya (saudara kandung) mendekati 40% dan 33% untuk anak cucu. Transmisi genetik adalah paling kuat dan contoh terbaik terdapat dalam diabetes awitan dewasa muda (MODY, maturity-onset diabetes of the young), yaitu subtipe penyakit DM yang diturunkan dengan pola autosomal dominan, jika orang tua menderita DM tipe 2, rasio diabetes dan nondiabetes pada anak 1:1, dan sekitar 90% pasti membawa (carrier) DM tipe 2 (Price dan Wilson, 2001).

b. Usia

Faktor usia merupakan faktor pemicu DM yang tidak bisa di kontrol. Orang yang berusia 40 tahun rentan terserang DM meskipun tidak menutupi kemungkinan terjadi pada usia dibawah 40 tahun (Tobing dkk, 2008). Hal ini terjadi karena umumnya manusia mengalami penurunan fisiologis yang secara drastis menurun dengan cepat pada usia 40 tahun. Penurunan ini akan beresiko pada penurunan fungsi pankreas untuk memproduksi insulin.

Berdasarkan penelitian Sinaga (2012) di Rumah Sakit vita Insani Pematangsiantar, proporsi penderita DM menurut kelompok umur tertinggi adalah kelompok umur 51-60 tahun (33,3%) sedangkan proporsi terendah pada kelompok umur ≤ 40 tahun (4,5%).


(40)

c. Obesitas (Kegemukan)

Obesitas mengakibatkan sel-sel beta pankreas mengalami hipertropi yang akan berpengaruh terhadap penurunan produksi insulin. Hipertropi pankreas disebabkan karena peningkatan beban metabolisme glukosa pada penderita obesitas yang mencukupi energi sel yang terlalu banyak (Riyadi dan Sukarmin, 2008).Menurut defenisi obesitas berarti berat badan berlebih sebanyak 20% dari berat badan ideal atau indeks massa tubuh (IMT) lebih dari 25 kg/m2 (Soewondo, 2007).

Pada DM tipe 2 kondisi obesitas memicu timbulnya DM yang memiliki resiko 4 kali lebih besar dengan berat badan ideal. Obesitas merupakan faktor utama terjadinya DM tipe 2. Penelitian Denmark menggambarkan penyebaran obesitas pada pasien baru yang di diagnosis DM tipe 2 mencapai 80%, dimana penyebaran obesitas dengan latar belakang populasi yang memiliki umur yang sama sekitar 40% (Wicaksono, 2011).

d. Pola Makan (Diet)

Kurang gizi atau berlebihan sama-sama meningkatkan resiko terkena DM. Malnutrisi dapat merusak pankreas sedangkan obesitas meningkatkan gangguan kerja insulin. Pola makan yang tidak teratur dan cenderung terlambat juga akan berperan pada ketidakstabilan kerja pankreas (Riyadi dan Sukarmin 2007).Makan secara berlebihan dan melebihi jumlah kalori yang dibutuhkan oleh tubuh menyebabkan jumlah/kadar insulin sel beta pankreas mempunyai kapasitas maksimum untuk disekresikan. Oleh karena itu mengonsumsi makanan secara berlebihan dan tidak diimbangi oleh sekresi insulin dalam jumlah memadai dapat


(41)

menyebabkan kadar gula dalam darah meningkat dan menyebabkan DM (Wijayakusuma, 2008).

e. Kurangnya Aktivitas Fisik

Olahraga secara teratur dapat mengurangi resistensi insulin sehingga insulin dapat dipergunakan lebih baik oleh sel-sel tubuh dan dosis pengobatan dapat diturunkan. Sebuah penelitian membuktikan bahwa meningkatkan aktifitas fisik (sekitar 30 menit/hari) dapat mengurangi resiko DM. Olahraga juga dapat digunakan untuk membakar lemak dalam tubuh sehingga dapat mengurangi berat badan yang obesitas. Kebanyakan penderita DM tidak aktif berolahraga (Tobing dkk, 2008).

Berdasarkan penelitian Wicaksono di Rumah Sakit Dr. Kariadi semarang (2011) dengan menggunakan kasus-kontrol bahwa terdapat hubungan bermakna antara kurangnya aktifitas fisik dengan kejadian DM dengan OR 3,00. Hal ini menunjukkan bahwa orang yang kurang olahraga (aktifitas fisik) memiliki risiko 3 kali terjadi DM

f. Infeksi dan Penyakit

Mikroorganisme seperti bakteri dan virus dapat menginfeksi pankreas sehingga menimbulkan radang pankreas. Hal itu menyebabkan sel beta pada pankreas tidak bekerja optimal dalam mensekresi insulin. Beberapa penyakit tertentu, seperti kolesterol tinggi dan displidemia dapat meningkatkan resiko terkena DM (Wijayakusuma, 2008).


