PERBANDINGAN DAYA ANTIBAKTERI MADU, EKSTRAK LEM LEBAH (Propolis) DAN AMPISILIN TERHADAP Staphylococcus aureus DAN Escherichia col

  

ABSTRACT

A COMPARISON OF HONEY ANTIBACTERIA POWER, GLUE EXTRACT

OF BEE (Propolis) AND AMPICILIN TOWARD

  

Staphylococcus aureus AND Escherichia coli

By

RIKA YANA

  Synthetic antibiotic substitution alternative is natural antibiotic that is contained in natural substances such as honey and propolis produced by bees. Found in this research, honey and propolis is effectless to be used to block the growth of all type of bacteria. Honey gives greather effectiveness than propolis for positive gram antibacteria (S. aureus) while propolis gives greater effectiveness than honey for negative antibacteria (E. coli). The data of the research result shows the biggest blocked diameter of well difusion experiment is found in 50% concentration. In S. aureus bacteria, propolis blocked diameter is 6 mm while honey 20 mm. In E. coli bacteria propolis blocked diameter is 40 mm while honey 7 mm.

  

ABSTRAK

PERBANDINGAN DAYA ANTIBAKTERI MADU, EKSTRAK LEM LEBAH

(Propolis) DAN AMPISILIN TERHADAP

  

Staphylococcus aureus DAN Escherichia coli

Oleh

RIKA YANA

  Sebagai alternatif antibiotik sintetik adalah antibiotik alami yang terkandung dalam bahan-bahan alam, seperti madu dan propolis yang dihasilkan oleh lebah. Pada penelitian ini diketahui bahwa madu dan propolis tidak efektif bila digunakan untuk menghambat pertumbuhan semua jenis bakteri. Madu memberikan efektivitas lebih besar dibandingkan propolis sebagai antibakteri gram positif (S. aureus), dan propolis memberikan efektivitas lebih besar dibandingkan madu sebagai antibakteri gram negatif (E. coli). Data hasil penelitian menunjukkan bahwa diameter hambat terbesar madu dan propolis menggunakan metode uji difusi sumur terdapat pada konsentrasi pengenceran 50%. Pada bakteri S. aureus diameter hambat propolis sebesar 6 mm, sedangkan madu 20 mm. Pada bakteri E. coli diameter hambat propolis sebesar 40 mm, sedangkan madu 7 mm.

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

  Penggunaan antibiotik sintetik seringkali menimbulkan efek samping pada konsumen. Jika bakteri dalam tubuh telah resisten terhadap suatu antibiotik, maka dosis yang diperlukan untuk menghambat bakteri tersebut harus ditingkatkan. Penggunaan antibiotik dengan dosis tinggi atau terlalu sering akan merugikan, karena bakteri baik yang ada di dalam usus juga akan ikut terbunuh.

  Alternatif pengganti antibiotik sintetik adalah antibiotik alami yang terkandung dalam bahan-bahan alam, seperti produk-produk yang dihasilkan oleh lebah antara lain: madu, royal jelly, tepung sari (polen), lem lebah (propolis), malam lebah (beeswax), dan racun lebah (beevenom).

  Produk-produk tersebut memiliki khasiat masing-masing, namun yang umum digunakan sebagai alternatif antibiotik adalah madu dan propolis (Widhi, 2009). Salah satu keunikan madu adalah karena madu mengandung zat antibiotik propolis. Bagi lebah sendiri propolis berfungsi melindungi seluruh sarang dan tempat lebah ratu menyimpan telurnya dari hama yang menyebabkan kebusukan telur-telurnya yaitu Bacillus larvae. Hal inilah yang mendasari digunakannya propolis sebagai antibiotik (Winingsih, 2004).

  Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh Yana (2011) (pada lampiran 2) pada produk antibakteri komersial madu hutan, madu ternak, dan propolis terbukti bahwa produk komersial tersebut memiliki daya antibakteri. Diameter hambat yang dihasilkan dengan konsentrasi 100% pada media agar cawan terhadap bakteri S. aureus (gram positif) untuk madu hutan sebesar 13,7 mm, madu ternak 12 mm, dan propolis 12,5 mm. Sedangkan terhadap bakteri E. coli (gram negatif) untuk madu hutan sebesar 11 mm, madu ternak 10 mm, dan propolis 10,5 mm. Hasil studi pendahuluan di atas belum diketahui efektivitasnya. Maka untuk mengetahui seberapa besar efektivitas madu hutan dan propolis sebagai antibakteri dapat digunakan suatu kontrol, yaitu ampisilin yang merupakan antibotik sintetik berspektrum luas. Secara umum ampisilin tersebut telah digunakan oleh masyarakat dan sudah terbukti memiliki daya antibakteri terhadap bakteri gram positif dan gram negatif.

