Model Audit Kapasitas Organisasi dan Aplikasinya Pada Organisasi Pemerintah Kota Surakarta dan Pemerintah Daerah Sragen

L
LAPORAN AKHIR TAHUN KEDUA
PENELITIAN HIBAH BERSAING

LIKASINYA
MODEL AUDIT
IT KAPASITAS ORGANISASI DAN APLIK
AKARTA
PADA ORG
GANISASI PEMERINTAH KOTA SURAK
DA
AN PEMERINTAH DAERAH SRAGEN

TIM PENELITI
DR
R. AGUNG RIYARDI, MSi (0620056801))
D
Drs. WIDOYONO, MM (0006094901)

Dibiayai oleh
eh Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta Wilayah

ilayah VI,
Kem
ementerian Pendidikan dan Kebudayaan,,
Penelitian
sesuai dengan
gan Surat Perjanjian Pelaksanaan Hibah Pen
Mei 2014
Nomor: 007/K
007/K6/KL/SP/PENELITIAN/2014, Tanggal 8 M

F
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVER
ERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKART
RTA
OKTOBER 2013

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL


i

HALAMAN PENGESAHAN

ii

DAFTAR ISI

iii

KATA PENGANTAR

v

ABSTRAK

vi

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
1.2. Tujuan Khusus dan Keutamaan
1.3. Temuan/Inovasi yang ditargetkan

1
1
5
7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Ekonomi Institusional
2.2. Kapasitas Ekonomi dan Kapasitas Organisasi
2.3. Organizational Capacity Auditing Tool (OCA Tool)
2.4. Manajemen Mutakhir Sektor Publik
2.5. Balanced Scorecard
2.6. Balanced Scorecard pada Pemerintah Daerah
2.7. State of the Art Penelitian

10
10

12
16
20
22
25
28

BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Metode Penelitian Tahun Pertama
3.2. Metode Penelitian Tahun Kedua
3.3. Metode Penelitian Tahun Ketiga
3.4. Bagan Alir Penelitian Tahun Pertama, Kedua dan Ketiga

33
33
41
44
44

BAB IV INSTITUSI DAN KAPASITAS ORGANISASI

PEMERINTAH KABUPATEN SRAGEN
4.1. Institusi Pemerintah Kabupaten Sragen
4.2. Kapasitas Organisasi Pemerintah Kabupaten Sragen

46
46
52

BAB V PERSPEKTIF BALANCED SCORECARD
PADA VISI DAN MISI PEMERINTAH
KABUPATEN SRAGEN
5.1. Visi dan Misi Pemerintah Kabupaten Sragen
5.2. Peta Strategi Pemerintah Kabupaten Sragen
5.3. Kunci Strategis Pemerintah Kabupaten Sragen

58
58
61
63


BAB VI INSTITUSI DAN KAPASITAS ORGANISASI
PEMERINTAH KOTA SURAKARTA
6.1. Institusi Pemerintah Kota Surakarta
6.2. Kapasitas Organisasi Pemerintah Kota Surakarta

65
65
73

iii

BAB VII PERSPEKTIF BALANCED SCORECARD
PADA VISI DAN MISI PEMERINTAH
KOTA SURAKARTA
7.1. Visi dan Misi Pemerintah Kota Surakarta
7.2. Peta Strategi Pemerintah Kota Surakarta
7.3. Kunci Strategis

76
76

79
80

BAB VIII. RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA
8.1. Rencana Penelitian Tahun 2015
8.2. Rencana Output Tahun 2015

82
82
83

BAB IX KESIMPULAN DAN SARAN
9.1. Kesimpulan
9.2. Saran

84
84
85

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

iv

KATA PENGANTAR

Pemerintah adalah sebuah topik kajian yang menarik. Kekuasaan dan
pengaruh yang besar adalah sebagian dari alasan sebagai kajian yang menarik
tersebut.

Harapannya diperoleh sebuah analisis temtang pemerintah yang

menggunakan kekuasaan dan pengaruhnya secara benar.
Evaluasi terhadap pemerintah adalah salah satu bagian dari topik
kajian yang penting. Evaluasi terhadap pemerintah menjadi ‘antitesis’ bagi atau
alat meminimalkan penyalahgunaan kekuasaan dan pengaruh yang dimiliki oleh
pemerintah. Evaluasi pemerintahan mengembalikan pemerintah ke ‘jalan yang
benar’.
Permasalahan yang dihadapi dalam evaluasi pemerintah adalah tidak
adanya suatu alat evaluasi ilmiah. Penelitian ini menggagas hal tersebut. Konsep

ilmiah dalam ekonomika institusi, kapasitas organisasi, perencanaan strategis dan
balanced scorecard diujicobakan pada pemerintah daerah Sragen dan kota
Surakarta dengan harapan dapat merumuskan Organizational Capacity Auditing
(OCA) tool menjadi Institutional Capacity Evaluation (ICE) tool. Selamat
menikmati.
Surakarta, 30 November 2014
Ketua Peneliti,

Agung Riyardi

v

ABSTRAK
Tujuan jangka panjang penelitian ini adalah terumuskannya ICE Tool yang
dikembangkan dari OCA Tool sebagai model evaluasi kapasitas institusi
pemerintah daerah. Adapun target khusus dalam penelitian ini adalah
terdiskripsikannya organisasi pemerintah daerah Sragen dan kota Surakarta
sebagai institusi, terukurnya seluruh variabel kapasitas organisasi pemerintah
daerah Sragen dan pemerintah kota Surakarta baik variabel kapasitas organisasi
level mikro, maupun meso dan makro, dan terbentuknya perspektif balanced

scorecard pada visi dan misi pemerintah daerah Sragen dan kota Surakarta.
Apabila ketiga target khusus terpenuhi, maka dapat diperoleh fakta OCA Tool
yang dapat dirumuskan menjadi ICE Tool dan digunakan sebagai dasar dalam
evaluasi kapasitas organisasi pemerintah daerah sebagai suatu institusi. Metode
untuk mendeskripsikan organisasi pemerintah daerah Sragen dan kota Surakarta
sebagai suatu institusi adalah mendeskripsikan dinamika sejak tahun 2005 hingga
2011 level mikro, meso dan makro berdasarkan kriteria kelembagaan expertise,
specificity dan incentives. Metode untuk mengukur variabel kapasitas organisasi
pemerintah daerah Sragen dan Kota Surakarta adalah metode pengelompokan
organisasi pada level mikro, meso dan makro dan pengukuran optimasi
kapasitasnya menggunakan Kriteria Tingkat Optimasi Kapasitas Organisasi
Pemerintah Daerah. Metode untuk membentuk perspektif balanced scorecard
pada visi dan misi pemeritah daerah Sragen dan kota Surakarta adalah metode
Peta Strategi. Metode untuk merumuskan ICE Tool dari OCA Tool sebagai model
evaluasi kapasitas kelembagaan pemerintah daerah adalah metode standardisasi
alat evaluasi kapasitas organisasi pemerintah daerah.

vi

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang
Manusia berperilaku sebagai respon terhadap kelembagaan di
sekitarnya. Pilihan dan artikulasi yang dilakukannya dipengaruhi oleh lingkungan
yang melingkupinya. Sebagai contoh adalah perilaku sebagian umat Islam yang
memahami ajaran Islam tentang larangan membungakan uang sebagai suatu
kelembagaan, lalu memilih dan mengartikulasikan mendapatkan tambahan uang
tidak dengan membungakan uang.