(42)

2.7. Komplikasi Diabetes Mellitus 2.7.1. Komplikasi Akut

1. Hipoglikemia

Hipoglikemia ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah < 60 mg/dL. Hipoglikemia pada pasien DM tipe1 dan DM tipe 2 merupakan faktor penghambat utama dalam mencapai sasaran kendali glukosa darah normal atau mendekati. Faktor utama terjadinya hipoglikemia adalah ketergantungan jaringan saraf pada asupan glukosa yang berkelanjutan. Hipoglikemia timbul akibat peningkatan kadar insulin yang kurang tepat, baik sesudah penyuntikan insulin atau karena obat yang meningkatkan insulin seperti sulfonilurea. Pernderita DM rentan terhadap komplikasi hipoglikemia sekitar 2 jam sesudah makan sampai waktu makan berikutnya. Oleh karena itu hipoglikemia sangat tinggi pada saat makan dan malam hari.

Pada pasien DM tipe 2 jarang terjadi hipoglikemia berat, (Soemadji, 2009) lebih sering terjadi pada pasien DM tipe 1. Insiden hipoglikemia sebagai komplikasi dapat dikurangi dengan meningkatkan pemantauan gula darah. Gejala hipoglikemia dapat terdiri dari gejala neurogenik berupa berkeringat, lapar, rasa bergetar disekitar mulut, tremor, pucat, berdebar-debar, dan lemas. Selain itu ada juga gejala neuroglikopenik berupa lemah, sakit kepala, gangguan penglihatan, bicara tidak jelas, sulit berkonsentrasi, lelah, mengantuk, mudah marah, bingung, kejang dan koma (Rustama dkk, 2010).


(43)

2. Hiperglikemia

Hiperglikemia adalah keadaan kelebihan gula darah yang disebabkan oleh makan secara berlebihan, stress, emosional, penghentian obat secara mendadak. Hiperglikemia dapat mengakibatkan ketoasidosis diabetik (KAD) dan koma hiperosmolar hiperglikemik nonketotik (HHNK) .

a. Ketoasidosis Diabetik ( KAD)

Ketoasidosis diabetik adalah keadaan dekompensasi-kekacauan metabolik yang ditandai oleh trias hiperglikemia, asidosis dan ketoasidosis terutama disebabkan oleh defisiensi insulin absolut atau relatif dan peningkatan hormon kontra regulator (glukagon, katekolamin, kortisol dan hormon pertumbuhan). Keadaan tersebut menyebabkan produksi glukosa hati meningkat dan glukosa sel tubuh menurun. KAD merupakan komplikasi akut DM yang serius dan membutuhkan pengelolaan gawat darurat. Akibat dieuresis osmotik, KAD biasanya mengalami dehidrasi berat dan bahkan dapat sampai menyebabkan syok (Soewando, 2009). KAD merupakan penyebab tersering kematian yang berhubungan dengan DM tipe 1 salah satu komplikasi terberatnya adalah edema otak yang terjadi pada sekitar 0,5-0,9 % kasus KAD dan menyebabkan 21-24 % kematian (Rustama dkk, 2010).

b. Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Non Ketotik (HHNK)

Koma hiperosmolar hiperglikemia non ketotik ditandai oleh hiperglikemia, hipersmolar tanpa disertai adanya ketosis. HHNK lebih sering ditemukan pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki, biasanya terjadi pada orang lanjut usia. Penyebabnya antara lain: infeksi, pengobatan, noncompliance, DM tidak


(44)

terdiagnosis, penyalahgunaan obat, dan penyakit penyerta. Infeksi merupakan penyebab tersering (57,1%). Faktor yang memulai HHNK adalah diuresis glukosuria. Glukosuria menyebabkan kegagalan pada ginjal dalam mengkonsentrasikan urin yang akan semakin memperberat derajat kehilangan air. Hiperglikemia menyebabkan diuresis osmotik dan penurunan cairan tubuh total. Terjadi peningkatan konsentrasi protein plasma yang mengikuti hilangnya cairan intravaskular menyebabkan keadaan hipersmolar. Keadaan ini memicu sekresi hormon anti diuretik dan rasa haus.