  Pada penelitian ini diperkirakan madu dan propolis memiliki daya antibakteri spesifik terhadap jenis bakteri berdasarkan sifat gram positif atau negatifnya, dengan cara mengukur seberapa besar efektivitas antibakterinya melalui uji

  B. Tujuan Penelitian

  Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar efektivitas daya antibakteri madu dan propolis melalui uji difusi sumur dan difusi kertas.

  C. Manfaat Penelitian

  Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian ini yaitu madu dan propolis dapat dijadikan alternatif pengganti antibiotik sintetik dalam menanggulangi penyakit yang disebabkan oleh bakteri S. aureus dan E. coli.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Madu

  Dalam Islam, madu dan produk lainnya dikenal sebagai sebuah pelajaran bagi manusia yang mau berfikir, yakni tentang penciptaan lebah dan madu. Dan Tuhanmu mengilhamkan kepada lebah,” Buatlah sarang di gunung- gunung,

  di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibuat manusia.” Kemudian, makanlah dari segala macam buah-buahan, lalu tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan bagimu. Dari perut lebah itu, keluar minuman yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar

terdapat tanda-tanda bagi orang yang berfikir (QS Al-Nahl ayat 68-69 ).

  Oleh karenanya, dalam (Al-Qur’an [16]:68-69) tersebut di atas, Allah SWT secara khusus memperkenalkan manfaat lebah dan produknya kepada umat manusia untuk digunakan sebagai penyembuh berbagai macam penyakit (Suranto, 2004).

  Madu adalah cairan yang dihasilkan oleh lebah dari berbagai tanaman (sari harus dilalui. Pertama, lebah mengumpulkan nektar dari tanaman. Kedua, nektar yang dihasilkan kemudian diubah oleh lebah menjadi gula invert yang terjadi ketika ada kontak antara nektar dan cairan saliva lebah pada saat lebah menghisap nektar dengan belalainya. Cairan saliva lebah mengandung enzim- enzim hidrolase sehingga pada tahap ini terjadi pemecahan gula. Ketiga, lebah mengurangi kandungan air pada madu. Keempat, lebah mematangkan madu di sarang lebah (Murtidjo, 1991; Purbaya, 2002). Madu dinamakan sesuai dengan sumber pakan lebahnya contohnya, lebah yang hidup di perkebunan kapas menghasilkan madu yang diberi nama madu kapas, madu rambutan, madu lengkeng, dan madu mangga. Madu mengandung banyak mineral seperti natrium, kalsium, magnesium, alumunium, besi, fosfor, dan kalium (Suranto, 2004). Vitamin-vitamin yang terkandung dalam madu adalah thiamin (B1), riboflafin (B2), asam askorbat (C), piridoksin (B6), niasin, asam patotenat, biotin, asam folat, dan vitamin K. Sedangkan enzim yang penting dalam madu adalah enzim diastase, enzim invertase, enzim glukosa oksidase, enzim peroksidase, dan enzim lipase. Rumus kimia madu adalah C

  6 H

  12 O 6 . Nilai kalori madu

  sangat tinggi yaitu 3280 kal/kg. Kandungan gula dalam madu mencapai 80% dan dari gula tersebut 85% berupa fruktosa dan glukosa (Sarwono, 2001; Suranto, 2004). Secara umum madu berkhasiat untuk menghasilkan energi, meningkatkan penyakit jantung, dan hipertensi (Suranto, 2004). Selain itu di dalam madu terdapat zat asetil kolin yang dapat melancarkan metabolisme seperti memperlancar peredaran darah dan menurunkan tekanan darah. Walaupun madu memiliki pH yang rendah, ternyata madu dapat meningkatkan pH lambung, hal ini disebabkan karena madu mengandung mineral yang bersifat alkali dan berfungsi sebagai buffer. Kandungan mineral magnesium dalam madu ternyata sama dengan kandungan magnesium yang ada dalam serum darah manusia. Komposisi kimia madu dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel 1. Komposisi kimia madu

  Komposisi Jumlah

  Kalori 328 kal Kadar air 17,2 g Protein 0,5 g Karbohidrat 82,4 g Abu 0,2 g Tembaga 4,4-9,2 mg Fosfor 1,9-6,3 mg Besi 0,06-1,5 mg Mangan 0,02-0,4 mg Magnesium 1,2-3,5 mg Thiamin 0,1 mg Riboflavin 0,02 mg Niasin 0,20 mg Lemak 0,19 mg Ph 3,9 Asam total (mek/kg)

  43,1 mg (Suranto, 2004).

