Pelaksanaan peraturan pemerintah nomor 41 tahun 2007 tentang organisasi perangkat daerah di kota Surakarta

PELAKSANAAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DI KOTA SURAKARTA

Penulisan Hukum (Skripsi)

Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana Dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Disusun Oleh :

SIGIT PAMUNGKAS

NIM. E. 1104196

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2009

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Penulisan Hukum (Skripsi)

PELAKSANAAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DI KOTA SURAKARTA

Disusun Oleh :

SIGIT PAMUNGKAS

NIM. E. 1104196

Disetujui untuk dipertahankan

Pembimbing I Pembimbing II

Suranto, S. H., M. H. Adriana Grahani F, S. H., M. H. NIP. 19508121986011001

NIP. 198107212005012003

PENGESAHAN PENGUJI

Penulisan Hukum (Skripsi)

PELAKSANAAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DI KOTA SURAKARTA

Disusun Oleh :

SIGIT PAMUNGKAS

NIM. E. 1104196

Telah di terima dan disahkan oleh Tim Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas sebelas Maret Surakarta Pada :

TIM PENGUJI

1. Sutejo, S.H., M.M : ................................................ Ketua

2. Adriana Grahani F, S. H., M. H : ................................................. Sekretaris

3. Suranto, S. H., M. H : .................................................

Anggota

MENGETAHUI Dekan

Moh.Jamin. S.H.,M.Hum NIP. 196109301986011001

MOTTO

Dan mintalah kepada ALLAH dengan sabar dan sholatmu, dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk, yaitu orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa

mereka akan kembali kepada-NYA (Al Baqarah : 45 – 46)

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut asma Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang serta diiringi rasa syukur ke Hadirat Allah SWT, penulisan hukum (Skripsi) yang berjudul PELAKSANAAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DI KOTA SURAKARTA dapat Penulis selesaikan.

Penulisan hukum ini membahas tentang pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah di Kota Surakarta beserta faktor-faktor pendukung dan penghambatnya. Pembahasan mengenai Organisasi perangkat daerah masih sedikit dalam kepustakaan hukum, khususnya Hukum Tata Negara yang membahas tentang pemerintah daerah. Oleh karena itu, penulis mencoba melakukan penelitian mengenai organisasi perangkat daerah di Kota Surakarta untuk menambah kekayaan pembahasan mengenai hukum pemerintah daerah. Oleh sebab itu, dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Moh. Jamin, S.H.,M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Ibu Aminah, S.H.,M.H., Selaku Ketua bagian Hukum Tata Negara.

3. Bapak Suranto S.H.,M.H., selaku Pembimbing Pertama yang telah memberikan bimbingan dan petunjuk sehingga penulis dapat menyelesaikan Penulisan Hukum ini.

4. Ibu Adriana Grahani Firdausy, S.H., M.H., selaku Pembimbing Kedua yang telah memberikan kejelasan orientasi dan bimbingan selama proses penyusunan Penulisan Hukum sehingga dapat diselesaikan dengan baik.

5. Bapak–Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah membekali Penulis dengan ilmu pengetahuan dan budi pekerti.

6. Karyawan dan Staf Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah membantu kelancaran perkuliahan.

7. Ibu Maya Pramita, S. H., selaku Kepala Bagian Dokumentasi Hukum dan Perundang-undangan, atas wawancaranya dan bantuan datanya.

8. Seluruh teman-teman kost Alam Sanur, FH UNS Non Reguler angkatan 2004, baik yang sudah lulus dan belum lulus, terima kasih atas pertemanan selama ini.

Semoga Penulisan Hukum ini bermanfaat bagi kita semua, terutama untuk penulisan, akademisi, juga untuk pembaca pada umumnya.

Surakarta, Juli 2009

Penyusun

ABSTRAK

Sigit Pamungkas, E 1104196. PELAKSANAAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DI KOTA SURAKARTA, FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA, 2009.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah di Kota Surakarta dan faktor-faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah di Kota Surakarta.

Penelitian ini merupakan penelitian hukum dengan metode empiris berjenis deskriptif empiris. Berlokasi di Kota Surakarta. Jenis dan sumber data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Teknik pengunpulan data menggunakan wawancara dan studi kepustakaan. Teknik analisis data menggunakan metode analisis kualitatif.

Hasil penelitian menunjukkan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah di Kota Surakarta ditindaklanjuti dengan pembentukan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kota Surakarta yang mengamanatkan pembentukan organisasi dan tata kerja perangkat daerah yang terdiri dari: Sekretariat daerah, sekretariat DPRD, Dinas daerah, lembaga teknis daerah, kantor pelayanan perizinan terpadu, satuan polisi pamong praja, kecamatan-kecamatan, dan kelurahan-kelurahan. Faktor pendukung pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah di Kota Surakarta adalah Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota.. Peraturan Menteri Nomor 57 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penataan Organisasi Perangkat Daerah. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 64 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat Provinsi dan Kabupaten/Kota. Faktor penghambat terdiri dari Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah, perubahan rentang kendali antar jabatan dalam instansi, dan evaluasi yang tidak bisa secara langsung dilaksanakan.

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam pertimbangan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dinyatakan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintah daerah perlu ditingkatkan dengan lebih memperhatikan aspek-aspek hubungan antarsusunan pemerintahan dan antarpemerintahan daerah, potensi dan keanakeragaman daerah, peluang dan tantangan persaingan global dengan memberikan kewenangan yang seluas- luasnya kepada daerah disertai dengan pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan otonomi daerah dalam kesatuan sistem penyelenggaraan pemerintahan daerah. Salah satu pasal yang mengatur hal tersebut adalah Pasal 120 ayat (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menyatakan bahwa Perangkat daerah kabupaten/kota terdiri atas sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dinas daerah, lembaga teknis daerah, kecamatan, dan kelurahan. Pada Pasal 128 ayat (1) dan ayat (2) Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjelaskan: susunan organisasi perangkat daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 120 ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dalam perda dengan memperhatikan faktor- faktor tertentu dan berpedoman pada Peraturan Pemerintah dan pengendalian organisasi perangkat daerah sebagaimana dimaksud ayat (1) dilakukan oleh pemerintah untuk provinsi dan oleh gubernur untuk kabupaten/kota dengan berpedoman pada Peraturan Pemerintah.

