EVALUASI KLINIS KEBERHASILAN PERAWATAN KAPING PULPA INDIREK DENGAN BAHAN KALSIUM HIDROKSIDA TIPE HARD SETTING DI RSGM UMY

(1)

HARD SETTING DI RSGM UMY

Disusun untuk Memenuhi sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran Gigi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh:

RIZQILAYLI FAJRIYANI 20120340064

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(2)

i

HARD SETTING DI RSGM UMY

Disusun untuk Memenuhi sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran Gigi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh:

RIZQILAYLI FAJRIYANI 20120340064

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(3)

HARD SETTING DI RSGM UMY

Disusun oleh : RIZQILAYLI FAJRIYANI

20120340064

Telah disetujui dan disahkan pada tanggal: 30 Juni 2016

Dosen Pembimbing

Drg. Erma Sofiani, Sp. KG NIK: 19741022200810 173 087

Dosen Penguji I Dosen Penguji II

drg. Nia Wijayanti, Sp. KG drg. Erwin Setyawan, Sp. RKG

NIK: 19841103201404173230 NIK: 19740522201510173216

Mengetahui,

Kepala Prodi Pendidikan Dokter Gigi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

drg. Hastoro Pintadi, Sp. Pros NIK: 19680212200410173071


(4)

iii

Nama : Rizqilayli Fajriyani

NIM : 20120340064

Program Studi : Pendidikan Dokter Gigi

Fakultas : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya tulis saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Karya Tulis Ilmiah ini.

Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan Karya Tulis Ilmiah ini penjiplakan maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Yogyakarta, 30 Juni 2016 Yang membuat pernyataan,


(5)

sedangkan kamu tidak mengetahui Q. S Al-Baqarah 216)

Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang

lain. Dan hanya kepada Tuhanmulah engkau berharap (Q. S Al-Insyirah 6-8)


(6)

v

karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah yang berjudul Evaluasi Klinis Keberhasilan Kaping Pulpa Indirek dengan Bahan Kalsium Hidroksida Tipe Hard Setting di RSGM UMY. Karya tulis ini disusun untuk memenuhi sebagian syarat memperoleh derajat sarjana kedokteran gigi di Program Studi Pendidikan Dokter Gigi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Selesainya karya tulis ilmiah ini tidak terlepas dari bantuan sebagian pihak, sehingga pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih pada semua pihak yang telah memberikan bantuan moril maupun materiil baik secara langsung maupun tidak langsung kepada penulis dalam penyusunan karya tulis ini, terutama kepada:

1. Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya yang diberikan kepada penulis selama penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.

2. dr. H. Ardi Pramono, Sp. An., M. Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

3. drg. Hastoro Pintadi, Sp. Pros selaku Ketua Program Studi Pendidikan Dokter Gigi FKIK UMY.

4. drg. Erma Sofiani, Sp. KG selaku dosen pembimbing yang telah memberikan banyak waktu untuk bimbingan, dukungan, saran, motivasi, inspirasi, serta penuh kesabaran membimbing dalam proses penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.

5. drg. Nia Wijayanti, Sp. KG dan drg. Erwin Setyawan, Sp. RKG selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan guna menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

6. Kedua orang tua saya, Suparman dan Suharti, S.Pd yang selalu memberikan doa, motivasi dan dukungan tiada henti hingga Karya Tulis Ilmiah ini selesai.


(7)

9. Sahabat-sahabat ku Novika, Novi, Tia Rahmi, Gufa, Adit Her, Juvika, Edita Puspa, Intania, Cynthia, Nashir dan Satriyo Pandu yang selalu memberikan support.

10.Semua pihak yang telah memberikan dukungan baik moral maupun material yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulisan karya tulis ilmiah ini masih memerlukan perbaikan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak demi peningkatan karya tulis ilmiah ini. Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Yogyakarta, 30 Juni 2016


(8)

vii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ... viii

DAFTAR TABEL ... ... x

INTISARI ... xi

ABSTRACT ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... ... 1

A. Latar Belakang ... ... 1

B. Rumusan Masalah ... ... 5

C. Tujuan Penelitian ... ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 5

E. Keaslian Penelitian ... ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... ... 6

A. Telaah Pustaka ... 9

1. Struktur Gigi ... 9

2. Karies ... 13

3. Penyakit Pulpa ... 17

4. Kaping Pulpa ... 19

5. Kalsium Hidroksida ... 27

6. Evaluasi Keberhasilan Klinis... 31

B. Landasan Teori ... ... 33

C. Kerangka Konsep ... ... 35

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... ... 36

A. Jenis Penelitian ... ... 36


(9)

G. Definisi Operasional ... ... 38

H. Instrumen Penelitian ... ... 38

I. Jalannya Penelitian ... ... 38

J. Teknik Pengumpulan Data dan Analisis Data ... ... 40

K. Alur Penelitian ... 41

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 42

A. Hasil Penelitian ... 42

B. Pembahasan ... 49

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 54

A. Kesimpulan ... 54

B. Saran ... 54

DAFTAR PUSTAKA ... 56 LAMPIRAN


(10)

ix

Gambar 3. Dycal ... 30 Gambar 4. Kerangka Konsep ... 35 Gambar 5. Alur Penelitian... 41


(11)

kaping pulpa indirek ... 42 Tabel 3. Distribusi frekuensi keadaan gigi pasien 1-4 minggu setelah dilakukan perawatan kaping pulpa indirek ... 43 Table 4. Distribusi frekuensi keadaan gigi pasien 5-8 minggu setelah dilakukan perawatan kaping pulpa indirek ... 43 Tabel 5. Distribusi frekuensi keadaan gigi pasien >8 minggu - >1 tahun minggu setelah dilakukan perawatan kaping pulpa indirek ... 44 Table 6. Distribusi frekuensi keadaan gigi pasien 1-4 minggu setelah dilakukan perawatan kaping pulpa indirek berdasarkan pengelompokan usia ... 44 Table 7. Distribusi frekuensi keadaan gigi pasien 1-4 minggu setelah dilakukan perawatan kaping pulpa indirek berdasarkan jenis kelamin ... 45 Table 8. Distribusi frekuensi keadaan gigi pasien 1-4 minggu setelah dilakukan perawatan kaping pulpa indirek berdasarkan jenis gigi... 45 Table 9. Distribusi frekuensi keadaan gigi pasien 5-8 minggu setelah dilakukan perawatan kaping pulpa indirek berdasarkan pengelompokan usia ... 46 Table 10. Distribusi frekuensi keadaan gigi pasien 5-8 minggu setelah dilakukan perawatan kaping pulpa indirek berdasarkan jenis kelamin ... 46 Table 11. Distribusi frekuensi keadaan gigi pasien 5-8 minggu setelah dilakukan perawatan kaping pulpa indirek berdasarkan jenis gigi... 47 Table 12. Distribusi frekuensi keadaan gigi pasien >8 minggu - >1 tahun setelah dilakukan perawatan kaping pulpa indirek berdasarkan pengelompokan usia ... 48 Table 13. Distribusi frekuensi keadaan gigi pasien >8 minggu - >1 tahun setelah dilakukan perawatan kaping pulpa indirek berdasarkan jenis kelamin 48 Table 14. Distribusi frekuensi keadaan gigi pasien >8 minggu - >1 tahun setelah dilakukan perawatan kaping pulpa indirek berdasarkan jenis gigi ... 49


(12)

xi

mempertahankan vitalitas pulpa, memiliki sifat bakterisidal atau bakteriostatik, melekat pada dentin dan bahan restorasi. Kaping pulpa indirek menggunakan kalsium hidroksida tipe hard setting memiliki tujuan agar dentin yang mengalami karies dapat membaik, sehingga tidak melukai pulpa. Keberhasilan perawatan kaping pulpa indirek dapat dilihat secara klinis meliputi pemeriksaan dengan cold testing, tes perkusi, palpasi, dan pemeriksaan subyektif terhadap pasien.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan evaluasi klinis keberhasilan kaping pulpa indirek dengan bahan kalsium hidroksida tipe hard setting Rumah Sakit Gigi dan Mulut Universitas Muhammadiyah Yogyakarta .

Metode evaluasi klinis kaping pulpa indirek di Rumah Sakit Gigi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta menggunakan data sekunder dari rekam medis pasien yang telah dirawat kaping pulpa indirek pada tahun 2010-2011 di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Universitas Muhammadiyah Yogyakarta .

Hasil penelitian menunjukkan keberhasilan perawatan kaping pulpa indirek secara klinis sebelum dan setelah perawatan. Sebelum perawatan kaping pulpa indirek, jumlah sampel yang termasuk kategori baik 215 responden (34,8%), cukup 349 responden (56,5%), kurang 54 responden (8,7%), dan buruk 0% dengan jumlah total 618 responden (100%). Setelah dilakukan perawatan kaping pulpa indirek dan yang termasuk kategori baik pada kontrol 1-4 minggu sebanyak 479 responden (93,6%), 5-8 minggu sebanyak 202 responden (94,4%), dan > 8 minggu sebanyak 287 responden (91,4%). Rata-rata tingkat keberhasilan perawatan yang termasuk ke dalam kategori baik adalah sebesar 93,1%.

Kata kunci: kaping pulpa indirek, evaluasi klinis, kalsium hidroksida tipe hard setting


(13)

formation,anti bacterial activity, attached to the dentine and restorative materials. Indirect pulp capping use calcium hydroxide hard setting type can make to dentin caries can be improved, so can not injure the pulp. The outcome of indirect pulp capping can be seen from clinical examination was conducted by cold testing, test percussion, palpation, and subjective examination from the patient.

The purpose of this study was to determine the clinical evaluation of success indirect pulp capping with calcium hydroxide hard setting at the Dental Hospital Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Clinical methods evaluation of indirect pulp capping at the Dental Hospital Universitas Muhammadiyah Yogyakarta using secondary data of the medical records of patients who had taken care indirect pulp capping during the years 2010-2011.

The results showed that there are successful treatment of indirect pulp capping seen from clinical evaluation before and after treatment. Before treatment indirect pulp capping, the number of samples that included good categories 215 respondents (34.8%), enough categories 349 respondents (56.5%), less categories 54 respondents (8.7%), and bad categories 0% with a total of 618 respondents (100%). After treatment indirect pulp capping, patients recall by the operator to control. Case which includes good categories at 1-4 weeks are 479 respondents (93.6%), 5-8 weeks are 202 respondents (94.4%), and> 8 weeks are 287 respondents (91,4%). The average rate of successful treatment are included into either category amounted to 93.1%.

Keywords: indirect pulp capping, clinical evaluation, calcium hydroxide hard setting


(14)

(15)

DAFTAR PUSTAKA

Al-Zayer, M. A., Straffon, L. H., Feigal, R. J., & Welch, K. B. (2003). Indirect Pulp Treatment of Primary Posterior Teeth: A Retrospective Study. Scientific Article, 25 (1). 32, 34.

American Academy of Pediatric Dentistry. (2014). Guideline on Pulp Therapy for Primary and Immature Permanen Teeth. Council on Clinical Affairs, 37 (6). 245.

Asgary, S., Fazlyab, M., Sabbagh, S., & Eghbal, M. J. (2014). Outcomes of Different Vital Pulp Therapy Techniques on Symptomatic Permanen Teeth: A Case Series. Iranian Endodontic Journal, 9 (4). 297.