  Madu mengandung zat antibakteri sehingga baik untuk mengobati luka luar dan penyakit infeksi. Salah satu sifat madu adalah perservatif atau bersifat higrokopis yaitu menarik air dari lingkungan sekitar, dengan sifat ini madu dapat dipakai untuk mengompres luka luar seperti borok akibat infeksi (Jarvis, 1995; Purbaya, 2002). Kualitas madu ditentukan oleh cara pemanenan madu, warna madu, cita rasa madu, jenis madu, komposisi madu, dan kadar air. Madu yang bagus memiliki kadar air 17,5% (Purbaya, 2002). Berikut ini mutu madu yang memenuhi syarat nasional Indonesia adalah: Tabel 2. Syarat mutu madu nasional

  Komponen Batas Kadar air (%) Maksimum 22 Abu (%) Maksimum 0,25 Kadar dekstrin (%) Maksimum 0,5 Keasaman (%) Maksimum 40 HMF (%) Maksimum 40 Padatan yang tidak larut air (%) Maksimum 0,5 Frukosa dan Glukosa (%) Minimum 60 Sokrosa (%) Maksimum 8 Cita rasa dan aroma Normal Logam-logam berbahaya Negatif (Purbaya, 2002).

  Standar mutu madu salah satunya didasarkan pada kandungan gula pereduksi (glukosa dan fruktosa) total yaitu minimal 60%. Sedangkan, jenis gula pereduksi yang terdapat pada madu tidak hanya glukosa dan fruktosa, tetapi juga terdapat maltosa dan dekstrin. Sementara itu proses produksi madu oleh lebah itu sendiri merupakan proses yang kompleks, sehingga kemungkinan besar terjadi perbedaan kadar dan komposisi gula pereduksi diantara berbagai madu kemungkinan dapat mempengaruhi khasiat madu terutama dalam proses pengobatan (Jarvis, 1995; Purbaya, 2002).

  Glukosa yang terdapat di dalam madu berguna untuk memperlancar kerja jantung dan dapat meringankan gangguan penyakit hati (lever). Glukosa dapat diubah menjadi glikogen yang sangat berguna untuk membantu kerja hati dalam menyaring racun-racun dari zat yang sering merugikan tubuh. Selain itu, glukosa merupakan sumber energi untuk seluruh sistem jaringan otot. Sedangkan, fruktosa disimpan sebagai cadangan dalam hati untuk digunakan bila tubuh membutuhkan dan juga untuk mengurangi kerusakan hati (Sarwono, 2001; Purbaya, 2002). Fruktosa dapat dikonsumsi oleh para penderita diabetes karena transportasi fruktosa ke sel-sel tubuh tidak membutuhkan insulin, sehingga tidak mempengaruhi keluarnya insulin. Di samping itu, kelebihan fruktosa adalah memiliki kemanisan 2,5 kali dari glukosa (Winarno, 1982; Lehninger,1990).

  Madu dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen seperti E. coli,

  Salmonella typhimurium, Listeria monocytogenes, Bacillus cereus, dan

S. aureus. Hal ini terlihat dari zona penghambatan yang dihasilkan oleh madu

  yang diberikan pada media yang telah ditanam bakteri-bakteri tersebut (Taormina et al, 2001). Aktivitas antibakteri yang dimiliki madu disebabkan karena beberapa hal, diantaranya adalah sebagai berikut:

  1. Efek osmotik membran permeabel sel bakteri dari bagian yang lebih encer ke bagian yang lebih pekat. Interaksi yang kuat antara molekul gula dengan molekul air menghasilkan air bebas yang kecil untuk pertumbuhan bakteri. Air bebas ini terukur sebagai aktivitas air (a ). Dengan aktivitas air (A ) yang

  w w

  rendah, hal ini berarti madu mengandung sedikit air dan kurang mendukung pertumbuhan bakteri. Beberapa spesies bakteri dapat tumbuh pada medium dengan A antara 0,94-0,99, sedangkan nilai A madu

  w w sekitar 0,56-0,62.

  2. Keasaman Aktivitas antibakteri madu dapat juga disebabkan karena keasamanya.

  Madu memiliki karakter yang cukup asam (pH 3,2-4,5) sehingga dapat menghambat pertumbuhan beberapa bakteri patogen yang mempunyai pH minimum pertumbuhan sekitar 7,2 - 7,4, seperti E. coli, Salmonella,

  

Pseudomonas aeruginosa, dan Streptococcus pyogenes. Kisaran nilai

  keasaman tersebut cukup rendah untuk dijadikan sebagai penghambat bakteri. Ini terjadi pada madu yang masih kental atau belum diencerkan.

  3. Hidrogen peroksida Aktivitas antibakteri madu disebabkan karena adanya senyawa hidrogen peroksida yang dihasilkan secara enzimatis pada madu. Glukosa oksidase merupakan enzim yang diekskresikan oleh lebah untuk menghasilkan madu dari nektar. Enzim ini merubah glukosa menjadi asam glukonat dan hidrogen peroksida yang dihasilkan dari reaksi berikut:

  Enzim glukosa oksidase dikeluarkan dari kelenjar hipofaring lebah ke dalam nektar untuk membantu pembentukan madu dari nektar.

