Penetapan Kadar Logam Besi (Fe) Pada Air Reservoir di Instalasi Pengolahan Air PDAM Tirtanadi Sunggal Secara Kolorimetri

(1)

PENETAPAN KADAR LOGAM BESI (Fe)

PADA AIR RESERVOIR DI INSTALASI PENGOLAHAN AIR

PDAM TIRTANADI SUNGGAL SECARA KOLORIMETRI

TUGAS AKHIR

OLEH:

MAWAR SARI P

NIM 122410022

PROGRAM STUDI DIPLOMA III

ANALIS FARMASI DAN MAKANAN

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan berkat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan Tugas Akhir dengan judul “Penetapan Kadar Logam Besi (Fe) Pada Air Reservoir di Instalasi Pengolahan Air PDAM Tirtanadi Sunggal Secara Kolorimetri”. Tugas Akhir ini disusun sebagai salah satu syarat untuk dapat menyelesaikan Pendidikan Program Diploma III Analis Farmasi dan Makanan di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Selama penulisan Tugas Akhir ini, penulis banyak mendapat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, maka dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi USU.

2. Ibu Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt., selaku Wakil Dekan I Fakultas Farmasi USU.

3. Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt., selaku Ketua Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi USU. 4. Ibu Dra. Masria Lasma Tambunan, M.Si., Apt., selaku dosen pembimbing

yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan kepada penulis dengan penuh perhatian hingga selesainya Tugas Akhir ini.

5. Bapak Prof. Dr. Matheus Timbul Simanjuntak., M.Sc., Apt., selaku Dosen Penasehat Akademik penulis.


(4)

6. Bapak Ir. Mawardi selaku Kepala PDAM Instalasi Pengolahan Air (IPA) Sunggal.

7. Bapak Iwan Setiawan sebagai Kepala Bagian Pengendalian Mutu PDAM Tirtanadi Instalasi Pengolahan Air (IPA) Sunggal.

8. Seluruh teman-teman seperjuangan Analis Farmasi dan Makanan 2012, terima kasih atas kebersamaan dan semangatnya selama ini, serta masukan dalam penyusunan Tugas Akhir ini.

Secara khusus, penulis mengucapkan terima kasih kepada orang tua penulis yaitu T. Perangin-angin dan G. br. Ginting yang telah mendoakan dan memberikan dukungan baik secara materiil maupun moril kepada penulis dalam pengerjaan Tugas Akhir.

Penulis menyadari bahwa sepenuhnya Tugas Akhir (TA) ini masih mempunyai kekurangan dan kelemahan serta masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan dan peningkatan mutu penulisan Tugas Akhir (TA) di masa yang akan datang.

Akhir kata, penulis berharap semoga Tugas Akhir (TA) ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak yang memerlukannya.

Medan, Mei 2015 Penulis

Mawar Sari P NIM 122410022


(5)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 2

1.3 Manfaat ... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1 Air ... 3

2.2 Sumber Air ... 5

2.2.1 Air Angkasa ... 5

2.2.2 Air Permukaan ... 5

2.2.3 Air Tanah ... 6

2.3 Penggolongan dan Peruntukan Air ... 6

2.4 Pencemaran Air ... 8

2.5 Logam Besi (Fe) ... 11

2.6 Analisa Kolorimetri ... 12

BAB III METODOLOGI ... 15


(6)

3.2 Alat ... 15

3.3 Bahan ... 15

3.4 Prosedur ... 15

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 17

4.1 Hasil ... 17

4.2 Pembahasan ... 17

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 19

5.1 Kesimpulan ... 19

5.2 Saran ... 19


(7)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Air merupakan kebutuhan dasar bagi kehidupan; juga manusia selama hidupnya selalu memerlukan air. Dengan demikian semakin naik jumlah penduduk serta laju pertumbuhannya semakin naik pula laju pemanfaatan sumber-sumber air. Untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup masyarakat yang dengan sendirinya akan meningkatkan lagi aktivitas penduduk serta beban penggunaan sumber daya air. Beban pengotoran air juga bertambah cepat sesuai dengan cepatnya pertumbuhan. Sebagai akibatnya saat ini, sumber air tawar dan bersih menjadi semakin langka (Slamet, 1994).