Babbush, C. A., Fehrenbach, M. J., Emmons, M., & Nunez, D. W. (2008). Dental Dictionary (2nd ed). USA: Mosby Elsevier. 97.

Bjorndal, L. (2008). Indirect Pulp Therapy and Stepwise Excavation. Journal of Endodontics, 34 (7S). 32.

Chandra, S., Chandra, S., & Chandra, R. (2000). A Textbook of Dental Materials. New Delhi: Jaypee. 147-149.

Chandra, S., Chandra, S., & Chandra G. (2007). Textbook of Operative Dentistry. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers. 29.

Chong, B. S. (2010). Harty’s Endodontic in Clinical Practice (6th ed). London: Churchill Livingstone Elsevier. 59.

Craig, R. G., Powers. J. M., & Wataha. J. C. (2004). Dental Material Properties and Manipulation (8th ed). USA: Mosby. 148.

Dumsha, T. C., & Gutmann, J. L. (2000). Clinician’s Endodontic Handbook. USA: Lexi-comp. 232-235.

Franzon, R., et al. (2007). Clinical and Radiographic Evaluation of Indirect Pulp Treatment in Primary Molars: 36 Months Follow-up. American Journal of Dentistry, 20 (3). 190.

Gladwin, M., & Bagby, M. (2009). Clinical Aspects of Dental Materials (3th ed.). China: Wolters Kluwer. 274.

Hargreaves, K. M., & Cohen, S. (2011). Cohen’s Pathways of the Pulp (9th ed.). China: Mosby Elsevier. 14-17.


(16)

Hargreaves, K. M., & Goodis, H. E. (2002). Seltzer and Bender’s Dental Pulp. China: Quintessence Publishing. 41, 60, 233, 314.

Hillson, S. (2005). Teeth (2nd ed). USA: Cambridge University Press. 193.

Hilton, T. J. (2009). Keys to Clinical Success with Pulp Capping: A Review of the Literature. Operative Dentistry, 34 (5). 6.

Ingle, & Bakland. (2002). Endodontics (5th ed). USA: BC Decker Inc. 866, 870. Ingle, Bakland, & Baumgartner. (2008). Ingle’s Endodontics (6th ed). India: BC

Decker Inc. 528.

Jamjoon, H. M. (2008). Clinical Evaluation of Directly Pulp Capped Permanent Teeth with Glass Ionomer Materials. Cairo Dental Journal, 24 (2). 178-179.

Mc.Cabe, J. F., & Walls, A. W. G. (2008). Applied Dental Materials (9th ed.). United Kingdom: Blackwell Munksgaard. 281.

Mitchell, C. (2008). Dental Material in Operative Dentistry. London: Quintessence Publishing. 91.

Monica, M., Sitaru, A., & Hontoiu, T. (2015). Clinical and Radiographic Evaluation of Direct Pulp Capping Procedures Performed by Posgraduate Students. European Scientific Journal, 11 (27). 21.

Murray, P. E., & Godoy, F. G. (2006). The Incidence of Pulp Healing Defects with Direct Capping Materials. American Journal of Dentistry, 19 (3). 171. Nurhidayat, O., Tunggul, E., & Wahyono, B. (2012). Perbandingan Media Power Point dengan Flip Chart dalam Meningkatkan Pengetahuan Kesehatan Gigi dan Mulut. Unnes Journal Public Health, 1 (1). 32.

Ongole, R., & Praveen, B. N., (2013). Textbook of Oral Medicine, Oral Diagnosis and Oral Radiology (2nd ed.). India: Elsevier. 468.

Padmaja, M., & Raghu, R. (2010). An Ultraconservative Method for the Treatment of Deep Carious Lesions-Step wise Excavation. Advances in Biological Research, 4 (1). 42-42.

Permatasari, A. S. Pola Perilaku Anak Terhadap Perawatan Gigi dan Mulut. Skripsi tidak diterbitkan. Makassar: FKG Universitas Hasanuddin, 2014.

Powers, J. M., & Sakaguchi, R. L. (2006). Craig’s Restorative Dental Materials (12th ed). India: Elsevier. 503.


(17)

Prasetya, R. C. (2008). Perbandingan Jumlah Koloni Bakteri Saliva pada Anak-anak Karies dan Non Karies setelah Mengkonsumsi Minuman Berkarbonasi. Indonesian Journal of Dentistry, 15(1). 65-66.

Qualtrough, A. J. E., Satterthwaite, J. D., Marrow, L. A., & Brunton, P. A. (2005). Principles of Operative Dentistry. UK: Blackwell Munksgaard. 28.

Rukmo, M. (2011). Perkembangan Metode Penelitian Kesembuhan Penyakit Periapikal setelah Perawatan Endodontik. Proceeding Kongres IKORGI ke IX dan Seminar Ilmiah Nasional Recent advances in Conservative Dentistry. 8-9.

Sabir, A. (2003). Kaping Pulpa Langsung: Suatu Perawatan yang Bermanfaat untuk Memelihara Vitalitas Gigi. Publikasi pada Majalah Kedokteran Gigi (Dental Journal) FKG Unair (Edisi Khusus TIMNAS III), 36. 4, 7. Sherwood, I. A. (2010). Essentials of Operative Dentistry. New Delhi: Jaypee.

499-500.

Sumawinata, N. (2004). Senarai Istilah Kedokteran Gigi, Inggris-Indonesia. Jakarta: EGC. 56.

Summitt, J. B., Robbins, J. W., Hilton, T. J., & Schwartz, R. S. (2006). Fundamentals of Operative Dentistry A Contemporary Approach (3rd ed). China: Quintessence Books. 9-10, 81-84.

Susi, Kustantiningtyastuti, D., & Ladyventini, Y. (2012) Hubungan Kebiasaan Anak Menjaga Kesehatan dan Kebersihan Gigi dengan Karies Molar Pertama Permanen pada Murid Sekolah Dasar di Kecamatan Padang Timur Kota Padang. Andalas Dental Journal. Hal 50.

Tarigan, R. (2006). Perawatan Pulpa Gigi. Jakarta: EGC. 35-37.

Torabzadeh, H., & Asgary, S. (2013). Indirect Pulp Therapy in a Symptomatic Mature Molar Using Calcium Enriched Mixture Cement. Journal of Conservative Dentistry, 16 (1). 83.

VanNoort, R. (2007). Introduction to Dental Material (3rd ed). China: Mosby Elsevier. 172-174.

Walton, R. E., & Torabinejad, M. (2008). Prinsip & Praktik Ilmu Endodonsia (edisi ke-3). Jakarta: EGC. 429-430.


(18)

mempertahankan vitalitas pulpa, memiliki sifat bakterisidal atau bakteriostatik, melekat pada dentin dan bahan restorasi. Kaping pulpa indirek menggunakan kalsium hidroksida tipe hard setting memiliki tujuan agar dentin yang mengalami karies dapat membaik, sehingga tidak melukai pulpa. Keberhasilan perawatan kaping pulpa indirek dapat dilihat secara klinis meliputi pemeriksaan dengan cold testing, tes perkusi, palpasi, dan pemeriksaan subyektif terhadap pasien.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan evaluasi klinis keberhasilan kaping pulpa indirek dengan bahan kalsium hidroksida tipe hard setting Rumah Sakit Gigi dan Mulut Universitas Muhammadiyah Yogyakarta .

Metode evaluasi klinis kaping pulpa indirek di Rumah Sakit Gigi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta menggunakan data sekunder dari rekam medis pasien yang telah dirawat kaping pulpa indirek pada tahun 2010-2011 di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Universitas Muhammadiyah Yogyakarta .

Hasil penelitian menunjukkan keberhasilan perawatan kaping pulpa indirek secara klinis sebelum dan setelah perawatan. Sebelum perawatan kaping pulpa indirek, jumlah sampel yang termasuk kategori baik 215 responden (34,8%), cukup 349 responden (56,5%), kurang 54 responden (8,7%), dan buruk 0% dengan jumlah total 618 responden (100%). Setelah dilakukan perawatan kaping pulpa indirek dan yang termasuk kategori baik pada kontrol 1-4 minggu sebanyak 479 responden (93,6%), 5-8 minggu sebanyak 202 responden (94,4%), dan > 8 minggu sebanyak 287 responden (91,4%). Rata-rata tingkat keberhasilan perawatan yang termasuk ke dalam kategori baik adalah sebesar 93,1%.

Kata kunci: kaping pulpa indirek, evaluasi klinis, kalsium hidroksida tipe hard setting


(19)

formation,anti bacterial activity, attached to the dentine and restorative materials. Indirect pulp capping use calcium hydroxide hard setting type can make to dentin caries can be improved, so can not injure the pulp. The outcome of indirect pulp capping can be seen from clinical examination was conducted by cold testing, test percussion, palpation, and subjective examination from the patient.

The purpose of this study was to determine the clinical evaluation of success indirect pulp capping with calcium hydroxide hard setting at the Dental Hospital Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Clinical methods evaluation of indirect pulp capping at the Dental Hospital Universitas Muhammadiyah Yogyakarta using secondary data of the medical records of patients who had taken care indirect pulp capping during the years 2010-2011.

The results showed that there are successful treatment of indirect pulp capping seen from clinical evaluation before and after treatment. Before treatment indirect pulp capping, the number of samples that included good categories 215 respondents (34.8%), enough categories 349 respondents (56.5%), less categories 54 respondents (8.7%), and bad categories 0% with a total of 618 respondents (100%). After treatment indirect pulp capping, patients recall by the operator to control. Case which includes good categories at 1-4 weeks are 479 respondents (93.6%), 5-8 weeks are 202 respondents (94.4%), and> 8 weeks are 287 respondents (91,4%). The average rate of successful treatment are included into either category amounted to 93.1%.

Keywords: indirect pulp capping, clinical evaluation, calcium hydroxide hard setting


(20)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan merupakan faktor penting dalam kehidupan manusia, termasuk kesehatan gigi dan mulut. Keduanya memerlukan perhatian dan penanganan segera sebelum terlambat. Masalah kesehatan gigi dan mulut yang sering terjadi adalah karies. Menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004 yang dilakukan oleh Depkes menyebutkan bahwa prevalensi karies gigi di Indonesia berkisar antara 85-99% (Nurhidayat, 2012).

Karies adalah suatu proses kerusakan gigi yang terjadi secara progresif pada struktur jaringan keras gigi dan penyebab paling umum dari penyakit pulpa. Penyebab lain kerusakan jaringan keras gigi adalah karena prosedur operatif. Karies dapat mencapai pulpa dan menimbulkan ketidaknyamanan, sehingga kesehatan pulpa merupakan hal yang paling penting bagi keberhasilan prosedur restorasi dan prostetik. Salah satu perawatan karies yang dalam adalah kaping pulpa. Tindakan kaping pulpa yaitu suatu prosedur untuk mencegah terbukanya pulpa selama pembuangan dentin yang karies dan mempertahankan vitalitas pulpa (Walton dan Torabinejad, 2008).

Sebagai makhluk yang beriman hendaknya kita menjaga kebersihan termasuk kebersihan rongga mulut untuk mencegah kerusakan gigi yang dapat dilakukan dengan cara menggosok gigi . Sebuah dalil menyatakan bahwa:

“Sekiranya arahanku tidak memberatkan umat mukmin, niscaya aku akan memerintahkan mereka untuk bersiwak/ menggosok gigi setiap kali mereka akan mendirikan shalat” (HR Bukhari dan Muslim).