  4. Faktor fitokimia Beberapa senyawa fitokimia diduga juga berperan pada aktivitas antibakteri madu. Senyawa fitokimia adalah senyawa yang ditemukan pada tumbuhan yang tidak dibutuhkan untuk fungsi normal tubuh, tetapi memiliki efek yang menguntungkan bagi kesehatan atau memiliki peran aktif bagi pencegahan penyakit. Beberapa kandungan kimia dengan aktivitas antibakteri telah diidentifikasi pada madu yaitu: pinosembrin, terpen, benzil alkohol, 3,5-dimetoksi-4-asam hidroksibenzoat (asam siringat), metil-3,5-dimetoksi-4-hidroksibenzoat (metil siringat),3,4,5 asam trimetoksi benzoat, 2-hidroksi-3-asam fenil propionat, 2-asam hidroksi benzoat, dan 1,4-dihiroksibenzen (Molan, 1992).

B. Propolis

  Propolis adalah sejenis resin yang karena bentuknya lengket seperti lem, disebut sebagai lem lebah. Propolis sebenarnya dihasilkan lebah dengan cara mengumpulkan resin-resin dari berbagai macam tumbuhan, kemudian resin ini bercampur dengan saliva dan berbagai enzim yang ada pada lebah sehingga menjadi resin yang berbeda dengan resin asalnya. Karena sumbernya bermacam-macam, maka warna, komposisi, dan khasiat propolis bisa

  hampir 50% dari komposisi propolis, asam kafeat, asam ferulat, dan mineral dalam jumlah kecil (Suranto, 2004). Berikut beberapa komposisi kimia propolis:

  Tabel 3. Komposisi kimia propolis Kelas komponen

  Grup Komponen Persentase (%) Resin Flavonoid, asam fenolat,ester 45 – 55 Asam lemak, lilin

  Lilin lebah dan zat lain yang berasal dari tumbuhan 25 – 35

  Minyak esensial Zat yang mudah menguap

  10 Polen Protein (16 asam amino bebas, >1%) arginin, dan prolin sebanyak 46%

  5 Bahan organik dan mineral lain 14 mineral (besi, seng,keton, lakton, quinon, steroid, asam benzoik, vitamin, gula

  5 (Suranto, 2004).

  Komponen utama dari propolis adalah flavonoid dan asam fenolat. Flavonoid terdapat hampir disemua spesies bunga. Flavonoid merupakan salah satu golongan fenol alam terbesar. Golongan flavonoid mencakup banyak pigmen yang paling umum dan terdapat pada seluruh dunia tumbuhan (Suranto, 2004).

  Flavonoid mempunyai kerangka dasar karbon yang terdiri dari 15 atom karbon, dimana dua cincin benzen (C

  6 ) terikat pada suatu rantai propana (C 3 )

  sehingga membentuk suatu susunan C

  • C
  • C 6.
neoflavonoid

isoflavonoid

flavonoid

  

6

  3

  Susunan ini dapat menghasilkan tiga jenis struktur, yaitu flavonoid (1,3-diaril propana),

  Gambar 1. Tiga jenis flavonoid (Lenny, 2006) Flavonoid mempunyai manfaat yang beragam terhadap organisme sehingga tumbuhan yang mengandung flavonoid umumnya digunakan dalam pengobatan tradisional. Jenis flavonoid yang terpenting dalam propolis adalah pinosembrin dan galangin. Kandungan kimia flavonoid dalam propolis sedikit berbeda dengan flavonoid dari bunga karena adanya suatu proses yang dilakukan oleh lebah. Kandungan flavonoid dalam propolis bervariasi sekitar 10-20%. Kandungan tersebut merupakan yang terbanyak dibandingkan kandungan flavonoid dalam produk lebah lain (Winingsih, 2004).

  Penggunaan propolis sebagai obat sebenarnya sudah dilakukan sejak abad ke

  12. Orang-orang Yunani dan Romawi telah menggunakan propolis untuk mengobati bengkak. Orang Mesir selain menggunakan propolis sebagai obat, juga memakainya sebagai perekat pada pembuatan kano. Bagi lebah sendiri propolis berfungsi melindungi seluruh sarang dan tempat lebah ratu menyimpan telurnya dari hama yang menyebabkan kebusukan telur-telurnya yaitu Bacillus larvae. Hal inilah yang mendasari digunakannya propolis sebagai antibiotik. Kemudian dilakukan berbagai penelitian mengenai efek antibiotik propolis terhadap berbagai mikroba. Hasil penelitian yang dimulai peneliti-peneliti lain menunjukkan, propolis memiliki efek bakterisidal terhadap Bacillus subtilis, S. aureus, Streptococcus, Streptomyces,