Pada hiperglikemia dan hipersmolar akan timbul dehirasi dan kemudian hipovolemia. Hipovolemia akan mengakibatkan hipotensi dan nantinya menyebabkan gangguan pada perfusi jaringan. Keadaan koma merupakan stadium terakhir dari hiperglikemia dimana telah timbul gangguan elektrolit berat. Keluhan pasien HHNK adalah rasa lemah, gangguan penglihatan, atau kaki kejang. Dapat pula ditemukan keluhan mual dan muntah namun lebih jarang jika dibandingkan dengan KAD. Kadang disertai keluhan saraf seperti letargi, disorientasi, hemiparesis, kejang atau koma (Soewando, 2009).

2.7.2. Komplikasi Kronik

Komplikasi kronik jangka panjang atau dapat disebut juga dengan komplikasi vaskular jangka DM melibatkan pembuluh pembuluh kecil (mikrovaskular) dan pembuluh pembuluh sedang dan besar (makrovaskular). Menurut Tjokroprawiro (2011) risiko terjadinya komplikasi pada penderita DM adalah 2 kali lebih mudah mengalami stroke, dua puluh 25 kali lebih mudah mengalami buta, 2 kali lebih mudah mengalami PJK (Penyakit Jantung Koroner),


(45)

17 kali lebih mudah mengalami gagal ginjal kronik, dan 5 kali lebih mudah mengalami selulitis atau ganggrene.

1. Komplikasi Mikrovaskular a. Retinopati Diabetik

Retinopati diabetik merupakan penyebab kebutaan paling sering ditemukan pada usia 20-74 tahun. Resikonya 25 kali lebih mudah mengalami kebutaan dibandingkan dengan nondiabetes. Resikonya meningkat sejalan dengan lamanya diabetes. Pada waktu diagnosis DM tipe 1 ditegakkan retinopati diabetik hanya ditemukan < 5% dari pasien. Setelah 10 tahun prevalensi meningkat menjadi 40-50% dan setelah 20 tahun > 90 % pasien. Pada diabetes tipe 2 ketika diagnosis ditegakkan 25 % retinopati diabetik nonpoliferatif dan setelah 20 tahun meningkat menjadi 60 % (Pandelaki, 2009).

Retinopati diabetik disebabkan oleh perubahan dalam pembuluh-pembuluh darah kecil pada retina mata. Retina merupakan bagian mata yang menerima bayangan dan mengirimkan informasi bayangan tersebut ke otak (Smeltzer dan bare, 2001). Faktor resiko timbulnya retinopati adalah kadar gula yang tidak terkontrol, durasi diabetes, hipertensi, hiperlipidemia dan merokok. Retinopati diabetik sering tidak bergejala hingga kelainan yang berat atau kerusakan retina yang ireversibel sudah terjadi (Rustama dkk, 2010).

c. Nefropati Diabetik

Nefropati diabetik pada DM ditandai dengan albuminuria menetap (>300 mg/24 jam) pada minimal dua kali pemeriksaan dalam kurun waktu 3-6 bulan. Di Amerika dan Eropa nefropati merupakan penyebab utama gagal ginjal terminal


(46)

dan merupakan salah satu penyebab kematian tertinggi diantara semua komplikasi DM dan penyebab kematian tersering karena komplikasi kardiovaskuler (Hendromartono, 2009). Pada DM tipe 1 sering memperlihatkan tanda-tanda penyakit renal setelah 15-20 tahun kemudian, sementara pada DM tipe 2 dapat terkana renal dalam waktu 10 tahun sejak diagnosa DM (Soewando, 2009).

d. Neuropati Diabetik

Neuropati diabetik merupakan salah satu komplikasi kronis yang paling sering ditemukan pada DM. Resiko yang dihadapi pasien DM dengan neuropati diabetik ialah infeksi berulang, ulkus yang tidak sembuh-sembuh dan amputasi jari/kaki. Manifestasi neuropati sangat bervariasi, mulai dari tidak ada keluhan dan hanya bisa terdeteksi dengan pemeriksaan elektro fisiologis hingga keluhan nyeri yang hebat. Bisa juga keluhan dalam bentuk neuropati lokal atau sistemik tergantung pada lokasi dan jenis saraf yang terkena lesi (Subekti, 2009).Neuropati DM dapat menyerang semua tipe saraf termasuk perifer, otonom dan spinal.

Prevalensi neuropati meningkat bersamaan dengan pertambahan usia penderita dan lamanya panyakit DM. prevalensi dapat meningkat 50 % pada pasien menderita DM selama 25 tahun. Kenaikan glukosa selama bertahun-tahun telah membawa implikasi pada neuropati (Smeltzer dan Bare, 2001).