(21)

Berdasarkan hadist tersebut dapat disimpulkan bahwa kita harus menjaga kebersihan diri kita termasuk juga kebersihan gigi dan rongga mulut. Tindakan tersebut dilakukan agar gigi serta jaringan lunak lainnya yang ada dalam rongga mulut tetap sehat dan terhindar dari penyakit infeksi bakteri di antaranya penyakit pulpa. Sebagai umat muslim yang bertaqwa kepada Allah SWT apabila telah terserang penyakit pada tubuh kita termasuk gigi alangkah baiknya jika segera mengobatinya, karena semua penyakit pasti ada cara untuk menyembuhkannya. Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam bersabda:

“ Tidaklah Allah menurunkan suatu penyakit, melainkan akan menurunkan pula obat untuk penyakit tersebut ” (H.R. Bukhari)

Ada 2 jenis kaping pulpa, yaitu kaping pulpa direk dan kaping pulpa indirek. Kaping pulpa direk adalah sebuah perawatan untuk gigi dengan keadaan pulpa terbuka karena karies, faktor iatrogenik, atau karena trauma terhadap sebuah material, sedangkan kaping pulpa indirek merupakan perawatan yang bertujuan untuk mencegah terbukanya pulpa (Dumsha dan Gutmann, 2000).

Kaping pulpa indirek dapat dilakukan untuk lesi karies yang dalam namun belum mengenai pulpa. Kaping pulpa indirek dipertimbangkan jika tidak ada riwayat nyeri pada pulpa gigi atau tidak ada tanda-tanda pulpitis irreversibel. Semua dentin lunak dihilangkan kemudian di atas dentin yang tersisa diaplikasikan bahan kaping pulpa, salah satu bahannya adalah kalsium hidroksida (Walton dan Torabinejad, 2008).


(22)

Material yang ideal untuk kaping pulpa harus memiliki karakteristik merangsang terbentuknya dentin reparatif, mempertahankan vitalitas pulpa, melepas fluor untuk mencegah karies sekunder, memiliki sifat bakterisidal atau bakteriostatik, melekat pada dentin dan bahan restorasi, tahan terhadap tekanan selama pengaplikasian bahan restorasi dan dapat bertahan di bawah restorasi selama pemakaian, steril, dan terlihat radiopak pada radiograf (Ingle et al, 2008). Pernyataan tersebut juga diperkuat dengan sumber lain yang menyatakan bahwa kalsium hidroksida mempunyai sifat antibakteri yang sangat bagus. Bahan tersebut dipercaya mempunyai sifat memperbaiki dengan satu atau lebih mekanisme aksi yang dimiliki. Kalsium hidroksida mengandung bahan antibakterial dan dapat meminimalkan atau menghilangkan bakteri yang berpenetrasi ke pulpa. Pada studi ditemukan 100% penurunan mikroorganisme pada pulpa terinfeksi setelah satu jam kontak dengan kalsium hidroksida (Hilton, 2009). Bahan ini mempunyai sifat biologis sebagai agen kaping pulpa, sehingga masih menjadi pilihan material jika ketebalan dentin yang tersisa di atas pulpa tidak kurang dari 0,5 mm (Chong, 2010).

Bahan kalsium hidroksida yang paling sering digunakan adalah Ca(OH)2

tipe hard setting contohnya Dycal yang diproduksi oleh Dentsply (Jamjoon, 2008). Kalsium hidroksida tipe hard setting/ fast setting terdiri dari dua pasta, yaitu base dan katalis. Pasta base memiliki kandungan berupa calcium tungstate, tribasic calcium phosphate, dan zinc oxide glycol salicylate, sedangkan pasta katalis mengandung calcium hydroxide, zinc oxide, dan zinc stearate ethylene toluene sulfonamide (Powers dan Sakaguchi, 2006). Kalsium hidroksida tipe hard


(23)

setting/ fast setting umumnya lebih disukai karena sifatnya yang kurang larut jika dibandingkan dengan tipe non setting (van Noort, 2007).

Kaping pulpa indirek dengan menggunakan bahan kalsium hidroksida tipe hard setting memiliki tujuan agar dentin yang mengalami karies dapat membaik, sehingga tidak melukai pulpa. Keberhasilan perawatan kaping pulpa indirek dapat dilihat dari pemeriksaan klinis, radiografis, dan histologi terhadap gigi yang dirawat. Pemeriksaan klinis meliputi uji dengan cold testing, tes perkusi, dan palpasi (Jamjoon, 2008). Indikasi keberhasilan perawatan dapat dilihat dari vitalitas pulpa, fungsi klinis, tidak ada rasa sakit, tidak ada nyeri pada perkusi, palpasi dan tes sensitivitas dingin (Torabzadeh & Asgary, 2013). Kegagalan selama perawatan dapat terlihat secara klinis dan radiografi seperti adanya rasa nyeri sesudah perawatan, bengkak, adanya abses, kegoyahan abnormal, dan resorpsi akar internal/eksternal (Al-Zayer et al, 2003).

Penelitian mengenai evaluasi klinis keberhasilan perawatan kaping pulpa indirek dengan bahan kalsium hidroksida tipe hard setting belum pernah dilakukan. Evaluasi klinis keberhasilan perawatan kaping pulpa indirek diharapkan dapat membantu memberikan gambaran tingkat keberhasilan perawatan dilihat dari hasil pemeriksaan klinis sebelum dan setelah perawatan di Rumah Sakit Gigi dan Mulut (RSGM) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY). Hal tersebut mendasari peneliti untuk melakukan penelitian dengan judul Evaluasi Klinis Keberhasilan Perawatan Kaping Pulpa Indirek dengan Bahan Kalsium Hidroksida tipe hard setting di RSGM UMY.


(24)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka dapat dirumuskan suatu masalah yaitu:

Bagaimana hasil evaluasi klinis keberhasilan perawatan kaping pulpa indirek dengan bahan kalsium hidroksida tipe hard setting di RSGM UMY?

C. Tujuan penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan hasil evaluasi klinis keberhasilan perawatan kaping pulpa indirek dengan bahan kalsium hidroksida tipe hard setting di RSGM UMY tahun 2010-2011.

D. Manfaat penelitian

1. Manfaat bagi Ilmu Pengetahuan

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi ilmu pengetahuan tentang deskripsi hasil evaluasi klinis keberhasilan perawatan kaping pulpa indirek dengan bahan kalsium hidroksida tipe hard setting dan diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan untuk penelitian yang akan datang. 2. Manfaat bagi Masyarakat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan informasi kepada masyarakat luas tentang gambaran keberhasilan kaping pulpa indirek berdasarkan hasil pemeriksaan klinis.

3. Manfaat bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat membantu menentukan pemeriksaan klinis apa saja yang digunakan untuk menilai keberhasilan kaping pulpa indirek.


(25)

E. Keaslian Penelitian

Sejauh ini penelitian tentang evaluasi klinis keberhasilan perawatan kaping pulpa indirek dengan bahan kalsium hidroksida tipe hard setting di RSGM UMY belum pernah dilakukan. Sebagai acuan peneliti mengacu pada penelitian terdahulu dengan judul:

1. “Clinical and Radiographic of Indirect Pulp Treatment in Primary Molar: 36 months follow-up” oleh Renata Franzon et al pada tahun 2007. Penelitian ini mengevaluasi secara klinis dan radiografis terhadap lesi karies yang dalam pada gigi primer yang dirawat dengan kaping pulpa indirek menggunakan kalsium hidroksida atau inert material (gutta-percha) sebagai base kemudian direstorasi menggunakan resin berbasis komposit dan sistem adhesif selanjutnya dievaluasi setelah 4-7 bulan. Penelitian menunjukkan hasil yang signifikan (p= 0.36) pada pemeriksaan klinis dan radiografis dari 2 sampel kelompok tersebut. Perbedaan penelitian ini dan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti adalah bahan yang digunakan untuk kaping pulpa berupa kalsium hidroksida, evaluasi klinis saja yang dilakukan dan tempat serta subyek penelitiannya pun berbeda.

2. “Clinical and Radiographic Evaluation of Different Indirect Pulp Treatment

Techniques of Primary Teeth” oleh Lulia Aflorei et al pada tahun 2009. Penelitian yang dilakukan pada penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi tingkat efesiensi 3 tipe sistem bonding yang berbeda dibandingkan dengan penggunaan kalsium hidroksida sebagai liner pada perlindungan pulpa gigi molar desidui . Gigi direstorasi dengan jenis kompomer yang sama tetapi


(26)

menggunakan bonding berbeda. Secara klinis dan radiologis gigi dievaluasi selama 2 tahun. Sisa ketebalan dentin (RDT) dari gigi juga dibagi menjadi 4 kelompok. Secara keseluruhan perawatan yang dilakukan menunjukkan keberhasilan 100% setelah 24 bulan. Tidak ada korelasi yang membedakan antara sisa ketebalan dentin dan hasil perawatan. Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah dari subyek penelitian, data pasien kaping pulpa indirek yang hanya menggunakan bahan kalisum hidroksida, tidak adanya pembagian kelompok berdasarkan sisa ketebalan dentin, dan hanya dilakukan evaluasi secara klinis saja.

3. “Indirect Pulp Treatment of Primary Posterior Teeth: a Retrospective Study” oleh Mohammed A. Al-Zayer et al pada tahun 2003. Penelitian ini dilakukan untuk menunjukkan hasil tinjauan kembali secara klinis dan radiografis kesuksesan kaping pulpa indirek pada gigi desidui posterior dan hubungannya dengan faktor karies, keterampilan operator dan material yang digunakan untuk restorasi. Sampel penelitian berjumlah 187 data rekam medis kemudian dilakukan pengamatan secara klinis dan radiografis dalam kurun waktu 2 minggu sampai 73 bulan. Hasil yang didapatkan dari penelitian ini menunjukkan 95% sukses. Bahan kalsium hidroksida sebagai base meningkatkan kesuksesan perawatan kaping pulpa indirek, sedangkan bahan restorasi SSC juga meningkatkan kesuksesan hasil daripada penggunaan amalgam. Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti adalah sampel yang digunakan tidak hanya gigi desidui posterior, sampel penelitian hanya pada perawatan kaping pulpa indirek yang menggunakan bahan


(27)

kalsium hidroksida, pengamatan data rekam medis dilakukan sebelum perawatan, 1-4 minggu, 5-8 minggu dan lebih dari 8 minggu setelah perawatan kemudian dilakukan evaluasi klinis terhadap gigi yang telah dilakukan kaping pulpa indirek


(28)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Telaah Pustaka 1. Struktur Gigi

a. Email

Email adalah struktur gigi yang paling keras dan merupakan lapisan terluar yang melapisi mahkota gigi. Secara kimia email merupakan kristal terkalsifikasi dengan komponen anorganik 95-98%, unsur organik sekitar 2%, dan kandungan air sekitar 1%. Unsur mineral terbanyak pada email adalah hidroksi apatit. Email terbentuk oleh sel-sel ameloblas yang berasal dari lapisan embrionik ektoderm. Email memiliki ketebalan tidak sama, dengan email paling tebal berada di daerah oklusal atau insisal dan semakin menipis mendekati pertautan dengan sementum (Sumawinata, 2004).

b. Dentin

Dentin merupakan pondasi elastik email yang dilindungi sementum pada bagian akar dan mendukung email pada mahkota gigi. Kekuatan dan ketahanan struktur mahkota berhubungan dengan integritas dentin. Dentin berfungsi sebagai barrier dan merupakan suatu ruangan perlindungan untuk jaringan pulpa vital. Sebagai jaringan tanpa suplai vaskuler atau persyarafan, dentin tetap mampu merespon eksternal termal, kimia, atau rangsangan mekanik. Dentin terdiri atas 45-50%


(29)

kristal apatit anorganik, 30% matriks organik, dan sekitar 25% air dengan ketebalan 3-3,5 mm dari DEJ sampai ke pulpa. Dentin biasanya berwarna kuning pucat dan sedikit lebih keras daripada tulang. Ada 2 jenis utama dentin, yaitu: 1) dentin intertubular yang merupakan komponen struktural hidroksi apatit dan mengandung kolagen matriks yang membentuk sebagian besar struktur dentin, 2) dentin peritubular yang merupakan lapisan terbatas pada dinding tubulus. Rasio komponen sangat tergantung pada lokasi (kedalaman) dentin, umur, dan riwayat trauma gigi (Summitt et al, 2006).

