Prevalensi Anemia Pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 Yang Rawat Inap Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Pada Tahun 2012

(1)

PREVALENSI ANEMIA PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS TIPE 2 YANG RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT

HAJI ADAM MALIK MEDAN PADA TAHUN 2012

Oleh :

RESTU

100100039

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

PREVALENSI ANEMIA PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS TIPE 2 YANG RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT

HAJI ADAM MALIK MEDAN PADA TAHUN 2012

KARYA TULIS ILMIAH

Oleh :

RESTU

100100039

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Prevalensi Anemia pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 yang Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada Tahun 2012

Nama : Restu

NIM : 100100039

Pembimbing Penguji I

(dr. Suhartono, Sp.PD) (Prof. dr. M. Joesoef Simbolon Sp.KJ(K)) NIP. 197004262005021002 NIP. 194905181983121001

Penguji II

(dr. Dedi Ardinata, M.Kes, AIFM) NIP. 196812271998021002

Medan, Januari 2014

Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

(Prof.dr.Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH) NIP: 195402201980111001


(4)

ABSTRAK

Diabetes Mellitus tipe 2 merupakan penyakit kronik yang terjadi akibat pankres tidak mampu menghasilkan insulin yang cukup atau ketika tubuh tidak dapat secara efektif menggunakan insulin tersebut. DM tipe 2 dapat menyebabkan terjadinya anemia. Anemia yang terjadi pada penderita DM tipe 2 merupakan akibat dari kurangnya sintesis serta pelepasan eritropoietin dari ginjal, adanya peradangan sistemik, kekurangan zat besi dan adanya faktor iatrogenik, seperti penggunaan ACE Inhibitor. Anemia yang terjadi pada penderita diabetes masih sering diabaikan, padahal anemia ini dapat menurunkan kualitas hidup penderita diabetes.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar angka prevalensi anemia pada penderita DM tipe 2. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan desain penelitian cross sectional yang dilakukan di RSUP Haji Adam Malik Medan. Pengumpulan data dilakukan pada 280 data rekam medis penderita DM tipe 2 yang rawat inap di RSUP Haji Adam Malik Medan sejak Januari – Desember 2012. Sampel dipilih dengan menggunakan teknik total sampling.

Dari 280 sampel yang diteliti, dijumpai 184 orang (65,7%) mengalami anemia. Dari 184 orang yang mengalami anemia pada penderita DM tipe 2, 100 orang (54,3%) berjenis kelamin laki-laki dan 84 orang (45,7%) berjenis kelamin perempuan. Jadi, prevalensi anemia pada penderita DM tipe 2 yang rawat inap di RSUP Haji Adam Malik pada tahun 2012 adalah 184 orang (65,7%).


(5)

ABSTRACT

Type 2 Diabetes Mellitus is a chronic disease because of the failure of pancreas to produce adequate insulin or when the body can not use the insulin effectively. Type 2 Diabetes Mellitus can cause anemia. Anemia in patient with type 2 Diabetes Mellitus is because of inadequate synthesis and release of erythropoietin from the kidney, the presence of systemic inflammation, iron deficiency and the presence of iatrogenic factors, such as the use of ACE Inhibitors. Anemia in Diabetes Mellitus is still frequent neglected, whereas this anemia can decline the quality of life of patient with Diabetes Mellitus.

This study is aimed to determine how much number the prevalence of anemia in patients with type 2 Diabetes Mellitus. This study use descriptive method and cross-sectional design that has been collected in RSUP Haji Adam Malik Medan. Data collection was conducted at 280 medical records from hospitalized patient with type 2 Diabetes Mellitus in RSUP Haji Adam Malik Medan since January-December 2012. Samples were selected with a total sampling technique.

From the 280 samples that have been observed, 184 patients (65,7%) were anemia. From the 184 people who had anemia in patients with type 2 Diabetes Mellitus, 100 patients (54,3%) were male and 84 patients (45.7%) were female. So, the prevalence of anemia in patients with type 2 Diabetes Mellitus that have been hospitalized in RSUP Haji Adam Malik Medan in 2012 were 184 patients (65,7%).


(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas petunjuk ilmu yang dikaruniakan-Nya, penelitian berjudul Prevalensi Anemia pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada Tahun 2012 ini dapat diselesaikan. Besar harapan penulis penelitian ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu kedokteran, menjadi masukan yang berarti khususnya dalam upaya pencegahan dan pengobatan terhadap anemia pada penderita Diabetes Mellitus tipe 2.

Penelitian ini bisa diselesaikan akhirnya atas dukungan dari beberapa pihak. Penulis mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya kepada:

1. Prof. Dr.dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH, sebagai Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. dr. Suhartono, Sp.PD selaku Dosen Pembimbing dalam tugas Karya Tulis Ilmiah ini, atas segala kesabaran dalam membimbing dan memberikan ilmu.

3. Prof. dr. M. Joesoef Simbolon Sp.KJ(K) dan dr. Dedi Ardinata, M.Kes, AIFM selaku Dosen Penguji Karya Tulis Ilmiah ini, atas kritik dan saran yang membangun.

4. Pihak RSUP Haji Adam Malik Medan, atas izin penelitian yang diberikan.

5. Ayah dan Ibu penulis, Alm. Himsar dan Meri Desna, atas cinta dan kasih sayang serta dukungan yang diberikan kepada penulis. Ayah dan Ibu adalah sumber semangat hidup bagi penulis.

6. Seluruh saudara kandung, abangda Rivan, kakanda Ruri, dan adinda Rian yang telah memberikan semangat dan solusi dalam setiap masalah yang dihadapi oleh penulis.

7. Seluruh saudara penulis atas segala dukungan moril dan materil serta semangat yang diberikan kepada penulis.


(7)

8. Sahabat penulis, Siti Rahmah yang telah meluangkan waktu dan tenaganya untuk membantu penulis dalam menyeleaikan karya tulis ilmiah ini.

9. Seluruh sahabat serta teman-teman di PHBI FK USU, PEMA FK USU dan SCORE FK USU.

10.Seluruh sahabat dan teman-teman seperjuangan di FK USU yang telah memberikan nasihat dan semangat kepada penulis.

11.Semua pihak yang telah memberikan bantuan secara langsung maupun tidak langsung.

Meskipun berbagai upaya dan kerja keras telah dilakukan dalam penelitian ini, penulis yakin bahwa laporan hasil penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan. Semoga penelitian ini pada akhirnya dapat memberi manfaat yang bermakna bagi kemajuan ilmu kedokteran.

Medan, Desember 2013


(8)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR SINGKATAN ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang...1

1.2. Rumusan Masalah...4

1.3. Tujuan Penelitian...4

1.4. Manfaat Penelitian...6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... ....6

2.1. Diabetes Mellitus...6

2.1.1. Definisi Diabetes Mellitus...6

2.1.2. Epidemiologi Diabetes Mellitus...6

2.1.3. Klasifikasi Diabetes Mellitus...7

2.1.4. Faktor Resiko Diabetes Mellitus...10

2.1.5. Patogenesis Diabetes Mellitus...11

2.1.6. Biosintesis, Sekresi, dan Kerja Insulin...15

2.1.7. Gejala Klinis Diabetes Mellitus...18

2.1.8. Kriteria Diagnostik Diabetes Mellitus...19

2.1.9. Komplikasi Diabetes Mellitus ...20

2.2. Anemia...21

2.2.1. Definisi Anemia...21

2.2.2. Derajat Anemia...22


(9)

2.2.4. Gambaran Klinis Anemia...24

2.2.5. Gejala dan Tanda Anemia...25

2.3. Anemia pada Diabetes Mellitus...25

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 27

3.1. Kerangka Konsep ...27

3.2. Definisi Operasional...27

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 29

4.1. Jenis Penelitian...29

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian...29

4.3. Populasi dan Sampel...29

4.4. Teknik Pengumpulan Data...30

4.5. Pengolahan dan Analisis Data...30

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN...31

5.1. Hasil Penelitian...31

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian...31

5.1.2. Karakteristik Responden...31

5.1.3. Hasil Analisis Data...32

5.2. Pembahasan...34

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN...37

6.1. Kesimpulan...37

6.2. Saran...37

DAFTAR PUSTAKA ... 39 LAMPIRAN


(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 2.1. Kadar Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa sebagai

Patokan Penyaring dan Diagnosis DM... 19

Tabel 2.2. Klasifikasi Anemia Berdasarkan Etiologi... 22

Tabel 3.1. Definisi Operasional Penelitian... 27

Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan Jenis

Kelamin... 31

Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan Umur.... 32

Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Prevalensi Anemia pada

Penderita DM tipe 2... 33

Tabel 5.4. Distribusi Frekuensi Anemia pada Penderita DM

tipe 2 Berdasarkan Jenis Kelamin... 33

Tabel 5.5. Distribusi Frekuensi Anemia pada Penderita DM


(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar 2.1. Sekresi Insulin... 16

Gambar 2.2. Kerja Insulin... 18


(12)

DAFTAR SINGKATAN

Singkatan Kepanjangan

ACE-I Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor ADA American Diabetes Association

AIDS Acquired Immuno Deficiency Syndrome

ATP Adenosin Tri Phosphat

DM Diabetes Mellitus

2,3 DPG 2,3 Diphosphoglycerate

ESA Erythropoietin Stimulating Agents FPG Fasting Plasma Glucose

GAD Glutamat Dekarboksilase

GFR Glomerulus Filtration Rate GLUT Glucose Transporter

G6PD Glucose-6-Phosphat Dehidrogenase

Hb Hemoglobin

3HB 3-Beta-Hidroksibutirat HDL High Density Lipoprotein

HHS Hyperglycemic Hyperosmolar State HIV Human Immunodeficiency Virus IGT Impaired Glucose Tolerance

IL-6 Interleukin-6

IPF-1 Insulin Promoter Factor-1 IRSs Insulin Reseptor Substrates KAD Ketoasidosis Diabetik

MCH Mean Corpuscular Hemoglobin

MCV Mean Corpuscular Volume

MODY Maturity Onset Diabetes of the Young mRNA Messenger Ribonucleic Acid

RISKESDAS Riset Kesehatan Dasar


(13)

SPSS Statistic Package for Social Sciences TTGO Tes Toleransi Glukosa Oral

VLDL Very Low Density Lipoprotein WHO World Health Organization


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 Daftar Riwayat Hidup Peneliti LAMPIRAN 2 Ethical Clearance

LAMPIRAN 3 Surat Izin Penelitian LAMPIRAN 4 Data Induk


(15)

ABSTRAK

Diabetes Mellitus tipe 2 merupakan penyakit kronik yang terjadi akibat pankres tidak mampu menghasilkan insulin yang cukup atau ketika tubuh tidak dapat secara efektif menggunakan insulin tersebut. DM tipe 2 dapat menyebabkan terjadinya anemia. Anemia yang terjadi pada penderita DM tipe 2 merupakan akibat dari kurangnya sintesis serta pelepasan eritropoietin dari ginjal, adanya peradangan sistemik, kekurangan zat besi dan adanya faktor iatrogenik, seperti penggunaan ACE Inhibitor. Anemia yang terjadi pada penderita diabetes masih sering diabaikan, padahal anemia ini dapat menurunkan kualitas hidup penderita diabetes.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar angka prevalensi anemia pada penderita DM tipe 2. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan desain penelitian cross sectional yang dilakukan di RSUP Haji Adam Malik Medan. Pengumpulan data dilakukan pada 280 data rekam medis penderita DM tipe 2 yang rawat inap di RSUP Haji Adam Malik Medan sejak Januari – Desember 2012. Sampel dipilih dengan menggunakan teknik total sampling.

Dari 280 sampel yang diteliti, dijumpai 184 orang (65,7%) mengalami anemia. Dari 184 orang yang mengalami anemia pada penderita DM tipe 2, 100 orang (54,3%) berjenis kelamin laki-laki dan 84 orang (45,7%) berjenis kelamin perempuan. Jadi, prevalensi anemia pada penderita DM tipe 2 yang rawat inap di RSUP Haji Adam Malik pada tahun 2012 adalah 184 orang (65,7%).