2. Komplikasi Makrovaskular

a. Gangguan Pada kaki (Kaki Diabetes)

Kaki diabetes merupakan salah satu komplikasi yang paling ditakuti, karena sering berakhir dengan kecacatan dan kematian. Di Indonesia kaki diabetes masih merupakan masalah yang rumit dan tidak terkelola dengan maksimal.


(47)

Terjadinya masalah kaki diabetes diawali dengan adanya hiperglikemia pada penyandang DM yang menyebabkan kelainan neuropati dan kelainan pada pembuluh darah. Kelainan ini menyebabkan terjadinya perubahan pada kulit dan otot kemudian terjadi perubahan distribusi tekanan pada telapak kaki dan selanjuntnya mempermudah terjadinya ulkus. Adanya kerentanan infeksi menyebabkan infeksi mudah merebak menjadi infeksi yang luas (Waspadji, 2009)

b. Gangguan Pada Pembuluh Darah

Kerusakan pada pembuluh darah karena DM akan mengakibatkan masalah pada jantung dan otak, serta gangguan pada pembuluh darah kaki akibatnya sirkulasi terganggu, terjadi peningkatan tekanan darah (hipertensi) dan infark hati dan cerebral. Penyempitan pembuluh darah disebabkan adanya tumpukan lemak pada dinding pembuluh darah. Penumpukan ini tidak hanya terjadi karena pola makan yang tidak normal tetapi juga disebabkan oleh kontrol metabolisme glukosa dalam hati tidak normal. Komplikasi dapat mengenai pembuluh darah arteri yang lebih besar sehingga terjadi aterosklorosis. Perubahan ini menyebabkan meningginya LDL-kolesterol dan trigliserida serta menurunnya HDL kolesterol (Tobing dkk, 2008).

c. Gangguan Fungsi Jantung

Gangguan pada pembuluh darah akan mengakibatkan aliran darah ke jantung terhambat atau terjadi iskhemia (kekurangan oksigen di otot jantung), timbul angina pectoris bahkan akhirnya dapat menyebabkan serangan jantung dan hingga gagal jantung(Tobing dkk, 2008).


(48)

d. Gangguan Fungsi Pembuluh Otak

Pasien DM sering merasakan berat dibelakang kepala, leher, dan pundak, pusing (vertigo) serta pendengaran dan penglihatan terganggu. Jika hal ini dibiarkan, gangguan neurologis akan muncul, misalnya dalam bentuk stroke yang disebabkan penyumbatan atau pendarahan (Tobing dkk, 2008).

e. Gangguan Pada Paru

Pada penderita DM biasanya lebih mudah terserang infeksi Tuberkulosis Paru dibandingkan orang biasa, sekalipun penderita bergizi baik dan secara sosioekonomi cukup. DM memperberat infeksi paru, demikian pula sebaliknya sakit paru akan menaikkan glukosa darah (Ndraha, 2014).

f. Gangguan Pada Sistem Pencernaan

Mengidap DM terlalu lama dpat mengakibatatkan urat saraf yang memelihara lambung akan rusak sehingga fungsi lambung untuk menghancurkan makanan menjadi lemah. Hal ini menyebabkan lambung menjadi bergelembung sehingga proses pengosongan lambung terganggu dan makanan lebih lama tertinggal lambung. Keadaan ini akan menimbulkan rasa mual, perut mudah terasa penuh, kembung, makan tidak lekas turun, kadang timbul terasa sakit di ulu hati atau makanan terhenti dalam dada, hal ini adalah akibat dari gangguan saraf otonom pada lambung dan usus. Keluhan gangguan saluran pencernaan bisa juga timbul akibat pemakaian obat-obatan yang diminum.(Tjokroprawiro, 2011).


(49)

2.8. Pencegahan Diabetes Mellitus

Pencegahan DM terdiri dari 3 cara yaitu: pencegahan primer, pencegahan sekunder, dan pencegahan tersier.

2.8.1. Pencegahan Primer

Pencegahan primer adalah semua aktivitas yang ditujukan untuk mencegah timbulnya hiperglikemia pada individu yang beresiko untuk jadi DM atau pada populasi umum. Pencegahan primer adalah cara yang paling sulit karena yang menjadi sasarannya adalah orang-orang yang belum sakit. Pada pencegahan ini dilakukan dengan memprogandakan pola hidup yang sehat dan menghindri pola hidup beresiko. Menjelaskan kepada masyarakat bahwa mencegah lebih baik dari pada mengobati. Kampanye makanan sehat dengan pola tradisional yang mengandung lemak rendah atau pola makanan seimbang.