Menurut Hargreaves dan Goodis (2002), klasifikasi dentin berdasarkan waktu terbentuknya terdiri dari:

1) Dentin primer

Dentin primer adalah dentin tubular yang biasanya terbentuk sebelum gigi erupsi dan lengkap pembentukannya pada saat terbentuknya akar gigi. Bagian pertama yang dibentuk adalah mantel gigi.

2) Dentin sekunder

Dentin sekunder adalah dentin yang terbentuk dari sirkum pulpal (kontinuitas tubular dari dentin primer) pembentukannya berjalan lambat pada sisa masa pertumbuhan gigi.

3) Dentin tersier

Dentin tersier menggambarkan lapisan dentin yang terbentuk sebagai respon lokal dalam menanggapi rangsangan berbahaya


(30)

seperti pemakaian gigi, karies gigi, preparasi kavitas, dan prosedur restoratif. Berbeda dengan dentin sekunder, perkembangan dan fisiologis dentin tersier dihasilkan sebagai respon terhadap berbagai bentuk iritasi. Dentin tersier merupakan mekanisme pertahanan terhadap hilangnya email, dentin, atau sementum.

Ada 2 tipe dentin tersier berdasarkan sel yang bertanggung jawab pada pembentukan dentin, yaitu dentin reaksioner dan dentin reparatif. Dentin reaksioner didefinisikan sebagai dentin tersier yang dibentuk oleh sel-sel hidup odontoblas, respon tersebut terlihat setelah adanya rangasangan ringan, sedangkan dentin reparatif merupakan dentin tersier yang dibentuk oleh sel odontoblas yang biasanya terlihat setelah adanya rangsangan kuat. Pernyataan dalam studi primata, pulpa terkena paparan mulai mengalami peningkatan aktivitas mitosis di antaranya fibroblas di zona kaya sel. Sel tersebut akan bermigrasi ke permukaan dentin, matang menjadi

pre-odontoblas dan akhirnya menjadi odontoblas pengganti.

Karakteristik sel-sel baru berbentuk cuboid dengan badan sel datar dan memiliki kepadatan lapisan odontoblas lebih rendah dari lapisan sel odontoblas yang asli (Hargreaves dan Goodis, 2002).

Rangsangan pada odontoblas seperti karies, atrisi, abrasi, dan erosi dapat mengakibatkan odontoblas hancur dan meninggalkan tubuli kosong yang dipenuhi udara yang disebut dead tracts. Dead tracts tampak berwarna hitam ketika ada transmisi cahaya dan


(31)

tampak putih pada refleksi cahaya. Pada daerah tanduk pulpa dead tracts akan terlihat lebih sempit karena pada area tersebut terdapat banyak odontoblas. Keadaan tersebut biasanya terjadi pada orang yang berusia lanjut (Ongole dan Praveen, 2013).

c. Sementum

Sementum adalah jaringan yang sangat bervariasi. Pada beberapa mamalia sementum hanya menyelubungi akar gigi, namun pada beberapa mamalia lain ditemukan lapisan sementum yang menyelubungi mahkota dan akar. Ketebalan sementum hanya sekitar 20 µm, atau dapat lebih tebal beberapa milimeter pada beberapa spesies. Ketebalannya bervariasi dipengaruhi oleh umur dan bagian mana yang diperiksa. Secara umum komposisi kimia sementum mirip tulang, yang mana tersusun atas 70% berat kering bahan anorganik, 21% kolagen, dan 1% komponen organik lainnya. Serat kolagen muncul pada 2 sumber, serat ekstrinsik besar yang berada pada ligamen periodontal dan serat ekstrinsik kecil yang membangun sementum pada bagian dalam. Komposisi sementum bervariasi tergantung lapisan dan bagian gigi (Hillson, 2005).

d. Pulpa

Pulpa gigi adalah jaringan lunak yang terletak di tengah-tengah gigi. Jaringan ini merupakan pembentuk, penyokong dan merupakan bagian integral dari dentin yang mengelilinginya. Fungsi primer pulpa adalah formatif yakni membentuk odontoblas dan odontoblas ini tidak hanya membentuk dentin melainkan berinteraksi pula dengan epitelium


(32)

dentalis untuk memulai pembentukan email di masa awal perkembangan gigi. Setelah pembentukan gigi, jaringan pulpa melaksanakan fungsi sekundernya yakni, fungsi yang terkait dengan sensitivitas gigi (sensori), hidrasi (nutritif), dan pertahanan (defensif) (Walton dan Torabinejad, 2008).

2. Karies

a. Definisi

Karies gigi merupakan sebuah proses yang berkelanjutan dari demineralisasi jaringan keras gigi yang disebabkan oleh aktivitas mikroba (Qualtrough et al, 2005). Pernyataan lain juga menyatakan bahwa karies merupakan penyakit mikrobiologi pada struktur keras gigi yang merupakan kelanjutan dari proses demineralisasi anorganik dan dapat merusak substansi organik gigi (Chandra et al, 2007).

b. Faktor yang Mempengaruhi

Karies dapat terjadi karena beberapa faktor, di antaranya host, bakteri, diet, saliva dan faktor pendukung lainnya (Hargreaves dan Goodis, 2002). Menurut Qualtrough et al (2005) karies gigi mempunyai penyebab yang multifaktoral, namun ada 4 faktor yang harus ada dalam pembentukan lesi karies, yaitu bakteri pada plak gigi, substrat seperti karbohidrat yang diragikan, permukaan gigi, dan waktu.

Faktor yang berpengaruh pada proses karies secara garis besar meliputi plak, gigi, diet dengan faktor pendukung berupa waktu, fluor, saliva, faktor sosial dan demografi (Summitt et al, 2006)


(33)

1) Plak

Prevalensi Streptococcus mutans dan Lactobacilli dikaitkan dengan terjadinya karies gigi. Streptococcus mutans terlibat dalam inisiasi pembentukan lesi karies, sementara Lactobacilli tumbuh subur dalam lingkungan karies dan berkontribusi terhadap perkembangan karies. Tingginya jumlah Streptococcus mutans dan Lactobacilli mungkin akibat dari asupan gula yang tinggi dan tingkat pH rendah yang dihasilkan plak gigi. Flora rongga mulut berkolonisasi pada gigi terus-menerus dalam jangka waktu beberapa hari sampai plak gigi mengandung bakteri asidogenik untuk menurunkan tingkat pH plak gigi yang dapat menyebabkan demineralisasi.

2) Gigi

Gigi terdiri dari mineral kalsium fosfat yang didemineralisasi ketika pH lingkungan rendah. Selama proses pemulihan, gigi akan mengalami remineralisasime membutuhkan waktu lebih lambat dibandingkan proses demineralisasi. Dentin lebih rentan mengalami demineralisasi daripada email karena perbedaan struktural.

3) Diet

Karbohidrat merupakan hal yang diperlukan bakteri untuk menghasilkan asam pada proses demineralisasi. Saran diet untuk pencegahan karies pada umumnya didasarkan pada tiga prinsip, yaitu penurunan pH berlangsung selama kurang lebih 30 menit, frekuensi


(34)

asupan lebih penting daripada kuantitas, makanan lengket merupakan faktor penting pada sifat kariogenik. Pencegahan karies dengan cara pembatasan konsumsi gula memperlihatkan hasil yang kecil. Informasi yang dikumpulkan dengan metode pH telemetri mengungkapkan bahwa penurunan pH disebabkan oleh makanan yang tertinggal selama berjam-jam dan tidak ada rangsangan aliran saliva. Penurunan kadar pH secara kuat biasanya ada di daerah di mana suplai air liur hanya sedikit atau tidak ada dan daerah ini paling rawan terjadi karies. Konsumsi apel dapat menurunkan pH selama 2 jam atau lebih, sedangkan cokelat dan karamel batang dianggap buruk karena bersifat lengket pada gigi.

4) Waktu

Waktu mempengaruhi proses karies dalam beberapa cara. Karies terjadi apabila substansi (gula diet) hadir untuk jangka waktu cukup lama yang bisa menyebabkan demineralisasi. Lesi karies tidak berkembang dalam semalam, tetapi membutuhkan waktu bertahun-tahun sampai terbentuknya kavitasi.

5) Fluoride

Pada sebuah percobaan menunjukkan bahwa fluoride

melindungi email lebih efektif ketika hadir dalam bentuk larutan pada lingkungan asam daripada saat dimasukkan ke dalam struktur email. Mekanisme fluoride dalam menghambat demineralisasi adalah dengan cara mengendapankan kalsium dan fosfat terlarut dan


(35)

mencegah komponen ini larut dari email ke dalam plak dan saliva. Pemberian fluoride bertujuan untuk mempersempit pori-pori di permukaan email yang merupakan jalur difusi asam yang diproduksi plak gigi dalam menembus enamel.

6) Saliva

Saliva berperan penting pada kondisi rampan karies yang memiliki aliran saliva rendah. Saliva tidak memiliki kualitas perlindungan, tetapi laju aliran dan kapasitas buffer merupakan hal

yang paling penting membantu untuk menetralkan dan

membersihkan asam dan karbohidrat dari plak gigi. 7) Faktor sosial dan demografi

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa di dunia Barat, karies gigi lebih menonjol pada kelompok sosial ekonomi rendah, di daerah yang kurang makmur, dan di antara beberapa etnis minoritas.

c. Proses Terjadinya Karies

Sumber rasa manis dari sukrosa yang dikonsumsi dalam bentuk gula dan permen karet yang disebut gula tebu sering digunakan untuk makanan dan minuman. Sukrosa mempunyai kelebihan dibanding dengan fruktosa yaitu lebih mengandung nutrisi dan lebih murah. Substrat yang menempel pada permukaan gigi mempunyai sifat lebih lengket sehingga harus cepat dibersihkan dengan penyikatan. Pembersihan gigi yang tidak adekuat akan merangsang pertumbuhan Streptococcus. Streptococcus berperan dalam tahap awal terjadinya


(36)

karies dengan cara merusak bagian luar email, selanjutnya Lactobacillus akan mengambil alih peran pada karies yang telah dalam dan akan lebih merusak. Di dalam mulut, saliva merupakan cairan protektif. Rendahnya sekresi saliva dan kapasitas buffer menyebabkan berkurangnya

kemampuan membersihkan sisa makanan dan mematikan

mikroorganisme, kemampuan menetralisasi asam, serta kemampuan menimbulkan demineralisasi email. Suatu penurunan kecepatan sekresi saliva bisa diikuti oleh peningkatan jumlah Streptococcus mutans dan Lactobacillus (Prasetya, 2008).

d. Pengaruh Karies Terhadap Jaringan Pulpa

Kerusakan jaringan keras gigi seperti karies dapat membahayakan pulpa. Cedera pada pulpa bisa menimbulkan ketidaknyamanan dan penyakit, sehingga kesehatan pulpa merupakan hal yang paling penting (Walton dan Torabinejad, 2008).