(16)

ABSTRACT

Type 2 Diabetes Mellitus is a chronic disease because of the failure of pancreas to produce adequate insulin or when the body can not use the insulin effectively. Type 2 Diabetes Mellitus can cause anemia. Anemia in patient with type 2 Diabetes Mellitus is because of inadequate synthesis and release of erythropoietin from the kidney, the presence of systemic inflammation, iron deficiency and the presence of iatrogenic factors, such as the use of ACE Inhibitors. Anemia in Diabetes Mellitus is still frequent neglected, whereas this anemia can decline the quality of life of patient with Diabetes Mellitus.

This study is aimed to determine how much number the prevalence of anemia in patients with type 2 Diabetes Mellitus. This study use descriptive method and cross-sectional design that has been collected in RSUP Haji Adam Malik Medan. Data collection was conducted at 280 medical records from hospitalized patient with type 2 Diabetes Mellitus in RSUP Haji Adam Malik Medan since January-December 2012. Samples were selected with a total sampling technique.

From the 280 samples that have been observed, 184 patients (65,7%) were anemia. From the 184 people who had anemia in patients with type 2 Diabetes Mellitus, 100 patients (54,3%) were male and 84 patients (45.7%) were female. So, the prevalence of anemia in patients with type 2 Diabetes Mellitus that have been hospitalized in RSUP Haji Adam Malik Medan in 2012 were 184 patients (65,7%).


(17)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu penyakit Non-Communicable Disease (penyakit tidak menular) yang paling sering terjadi di dunia. DM merupakan penyakit kronik yang terjadi akibat pankreas tidak mampu menghasilkan insulin yang cukup atau ketika tubuh tidak dapat secara efektif menggunakan insulin tersebut. Hal ini akan menyebabkan peningkatan konsentrasi glukosa dalam darah atau hiperglikemia (WHO, 2011). Keadaan hiperglikemia ini jika berlangsung terus-menerus akan mengakibatkan kerusakan dan kegagalan berbagai organ terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah (ADA, 2012).

Diabetes Mellitus telah dikategorikan sebagai penyakit global oleh Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO). Jumlah penderita DM ini meningkat di setiap negara. Berdasarkan data dari WHO (2006), diperkirakan terdapat 171 juta orang di dunia menderita diabetes pada tahun 2000 dan menyebabkan kematian sebanyak 3,2 juta jiwa. WHO memprediksi akan terjadi peningkatan menjadi 366 juta penderita pada tahun 2030 (Animesh, 2006).

Sepuluh besar negara dengan prevalensi DM tertinggi di dunia pada tahun 2000 adalah India, Cina, Amerika, Indonesia, Jepang, Pakistan, Rusia, Brazil, Italia, dan Bangladesh. Pada tahun 2030 India, Cina, dan Amerika diprediksikan tetap menduduki posisi tiga teratas negara dengan prevalensi DM tertinggi. Sementara, Indonesia diprediksikan akan tetap berada dalam sepuluh besar negara dengan prevalensi DM tertinggi pada tahun 2030 (Wild, Roglic, Green, et al, 2004).

Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, Diabetes Mellitus merupakan salah satu penyakit tidak menular. Di Indonesia, penyakit tidak menular telah menjadi masalah yang cukup besar. Secara epidemiologi, ini ditandai dengan bergesernya pola penyakit dari penyakit menular yang prevalensinya menurun ke


(18)

penyakit tidak menular yang secara global meningkat di dunia dan di Indonesia menduduki posisi sepuluh besar penyakit penyebab kematian dan kasus terbanyak, salah satunya adalah Diabetes Mellitus (Depkes, 2008).

Di kota Medan, sejak bulan September hingga Oktober 2009 DM merupakan penyakit dengan angka kejadian terbanyak (Dinkes dalam Palanimuthu, 2010). Berdasarkan survei awal yang dilakukan oleh peneliti di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan, diperoleh data pada tahun 2011 sampai 2012 terdapat 375 pasien rawat inap dengan diagnosis DM. Sedangkan untuk rawat jalan pada tahun 2013 terdapat 7023 kunjungan pasien DM.

Indonesia menduduki posisi keempat dunia setelah India, Cina, dan Amerika dalam prevalensi DM. Pada tahun 2000 masyarakat Indonesia yang menderita DM adalah sebesar 8,4 juta jiwa dan diprediksi akan meningkat pada tahun 2030 menjadi 21,3 juta jiwa. Data ini menunjukkan bahwa angka kejadian DM tidak hanya tinggi di negara maju tetapi juga di negara berkembang, seperti Indonesia. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) pada tahun 2007 menunjukkan bahwa secara nasional, prevalensi DM berdasarkan diagnosis oleh tenaga kesehatan dan adanya gejala adalah sebesar 1,1%. Sedangkan prevalensi berdasarkan hasil pengukuran kadar gula darah pada penduduk umur lebih dari lima belas tahun di daerah perkotaan adalah sebesar 5,7% (Depkes, 2008).

Terdapat dua tipe utama Diabetes Mellitus yaitu Diabetes Mellitus tipe 1 dan Diabetes Mellitus tipe 2. Peningkatan prevalensi DM tipe 2 jauh lebih cepat dibandingkan dengan DM tipe 1. Hal ini disebabkan oleh adanya peningkatan angka obesitas dan penurunan aktivitas fisik yang sangat berpengaruh dalam proses terjadinya DM tipe 2 (Powers, 2005). Selain itu, pola hidup yang cenderung dimodernisasi dan teknologi yang berkembang pesat berperan dalam meningkatkan insidensi DM tipe 2 (Thejaswini, Dayananda, Chandrakala, et al., 2012).

Keadaan hiperglikemia kronis pada DM berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, gangguan fungsi dan kegagalan berbagai organ, terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah. Komplikasi jangka panjang DM antara


(19)

lain retinopati yang berpotensi menyebabkan kehilangan penglihatan, nefropati yang mengarah ke gagal ginjal, neuropati perifer dengan resiko ulkus kaki dan amputasi, dan neuropati otonom yang menyebabkan gangguan gastrointestinal, genitourinari, gejala kardiovaskular dan disfungsi seksual (ADA, 2012).

Salah satu komplikasi DM tipe 2 adalah penyakit ginjal kronis (Chronic Kidney Disease) yang mana insidensinya juga semakin tinggi di dunia (Qing, Xiao, Liu, et al., 2012). Pada pasien DM dengan komplikasi ini, anemia yang sering ditemukan merupakan akibat dari kurangnya sintesis serta pelepasan eritropoietin dari ginjal. Selain gagal ginjal kronik, anemia pada penderita DM terjadi oleh karena adanya peradangan sistemik, kekurangan zat besi dan juga adanya faktor iatrogenik, seperti penggunaan Angiotensin Converting Enzyme inhibitor (ACE-I). Terjadiya anemia pada penyakit ginjal kronik berhubungan dengan penurunan Glomerulus Filtrarion Rate (GFR) dan keadaan ini dianggap menjadi faktor risiko yang penting pada gangguan di sistem kardiovaskular (Bonakdaran, Gharebaghi, Vahedian, 2011).

Keadaan anemia sering ditemukan pada pasien DM. Anemia merupakan komplikasi umum dan lebih sering terjadi pada orang dengan diabetes dibandingkan orang tanpa diabetes. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Rani, Raman, Rachepalli, et al. (2010), prevalensi anemia pada penderita DM tipe 2 adalah sebesar 12,3%. Untuk pasien DM yang berusia 40-49 tahun, prevalensi anemia lebih tinggi pada wanita (26,4%) dibandingkan dengan pria (10,3%). Hampir 1 dari 4 (23%) pasien dengan DM tipe 1 dan DM tipe 2 mengalami anemia. Pada penelitian lain di Hongkong oleh Chen, Li, Chan et al. (2011) ditemukan prevalensi anemia pada pasien DM tipe 2 sebesar 22,8 %. Anemia telah dikaitkan dengan terjadinya komplikasi mikrovaskular dan makrovaskular pada diabetes.

Sebuah studi observasional menunjukkan bahwa kadar Hb (Hemoglobin) yang rendah pada pasien DM dapat meningkatkan risiko terjadinya penyakit ginjal serta morbiditas dan mortalitas kardiovaskular (Mehdi dan Toto, 2009).


(20)

Berdasarkan penelusuran literatur, prevalensi anemia pada penderita DM tipe 2 masih berbeda-beda. Di RSUP Haji Adam Malik sendiri belum diketahui secara pasti berapa prevalensi anemia pada pasien DM tipe 2. Kemudian, anemia yang terjadi pada penderita diabetes masih sering diabaikan padahal anemia ini dapat menurunkan kualitas hidup penderita diabetes. Untuk itu, peneliti tertarik untuk meneliti prevalensi anemia pada penderita Diabetes Mellitus tipe 2 sehingga dapat diketahui seberapa besar prevalensi anemia pada penderita Diabetes Mellitus tipe 2.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah :

Bagaimanakah prevalensi anemia pada penderita Diabetes Mellitus tipe 2 yang rawat inap di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada tahun 2012?

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Tujuan penelitian ini adalah untuk:

Mengetahui prevalensi anemia pada penderita Diabetes Mellitus tipe 2 yang rawat inap di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada tahun 2012.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Mengetahui berapa besar prevalensi anemia pada penderita Diabetes Mellitus tipe 2 yang rawat inap di RSUP Haji Adam Malik pada tahun 2012.

2. Mengetahui distribusi frekuensi sampel berdasarkan jenis kelamin dan usia 3. Mengetahui distribusi frekuensi anemia pada penderita Diabetes Mellitus tipe


(21)

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini dimaksudkan dapat bermanfaat sebagai berikut: 1.4.1. Bagi Masyarakat

a. Membantu masyarakat untuk mengetahui bahwa Diabetes Mellitus tipe 2 dapat menyebabkan terjadinya anemia.

b. Memberi informasi tentang penyakit Diabetes Mellitus tipe 2 dan anemia pada Diabetes Mellitus.

1.4.2. Bagi RSUP Haji Adam Malik

a. Mengetahui prevalensi Diabetes Mellitus tipe 2.

b. Mengetahui prevalensi anemia pada penderita Diabetes Mellitus tipe 2. c. Bahan rujukan bagi penelitian selanjutnya di RSUP Haji Adam Malik

Medan yang berhubungan dengan penelitian ini.

1.4.3. Bagi Peneliti

a. Menambah pengalaman dalam melaksanakan penelitian.

b. Mengetahui prevalensi anemia pada penderita Diabetes Mellitus tipe 2. c. Sebagai kesempatan untuk mengintegrasikan ilmu yang telah didapat di


(22)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Diabetes Mellitus (DM) 2.1.1 Definisi Diabetes Mellitus

Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu kelompok penyakit metabolik yang ditandai oleh hiperglikemia karena gangguan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya. Keadaan hiperglikemia kronis dari diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, gangguan fungsi dan kegagalan berbagai organ, terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah

Diabetes Mellitus adalah sindrom klinis yang ditandai dengan hiperglikemia karena defisiensi insulin yang absolut maupun relatif. Kurangnya hormon insulin dalam tubuh yang dikeluarkan dari sel B pankreas mempengaruhi metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak menyebabkan gangguan signifikan. Kadar glukosa darah erat diatur oleh insulin sebagai regulator utama perantara metabolisme. Hati sebagai organ utama dalam transport glukosa yang menyimpan glukosa sebagai glikogen dan kemudian dirilis ke jaringan perifer ketika dibutuhkan (Animesh, 2006).

(ADA, 2012).

World Health Organization (WHO) sebelumnya telah merumuskan bahwa DM merupakan sesuatu yang tidak dapat dituangkan dalam satu jawaban yang jelas dan singkat tetapi secara umum dapat dikatakan sebagai suatu kumpulan problema anatomi dan kimiawi akibat dari sejumlah faktor dimana didapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan gangguan fungsi insulin (Purnamasari, 2009).

2.1.2. Epidemiologi Diabetes Mellitus

Diabetes Mellitus telah dikategorikan sebagai penyakit global oleh Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO). Jumlah penderita DM ini meningkat di setiap negara. Berdasarkan data dari WHO (2006), diperkirakan terdapat 171 juta orang di dunia menderita diabetes pada tahun 2000 dan diprediksi akan meningkat menjadi 366 juta penderita pada tahun 2030.