Peraturan Pemerintah yang dibentuk untuk melaksanakan ketentuan Pasal 128 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 Tentang Organisasi Perangkat Daerah. Pada Penjelasan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah menyebutkan Peraturan Pemerintah yang dibentuk untuk melaksanakan ketentuan Pasal 128 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 Tentang Organisasi Perangkat Daerah. Pada Penjelasan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah menyebutkan

Dasar utama penyusunan perangkat daerah dalam bentuk suatu organisasi adalah adanya urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah, yang terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan, namun tidak berarti bahwa setiap penanganan urusan pemerintahan harus dibentuk ke dalam organisasi tersendiri. Dengan perubahan terminologi pembagian urusan pemerintah yang bersifat concurrent (konkuren) berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, maka dalam implementasi kelembagaan setidaknya terwadahi fungsi-fungsi pemerintahan tersebut pada masing-masing tingkatan pemerintahan. Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang bersifat wajib, diselenggarakan oleh seluruh provinsi, kabupaten, dan kota, sedangkan penyelenggaraan urusan pemerintahan yang bersifat pilihan hanya dapat diselenggarakan oleh daerah yang memiliki potensi unggulan dan kekhasan daerah, yang dapat dikembangkan dalam rangka pengembangan otonomi daerah. Hal ini dimaksudkan untuk efisiensi dan memunculkan sektor unggulan masing-masing daerah sebagai upaya optimalisasi pemanfaatan sumber daya daerah dalam rangka mempercepat proses peningkatan kesejahteraan rakyat.

Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah terkait dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan, Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota. Urusaan pemerintahan daerah dibedakan menjadi urusan wajib dan urusan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah terkait dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan, Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota. Urusaan pemerintahan daerah dibedakan menjadi urusan wajib dan urusan

Urusan pilihan yang diselenggarakan kabupaten/kota adalah urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan. Urusan pilihan meliputi: kelautan dan perikanan, pertanian, kehutanan, energi dan sumber daya mineral, pariwisata, industri, perdagangan, dan ketransmigrasian (Pasal 7 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan, Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota). Urusan pilihan ini ditentukan daerah. Di era otonomi daerah, kabupaten/kota mempunyai kewenangan menentukan urusannya secara mandiri. Penentuan urusan secara mandiri ini di banyak daerah otonom tidak terjadi sinkronisasi tentang urusan yang wajib dan tidak wajib dilakukan oleh daerah sebagai pelaksanaan asas desentralisasi. Urusan-urusan yang ditentukan secara otonom daerah terlihat pada struktur organisasi perangkat daerah, terutama dinas daerah dan lembaga teknis daerah. Dapat diketahui dari jumlah dinas daerah dan lembaga teknis daerah di kabupaten/kota. Apabila jumlahnya banyak menggambarkan luasnya cakupan urusan yang dilaksanakan di daerah. Apabila sedikit, menggambarkan sedikitnya cakupan urusan yang dilaksanakan di daerah itu. Baik besar atau sedikit tidak Urusan pilihan yang diselenggarakan kabupaten/kota adalah urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan. Urusan pilihan meliputi: kelautan dan perikanan, pertanian, kehutanan, energi dan sumber daya mineral, pariwisata, industri, perdagangan, dan ketransmigrasian (Pasal 7 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan, Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota). Urusan pilihan ini ditentukan daerah. Di era otonomi daerah, kabupaten/kota mempunyai kewenangan menentukan urusannya secara mandiri. Penentuan urusan secara mandiri ini di banyak daerah otonom tidak terjadi sinkronisasi tentang urusan yang wajib dan tidak wajib dilakukan oleh daerah sebagai pelaksanaan asas desentralisasi. Urusan-urusan yang ditentukan secara otonom daerah terlihat pada struktur organisasi perangkat daerah, terutama dinas daerah dan lembaga teknis daerah. Dapat diketahui dari jumlah dinas daerah dan lembaga teknis daerah di kabupaten/kota. Apabila jumlahnya banyak menggambarkan luasnya cakupan urusan yang dilaksanakan di daerah. Apabila sedikit, menggambarkan sedikitnya cakupan urusan yang dilaksanakan di daerah itu. Baik besar atau sedikit tidak

Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah pada prinsipnya dimaksudkan memberikan arah dan pedoman yang jelas kepada daerah dalam menata organisasi yang efisien, efektif, dan rasional sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan daerah masing- masing serta adanya koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan simplifikasi serta komunikasi kelembagaan antara pusat dan daerah. Besaran organisasi perangkat daerah sekurang-kurangnya mempertimbangkan faktor keuangan, kebutuhan daerah, cakupan tugas yang meliputi sasaran tugas yang harus diwujudkan, jenis dan banyaknya tugas, luas wilayah kerja dan kondisi geografis, jumlah dan kepadatan penduduk, potensi daerah yang bertalian dengan urusan yang akan ditangani, sarana dan prasarana penunjang tugas.