3. Penyakit Pulpa

Klasifikasi penyakit pulpa berdasarkan tanda-tanda dan gejala klinis dapat dibedakan menjadi pulpitis reversibel, pulpitis irreversibel, pulpitis hiperplastik, dan nekrosis pulpa (Walton dan Torabinejad, 2008).

a. Pulpitis Reversibel

Pulpitis reversibel adalah suatu inflamasi pulpa yang dapat kembali normal jika penyebab inflamasi dihilangkan. Penyebabnya dapat berupa karies insipien, erosi servikal, atrisi oklusal, prosedur operatif, kuretase


(37)

periodontium yang dalam, dan fraktur email yang menyebabkan tubulus dentin terbuka (Walton dan Torabinejad, 2008).

Pulpitis reversibel ditandai dengan keadaan periapikal yang normal namun terjadi respon berlebih terhadap stimulus dingin (sensasi yang timbul hanya beberapa detik). Keadaan pulpitis reversibel yang tidak segera dilakukan perawatan atau penghentian stimulus dapat berkembang menjadi pulpitis irreversibel (Ingle et al, 2008).

b. Pulpitis Irreversibel

Pulpitis irreversibel merupakan suatu inflamasi pulpa yang tidak mampu kembali pada keadaan pulpa normal. Gejala dapat berupa nyeri yang menetap terhadap rangsang panas, terkadang juga terhadap rangsang dingin. Rasa nyeri yang ditimbulkan oleh rangsangan dapat berkembang menjadi nyeri spontan dengan intensitas lebih sering dan konstan (Ingle et al, 2008).

c. Pulpitis Hiperplastik

Pulpitis hiperplastik atau sering disebut pulpa polip merupakan bentuk dari pulpitis irreversibel akibat tumbuhnya pulpa muda yang terinflamasi secara kronik hingga mencapai ke permukaan oklusal. Pulpa polip biasanya bersifat asimtomatik dan terlihat sebagai benjolan berwarna kemerah-merahan pada kavitas karies. Tanda-tanda klinis berupa nyeri spontan dan nyeri yang menetap terhadap stimulus panas dan dingin (Walton dan Torabinejad, 2008).


(38)

d. Nekrosis Pulpa

Nekrosis pulpa adalah kematian pulpa yang merupakan proses lanjutan dari radang pulpa akut maupun kronis dan dapat terjadi secara parsial maupun total. Penyebab nekrosis dapat berupa bakteri, trauma, iritasi terhadap bahan restorasi seperti silikat dan akrilik, radang pulpa yang berlanjut, dan dapat diakibatkan oleh pengaplikasian bahan devitalisasi seperti arsen. Tanda dan gejala yang timbul berupa perubahan warna gigi, tidak terasa sakit meskipun dilakukan preparasi kavitas sampai kamar pulpa, dan terjadi penebalan ligamen periodontal pada gambaran radiografis (Tarigan, 2006).

4. Kaping Pulpa

a. Kaping Pulpa Direk 1) Definisi

Menurut dental dictionary, kaping pulpa direk adalah suatu tindakan pengaplikasian obat atau material pada pulpa yang terbuka dengan tujuan untuk menstimulasi perbaikan jaringan pulpa yang terluka (Babbush et al, 2008).

Pendapat lain mengungkapkan bahwa kaping pulpa direk adalah teknik perawatan pulpa vital yang dilakukan jika pulpa terbuka secara mekanis (tidak sengaja) dan pulpa terbuka karena karies. Terbukanya pulpa secara mekanis dapat terjadi pada preparasi kavitas yang berlebihan. Keadaan pulpa masih normal pada kasus terbukanya pulpa secara mekanis, sedangkan terbukanya pulpa


(39)

karena karies yang dalam kemungkinan besar pulpanya telah terinflamasi (Walton dan Torabinejad, 2008 ).

2) Tujuan

Kaping pulpa direk bertujuan untuk memelihara vitalitas pulpa, menghilangkan dentin terinfeksi, memelihara ruangan untuk erupsi gigi permanen, dan memelihara fungsi gigi desidui (Dumsha dan Gutmann, 2000).

3) Indikasi

Kaping pulpa direk diindikasikan untuk gigi dengan pulpa terbuka secara mekanis dan pulpa terbuka karena karies (Walton dan Torabinejad, 2008 ). Menghindari kontaminasi bakteri merupakan hal penting yang harus diperhatikan ketika pulpa terbuka akibat preparasi gigi atau trauma. Kontraindikasi kaping pulpa direk yaitu gigi dengan pulpa terbuka karena karies, sebab infiltrasi bakteri akan terjadi dalam pulpa dan tidak dapat dikembalikan pada keadaan semula sehingga solusinya adalah pulpektomi (van Noort, 2007). 4) Kontraindikasi

Kontraindikasi kaping pulpa direk adalah jika ditemukan nyeri spontan pada gigi, adanya kegoyahan gigi yang berlebih, ada kelainan ligamen periodontal, degenerasi periradikuler, perdarahan tidak terkontrol pada pulpa terbuka, terdapat eksudat (Ingle dan Bakland, 2002).


(40)

5) Tahapan kaping pulpa direk menurut Dumsha dan Gutmann (2000) a) Gigi diisolasi menggunakan rubber dam

b) Menghilangkan karies dentin secara lengkap

c) Bagian yang terpapar dicuci secara hati-hati menggunakan salin atau larutan steril ( anastetik, air)

d) Bagian yang terpapar dikeringkan menggunakan kapas steril atau paper point steril

e) Beberapa dokter berpendapat bahwa tidak boleh ada gumpalan debris sebelum penempatan medikamen

f) Bagian yang terpapar dilapisi menggunakan bahan kalsium hidroksida

g) Restorasi permanen diletakkan secara langsung di atas medikamen atau penempatan lining terlebih dahulu, tergantung pada jenis restorasi yang digunakan

h) Pasien kontrol secara berkala untuk melihat ada tidaknya tanda atau gejala pulpitis irreversibel atau nekrosis pulpa

6) Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan perawatan kaping pulpa direk menurut Sabir (2003):

a) Ukuran pulpa yang terbuka b) Lokasi terbukanya pulpa c) Fragmen dentin

d) Kontrol perdarahan e) Kontaminasi bakteri


(41)

f) Kontaminasi saliva

7) Kriteria keberhasilan kaping pulpa direk secara klinis (Sabir, 2003) a) Pulpa tetap vital

b) Tidak ada rasa sakit

c) Sensitifitas terhadap rangsang dingin atau panas minimal 8) Kriteria kegagalan setelah kaping pulpa direk (Sherwood, 2010)

a) Inflamasi pulpa kronik: tidak ada efek penyembuhan pulpa sehingga pada keadaan tersebut harus dilakukan pulpektomi penuh.

b) Gumpalan darah pada ekstra pulpa: harus ada pencegahan gumpalan darah berkontak dengan pulpa yang sehat dan bahan restorasi agar proses penyembuhan luka tetap berlangsung. c) Kegagalan restorasi: jika restorasi tidak mampu menghalang

kontaminasi bakteri maka dapat meningkatkan kegagalan perawatan.

b. Kaping Pulpa Indirek 1) Definisi

Menurut dental dictionary, kaping pulpa indirek adalah suatu tindakan pemberian bahan kimia (biasanya kalsium hidroksida) di atas sisa karies dentin yang memiliki potensi terbukanya pulpa untuk melindungi pulpa dari iritasi eksternal (Babbush et al, 2008).

Pendapat lain mengungkapkan bahwa kaping pulpa indirek merupakan suatu prosedur perawatan dengan cara pengaplikasian


(42)

suatu bahan di atas ketebalan dentin yang tersisa. Tindakan tersebut dilakukan jika sisa ketebalan dentin yang ada dihilangkan dapat menyebabkan terbukanya pulpa gigi permanen yang belum dewasa (Ingle et al, 2008).

Menurut observasi Sir John Tomes pada tahun 1859, perubahan warna dan demineralisasi pada kavitas dentin yang dalam harus dihilangkan sebelum merestorasi gigi untuk mendapatkan hasil yang memuaskan. Menghilangkan lapisan dentin mungkin dapat menyebabkan terbukanya pulpa yang dapat merusak prognosis perawatan. Untuk melindungi vitalitas gigi dari terbukanya pulpa akibat pembuangan semua jaringan terinfeksi dapat dilakukan perawatan kaping pulpa indirek dengan syarat tidak ada pulpa terbuka, perdarahan pada atau dekat ruang pulpa (van Noort, 2007). 2) Tujuan

Kaping pulpa indirek bertujuan untuk mempertahankan vitalitas pulpa, mencegah terbukanya pulpa, menghilangkan dentin terinfeksi, membentuk dentin reparatif atau dentin tersier, memelihara ruang untuk erupsi gigi permanen, dan memelihara fungsi gigi desidui (Dumsha dan Gutmann, 2000)

3) Indikasi

Kaping pulpa indirek diindikasikan untuk lesi karies yang dalam tetapi belum mencapai pulpa, tidak ada limfodenopati, keadaan gingiva yang normal, warna gigi normal, tidak ada kerusakan lamina


(43)

dura, ruang ligament periodontal dalam keadaan normal, tidak ada radiolusen pada interradikuler atau periapikal, tidak adanya rasa nyeri spontan (Ingle dan Bakland, 2002).

4) Kontraindikasi

Adanya rasa nyeri yang tajam dan menetap ketika ada rangsang, nyeri spontan yang lama biasanya saat malam, gigi goyah secara berlebih, gigi berubah warna, gigi nekrosis, karies dengan pulpa terbuka, adanya kerusakan lamina dura, adaya area radiolusen pada ujung akar gigi (Ingle dan Bakland, 2002).

5) Tahapan kaping pulpa indirek menurut Dumsha dan Gutmann (2002) a) Kunjungan pertama

(1) Gigi diisolasi menggunakan rubber dam

(2) Karies dentin dihilangkan sampai pada bagian yang diperkirakan akan memberikan tambahan paparan pulpa (3) Penggunaan hati-hati dari bur bulat kecepatan lambat akan

mencegah paparan pulpa yang disengaja

(4) Ekskavator juga dapat digunakan untuk menghilangkan dentin karies

(5) Area harus irigasi setelah penghilangan semua dentin yang terinfeksi

(6) Dentin terinfeksi dikeringkan dan kavitas disiapkan dengan syringe udara


(44)

(8) Restorasi (komposit, amalgam) ditempatkan langsung di atas medikamen

(9) Pasien kontrol setelah 8-10 minggu b) Kunjungan kedua

(1) Gigi diisolasi menggunakan rubber dam (2) Restorasi permanen dibongkar

(3) Beberapa karies yang tersisa dihilangkan secara lengkap (4) Tindakan harus dilakukan secara hati-hati agar dentin

terinfeksi tidak terkena ujung explorer karena lapisan tersebut cukup tipis

(5) Lapisan kalsium hidroksida atau seng oksida ditempatkan kembali di atas area tersebut

(6) Restorasi permanen diaplikasikan kembali pada gigi ( komposit, amalgam, mahkota stainless steel)

(7) Pasien kontrol secara berkala untuk melihat tanda atau gejala pulpitis irreversibel atau nekrosis pulpa

6) Stepwise Excavation (Padmaja dan Raghu, 2010) a) Ekskavasi pertama

(1) Gigi yang telah dianestesi diisolasi menggunakan rubber dam.