(23)

Sekitar 4,8 juta orang di dunia telah meninggal akibat DM. Setengah dari penderita DM ini tidak terdiagnosis.

Sepuluh besar negara dengan prevalensi DM tertinggi di dunia pada tahun 2000 adalah India, Cina, Amerika, Indonesia, Jepang, Pakistan, Rusia, Brazil, Italia, dan Bangladesh. Pada tahun 2030 India, Cina, dan Amerika diprediksikan tetap menduduki posisi tiga teratas negara dengan prevalensi DM tertinggi. Sementara, Indonesia diprediksikan akan tetap berada dalam sepuluh besar negara dengan prevalensi DM tertinggi pada tahun 2030 (Wild, Roglic, Green, et al, 2004).

Indonesia menduduki posisi keempat dunia setelah India, Cina, dan Amerika dalam prevalensi DM. Pada tahun 2000 masyarakat Indonesia yang menderita DM adalah sebesar 8,4 juta jiwa dan diprediksi akan meningkat pada tahun 2030 menjadi 21,3 juta jiwa. Data ini menunjukkan bahwa angka kejadian DM tidak hanya tinggi di negara maju tetapi juga di negara berkembang, seperti Indonesia. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) pada tahun 2007 menunjukkan bahwa secara nasional, prevalensi DM berdasarkan diagnosis oleh tenaga kesehatan dan adanya gejala adalah sebesar 1,1%. Sedangkan prevalensi berdasarkan hasil pengukuran kadar gula darah pada penduduk umur lebih dari lima belas tahun di daerah perkotaan adalah sebesar 5,7% (Depkes, 2008).

2.1.3. Klasifikasi Diabetes Mellitus

1.

Menurut American Diabetes Association (ADA,2013), klasifikasi diabetes meliputi empat kelas klinis :

Diabetes Mellitus tipe 1

2.

Hasil dari kehancuran sel β pankreas, biasanya menyebabkan defisiensi insulin yang absolut.

Diabetes Mellitus tipe 2

Hasil dari gangguan sekresi insulin yang progresif ynag menjadi latar belakang terjadinya resistensi insulin.


(24)

3. Diabetes tipe spesifik lain

4.

Misalnya : gangguan genetik pada fungsi sel β, gangguan genetik pada kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas (seperti cystic fibrosis), dan yang dipicu oleh obat atau bahan kimia (seperti dalam pengobatan HIV/AIDS atau setelah transplantasi organ).

Gestational Diabetes Mellitus

Pada beberapa pasien tidak dapat dengan jelas diklasifikasikan sebagai diabetes tipe 1 atau tipe 2. Presentasi klinis dan perkembangan penyakit bervariasi jauh dari kedua jenis diabetes. Kadang-kadang, pasien yang dinyatakan memilki diabetes tipe 2 dapat hadir dengan ketoasidosis. Demikian pula, pasien dengan tipe 1 diabetes mungkin memiliki onset terlambat dan memperlambat perkembangan penyakit walaupun memilki fitur penyakit autoimun. Kesulitan seperti itu pada diagnosis mungkin terjadi pada anak-anak, remaja, dan dewasa. Diagnosis yang benar dapat menjadi lebih jelas dari waktu ke waktu.

Klasifikasi Diabetes Mellitus berdasarkan etiologi (ADA, 2012) :

1. Diabetes Mellitus tipe 1 (Kehancuran sel β, biasanya menyebabkan defisiensi insulin yang absolut).

a. Melalui proses imunologik b. Idiopatik

2. Diabetes Mellitus tipe 2 (Resistensi insulin terutama dengan kekurangan insulin relatif yang didominasi gangguan sekresi insulin dengan resistensi insulin).

3. Tipe spesifik lainnya

a. Gangguan genetik fungsi sel β

1. Kromosom 12, HNF-1α (MODY3) 2. Kromosaom 7, glukokinase (MODY2) 3. Kromosom 20, HNF-4α (MODY1)

4. Kromosom 13, insulin promoter factor-1 (IPF-1; MODY4) 5. Kromosom 17, HNF-1β (MODY5)


(25)

7. DNA mitokondria 8. Lainnya

b. Gangguan genetik dalam kerja/aksi insulin 1. Insulin resisten tipe A

2. Leprechaunism

3. Sindrom Rabson-Mendenhall 4. Diabetes Lipoatrophic

5. Lainnya

c. Penyakit eksokrin pankreas 1. Pankreatitis

2. Trauma/Pankreatektomi 3. Neoplasia

4. Fibro kistik 5. Hemochromatosis

6. Pancreatopathy fibrocalculosus d. Endokrinopati

1. Akromegali 2. Sindroma Cushing 3. Glukagonoma 4. Pheochromasitoma 5. Hiperthiroidism 6. Somatostatinoma 7. Aldosteronoma 8. Lainnya

e. Induksi obat atau bahan kimia 1. Vacor

2. Pentamidin 3. Asam Nikotinat 4. Glukokortikoid 5. Hormon tiroid 6. Diazoxide


(26)

7. Agonist β-adrenergik 8. Thiazides

9. Dilantin 10.G-interferon 11.Lainnya f. Infeksi

1. Rubella kongenital 2. Cytomegalovirus 3. Lainnya

g. Bentuk jarang dari diabetes yang diperantarai imun 1. “Stiff-man” sindrom

2. Antibodi anti reseptor insulin 3. Lainnya

h. Sindroma genetik lainnya yang kadang dihubungkan dengan diabetes 1. Sindroma Down

2. Sindroma Klinefelter 3. Sindroma Turner 4. Sindroma Wolfram’s 5. Friedreich ataksia 6. Huntington chorea

7. Sindroma Laurence-Moon-Biedl 8. Distrofi miotonik

9. Porfiria

10.Sindroma Prader-Willi 11.Lainnya

4. Gestational Diabetes Mellitus

2.1.4. Faktor Risiko Diabetes Mellitus

Faktor risiko DM tipe 2 antara lain adalah (Powers, 2010):

• Riwayat keluarga menderita diabetes (contoh: orang tua atau saudara kandung dengan DM tipe 2)


(27)

• Obesitas (Indeks Massa Tubuh ≥ 25 kg/m2 • Aktivitas fisik

)

• Ras/etnis

• Gangguan Toleransi Glukosa

• Riwayat Diabetes Gestational atau melahirkan bayi dengan berat lahir > 4 kg

• Hipertensi (tekanan darah ≥140/90 mmHg)

• Kadar kolesterol HDL ≤ 35 mg/dL (0,90 mmol/L) dan/atau kadar trigliserida ≥ 250 mg/dL (2,82 mmol/L)

Polycystic Ovary Syndrome atau Acantosis Nigricans • Riwayat kelainan darah

2.1.5. Patogenesis Diabetes Mellitus 1. Diabetes Mellitus Tipe 1

DM tipe 1 adalah hasil dari interaksi genetik, lingkungan, dan faktor imunologi yang pada akhirnya mengarah pada kerusakan sel β pankreas dan defisiensi insulin. DM tipe 1 adalah hasil dari interaksi genetik, lingkungan, dan faktor imunologi yang pada akhirnya mengarah terhadap kerusakan sel β pankreas dan insulin defisiensi. Massa sel β kemudian menurun dan sekresi insulin menjadi semakin terganggu, meskipun toleransi glukosa normal dipertahankan (Powers, 2010).

DM tipe 1 disebut juga diabetes yang diperantarai imun. Diabetes yang tipe ini hanya 5-10% dari penderita diabetes. Tanda dari penghancuran imun sel β termasuk autoantibodi sel islet, autoantibodi terhadap insulin, autoantibodi untuk GAD (GAD65), dan autoantibodi terhadap tirosin fosfatase IA-2 dan IA-2b. DM tipe 1 ini, tingkat kehancuran sel β cukup bervariasi, menjadi cepat pada beberapa individu (terutama bayi dan anak-anak) dan lambat pada orang lain (terutama dewasa). Beberapa pasien, terutama anak-anak dan remaja, dapat hadir dengan ketoasidosis sebagai manifestasi pertama penyakit. Namun orang lain, terutama orang dewasa, dapat mempertahankan fungsi sel β sisa yang cukup untuk mencegah ketoasidosis selama bertahun-tahun, orang tersebut akhirnya menjadi


(28)

tergantung pada insulin untuk bertahan hidup dan beresiko untuk ketoasidosis. Pada tahap selanjutnya dari penyakit, ada sedikit atau tidak ada sekresi insulin sebagai manifestasi dari rendah atau tidak terdeteksi C-peptida di dalam plasma. DM tipe 1 umumnya terjadi pada masa kanak-kanak dan remaja, tetapi bisa terjadi pada usia berapapun, bahkan dalam dekade 8 dan 9 kehidupan. Kehancuran autoimun sel β memiliki beberapa kecenderungan genetik dan juga terkait dengan faktor lingkungan yang masih buruk. Walaupun pasien jarang obesitas ketika mereka hadir dengan diabetes tipe ini, kehadiran obesitas tidak bertentangan dengan diagnosis. Pasien-pasien ini juga rentan terhadap gangguan autoimun lainnya seperti penyakit Graves, tiroiditis Hashimoto, penyakit Addison, vitiligo, celiac sprue, hepatitis autoimun, myasthenia gravis, dan anemia pernisiosa (ADA, 2012).

Beberapa bentuk DM tipe 1 tidak memiliki etiologi yang dikenal, disebut dengan idiopatik diabetes. Beberapa pasien dengan diabetes ini memiliki insulinopenia dan rentan terhadap ketoasidosis, tetapi tidak memiliki bukti autoimun (ADA, 2012).

2. Diabetes Mellitus Tipe 2

DM tipe 2 ditandai dengan gangguan sekresi insulin, resistensi insulin, produksi glukosa hepatik yang berlebihan, dan abnormal metabolisme lemak. Obesitas, khususnya visceral atau pusat (yang dibuktikan dengan rasio pinggul/pinggang), sangat umum di DM tipe 2. Pada tahap awal gangguan, toleransi glukosa tetap mendekati normal, meskipun resistensi insulin, karena sel-sel β pankreas mengkompensasi dengan meningkatkan produksi insulin. Resistensi insulin dan kompensasi hiperinsulinemia, pankreas pada individu tertentu tidak dapat mempertahankan keadaan hiperinsulinemia. IGT, ditandai dengan peningkatan glukosa postprandial, kemudian berkembang. Lebih lanjut, penurunan sekresi insulin dan peningkatan produksi glukosa hepatik menyebabkan diabetes dengan hiperglikemia puasa. Akhirnya, kegagalan sel β mungkin terjadi (Powers, 2010).


(29)

A. Gangguan metabolisme otot dan lemak

Resistensi insulin, penurunan kemampuan insulin untuk bertindak efektif pada jaringan target (terutama otot, hati, dan lemak), adalah fitur yang menonjol dari DM tipe 2 dan hasil dari kombinasi kerentanan genetik dan obesitas. Resistensi insulin adalah relatif, tingkat supernormal insulin yang beredar akan menormalkan glukosa plasma. Kurva insulin dosis-respon menunjukkan pergeseran ke kanan, menunjukkan sensitivitas berkurang, menunjukkan penurunan secara keseluruhan dalam penggunaan glukosa maksimum (30-60% lebih rendah dibandingkan orang normal). Resistensi insulin menyebabkan kegagalan penggunaan glukosa oleh jaringan yang sensitif terhadap insulin dan output glukosa hepatik meningkat, kedua efek ini berkontribusi untuk hiperglikemia. Peningkatan output glukosa hepatik terutama menyumbang peningkatan tingkat FPG, sedangkan hasil penggunaan glukosa perifer menurun menyebabkan postprandial hiperglikemia. Dalam otot rangka, ada yang lebih besar penurunan dalam penggunaan glukosa non-oxidatif (pembentukan glikogen) dibandingkan metabolisme glukosa oksidatif melalui glikolisis. Mekanisme molekuler yang tepat mengarah ke resistensi insulin pada DM tipe 2 belum dijelaskan. Tingkat insulin reseptor dan aktivitas tirosin kinase di otot berkurang, tetapi perubahan ini kemungkinan sekunder untuk hiperinsulinemia. Kemudian, gangguan postreseptor pada regulasi insulin fosforilasi/defosforilasi dapat menjadi peran dominan dalam resistensi insulin. Misalnya, gangguan PI-3-kinase dapat mengurangi translokasi GLUT 4 ke membran plasma. Ketidaknormalan lainnya termasuk akumulasi lipid dalam miosit skeletal, yang dapt merusak fosforilasi oksidatif mitokondria dan mengurangi stimulasi insulin mitokondria memproduksi ATP. Gangguan oksidasi lemak dan akumulasi lipid dalam miosit dapat menghasilkan oksigen reaktif seperti lipid peroksida (Powers, 2010).