Pencemaran air selain menyebabkan dampak lingkungan yang buruk, seperti timbulnya bau, menurunnya keanekaragaman dan mengganggu estetika juga berdampak negatif bagi kesehatan makhluk hidup, karena di dalam air yang tercemar selain mengandung mikroorganisme patogen, juga mengandung banyak komponen-komponen beracun (Nugroho, 2006).

Besi atau ferrum (Fe) adalah metal berwarna putih keperakan, liat dan dapat dibentuk. Di alam didapat sebagai hematit. Di dalam air minum Fe menimbulkan rasa, warna (kuning), pengendapan pada dinding pipa, pertumbuhan bakteri besi dan kekeruhan. Besi dibutuhkan oleh tubuh pembentukan hemoglobin. Sekalipun Fe itu diperlukan oleh tubuh, tetapi


(8)

dalam dosis besar dapat merusak dinding usus. Kematian seringkali disebabkan oleh rusaknya dinding usus ini (Slamet, 1994).

Analisa kolorimetri ialah penentuan secara kuantitatif suatu zat berwarna dari kemampuannya untuk mengabsorpsi cahaya tampak. Kolorimetri visual berdasarkan perbandingan warna larutan yang konsentrasinya tidak diketahui terhadap konsentrasi larutan atas suatu deret larutan yang konsentrasinya diketahui. Pengertian lain tentang kolorimetri ialah cara penetapan jumlah zat dengan memperhatikan warnanya, atau lebih tepat memperhatikan intensitas (kekelaman) warna larutannya (Jamil, 2007).

1.2 Tujuan

1. Untuk mengetahui kadar logam Fe pada air reservoir I dan reservoir II di Instalasi Pengolahan Air (IPA) PDAM Tirtanadi Sunggal.

2. Untuk mengetahui kadar logam Fe pada air reservoir I dan eservoir II apakah memenuhi syarat sebagai air minum atau tidak berdasarkan persyaratan yang ditetapkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 492/MENKES/PER/2010.

1.3 Manfaat

Manfaat dari penulisan Tugas Akhir ini adalah untuk mengetahui apakah kadar logam Fe pada air reservoir di Instalasi Pengolahan Air (IPA) PDAM Tirtanadi Sunggal telah memenuhi persyaratan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 492/MENKES/PER/2010 atau tidak.


(9)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Air

Air dapat berwujud padatan (es), cairan, dan gas (uap air). Di mana air merupakan satu-satunya zat yang secara alami terdapat di permukaan bumi dalam ketiga wujudnya tersebut. Air adalah substansi kimia dengan rumus H2O yang

memiliki kemampuan untuk melarutkan banyak zat kimia lainnya, seperti garam, gula, asam, beberapa jenis gas, dan banyak macam molekul organik. Air sering disebut sebagai pelarut universal karena air melarutkan banyak zat kimia (Achmad, 2004).

Air yang digunakan sebagai kebutuhan sehari–hari adalah air bersih, berdasarkan PERMENKES RI NO 416/MENKES/PER/IX/1990 dimana air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari–hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak. Air bersih ini diperoleh dari air tanah yang terdiri dari air sumur gali atau sumur bor, air hujan, air ledeng, serta dari sumber mata air. Sebaiknya air tersebut tidak berwarna, tidak berasa, tidak berbau, jernih, dan mempunyai suhu yang sesuai dengan standar yang ditetapkan sehingga menimbulkan rasa nyaman. Jika salah satu syarat tersebut tidak terpenuhi maka besar kemungkinan air itu tidak sehat karena mengandung beberapa zat kimia, mineral, ataupun zat organis/biologis yang dapat mengubah warna, rasa, bau, dan kejernihan air (Effendi, 2003).