Oleh karena itu kebutuhan akan organisasi perangkat daerah bagi masing-masing daerah tidak senantiasa sama atau seragam. Penjelasan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah menetapkan kriteria untuk menentukan jumlah besaran organisasi perangkat daerah masing-masing pemerintah daerah dengan variabel jumlah penduduk, luas wilayah dan jumlah APBD, yang kemudian ditetapkan pembobotan masing-masing variabel yaitu 40 % (empat puluh persen) untuk variabel jumlah penduduk, 35 % (tiga puluh lima persen) untuk variabel luas wilayah dan 25 % (dua puluh lima persen) untuk variabel jumlah APBD, serta menetapkan variabel tersebut dalam beberapa kelas interval.

Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah menimbulkan permasalahan. Selain mengatur tentang organisasi perangkat daerah yang dapat dibentuk kabupaten.kota, juga menerapkan eselonisasi pada pengisian jabatan pada perangkat daerah kabupaten/kota. Penerapan eselonisasi ini membuat jumlah jabatan dalam Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah menimbulkan permasalahan. Selain mengatur tentang organisasi perangkat daerah yang dapat dibentuk kabupaten.kota, juga menerapkan eselonisasi pada pengisian jabatan pada perangkat daerah kabupaten/kota. Penerapan eselonisasi ini membuat jumlah jabatan dalam

Pasal 39 Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangka Daerah pada ayat (2) menyatakan pembinaan dan pengendalian organisasi perangkat daerah dilakukan melalui fasilitasi terhadap rancangan peraturan daerah tentang organisasi perangkat yang telah dibahas bersama antara pemerintah daerah dan DPRD. Rancangan peraturan daerah itu disampaikan kepada gubernur bagi organisasi perangkat daerah kabupaten/kota. Fasilitasi yang dilakukan oleh gubernur paling lama dilakukan 15 hari setelah diterima rancangan peraturan daerah, apabila dalam tenggang waktu sebagaimana dimaksud tidak dapat memberikan fasilitasi, maka rancangan peraturan daerah dapat ditetapkan menjadi peraturan daerah (Pasal 40 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah).

Surakarta adalah salah satu kota/kabupaten yang akan melaksanakan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah ini. Slogan Dirgahayu Kota Solo ke 264 adalah Solo Sejahtera, Solo Kreatif. Slogan menggambarkan bahwa penyusunan organisasi perangkat daerah tidak hanya diikuti pertimbangan teknis, tapi juga harus diikuti keunikan yang harus dilakukan secara kreatif. Kota Surakarta sekarang berpenduduk 548. 233 (data KPUD Surakarta), APBD kurang lebih Rp. 600 miliar, memiliki dinas daerah berjumlah 15 buah, kantor dinas sebanyak 8 buah,

4 buah (http://www.surakarta.go.id/organisasiperangkatdaerah/dinas_dinasdaerah.ht ml ,diakses 12 Februari 2009, jam 20. 00). Harus diketahui dalam Peraturan

dan

badan

sebanyak

Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah, sudah ditetapkan secara limitatif dinas, kantor dinas, dan badan yang dapat dibentuk oleh daerah, walaupun tidak menutup ada lembaga-lembaga di luar ketiga bentuk tersebut sebagai bentuk keunikan daerah. Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik ingin melakukan penelitian dan penulisan hukum dengan judul “PELAKSANAAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 41

TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DI KOTA SURAKARTA”.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah di Kota Surakarta?

2. Apakah faktor-faktor penghambat dan faktor-faktor pendukung pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah di Kota Surakarta?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Obyektif:

a. Untuk mengetahui pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah di Kota Surakarta.

b. Untuk mengetahui faktor-faktor pendukung dan faktor-faktor penghambat pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah di Kota Surakarta.

2. Tujuan Subyektif:

a. Menambah pengetahuan peneliti di bidang Hukum tata negara dalam mewujudkan organisasi perangkat daerah yang efektif dan efisien dalam melaksanakan tugas dan fungsinya.

b. Melatih kemampuan peneliti dalam menerapkan teori ilmu hukum yang didapat selama perkuliahan guna menganalisis permasalahan– permasalahan yang muncul dalam pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah di Kota Surakarta.

c. Melengkapi syarat-syarat guna memperoleh derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang penulis harapkan dari penelitian ini:

1. Manfaat teoritis:

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat pada pengembangan ilmu pengetahuan di bidang ilmu hukum pada umumnya dan Hukum Tata Negara pada khususnya.

b. Hasil penelitian ini, diharapkan dapat memperkaya referensi dan literatur dalam dunia kepustakaan tentang tentang organisasi perangkat daerah yang dapat melaksanakan tugasnya dengan efektif dan efisien.

c. Hasil penelitian ini, dapat dipakai sebagai acuan terhadap penelitian- penelitian sejenis untuk tahapan berikutnya.

2. Manfaat Praktis:

a. Hasil penelitian ini, diharapkan dapat dipakai sebagai bahan pertimbangan dan rekomendasi bagi pemerintah daerah dalam pembentukan organisasi perangkat daerah yang efektif dan efisien.

b. Hasil penelitian ini, diharapkan dapat membantu memberikan pemahaman kepada mahasiswa, dosen, dan masyarakat luas agar mengerti tentang jenis dan bentuk organisasi perangkat daerah.

E. Metode Penelitian

1. Jenis penelitian Sesuai dengan masalah yang hendak diteliti, penelitian ini

merupakan jenis penelitian hukum dengan pendekatan empiris yang bersifat deskriptif. Deskriptif artinya penelitian bermaksud untuk membuat pencandraan (deskripsi) mengenai situasi-situasi atau kejadian- kejadian. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat pencandraan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau daerah tertentu (Sumadi Suryabrata, 2003: 19).

2. Lokasi penelitian Lokasi penelitian ini dilakukan di Pemerintahan Kota Surakarta.

Lebih khusus lagi, penelitian ini dilakukan Sekretariat Daerah yang membidangi masalah Susunan Organisasi dan Tata Kerja dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Surakarta.