Salah satu implementasinya menurut

Muttaqien (2008), adalah berbagai bentuk reformasi regulasi dan organisasi
keuangan syariah di Indonesia. Contoh yang lain adalah perilaku sebagian pejabat
yang memilih dan mengartikulasikan melakukan korupsi. Hal itu disebabkan
kelembagaan korupsi mempengaruhi mereka, sedangkan kelembagaan antikorupsi
tidak mempengaruhi sebagaimana telah dianalisis Schramm dan Taube (2003).
Pengertian korupsi dalam tradisi masyarakat Guanxi di China berbeda dengan
pengertian korupsi menurut sistem sosial. Korupsi teryata sesuatu yang relative
sebab yang disebut korupsi menurut sistem sosial, teryata menurut tradisi
masyarakat Guanxi tidak disebut sebagai korupsi. Masih banyak contoh-contoh
lainnya yang menunjukkan bahwa perilaku manusia untuk memenuhi kebutuhan
dipengaruhi oleh kelembagaan di sekelilingnya.

1

Berbagai penelitian telah menganalisis perilaku manusia sebagai
respon terhadap kelembagaan yang melingkupinya. Wardhono (2009) misalnya,
telah menganalisis faktor kelembagaan berupa hukum pertanahan dan
keterkaitannya

dengan

perilaku

transformasi

pemilikan

tanah

di

Desa

Klompangan Kabupaten Jember. Baksh and Yustika (2008) telah menganalis
kelembagaan kredit yang tidak menguntungkan para petani Tebu seperti bunga
yang terlalu tinggi dan koperasi yang tidak transparan. Kelembagaan seperti itu
menyebabkan produksi tebu berkurang dan harga tebu meningkat.

Berbagai

penelitian juga telah menganalisis kelembagaan yang mempengaruhi perilaku
manusia. Ngumar dan Budi (2003) menganalisis kelembagaan investasi terpadu
Di Jawa Timur. Disimpulkan bahwa kelembagaan yang diharapkan adalah yang
mampu membentuk iklim investasi dan memberikan pelayanan semudahmudahnya dalam perijinan. Maflahah (2010) telah menganalisis faktor
kelembagaan yang penting dalam mengurangi ketidakteraturan dalam rantai pasok
industri talas. Faktor kelembagaan tersebut meliputi tujuan, pelaku, perubahan,
kendala, tolok ukur dan kebutuhan pada industri talas.

Berbagai penelitian

tersebut menggambarkan eksistensi ekonomika kelembagaan.
Kapasitas merupakan hal yang penting bagi suatu kelembagaan sebab
kapasitas menyebabkan berbagai pihak yang terkait dengan kelembagaan tersebut
berperilaku dan memberikan respon dengan tepat. Anantanyu (2011) sebagai
contoh, telah mengemukakan arti penting faktor kapasitas. Penyuluhan pertanian
yang dipengaruhi oleh kelembagaan pertanian yang sesuai dengan kapasitasnya
2

menyebabkan peningkatan taraf hidup, harkat dan martabat petani.

Dapat

disimpulkan bahwa kapasitas kelembagaan yang tepat menyebabkan berbagai
pihak di sekitarnya berperilaku dan merespon secara tepat.
Pada saat ini belum ada standar untuk melakukan evaluasi kapasitas
kelembagaan pemerintah daerah. Padahal standar ini sangat penting. Tanpa ada
standar, informasi yang disajikan oleh evaluasi kapasitas kelembagaan hanya
menjadi informasi yang tidak memiliki peran untuk memperbaiki dan
meningkatkan pemerintah daerah.

Dengan demikian perlu ada suatu standar

evaluasi kapasitas kelembagaan pemerintah daerah.
Apalagi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) yang merupakan
integrasi ekonomi regional akan diterapkan sejak tahun 2015 dalam bentuk
peredaran tanpa hambatan barang, jasa, investasi, tenaga kerja terdidik, dan
barang modal di antara negara-negara ASEAN asehingga Asean menjadi single
market (Direktorat Jenderal Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan
Republik Indonesia, 2013: 24). Peningkatan daya saing dan kesiapan menghadapi
tantangannya melalui peningkatan daya saing menjadi keharusan (Pangestu,
2009). Kenyataannya, sebagaimana dikemukakan Anabarja (2009), pemerintah
banyak melakukan intervensi daripada meningkatkan daya saing.
Tidak hanya pemerintah pusat, pemerintah daerah pun cenderung
melakukan intervensi daripada meningkatkan daya saing. Dampak negatifnya,
sebagaimana dikemukakan oleh Pambudhi (2007), dirasakan juga oleh usaha kecil
dan menengah.

Bahkan Meliala (2008), menganggap sangat penting untuk
3

mengkaji ulang dan mengkritisi kebijakan di daerah yang mengganggu
peningkatan daya saing. Oleh karena itu, suatu standar evaluasi bagi kapasitas
kelembagaan pemerintah daerah sangat penting.
Pemerintah daerah Kabupaten Sragen (2011) pernah menganalisis
kapasitas organisasi pemerintahannya.

Alat analisis yang digunakan adalah

Organizational Capacity Audit Tool (OCA Tool). Informasi dan ukuran yang
dihasilkan dari analisis ini adalah bahwa kapasitas organisasi pemerintah daerah
Sragen sangat baik.

Namun, penggunaan OCA Tool dalam analisis tersebut

memiliki kelemahan. Balanced scorecard untuk sektor publik yang direncanakan
untuk mengukur hubungan antarvariabel dalam OCA Tool ternyata tidak
diterapkan. Seandainya balanced scorecard itu diterapkan, maka akan terlihat
OCA Tool sebagai standar untuk mengevaluasi kapasitas organisasi pemerintah
daerah.
Selain itu, kelemahan juga disebabkan pengamatan terhadap kapasitas
organisasi pemerintah daerah Sragen tidak menggambarkan sebagai kapasitas
kelembagaan.

Padahal ukuran terhadap kapasitas kelembagaan sudah ada.

Expertise, specificity dan incentives sebagaimana dikemukakan oleh Sato (2000)
misalnya, dapat digunakan sebagai ukuran kapasitas kelembagaan.
Penggabungan OCA Tool, kapasitas kelembagaan dan balanced
scorecard sektor publik dalam suatu model evaluasi menyebabkan pemerintah
daerah dapat menjadi kelembagaan yang selalu terevaluasi dengan baik dan ideal.

4

Bahkan kelembagaan ini memberikan pengaruh positif terhadap lingkungannya,
seperti tidak interfensif dan mampu meningkatkan daya saing sektor swasta.
Berkaitan itu, sangat menarik untuk meneliti aplikasi OCA Tool
sebagai standar untuk mengevaluasi kapasitas kelembagaan pemerintah daerah.
Oleh karena itu penelitian ini berupaya menganalisis OCA Tool sebagai standar
mengevaluasi kapasitas kelembagaan pemerintah daerah Sragen dan Surakarta.
Dalam penelitian ini diteliti berbagai variabel dalam OCA Tool, diteliti hubungan
antar variabelnya dalam kerangka balanced scorecard, dan diteliti kesesuaiannya
dengan ukuran expertise, specificity dan incentives di pemerintahan daerah Sragen
dan di pemerintahan kota Surakarta. Jika dapat diteliti secara keseluruhan, maka
OCA Tool dapat dijadikan sebagai model evaluasi kapasitas kelembagaan
pemerintah daerah. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul “Model Audit Kapasitas Organisasi dan Aplikasinya pada
Organisasi Pemerintah Kota Surakarta dan Pemerintah Daerah Sragen”

1.2. Tujuan Khusus dan Keutamaan
Tujuan khusus penelitian ini ada 4, yaitu:
1.

Menganalisis komponen organisasi pemerintah daerah Sragen dan kota
Surakarta.

Keutamaan analisis ini adalah penggunaan OCA tool untuk

mengetahui komponen organisasi pemerintah daerah.
2.