(2) Preparasi kavitas menggunakan bur kecepatan tinggi dengan pendingin air.


(45)

(3) Ekskavasi jaringan karies yang lunak di dinding-dinding kavitas menggunakan excavator spoon tajam steril kemudian diikuti dengan ekskavasi bagian tengah kavitas untuk menghilangkan dentin nekrotik, dan dentin yang terinfeksi.

(4) Restorasi sementara (zinc oxide eugenol reinforced) diaplikasikan di atas kavitas yang telah dibersihkan dari jaringan karies.

b) Ekskavasi kedua

(1) Restorasi sementara dibongkar kemudian area kerja diisolasi menggunakan ruber dam untuk melakukan ekskavasi akhir.

(2) Dentin tampak lebih kering, lebih keras, dan gelap pada tahap ini jika dibandingkan dengan tahap sebelumnya. (3) Aplikasi restorasi permanen dengan bahan sesuai pilihan

klinisi.

(4) Kontrol dengan interval 6 minggu, 3 bulan dan 6 bulan untuk evaluasi klinis dan radiografi.

7) Kriteria keberhasilan klinis setelah prosedur kaping pulpa indirek (Dumsha dan Gutmann, 2000)

a) Pasien asimtomatik

b) Tidak ada bukti radiografis yang menunjukkan perubahan pathosis


(46)

c) Gigi pasien dapat berfungsi baik d) Jaringan lunak dalam batas normal

e) Perkembangan normal radikuler struktur gigi

5. Kalsium Hidroksida

Kalsium hidroksida merupakan material dasar yang digunakan untuk kaping pulpa direk dan indirek serta berfungsi sebagai pelindung jaringan gigi di bawah restorasi komposit karena material tersebut dinilai tidak mengganggu polimerisasi dari resin komposit. Sifatnya sebagai basis kekuatan rendah, kalsium hidroksida berfungsi sebagai pelindung pulpa dari iritasi bahan kimia dan memberikan manfaat terapi untuk pulpa. Basis kekuatan rendah sering disebut sebagai liner (Craig et al, 2004).

Penggunaan kalsium hidroksida sebagai liner dikarenakan

kemampuannya merangsang pembentukan dentin reparatif dan sifat biokompatibilitasnya. Keberhasilan perawatan juga dikaitkan dengan sifat antibakteri dan pH tinggi yang mengurangi penyebab radang pulpa. Keuntungan penggunaan kalsium hidroksida sebagai material liner adalah aktivitas biologi yang menstimulasi terbentuknya dentin baru, memiliki sifat bakteriostatik terhadap bakteri yang ada pada karies dentin, dan mampu melindungi pulpa dengan cara mencegah difusi zat berbahaya (Mitchell, 2008). Kalsium hidroksida memiliki pH bervariasi antara 11 sampai 12, sedangkan waktu settingnya antara 2-7 menit dengan material tipe hard setting lebih diminati (Craig et al, 2004).


(47)

Kalsium hidroksida pertama kali digunakan dalam bentuk bubuk yang dicampur bersama air. Cara tersebut kemudian diubah menjadi pasta metil selulosa sehingga mudah untuk diaplikasikan. Pada awal tahun 1960 kalsium hidroksida tipe hard setting mulai dikenalkan. Bahan tersebut ada yang memiliki dua sistem pasta atau satu sistem pasta yang terdiri dari kalsium hidroksida yang berisi dimethakrilat dengan polimerisasi menggunakan penyinaran. Kalsium hidroksida versi non setting mempunyai kekurangan secara bertahap akan larut dan menghilang dari bawah restorasi yang dapat merusak fungsi restorasi, sedangkan tipe hard setting umumnya lebih disukai karena sifatnya yang kurang larut (van Noort, 2007).

Cara manipulasi bahan menurut Gladwin dan Bagby (2009):

a. Mencampurkan secara menyeluruh base dan katalis pada paper pad menggunakan spatula agat sampai warnanya merata

b. Pencampuran harus sudah selesai selama 10 detik

c. Pengaplikasian campuran bahan ke dasar kavitas menggunakan tip ball instrument/ ball aplicator. Hindari pengaplikasian bahan pada dinding dan margin kavitas, serta hindari pengaplikasian yang berlebihan

d. Waktu setting campuran kalsium hidroksida pada paper pad dengan suhu ruangan antara 2-3 menit

e. Waktu setting ketika di dalam rongga mulut pada perawatan kaping pulpa akan berkurang karena kelembaban dari dentin


(48)

Gambar 1. Manipulasi bahan (Gladwin dan Bagby, 2009)

Studi bakteriologi menunjukkan penurunan jumlah bakteri setelah empat minggu pengaplikasian kalsium hidroksida. Mekanisme kerja kalsium hidroksida tidak dapat diketahui secara pasti, namun efek bakteriostatik, bakterisidal, dan sifat alkali berperan dalam penghentian proses karies. Studi tersebut menyatakan bahwa tingkat kesuksesan perawatan kaping pulpa indirek ketika menggunakan kalsium hidroksida adalah sebesar 94,4% (Chandra et al, 2000). Ph yang tinggi dari kalsium hidroksida dan sifat antibakteri yang dimiliki dipercaya bertanggungjawab terhadap respon pulpa (Sherwood, 2010). Material kalsium hidroksida dianggap dapat menstimuli diferensiasi sel-sel odontoblas baru yang akan membentuk dentin tersier (Walton dan Torabinejad, 2008). Dentin tersier akan terbentuk lebih dari 60 hari setelah pengaplikasian bahan kaping. Pembentukan dentin tersier pada minggu keempat menghasilkan dentin tipis yang bersifat porous, namun pembentukannya masih terus berlanjut (Hargreaves dan Goodis, 2002).


(49)

Kalsium hidroksida sistem dua pasta terdiri dari base dan katalis. Komposisi katalis berupa calcium hydroxide (50%) dan zinc oxide (10%) yang berfungsi sebagai bahan aktif utama, zinc streate (0,5%) sebagai aselerator, dan ethyl toluene sulphonamide (39,5%) berfungsi sebagai pembawa senyawa minyak. Base kalsium hidroksida terdiri dari glycol salicylate (40%) sebagai bahan aktif utama, titanium dioxide, calcium sulphate, dan calcium tungstate sebagai inert filler, pemberi warna (pigment), dan pemberi efek radiopak (McCabe dan Walls, 2008). Kalsium hidroksida memiliki nama dagang Dycal, Life, Core, Clacidor (tipe self cure) dan Prisma VLC Dycal (tipe light cure) (Chandra et al, 2000).

Gambar 2. Dycal Ivory (Mitchell, 2008)


(50)

6. Evaluasi Keberhasilan Klinis

Evaluasi klinis adalah metode yang paling praktis digunakan pada perawatan endodontik. Data evaluasi klinis didapat dari hasil pemeriksaan subjektif dan pemeriksaan objektif baik ekstra oral maupun intra oral. Evaluasi klinis dilakukan dengan pemberian kriteria skor kesembuhan pada suatu kasus sebagai: buruk, kurang, cukup dan baik (Rukmo, 2011).

Dasar penilaian ini adalah menghilangnya gejala klinik suatu peradangan seperti tumor, rubor, color, dolor pada proses kesembuhan. Suatu kasus dikatakan sembuh:

a. Baik : bila anamnesis dan hasil pemeriksaan obyektif tidak menunjukkan keluhan dan gejala.

b. Cukup : bila pada anamnesis tidak didapatkan keluhan, namun pada pemeriksaan perkusi menunjukkan adanya kepekaan.

c. Kurang : bila pada anamnesis tidak didapatkan keluhan spontan, tetapi pada pemeriksaan obyektif (perkusi dan palpasi) menunjukkan adanya gejala kepekaan.

d. Buruk : bila pada anamnesis dan pemeriksaan obyektif terdapat keluhan dan gejala (Rukmo, 2011).

Pemeriksaan obyektif menurut Hargreaves dan Cohen (2011): a. Perkusi

Merujuk pada keluhan utama pasien dapat menunjukkan pentingnya tes perkusi pada suatu kasus. Sebelum melakukan tes perkusi pada gigi, klinisi harus menyampaikan apa saja yang akan terjadi selama


(51)

pemeriksaan karena adanya gejala akut dapat membuat kecemasan dan mungkin mengubah respon pasien, sehingga mempersiapkan pasien secara benar akan memberikan hasil yang lebih akurat. Gigi yang berada pada kontralateral dan beberapa gigi yang berdekatan yang dapat memberikan respon secara normal dilakukan tes perkusi terlebih dahulu sebagai kontrol. Tes perkusi menggunakan ujung tumpul dari suatu instrumen seperti ujung pegangan kaca mulut. Rasa nyeri pada saat perkusi bukan merupakan suatu indikasi bahwa gigi tersebut vital atau non vital, tetapi lebih merupakan indikasi adanya peradangan pada ligamen periodontal. Biasanya pasien juga akan mengalami sensitivitas akut atau nyeri pada saat pengunyahan yang merupakan respon dari gigi individual.

b. Palpasi

Pada pemeriksaan jaringan lunak, jaringan keras alveolar juga harus teraba. Penekanan pada jaringan digunakan untuk mendeteksi adanya pembengkakan jaringan lunak atau tidak, kemudian dicatat dan dibandingkan dengan jaringan yang ada didekatnya atau jaringan yang berada pada kontralateral. Selain melihat adanya temuan objektif pada saat palpasi, klinisi juga harus mempertanyakan kepada pasien tentang area mana saja yang terasa sangat sensitif selama pemeriksaan.

c. Tes vitalitas pulpa

Tes vitalitas pulpa dilakukan untuk melihat respon dari neuron sensorik pulpa. Tes dapat dilakukan dengan memberikan stimulasi termal


(52)

atau stimulasi elektrik pada gigi. Tes vitalitas pulpa menggunakan rangsang panas digunakan untuk pasien yang mengeluhkan rasa nyeri yang sering terjadi ketika gigi berkontak dengan minuman panas atau makanan. Tes vitalitas pulpa dengan menggunakan rangsang dingin merupakan metode yang sering digunakan di klinik pada saat ini. Bahan yang digunakan yaitu carbon dioxide (CO2) beku atau yang dikenal

sebagai dry ice atau carbon dioxide snow. Gigi akan merespon secara positif jika gigi tersebut masih vital. Hasil pemeriksaan ditemukan bahwa cold test memiliki tingkat akurasi 86%, electric pulp test 81%, dan heat test 71%.