  Streptomyces sobrinus, Saccharomyces cerevisiae, E. coli, Salmonella, dan

Shigella, Giardia lambia, Bacteroides nodocuc, Klebsiella pneumoniae, selain

  itu juga efektif sebagai fungisida pada Candida albicans, Aspergillus niger,

  Botrytis cinerea,dan Ascosphaera apis. Uniknya hasil penelitian

  menunjukkan, propolis lebih efektif bila diuji efeknya secara in vivo daripada

  in vitro. Hal ini disebabkan karena propolis bisa berfungsi sebagai

  imunostimulan atau dapat meningkatkan daya tahan tubuh, yang merangsang fungsi berbagai organ dan menginduksi sistem pertahanan tubuh menjadi lebih kebal terhadap penyakit yang disebabkan oleh bakteri (Winingsih, 2004). Propolis umumnya memiliki warna kuning sampai coklat tua, bahkan ada yang transparan. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan kadar flavonoidnya. Propolis sangat dipengaruhi oleh temperatur. Pada temperatur

  o

  di bawah 15 C propolis bersifat keras dan rapuh, tapi akan kembali lebih

  o

  lengket pada temperatur yang lebih tinggi (25-45

  C). Propolis umumnya

  o

  meleleh pada temperatur 60-69 C dan beberapa sampel mempunyai titik leleh

  o di atas 100 C (Woo, 2004).

  Propolis adalah bagian non polar dari madu. Jika madu bisa larut dalam air, bisa bercampur dengan air (bersifat polar), propolis tidak demikian halnya, sifatnya mirip minyak, balsam atau lilin, tidak larut dalam air dan hanya mengandung berbagai macam mineral sebagaimana madu, sementara kandungan gulanya jauh lebih rendah dibandingkan madu karena propolis sifatnya non polar atau tidak larut air, sehingga sulit saling berkelarutan dengan gula (Gunawan, 2010).

  Persentase lebah pekerja yang mengumpulkan propolis sangat rendah tetapi dilakukan setiap saat. Di lokasi sumber, lebah pekerja pencari propolis menggigit propolis dengan mandibulanya (rahang bawah) dan dengan bantuan sepasang kaki pertamanya. Propolis ditransfer ke keranjang polen, kegiatan ini membutuhkan waktu 15-60 menit. Di dalam sarang, lebah penjaga sarang memindahkan propolis dan meraciknya, serta kadang ditambahkan sedikit lilin yang kemudian diangkut pada tempat yang membutuhkan ataupun disimpan sebagai cadangan. Lebah madu jenis Kaukasian mempunyai kemampuan mengumpulkan propolis yang lebih banyak (Gojmerac,1983).

C. Senyawa Antibakteri

  Senyawa antibakteri adalah senyawa kimia yang diperoleh dari mikroorganisme yang dapat menghambat pertumbuhan atau aktivitas bakteri (Jay, 1992). Senyawa antibakteri dapat bersifat bakterisidal (membunuh bakteri), bakteristatik (menghambat pertumbuhan bakteri), dan germisidal (menghambat germinasi spora bakteri) (Fardiaz, 1992).

  Mekanisme kerja dari senyawa antibakteri ada beberapa cara yaitu: (1) merusak dinding sel sehingga menyebabkan terjadinya lisis; (2) mengubah permeabilitas membran sitoplasma sehingga menyebabkan kebocoran zat nutrisi dari dalam sel; (3) denaturasi protein sel; dan (4) merusak metabolisme sel dengan cara menghambat kerja enzim intraseluler (Prindle, 1983). Senyawa fenolik, alkohol, halogen, logam berat, detergen, dan senyawa amonium kuartener adalah senyawa kimia yang memiliki sifat sebagai antibakteri. Senyawa-senyawa tersebut dapat digunakan untuk menghambat pertumbuhan bakteri atau membunuh bakteri dengan mekanisme kerja sebagai berikut: (1) Alkohol: mendenaturasi protein, merusak struktur lemak dan membran sel bakteri.

  (2) Halogen: terdiri dari yodium, klor, dan bromin: mengoksidasi dan merusak organel yang penting dari sel bakteri.

  (3) Logam berat: menginaktifkan protein seluler. (4) Detergen: merusak membran sitoplasma dan menyebabkan kebocoran bahan intraseluler.

  (5) Senyawa amonium kuarterner: mendenaturasi protein, mengganggu proses metabolisme dan merusak membran sitoplasma.

  (6) Senyawa fenolik: merusak sel bakteri dengan mengubah permeabilitas membran sitoplasma, menyebabkan kebocoran bahan-bahan intraseluler.