Obesitas menyertai DM tipe 2, dianggap bagian dari proses patogenik. Peningkatan massa adiposit mengarah ke peningkatan tingkat sirkulasi asam lemak bebas dan lemak lainnya. Selain mengatur berat badan, nafsu makan, dan pengeluaran energi, adipokines juga memodulasi sensitivitas insulin dan menyebabkan resistensi insulin pada otot rangka dan juga hati. Adiposit dan


(30)

adipokin juga memproduksi keadaan inflamasi dan mungkin menjelaskan mengapa tanda peradangan seperti IL-6 dan protein C-reaktif sering meningkat pada DM tipe 2 (Powers, 2010).

B. Gangguan Sekresi Insulin

Sekresi insulin dan sensitivitas insulin adalah saling terkait. Pada DM tipe 2, sekresi insulin meningkat pada awalnya mengkompensasi resistensi insulin untuk menjaga toleransi glukosa normal. Awalnya, sekresi insulin mengalami defek ringan dan selektif melibatkan stimulasi glukosa untuk sekresi insulin. Menanggapi sekretagogues non-glukosa lain, seperti arginin masih dipertahankan. Akhirnya defek sekresi insulin berkembang menjadi keadaan sekresi insulin sangat tidak memadai. Alasan untuk penurunan kapasitas sekresi insulin di DM tipe 2 tidak jelas. Asumsinya adalah defek genetik pada resistensi insulin menyebabkan kegagalan sel β. Terbentuk amiloid polipeptida pada pulau langerhans, sehingga berdampak negatif terhadap fungsi pulau langerhans. Tingginya kadar asam lemak bebas dan lemak makanan juga dapat memperburuk fungsi sel β (Powers, 2010).

C. Peningkatan Produksi Glukosa Hepar

Pada DM tipe 2, resistensi insulin pada hepar merefleksikan kegagalan hiperinsulinemia untuk menekan glukoneogenesis, yang menyebabkan kondisi hiperglikemia dan penurunan simpanan glikogen oleh hepar pada masa pascaprandial. Peningkatan produksi glukosa oleh hepar terjadi pada masa-masa awal diabetes, meskipun sepertinya setelah onset gangguan sekresi insulin dan resistensi insulin pada otot rangka. Sebagai hasil dari resistensi insulin pada jaringan adiposa dan obesitas, asam lemak bebas dari adiposit meningkat, yang menyebabkan peningkatan sintesis lemak (VLDL dan trigliserida) dalam penyimpanan hepatosit lemak. Steatosis dalam hati dapat menyebabkan penyakit lemak hati non alkohol dan tes fungsi hati yang abnormal. Hal ini juga bertanggung jawab untuk dislipidemia yang ditemukan dalam DM tipe 2 (Powers, 2010).


(31)

Jaringan hepar ikut berperan dalam mengatur homeostasis glukosa tubuh. Peninggian kadar glukosa darah puasa, lebih ditentukan oleh peningkatan produksi glukosa secara endogen yang berasal dari proses glukoneogenesis dan glikogenolisis di jaringan hepar. Dalam hal ini, insulin barperan melalui efek inhibisi hormon tersebut terhadap mekanisme produksi glukosa endogen secara berlebihan. Semakin tinggi tingkat resistensi insulin, semakin rendah kemampuan inhibisinya terhadap proses glikogenolisis dan glukoneogenesis, dan semakin tinggi tingkat produksi glukosa dari hepar (Manaf, 2009).

2.1.6. Biosintesis, Sekresi, dan Kerja Insulin A. Biosintesis Insulin

Insulin diproduksi di sel β pankreas da berfungsi dalam proses masuknya glukosa dari darah ke dalam sel. Hal ini awalnya disintesis sebagai rantai tunggal 86-prekursor asam amino polipeptida, preproinsulin. Kemudian pemrosesan proteolitik menghilangkan amino-terminal sinyal peptida, sehingga menimbulkan proinsulin.

Proinsulin adalah struktural yang berhubungan dengan faktor pertumbuhan seperti insulin I dan II, yang mengikat lemah dengan reseptor insulin. Pembelahan dari sebuah fragmen 31-residu internal dari proinsulin menghasilkan peptida C dan A (21 asam amino) dan B (30 asam amino) rantai insulin, yang dihubungkan oleh disulfida bonds. Molekul insulin yang matang dan peptida C disimpan bersama-sama dalam sel β. Karena peptida C dibersihkan lebih lambat dari insulin, itu adalah penanda yang berguna sekresi insulin dan memungkinkan diskriminasi endogen dan eksogen sumber insulin dalam evaluasi hipoglikemi (Powers, 2010).

B. Sekresi Insulin

Glukosa adalah kunci pengatur sekresi insulin oleh sel β pankreas, meskipun asam amino, keton, berbagai nutrisi, peptida gastrointestinal, dan neurotransmiter juga mempengaruhi sekresi insulin. Kadar glukosa > 3,9 mmol/L (70 mg/dL) meransang sintesis insulin, terutama dengan meningkatkan translasi


(32)

protein dan pengolahan. Glukosa menstimulasi sekresi insulin dimulai dengan transportasi ke dalam sel β oleh GLUT 2 (Gambar 2.1). Glukosa difosforilasi oleh glikokinase adalah langkah untuk membatasi sekresi insulin. Metabolisme lebih lanjut glukosa 6-fosfat melalui glikolisis menghasilkan ATP, yang menghambat aktivitas dari kanal K+ . Kanal sensitif ATP terdiri dari dua protein yang terpisah. Penghambatan kanal K+

Pankreas manusia menyekresikan 40-50 unit insulin per hari yang mewakili sekitar 15-20% hormon yang disimpan di dalam kelenjar. Sekresi insulin merupakan proses yang memerlukan energi dengan melibatkan sistem mikrotubulus-mikrofilamen dalam sel β pada pulau Langerhans. Faktor yang mempengaruhi sekresi insulin antara lain peningkatan kadar glukosa darah, hormon, dan preparat farmakologik (Granner, 2003).

ini menginduksi depolarisasi membran sel β., yang membuka saluran kanal kalsium (menyebabkan masuknya kalsium) dan meransang sekresi insulin (Powers, 2010).

Gambar 2.1. Sekresi Insulin

C. Kerja Insulin

Setelah insulin disekresi ke dalam sistem vena portal, 50% didegradasi oleh hati. Insulin tanpa diekstraksi memasuki sirkulasi sistemik dimana insulin mengikat reseptor di lokasi target. Insulin mengikat reseptor yang meransang aktivitas tyrosine kinase intrinsik, yang mengarah ke reseptor autofosforilasi dan merekrut sinyal molekul intraseluler, seperti Insulin Reseptor Substrates (IRSs)


(33)

(Gambar 2.2). IRS dan protein lainnya menginisiasi kaskade kompleks fosforilasi dan reaksi defosforilasi, sehingga menghasilkan metabolisme luas dan efek mitogenik dari insulin. Sebagai contoh, aktivasi dari phosphatidylinositol-3-kinase (PI-3-kinase) meransang translokasi transporter glukosa (misalnya, GLUT 4) ke permukaan sel, suatu peristiwa yang sangat penting untuk ambilan glukosa oleh otot rangka dan lemak. Aktivasi jalur sinyal reseptor insulin lainnya menginduksi sintesis glikogen, sintesis protein, lipogenesis, dan pengaturan berbagai gen dalam sel respon insulin.

Homeostasis glukosa mencerminkan keseimbangan antara produksi glukosa di hati dan pengambilan glukosa perifer dan pemanfaatanya. Insulin adalah regulator yang paling penting dari keseimbangan metabolik ini, tetapi input saraf, sinyal metabolik, dan hormon lainnya (misalnya, glukagon) mengakibatkan integrasi kontrol dari pasokan glukosa dan pemanfaatannya. Dalam keadaan puasa, level insulin yang rendah meningkatkan produksi glukosa hepatik dengan mengaktifkan glukoneogenesis dan glikogenolisis dan mengurangi penyerapan glukosa dalam jaringan sensitif terhadap insulin (otot rangka dan lemak), sehingga menyebabkan mobilisasi prekursor disimpan seperti asam amino dan asam lemak bebas (lipolisis). Glukagon disekresikan oleh sel α pankreas ketika glukosa darah atau kadar insulin rendah, meransang glikogenolisis dan glukoneogenesis oleh hati dan medulla ginjal. Setelah makan, beban glukosa memunculkan kenaikan insulin dan glukagon rendah, menyebabkan kebalikan dari proses ini. Insulin, hormon anabolik, meningkatkan penyimpanan karbohidrat dan lemak dan sintesis protein (Powers, 2010).

Insulin umumnya mempunyai efek anabolik terhadap metabolisme protein, yaitu meransang sintesis protein dan memperlambat penguraian protein. Insulin menstimulasi ambilan asam amino netral oleh otot, yaitu suatu efek yang tidak berkaitan dengan ambilan glukosa atau dengan penyatuan selanjutnya asam amino ke dalam protein. Efek insulin terhadap sintesis protein yang umum di dalam otot rangka serta jantung dan hati diperkirakan terjadi pada tingkat translasi mRNA (Granner, 2003).


(34)

Gambar 2.2. Kerja Insulin

2.1.7. Gejala Klinis Diabetes Mellitus

Manifestasi utama penyakit DM adalah hiperglikemia, yang terjadi akibat (1) berkurangnya jumlah glukosa yang masuk ke dalam sel; (2) berkurangnya penggunaan glukosa oleh berbagai jaringan; dan (3) peningkatan produksi glukosa (glukoneogenesis) oleh hati.

Poliuri, polidipsi dan penurunan berat badan sekalipun asupan kalori memadai, merupakan gejala utama defisiensi insulin. Kadar glukosa plasma jarang melampaui 120 mg/dL pada manusia normal, kadar yang jauh lebih tinggi selalu dijumpai pada pasien defisiensi kerja insulin. Setelah kadar tertentu glukosa plasma dicapai (pada manusia pada umumnya >80 mg/dL), taraf maksimal reabsorpsi glukosa pada tubulus renalis akan dilampaui, dan gula akan diekskresikan ke dalam urine (glukosuria). Volume urine meningkat akibat terjadinya diuresis osmotik dan kehilangan air yang bersifat obligatorik pada saat yang bersamaan (poliuria) : kejadian ini selanjutnya akan menimbulkan dehidrasi (hiperosmolaritas), bertambahnya rasa haus dan gejala banyak minum (polidipsia). Glukosuria menyebabkan kehilangan kalori yang cukup besar (4,1 kkal untuk setiap gram karbohidrat yang diekskresikan keluar); kehilangan ini, jika ditambah lagi dengan hilangnya jaringan otot dan adiposa, akan


(35)

mengakibatkan penurunan berat badan yang hebat meskipun terdapat peningkatan selera makan (polifagia) dan asupan kalori yang normal atau meningkat (Granner, 2003).

2.1.8. Kriteria Diagnostik Diabetes Mellitus

Uji diagnostik DM dilakukan pada mereka yang menunjukkan gejala dan tanda DM, sedangkan pemeriksaan penyaring bertujuan untuk mengidentifikasi mereka yang tidak bergejala, yang mempunyai risiko DM. Serangkaian uji diagnostik akan dilakukan pada mereka yang hasil pemeriksaan penyaringnya positif untuk memastikan diagnosis definitif.

Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu atau kadar glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti dengan tes toleransi glukosa oral (TTGO).

Tabel 2.1. Kadar Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa sebagai Patokan Penyaring dan Diagnosis DM

Bukan DM

Belum pasti DM

DM

Kadar Glukosa Darah Sewaktu (mg/dL)

Plasma vena <110 110-199 ≥200 Darah kapiler <90 90-199 ≥200 Kadar Glukosa Darah

Puasa (mg/dL)

Plasma vena <110 110-125 ≥126 Darah kapiler <90 90-109 ≥110

Diagnosis klinis DM umumnya akan dipikirkan bila ada keluhan khas DM berupa poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan lain yang mungkin dikeluhkan pasien adalah lemah, kesemutan, gatal, mata kabur dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulva pada pasien wanita (Purnamasari, 2009).