Kriteria klinis dan radiografis yang digunakan untuk menentukan keberhasilan perawatan kaping pulpa indirek (Franzon et al, 2007)

1) Tidak ada nyeri spontan dan atau sensitivitas pada gigi

2) Tidak ada fistula, edema, dan atau pergerakan gigi yang abnormal 3) Tidak ada area radiolusen pada area periapikal yang ditentukan

dengan radiograf periapikal

4) Tidak ada resorpsi akar interna/eksterna

B. Landasan Teori

Karies merupakan suatu masalah kesehatan gigi yang sering dijumpai di masyarakat dengan prevalensi yang sangat tinggi (85-99%). Ada beberapa perawatan yang dapat dilakukan sebelum karies meluas dan semakin dalam pada gigi, salah satunya adalah kaping pulpa indirek. Kaping pulpa indirek diindikasikan untuk gigi dengan karies yang dalam namun pulpa belum


(53)

terbuka, sehingga diharapkan pulpa tidak terbuka selama prosedur perawatan ini. Tujuan kaping pulpa indirek adalah untuk mempertahankan vitalitas pulpa, mencegah terbukanya pulpa, menghilangkan dentin terinfeksi, membentuk dentin reparatif atau dentin tersier, memelihara ruang untuk erupsi gigi permanen, dan memelihara fungsi gigi desidui.

Salah satu bahan yang digunakan untuk kaping pulpa indirek adalah kalsium hidroksida tipe hard setting. Bahan tersebut memiliki sifat fisik yang lebih baik dan sifat antibakteri yang bagus sehingga dapat meminimalkan atau menghilangkan bakteri yang berpenetrasi ke pulpa. Secara klinis evaluasi keberhasilan perawatan dapat dilihat melalui pemeriksaan subyektif dan pemeriksaan obyektif dengan cara perkusi, palpasi, sondasi, dan tes vitalitas gigi menggunakan CE terhadap gigi yang dirawat.


(54)

C. Kerangka Konsep

Gambar 4. Kerangka Konsep Karies

Kalsium hidroksida tipe hard setting

Terbentuknya dentin tersier

Evaluasi Klinis Karies dentin tanpa

terlibatnya pulpa

Karies dentin yang melibatkan pulpa

Kaping pulpa Kaping pulpa direk


(55)

BAB III

METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif observasional dengan cara mengevaluasi secara klinis hasil perawatan kaping pulpa indirek melalui data rekam medis pasien.

Skala pemeriksaan sebelum dan setelah perawatan

Tabel 1. Keterangan Skoring Pemeriksaan Subyektif & Obyektif ( Rukmo, 2011)

Skor Pemeriksaan Subjektif

Pemeriksaan Objektif

Sondasi Perkusi Palpasi CE

0 AK + + + +/-

1 TAK/AK + + - +

2 TAK + - - +

3 TAK - - - +

Keterangan pemeriksaan subyektif: AK: Ada keluhan

TAK: Tidak ada keluhan

Keterangan pemeriksaan obyektif: 0 = Buruk

1 = Kurang 2 = Cukup 3 = Baik


(56)

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Rumah Sakit Gigi dan Mulut (RSGM) UMY Jalan HOS Cokroaminoto No. 17 Yogyakarta pada bulan Desember 2015 sampai Februari 2016.

C. Sumber Data

Data penelitian bersumber dari data rekam medik pasien yang meliputi nama, nomer rekam medik, perawatan yang dilakukan dan tanggal perawatan. Data yang diambil harus sesuai kriteria inklusi untuk dijadikan sampel penelitian.

D. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dari penelitian ini adalah pasien laki-laki dan perempuan yang telah dilakukan perawatan kaping pulpa indirek dengan bahan kalsium hidroksida tipe hard setting di RSGM UMY.

2. Besarnya Sampel

Besarnya sampel yang digunakan dalam penelitian mengacu pada jumlah data rekam medik pasien perawatan kaping pulpa indirek dalam kurun waktu 2 tahun terakhir (2010-2011).

E. Kriteria Penelitian

1. Kriteria Inklusi

a. Pasien di RSGM UMY dengan jenis kelamin laki-laki dan perempuan b. Gigi permanen atau disidui


(57)

d. Data rekam medik pasien 2 tahun terakhir (2010-2011)

e. Gigi yang telah diberikan liner/base dengan SIK tipe III (lining) 2. Kriteria Eksklusi

Data rekam medik yang tidak lengkap

F. Identifikasi Variabel

1. Variabel Pengaruh a. Kaping pulpa indirek

b. Kalsium hidroksida tipe hard setting 2. Variabel Terpengaruh

Evaluasi klinis 3. Variabel Terkendali

a. Pasien yang telah dilakukan kaping pulpa indirek

b. Penggunaan bahan kalsium hidroksia tipe hard setting pada perawatan c. Gigi telah ditumpat permanen (Semen Ionomer Kaca dan Resin

Komposit)

4. Variabel Tidak Terkendali

a. Adanya kontaminasi bakteri pada pulpa b. Adanya kebocoran tepi bahan restorasi c. Cara aplikasi bahan

G. Definisi Operasional

1. Kaping Pulpa Indirek

Kaping pulpa indirek merupakan perawatan untuk mencegah terbukanya pulpa. Perawatan ini dilakukan ketika masih ada sisa ketebalan


(58)

dentin antara 0,5-2.0 mm dengan syarat tidak ada perdarahan kamar pulpa maupun terbukanya pulpa.

2. Kalsium hidroksida tipe hard setting

Kalsium hidroksida merupakan bahan untuk kaping pulpa direk dan indirek yang berfungsi melindungi jaringan di bawah restorasi gigi. Bahan ini berfungsi merangsang terbentuknya dentin reparatif. Kalsium hidroksida tipe hard setting berupa base daan katalis yang digunakan di RSGM UMY adalah Dycal (Dentsply).

3. Evaluasi Klinis

Evaluasi klinis keberhasilan kaping pulpa indirek dapat dilihat dari hasil pemeriksaan subjektif berupa anamnesis pasien dan pemeriksaan objektif ekstraoral maupun intraoral. Pemeriksaan objektif meliputi perkusi, palpasi, tidak adanya nyeri atau pembengkakan dan tidak ada fistula. Kriteria skoring dinilai dengan angka 0 (buruk), 1 (kurang), 2 (cukup), dan 3 (baik).

H. Instrumen Penelitian

Alat dan Bahan 1. Alat

a. Pen untuk menulis data dari rekam medik b. Buku untuk sarana menulis data rekam medik c. Laptop untuk mengolah data

2. Bahan

Rekam medik pasien (data sekunder responden)


(59)

1. Tahap Pre-penelitian

a. Pembuatan proposal Karya Tulis Ilmiah

b. Melakukan survei data awal penelitian ke RSGM UMY yang menjadi lokasi penelitian

c. Mengurus surat ijin penelitian

d. Mempersiapkan alat dan bahan yang diperlukan untuk jalannya penelitian

2. Tahap Pelaksanaan

a. Melakukan pendataan tentang identitas responden yang meliputi nama, umur dan jenis kelamin

b. Melaksanakan penelitian dengan jalan mengevaluasi data pasien yang telah dilakukan kaping pulpa indirek dengan melihat data sekunder (data rekam medik)

c. Skoring penilaian kondisi gigi responden sebelum perawatan, 1-4 minggu, 5-8 minggu dan lebih dari 8 minggu setelah perawatan

d. Melakukan analisis data menggunakan SPSS

J. Teknik Pengumpulan Data dan Analisis Data

a. Pengumpulan Data

Data mengenai evaluasi klinis didapatkan dan disalin dari data rekam medik pasien yang telah dilakukan perawatan kaping pulpa indirek dengan bahan kalsium hidroksida tipe hard setting di RSGM UMY tahun 2010-2011.


(60)

Analisis data yang digunakan untuk mengetahui tingkat keberhasilan perawatan kaping pulpa indirek dengan bahan kalsium hidroksida tipe hard setting berdasarkan hasil evaluasi klinis sebelum perawatan, 1-4 minggu, 5-8 minggu, dan lebih dari 5-8 minggu setelah perawatan adalah menggunakan metode tabel silang persentase (crosstab).

K. Alur Penelitian

Gambar 5. Alur Penelitian Subjek penelitian: rekam

medik pasien

Hasil

Analisis data

Kesimpulan

Pemeriksaan Obyektif Pemeriksaan Subyektif

Sebelum kaping 1-4 minggu

setelah kaping

5-8 minggu setelah kaping

>8 minggu setelah kaping


(61)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN

Penelitian telah dilakukan di RSGM UMY mengenai evaluasi klinis keberhasilan perawatan kaping pulpa indirek dengan bahan kalsium hidroksida tipe hard setting. Pengambilan sample dilakukan dengan cara melihat data perawatan pasien melalui rekam medis tahun 2010-2011. Sample yang diperoleh sejumlah 618 sample yang sesuai dengan kriteria inklusi. Data yang diambil dari rekam medis pasien berupa jenis kelamin, umur pasien, jenis gigi yang dirawat, dan keadaan gigi yang sebelum dilakukan perawatan serta setelah dilakukan perawatan pada kontrol 1-4 minggu, 5-8 minggu, dan >8 minggu - >1 tahun dengan penilaian keberhasilan terdiri dari kategori baik, cukup, kurang, dan buruk.

Tabel 2. Distribusi frekuensi keadaan gigi pasien sebelum dilakukan perawatan kaping pulpa indirek

Kategori Frekuensi Persentase

Baik 215 34,8 %

Cukup 349 56,5 %

Kurang 54 8,7 %

Buruk 0 0 %

Total 618 100 %

Berdasarkan tabel 2 dapat diketahui bahwa distribusi frekuensi keadaan gigi pasien sebelum dilakukan perawatan kaping pulpa indirek paling banyak berada pada kategori cukup yaitu sebanyak 349 responden (56,5%). Sebanyak 215 responden (34,8%) pada kategori baik, 54 responden (8,7%) pada kategori kurang dan tidak ada responden (0 %) pada kategori buruk.


(62)

Tabel 3. Distribusi frekuensi keadaan gigi pasien 1-4 minggu setelah dilakukan perawatan kaping pulpa indirek

Kategori Frekuensi Persentase

Baik 479 93,6 %

Cukup 17 3,3 %

Kurang 13 2,5 %

Buruk 3 0,6 %

Total 512 100 %

Berdasarkan tabel 3 dapat diketahui bahwa terdapat sebanyak 512 responden yang datang untuk kontrol pada 1-4 minggu setelah dilakukan perawatan kaping pulpa. Sebanyak 479 responden (93,6 %) termasuk kategori baik, 17 responden (3,3 %) kategori cukup, 13 responden (2,5 %) kategori kurang, dan 3 responden (0,6%) kategori buruk.

Table 4. Distribusi frekuensi keadaan gigi pasien 5-8 minggu setelah dilakukan perawatan kaping pulpa indirek

Kategori Frekuensi Persentase

Baik 202 94,4 %

Cukup 6 2,8 %

Kurang 2 0,9 %

Buruk 4 1,9 %

Total 214 100 %

Berdasarkan tabel 4 dapat diketahui bahwa terdapat sebanyak 214 responden yang datang untuk kontrol pada 5-8 minggu setelah dilakukan perawatan kaping pulpa. Sebanyak 202 responden (94,4 %) termasuk kategori baik, 6 responden (2,8 %) kategori cukup, 2 responden (0,9 %) kategori kurang, dan 4 responden (1,9%) kategori buruk.


(1)

6

Alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu pen untuk menulis data dari rekam medik, buku, dan laptop, sedangkan bahan yang digunakan adalah data rekam medik pasien (data sekunder responden). Data hasil penelitian kemudian diolah menggunakan SPSS dengan metode tabel silang persentase (crosstab)..