  Senyawa ini juga mendenaturasi dan menginaktifkan protein seperti Mekanisme senyawa fenol sebagai zat antibakteri adalah dengan cara meracuni protoplasma, merusak dan menembus dinding sel, serta mengendapkan protein sel bakteri. Komponen fenol juga dapat mendenaturasi enzim yang bertanggung jawab terhadap germinasi spora atau berpengaruh terhadap asam amino yang terlibat dalam proses germinasi. Senyawa fenolik bermolekul besar mampu menginaktifkan enzim esensial di dalam sel bakteri meskipun pada konsentrasi yang sangat rendah. Senyawa fenol mampu memutuskan ikatan peptidoglikan dalam usahanya menerobos dinding sel. Setelah menerobos dinding sel, senyawa fenol akan menyebabkan kebocoran nutrien sel dengan cara merusak ikatan hidrofobik komponen membran sel (seperti protein dan fospolipida) serta larutnya komponen-komponen yang berikatan secara hidrofobik yang berakibat meningkatnya permeabilitas membran (Prindle, 1983).

  Terjadinya kerusakan pada membran sel mengakibatkan terhambatnya aktivitas dan biosintesa enzim-enzim spesifik yang diperlukan dalam reaksi metabolisme. Kemampuan senyawa non polar seperti trigliserida, minyak atsiri dan senyawa terpenoid dalam menghambat bakteri diduga karena senyawa non polar dapat menyebabkan perubahan komposisi membran sel dan terjadinya pelarutan membran sel, sehingga membran sel mengalami kerusakan. Selain itu, komponen non polar juga dapat berinteraksi dengan protein membran yang menyebabkan kebocoran isi sel (Sikkema et al., 1995).

D. Sel Prokariotik

  Sel pada makhuk hidup berdasarkan struktur selnya dibedakan menjadi dua kelompok yaitu kelompok sel prokariotik dan sel eukariotik. Sel eukariotik memiliki kompartemen sitoplasma yang dikelilingi membran nukleus yang jelas untuk melindungi DNA, sedangkan sel prokariotik tidak memiliki membran nukleus yang jelas untuk melindungi DNA. Kebanyakan sel prokariotik berukuran kecil dan berpenampilan sederhana dan hidup sebagai individu independen atau dalam komunitas yang terorganisasi secara longgar. Jenis ini berbentuk sferis atau batang, berukuran beberapa mikrometer dalam dimensi linear. Sel prokariotik juga memiliki lapisan perlindungan yang kuat, dinding sel, dan di bawah dinding sel terdapat membran plasma yang menutupi kompartemen sitoplasma tunggal yang berisi DNA, RNA, protein- protein, dan banyak molekul lainya yang penting untuk kehidupan (Alberts, 2008).

  Membran plasma mempunyai struktur dasar yakni terdiri dari molekul lipida dan protein yang berinteraksi dengan ikatan nonkovalen dan terorganisasi secara mosaik, lipida sebagai matriks dan protein terletak di dalam matriks lipida. Lipida membentuk lapis ganda tebal yang berfungsi sebagai barier impermeabel tehadap ion dan molekul/partikel yang larut dalam air. Lipida yang menyusun membran plasma terdiri dari: fosfolipida yang bagian hidrofilik berada di permukaan berinteraksi dengan luar membran sel maupun sitoplasma, sedangkan bagian hidrofobik membentuk matriks di bagian dalam, struktur ini seperti micelle. Permukaan luar membran sel umumnya disusun oleh fosfolipida netral yakni fosfatidilkholin, fosfatidil etanolamin, spingomielin, dan galaktoserebrosid. Permukaan dalam disusun oleh fosfolipida asam yakni fosfatidil inositol, fosfatidil serin, kardiolipin, dan fosfatidil gliserol (Kuehnel, 2003). Bakteri adalah contoh mahluk hidup prokariotik. Bakteri merupakan mikrobia prokariotik uniselular, termasuk kelas Schizomycetes, berkembang biak secara aseksual dengan pembelahan sel. Bakteri tidak berklorofil kecuali beberapa yang bersifat fotosintetik. Cara hidup bakteri ada yang dapat hidup bebas, parasitik, saprofitik, patogen pada manusia, hewan dan tumbuhan (Pelczar et al., 1986). Berdasarkan perbedaan struktur dinding sel, bakteri dibagi menjadi dua golongan yaitu bakteri gram positif dan bakteri gram negatif, anatomi bakteri dapat dilihat pada gambar 2.

  Gambar 2. Anatomi Umum dari Bakteri (Wolfe, S.L. 1993).

  D.1. Bakteri gram positif

  Bakteri gram positif adalah bakteri yang memiliki dinding sel yang terdiri atas lapisan peptidoglikan yang tebal dan asam teikoat. Peptidoglikan merupakan polimer dari asam N-asetilglokosamin (NAG), asam N- asetilmuramat (NAM), dan suatu péptida yang disebut asam diaminopimelat, yang tersusun atas asam amino L-alanin, D-alanin, D- glutamat, dan L-lisin. Dalam pengecatan gram, bakteri gram positif berwarna ungu, setelah perlakuan dengan etanol, kompleks ultra violet- yodium terperangkap dalam dinding sel (Sardjono, 2003).