3. Jenis dan sumber data Data yang digunakan dalam penelitian ini dapat dikelompokkan

manjadi 2 (dua) jenis yaitu:

a. Data Primer, yaitu data yang diperoleh secara langsung dari sumber pertama. Terkait dengan problematika penelitian, maka data primer diperoleh dari pejabat Sekretariat Daerah yang membidangi susunan organisasi dan tata kerja dan pejabat di Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Surakarta.

b. Data sekunder yaitu data yang digunakan untuk mendukung dan melengkapi data primer yang berhubungan dengan masalah penelitian.

4. Teknik pengumpulan data Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data dilakukan melalui

2 (dua) cara sebagai berikut: 2 (dua) cara sebagai berikut:

b. Studi kepustakaan, yaitu suatu bentuk pengumpulan data dengan cara membaca buku literatur, hasil penelitian terdahulu, dan membaca dokumen, peraturan perundang-undangan, peraturan daerah yang berhubungan dengan obyek penelitian.

5. Teknik analisis data Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis

kualitatif, teknik ini tepat digunakan bagi penelitian yang menghasil data kualitatif, yaitu data yang tidak bisa dikategorikan secara statistik. Dalam analisis kualitatif ini, maka interprestasi terhadap apa yang ditemukan dan pengambilan kesimpulan akhir menggunakan logika atau penalaran sistematis. Model analisis kualitatif digunakan model analisis interaktif, yaitu model analisis yang memerlukan tiga komponen berupa reduksi data, sajian data, serta penarikan kesimpulan/verifikasi dengan menggunakan proses siklus (H.B. Sutopo, 1999: 48). Dalam menggunakan analisis kualitatif, maka interprestasi terhadap apa yang ditentukan dan merumuskan kesimpulan akhir digunakan logika atau penalaran sistematik. Ada tiga komponen pokok dalam tahapan analisa data, yaitu: kualitatif, teknik ini tepat digunakan bagi penelitian yang menghasil data kualitatif, yaitu data yang tidak bisa dikategorikan secara statistik. Dalam analisis kualitatif ini, maka interprestasi terhadap apa yang ditemukan dan pengambilan kesimpulan akhir menggunakan logika atau penalaran sistematis. Model analisis kualitatif digunakan model analisis interaktif, yaitu model analisis yang memerlukan tiga komponen berupa reduksi data, sajian data, serta penarikan kesimpulan/verifikasi dengan menggunakan proses siklus (H.B. Sutopo, 1999: 48). Dalam menggunakan analisis kualitatif, maka interprestasi terhadap apa yang ditentukan dan merumuskan kesimpulan akhir digunakan logika atau penalaran sistematik. Ada tiga komponen pokok dalam tahapan analisa data, yaitu:

b. Data Display adalah paduan organisasi informasi yang memungkinkan kesimpulan riset yang dilakukan, sehingga peneliti akan mudah memahami apa yang terjadi dan harus dilakukan.

c. Conclution Drawing adalah berawal dari pengumpulan data peneliti harus mengerti apa arti dari hal-hal yang ditelitinya, dengan cara pencatatan peraturan, pola-pola, pernyataan konfigurasi yang mapan dan arahan sebab akibat, sehingga memudahkan dalam pengambilan kesimpulan.

Tiga komponen analisis data di atas membentuk interaksi dengan proses pengumpulan yang berbentuk siklus (diagram flow) (HB Sutopo, 1999: 37).

Pen gum

Concl

F. Sistematika Penulisan Hukum

Sistematika yang akan digunakan penulis dalam penelitian dan penulisan hukum ini terdiri dari beberapa bab, yakni pendahuluan, tinjauan pustaka, hasil penelitian dan pembahasan serta penutup. Penulisan hukum ini disusun dengan sistematika sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN Dalam Bab I pendahuluan berisi latar belakang masalah,

rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan hukum.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA Dalam Bab II tinjauan Pustaka berisi mengenai kerangka

teori dan kerangka pemikiran. Kerangka teori terdiri dari: tinjauan tentang pemerintahan daerah, tinjauan tentang organisasi, tinjauan tentang organisasi, dan tinjauan tentang peraturan pemerintah. Kerangka pemikiran berisi bagan mengenai garis besar penulisan hukum ini dan penjelasannya.

BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab III Hasil Penelitian dan Pembahasan berisi tentang

hasil penelitian dan pembahasan tentang: pelaksanaan Peraturan Pemerintahan Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah di Kota Surakarta dan faktor-faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan Peraturan Pemerintahan Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah di Kota Surakarta.

BAB IV : PENUTUP Bab IV Penutup berisi tentang kesimpulan dan saran. DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

1. Tinjauan tentang Pemerintahan Daerah

a. Pengertian Pemerintah Daerah Penyelenggaraan pemerintahan daerah di Indonesia didasarkan

pada ketentuan Pasal 18 amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, pemerintah pusat tidak mungkin mengatur sendiri urusan dalam penyelenggaraan pemerintahan, mengingat luasnya wilayah negara serta padatnya penduduk. Pemerintahan daerah menurut Pasal 1 butir 2 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintahan daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sedangkan pemerintah daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah (Pasal 1 butir 3 UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah).