Hasil

Tabel 1. Distribusi frekuensi keadaan gigi pasien sebelum dilakukan perawatan kaping pulpa indirek

Kategori Frekuensi Persentase

Baik 215 34,8 %

Cukup 349 56,5 %

Kurang 54 8,7 %

Buruk 0 0 %

Total 618 100 %

Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa distribusi frekuensi keadaan gigi pasien sebelum dilakukan perawatan kaping pulpa indirek paling banyak berada pada kategori cukup yaitu sebanyak 349 responden (56,5%). Sebanyak 215 responden (34,8%) pada kategori baik, 54 responden (8,7%) kategori kurang dan tidak ada responden (0 %) pada kategori buruk.

Tabel 2. Distribusi frekuensi keadaan gigi pasien 1-4 minggu setelah dilakukan perawatan kaping pulpa indirek

Kategori Frekuensi Persentase

Baik 479 93,6 %

Cukup 17 3,3 %

Kurang 13 2,5 %

Buruk 3 0,6 %

Total 512 100 %

Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui bahwa terdapat sebanyak 512 responden yang datang untuk kontrol pada 1-4 minggu setelah dilakukan perawatan kaping pulpa. Sebanyak 479 responden (93,6 %) termasuk kategori


(2)

7

baik, 17 responden (3,3 %) kategori cukup, 13 responden (2,5 %) kategori kurang, dan 3 responden (0,6%) kategori buruk.

Table 3. Distribusi frekuensi keadaan gigi pasien 5-8 minggu setelah dilakukan perawatan kaping pulpa indirek

Kategori Frekuensi Persentase

Baik 202 94,4 %

Cukup 6 2,8 %

Kurang 2 0,9 %

Buruk 4 1,9 %

Total 214 100 %

Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui bahwa terdapat sebanyak 214 responden yang datang untuk kontrol pada 5-8 minggu setelah dilakukan perawatan kaping pulpa. Sebanyak 202 responden (94,4 %) termasuk kategori baik, 6 responden (2,8 %) kategori cukup, 2 responden (0,9 %) kategori kurang, dan 4 responden (1,9%) kategori buruk.

Tabel 4. Distribusi frekuensi keadaan gigi pasien >8 minggu - >1 tahun minggu setelah dilakukan perawatan kaping pulpa indirek

Kategori Frekuensi Persentase

Baik 287 91,4 %

Cukup 3 1,0 %

Kurang 10 3,2 %

Buruk 14 4,5 %

Total 314 100 %

Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui bahwa terdapat sebanyak 314 responden yang datang untuk kontrol pada > 8 minggu - > 1 tahun setelah dilakukan perawatan kaping pulpa. Sebanyak 287 responden (91,4 %) termasuk kategori baik, 3 responden (1,0 %) kategori cukup, 10 responden (3,2 %) kategori kurang, dan 14 responden (4,5%) kategori buruk.


(3)

8 Pembahasan

Keberhasilan perawatan kaping pulpa indirek secara klinis didapat dari hasil pemeriksaan subjektif dan pemeriksaan objektif baik ekstra oral maupun intra oral. Evaluasi klinis dilakukan dengan pemberian kriteria skor kesembuhan pada suatu kasus sebagai: buruk, kurang, cukup, dan baik11. Kriteria klinis yang digunakan untuk menentukan keberhasilan perawatan kaping pulpa indirek adalah tidak adanya nyeri spontan dan atau sensitivitas pada gigi, tidak ada fistula, edema, dan atau pergerakan gigi yang abnormal12.

Sebelum dilakukan perawatan kaping pulpa indirek, keadaan gigi pasien paling banyak terdapat pada kriteria cukup yaitu sebesar 56,5 % atau sebanyak 349 responden dari total 618 responden. Keberhasilan perawatan kaping pulpa indirek yang dilakukan oleh dokter gigi muda di RSGM UMY tahun 2010-2011 pada kontrol 1-4 minggu menunjukkan hasil dominan dengan kriteria baik 93,6 %, kontrol 5-8 minggu dengan kriteria baik 94,4 %, dan kontrol >8 minggu - >1 tahun dengan kriteria baik 91,4 %. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Murray dan Godoy (2006)13 menyatakan bahwa gigi dengan lesi karies yang dalam setelah dilakukan perawatan kaping pulpa indirek memiliki tingkat keberhasilan 86 % selama lebih dari 10 tahun. Pernyataan tersebut diperkuat oleh sebuah studi yang menyatakan bahwa tingkat kesuksesan perawatan kaping pulpa indirek ketika menggunakan kalsium hidroksida adalah sebesar 94,4 %14.

Hasil penelitian yang telah dilakukan di RSGM UMY diketahui bahwa secara deskriptif terdapat perbedaan tingkat keberhasilan perawatan pada 1-4 minggu, 5-8 minggu, dan >8 minggu setelah dilakukan perawatan kaping pulpa


(4)

9

indirek. Tingkat keberhasilan pada kategori baik rata-rata 93,1%, sedangkan yang termasuk kriteria buruk pada 1-4 minggu sebesar 0,6 %, kriteria buruk pada 5-8 minggu 1,9 %, dan kriteria buruk pada > 8 minggu 4,5 %. Dentin tersier akan terbentuk lebih dari 60 hari setelah pengaplikasian bahan kaping. Pembentukan dentin tersier pada minggu keempat menghasilan dentin tipis yang bersifat porous, namun pembentukannya masih terus berlanjut. Pembentukan jembatan dentin yang baru sering dianggap sebagai indikasi keberhasilan perawatan kaping pulpa15. Material kalsium hidroksida dianggap dapat menstimuli diferensiasi sel-sel odontoblas baru yang akan membentuk dentin tersier2. Menurut The American Academy of Pediatric Dentistry (2014)16, keadaan gigi yang terlindungi dari kontaminasi bakteri menghasilkan prognosis hasil perawatan yang baik dan pembentukan dentin reparatif untuk melindungi pulpa juga akan terbentuk. Indikasi keberhasilan secara klinis dan radiografis ditunjukkan dengan tidak adanya tanda dan gejala patologi dan tanggalnya gigi secara dini. Kegagalan dicatat ketika gigi secara klinis diekstraksi atau adanya tanda patologi secara radiografis seperti adanya nyeri setelah perawatan, pembengkakan, terbentuknya abses, mobilitas abnormal dan internal, resorbsi akar eksternal, atau adanya furkasi. Gigi yang tanggal lebih dini (lebih dari 6 bulan awal) dan adanya karies sekunder pada permukaan restorasi gigi yang dilakukan perawatan juga dicatat sebagai kegagalan10. Aplikasi bahan restorasi sementara dan permanen harus diperhatikan kualitasnya, karena kegagalan yang paling sering dikaitkan dengan restorasi yang tidak memadai17.


(5)

10 Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan dari penelitian mengenai evaluasi klinis keberhasilan perawatan kaping pulpa indirek dengan bahan kalsium hidroksida tipe hard setting di RSGM UMY tahun 2010-2011, dapat ditarik kesimpulan:

1. Terdapat keberhasilan perawatan kaping pulpa indirek dilihat dari evaluasi klinis sebelum dan setelah perawatan

2. Keberhasilan perawatan kaping pulpa indirek dengan bahan kalsium hidroksida tipe hard setting yang termasuk kategori baik pada kontrol 1-4 minggu (93,6%), 5-8 minggu (94,4%), >8 minggu (91,4%) dengan rata-rata tingkat keberhasilan yang masuk kedalam kategori baik adalah sebesar 93,1%.

Saran

1. Diperlukan penelitian lebih lanjut terkait evaluasi klinis keberhasilan perawatan kaping pulpa indirek dengan melihat faktor prognosa awal

2. Perlu adanya pengendalian terhadap variabel tak terkendali agar validitas hasil penelitian tinggi.

3. Secara umum perawatan kaping pulpa indirek yang dilakukan oleh dokter gigi muda di RSGM UMY sudah cukup baik, namun perlu ditingkatkan upaya dokter gigi muda untuk memperhatikan sistematika pengisian data rekam medis pasien secara lengkap, baik, dan benar sehingga perlu adanya sosialisasi terkait pengisian data rekam medis


(6)

11 Daftar Pustaka

1. Nurhidayat, O., Tunggul, E., & Wahyono, B. (2012). Perbandingan Media Power Point dengan Flip Chart dalam Meningkatkan Pengetahuan Kesehatan Gigi dan Mulut. Unnes Journal Public Health, 1 (1). 32.

2. Walton, R. E., & Torabinejad, M. (2008). Prinsip & Praktik Ilmu Endodonsia (ed 3). Jakarta: EGC. 429-430.

3. Dumsha, T. C., & Gutmann, J. L. (2000). Clinician’s Endodontic Handbook. USA: Lexi-comp. 232-235.

4. Ingle, Bakland, & Baumgartner. (2008). Ingle’s Endodontics (6th ed). India: BC Decker Inc. 528.

5. Chong, B. S. (2010). Harty’s Endodontic in Clinical Practice (6th ed). London: Churchill Livingstone Elsevier. 59.

6. Mc.Cabe, J. F., & Walls, A. W. G. (2008). Applied Dental Materials (9th ed.). United Kingdom: Blackwell Munksgaard. 281.

7. VanNoort, R. (2007). Introduction to Dental Material (3rd ed). China: Mosby Elsevier. 172-174.

8. Jamjoon, H. M. (2008). Clinical Evaluation of Directly Pulp Capped Permanent Teeth with Glass Ionomer Materials. Cairo Dental Journal, 24 (2). 178-179.

9. Torabzadeh, H., & Asgary, S. (2013). Indirect Pulp Therapy in a Symptomatic Mature Molar Using Calcium Enriched Mixture Cement. Journal of Conservative Dentistry, 16 (1). 83.

10. Al-Zayer, M. A., Straffon, L. H., Feigal, R. J., & Welch, K. B. (2003). Indirect Pulp Treatment of Primary Posterior Teeth: A Retrospective Study. Scientific Article, 25 (1). 32, 34.

11. Rukmo, M. (2011). Perkembangan Metode Penelitian Kesembuhan Penyakit Periapikal setelah Perawatan Endodontik. Proceeding Kongres IKORGI ke IX dan Seminar Ilmiah Nasional Recent advances in Conservative Dentistry. 8-9.

12. Franzon, R., et al. (2007). Clinical and Radiographic Evaluation of Indirect Pulp Treatment in Primary Molars: 36 Months Follow-up. American Journal of Dentistry, 20 (3). 190.

13. Murray, P. E., & Godoy, F. G. (2006). The Incidence of Pulp Healing Defects with Direct Capping Materials. American Journal of Dentistry, 19 (3). 171.

14. Chandra, S., Chandra, S., & Chandra, R. (2000). A Textbook of Dental Materials. New Delhi: Jaypee. 147-149.

15. Hargreaves, K. M., & Goodis, H. E. (2002). Seltzer and Bender’s Dental Pulp. China: Quintessence Publishing. 41, 60, 233, 314.

16. Council on Clinical Affairs. (2014). Guideline on Pulp Therapy for Primary and Immature Permanen Teeth. American Academy of Pediatric Dentistry, 37 (6). 245.

17. Bjorndal, L. (2008). Indirect Pulp Therapy and Stepwise Excavation. Journal of Endodontics, 34 (7S). 32.