Menurut American Diabetes Association, kriteria diagnostik untuk DM sebagai berikut :


(36)

• Gejala diabetes disertai kadar glukosa darah ad random ≥ 11,1 mmol/L (200 mg/dL), atau

• Kadar glukosa darah puasa ≥ 7,0 mmol/L (126 mg/dL), atau

• Kadar glukosa darah dua jam pascaprandial ≥ 11,1 mmol/L (200 mg/dL) selama tes toleransi glukosa oral (Powers, 2010)

2.1.9. Komplikasi Diabetes Mellitus

Komplikasi diabetes terbagi 2 yaitu komplikasi akut dan kronik. 1. Komplikasi Akut

Ketoasidosis Diabetik (KAD) dan Hyperglycemic Hyperosmolar State (HHS) adalah komplikasi akut diabetes (Powers, 2010). Pada Ketoasidosis Diabetik (KAD), kombinasi defisiensi insulin dan peningkatan kadar hormon kontra regulator terutama epinefrin, mengaktivasi hormon lipase sensitif pada jaringan lemak. Akibatnya lipolisis meningkat, sehingga terjadi peningkatan produksi badan keton dan asam lemak secara berlebihan. Akumulasi produksi badan keton oleh sel hati dapat menyebabkan asidosis metabolik. Badan keton utama adalah asam asetoasetat (AcAc) dan 3-beta-hidroksibutirat (3HB). Pada Hyperglycemic Hyperosmolar State (HHS), hilangnya air lebih banyak dibanding natrium menyebabkan keadaan hiperosmolar (Soewondo, 2009).

2. Komplikasi Kronik

Jika dibiarkan dan tidak dikelola dengan baik, DM akan menyebabkan terjadinya berbagai komplikasi kronik, baik mikroangiopati maupun makroangiopati (Waspadji, 2009). Komplikasi kronik DM bisa berefek pada banyak sistem organ. Komplikasi kronik bisa dibagi menjadi dua bagian, yaitu komplikasi vaskular dan non-vaskular. Komplikasi vaskular terbagi lagi menjadi mikrovaskular (retinopati, neuropati, dan nefropati) dan makrovaskular (penyakit arteri koroner, penyakit arteri perifer, penyakit serebrovaskular). Sedangkan komplikasi non-vaskular dari DM yaitu gastroparesis, infeksi, dan perubahan kulit (Powers, 2010).


(37)

2.2 Anemia

2.2.1. Definisi Anemia

Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa eritrosit (red cell mass) sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer. Anemia ditunjukkan oleh penurunan kadar hemoglobin, hematokrit atau hitung eritrosit. Tetapi yang paling lazim dipakai adalah kadar hemoglobin, kemudian hematokrit. Anemia bukanlah suatu kesatuan penyakit tersendiri, tetapi merupakan gejala berbagai penyakit macam penyakit dasar (Bakta, 2009).

Definisi anemia, menurut kriteria Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) : a) Laki-laki dewasa

• kadar hemoglobin darah <130 g / L (<13 g / dL) b) Wanita dewasa

• kadar hemoglobin darah <120 g / L (<12 g / dL)

Menurunnya kadar hemoglobin biasanya disertai dengan penurunan jumlah eritrosit dan hematokrit tetapi kedua parameter ini mungkin normal pada beberapa pasien yang memiliki kadar hemoglobin subnormal (dan berdasarkan definisi menderita anemia). Perubahan volume plasma sirkulasi total dan massa hemoglobin sirkulasi total menentukan konsentrasi hemoglobin. Berkurangnya volume plasma (seperti pada dehidrasi) dapat menutupi kondisi anemia, atau bahkan menyebabkan (pseudo) polisitemia. Sebaliknya, peningkatan volume plasma (seperti pada splenomegali atau kehamilan) dapat menyebabkan terjadinya anemia bahkan dengan jumlah eritrosit sirkulasi total dan massa hemoglobin yang normal (Hoffbrand, Pettit, Moss, 2005).

2.2.2. Derajat Anemia

Klasifikasi Derajat Anemia Menurut WHO : 1. Ringan sekali Hb 10,00 g / dL -13,00 g / dL 2. Ringan Hb 8,00 g / dL -9,90 g / dL

3. Sedang Hb 6,00 g / dL -7,90 g / dL 4. Berat Hb < 6,00 g / dL


(38)

2.2.3. Etiologi dan Klasifikasi Anemia

Anemia hanyalah suatu kumpulan gejala yang disebabkan oleh bermacam penyebab. Pada dasarnya anemia disebabkan oleh karena:

1. Gangguan pembentukan eritrosit oleh sumsum tulang 2. Kehilangan darah keluar tubuh (perdarahan)

3. Proses penghancuran eritrosit dalam tubuh sebelum waktunya (hemolisis) (Bakta, 2009).

Tabel 2.2. Klasifikasi Anemia Berdasarkan Etiologi Klasifikasi Anemia Menurut Etiopatogenesis

A. Anemia karena gangguan pembentukan eritrosit dalam sumsum tulang 1. Kekurangan bahan esensial pembentuk eritrosit

• Anemia defisiensi besi • Anemia defisiensi asam folat • Anemia defisiensi vitamin B12 2. Gangguan pengguanaan (utilisasi) besi

• Anemia akibat penyakit kronik • Anemia sideroblastik

3. Kerusakan Sumsum tulang • Anemia aplasti • Anemia mieloplastik

• Anemia pada keganasan hematologi • Anemia diseritropoietik

• Anemia pada sindrom mielodisplastik

Anemia akibat kekurangan eritropoietin: anemia pada gagal ginjal kronik B. Anemia akibat hemoragi

1. Anemia pasca perdarahan akut 2. Anemia pasca perdarahan kronik C. Anemia hemolitik


(39)

1. Anemia hemoliti intracorpuskular

• Gangguan membran eritrosit (membranopati)

• Gangguan enzim eritrosit (enzimopati): anemia akibat defisiensi G6PD

• Gangguan hemoglobin (hemoglobinopati): thalassemia, hemoglobinopati struktural (Hb S, Hb E, dll)

2. Anemia hemolitik ekstrakorpuskular • Anemia hemolitik autoimun • Anemia hemolitik mikroangiopatik • Lain-lain

D. Anemia dengan penyebab tidak diketahui atau dengan patogenesis yang kompleks

(Bakta, 2009)

Klasifikasi lain untuk anemia dapat dibuat berdasarkan gambaran morfologik dengan melihat indeks eritrosit atau hapusan darah tepi. Dalam klasifikasi ini anemia dibagi menjadi 3 golongan:

1. Anemia hipokromik mikrositer ( MCV < 80 fl dan MCH < 27 pg) • Anemia defisiensi besi

• Thalassemia major

• Anemia akibat penyakit kronik • Anemia sideroblastik

2. Anemia normokromik normositer (MCV 80-95 fl dan MCH 27-34 fl) • Anemia pasca perdarahan akut

• Anemia aplastik

• Anemia hemolitik didapat • Anemia akibat penyakit kronik • Anemia pada gagal ginjal kronik • Anemia pada sindrom mielodisplastik • Anemia pada keganasan hematologik


(40)

3. Anemia makrositer (MCV > 95 fl)

• Bentuk megaloplastik (defisiensi asam folat, defisiensi vitamin B12)

• Bentuk non-megaloblastik (pada penyakit hati kronik, hipotiroidime, sindrom mielodisplastik) (Bakta, 2009).

2.2.4. Gambaran Klinis Anemia

Adaptasi utama terhadap anemia terjadi dalam sistem kardiovaskular (dengan peningkatan volume sekuncup dan takikardia) dan pada kurva disosiasi O2 hemoglobin. Pada beberapa penderita anemia yang cukup berat, mungkin tidak

terdapat gejala atau tanda, sedangkan pasien lain yang menderita anemia ringan mungkin mengalami kelemahan berat. Ada atau tidaknya gambaran klinis dapat dipertimbangkan menurut empat kriteria utama :

1. Kecepatan awitan

Anemia yang memburuk dengan cepat menimbulkan lebih banyak gejala dibandingkan anemia awitan lambat, karena lebih sedikit waktu untuk adaptasi dalam sistem kardiovaskular dan kurva disosiasi O2

2. Keparahan

hemoglobin.

Anemia ringan sering kali tidak menimbulkan gejala atau tanda, tetapi gejala biasanya muncul jika hemoglobin kurang dari 9-10 g/dL. Bahkan anemia berat (hemoglobin serendah 6,0 g/dL) dapat menimbulkan gejala yang sangat sedikit jika awitansangat lambat pada subyek muda yang sehat.

3. Usia

Orang tua menoleransi anemia dengan kurang baik dibandingkan orang muda karena adanya efek kekurangan oksigen pada organ jika terjadi gangguan kompensasi kardiovaskular normal (peningkatan curah jantung akibat peningkatan volume sekuncup dan takikardia).

4. Kurva disosiasi hemoglobin O

Anemia umumnya disertai peningkatan 2,3-DPG dalam eritrosit dan pergeseran kurva disosiasi O

2


(41)

jarinagn. Adaptasi ini sangat jelas pada beberapa macam anemia yang mengenai metabolisme eritrosit secara langsung, misalnya pada anemia akibat defisiensi piruvat kinase (yang menyebabkan peningkatan konsentrasi 2,3-DPG dalam eritrosit), atau yang disertai dengan hemoglobin berafinitas rendah, misal HbS (Hoffbrand, Pettit, Moss, 2005).

2.2.5. Gejala dan Tanda Anemia

Jika pasien memang bergejala, biasanya gejalanya adalah nafas pendek, khususnya pada saat berolahraga, kelemahan, letargi, palpitasi, dan sakit kepala. Pada pasien berusia tua, mungkin ditemukan gejal gagal jantung, angina pektoris, klaudikasio intermiten, atau kebingungan (konfusi). Gangguan penglihatan akibat perdarahan retina dapat mempersulit anemia yang sangat berat khususnya yang awitannya cepat.

Tanda-tanda dapat dibedakan menjadi tanda umum dan khusus. Tanda umum meliputi kepucatan membran mukosa yang timbul bila kadar hemoglobin kurang dari 9-10 g/dL. Sebaliknya, warna kulit bukan tanda yang dapat diandalkan. Sirkulasi yang hiperdinamik dapat menunjukkan takikardia, nadi kuat, kardiomegali, dan bising jantung aliran sistolik khususnya pada apeks. Gambaran gagal jantung kongestif mungkin ditemukan, khususnya pada orang tua. Perdarahan retina jarang ditemukan. Tanda yang spesifik dikaitkan dengan jenis anemia tertentu, misalnya koilonikia dengan defisiensi besi, ikterus dengan anemia hemolitik atau megaloblastik, ulkus tungkai dengan anemia sel sabit dan anemia hemolitik lain, deformitas tulang dengan talasemia mayor dan anemia hemolitik kongenital lain yang berat.

Gejala-gejala anemia yang disertai infeksi berlebihan atau memar spontan menunjukkan adanya kemungkinan netropenia atau trombositopenia akibat kegagalan sumsum tulang (Hoffbrand, Pettit, Moss, 2005).

2.3. Anemia pada Diabetes Mellitus

Keadaan anemia sering ditemukan pada pasien DM. Anemia merupakan komplikasi umum dan lebih sering terjadi pada orang dengan diabetes


(42)

dibandingkan orang tanpa diabetes. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Rani, Raman, Rachepalli, et al. (2010), prevalensi anemia pada penderita DM tipe 2 adalah sebesar 12,3%. Untuk pasien DM yang berusia 40-49 tahun, prevalensi anemia lebih tinggi pada wanita (26,4%) dibandingkan dengan pria (10,3%). Hampir 1 dari 4 (23%) pasien dengan DM tipe 1 dan DM tipe 2 mengalami anemia.