Selain makanan juga pola hidup beresiko lainnya juga harus dihindari. Menjaga berat badan agar tidak gemuk, dengan olahraga teratur hal ini merupakan pencegahan primer yang efektif dan murah (Suyono, 2009).Pola hidup yang salah juga perlu dihindari seperti berhenti merokok dan mengurangi konsumsi alkohol, menghindari stress serta menghindari obat-obatan yang dapat menimbulkan DM (Tobing dkk, 2008).

2.8.2. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder merupakan suatu tindakan untuk menemukan penderita DM sedini mungkin misalnya dengan tes penyaringan terutama pada populasi beresiko tinggi, dengan demikian pasien DM yang tidak terdiagnosis


(50)

dapat terjaring sehingga dapat dilakukan upaya untuk mencegah komplikasi atau bila sudah ada komplikasi masih reversibel.

Syarat untuk mencegah komplikasi adalah kadar glukosa harus selalu terkendali mendekati angka normal sepanjang hari. Tekanan darah dan kadar lipid juga harus normal, supaya tidak terjadi resistensi insulin. Dalam pencegahan sekunder ini diutamakan dulu cara-cara nonfarmakologis secara maksimal, misalnya dengan diet dan olahraga. Bila tidak berhasil baru menggunakan obat baik oral maupun insulin.

Pada pencegahan sekunder, penyuluhan tentang pola hidup sehat sperti pencegahan sekunder perlu dilaksanakan. Ditambah dengan pelayanan kesehatan primer di pusat-pusat pelayanan kesehatan mulai dari rumah sakit A sampai unit paling depan yaitu puskesmas. Penyuluhan dilakukan kepada pasien dan juga keluarganya tentang berbagai hal mengenai penatalaksanaan dan pencegahan komplikasi (Suyono, 2009).

Menurut Perkeni (2011); Gunawan dan Sulistia (2007) didalam upaya pencegahan sekunder diperlukan intervensi farmakoligis antara lain:

a. Obat Hipoglikemik Oral (OHO)

OHO biasanya diberikan pada penderita DM tipe 2 yang tidak dapat dikontrol hanya dengan diet dan latihan fisik saja berdasarkan cara kerjanya digolongkan menjadi:

1. Pemicu sekresi insulin : Sulfonilurea dan glinid

Golongan Sulfonilurea mempunyai efek utama meningkatkan sekresi oleh sel beta pankreas yang merupakan pilihan utama untuk pasien berat


(51)

badan normal atau kurang, Sulfonilurea kerja panjang tidak dianjurkan pada orang tua, gangguan faal hati dan ginjal serta malnutrisi. Sedangkan golongan glinid cara kerjanya sama dengan Sulfonilurea namun lebih ditekankan pada sekresi insulin fase pertama yang baik untuk mengatasi hiperglikemia postprandial.

2. Peningkat sensivitas insulin: biguanid dan tiazolidindion

Golongan biguanid yang banyak digunakan adalah metformin. Metformin menurunkan glukosa darah melalui pengaruhnya terhadap kerja insulin pada tingkat seluler, distal reseptor insulin dan menurunkan produksi glukosa hati. Merupakan pilihan utama untuk penderita DM yang gemuk disertai displidemia dan resistensi insulin. Tiazolidindion menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, obat ini dikontraindikasikan pada gagal jantung karena meningkatkan retensi cairan.

3. Penghambat glukoneogenesis: biguanid

Selain menurunkan resistensi insulin, metformin juga mengurangi produksi glukosa hati, dikontraindikasikan pada gangguan fungsi ginjal dengan kreatinin serum > 1,5 mg/dL, gangguan fungsi hati, serta pasien dengan kecenderungan hipoksemia seperti pada sepsis.