Mengukur tingkat optimalisasi setiap komponen organisasi pemerintah daerah
Sragen dan kota Surakarta. Keutamaan pengukuran ini ada tiga yaitu:
5

a. Penggunaan teknik engineering untuk mengukur tingkat optimalisasi
sebagaimana dilakukan oleh pemerintah daerah Sragen (2011) dan Riyardi
dan Widoyono (2012).
b. Penggunaan trend linier ini dalam penghitungan variabel target
sebagaimana dilakukan oleh Riyardi dan Widoyono (2012).
c. Penggunaan kriteria optimal, belum optimal dan tidak optimal dalam
Kriteria Tingkat Optimalisasi Kapasitas Organisasi Pemerintah Daerah di
mana dalam Riyardi dan Widojono (2012) sudah menggunakan kriteria
tersebut, namun sebatas pada kapasitas sumber daya manusia organisasi
pemerintah daerah Sragen yang merupakan pengembangan atas evaluasi
yang dilakukan oleh pemerintah daerah Sragen (2011) yang membagi
kriteria menjadi istimewa, sangat baik, baik, buruk dan sangat buruk.
3.

Menganalisis hubungan antar berbagai variabel kapasitas organisasi
berdasarkan pemikiran balanced scorecard. Keutamaan dalam analisis ini
ada dua yaitu:
a. Level mikro, meso dan makro disesuaikan dengan perspektif balanced
scorecard.
b. Hubungan antar berbagai variabel kapasitas organisasi dianalisis
berdasarkan perspektif dalam balanced scorecard, strategic map dan
strategic key.

4.

Merumuskan OCA Tool sebagai model evaluasi kapasitas kelembagaan.
Keutamaan dalam perumusan ini adalah adanya standardisasi kapasitas
6

organisasi menjadi kapasitas kelembagaan melalui ukuran kelembagaan
expertise, specificity dan incentives.
Tujuan penelitian ini dicapai dalam tiga tahun penelitian. Perincian
setiap tahun sebagai berikut:
1. Tahun pertama, tahun 2013, mencapai tujuan penelitian 1 dan 2 dan 4
2. Tahun kedua, tahun 2014, mencapai tujuan penelitian 3
3. Tahun ketiga, tahun 2015, mencapai tujuan jangka panjang merumuskan
model evaluasi kapasitas kelembagaan pemerintah daerah.

1.3. Temuan/Inovasi Yang Ditargetkan
Temuan/inovasi yang ditargetkan dalam penelitian ini adalah model
OCA Tool berprespektif balanced scorecard sebagai standar evaluasi kapasitas
kelembagaan pemerintah daerah. Temuan/inovasi ini mengembangkan model
OCA Tool dari model audit kapasitas organisasi menjadi model evaluasi kapasitas
kelembagaan dalam tiga hal.
teknis

OCA tool.

Pertama adalah temuan/inovasi pengembangan

Bentuknya adalah teknik engineering dalam pengukuran

tingkat optimasi, penggunaan trend linier untuk pengukuran target, dan kriteria
optimalisasi. Kedua adalah temuan/inovasi pengembangan OCA tool. Bentuknya
adalah mengkaitkan level-level kapasitas organisasi dengan balanced scorecard
sehingga diperoleh strategic map dan keys. Ketiga adalah pengembangan model
OCA tool menjadi menjadi ICE (Institutional Capacity Evaluation) tool.
Bentuknya adalah model OCA tool yang terintegrasi dengan balanced scorecard
7

dan kriteria kelembagaan expertise, specificity dan incentives. Baris akhir Tabel
1.1 menunjukkan temuan dan inovasi penelitian ini.
TABEL 1.1
TUJUAN, TEMUAN DAN INOVASI PENELITIAN

Tujuan

Temuan

Inovasi

Tahun 1
Tujuan 1, 2 dan 4:
Menganalisis tingkat
optimasi berbagai
level kapasitas dan
kelembagaan
pemerintah daerah
Sragen dan
Surakarta

Tahun 2
Tujuan 3:
Menganalisis
kapasitas organisasi
pemerintah daerah
Sragen dan
Surakarta berdasar
perspektif balanced
scorecard

Organisasi
pemerintah daerah
Sragen dan
Surakarta terdiri atas
level mikro, meso
dan makro yang
memenuhi kriteria
kapasitas optimal
dan kelembagaan
expertise, specificity
dan incentives

Strategic map dan
keys pemerintah
daerah Sragen dan
Surakarta karena
level mikro setara
dengan perspektif
pembelajaran dan
pertumbuhan, level
meso setara dengan
perspektif internal
organisasi dan
keuangan, dan level
makro setara dengan
perspektif pelanggan

Integrasi OCA tool,
kriteria optimasi,
kriteria
kelembagaan dan
balanced scorecard
sektor publik sebagai
standar evaluasi
kapasitas
kelembagaan
pemerintah daerah

Strategic map dan
strategic key

ICE (Institutional
Capacity Evaluasi)
Tool: Integreted
OCA Tool sebagai
model evaluasi
kapasitas
kelembagaan
pemerintah daerah

Teknik enginering,
penggunaan trend
linier untuk
pengukuran target
dan kriteria
optimalisasi.
Kriteria
kelembagaan
expertise, specificity
dan incentives

8

Tahun 3
Tujuan jangka
panjang:
Merumuskan model
evaluasi kapasitas
kelembagaan
pemerintah daerah

Temuan dan inovasi expertise, spesificity dan incentives bermanfaat
bagi pengembangan ekonomika institusional. Institusi tidak hanya dikaji dari
respon yang terjadi karena suatu institusi sebagaimana telah dikaji berbagai
mazhab dalam ekonomika institusional, namun institusi dapat dikaji secara
mendalam berdasarkan berbagai kriteria sebagai suatu institusi.

Temuan dan

inovasi ini membuka ruang lebar untuk mengalisis kriteria institusi.
Temuan dan inovasi terkait OCA tool dan balanced scorecard juga
bermanfaat bagi ilmu manajemen organisasi pemerintahan daerah.

Ilmu

manajemen organisasi pemerintah daerah di satu sisi sudah membahas mengenai
arti penting organisasi dan kapasitasnya dan di sisi lain ilmu manajemen
organisasi pemerintah daerah juga sudah membahas balanced scorecard sebagai
alat evaluasi organisasi pemerintah daerah.

Penelitian ini menggabungkan

keduanya, sehingga mengembangkan konsep kapasitas organisasi pemerintah
daerah dan mengembangkan konsep balanced scorecard sebagai alat evaluasi
organisasi pemerintahan daerah.

9

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ekonomika Institusional
Ekonomika Institusional menganalisis perilaku ekonomi dengan
anggapan bahwa institusi tidak sama dengan organisasi. Institusi lebih luas dari
organisasi. Perilaku-perilaku ekonomi yang terjadi, baik perilaku memaksimalkan
keuntungan atau perilaku tidak memaksimalkan keuntungan disebabkan faktor
institusional baik formal ataupun tidak formal. Sebagai contoh, perilaku ekonomi
dipengaruhi oleh peraturan, regulasi, hukum, konvensi, tren, atau budaya.
Gambar 2.1 menunjukkan bagaimana keterpengaruhan perilaku karena
institusi. Terlihat pada sisi kanan Gambar bahwa institusi membentuk informasi
yang selanjutnya mempengaruhi pengambilan keputusan dan perilaku terkait.
Adapun sisi kiri Gambar 2.1 menunjukkan bahwa hubungan bersifat siklis dan
dinamis. Keputusan diambil dan perilaku terkait mempengaruhi institusi.
GAMBAR 2.1
PENGARUH INSTITUSI
Institusi
Perilaku