Anemia pada diabetes merupakan akibat dari kurangnya sintesis serta pelepasan eritropoietin dari ginjal, peradangan sistemik, kekurangan zat besi dan juga adanya faktor iatrogenik, seperti penggunaan Angiotensin Converting Enzyme inhibitor (ACE-I). Terjadiya anemia pada penyakit ginjal kronik berhubungan dengan penurunan Glomerulus Filtrarion Rate (GFR) dan keadaan ini dianggap menjadi faktor risiko yang penting pada gangguan di sistem kardiovaskular (Bonakdaran, Gharebaghi, Vahedian, 2011).

Sebuah studi observasional menunjukkan bahwa kadar Hb (Hemoglobin) yang rendah pada pasien DM dapat meningkatkan risiko terjadinya penyakit ginjal serta morbiditas dan mortalitas kardiovaskular. Dalam uji klinis terkontrol, pengobatan anemia dengan Erythropoietin Stimulating Agents (ESA) menunjukkan adanya peningkatan kualitas hidup, tetapi belum menunjukkan hasil yang lebih baik (Mehdi dan Toto, 2009).


(43)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERSAIONAL

3.1. Kerangka Konsep Penelitian

Menurut Sastroasmoro (2011) kerangka konsep adalah diagram yang menunjuk hubungan antar-variabel dalam penelitian.

Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah :

Gambar 3.1. Kerangka konsep penelitian

3.2. Definisi Operasional

Tabel 3.1. Definisi Operasional Penelitian Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat

Ukur Hasil Ukur Skala Ukur Variabel Independen Diabetes Mellitus tipe 2

Penyakit DM tipe 2 yang diderita oleh pasien rawat inap berdasarkan rekam medis telah dikonfirmasi melalui pemeriksaan laboratorium dan diagnosis ditegakkan Observasi onal Rekam Medis DM tipe 2 / tidak DM tipe 2 Nominal Diabetes Mellitus Tipe 2 Anemia


(44)

oleh dokter (periode Januari-Desember 2012)

Variabel Dependen

Anemia Anemia yang

diderita oleh pasien DM tipe 2 yang

rawat inap berdasarkan rekam

medis dan ditegakkan melalui

hasil pemeriksaan laboratorium dengan

melihat kadar hemoglobin (periode

Januari-Desember 2012)

Observasi onal

Rekam Medis

Anemia / tidak anemia


(45)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif untuk melihat prevalensi anemia pada penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 ysng rawat inap di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada tahun 2012. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional study, dimana pengukuran variabel-variabelnya dilakukan hanya satu kali pada suatu saat.

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan September-Oktober 2013 di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. Rumah sakit ini dipilih karena merupakan rumah sakit tipe A dan menjadi rumah sakit rujukan utama di wilayah Sumatera Utara dan sekitarnya.

4.3. Populasi dan Sampel 4.3.1. Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah pasien Diabetes Mellitus tipe 2 yang rawat inap di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada tahun 2012 (periode Januari-Desember 2012).

4.3.2. Sampel

Sampel pada penelitian ini diambil dengan menggunakan teknik total sampling, dengan kriteria inklusi seluruh pasien yang menderita penyakit Diabetes Mellitus Tipe 2 yang rawat inap di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. Sedangkan kriteria eksklusi yaitu pasien Diabetes Mellitus Tipe 1 dan tipe lainnya, data rekam medis yang tidak lengkap (tidak ada diagnosis dan tidak ada hasil pemeriksaan laboratorium (hemoglobin)).


(46)

4.3. Teknik Pengumpulan Data

Data diperoleh melalui data sekunder yaitu rekam medik pasien penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 yang rawat inap di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. Kemudian dilihat kadar hemoglobin penderita untuk menentukan anemia atau tidak, data-data lain juga diperlukan seperti jenis kelamin dan usia.

4.4. Pengolahan dan Analisis Data

Semua data yang terkumpul dicatat dan dilakukan editing, coding, entry, dan cleaning kemudian dimasukkan ke dalam program komputer Statistic Package for Social Sciance (SPSS) untuk dianalisis lebih lanjut. Jenis analisis yang digunakan adalah statistik deskriptif dengan menggunakan distribusi frekuensi. Hasil analisis data kemudian disajikan dalam bentuk tabel.

Prevalensi = Jumlah anemia pada penderita DM Tipe 2 X 100% Jumlah penderita DM Tipe 2


(47)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Pengambilan data penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. RSUP Haji Adam Malik Medan merupakan rumah sakit tipe A sesuai dengan SK Menkes No. 335/Menkes/SK/VII/1990. RSUP Haji Adam Malik Medan menjadi sentra rujukan utama untuk wilayah Sumatera Utara dan sekitarnya.

RSUP Haji Adam Malik Medan terletak di Jalan Bunga Lau Nomor 17 Medan, Kelurahan Kemenangan Tani, Kecamatan Medan Tuntungan, Medan, Sumatera Utara.

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden

Sampel dalam penelitian ini adalah 280 sampel, yang berupa rekam medis dari pasien DM Tipe 2 yang rawat inap di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2012. Pada penelitian ini, karakteristik responden yang ada dapat dibedakan berdasarkan jenis kelamin dan umur.

5.1.2.1. Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin

Data distribusi frekuensi sampel berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel 5.1.

Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin

No Jenis Kelamin Jumlah Sampel (n) Persentase (%)

1 Laki-laki 144 51,4

2 Perempuan 136 48,6


(48)

Berdasarkan tabel 5.1. dapat diketahui bahwa pasien DM tipe 2 yang berjenis kelamin laki-laki berjumlah 144 orang (51,4%) dan yang berjenis kelamin perempuan berjumlah 136 orang (48,%). Dari hasil tabel tersebut dapat dilihat bahwa sampel berjenis kelamin laki-laki lebih banyak daripada perempuan.

5.1.2.2. Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan Umur

Data distribusi sampel berdasarkan umur dapat dilihat pada tabel 5.2.

Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan Umur

No Umur Jumlah Sampel (n) Persentase (%)

1 31 – 40 9 3,2

2 41 – 50 71 25,4

3 51 – 60 109 38,9

4 61 – 70 70 25

5 71 – 80 17 6,1

6 >80 4 1,4

Total 280 100

Berdasarkan tabel 5.2. dapat dilihat bahwa frekuensi tertinggi sampel pasien DM Tipe 2 terjadi pada kelompok umur 51 – 60 tahun yaitu sejumlah 109 orang (38,9%), sedangkan sampel pada kelompok umur >80 tahun berjumlah paling sedikit yakni 4 orang (1,4%).

5.1.3. Hasil Analisis Data

5.1.3.2. Prevalensi Anemia pada Penderita DM Tipe 2

Data distribusi frekuensi prevalensi anemia pada penderita DM Tipe 2 dapat dilihat pada tabel 5.3.


(49)

Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Prevalensi Anemia pada Penderita DM Tipe 2

No Anemia/Tidak Anemia Jumlah Sampel (n) Persentase (%)

1 Anemia 184 65,7

2 Tidak Anemia 96 34,3

Total 280 100

Berdasarkan tabel 5.3. di atas dapat dilihat bahwa dari 280 penderita DM Tipe 2 terdapat 184 orang (65,7%) mengalami anemia.

5.1.3.2. Distribusi Frekuensi Anemia pada Penderita DM Tipe 2 Berdasarkan Jenis Kelamin

Data distribusi frekuensi anemia pada penderita DM Tipe 2 berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel 5.4.

Tabel 5.4. Distribusi Frekuensi Anemia pada Penderita DM Tipe 2 Berdasarkan Jenis Kelamin

No Jenis Kelamin Jumlah Sampel (n) Persentase (%)

1 Laki-laki 100 54,3

2 Perempuan 84 45,7

Total 184 100

Berdasarkan tabel 5.4. diatas dapat diketahui bahwa yang mengalami anemia pada penderita DM Tipe 2 yang berjenis kelamin laki-laki berjumlah 100 orang (54,3%), sedangkan yang berjenis kelamin perempuan berjumlah 84 orang (45,7%). Dari tersebut dapat dilihat bahwa yang berjenis kelamin laki-laki lebih banyak mengalami anemia dibandingkan perempuan.


(50)

5.1.3.3. Distribusi Frekuensi Anemia pada Penderita DM Tipe 2 Berdasarkan Umur

Data distribusi frekuensi Anemia pada Penderita DM Tipe 2 berdasarkan umur dapat dilihat pada tabel 5.5.

Tabel 5.5. Distribusi Frekuensi Anemia pada Penderita DM Tipe 2 Berdasarkan Umur

No Umur Jumlah Sampel (n) Persentase (%)

1 31 – 40 3 1,6

2 41 – 50 48 26,1

3 51 – 60 76 41,3

4 61 – 70 46 25

5 71 – 80 10 5,4

6 >80 1 10,5

Total 184 100

Berdasarkan tabel 5.5. diatas dapat diketahui bahwa frekuensi tertinggi anemia pada penderita DM Tipe 2 berada pada kelompok umur 51 – 60 tahun berjumlah 76 orang (41,3%), sedangkan pada kelompok umur >80 tahun merupakan frekuensi paling sedikit yakni 1 orang (0,5%).

5.2. Pembahasan

Dari 280 sampel penderita Dibetes Mellitus Tipe 2, tampak gambaran karakteristik sampel-sampel berdasarkan data Rekam Medis RSUP Haji Adam Malik Medan.

Berdasarkan jenis kelamin dan umur, menunjukkan bahwa penderita DM tipe 2 yang berjenis kelamin laki-laki menunjukkan angka yang lebih tinggi yakni 144 orang (51,4%) dibandingkan yang berjenis kelamin perempuan 136 orang


(51)

(48,6%). Terdapat selisih 8 orang lebih banyak laki-laki daripada perempuan. Jika dilihat dari umur, frekuensi tertinggi penderita DM tipe 2 berada pada kelompok umur 51 – 60 tahun 109 orang (38,9%), sedangkan pada kelompok umur >80 tahun merupakan frekuensi paling sedikit 4 orang (1,4%).

Penelitian ini mencoba melihat seberapa besar prevalensi anemia pada penderita DM tipe 2. Berdasarkan teori, anemia yang terjadi pada diabetes merupakan akibat dari kurangnya sintesis serta pelepasan eritropoietin dari ginjal, peradangan sistemik, kekurangan zat besi dan juga adanya faktor iatrogenik, seperti penggunaan Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACE-I). Dalam penelitian ini dari 280 sampel penderita DM tipe 2 didapati yang mengalami anemia sejumlah 184 orang (65,7%). Dengan kata lain, lebih dari setengah penderita DM tipe 2 yang rawat inap di RSUP Haji Adam Malik Medan pada tahun 2012 mengalami anemia. Sementara didalam penelitian lain yang dilakukan oleh Chen, Li, Chan et al pada tahun 2011 di Hongkong, ditemukan prevalensi anemia pada pasien DM tipe 2 sebesar 22,8%. Kemudin juga ada penelitian lain yang dilakukan oleh Bonakdaran, Gharebeghi, Vahedian et al pada tahun 2011 di Iran, ditemukan prevalensi anemia pada penderita DM tipe 2 sebesar 19,6%.

Berdasarkan jenis kelamin, penderita anemia pada DM tipe 2 yang berjenis kelamin laki-laki berjumlah 100 orang (54,3%) sedangkan pada perempuan berjumlah 84 orang (45,7 %). Hal ini menunjukkan bahwa laki-laki lebih banyak yang anemia dibandingkan perempuan. Sementara didalam penelitian yang dilakukan oleh Rani, Raman Rachepalli et al pada tahun 2010 di India didapati untuk pasien DM yang berusia 40 - 49 tahun, prevalensi anemia lebih tinggi pada perempuan (26,4%) dibandingkan dengan laki-laki (10,3%).

Berdasarkan umur, penderita anemia paling banyak berada pada kelompok umur 51 – 60 tahun yakni 76 orang (41,3%), kemudian diikuti oleh kelompok umur 41 – 50 tahun yakni 48 orang (26,1%), kelompok umur 61 -70 tahun 46 orang (25%), kelompok umur 71 – 80 tahun 10 orang (5,4%), kelompok


(52)

umur 31 – 40 tahun 3 orang (1,6%), dan frekuensi anemia paling sedikit berada pada kelompok umur >80 tahun dengan jumlah 1 orang (0,5%).