  Bakteri gram positif memiliki struktur dinding sel dengan lebih banyak peptidoglikan, sedikit lipida dan dinding sel mengandung polisakarida (asam teikoat). Asam teikoat merupakan polimer yang larut dalam air, yang berfungsi sebagai transport ion positif untuk keluar atau masuk. Sifat larut air inilah yang menunjukkan bahwa dinding sel bakteri gram positif bersifat lebih polar. (Jawetz et al., 2005).

  Pada penelitian ini bakteri gram positif yang digunakan adalah S. aureus.

  S. aureus adalah bakteri gram positif yang termasuk dalam genus Staphylococcus. Bakteri ini berbentuk kokus dengan suhu optimal o

  pertumbuhan 37-40

  C, pH optimum 6,0-8,0 dan aktivitas air (a w ) minimum 0,86 (Jay, 1992). S. aureus merupakan bakteri flora normal yang terdapat dapat menghasilkan enterotoksin yang menyebabkan keracunan makanan (Blackburn and McClure, 2002).

  S. aureus tumbuh secara anaerobik fakultatif, tidak berkapsul, tidak motil,

  dan tidak membentuk spora. Kumpulan sel-selnya menyerupai buah anggur. S. aureus juga tahan garam dan tumbuh baik pada medium yang mengandung 7.5% NaCl. Bakteri ini memproduksi enterotoksin yang dapat menyebabkan keracunan (Fardiaz, 1983).

  D.2. Bakteri gram negatif

  Bakteri gram negatif adalah bakteri yang memiliki lapisan luar, lipo polisakarida yang terdiri atas membran dan lapisan peptidoglikan yang tipis yang terletak pada periplasma (diantara lapisan luar dan membran sitoplasmik) (Fardiaz, 1983).

  Bakteri gram negatif lebih banyak mengandung lipida, sedikit peptigoglikan, membran luar berupa bilayer (berfungsi sebagai pertahanan selektif senyawa-senyawa yang keluar atau masuk sel dan menyebabkan efek toksik). Membran luar terdiri dari fosfolipida (lapisan dalam), dan lipopolisakarida (lapisan luar) tersusun atas lipida, yang bersifat nonpolar (Jawetz et al., 2005).

  Bakteri gram negatif mengandung peptidoglikan jauh lebih sedikit, dan peptidoglikan bakteri gram negatif tetap cukup besar setelah perlakuan dengan etanol, sehingga kompleks utra violet-yodium terekstraksi.

  Ekstraksi ini menyebabkan cat utama (kristal utra violet) dan yodium yang semula tertangkap dinding sel, menembus masuk. Akibatnya dinding sel menangkap cat penutup (safranin) yang berwarna merah (Sardjono, 2003). Pada penelitian ini bakteri gram negatif yang digunakan adalah E. coli. Bakteri E. coli termasuk bakteri gram negatif yang berukuran panjang 2.0 - 6.0 mikron dan lebar 1.1 – 1.5 mikron. Bakteri ini ditemukan dalam bentuk tunggal atau berpasangan, bersifat motil atau non motil (Fardiaz, 1983).

  Bakteri E.coli merupakan bakteri gram negatif yang termasuk dalam famili

Enterobacteriaceae. E. coli bersifat aerobik dan fakultatif anaerobik.

  o

  Bakteri ini dapat tumbuh optimum pada suhu 35-40 C dan pada aktivitas air (a w ) minimum 0,95 dan pH optimum 4,4 (Blackburn and McClure, 2002).

E. Antibiotik Ampisilin

  Ampisilin adalah antibiotik yang termasuk golongan penisilin. Penisilin merupakan salah satu bakterisida yang mekanisme kerjanya menghambat pembentukan dinding dan permeabilitas membran sel (Mutschler, 1991). Ampisilin merupakan penisilin semisintetik yang stabil terhadap asam atau keaktifan melawan bakteri gram positif dan bakteri gram negatif dan merupakan antibiotik spektrum luas (Jawetz et al., 2005).

  Rumus kimia ampisilin C

  16 H

  19 N

  3 O

  4 S. Ampisilin menghambat sintesis

  dinding sel bakteri dengan mengikat satu atau lebih pada ikatan penisilin- protein (PBPs-Protein binding penisilin’s), sehingga menyebabkan penghambatan pada tahapan akhir transpeptidase sintesis peptidoglikan dalam dinding sel bakteri, akibatnya biosintesis dinding sel terhambat dan sel bakteri menjadi pecah (lisis). Struktur ampisilin yaitu: Gambar 3. Struktur ampisilin.