Tubuh manusia sebagian terdiri dari air, kira-kira 60-70% dari berat badannya. Untuk kelangsungan hidupnya, tubuh manusia membutuhkan air yang


(10)

jumlahnya antara lain tergantung berat badan. Untuk orang dewasa kira-kira memerlukan air 2,200 gram setiap harinya. Kegunaan air bagi tubuh manusia antara lain untuk: proses pencernaan, metabolisme, mengangkut zat-zat makanan dalam tubuh, mengatur keseimbangan suhu tubuh, dan menjaga jangan sampai tubuh kekeringan. Apabila tubuh kehilangan banyak air, maka akan mengakibatkan kematian. Sebagai contoh: penderita penyakit kolera. Keadaan yang membahayakan bagi penderita kolera adalah dehidrasi, artinya kehilangan banyak air. Maka pertolongan pertama dan yang utama bagi penderita kolera adalah pemberian cairan ke dalam tubuh penderita tersebut dengan menggunakan garam oralit. Untuk menjaga kebersihan tubuh, diperlukan juga air. Mandi dua kali sehari dengan menggunakan air bersih, diharapkan orang akan bebas dari penyakit seperti kudis, dermatitis dan penyakit-penyakit yang disebabkan karena fungsi (Sutrisno & Eni, 2004).

Volume air dalam tubuh manusia rata-rata 65% dari total berat badannya, dan volume tersebut sangat bervariasi pada masing-masing orang, bahkan juga bervariasi antar bagian-bagian tubuh seseorang. Beberapa organ tubuh manusia yang mengandung banyak air, antara lain, otak 74,5%, tulang 22%, ginjal 82,7%, otot 75,6%, dan darah 83% (Chandra, 2006).

Setiap hari kurang lebih 2,272 liter darah dibersihkan oleh ginjal dan sekitar 2,3 liter diproduksi menjadi urin. Selebihnya diserap kembali masuk ke aliran darah. Dalam kehidupan sehari-hari, air dipergunakan antara lain untuk keperluan minum, mandi, memasak, mencuci, membersihkan rumah, pelarut obat, dan pembawa bahan buangan industri (Chandra, 2006).


(11)

Ditinjau dari sudut ilmu kesehatan masyarakat, penyediaan sumber air bersih harus dapat memenuhi kebutuhan masyarakat karena penyediaan air bersih yang terbatas memudahkan timbulnya penyakit di masyarakat. Volume rata-rata kebutuhan air setiap individu per hari berkisar antara 150-200 liter atau 35-40 galon. Kebutuhan air tersebut bervariasi dan bergantung pada keadaan iklim, standar kehidupan, dan kebiasaan masyarakat (Chandra, 2006).

2.2 Sumber Air

Air yang berada di permukaan bumi ini dapat berasal dari berbagai sumber. Berdasarkan letak sumbernya, air dapat dibagi menjadi air angkasa (hujan), air permukaan, dan air tanah.

2.2.1 Air Angkasa (Air Hujan)

Air angkasa atau air hujan merupakan sumber utama air di bumi. Walau pada saat presipitasi merupakan air yang paling bersih, air tersebut cenderung mengalami pencemaran ketika berada di atmosfer. Pencemaran yang berlangsung di atmosfer itu dapat disebabkan oleh partikel debu, mikroorganisme, dan gas, misalnya, karbon dioksida, nitrogen, dan amonia.

2.2.2 Air Permukaan

Air permukaan yang meliputi badan-badan air semacam sungai, danau, telaga, waduk, rawa, terjun, dan sumur permukaan, sebagian besar berasal dari air hujan yang jatuh ke permukaan bumi. Air hujan tersebut kemudian akan mengalami pencemaran baik oleh tanah, sampah, maupun lainnya.


(12)

2.2.3 Air Tanah

Air tanah (ground water) berasal dari air hujan yang jatuh ke permukaan bumi yang kemudian mengalami perkolasi atau penyerapan ke dalam tanah dan mengalami proses filtrasi secara alamiah. Proses-proses yang telah dialami air hujan tersebut, di dalam perjalanannya ke bawah tanah, membuat air tanah menjadi lebih baik dan lebih murni dibandingkan air permukaan. Air tanah memiliki beberapa kelebihan dibanding sumber air lain. Pertama, air tanah biasanya bebas dari kuman penyakit dan tidak perlu mengalami proses purifikasi atau penyernihan. Persediaan air tanah juga cukup tersedia sepanjang tahun, saat musim kemarau sekalipun. Sementara itu, air tanah juga memiliki beberapa kerugian dan kelemahan dibanding sumber air lainnya. Air tanah mengandung zat-zat mineral dalam konsentrasi yang tinggi. Konsentrasi yang tinggi dari zat-zat mineral semacam magnesium, kalisum, dan logam berat seperti besi dapat menyebabkan kesadahan air. Selain itu, untuk mengisap dan mengalirkan air ke atas permukaan, diperlukan pompa (Chandra, 2006).