Dalam menjalankan pemerintahan daerah secara hirarkis Kepala Daerah bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri. Kepala Daerah tidak bertanggung jawab kepada DPRD, tetapi Kepala Daerah berkewajiban memberikan keterangan pertanggungjawaban kepada DPRD tentang pelaksanaan pemerintahan daerah yang dipimpinnya. DPRD dapat selalu mengikuti dan mengawasi jalannya pemerintahan daerah. DPRD sebagai salah satu unsur pemerintah daerah berfungsi sebagai partner kepala daerah dalam merumuskan kebijaksanaan daerah yang diwujudkan dalam bentuk peraturan daerah maupun anggaran Dalam menjalankan pemerintahan daerah secara hirarkis Kepala Daerah bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri. Kepala Daerah tidak bertanggung jawab kepada DPRD, tetapi Kepala Daerah berkewajiban memberikan keterangan pertanggungjawaban kepada DPRD tentang pelaksanaan pemerintahan daerah yang dipimpinnya. DPRD dapat selalu mengikuti dan mengawasi jalannya pemerintahan daerah. DPRD sebagai salah satu unsur pemerintah daerah berfungsi sebagai partner kepala daerah dalam merumuskan kebijaksanaan daerah yang diwujudkan dalam bentuk peraturan daerah maupun anggaran

b. Prinsip Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Pembagian daerah di Indonesia terbagi atas daerah-daerah

provinsi, di mana provinsi ini masih dibagi lagi menjadi daerah kabupaten dan kota sebagaimana yang termuat dalam Pasal 2 ayat (1) Undang- Undang 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang menyebutkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota yang masing-masing mempunyai pemerintahan daerah.

Dalam pelaksanaan pemerintahan daerah harus berdasarkan asas- asas penyelenggaraan pemerintah, yaitu:

1) Asas desentralisasi Asas desentralisasi adalah asas yang menyatakan penyerahan sejumlah urusan pemerintahan dari pemerintah pusat atau dari pemerintah daerah yang lebih tinggi kepada pemerintah daerah tingkat yang lebih rendah sehingga menjadi urusan rumah tangga daerah itu. Dengan demikian, prakarsa, wewenang, dan tanggung jawab mengenai urusan-urusan tadi sepenuhnya menjadi tanggung jawab daerah itu, baik

mengenai politik kebijaksanaan, perencanaan, dan pelaksanaannya maupun mengenai segi-segi pembiayaannya. Perangkat pelaksanaannya adalah perangkat daerah sendiri (CST. Kansil, 2001: 3). Asas desentralisasi menurut Pasal 1 butir 7 Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menyebutkan bahwa: desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

2) Asas dekonsentrasi Asas dekonsentrasi adalah asas yang menyatakan pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat atau kepala wilayah atau kepala instansi vertikal yang lebih tinggi kepada pejabat-pejabatnya di daerah. Baik perencanaan dan pelaksanaannya maupun pembiayaannya tetap menjadi tanggung jawab pemerintah pusat. Unsur pelaksanaannya dikoordinasikan oleh kepala daerah dalam kedudukannya selaku wakil pemerintah pusat. Latar belakang diadakannya sistem dekonsentrasi ialah bahwa tidak semua urusan pemerintah pusat dapat diserahkan kepada pemerintah daerah menurut asas desentralisasi (CST. Kansil, 2001: 4). Asas dekonsentrasi menurut Pasal 1 butir 8 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada gubernur sebagai wakil pemerntah dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu.

3) Asas pembantuan Asas tugas pembantuan adalah asas yang menyatakan tugas turut serta dalam pelaksanaan urusan wajib pemerintah yang ditugaskan kepada pemerintah daerah dengan kewajiban mempertanggungjawabkannya kepada yang memberi tugas. Misalnya, kotamadya menarik pajak-pajak tertentu seperti pajak kendaraan, yang sebenarnya menjadi hak dan urusan pemerintah pusat (CST. Kansil, 2001: 4). Asas tugas pembantuan menurut Pasal 1 butir 9 Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah penugasan dari pemerintah kepada daerah dan/atau desa dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa sereta pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu.

2. Tinjauan tentang Organisasi Perangkat Daerah

a. Pengertian organisasi perangkat daerah Perangkat daerah kabupaten/kota adalah unsur pembantu kepala

daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah yang terdiri dari sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dinas daerah, lembaga teknis daerah, kecamatan, dan kelurahan.

1) Sekretariat daerah Sekretariat daerah mempunyai tugas dan kewajiban

membantu bupati/walikota dalam menyusun kebijakan dan mengoordinasikan dinas daerah dan lembaga teknis daerah. Sekretariat daerah dipimpin oleh seorang sekretaris daerah dan terdiri dari asisten, masing-masing asisten terdiri paling banyak 4 (empat) bagian, dan masing-masing bagian terdiri dari paling banyak 3 (tiga) subbagian. Berdasarkan Pasal 10 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah, fungsi Sekretariat Daerah adalah: (1) Penyusunan kebijakan pemerintahan daerah. (2) Pengordinasian pelaksanaan tugas dinas daerah dan lembaga teknis

daerah. (3) Pembinaan administrasi dan aparatur pemerintahan daerah. (4) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh bupati/walikota sesuai

tugas dan fungsinya.

2) Sekretariat DPRD Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang

selanjutnya disebut Sekretariat DPRD merupakan unsur pelayanan terhadap

mempunyai tugas menyelenggarakan

kesekretariatan, administrasi keuangan, mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi DPRD dan menyediakan serta mengoordinasikan tenaga ahli yang diperlukan oleh

administrasi

DPRD sesuai dengan kemampuan keuangan daerah. Sekretariat DPRD dipimpin oleh sekretaris dewan dan terdiri dari paling banyak 4 (empat) bagian, dan masing-masing bagian terdiri dari 3 (tiga) subbagian. Sekretariat DPRD menyelenggarakan fungsi (Pasal 11 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah), antara lain: (1) Penyelenggaraan administrasi kesekretariatan DPRD. (2) Penyelenggaraan administrasi keuangan DPRD. (3) Penyelenggaraan rapat-rapat DPRD. (4) Penyediaan dan pengordinasian tenaga ahli yang diperlukan

DPRD.