Informasi

Individu dan Pengambilan
Keputusan
Sumber: Hodgson (1998) dan Petrović dan Stefanofić (2009)
Mazhab ekonomi

institusional
10

lama lebih menekankan pada

terdapatnya pengambilan keputusan yang berbeda-beda. Terdapat pengambilan
keputusan yang berlandaskan konsep memaksimumkan keuntungan, namun juga
terdapat pengambilan keputusan yang tidak berlandaskan konsep memaksimalkan
keuntungan. Eksponen mazhab ekonomi institusional lama yang terkenal banyak
yang memfokuskan pada pengambilan keputusan yang tidak berlandaskan konsep
memaksimalkan keuntungan dan berbagai faktor yang mempengaruhinya seperti
faktor psikologis atau hukum. Melalui mereka, Mazhab Ekonomi Institusional
Lama dikenal sebagai perlawanan terhadap Mazhab Ekonomi Neoklasik.
Beberapa eksponen setelah eksponen Mazhab Ekonomi Institusional
Lama berusaha melanjutkan konsep ekonomi Mazhab Institusional Lama.
Analisis yang dikemukakan lebih tertuju pada usaha menjawab kegagalan Mazhab
Ekonomi Neoklasik. J. Schumpeter, G. Myrdal dan K. Galbraith adalah di antara
eksponen-eksponen tersebut. Santosa (2008) mengelompokkan mereka sebagai
Aliran Quasi Kelembagaan yang berbeda dengan Aliran Kelembagaan Lama dan
Baru.
Mazhab Ekonomi Institusional Baru lebih menekankan pada
konseptualisasi berbagai hal dalam relasi antara institusi, informasi dan
individu/pengambilan keputusan. Berbagai hal yang ada dalam relasi tersebut di
antaranya adalah konsep biaya transaksi, hak kepemilikan, pilihan publik dan teori
permainan. Pengambilan keputusan boleh jadi adalah pengambilan keputusan
berlandaskan

perilaku

memaksimalkan

keuntungan,

boleh

jadi

adalah

pengambilan keputusan tidak berlandaskan perilaku memaksimalkan keuntungan.
Pilihan-pilihan

dalam

pengambilan

keputusan

11

tersebut

terjadi

karena

pengambilkeputusan memiliki informasi yang berasal dari institusi yang
melingkupinya di mana informasi tersebut diolah dan diproses berdasar satu atau
lebih dari konsep biaya transaksi, hak kepemilikan, pilihan publik dan teori
permainan.
Santosa (2008) menganalisis bahwa konseptualisasi

tersebut

memperkuat posisi Mazhab Ekonomi Institusional sebagai ‘lawan’ dari Mazhab
Ekonomi Neoklasik, Ekonomi Pasar atau yang sejenisnya. Konseptualisasi dalam
Mazhab Ekonomi Institusional tersebut dapat dibagi menjadi institutional
environment dan institutional arrangement. Konseptualisasi ini menyebabkan
dapat dipahaminya arti penting pendekatan yang holistik dan penganekaragaman
pendidikan ekonomi.
Kapasitas merupakan hal yang penting bagi suatu kelembagaan sebab
kapasitas menyebabkan berbagai pihak yang terkait dengan kelembagaan tersebut
berperilaku dan memberikan respon dengan tepat. Anantanyu (2011) sebagai
contoh, telah mengemukakan arti penting faktor kapasitas. Penyuluhan pertanian
yang dipengaruhinoleh kelembagaan pertanian yang sesuai dengan kapasitasnya
menyebabkan peningkatan taraf hidup, harkat dan martabat petani.

Dapat

disimpulkan bahwa kapasitas kelembagaan yang tepat menyebabkan berbagai
pihak di sekitarnya berperilaku dan merespon secara tepat.

2.2. Kapasitas Ekonomi dan Kapasitas Organisasi
Kapasitas berasal dari bahasa Inggris capacity. Namun demikian kata
kapasitas lebih sempit pengertiannya dari kata capacity. Capacity sebagaimana

12

dikemukakan oleh The Free Dictionary Online (2013) memiliki 9 pengertian,
sedangkan kapasitas sebagaimana dikemukakan Kamus Besar Bahasa Indonesia
memiliki 4 pengertian (KBBI, 2013). Terdapat persamaan dan perbedaan dalam
pengertian kapasitas dan capacity.
Persamaan definisi kata kapasitas dengan capacity terdapat pada
definisi ruang yang tersedia atau daya tampung, daya serap panas atau listrik,
keluaran maksimum atau kemampuan berproduksi dan kemampuan kapasitor
listrik.

Perbedaan

pengertian

kapasitas

dari

capacity

terdapat

pada

penyederhanaan kata kemampuan di mana pada definisi kata capacity diperinci
menjadi 3 kemampuan (ability), terdapat pada posisi dan peran seseorang (position
dan role) dan terdapat pada kewenangan (authority).
Berdasarkan persamaan kata kapasitas dengan capcity dalam hal ruang
yang tersedia atau daya tampung dan keluaran maksimum atau kemampuan
produksi, kapasitas organanisasi adalah ruang tersedia atau daya tampung
organisasi. Organisasi yang besar memiliki kapasitas organisasi lebih besar
daripada organisasi kecil. Pendefinisian kapasitas organisasi ini terkait dengan
pemikiran tentang kapasitas produksi dan hubungan antara input dengan
outputnya.

Kapasitas produksi yang penuh adalah kapasitas produksi ketika

semua input telah digunakan secara optimal untuk menghasilkan output,
sedangkan kapasitas produksi yang tidak penuh adalah kapasitas produksi ketika
tidak semua input digunakan untuk menghasilkan outputnya. Oleh karena itu,
kapasitas organisasi terkait dengan daya tampung dan keluaran maksimum
organisasi.

13

Selain istilah kapasitas organisasi ada istilah kapasitas ekonomi.
Kapasitas

ekonomi

mengkaitkan

kapasitas

dengan

keadaan

permintaan,

penawaran dan keseimbangan ekonomi. Jika semua permintaan dapat dipenuhi
oleh penawaran, sehingga terjadi keseimbangan ekonomi, maka kapasitas dalam
keadaan kapasitas penuh. Jika semua permintaan tidak dapat dipenuhi—terjadi
kelebihan permintaan (excess demand)--atau terlalu banyak dipenuhi—terjadi
kelebihan penawaran (excess supply)--, sehingga tidak terjadi keseimbangan
ekonomi, maka kapasitas dalam keadaan tidak penuh atau terlalu penuh. Kapasitas
ekonomi menggambarkan penggunaan kapasitas dalam perekonomian.
Kapasitas organisasi dapat digunakan sebagai pendekatan terhadap
kapasitas ekonomi. Hal ini disebabkan organisasi lebih mudah diamati daripada
perekonomian.

Sebagai contoh organisasi penjual atau pembeli lebih mudah

diamati daripada keseluruhan perekonomian yang mencakup seluruh penjual dan
pembeli. Secara teknis,mengukur kapasitas organisasi lebih mudah dari mengukur
kapasitas ekonomi.
Berbagai penelitian telah menganalisis kapasitas organisasi. Berbagai
penelitian tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok.

Kelompok

pertama adalah yang mengukur kapasitas organisasi secara kualitatif. Sedangkan
kelompok kedua dan ketiga adalah yang mengukur kapasitas organisasi
menggunakan pendekatan engineering dan pendekatan ekonomi.
menunjukkan pengelompokan tersebut.