2.3 Penggolongan dan Peruntukan Air

Mengingat pentingnya peranan air, jumlahnya yang terbatas, dan makin tingginya intensitas pencemaran perairan, memerlukan upaya menjaga kualitas air. Upaya menjaga kualitas air dapat dilakukan melalui pengelolaan air. Misalnya, limbah cair yang dihasikan oleh suatu kegiatan industri harus diolah lebih dahulu sebelum dibuang ke perairan umum sehingga tidak mencemari sungai, waduk, danau, dan atau laut. Untuk mengendalikan pencemaran air, klasifikasi mutu air ditetapkan menjadi empat kelas, yaitu:


(13)

a. Kelas satu, yaitu air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

b. Kelas dua, yaitu air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut c. Kelas tiga, yaitu air yang peruntukannya dapat digunakan untuk

pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut

d. Kelas empat, yaitu air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

Masing-masing kelas air mempunyai kriteria sendiri, yaitu parameter mutu (kualitas) air untuk kelas satu, dua, tiga, dan empat. Suatu badan air dapat diketahui kualitas airnya (tercemar atau tidak) melalui analisis contoh air di laboratorium dan membandingkannya dengan kriteria mutu air dari setiap kelas air. Badan air dapat berupa sungai, waduk, danau, rawa, dan air tanah. Apabila hasil analisis menunjukkan bahwa air tersebut telah tercemar, maka sejak dini dapat dilakukan upaya pengendaliannya (Manik, 2009).


(14)

2.4 Pencemaran Air

Pencemaran air adalah adanya suatu penyimpangan dari sifat-sifat air dari keadaan normal, bukan dari kemurniannya. Air yang tersebar di alam semesta ini tidak pernah terdapat dalam bentuk murni, namun bukan berarti bahwa semua air sudah tercemar. Misalnya, walaupun di daerah penggunungan atau hutan yang terpencil dengan udara yang bersih dan bebas dari pencemaran, air hujan yang turun di atasnya selalu mengandung bahan-bahan terlarut, seperti karbon dioksida, oksigen, dan nitrogen, serta bahan-bahan tersuspensi lainya seperti debu dan partikel-partikel lainnya yang terbawa air hujan dari atmosfer (Kristanto, 2002).

Air yang tidak tercemar tidak selalu merupakan air murni, tetapi merupakan air yang tidak mengandung bahan-bahan asing tertentu dalam jumlah melebihi batas yang telah ditetapkan sehingga air tersebut dapat digunakan secara normal untuk keperluan tertentu, misalnya untuk air minum (air ledeng atau air sumur ), berenang, rekreasi, mandi, kehidupan hewan air, pengairan dan keperluan industri. Karena kebutuhan makhluk hidup akan air sangat bervariasi, maka batas pencemaran untuk berbagai jenis air juga berbeda-beda (Kristanto, 2002).

Pencemaran air dapat menyebabkan berkurangnya keanekaragaman atau punahnya populasi organisme perairan seperti benthos, perifiton dan plankton. Dengan menurunnya atau punahnya organisme tersebut maka sistem ekologis perairan dapat terganggu. Sistem ekologis perairan (ekosistem) mempunyai kemampuan untuk memurnikan kembali lingkungan yang telah tercemar sejauh beban pencemaran masih berada dalam batas daya dukung lingkungan yang


(15)

bersangkutan. Apabila beban pencemaran melebihi daya dukung lingkungannya maka kemampuan itu tidak dapat dipergunakan lagi (Nugroho, 2006).

Pencemaran air selain menyebabkan dampak lingkungan yang buruk, seperti timbulnya bau, menurunnya keanekaragaman dan mengganggu estetika juga berdampak negatif bagi kesehatan makhluk hidup, karena di dalam air yang tercemar selain mengandung mikroorganisme patogen, juga mengandung banyak komponen-komponen beracun (Nugroho, 2006).