3) Dinas Daerah Dinas daerah merupakan unsur pelaksana otonomi daerah.

Dinas daerah mempunyai tugas melaksanakan urusan pemerintahan daerah berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan. Dinas daerah dipimpin oleh kepala dinas. Dinas terdiri dari 1 (satu) sekretariat dan paling banyak 4 (empat) bidang, sekretariat terdiri dari 3 (tiga) subbagian, dan masing-masing bidang terdiri dari paling banyak 3 (tiga) seksi. Sedangkan, unit pelaksana teknis pada dinas terdiri dari 1 (satu) subbagian tata usaha dan kelompok jabatan fungsional. Dinas daerah menyelenggarakan fungsi (Pasal 14 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah): (1) Perumusan kebijakan teknis sesuai dengan lingkup tugasnya. (2) Penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum sesuai

dengan lingkup tugasnya. (3) Pembinaan dan pelaksanaan tugas sesuai dengan lingkup tugasnya. (4) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh bupati/walikota sesuai

dengan tugas dan fungsinya.

4) Lembaga Teknis Daerah Lembaga teknis daerah merupakan unsur pendukung tugas

kepala daerah. Lembaga teknis daerah mempunyai tugas melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah yang bersifat spesifik. Lembaga teknis daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat berbentuk badan, kantor, dan rumah sakit. Lembaga teknis daerah yang berbentuk badan dipimpin oleh kepala badan, yang berbentuk kantor dipimpin oleh kepala kantor, dan yang berbentuk rumah sakit dipimpin oleh direktur. Lembaga teknis yang berbentuk badan terdiri dari 1 sekretariat dan paling banyak 4 bidang, terdiri dari 3 subbagian, dan masing-masing bidang terdiri dari 2 subbidang atau kelompok jabatan fungsional. Lembaga teknis yang berbentuk kantor terdiri dari 1 subbagian tata usaha dan paling banyak 3 seksi. Sedangkan unit pelaksana teknis pada badan, terdiri dari 1 subbagian tata usaha dan kelompok

teknis daerah menyelenggarakan fungsi (Pasal 15 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah): (1) Perumusan kebijakan teknis sesuai dengan lingkup tugasnya. (2) Penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum sesuai

dengan lingkup tugasnya. (3) Pembinaan dan pelaksanaan tugas sesuai dengan lingkup tugasnya. (4) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh bupati/walikota sesuai

dengan tugas dan fungsinya.

5) Kecamatan Kecamatan merupakan wilayah kerja camat sebagai

perangkat daerah kabupaten dan daerah kota. Camat mempunyai tugas melaksanakan kewenangan pemerintahan yang dilimpahkan oleh bupati/walikota untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah. Kecamatan dipimpin oleh camat. Kecamatan terdiri daari 1 sekretariat, paling banyak 5 seksi, dan sekretariat membawahkan paling banyak 3 perangkat daerah kabupaten dan daerah kota. Camat mempunyai tugas melaksanakan kewenangan pemerintahan yang dilimpahkan oleh bupati/walikota untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah. Kecamatan dipimpin oleh camat. Kecamatan terdiri daari 1 sekretariat, paling banyak 5 seksi, dan sekretariat membawahkan paling banyak 3

ketertiban umum. (3) Mengoordinasikan penerapan dan penegakan peraturan perundang- undangan. (4) Mengoordinasikan pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum. (5) Menggoordinasikan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan di tingkat kecamatan. (6) Membina penyelenggaraan pemerintahan desa dan/atau kelurahan. (7) Melaksanakan pelayanan masyarakat yang menjadi ruang lingkup

tugasnya dan/atau yang belum dapat dilaksanakan pemerintahan desa atau kelurahan.

6) Kelurahan Kelurahan merupakan wilayah kerja lurah sebagai perangkat

daerah kabupaten/kota dalam wilayah kecamatan. Kelurahan dipimpin oleh lurah yang membawahi 1 sekretariat dan paling banyak 4 seksi.

Selain organisasi perangkat daerah di atas, ada beberapa lembaga yang dapat dibentuk oleh daerah berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah yaitu:

1) Inspektorat Inpekstorat diatur dalam Pasal 12 Peraturan Pemerintah

Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah. Inspektorat yang dipimpin oleh inspektur merupakan unsur pengawasan terhadap pelaksanaan urusan pemerintah di daerah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah. Inspektorat yang dipimpin oleh inspektur merupakan unsur pengawasan terhadap pelaksanaan urusan pemerintah di daerah

pengawasan.

2) Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Menurut Pasal 13 Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun

2007 tentang organisasi perangkat daerah, badan perencanaan dan pembangunan daerah merupakan unsur perencana penyelenggaraan pemerintahan daerah yang mempunyai tugas melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah di bidang perencanaan pembangunan daerah. Badan ini menyelenggarakan fungsi: (1) Perumusan kebijakan teknis perencanaan. (2) Pengordinasian penyusunan perencanaan pembangunan. (3) Pembinaan dan pelaksanaan tugas di bidang perencanaan

pembangunan daerah. (4) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh bupati/walikota sesuai dengan tugas dan fungsinya.

3) Rumah sakit daerah Rumah sakit daerah berbentuk rumah sakit umum dan rumah

sakit khusus daerah. Rumah sakit umum daerah terdiri atas 4 (empat) kelas:

a) Rumah sakit umum daerah terdiri dari 4 (empat) kelas: (1) Rumah sakit umum daerah kelas A.