14

Gambar 2.2

GAMBAR 2.2
PENGELOMP
GANISASI
POKAN PENELITIAN KAPASITAS ORG

PENDEKATAN
DIGUNAKAN UNTUK
MENGUKUR
KAPASITAS
ORGANISASI

ENGINEERING
APPROACH

KUALITATIF

PADA SEKTOR PUBLIK
DAN NON-PROFIT

PADA SEKTOR PUBLIK
DAN NON-PROFIT

PADA PROFIT SECTOR

ECONOMIC
APPROACH

PADA PROFIT SECTOR

Sato dkk (2000), Plescovic dkk (2002) dan Yuswijay
ijaya (2008) dapat
dikelompokan ke da
unakan pendekatan
dalam kelompok pertama yang menggunak
kualitatif. Sato dkk (2000) menganalisis kapasitas organisasi
si be
berbagai proyek
yang dalam kewenang
angan ODA di Bangladesh, Thailand dan Indone
ndonesia. Proyek di
Bangladesh dan Thai
desaan, sedangkan
hailand adalah proyek penyediaan listrik pedesa
proyek di Indonesia
Tiga
sia adalah penyediaan infrastruktur desa terbelakang.
ter
kriteria digunakann unt
k-proyek tersebut,
untuk menilai kapasitas organisasi proyek-p
yaitu expertise, specif
kapasitas organisasi
cificity and incentive. Disimpulkan bahwa kapa
nerja proyek.
mempengaruhi kinerj

Disimpulkan juga bahwa kapa
pasitas organisasi

eknik persepsi dari
Plescovic dkk (2002) yang menggunakan tekni
dapat ditingkatkan. P

15

kelompok-kelompok

yang

memiliki

kompetensi

mengemukakan

bahwa

indigenous capacity diperlukan pada bidang pendidikan dan penelitian di negaranegara yang mengalami transisi ekonomi. Yuswijaya (2008) menggunakan teknik
persepsi dari PNS untuk mengukur kapasitas organisasi Unit Polisi Pamong Praja
di Kabupaten Lahat. Disimpulkan bahwa pada level individu, organisasi dan
system, kapasitas organisasi dalam keadaan optimal.
Riyardi dan Widojono (2012) dapat diklasifikasikan sebagai
kelompok kedua yang menggunakan pendekatan engineering.

Kapasitas

organisasi level mikro kabupaten Sragen yang terdiri atas kuantitas, kualitas dan
pemahaman tugas PNS belum optimal. Sedangkan Johanson (1968) dan Berndt
dan Morrison (1981) adalah pionir kelompok ketiga.

Mereka menggunakan

pendekatan engineering dan ekonomi untuk mengukur kapasitas organisasi yang
mencari keuntungan.

2.3. Organizational Capacity Auditing Tool (OCA Tool)
Sato, dkk (2003), menyimpulkan bahwa belum ada suatu generalisasi
untuk mengukur dan mengevaluasi kapasitas organisasi (Organizational
Capacity), walaupun kapasitas organisasi sangat penting untuk mewujudkan
kinerja yang diinginkan dari suatu organisasi. Untuk itu, ditawarkan expertise,
specificity dan incentive yang dianalisis menggunakan kerangka kerja ekonomika
institusional baru dan biaya transaksi untuk mengukur dan mengevaluasi kapasitas
organisasi. Hasilnya, incentive adalah faktor yang paling mempengaruhi kapasitas
organisasi.

Hal itu dapat diketahui dari studi kasus pada berbagai proyek

16

pembangunan di Thailand, Bangladesh dan Indonesia.
Mackay dkk (2007) mengemukakan adanya level mikro, meso dan
makro dalam kapasitas organisasi dan adanya kerangka evaluasi terintegrasi yang
mencakup sisi tingkat dampak, dimensi dampak dan komponen proyek.
Selanjutnya berdasarkan fakta di berbagai organisasi riset pertanian di Amerika
Latin dan Karibia dianalisis bahwa evaluasi menggunakan model input-output
sudah tidak mencukupi lagi sebab tidak memperhatikan keberadaan stake holder
sejak dari awal. Evaluasi kapasitas organisasi harus memperhatikan stake holder
dari sisi kontribusi yang diperoleh stake holder, bagaimana cara mendapatkan
kontribusi tersebut, faktor yang memfasilitasi cara dan arti penting kapasitas
organisasi.
Yuswijaya (2008) memberi nama untuk setiap level organisasi dengan
nama level individu, level organisasi dan level sistem.

Level individu sama

dengan level mikro, level organisasi sama dengan level meso dan level sistem
sama dengan level makro. Berdasarkan level organisasi tersebut, dianalisis
bahwa Kantor Polisi Pamong Praja Kabupaten lahat dalam keadaan optimal
pada semua level. Tehnik untuk mengukur kapasitas adalah persepsi pegawai
kantor polisi pamong praja Kabupaten Lahat.
Wachira (2011), mengemukakan bahwa evaluasi terhadap kapasitas
organisasi pada level mikro mengevaluasi faktor individual, pada level meso
mengevaluasi faktor organisasi dan pada level makro mengevaluasi faktor
institusi. Dalam perspektif seperti itu, disarankan untuk menggunakan OCA tool
(Organization Capacity Audit Tool) untuk mengevaluasi kapasitas organisasi.

17

Musyaddad dkk (2011) mengemukakan bahwa variabel mikro,
meso dan makro dalam OCA tool dapat diperinci menjadi sub variabel sumber
daya manusia yang berada pada level mikro, strategi kepemimpinan, sumber daya
finansial, infrastruktur dan teknologi, manajemen proses dan program yang berada
pada level meso dan lingkungan ekternal yang berada pada level makro.
Dikemukakan juga indikator pengukuran untuk setiap sub variabel. Bahkan OCA
tool telah digunakan untuk mengevaluasi kapasitas kampung di kabupaten
Kaimana Propinsi Papua Barat. Hasilnya adalah kampung-kampung di Kaimana
Papua kapasitas organisasinya dapat ditingkatkan, khususnya dalam hal peraturanperaturan yang mendukung aktivitas sumber daya manusia yang ada.
Pemerintah Daerah Sragen (2011) telah mengukur kapasitas
organisasinya menggunakan OCA tool.

Variabel dan indikator kapasitas

organisasi sebagaimana disebutkan dalam OCA tool, ditetapkan sehingga dapat
dilakukan pengukuran terhadap kapasitas organisasi pemerintah daerah Sragen.
Hasil pengukuran menunjukkan bahwa kapasitas organisasi pemerintah daerah
Sragen optimal. Kapasitas organisasi dibagi menjadi tiga level. Level mikro
menunjukkan kapasitas organisasi berupa kemampuan dan keterampilan sumber
daya seperti sebagai staf, dalam kerja tim, dan pengembangan dan pembagian
informasi. Pada level meso, kapasitas organisasi dilihat dari struktur organisasi,
pendefinisian peran dan tanggung jawab, kepemimpinan, perumusan prosedur
organisasi, infrastruktur, teknologi dan alokasi finansial. Sedangkan pada level
makro kapasitas organisasi terdapat pada kapasitas untuk berinteraksi dengan
faktor di luar organisasi yang dapat diketahui dari kebijakan dan aturan kepada

18

stakeholder, shareholder, network dan mitra, baik kebijakan dan aturan yang
terkait keuangan maupun non keuangan.
Riyardi (2012), menganalisis bahwa alat untuk mengukur kapasitas
organisasi telah dibuat oleh berbagai pihak, namun yang paling komprehensif
adalah OCA yang dipadukan dengan konsep balance scorecard sebab perpaduan
tersebut menyebabkan semua komponen penting dalam kapasitas organisasi dapat
diukur dan dianalisis dalam perspektif
terdapat banyak stake holder.

organisasi modern yang di dalamnya

Dapat disimpulkan bahwa OCA tool dapat

digunakan untuk mengukur kapasitas organisasi pemerintah daerah pada saat ini.
TABEL 2.1
LEVEL DALAM OCA TOOL, PERSPEKTIF DALAM BALANCED
SCORECARD DAN VARIABELNYA
LEVEL

PERSPEKTIF

VARIABEL
Kuantitas PNS
Perspektif pembelajaran
Kualitas PNS
Level Mikro
dan pertumbuhan SDM
Kepahaman dan komitmen penugasan
Kapasitas organisasi
Perspektif internal
Kapasitas sistemik
organisasi
Level Meso
Kapasitas fiskal daerah
Perspektif finansial
Sustainibilitas fiskal daerah
Kualitas pelayanan publik
Level Makro
Aksesibilitas pelayanan publik
Perspektif pelanggan
Sumber: Pemerintah Daerah Sragen (2011), Evaluasi Kegiatan Peningkatan
Kapasitas Pemerintah Daerah.