4. Penghambat glukosidase alfa : Acarbose

Acarbose Bekerja dengan mengurangi absorbsi glukosa di usus halus. Acarbose mempunyai efek samping pada saluran cerna yaitu kembung dan flatulens. Menghambat dipeptidyl peptidase-4 (DPP-4) Glucagon-like


(52)

peptide-1 (GLP-1) merupakan suatu hormon peptide yang dihasilkan oleh sel L di mukosa usus. Peptida ini disekresi bila ada makanan yang masuk. GLP-1 merupakan perangsang kuat bagi insulin dan penghambat glukagon. Namun GLP-1 secara cepat diubah menjadi metabolik yang tidak aktif oleh enzim DPP-4. Penghambat DPP-4 dapat meningkatkan penglepasan insulin dan menghambat penglepasan glukagon.

b. Insulin

Insulin masih merupakan obat utama untuk DM tipe 1 demi kelangsungan hidup penderita. Beberapa jenis DM tipe 2, yang tidak dapat diatasi hanya dengan diet dan atau OHO, pasien DM gestasional, DM dengan ketoasidosis, koma non ketososis, atau komplikasi lain, sebelum tindakan operasi. Tujuan pemberian insulin pada semua keadaan tersebut bukan hanya untuk menormalkan glukosa darah tetapi juga memperbaiki semua aspek metabolisme. Keadaan mendekati normaglisemia dicapai pada DM dengan multiple dosis harian insulin, tujuannya mencapai glukosa darah puasa 90-120 mg/dL, glukosa postprandial < 150 mg/dL, HbA1C < 7%. Pada pasien kurang patuh terhadap terapi mungkin perlu dicapai nilai glukosa darah yang lebih tinggi (140 mg/dL) dan postprandial 200-250 mg/dL (Gunawan dan sulistia, 2007).

2.8.3. Pencegahan Tersier

Pencegahan tersier merupakan upaya mencegah komplikasi atau kecacatan akibat komplikasi. Upaya ini dilakukan untuk mencegah berlanjutnya komplikasi supaya tidak menjurus kepada penyakit organ lainnya dan mencegah terjadinya


(53)

kecacatan disebabkan oleh karena kegagalan organ atau jaringan. Dalam upaya ini diperlukan kerjasama yang baik antara pasien dengan dokter maupun antara dokter ahli diabetes dengan dokter yang terkait dengan komplikasinya. Dalam hal ini penyuluhan sangat dibutuhkan untuk meningkatkan motivasi pasien dalam mengendalikan diabetesnya (Suyono, 2009).

2.9. Kerangka Konsep

Karakteristik penderita DM dengan komplikasi

1. Sosiodemografi : Umur

Jenis Kelamin Suku

Agama Pendidikan Pekerjaan Tempat Tinggal 2. Keluhan Utama 3. Jenis Komplikasi 4. Pemeriksaan HBA1c :

Ada tidaknya pemeriksaan Kadar pemeriksaan

5. Pengobatan 6. Sumber Biaya

7. Lama rawatan rata-rata 8. Keadaan sewaktu pulang


(54)

35

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian yang bersifat deskriptif dengan menggunakan desain case series.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan yang berada di Jl. Haji Misbah No.7 Medan Sumatera Utara. Pemilihan lokasi penelitian didasari atas pertimbangan bahwa di Rumah Sakit St. Elisabeth memiliki pencatatan data rekam medik tentang kasus penyakit DM tipe 2 dengan komplikasi.

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan sejak bulan Februari - Agustus 2015.

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah data seluruh penderita DM tipe 2 dengan komplikasi yang dirawat inap di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan dengan jumlah penderita sebanyak 141 orang pada tahun 2012-2013.

3.3.2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh data penderita DM tipe 2 dengan komplikasi yang dirawat inap di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan tahun 2012-2013, besar sampel adalah sama dengan jumlah populasi.


(55)

3.4. Metode Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan adalah data sekunder yang tercatat pada kartu status penderita DM tipe 2 dengan komplikasi yang dirawat inap di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan tahun 2012-2013 dan dicatat sesuai dengan variabel yang diteliti.

3.5. Analisis Data

Data yang telah terkumpul diolah dengan menggunakan bantuan komputer program SPSS (Statistical Product and Service Solution). Data dianalisis dengan menggunakan uji chi-square, dan t-test. Kemudian data disajikan dalam bentuk narasi, tabel distribusi proporsi, diagram pie, dan diagram bar.

3.6. Defenisi Operasional

3.6.1. Penderita DM tipe 2 dengan komplikasi adalah semua pasien yang dinyatakan menderita DM tipe 2 dengan komplikasi yang dirawat inap berdasarkan diagnosis dokter sesuai dengan yang tercatat pada kartu status.