Rumah sakit umum daerah kelas A terdiri dari paling banyak 4 (empat) wakil direktur dan masing-masing wakil direktur Rumah sakit umum daerah kelas A terdiri dari paling banyak 4 (empat) wakil direktur dan masing-masing wakil direktur

(2) Rumah sakit umum daerah kelas B. Rumah sakit umum daerah kelas B terdiri dari paling banyak 3 (tiga) wakil direktur, dan masing-masing wakil direktur terdiri dari paling banyak 3 (tiga) bagian/bidang, masing-masing bagian terdiri dari paling banyak 3 (tiga) subbagian dan masing- masing bidang membawahkan kelompok jabatan fungsional atau terdiri dari paling banyak 2 (dua) seksi.

(3) Rumah sakit umum daerah kelas C. Rumah sakit umum daerah kelas C terdiri dari 1 (satu) bagian dan paling banyak 3 (tiga) bidang, bagian terdiri dari paling banyak 3 (tiga) subbagian dan masing-masing bidang membawahkan kelompok jabatan fungsional atau terdiri dari paling banyak 2 (dua) seksi.

(4) Rumah sakit umum daerah kelas D. Rumah sakit umum daerah kelas D terdiri dari (satu) subbagian tata usaha dan 2 (dua) seksi.

b) Rumah sakit khusus daerah terdiri dari 2 (dua) kelas yaitu: (1) Rumah sakit khusus daerah kelas A.

Rumah sakit khusus daerah kelas A terdiri dari 2 (dua) wakil direktur masing-masing wakil direktur terdiri dari paling banyak 3 (tiga) bagian/bidang, masing-masing bagian terdiri dari 2 (dua) subbagian, dan masing-masing bidang membawahkan kelompok jabatan fungsional atau terdiri dari 2 (dua) seksi.

(2) Rumah sakit khusus daerah kelas B. Rumah sakit khusus daerah kelas B terdiri dari 1 (satu) subbagian tata usaha dan paling banyak 3 (tiga) seksi.

Penetapan kriteria rumah sakit umum daerah dan rumah sakit khusus daerah dilakukan oleh menteri kesehatan setelah berkoordinasi tertulis dengan menteri dan menteri yang membidangi urusan pemerintahan di bidang pendayagunaan aparatur negara.

4) Staf ahli Walikota/bupati dalam melaksanakan tugasnya dapat dibantu

oleh staf ahli yang diangkat dan diberhentikan oleh bupati/walikota dari pegawai negeri sipil. Tugas dan fungsi staf ahli bupati/walikota ditetapkan oleh walikota di luar tugas dan fungsi perangkat daerah.

5) Unit pelayanan terpadu. Untuk meningkatkan dan keterpaduan pelayanan masyarakat

di bidang

lintas sektor, gubernur/bupati/walikota dapat membentuk unit pelayanan terpadu. Unit pelayanan terpadu merupakan gabungan dari unsur-unsur perangkat daerah yang menyelenggarakan fungsi perizinan. Unit pelayanan terpadu didukung oleh sebuah sekretariat sebagai bagian dari perangkat daerah. Pedoman organisasi dan tata kerja unit pelayanan terpadu ditetapkan oleh Menteri setelah mendapat pertimbangan dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendayagunaan aparatur negara.

b. Besaran organisasi dan perumpunan perangkat daerah

a) Penentuan besaran organisasi. Menurut Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007

tentang Organisasi Perangkat Daerah, pada ayat (1) menyatakan besaran organisasi perangkat daerah ditetapkan berdasarkan variabel:

a) Jumlah penduduk.

b) Luas wilayah.

c) Jumlah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Pada Pasal 21 Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang

Organisasi Perangkat Daerah memberikan batasan mengenai jumlah organisasi perangkat daerah di sebuah pemerintah kabupaten/kota. Batasan mengenai besaran organisasi perangkat daerah kabupaten/kota dijelaskan sebagai berikut:

a) Besaran organisasi perangkat daerah dengan nilai kurang dari 40 terdiri dari: (1) Sekretariat daerah, terdiri dari paling bayak 3 asisten. (2) Sekretariat DPRD. (3) Dinas paling banyak 12 (dua belas). (4) Lembaga teknis daerah paling banyak 8 (delapan). (5) Kecamatan. (6) Kelurahan.

b) Besaran organisasi perangkat daerah dengan nilai antara 40 (empat puluh) sampai dengan 70 (tujuh puluh) terdiri dari: (1) Sekretariat daerah, terdiri dari paling banyak 3 (tiga) asisten. (2) Sekretariat DPRD. (3) Dinas paling banyak 15 (lima belas). (4) Lembaga teknis daerah paling banyak 10 (sepuluh). (5) Kecamatan. (6) Kelurahan.

c) Besaran organisasi perangkat daerah dengan nilai lebih dari 70 (tujuh puluh) terdiri dari: (1) Sekretariat daerah, terdiri dari paling banyak 4 (empat) asisten. (2) Sekretariat DPRD. (3) Dinas paling banyak 18 (delapan belas). (4) Lembaga teknis daerah paling banyak 12 (dua belas). (5) Kecamatan.

(6) Kelurahan.

b) Perumpunan perangkat daerah Penyusunan organisasi perangkat daerah berdasarkan

pertimbangan adanya urusan pemerintah yang perlu ditangani. Perangkat daerah yang dibentuk untuk melaksanakan urusan pilihan, berdasarkan pertimbangan adanya urusan yang secara nyata ada sesuai dengan kondisi, kekhasan dan potensi unggulan daerah. Penanganan urusan tidak harus dibentuk dalam bentuk dinas daerah, bisa lembaga lainnya. Perumpunan organisasi perangkat daerah dibagi menjadi dua:

a) Perumpunan urusan yang diwadahi dalam bentuk dinas yang diatur Pasal 22 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah terdiri dari: (a) Bidang sosial, pemudah, dan olahraga. (b) Bidang kesehatan. (c) Bidang sosial, tenaga kerja, dan transmigrasi. (d) Bidang perhubungan, komunikasi, dan informatika. (e) Bidang kependudukan dan catatan sipil. (f) Bidang kebudayaan dan pariwisata. (g) Bidang pekerjaan umum yang meliputi bina marga, pengairan,

cipta karya, dan tata ruang. (h) Bidang perekonomian yang meliputi koperasi dan usaha mikro, kecil, dan menengah, industri dan perdagangan. (i) Bidang pelayanan pertanahan. (j) Bidang pertanian yang meliputi tanaman pangan, peternakan,

perikanan darat, kelautan dan perikanan, perkebunan dan kehutanan.