Riyardi dan Widojono (2012) menganalisis hubungan antara efisiensi,
efektifitas dan responsibilitas sumber daya manusia di pemerintah daerah Sragen.
Variabel, indikator dan pengukuran dalam análisis tersebut menggunakan
variabel, indikator dan pengukuran yang digunakan dalam OCA tool. Hanya saja

19

untuk variabel efisiensi dan efektifitas sumber daya manusia dilakukan
pengembangan menjadi efisiensi dan efektifitas sumber daya manusia dalam
jangka pendek dan jangka panjang. Pemilahan efisiensi sumber daya manusia
menjadi jangka pendek dan jangka panjang mengembangkan pemikiran Riyardi
(2009) yang mengaplikasikan alat análisis kausalitas yang dipopulerkan oleh
Engel dan Granger (1980).
Selain

itu,

kriteria

kapasitas

sumber

daya

manusia

dalam

organisasi pemerintah daerah Sragen dibagi menjadi optimal, belum optimal dan
tidak optimal di mana ini memperbaiki evaluasi yang dilakukan pemerintah
daerah Sragen (2011). Hasilnya, sumber daya manusia di pemerintah daerah
Sragen efisien dan efektif dalam jangka pendek dan jangka panjang, namun
responsibilitasnya masih harus ditingkatkan.

2.4. Manajemen Mutakhir Sektor Publik
Manajemen sektor publik mutakhir adalah manajemen mutakhir untuk
sektor publik. Arti penting manajemen sektor publik mutakhir, menurut Alwi
(2005), terdapat pada kemampuan untuk mengubah dari manajemen yang tidak
peduli pada lingkungan menjadi manajemen yang peduli terhadap lingkungan.
Fokus manajemen ini ada pada pemberdayaan masyarakat dan rakyat. Pemerintah
daerah di Indonesia yang pernah menerapkannya, seperti kabupaten Jembrana,
yang menerapkan pendidikan dan kesehatan gratis, menjadi pemerintahan daerah
percontohan. (Asropi, 2008)

20

Manajemen sektor publik mutakhir dapat diterapkan melalui
manajemen strategik untuk sektor publik.

Hal ini disebabkan manajemen

strategik untuk sektor publik mampu memformulasikan visi, misi strategi dan
tujuan strategis untuk sektor publik dan memastikan bahwa pemerintah daerah
mampu meraihnya sesuai dengan perencanaaannya. (Sithole, dkk, 2013). Dengan
kata lain, manajemen strategik untuk sektor publik menyebabkan pemerintah
daerah fokus pada “Plan what will be done and do what been planned”.
Perencanaan strategis adalah salah satu proses penting dalam
manajemen strategik untuk sektor publik. Mufiz (2004) telah mengemukakan
empat manfaat dari perencanaan strategis untuk sektor publik. Manfaat itu berupa
pemerintah daerah memahami posisinya, tujuannya (visi, misi dan tujuan) yang
akan diraih, bagaimana meraihnya, dan kinerja yang dihasilkan. Perencanaan
strategis menyebabkan pemerintah daerah siap melayanii dan mengembangkan
masyarakatnya.
Visi dan misi pemerintah daerah dihasilkan dari perencanaan strategis.
Bahkan visi dan misi pemerintah daerah merupakan komponen penting
perencanaan strategis. Hal ini karena visi dan misi adalahsalah satu tujuan yang
ingin diraih di masa yang akan datang. Demikian juga, disebabkan visi dan misi
diturunkan dari keadaan riel pemerintah daerah, dan didukung oleh tahapan untuk
mencapai tujuan dan kinerja utama. Visi dan misi menggambarkan hakikat
pemerintah daerah.
Sayangnya, visi dan misi jarang dianalisis. Beberapa peneliti seperti
Sithole dkk. (2013), Apriandes dkk (2013), Budiman dan Anggono (2012),

21

Paramasary (2009) atau Misrina (2010) telah mengamati perencanaan strategis
pemerintah daerah atau satuan kerja dalam organisasi pemerintah daerah, namun
visi dan misi tidak pernah dianalisis. Padahal balanced scorecard, peta strategis
dan kunci strategis yang berasal dari balanced scorecard dapat digunakan sebagai
alat analisis terhadap visi dan misi.

2.5. Balanced Scorecard
Balanced Scorecard, menurut Isoriate (2008), adalah sistem
manajemen yang mampu menerjemahkan secara terus menerus visi organisasi
menjadi tindakan. Visi organisasi perspektif finansial, perspektif SDM, perspektif
proses internal dan perspektif pelayanan pelanggan selalu sesuai satu dengan yang
lain. Balanced scorecard menyebabkan perusahaan mengukur dan menghasilkan
kinerja yang baik.
Gambar 2.3 menunjukkan 3 aspek dalam balanced scorecard. Aspek
pertama adalah adanya visi, strategi, perspektif finansial, perspektif SDM,
perspektif proses internal dan perspektif pelayanan pelanggan.

Aspek kedua

adalah keterkaitan visi dan strategi dengan perspektif finansial, perspektif SDM,
perspektif proses internal dan perspektif pelayanan pelanggan.

Aspek ketiga

adalah keterkaitan antar perspektif. Ketiga aspek menyebabkan perusahaan dapat
melakukan aktivitas perencanaan hingga feed back sebaik-baiknya.

22

GAMBAR 2.3
BALANCED SCORECARD
keuangan

Pelanggan

Visi dan
Strategi

Proses
Internal

SDM

Sumber: IŠORAITĖ (2008)

Peta strategi adalah bentuk implementasi dari balanced scorecard.
Peta strategi berisi Tabel Strategi untuk setiap perspektif dan Keterkaitan Antar
Strategi. Tabel Strategi menunjukan berbagai strategi yang dijalankan pada setiap
perspektif. Strategi ditetapkan berdasarkan tujuan, ukuran, sasaran dan inisiatif.
Keterkaitan Antar Strategi menunjukan ‘jalan’ dari suatu strategi terhadap strategi
yang lain.
Gambar 2.4 menunjukan Peta Strategi sederhana yang diturunkan dari
konsep balanced scorecard. Terlihat bahwa pada setiap perspektif terdapat
strategi yang disebut dengan inisiatif. Inisiatif dan strategi ditentukan berdasarkan
dua hal. Pertama ditentukan berdasarkan target, ukuran dan sasaran masingmasing perspektif.

Jika terdapat lebih dari satu inisiatif dan strategi, dapat

dilakukan tabulasi Inisiatif dan strategi pada satu Tabel Strategi. Kedua adalah
ditentukan berdasarkan perspektif yang ada. Inistiatif dan strategi pada Perspektif
SDM menentukan Inisiatif dan Strategi pada Perspektif Proses Internal dan
Perspektif Pelanggan, Inistiatif dan Strategi pada Perspektif Proses Internal dan
23

Perspektif Pelanggan mempengaruhi Inisiatif dan Strategi pada Perspektif
Keuangan. Peta Strategi pada balanced scorecard membawa organisasi pada
kinerja keuangan yang baik dengan mempertimbangkan perspektif yang lain
secara seimbang.
GAMBAR 2.4
PETA STRATEGI BALANCED SCORECARD

Keuangan

Target

Nilai Keuangan
Ukuran
Sasaran

Pelanggan

Target

Ukuran

Proses Internal

Target

Ukuran

Pertumbuhan
dan
Perkembangan

Target

Ukuran

Inisiatif

loyalitas
Sasaran

Inisiatif

Sasaran

Inisiatif

Sasaran

Inisiatif

Kualitas

Waktu
Target

Ukuran

Sasaran

Inisiatif

SDM

Balanced scorecard dikembangkan untuk tujuan praktis dan untuk
tujuan akademis.

