x
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
1. Sengketa Lingkungan
Costintino dan Merchant
6
mendefinisikan konflik Sebagai ketidak sepakatan mendasar antara dua pihak, dimana sengketa adalah satu bentuknya. Pendapat ini sejalan dengan pendapat
Douglas Benang bahwa konflik adalah suatu keadaan, bukan proses. Orang yang menentang kepentingan, nilai, atau kebutuhan berada dalam keadaan konflik, yang mungkin laten berarti
tidak muncul ke permukaan, tidak ditindaklanjuti ataupun diselesaikan. Sedangkan konflik yang muncul ke permukaan yang ditindak lanjuti ataupun diselesaikan, salah satu bentuk prosesnya
adalah penyelesaian sengketa ,Konflik bisa saja terjadi tanpa perselisihan, tetapi perselisihan tidak bisa ada tanpa konflik.
7
Dalam sebuah konflik tidak tertutup kemungkinan terdapat beberapa sengketa yang memungkinkan untuk diselesaikan satu persatu, yang pada akhirnya akan menyelesaikan konflik
tersebut. Sengketa menurut Witanto adalah konflik yang terjadi antara individu-individu atau
kelompok-kelompok yang mempunyai hubungan atau kepentingan yang sama atau suatu objek kepentingan yang bisa menimbulkan akibat hukum antara satu dengan yang lain
8
.
6
Costintino, C.A. and Merchant C.S. 1996,
Designing Conflict
Management Systems:
A Guide
to Creating
Productive and
Healthy Organizations
. Jossey-- ‐Bass, San Francisco: h, 4-5
7
Douglas H. Yarn, ed. 1999,Conflict in
Dictiona ry of
Conflict Resolution
,Jossey-- ‐Bass. San Francisco
h115.
8
D. Y Witanto, 2011,
Hukum Acara Mediasi dalam Perka ra Perdata di Lingkungan Peradilan Umum dan Peradilan Agama Menurut PERMA No.1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Penga dilan,
Alfabeta, Bandung, , h. 2
xi Sedangkan Ali Achmat berpendapat sengketa adalah pertentangan antara dua belah
pihak atau lebih yang berawal dari persepsi yang berbeda tentang suatu kepentingan atau hak milik yang dapat menimbulkan akibat hukum keduanya
9
. Berdasarkan kedua pengertian sengketa diatas, maka dapat diuraikan menjadi beberapa
elemen antara lain:
10
1. Adanya dua pihak atau lebih;
2. Adanya Hubungan atau kepentingan yang sama terhadap objek tertentu;
3. Adanya pertentangan dan perbedaan persepsi;
4. Adanya akibat hukum.
Sengketa bisa terjadi dimana saja, kapan saja dan antara siapa saja serta menyangkut persoalan yang bervariasi. Orang-orang atau kelompok yang ada dalam situasi konflik bisa
mempunyai ide atau cara yang berbeda dalam hal bagaimana menyelesaikan konflik tersebut.
11
Banyak cara dalam menyelesaikan suatu sengketa yang ada pada masyarakat namun pada umumnya di Indonesia menerapkan dua sistem penyelesaian sengketa Pada dasarnya salah satu
fungsi hukum sebagai sarana penyelesaian sengketa menghendaki bahwa proses penyelesaian sengketa tidak boleh dilakukan dengan perbuatan main hakim sendiri
eigenrichting
.
12
Soerjono Soekanto mengatakan bahwa fungsi hukum sebagai “sarana untuk memperlancar proses interaksi
social
law as a facilitation of human interaction
”
13
Konsekuensi suatu negara hukum adalah menempatkan hukum di atas segala kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Negara dan masyarakat diatur dan diperintah oleh hukum, bukan
diperintah oleh manusia. Hukum berada di atas segala-segalanya, kekuasaan dan penguasa tunduk kepada hukum. Salah satu unsur negara hukum adalah berfungsinya kekuasaan
kehakiman yang merdeka yang dilakukan oleh badan peradilan. Pemberian kewenangan yang merdeka tersebut merupakan “katup penekan”
pressure valve
, atas setiap pelanggaran hukum tanpa kecuali. Pemberian kewenangan ini dengan sendirinya menempatkan kedudukan badan
peradilan sebagai benteng terakhir
the last resort
dalam upaya penegakan “kebenaran” dan “keadilan”. Dalam hal ini tidak ada badan lain yang berkedudukan sebagai tempat mencari
9
Ibid, h. 3
10
Ibid, h. 3
11
I Made Widnyana, , 2007,
Alternatif Penyelesaian Sengketa ADR
, Indonesia Business Law Center IBLC bekerjasama dengan Kantor Hukum Gani Djemat 7 Partners, Jakarta, h.53.
12
Sudikno Mertokusumo, 2008,
Hukum Acara Perdata Indonesia
, Liberty, Yogyakarta h. 2.
13
Soerjono Soekanto, 1981,
Fungsi hukum dan Perubahan Sosial, Alumni
, Bandung, h. 4
xii penegakan kebenaran dan keadilan
to enforce the truth and justice
apabila timbul sengketa atau pelanggaran hukum.
14
Sengketa Lingkungan Hidup adalah perselisihan antara dua pihak atau lebih yang ditimbulkan adanya atau diduga adanya pencemaran dan atau perusakan lingkungan. Sengketa
lingkungan “
environmental disputes
” merupakan “species” dari “genus” sengketa yang bermuatan konflik atau kontroversi di bidang lingkungan yang secara leksikal diartikan:
“
Dispute. A conflict or controversy; a confllct of claims or rights; an assertion of a rlght, claim, or demand on oneside, met by contrary claims or allegations on the other
” Terminologi “penyelesaian sengketa” rujukan bahasa Inggrisnya pun beragam: “
dispute resolution
”, “
conflict management
”,
conflict settlement
”, “conflict intervention”.
15
Dalam suatu sengketa, termasuk sengketa lingkungan, tidak hanya berdurasi
”perse1isihan para pihak ansich, tetapi perselisihan yang diiringi adanya “tuntutan”
claim
. Tuntutan adalah atribut primer dari eksistensi suatu sengketa konflik. Dengan demikian, rumusan Pasal 1 angka 19 UUPLH yang hanya
mengartikan sengketa lingkungan sekedar “perselisihan antara dua pihak atau lebih…” tanpa mencantumkan “
claim
” adalah kurang lengkap dan tidak merepresentasikan secara utuh keberadaan suatu sengketa.
2. Model Penyelesaian Sengketa Lingkungan melalui Lembaga Pengadilan