(k) Bidang pertambangan dan energi. (l) Bidang pendapatan, pengelolaan keuangan daerah dan aset.

b) Perumpunan urusan yang diwadahi dalam bentuk badan, kantor, inspektorat, dan rumah sakit, yang diatur Pasal 22 ayat (5) Peraturan

Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah terdiri dari: (a) Bidang perencanaan pembangunan dan statistik. (b) Bidang penelitian dan pengembangan. (c) Bidang kesatuan bangsa, politik dan perlindungan masyarakat. (d) Bidang lingkungan hidup. (e) Bidang ketahanan pangan. (f) Bidang penanaman modal. (g) Bidang perpustakaan, arsip, dan dokumentasi. (h) Bidang pemberdayaan masyarakat dna keluarga berencana. (i) Bidang kepegawaian, pendidikan, dan pelatihan. (j) Bidang pengawasan. (k) Bidang pelayanan kesehatan.

3. Tinjauan tentang Organisasi

a. Definisi Organisasi

1) Menurut James L. Gibson Organisasi adalah entitas-entitas yang memungkinkan masyarakat mencapai hasil-hasil tertentu, yang tidak mungkin dilaksanakan oleh individu-individu yang bertindak secara sendiri (Gibson dalam Robbins, 2004: 13).

2) Menurut L. F. Urwick Organisasi adalah alat untuk menciptakan barang-barang dan menyelenggarkan jasa-jasa. Organisasi menciptakan kerangka, di mana banyak di antara kita melaksanakan proses kehidupan. Sehubungan dengan itu dapat kita mengatakan bahwa organisasi menimbulkan pengaruh besar atas perilaku kita (J. Winardi, 2003: 3).

3) Menurut Winardi Organisasi adalah sebuah sistem yang terdiri dari aneka macam elemen atau subsistem manusia mungkin merupakan subsistem terpenting, dan di mana terlihat bahwa masing-masing subsistem 3) Menurut Winardi Organisasi adalah sebuah sistem yang terdiri dari aneka macam elemen atau subsistem manusia mungkin merupakan subsistem terpenting, dan di mana terlihat bahwa masing-masing subsistem

b. Alasan Pembentukan Organisasi

Alasan pembentukan organisasi adalah (J. Winardi, 2003: 3-5):

1) Alasan sosial Banyak organisasi dibentuk untuk memenuhi kebutuhan manusia untuk pergaulan. Hal ini sama terlihat pada organisasi yang memiliki sasaran intelektual atau ekonomi. Adakalanya kebutuhan- kebutuhan sosial seseorang demikian sempurna terpenuhi oleh perusahaan tempat ia bekerja, sehingga orang melontarkan kata-kata pekerjaan adalah kehidupannya. Jadi, dapat dikatakan bahwa manusia berorganisasi karena ia membutuhkan dan menikmati kepuasan sosial yang diberikan oleh organisasi.

2) Alasan material Manusia juga melaksanakan kegiatan pengorganisasian karena alasan-alasan material. Melalui bantuan organisasi, manusia dapat melakukan tiga macam hal yang tidak mungkin dilakukannya sendiri yakni:

a) Ia dapat memperbesar kemampuannya. Alasan ini bagi organisasi berarti melalui organisasi manusia dapat melaksanakan aneka macam tugas atau pekerjaan secara lebih efisien, dibandingkan dengan situasi apabila ia bekerja sendiri tanpa bantuan pihak lain.

b) Ia dapat menghemat waktu yang diperlukan untuk mencapai sesuatu sasaran, melalui bantuan sebuah organisasi. Kemampuan organisasi untuk menghemat waktu, yang diperlukan untukmencapai suatu sasaran merupakan alasan material kedua untuk eksistensi organisasi tersebut. Dalam banyak kasus, upaya mengurangi waktu total yang diperlukan, jauh lebih penting b) Ia dapat menghemat waktu yang diperlukan untuk mencapai sesuatu sasaran, melalui bantuan sebuah organisasi. Kemampuan organisasi untuk menghemat waktu, yang diperlukan untukmencapai suatu sasaran merupakan alasan material kedua untuk eksistensi organisasi tersebut. Dalam banyak kasus, upaya mengurangi waktu total yang diperlukan, jauh lebih penting

c) Ia dapat menarik manfaat dari pengetahuan generasi-generasi sebelumnya, yang telah dihimpun. Kemampuan organisasi untuk menghemat waktu, yang diperlukan untukmencapai suatu sasaran merupakan alasan material kedua untuk eksistensi organisasi tersebut. Dalam banyak kasus, upaya mengurangi waktu total yang diperlukan, jauh lebih penting dibandingkan dengan efisiensi biasa. Suatu sasaran yang dapat dilaksanakan oleh seorang individu atau oleh sebuah kelompok yang relatif kecil, dapat dialihkan kepada sebuah organisasi besar, sekalipun kelompok yang lebih besar tersebut akan memerlukan lebih banyak upaya atau lebih banyak biaya untuk melaksanakan.

c. Ciri-Ciri Organisasi Ciri-ciri umum organisasi, menurut Schein dalam Robbins (2004:

12-15):