Berbagai organisasi telah mempraktikan konsep balanced

scorecard. Sipayung (2009) mengemukakan bahwa balanced scorecard adalah
salah satu sistem yang dikenal luas dan digunakan pada berbagai perusahaan.
Balanced Scorecard mampu menyaingi Integrated Performance Measurement
24

System (IPMS) dan Performance Prism.
Sinaga (2004) menulis kemungkinan aplikasi balanced scorecard pada
usaha kecil dan koperasi. Jika merupakan organisasi modern dan administrasi
tertata rapi, tidak menutup kemungkinan diaplikasikannya balanced scorecard.
Aplikasi tersebut diharapkan mampu mendukung kiprah usaha kecil pada skala
internasional.
Pada bidang akademik, balanced scorecard digunakan sebagai tools of
analysis untuk penelitian kinerja perusahaan.

Perusahaan yang sudah

mengaplikasikan balanced scorecard ataupun yang belum mengaplikasikannya
dapat dianalisis kinerjanya menggunakan balanced scorecard. Pratiwi dkk (2009)
menggunakan balanced scorecard untuk menganalisis kinerja perusahaan rotan di
Kabupaten Sukoharjo. Kesimpulan yang diperoleh adalah balanced scorecard
mengukur kinerja perusahaan tersebut lebih baik dibandingkan teknik lain yang
hanya mengukur aspek keuangan.

2.6. Balanced Scorecard pada Pemerintah Daerah
Balanced scorecard dipandang penting untuk organisasi pemerintahan.
Hal ini disebabkan menurut Sinaga (2004), balanced scorecard mengukur kinerja
organisasi secara komprehensif, koheren, seimbang dan terukur.

Selain

disebabkan organisasi pemerintahan harus memiliki akuntabilitas yang bagus.
Oleh karena itu, dengan modifikasi tertentu, balanced scorecard dapat digunakan
untuk mengukur kinerja organisasi pemerintahan.
Abby dan Ashworth (1994) mengemukakan berbagai ukuran kinerja

25

untuk pemerintahan daerah.

Salah satunya adalah balanced scorecard.

Berdasarkan studi kasus di 3 daerah, dapat disimpulkan bahwa terdapat 6
persyaratan bagi ukuran efektif kinerja pemerintah daerah. Syarat tersebut
meliputi adanya rancangan ukuran untuk berbagai tingkatan dalam organisasi,
mengukur efisiensi dan efektifitas, mampu mengidentifikasi adanya trade-off
antara berbagai dimensi, mencakup ukuran kualitas dan kuantitas, mampu
mengukur proses yang sedang berjalan dan ukuran kinerja tersebut tidak dapat
dimanipulasi.
McAdam dan Saulters (2000) menganalisis bahwa sektor publik tidak
menjadikan balanced score card sebagai pilihan nomor satu bagi kerangka kerja
ukuran kualitas.

Pilihan nomor satu adalah Investors in People, kemudian

berturut-turut adalah Charter Mark, Excellence model, ISO 9000, benchmarks dan
balanced scorecard.
Edwards dan Thomas (2005) mengemukakan pengalaman kota Atlanta
yang sejak tahun 2002 menggunakan sistem ukuran kinerja baru yang disebut
Atlanta Dashboard.

Ukuran kinerja baru ini terinspirasikan dari balanced

scorecard. Menggunakan ukuran kinerja baru tersebut, adminstrasi kota Atlanta
yang dilanda korupsi berubah menjadi ada perbaikan dalam efisiensi dan
efektifitas pelayanan.
Butts (2009) menolak anggapan bahwa penerapan balanced scorecard
di organisasi pemerintah daerah menyebabkan pemerintah daerah lebih
memfokuskan pada aspek efisiensi keuangan dari memfokuskan pada hasil berupa
pelayanan kepada masyarakat. Analisisnya terhadap 14 organisasi pemerintah

26

daerah menyimpulkan bahwa organisasi pemerintah daerah memiliki fokus pada
hasil-hasil kerja. Jika dibandingkan dengan yang menggunakan ukuran kinerja
tradisional, pemerintah daerah yang menggunakan balanced scorecard setidaktidaknya memiliki berbagai fokus yang sama dengan yang menggunakan ukuran
kinerja tradisional.
Pemerintah

Daerah

Sragen

(2011)

organisasinya menggunakan OCA tool.
sebagaimana

disebutkan

dalam

OCA

telah

mengukur

kapasitas

Variabel kapasitas organisasi
tool,

disepadankan

dan

disusun

menggunakan konsep balanced scorecard. Selanjutnya ditetapkan variabel
operasional dan indikator pengukurannya sehingga dapat dilakukan penilaian
terhadap kapasitas organisasi pemerintah daerah Sragen.

Hasil penilaian

menunjukkan bahwa kapasitas organisasi pemerintah daerah Sragen optimal.
Adapun kesepadanan terlihat pada Tabel 2.1.

Level mikro pada OCA tool

sepadan dengan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan sumber daya dalam
balanced scorecard, Level Meso pada OCA tool sepadan dengan perspektif
internal organisasi dalam balanced scorecard dan perspektif finansial, dan level
Makro pada OCA tool sepadan dengan perspektif pelanggan dalam balanced
scorecard. Selanjutnya pada masing-masing level atau perspektif dapat ditentukan
variabelnya.
Effendi (2012) telah mengukur kinerja Kanwil DJP Provinsi Sumatera
Selatan dan Bangka Belitung menggunakan alat analisis 4 perspektif dalam
balanced scorecard.

Disimpulkan bahwa pada kedua Kanwil, 4 perspektif

tersebut berkinerja baik. Keluhan dari masyarakat justru menunjukkan bahwa ada

27

keterbukaan dan hubungan baik antara Kanwil dengan masyarakat dan pelanggan.
Suwardika (2011) telah mengukur kinerja Badan Pendidikan dan
Pelatihan Provinsi Jawa Timur menggunakan alat analisis 4 perspektif dalam
balanced scorecard. Kinerja Badan Diklat baik, hanya saja koordinasi antara
propinsi dengan kota/kabupaten di Jawa Timur lemah dan teknologi informasi
belum digunakan secara maksimal.

2.7. State of The Art Penelitian
Evaluasi kapasitas organisasi yang dilakukan oleh pemerintah daerah
Sragen (2011) berbasis pada OCA tool dan balanced scorecard. Arti penting
OCA tool sebagai alat ukur kinerja pemerintah daerah sudah berkembang sejak
beberapa tahun lampau. Sato, dkk (2000), misalnya, menyadari bahwa belum
ada suatu alat ukur kapasitas organisasi yang disepakati bersama. Selanjutnya,
mulai ada pemikiran untuk membagi kapasitas organisasi menjadi level atau
domain mikro, meso dan makro, sebagaimana dikemukakan oleh Mackay, dkk
(2007). Penetapan level ini selanjutnya memunculkan alat audit kapasitas
organisasi yang dikenal dengan nama OCA Tool yang mendefinisikan lebih detail
level mikro, meso dan makro. Di sisi lain, Teori Biaya Transaksi dalam Ilmu
Ekonomi Insitusional Baru yang digunakan Sato (2000) khususnya karakteristik
expertise, specificity dan incentives sebagai analisis kapasitas dapat digunakan
sebagai batu loncatan pembahasan organisasi sebagai suatu institusi. Hal ini
memperluas arah pembahasan dalam Ilmu Ekonomi Institusional Baru.
Pembahasan institusi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan OCA

28

Tool.
Riyardi (2011) menduga bahwa OCA Tool dapat digunakan sebagai
pendekatan untuk memahami institusi. Level-level keeorganisasian dalam OCA
Tool tidak hanya menggambarkan sebagai suatu organisasi, namun sebagai
institusi. Pengukuran kapasitas organisasi semakin memperkuat bahwa OCA Tool
bukan hanya sekadar organisasi, namun institusi. Perlu observasi dan pengamatan
empiris mengenai level keorganisasian dalam OCA Tool sedemikian hingga dapat
dilakukan verifikasi terhadap level keorganisasian dalam OCA Tool sebagai
pendekatan untuk memahami institusi.
Musyadad, dkk (2011), Pemerintah daerah Sragen (2011) dan Riyardi
(2012) menganalisis penggunaan OCA tool. Análisis penggunaan OCA tool ini
dengan karakteristik masing-masing. Musyadad, dkk (2011) mengarahkan análisis
pada kapasitas organisasi kampung di kabupaten Kaimana Propinsi Papua Barat.
Pemerintah daerah Sragen (2011) mengkaitkan dengan balanced scorecard.
Adapun Riyardi dan Widojono (2012), menganalisis kapasitas sumber daya
manusia berdasarkan OCA Tool yang telah digunakan di pemerintah daerah
Sragen.
Evaluasi kapasitas organisasi yang dilakukan pemerintah daerah Sragen
dengan cara menyepadankan OCA tool dengan balanced scorecard disebabkan
adanya kebutuhan untuk mengukur kinerja pemerintah daerah dengan balanced
scorecard.