Logam berat (heavy metals), atau logam toksik (toxic metals) adalah terminologi yang umumnya digunakan untuk menjelaskan sekelompok elemen-elemen logam yang kebanyakan tergolong berbahaya bila masuk ke dalam tubuh makhluk hidup. Logam berat yang terdapat baik di lingkungan maupun di dalam tubuh manusia dalam konsentrasi yang sangat rendah disebut juga trace metals.

Trace metals seperti kadmium (Cd), timbal (Pb), dan merkuri (Hg) mempunyai berat jenis sedikitnya 5 kali lebih besar dari pada air (Nugroho, 2006).

Logam berat sebagai salah satu sumber pencemar anorganik yang masuk ke dalam perairan tersebut dapat berasal dari :

a. Pelapukan batu yang mengandung logam berat. Pencemaran ini bersifat alamiah

b. Industri yang memproses biji tambang

c. Pabrik-pabrik dan industri yang mempergunakan logam berat di dalam proses produksinya


(16)

e. Logam berat yang berasal dari ekskreta manusia dan hewan karena tidak sengaja mengkonsumsi sumber makanan yang terkontaminasi oleh logam berat (Nugroho, 2006).

Meskipun manusia tidak secara langsung mengkonsumsi logam berat, namun secara tidak langsung logam berat dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui air minum dan makanan yang dikonsumsinya. Air yang tersimpan pada malam hari di dalam pipa-pipa saluran air dapat menyebabkan meresapnya timbal dan kadmium dari pipa ke dalam air yang akan dikucurkan (Nugroho, 2006).

Polutan logam mencemari lingkungan, baik di lingkungan udara, air, dan tanah yang berasal dari proses alami dan kegiatan industri. Proses alami antara lain siklus alamiah sehingga bebatuan gunung berapi bisa memberikan kontribusi ke lingkungan udara, air, dan tanah. Kegiatan manusia yang bisa menambah polutan bagi lingkungan berupa kegiatan industri, pertambangan, pembakaran bahan bakar, serta kegiatan domestik lain yang mampu meningkatkan kandungan logam di lingkungan udara, air, dan tanah. Pencemaran logam di darat, yakni di tanah, selanjutnya akan mencemari bahan pangan, baik yang berasal dari tanaman atau hewan dan akhirnya dikonsumsi oleh manusia. Pencemaran logam, baik dari industri, kegiatan domestik, maupun sumber alami dari batuan akhirnya sampai ke sungai/laut dan selanjutnya mencemari manusia melalui ikan, air minum, atau air sumber irigasi lahan pertanian sehingga tanaman sebagai sumber pangan manusia tercemar logam. Pencemaran logam melalui udara terjadi melalui beberapa jalur. Salah satunya adalah melalui kontak langsung dengan manusia atau proses inhalasi (Widowati, 2008).


(17)

2.5 Logam Besi (Fe)

Besi adalah salah satu elemen kimiawi yang dapat ditemui pada hampir setiap tempat di bumi. Pada semua lapisan geologis dan semua badan air. Pada umumnya besi yang ada dalam air dapat bersifat:

a. Terlarut sebagai Fe2+ (ferro) atau Fe 3+ (ferri)

b. Tersuspensi sebagai butir kolodial (diameter < 1 µm) atau lebih besar c. Tergabung dengan zat organik atau zat padat yang inorganik (seperti

tanah liat)

Pada air permukaan jarang ditemui kadar Fe lebih besar dari 1 mg/l, tetapi di dalam air tanah kadar Fe dapat lebih jauh lebih tinggi. Zat besi merupakan suatu komponen dari berbagai enzim yang mempengaruhi seluruh reaksi kimia yang penting di dalam tubuh. Besi juga merupakan komponen dari hemoglobin, yang memungkinkan sel darah merah membawa oksigen dan mengantarkannya ke jaringan tubuh (Nainggolan & Susilawati, 2011).