(53)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Prevalensi Diabetes Melitus tipe 2 yang rawat inap di RSUP Haji Adam Malik pada tahun 2012 adalah sebanyak 280 orang.

2. Dari 280 sampel penelitian, diperoleh prevalensi anemia pada penderita DM tipe 2 yang rawat inap di RSUP Haji Adam Malik Medan pada tahun 2012 sebanyak 184 orang (65,7%).

3. Dari 184 orang yang menderita anemia pada penderita DM tipe 2, terdapat 100 orang (54,3%) yang berjenis kelamin laki-laki dan 84 orang (45,7%) berjenis kelamin perempuan.

4. Dari 184 orang yang menderita anemia pada penderita DM tipe 2, terdapat 3 orang (1,6%) pada kelompok umur 31 – 40 tahun, 48 orang (26,1%) pada kelompok umur 41 – 50 tahun, 76 orang (41,3%) pada kelompok umur 51 – 60 tahun, 46 orang (25%) pada kelompok 61 – 70 tahun, 10 orang (5,4%) pada kelompok umur 71 – 80 dan 1 orang (0,5%) pada kelompok umur >80 tahun.

6.2 Saran

1. Bagi Peneliti

Perlu adanya penelitian lebih dalam lagi tentang penyebab dan jenis anemia pada penderita Diabetes Melitus tipe 2 untuk menambah wawasan tentang anemia yang terjadi pada penderita DM tipe 2.

2. Bagi Masyarakat

DM tipe 2 merupakan penyakit yang dapat menimbulkan terjadinya anemia. Penelitian ini bertujuan agar mesyarakat dapat mengetahui bahwa DM tipe 2 dapat menyebabkan terjadinya anemia. Diharapkan masyarakat hendaknya lebih peduli dalam terjadinya anemia pada penderita DM tipe 2.


(54)

3. Bagi Tenaga Kesehatan

Bagi tenaga kesehatan agar lebih memperhatikan kejadian anemia pada penderita DM tipe 2. Karena anemia ini dapat menurunkan kualitas hidup dari penderita DM tipe 2. Untuk penderita DM tipe 2 yang mengalami anemia agar diperhatikan juga tatalaksana terhadap anemia yang diderita oleh pasien agar dapat meningkatkan kualitas hidup pasien.


(55)

DAFTAR PUSTAKA

American Diabetes Association., 2012. Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus. Diabetes Care volume 35 Supplement 1 : 64-71.

American Diabetes Association., 2013. Standards of Medical Care in Diabetes 2013. Diabetes Care Volume 36 Supplement 1 : 11-66.

Bakta, I M. 2009. Pendekatan terhadap Pasien Anemia. In: Sudoyo, Aru W., Bambang Setyohadi, Idrus Alwi, Marcellus Simadibrata K., Siti Setiati. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Ed 5. Jakarta: InternaPublishing. 1109-1115.

Biswas, Animesh. 2006. Prevention of Type 2 Diabetes – Life style modification with diet and physical activity Vs activity alone, Karolinka Institute.

Available From

[Accessed 2006 ]

Bonakdaran, S., Gharebaghi, M., Vahedian, M., 2011. Prevalence of anemia in type 2 diabetes and role of renal involvement. Saudi Journal of Kidney Disease and Transplantation Volume 22 : Issue 2 : 286-290.

Chen, C.X., Li, F.C., Chan, X.L., Chan, K.H., 2011. Anemia and Type 2 Diabetes: implication from retrospectively studied primary care case series. Hongkong Medical Journal.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008. Pedoman Pengendalian Diabetes Mellitus dan Penyakit Metabolik. Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular, Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.


(56)

Granner, Daryl K., 2003. Hormon Pankreas dan Traktus Gastrointestina. In: Murray, R.K., Daryl K. Granner, Peter A. Meyes, Victor W. Rodwell. Biokimia Harper Ed 25. Jakarta: EGC. 581-597.

Hoffbrand, A.V., Pettit, J.E., Moss, P.A.H., 2005. Eritropoiesis dan aspek umum anemia. Kapita Selekta Hematologi Ed 4. 11-25.

Manaf, Asman. 2009. Insulin: Mekanisme Sekresi dan Aspek Metabolisme. In: Sudoyo, Aru W., Bambang Setyohadi, Idrus Alwi, Marcellus Simadibrata, Siti Setiati. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Ed 5. Jakarta: InternaPublishing. 1896-1899.

Mehdi, U., Toto, Robert D., 2009. Anemia, Diabetes and Chronic Kidney Disease. Diabetes Care Volume 32 : 1320-1326.

Palanimuthu, B., 2010. Tingkat Pengetahuan Diet Pasien Diabetes Mellitus serta Komplikasinya di Poli-Endokrinologi, Departemen Ilmu Penyalit Dalam RSUP Haji Adam Malik Medan Tahun 2010. Available From :

2011]

Powers, A.C., 2005. Diabetes Mellitus. In: Kasper, Dennis L., Anthony S. Fauci, Dan L. Longo, Eugene Braunwald, Stephen L. Hauser, and J. Larry Jameson. Harrison’s Principles of Internal Medicine Ed 16. USA: McGraw-Hill Companies, Inc. 2152-2179.

Powers, A.C., 2010. Diabetes Mellitus. In: Jameson J.L. Harrison Endocrinology Ed 2. USA: McGraw-Hill Companies, Inc. 267-313.

Purnamasari, D., 2009. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Mellitus. In: Sudoyo, Aru W., Bambang Setyohadi, Idrus Alwi, Marcellus Simadibrata, Siti


(57)

Setiati. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Ed 5. Jakarta: InternaPublishing. 1880-1883.

Qing, L.L., Xiao, L.O., Liu, B.G., Yong, Z. M., Ronald, M., Jennifer, N., Alice, K., et al., 2012. Chronic Kidney Disease and Associated Cardiovascular Risk Factors in Chinese with Type 2 Diabetes. Diabetes Metabolic Journal Volume 36 : 433-442.

Rani, P.K., Raman, R., Rachepalli, S.R., Pal, S.S., Kulothungan, V., Lakshmipathy, P., Satagopan, U., et al., 2010. Anemia and Diabetic Retinopathy in Type 2 Diabetes Mellitus. JAPI Volume 58. 91-94.

Sastroasmoro, S., Ismael, S., 2002. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis Ed 2. Jakarta: Sagung Seto.

Soewondo, Pradana. 2009. Ketoasidosis Diabetik. In: Sudoyo, Aru W., Bambang Setyohadi, Idrus Alwi, Marcellus Simadibrata, Siti Setiati. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Ed 5. Jakarta: InternaPublishing. 1906-1911.

Thejaswini, K.O., Dayananda, G., Chandrakala, S.P., 2012. Association of Family History of Type 2 Diabetes Mellitus with Insulin Resistance. International Journal of Basic Medical Science Volume 3 : Issue 5 : 155-159.

Waspadji, Sarwono. 2009. Komplikasi Kronik Diabetes: Mekanisme Terjadinya, Diagnosis dan Strategi Pengelolaan. In: Sudoyo, Aru W., Bambang Setyohadi, Idrus Alwi, Marcellus Simadibrata, Siti Setiati. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Ed 5. Jakarta: InternaPublishing. 1922-1929.


(58)

Wild, S., Roglic, G., Green, A., Sicree, R., King, H., 2004. Global Prevalence of Diabetes : Estimates for The Year 2000 and Projection for 2030. Diabetes Care Volume 27 : 1043-1053.

World Health Organization. 2011. Diabetes. Available From:


(59)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Restu

Tempat/Tanggal Lahir : Batusangkar/ 29 Oktober 1991

Agama : Islam

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Jl. Jamin Ginting Gg. Sederhana No. 4A, Medan Riwayat Pendidikan : 1. SD Negeri 22 Kampung Baru, Batusangkar

2. SMP Negeri 1 Batusangkar 3. SMA Negeri 1 Batusangkar

4. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Program Studi Pendidikan Dokter

Riwayat Organisasi : 1. Sekretaris Departemen Pengabdian Masyarakat PEMA FK USU 2011-2012

2. Anggota Divisi HBI-PM PHBI FK USU 2011-2012

3. Sekretaris Departemen Humas KAM Rabbani FK USU 2011-2012

4. Wakil Sekretaris Jendral II PEMA FK USU 2012-2013


(60)

5. Sekretaris Divisi HBI-PM PHBI FK USU 2012-2013

6. Anggota Divisi Program SCORE PEMA FK USU 2012-2013


(61)

(62)

(63)

DATA INDUK

No Nama Jenis Umur Hemoglobin Anemia/

Kelamin (gr/dL) Tidak Anemia

1 Alirum Laki-laki 63 9,90 Anemia

2 Rosma Perempuan 62 11,10 Anemia 3 Erlina Perempuan 37 16,00 Tidak Anemia 4 Ngelar Laki-laki 67 13,70 Tidak Anemia 5 Suparno Laki-laki 60 10,40 Anemia 6 Suheri Laki-laki 56 8,00 Anemia 7 Syeh Laki-laki 43 9,90 Anemia 8 Nurmaini Perempuan 79 10,20 Anemia 9 Porman Perempuan 82 12,30 Tidak Anemia 10 Heni Perempuan 44 7,30 Anemia 11 Aprilia Perempuan 45 10,10 Anemia 12 Diapari Laki-laki 68 5,10 Anemia 13 Yanto Laki-laki 53 10,40 Anemia 14 Arifin Laki-laki 52 4,20 Anemia 15 Rasmi Perempuan 50 13,90 Tidak Anemia 16 Bahari Laki-laki 52 12,40 Anemia 17 Dahyar Laki-laki 54 12,40 Anemia 18 Rubini Perempuan 43 12,40 Tidak Anemia 19 Abizuki Laki-laki 70 10,50 Anemia 20 Gina Perempuan 50 7,70 Anemia 21 Misno Laki-laki 60 8,10 Anemia 22 Lenti Perempuan 59 9,90 Anemia 23 Astinur Perempuan 56 11,00 Anemia 24 Nurdin Laki-laki 74 14,10 Tidak Anemia 25 Syarif Laki-laki 64 12,40 Anemia 26 Amin Laki-laki 72 14,20 Tidak Anemia 27 Bahagia Perempuan 60 11,80 Anemia 28 Gufran Laki-laki 45 9,60 Anemia 29 Roslina Perempuan 49 11,70 Anemia 30 Jesria Perempuan 58 13,30 Tidak Anemia 31 Jusni Perempuan 53 12,30 Tidak Anemia 32 Rahman Laki-laki 73 10,60 Anemia 33 Edison Laki-laki 56 12,60 Anemia 34 Samardi Laki-laki 45 7,80 Anemia 35 Njayam Perempuan 73 8,60 Anemia 36 Pinta Perempuan 64 6,70 Anemia 37 Maria Perempuan 75 9,90 Anemia 38 Marulak Laki-laki 50 14,20 Tidak Anemia 39 Syarifah Perempuan 47 9,90 Anemia 40 Nurjanna Perempuan 61 7,80 Anemia 41 Sinta Perempuan 63 13,10 Tidak Anemia 42 Huzaini Laki-laki 65 9,40 Anemia


(64)