Pada masa lalu balanced scorecard diragukan sebagai alat ukur

kinerja pemerintah. Abby dan Ashworth (1994) mengemukakan 6 persyaratan
bagi ukuran efektif kinerja pemerintah daerah, sedangkan McAdam dan Saulters

29

(2000) menganalisis bahwa sektor publik tidak menjadikan balanced score card
sebagai pilihan nomor satu bagi kerangka kerja ukuran kualitas dibandingkan
Investors in People Charter Mark, Excellence model, ISO 9000, atau
benchmarking.
Seiring perjalanan waktu, disadari bahwa balanced scorecard dapat
menjadi pilihan dalam pengukuran kinerja organisasi. Edwards dan Thomas
(2005) mengemukakan pengalaman kota Atlanta yang sejak tahun 2002
menggunakan sistem ukuran kinerja baru yang disebut Atlanta Dashboard yang
terinspirasikan dari balanced scorecard. Adapun Butts (2009) menolak anggapan
bahwa penerapan balanced scorecard di organisasi pemerintah daerah
menyebabkan pemerintah daerah lebih memfokuskan pada aspek efisiensi
keuangan dari memfokuskan pada hasil berupa pelayanan kepada masyarakat.
Berdasarkan apa yang sudah diteliti tersebut, sebagaimana Gambar 2.1,
di mana kapasitas organisasi diukur dengan menggabungkan pemikiran OCA tool
dan balanced scorecard, perlu dilakukan pengembangan OCA tool berupa
memperkuat hubungan antar level atau perspektif. Jika hubungan tersebut dapat
dianalisis pada beberapa kabupaten dan kota, maka akan diperoleh model audit
kapasitas organisasi pemerintah daerah. Oleh karena itu pada sisi kanan Gambar
2.1 dikemukakan rencana penelitian yang akan dilakukan.
direncanakan

untuk

menganalisis

seluruh

variabel

Pada tahun 2013

kapasitas

organisasi

menggunakan OCA Tool sebagaimana evaluasi yang telah dilakukan pemerintah
daerah Sragen. Perlu dicatat, meskipun banyak persamaan dengan yang telah
dilakukan pemerintah daerah Sragen, terdapat perbedaan antara penelitian ini

30

dengan evalusi yang telah dilakukan pemerintah daerah Sragen.

Perbedaan

pertama terdapat pada penentuan variabel dan variabel operasional.

Pada

penelitian ini variabel terdiri atas level mikro, level meso dan level makro.
Hal ini menyesuaikan dengan penyepadanan antara OCA Tool dengan
balanced scorecard dan menyesuaikan dengan tujuan penelitian tahun kedua yang
akan menganalisis hubungan antar variabel. Adapun evaluasi pemerintah daerah
Sragen menempatkan kuantitas, kualitas dan kepahaman dan komitmen penugasan
PNS, kapasitas organisasi, sistemik, fiskal daerah, sustainibilitas fiskal daerah,
kualitas pelayanan publik dan aksesibilitas pelayanan publik sebagai variabel.
Semua yang disebut sebagai variabel dalam evaluasi yang dilakukan pemerintah
daerah Sragen digunakan sebagai variabel operasional. Perbedaan kedua terdapat
pada análisis hubungan antar variabel.

Pada penelitian ini, setelah seluruh

variabel dianalisis, dilanjutkan dengan análisis hubungan antar variabel pada
tahun 2014. Sedangkan evaluasi yang dilakukan pemerintah daerah Sragen tidak
mengevaluasi hubungan antarvariabel. Perbedaan ketiga terdapat pada kriteria
optimalisasi kapasitas organisasi. Penelitian ini menggunakan kriteria optimal,
belum optimal dan tidak optimal sebagaimana dilakukan oleh Riyardi dan
Widojono (2012) sedangkan evaluasi pemerintah daerah Sragen menggunakan
kriteria istimewa, sangat baik, baik, buruk dan sangat buruk. Perbedaan keempat
terdapat pada lingkup penelitian. Penelitian ini ruang lingkupnya lebih luas
dibandingkan dengan evaluasi yang dilakukan oleh pemerintah daerah Sragen
dilihat dari tahun data dan obyek penelitian. Pada tahun 2015 akan dilakukan
perumusan OCA tool sebagai alat análisis kapasitas kelembagaan melalui FGD

31

pakar, pemerintah daerah Sragen dan pemerintah kota Surakarta.
GAMBAR 2.5
REN

Dokumen yang terkait

Model Audit Kapasitas Organisasi dan Aplikasinya pada Organisasi Pemerintah Kota Surakarta dan Pemerintah Daerah Sragen

0 4 30

PENDAHULUAN Pengaruh Partisipasi Penyusunan Anggaran Terhadap Kinerja Aparatur Pemerintah Daerah Dengan Budaya Organisasi Dan Komitmen Organisasi Sebagai Variabel Moderating (Studi Empiris Pada Pemerintah Kota Surakarta).

0 2 8

PENDAHULUAN Pengaruh Keperilakuan Organisasi Terhadap Kegunaan Sistem Akuntansi Keuangan Daerah Di Pemerintah Kota Surakarta.

0 2 6

PENGARUH KOMITMEN ORGANISASI DAN KETIDAKPASTIAN LINGKUNGAN TERHADAP KINERJA PEGAWAI DAERAH PADA PEMERINTAH KOTA MEDAN.

0 1 11

PENGARUH PARTISIPASI PENYUSUNAN ANGGARAN TERHADAP KINERJA APARAT PEMERINTAH DAERAH: BUDAYA ORGANISASI DAN KOMITMEN ORGANISASI SEBAGAI VARIABEL MODERATING (Survey pada pemerintah daerah Se-Eks Karisidenan Surakarta).

0 0 11

ANALISIS KINERJA PEGAWAI PEMERINTAH DAERAH BERDASARKAN KOMITMEN ORGANISASI, BUDAYA ORGANISASI Analisis Kinerja Pegawai Pemerintah Daerah Berdasarkan Komitmen Organisasi, Budaya Organisasi dan Akuntabilitas Publik (Studi Kasus di DPPKAD Kabupaten Sukohar

0 4 17

Model Audit Kapasitas Organisasi dan Aplikasinya Pada Organisasi Pemerintah Kota Surakarta dan Pemerintah Daerah Sragen AGUNG RIYARDI BAB I

0 0 9

TEORI ORGANISASI PEMERINTAH DAERAH kabupaten

0 0 12

Pelaksanaan peraturan pemerintah nomor 41 tahun 2007 tentang organisasi perangkat daerah di kota Surakarta

0 0 85

Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) Pada Bagian Organisasi Sekretariat Daerah Kota Surakarta - UNS Institutional Repository

0 0 14