Besi atau ferrum (Fe) adalah metal berwarna putih keperakan, liat dan dapat dibentuk. Di alam didapat sebagai hematit. Di dalam air minum Fe menimbulkan rasa, warna (kuning), pengendapan pada dinding pipa, pertumbuhan bakteri besi dan kekeruhan. Besi dibutuhkan oleh tubuh pembentukan hemoglobin. Banyaknya Fe di dalam tubuh dikendalikan pada fase absorbsi. Tubuh manusia tidak dapat mengekskresikan Fe. Karenanya mereka yang sering mendapat transfusi darah, warna kulitnya menjadi hitam karena akumulasi Fe. Sekalipun Fe itu diperlukan oleh tubuh, tetapi dalam dosis besar dapat merusak dinding usus. Kematian seringkali disebabkan oleh rusaknya dinding usus ini. Debu Fe juga dapat


(18)

diakumulasikan di dalam alveoli, dan menyebabkan berkurangnya fungsi paru-paru (Slamet, 1994).

Besi merupakan mineral mikro yang paling banyak terdapat di dalam tubuh manusia dan hewan, yaitu sebanyak 3-5 gram di dalam tubuh manusia dewasa. Besi mempunyai beberapa fungsi esensial di dalam tubuh sebagai alat angkut oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh, sebagai alat angkut elektron di dalam sel, dan sebagai bagian terpadu berbagai reaksi enzim di dalam jaringan tubuh. Walaupun terdapat luas di dalam makanan banyak penduduk dunia mengalami kekurangan besi, termasuk Indonesia. Kekurangan besi sejak tiga puluh tahun terakhir diakui berpengaruh terhadap produktivitas kerja, penampilan kognitif, dan sistem kekebalan (Almatsier, 2004).

2.6 Analisa Kolorimetri

Analisa kolorimetri ialah penentuan secara kuantitatif suatu zat berwarna dari kemampuannya untuk mengabsorpsi cahaya tampak. Kolorimetri visual berdasarkan perbandingan warna larutan yang konsentrasinya tidak diketahui terhadap konsentrasi larutan atas suatu deret larutan yang konsentrasinya diketahui. Pengertian lain tentang kolorimetri ialah cara penetapan jumlah zat dengan memperhatikan warnanya, atau lebih tepat memperhatikan intensitas (kekelaman) warna larutannya. Diambil contoh pada kehidupan sehari-hari, mengenal juga apa yang disebut dengan kolorimetri, misalnya: segelas minuman kopi dapat dibandingkan dengan segelas lainnya, maka dari intensitas warnanya kita dapat mengetahui mana yang berisi kopi lebih banyak. Jika ingin mengetahui


(19)

berapa kopi dipergunakan, dapat digunakan dengan membandingkan dengan standar (Jamil, 2007).

Penentuan berdasarkan kolorimetri dilakukan dengan sederetan larutan, masing-masing diketahui dengan tepat konsentrasinya.

Larutan yang dicari konsentrasinya dibandingkan dengan deretan standar. Konsentrasi yang dicari adalah konsentrasi standar yang warnanya sama dengan larutan yang dianalisa. Kemungkinan besar tidak satupun standar yang warnanya sama, tetapi intensitas warna larutan cuplikan terdapat diantara dua buah standar. Artinya konsentrasi larutan terdapat diantara konsentrasi kedua standar tersebut (Jamil, 2007).

Menurut Basset (1994), kolorimetri terbagi menjadi dua, yakni: 1. Kolorimetri visual, dan

2. Kolorimetri fotolistrik.

Dalam kolorimetri visual, cahaya putih alamiah ataupun buatan umumnya digunakan sebagai sumber cahaya. Penetapannya biasa dilakukan dengan suatu instrumen sederhana yang disebut kolorimeter pembanding (comparator) warna, dan perbedaan intensitas warna dilihat dengan menggunakan mata. Sementara itu, dalam kolorimetri fotolistrik, sel fotolistrik digunakan untuk mengukur intensitas cahaya. Pada alat ini cahaya yang digunakan dibatasi dalam jangka panjang gelombang yang relatif sempit dengan melewatkan cahaya putih melalui filter-filter dalam bentuk lempengan berwarna yang terbuat dari kaca, gelatin, dan sebagainya (Basset, 1994).