3.6.2. Sosiodemografi terdiri dari:

a. Umur adalah usia penderita DM tipe 2 dengan komplikasi sesuai dengan yang tercatat pada kartu status pasien dan dikategorikan dengan kelompok umur yang beresiko untuk terjadinya DM, yaitu:

1. ≤ 35 tahun (dewasa awal)

2. 36-45tahun (dewasa akhir) 3. 46-55 tahun (lansia awal) 4. 56-65 tahun (lansia Akhir) 5. > 65 tahun (Manula)


(56)

Untuk analisa statistik, kelompok umur dikategorikan atas:

1. ≤ 45 tahun

2. > 45 tahun

b. Jenis kelamin adalah jenis kelamin penderita DM tipe 2 dengan komplikasi sesuai dengan yang tercatat di kartu status pasien, dikelompokkan atas:

1. Laki-laki 2. Perempuan

c. Suku adalah etnik atau ras yang melekat pada diri penderita DM tipe 2 dengan komplikasi sesuai dengan yang tercatat pada kartu status pasien, dikelompokkan atas:

1. Jawa 2. Batak 3. Nias 4. Aceh 5. Lain-lain

d. Agama adalah kepercayaan atau keyakinan yang dianut oleh penderita DM tipe 2 dengan komplikasi sesuai dengan yang tercatat pada kartu status pasien, dikelompokkan atas:

1. Islam

2. Kristen Protestan 3. Katolik

4. Budha

e. Pekerjaan adalah kegiatan atau rutinitas penderita DM tipe 2 dengan komplikasi untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga sesuai dengan yang tercatat pada kartu status pasien, dikelompokkan atas:

1. PNS/BUMN 2. Pensiunan 3. Pegawai swasta


(1)

Chi-Square Tests Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided) Pearson Chi-Square .005a 1 .943

Continuity Correctionb .000 1 1.000

Likelihood Ratio .005 1 .943

Fisher's Exact Test 1.000 .638

Linear-by-Linear Association

.005 1 .943

N of Valid Cases 141

a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,94. b. Computed only for a 2x2 table

Case Processing Summary Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent Kategori komplikasi * Jenis

kelamin

141 100.0% 0 .0% 141 100.0%

Kategori komplikasi * Jenis kelamin Crosstabulation Jenis kelamin

Total Laki-laki Perempuan

Kategori komplikasi Komplikasi akut Count 3 8 11 % within Kategori

komplikasi

27.3% 72.7% 100.0% % within Jenis kelamin 4.1% 11.9% 7.8%

% of Total 2.1% 5.7% 7.8%

Komplikasi kronik Count 71 59 130

% within Kategori komplikasi

54.6% 45.4% 100.0% % within Jenis kelamin 95.9% 88.1% 92.2% % of Total 50.4% 41.8% 92.2%

Total Count 74 67 141

% within Kategori komplikasi

52.5% 47.5% 100.0% % within Jenis kelamin 100.0% 100.0% 100.0% % of Total 52.5% 47.5% 100.0%


(2)

Chi-Square Tests Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided) Pearson Chi-Square 3.040a 1 .081

Continuity Correctionb 2.043 1 .153

Likelihood Ratio 3.120 1 .077

Fisher's Exact Test .116 .076

Linear-by-Linear Association

3.019 1 .082

N of Valid Cases 141

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,23. b. Computed only for a 2x2 table

Case Processing Summary Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent Pengobatan * Kategori

komplikasi

141 100.0% 0 .0% 141 100.0%

Pengobatan * Kategori komplikasi Crosstabulation

Kategori komplikasi

Total Komplikasi

akut

Komplikasi kronik Pengobatan Obat Hipoglikemik Oral

(OHO)

Count 8 76 84

% within Pengobatan 9.5% 90.5% 100.0% % within Kategori

komplikasi

72.7% 58.5% 59.6%

% of Total 5.7% 53.9% 59.6%

Insulin Count 2 38 40

% within Pengobatan 5.0% 95.0% 100.0% % within Kategori

komplikasi

18.2% 29.2% 28.4%

% of Total 1.4% 27.0% 28.4%

OHO dan Insulin Count 1 16 17

% within Pengobatan 5.9% 94.1% 100.0% % within Kategori

komplikasi

9.1% 12.3% 12.1%


(3)

Total Count 11 130 141 % within Pengobatan 7.8% 92.2% 100.0% % within Kategori

komplikasi

100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 7.8% 92.2% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square .870a 2 .647

Likelihood Ratio .915 2 .633

Linear-by-Linear Association .627 1 .428

N of Valid Cases 141

a. 2 cells (33,3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,33.