43 Nurtaati Perempuan 49 13,50 Tidak Anemia 44 Edi Laki-laki 43 7,20 Anemia 45 Khairani Perempuan 41 14,70 Tidak Anemia 46 Demsi Laki-laki 70 9,40 Anemia 47 Suradi Laki-laki 72 14,40 Tidak Anemia 48 Lakin Laki-laki 58 8,00 Anemia 49 Mosiati Perempuan 45 10,60 Anemia 50 Hormat Perempuan 65 14,90 Tidak Anemia 51 Aslia Laki-laki 53 9,10 Anemia 52 Mangum Laki-laki 74 13,30 Tidak Anemia 53 Sofyan Laki-laki 47 7,40 Anemia 54 Ramli Laki-laki 68 13,70 Tidak Anemia 55 Ramlan Laki-laki 43 13,80 Tidak Anemia 56 M.Oloan Laki-laki 45 7,30 Anemia 57 Lumongga Perempuan 66 8,50 Anemia 58 Nelson Laki-laki 53 15,00 Tidak Anemia 59 Edward Laki-laki 49 7,30 Anemia 60 Sofyan S Laki-laki 56 9,90 Anemia 61 Irenius Laki-laki 70 15,40 Tidak Anemia 62 Hitler Laki-laki 72 15,40 Tidak Anemia 63 Juwita Perempuan 52 13,10 Tidak Anemia 64 Kurun Perempuan 85 11,70 Anemia 65 Hutasuhu Laki-laki 62 10,30 Anemia 66 Daniel Laki-laki 43 13,40 Tidak Anemia 67 Monansi Laki-laki 32 14,50 Tidak Anemia 68 Yustina Laki-laki 36 13,40 Tidak Anemia 69 Nurhaya Perempuan 49 8,50 Anemia 70 Siti Perempuan 52 7,30 Anemia 71 Machran Laki-laki 49 11,90 Anemia 72 Syabiti Perempuan 75 9,40 Anemia 73 Lamria Perempuan 62 7,70 Anemia 74 Nempel Perempuan 55 10,70 Anemia 75 Kebun Perempuan 71 9,00 Anemia 76 Syahkuba Laki-laki 54 9,70 Anemia 77 Sutrisno Laki-laki 40 9,80 Anemia 78 Teti Perempuan 54 11,10 Anemia 79 Suparyan Laki-laki 48 9,00 Anemia 80 Yusuf Laki-laki 65 11,40 Anemia 81 Rohana Perempuan 53 10,40 Anemia 82 Agusni Perempuan 59 13,70 Tidak Anemia 83 Balma Laki-laki 49 9,80 Anemia 84 Samsinar Perempuan 62 14,50 Tidak Anemia 85 Nuraini Perempuan 64 8,50 Anemia 86 Mahna Perempuan 55 11,70 Anemia 87 Roimah Perempuan 62 12,20 Tidak Anemia 88 Mawardi Laki-laki 57 9,40 Anemia


(65)

89 Netty Perempuan 53 12,30 Tidak Anemia 90 Sudarsih Perempuan 54 13,70 Tidak Anemia 91 Amir Laki-laki 51 11,70 Anemia 92 Marihot Laki-laki 58 18,50 Tidak Anemia 93 Djohan Laki-laki 60 10,60 Anemia 94 Berliana Perempuan 61 7,00 Anemia 95 Asli Laki-laki 50 8,20 Anemia 96 Tali Laki-laki 56 11,40 Anemia 97 Rosanna Perempuan 50 12,90 Tidak Anemia 98 Abdul Laki-laki 53 10,10 Anemia 99 Mitnani Laki-laki 62 12,20 Anemia 100 Yurlis Perempuan 85 14,70 Tidak Anemia 101 Manihut Laki-laki 63 8,50 Anemia 102 Sano Laki-laki 53 14,50 Tidak Anemia 103 Saman Laki-laki 56 12,70 Anemia 104 Sarjit Perempuan 45 14,00 Tidak Anemia 105 Rohani Perempuan 53 17,80 Tidak Anemia 106 Buttumar Laki-laki 61 12,00 Anemia 107 Wagimin Laki-laki 68 16,80 Tidak Anemia 108 Jumaseh Perempuan 42 9,10 Anemia 109 Munir Laki-laki 56 9,00 Anemia 110 Leo Perempuan 62 8,20 Anemia 111 Yamini Perempuan 72 8,60 Anemia 112 Saida Perempuan 66 11,00 Anemia 113 Dana Laki-laki 54 8,80 Anemia 114 Rahman Laki-laki 63 10,40 Anemia 115 Nasib Laki-laki 44 14,30 Tidak Anemia 116 Agus Laki-laki 47 10,00 Anemia 117 Adi Laki-laki 52 12,00 Anemia 118 Elma Perempuan 46 11,90 Anemia 119 Ritno Laki-laki 61 15,80 Tidak Anemia 120 Rolijah Perempuan 54 7,30 Anemia 121 Dariani Perempuan 42 10,70 Anemia 122 Badrik Laki-laki 87 16,80 Tidak Anemia 123 Maniara Perempuan 57 4,50 Anemia 124 Holongan Laki-laki 45 12,40 Anemia 125 Erfan Laki-laki 47 9,80 Anemia 126 Suwitno Laki-laki 48 9,70 Anemia 127 Sukindar Laki-laki 52 13,70 Tidak Anemia 128 Eni Perempuan 46 13,80 Tidak Anemia 129 Siti Perempuan 52 10,20 Anemia 130 Tioria Perempuan 59 5,50 Anemia 131 Sutarno Laki-laki 49 11,80 Anemia 132 Asmia Perempuan 54 4,30 Anemia 133 Rita Perempuan 54 9,10 Anemia 134 Alisah Perempuan 57 11,90 Anemia


(1)

181 Parningo Laki-laki 59 11,50 Anemia 182 Risya Perempuan 63 7,80 Anemia 183 Sehat Perempuan 57 10,50 Anemia 184 Nurliana Perempuan 52 8,60 Anemia 185 Ramli Laki-laki 50 13,20 Tidak Anemia 186 Berani Laki-laki 54 8,90 Anemia 187 Sulaiman Laki-laki 70 10,10 Anemia 188 Sukaria Perempuan 51 13,70 Tidak Anemia 189 Rosdid Perempuan 51 9,00 Anemia 190 Edward P Laki-laki 66 13,40 Tidak Anemia 191 Rabuslim Laki-laki 65 11,80 Anemia 192 Muliana Perempuan 69 7,90 Anemia 193 Suryadi Laki-laki 47 12,60 Anemia 194 Tubal Laki-laki 77 12,40 Anemia 195 Manna Perempuan 45 5,70 Anemia 196 Hamdan Laki-laki 51 12,20 Anemia 197 Halimah Perempuan 66 10,70 Anemia 198 Jaupir Laki-laki 42 13,10 Tidak Anemia 199 Beren Laki-laki 60 9,70 Anemia 200 Yustinus Laki-laki 56 11,10 Anemia 201 Miswanto Laki-laki 47 18,90 Tidak Anemia 202 Nawawi Laki-laki 61 7,30 Anemia 203 Asbullah Laki-laki 41 15,40 Tidak Anemia 204 Ainun Perempuan 56 7,90 Anemia 205 Ronsken Laki-laki 44 9,60 Anemia 206 Khairani Perempuan 49 16,50 Tidak Anemia 207 Gakmani Perempuan 68 11,10 Anemia 208 Zuraida Perempuan 53 8,70 Anemia 209 Juri Perempuan 52 12,00 Tidak Anemia 210 Chairumi Perempuan 62 5,60 Anemia 211 Dhiaud Laki-laki 52 6,30 Anemia 212 Ningsih Perempuan 38 12,20 Tidak Anemia 213 Syapijal Laki-laki 53 14,20 Tidak Anemia 214 Agran Laki-laki 54 10,90 Anemia 215 Rosimah Perempuan 66 6,40 Anemia 216 Sulastri Perempuan 54 10,10 Anemia 217 Sahniar Perempuan 58 10,60 Anemia 218 Elida Perempuan 46 12,20 Tidak Anemia 219 Ernawati Perempuan 50 10,00 Anemia 220 Luciana Perempuan 34 13,00 Tidak Anemia 221 Yusuf Laki-laki 45 5,20 Anemia 222 Syty Perempuan 49 10,50 Anemia 223 Siti R Perempuan 58 8,40 Anemia 224 Pinter Laki-laki 69 14,40 Tidak Anemia 225 Tigan Perempuan 58 8,40 Anemia 226 Julius Laki-laki 34 5,60 Anemia


(2)

227 Ahli Laki-laki 44 7,80 Anemia 228 Rosliani Perempuan 54 12,40 Tidak Anemia 229 Neneng Perempuan 52 4,90 Anemia 230 Adi Laki-laki 51 5,50 Anemia 231 Cu Gek Perempuan 62 14,60 Tidak Anemia 232 Mariani Perempuan 56 15,70 Tidak Anemia 233 Lasmini Perempuan 71 13,70 Tidak Anemia 234 Tetti Perempuan 37 14,90 Tidak Anemia 235 Partina Perempuan 57 7,80 Anemia 236 Sahrial Laki-laki 43 16,60 Tidak Anemia 237 Cornelia Perempuan 61 7,70 Anemia 238 Linda Perempuan 48 10,50 Anemia 239 Sutiman Laki-laki 79 15,00 Tidak Anemia 240 Saidi Laki-laki 50 9,90 Anemia 241 Janner Laki-laki 49 10,60 Anemia 242 Rosidah Perempuan 68 14,00 Tidak Anemia 243 Suriati Perempuan 61 14,50 Tidak Anemia 244 Edward P Laki-laki 55 11,80 Anemia 245 Nurhaya Perempuan 48 11,90 Anemia 246 Nursam Laki-laki 62 10,80 Anemia 247 Hamidah Perempuan 63 13,90 Tidak Anemia 248 Aisyah Perempuan 67 6,40 Anemia 249 Sofiah Perempuan 45 13,10 Tidak Anemia 250 Sadakata Laki-laki 48 10,40 Anemia 251 Banaan Laki-laki 52 14,00 Tidak Anemia 252 Sudung Laki-laki 48 11,60 Anemia 253 Dwita Perempuan 50 8,20 Anemia 254 Salomo Laki-laki 69 7,80 Anemia 255 Posman Laki-laki 69 12,10 Anemia 256 Tiurma Perempuan 62 13,80 Tidak Anemia 257 Nurat Laki-laki 53 17,10 Tidak Anemia 258 Patuh Laki-laki 61 3,20 Anemia 259 Tiarliza Perempuan 67 14,20 Tidak Anemia 260 Rostina Perempuan 58 13,20 Tidak Anemia 261 Marsiah Perempuan 60 7,70 Anemia 262 Rosmery Perempuan 51 12,00 Tidak Anemia 263 Sempa Laki-laki 66 8,70 Anemia 264 Sumarni Perempuan 51 12,60 Tidak Anemia 265 Johebet Perempuan 53 14,20 Tidak Anemia 266 Semma Perempuan 67 13,10 Tidak Anemia 267 Maimunah Perempuan 66 13,70 Tidak Anemia 268 Safar Laki-laki 51 15,80 Tidak Anemia 269 Rawen Perempuan 56 10,70 Anemia 270 Nurwani Perempuan 64 11,00 Anemia 271 Pangari Laki-laki 58 14,20 Tidak Anemia 272 Nurmian Perempuan 61 10,70 Anemia


(3)

273 Perdamen Laki-laki 49 8,40 Anemia 274 Syahrial Laki-laki 45 4,20 Anemia 275 Nippon Laki-laki 68 10,60 Anemia 276 Pulung Laki-laki 57 9,70 Anemia 277 Basriah Perempuan 59 11,90 Anemia 278 Marnoto Laki-laki 50 16,00 Tidak Anemia 279 Imprelis Perempuan 60 12,90 Tidak Anemia 280 Untung Laki-laki 64 11,50 Anemia


(4)

OUTPUT SPSS Statistics

Jenis Kelamin Pasien

Umur

responden Anemia

N Valid 280 280 280

Missing 0 0 0

Jenis Kelamin Pasien

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Laki-laki 144 51,4 51,4 51,4

Perempuan 136 48,6 48,6 100,0

Total 280 100,0 100,0

Umur responden

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid >80 4 1,4 1,4 1,4

31-40 9 3,2 3,2 4,6

41-50 71 25,4 25,4 30,0

51-60 109 38,9 38,9 68,9

61-70 70 25,0 25,0 93,9

71-80 17 6,1 6,1 100,0


(5)

Anemia

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Anemia 184 65,7 65,7 65,7

Tidak Anemia 96 34,3 34,3 100,0

Total 280 100,0 100,0

Statistics

Jenis Kelamin pasien anemia pada DM tipe 2

Umur Pasien anemia

N Valid 184 184

Missing 0 0

Jenis Kelamin pasien anemia pada DM tipe 2

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Laki-laki 100 54,3 54,3 54,3

Perempuan 84 45,7 45,7 100,0


(6)

Umur Pasien anemia pada DM tipe2

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid >80 1 ,5 ,5 ,5

31-40 3 1,6 1,6 2,2

41-50 48 26,1 26,1 28,3

51-60 76 41,3 41,3 69,6

61-70 46 25,0 25,0 94,6

71-80 10 5,4 5,4 100,0