(20)

Keuntungan utama metode kolorimetri adalah bahwa metode ini memberikan cara sederhana untuk menetapkan kuantitas zat yang sangat kecil. Batas atas metode kolorimetri pada umumnya adalah penetapan konstituen yang ada dalam kuantitas kurang dari 1 atau 2%. Kriteria untuk hasil analisis kolorimetri yang memuaskan:

1. Kespesifikan reaksi warna

Reaksi warna yang dipilih hendaklah merupakan reaksi yang spesifik (hanya menghasilkan warna untuk zat sehubungan saja).

2. Kestabilan warna

Reaksi warna yang dipilih hendaknya menghasilkan warna yang cukup stabil (periode warna maksimum cukup panjang) untuk memungkinkan pengambilan pembacaan yang tepat. Dalam ini pengaruh zat-zat lain dan kondisi eksperimen (temperatur, pH) haruslah diketahui.

3. Kejernihan larutan

Larutan harus bebas dari endapan karena kekeruhan akan menghamburkan maupun menyerap cahaya.

4. Kepekaan tinggi

Diperlukan reaksi warna yang sangat peka bila kuantitas zat yang akan ditetapkan sangat kecil (Basset, 1994).


(21)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat

Penetapan kadar logam besi (Fe) dilakukan di Instalasi Pengolahan Air (IPA) PDAM Tirtanadi Sunggal Jl.Sunggal Pekan no. 1 Medan.

3.2 Alat

Alat-alat yang digunakan adalah colorimeter DR/890 dan kuvet.

3.3 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan adalah sampel air reservoir I dan reservoir II, ferro ver iron powder pillow.

3.4 Prosedur

1. Dipastikan analis telah memakai alat pengaman. 2. Ditekan “PRGM”dan tekan “33” untuk analisa besi. 3. Ditekan “Enter”, layar akan menunjukkan mg/l Fe.

4. Diisi botol sampel pertama (sebagai blanko) dan kedua (sebagai sampel) dengan 10 ml sampel air.

5. Ditambahkan 1 bungkus ferro ver iron powder pillow kedalam botol sampel aduk hingga larut.

6. Ditekan “Timer dan Enter”,tunggu selama 3 menit. 7. Dimasukkan blanko ke tempat sel dan tutup.

8. Ditekan “Zero”, kemudian layar akan menunjukkan 0,00 mg/l Fe. 9. Dimasukkan botol sampel ke tempat sel dan tutup.


(22)

11.Ditampung sisa sampel yang telah tercemar bahan kimia dan sisa kemasan bahan kimia yang baru atau yang kadaluarsa ke dalam wadah yang aman.


(23)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil

Hasil analisa kadar logam Fe pada sampel air reservoir I dan reservoir II yang dilakukan di laboratorium instalasi pengolahan air (IPA) PDAM Tirtanadi Sunggal pada tanggal 25 Februari 2015 dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.1 Hasil pemeriksaan kadar logam besi (Fe) pada air reservoir

Parameter Satuan

Kadar Maks. Air Minum*

Hasil Uji

Metode Uji R1 R2

Besi (Fe) mg/l 0,3 0,05 0,04 Kolorimetri

4.2 Pembahasan

Air reservoir adalah air yang telah melalui filter dan sudah dapat dipakai untuk air minum. Air tersebut telah bersih dan bebas dari bakteriologis dan di tampung pada bak reservoir (tandon) untuk diteruskan pada konsumen (Sutrisno & Eni, 2004).

Penentuan kadar logam besi (Fe) dengan menggunakan metode kolorimetri memiliki banyak kelebihan seperti pekerjaannya lebih cepat, peralatan yang digunakan lebih sederhana untuk menetapkan kuantitas zat yang sangat kecil. Batas atas metode kolorimetri pada umumnya adalah penetapan konstituen yang ada dalam kuantitas kurang dari 1 atau 2%. Sehingga kadar logam besi (Fe) dalam air dapat diketahui konsentrasinya (Basset, 1994).

Berdasarkan hasil pembacaan kolorimeter yang diperoleh, kadar logam besi (Fe) yang terkandung pada air reservoir I dan reservoir II di instalasi pengolahan


(24)

air PDAM Tirtanadi Sunggal memenuhi syarat Permenkes No. 492/Menkes/Per/IV/2010 Tanggal 19 April 2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum.