Case Processing Summary Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent keadaan pulang * Kategori

komplikasi

141 100.0% 0 .0% 141 100.0%

keadaan pulang * Kategori komplikasi Crosstabulation Kategori komplikasi

Total Komplikasi

akut

Komplikasi kronik keadaan

pulang

Pulang Berobat Jalan Count 6 93 99

% within keadaan pulang

6.1% 93.9% 100.0% % within Kategori

komplikasi

54.5% 71.5% 70.2%

% of Total 4.3% 66.0% 70.2%

Pulang Atas Permintaan Sendiri

Count 3 29 32

% within keadaan pulang

9.4% 90.6% 100.0% % within Kategori

komplikasi

27.3% 22.3% 22.7%


(4)

Meninggal Count 2 8 10 % within keadaan

pulang

20.0% 80.0% 100.0% % within Kategori

komplikasi

18.2% 6.2% 7.1%

% of Total 1.4% 5.7% 7.1%

Total Count 11 130 141

% within keadaan pulang

7.8% 92.2% 100.0% % within Kategori

komplikasi

100.0% 100.0% 100.0% % of Total 7.8% 92.2% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 2.596a 2 .273

Likelihood Ratio 2.048 2 .359

Linear-by-Linear Association 2.264 1 .132

N of Valid Cases 141

a. 2 cells (33,3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,78.

T-Test

Group Statistics

Kategori komplikasi N Mean Std. Deviation Std. Error Mean Lama rawatan (hari) Komplikasi akut 11 5.45 4.865 1.467 Komplikasi kronik 130 6.33 5.110 .448

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of Variances

t-test for Equality of

Means

F Sig. t

Lama rawatan (hari) Equal variances assumed .060 .807 -.548 Equal variances not

assumed

-.571

Independent Samples Test


(5)

df Sig. (2-tailed) Mean Difference Lama rawatan (hari) Equal variances assumed 139 .585 -.876

Equal variances not assumed

11.946 .578 -.876

Independent Samples Test

t-test for Equality of Means

95% Confidence Interval of the Difference

Std. Error

Difference Lower Upper Lama rawatan (hari) Equal variances assumed 1.599 -4.038 2.286

Equal variances not assumed

1.534 -4.220 2.468

Group Statistics

Biaya analisis N Mean Std. Deviation

Std. Error Mean Lama rawatan (hari) Biaya sendiri 125 6.14 5.005 .448

bukan biaya sendiri 16 7.25 5.710 1.427

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of Variances

t-test for Equality of

Means

F Sig. t

Lama rawatan (hari) Equal variances assumed .882 .349 -.825 Equal variances not

assumed

-.745

Independent Samples Test

t-test for Equality of Means

df Sig. (2-tailed) Mean Difference Lama rawatan (hari) Equal variances assumed 139 .411 -1.114

Equal variances not assumed


(6)

Independent Samples Test

t-test for Equality of Means

95% Confidence Interval of the Difference

Std. Error

Difference Lower Upper Lama rawatan (hari) Equal variances assumed 1.350 -3.784 1.556

Equal variances not assumed


Dokumen yang terkait

Karakteristik Penderita Carcinoma Nasopharynx Rawat Inap di Rumah Sakit St. Alisabeth Medan Tahun 2002-2007

0 54 94

Karakteristik Penderita Diabetes Mellitus yang Dirawat Inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2010.

3 49 110

Karakteristik Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 dengan Komplikasi yang Dirawat Inap di Rumah Sakit Umum (RSUD) Gunungsitoli Tahun 2015

0 0 17

Karakteristik Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 dengan Komplikasi yang Dirawat Inap di Rumah Sakit Umum (RSUD) Gunungsitoli Tahun 2015

0 0 2

Karakteristik Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 dengan Komplikasi yang Dirawat Inap di Rumah Sakit Umum (RSUD) Gunungsitoli Tahun 2015

0 0 6

Karakteristik Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 dengan Komplikasi yang Dirawat Inap di Rumah Sakit Umum (RSUD) Gunungsitoli Tahun 2015

1 1 24

KARAKTERISTIK PENDERITA DIABETES MELLITUS TIPE 2 DENGAN KOMPLIKASI YANG DIRAWAT INAP DI RUMAH SAKIT SANTA ELISABETH MEDAN TAHUN 2012-2013

0 0 17

Karakteristik Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 dengan Komplikasi yang Dirawat Inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2012-2013

0 1 19

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Defenisi Diabetes Mellitus - Karakteristik Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 dengan Komplikasi yang Dirawat Inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2012-2013

0 1 26

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Karakteristik Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 dengan Komplikasi yang Dirawat Inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2012-2013

0 0 8