Hal ini berdasarkan pada syarat Permenkes No. 492/Menkes/Per/IV/2010 Tanggal 19 April 2010 dimana kadar logam besi (Fe) yang diperbolehkan yaitu lebih kecil 0,3 mg/l. Dari uraian di atas, air reservoir yang di uji kadar logam besinya telah dapat di distribusikan kepada masyarakat karena telah memenuhi batas kadar logam besi yang diizinkan.


(25)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

-Kadar logam besi (Fe) pada air reservoir I = 0,05 mg/l reservoir II = 0,04 mg/l.

-Dari hasil pemeriksaan pada air reservoir terhadap kadar logam besi (Fe) yang telah dilakukan di Instalasi Pengolahan Air (IPA) PDAM Tirtanadi Sunggal telah memenuhi kriteria standar mutu yang ditetapkan oleh Permenkes No. 492/Menkes/Per/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum.

5.2 Saran

-Diharapkan PDAM Tirtanadi semakin meningkatkan pengolahan air dengan kualitas air yang baik untuk konsumen.

-Diharapkan PDAM Tirtanadi merupakan Perusahaan Daerah Air Minum yang memberikan pelayanan terbaik untuk masyarakat.


(26)

DAFTAR PUSTAKA

Achmad, R. (2004). Kimia Lingkungan. Yogyakarta: Andi. Halaman 15.

Almatsier, S. (2004). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Halaman 249.

Basset, J. (1994). Buku Ajar Vogel Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Halaman 31-32.

Chandra, B. (2006). Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: EGC. Halaman 39, 49.

Effendi, H. (2003). Telaah Kualitas Air. Yogyakarta: Kanisius. Halaman 106. Jamil, C.A.Z. (2007). Kimia Analisa Untuk Teknik Kimia. Banda Aceh: Syiah

Kuala University Press. Halaman 125-126.

Kristanto, P. (2002). Ekologi Industri. Yogyakarta: Andi. Halaman 71-73.

Manik, K. (2009). Pengelolaan Lingkungan Hidup. Jakarta: Djambatan. Halaman 132-133.

Nainggolan, H., Dan Susilawati. (2011). Pengolahan Limbah Cair Industri Perkebunan dan Air Gambut Menjadi Air Bersih. Medan: USU Press. Halaman 56.

Nugroho. (2006). Bioindikator Kualitas Air. Jakarta: Universitas Trisakti. Halaman 10, 14-15.

Slamet, J. (1994). Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Halaman 108, 114.

Sutrisno, T., dan Eni S. (2004). Teknologi Penyediaan Air Bersih. Jakarta: Rineka Cipta. Halaman 10-11, 14.


(27)

(28)

(29)

(30)

(31)

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Achmad, R. (2004). Kimia Lingkungan. Yogyakarta: Andi. Halaman 15.

Almatsier, S. (2004). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Halaman 249.

Basset, J. (1994). Buku Ajar Vogel Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Halaman 31-32.

Chandra, B. (2006). Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: EGC. Halaman 39, 49.

Effendi, H. (2003). Telaah Kualitas Air. Yogyakarta: Kanisius. Halaman 106. Jamil, C.A.Z. (2007). Kimia Analisa Untuk Teknik Kimia. Banda Aceh: Syiah

Kuala University Press. Halaman 125-126.

Kristanto, P. (2002). Ekologi Industri. Yogyakarta: Andi. Halaman 71-73.

Manik, K. (2009). Pengelolaan Lingkungan Hidup. Jakarta: Djambatan. Halaman 132-133.

Nainggolan, H., Dan Susilawati. (2011). Pengolahan Limbah Cair Industri

Perkebunan dan Air Gambut Menjadi Air Bersih. Medan: USU Press.

Halaman 56.

Nugroho. (2006). Bioindikator Kualitas Air. Jakarta: Universitas Trisakti. Halaman 10, 14-15.

Slamet, J. (1994). Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Halaman 108, 114.

Sutrisno, T., dan Eni S. (2004). Teknologi Penyediaan Air Bersih. Jakarta: Rineka Cipta. Halaman 10-11, 14.


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)