  ( Leli, S, 2011). Ampisilin merupakan prototip golongan aminopenisilin berspektrum luas, tetapi aktivitasnya terhadap gram positif kurang daripada penisilin G. Semua penisilin golongan ini dirusak oleh laktamase yang diproduksi oleh bakteri gram positif maupun gram negatif. Bakteri E. coli dan Proteus mirabilis merupakan bakteri gram negatif yang sensitif, tetapi dewasa ini telah dilaporkan adanya bakteri yang resisten diantara bakteri yang semula sangat sensitif tersebut. Umumnya Pseudomonas, Klebsiella, Serratia, Asinobakter,

  Ampisilin stabil terhadap asam karena itu dapat digunakan secara oral. Absorpsi relatif lambat, laju absorpsi sekitar 50%. Kadar darah maksimum dicapai setelah kira-kira dua jam. Waktu paruh plasma sekitar satu sampai dua jam, kurang lebih dua kali lebih lama dari pada benzilpenisilin. Ampisilin terutama digunakan pada infeksi saluran nafas, saluran urin dan empedu, pada

  Otitis media, Pertusis, dan Septiliemia yang peka terhadap ampisilin (Mutschler, 1991).

  Apabila penggunaan antibiotik yang bebas dan tidak sesuai dengan indikasi, bakteri akan menghadapi masalah berupa kekebalan (resistensi) sehingga efek dari resistensi ini adalah dikhawatirkan obat tersebut sudah tidak lagi efektif saat terjadi infeksi yang membutuhkan antibiotik (Qimindra, 2008).

  Penentuan sensitifitas antibiotik dapat dilihat pada tabel 4 berikut: Tabel 4. Penentuan sensitivitas antibiotik (diameter zona hambat dalam mm)

  Antibiotik Resisten Intermediet Sensitif

  Tetrasiklin 14 15-18

  19 Cloproflokasin 15 16-20

  21 Enokasin 14 15-17

  18 Penisilin/ ampisilin

  28

  29 Staphylococcus Okasilin 10 11-12

  13 Staphylococcus Tobramisin 12 13-14

  15 Ceftriakone 13 14-20

  21 Kanamisin 13 14-17

  18 Clindamysin 14 15-20

  21 Piperasilin gram 17 18-20

  21 negative Ampisilin gram 13 14-16

  17 negative Erythromisin 13 14-22

  23 Resistensi adalah suatu sifat tidak terganggunya sel bakteri oleh antibakteri. Sifat ini dapat merupakan suatu mekanisme alamiah bakteri untuk bertahan hidup (Setiabudy dan Gan, 1995).

  Resistensi dapat dibedakan menjadi resistensi bawaan (primer), resistensi dapatan (sekunder), dan resistensi episomal. Resistensi primer (bawaan) merupakan resistensi yang menjadi sifat alami bakteri. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya enzim pengurai antibiotik pada bakteri sehingga secara alami mikroorganisme dapat menguraikan antibiotik. Mekanisme resistensi bawaan ini juga dapat berupa terdapatnya struktur khusus pada bakteri yang melindunginya dari paparan antibakteri. Mekanisme resistensi sekunder (dapatan) diperoleh akibat kontak dengan agen antibakteri dalam waktu yang cukup lama dengan frekuensi yang tinggi, sehingga memungkinkan terjadinya mutasi pada bakteri. Terbentuknya mutan yang resisten terhadap obat antibakteri dapat secara cepat (resistensi satu tingkat) dan dapat pula terjadi dalam kurun waktu yang lama (resistensi multi tingkat).

  Resistensi episomal disebabkan oleh faktor genetik di luar kromosom yang dapat menular pada bakteri lain yang memilki kaitan spesies melalui kontak sel secara konjugasi maupun transduksi (Jawetz et al., 2005).

  Bakteri dengan strain yang resisten terhadap antibiotik memiliki kemampuan segmen DNA ini dapat dilakukan melalui plasmid, transposon, maupun integron. Plasmid merupakan molekul DNA ekstrakromosomal yang kemudian direplikasi oleh bakteri dan akan diantar oleh transposon untuk berpindah ke plasmid lain. Integron adalah salah satu struktur DNA yang berperan dalam proses pemanjangan DNA (Pratiwi, 2008).

F. Uji Sensitivitas Terhadap Antibiotik

  Ada dua macam metode untuk uji sensitivitas yaitu metode dilusi dan metode difusi.

  1. Dilusi Pada prinsipnya antibiotik diencerkan hingga diperoleh beberapa konsentrasi. Metode yang dipakai ada dua macam, yaitu metode dilusi kaldu disebut juga dengan dilusi cair dan metode dilusi agar atau dilusi padat. Pada dilusi cair, masing-masing konsentrasi obat ditambah suspensi kuman atau bakteri dalam media. Sedangkan dalam dilusi padat, tiap konsentrasi obat dicampur dengan media agar lalu ditanami bakteri.

  Pertumbuhan bakteri ditandai oleh adanya kekeruhan setelah 16-20 jam diinkubasi. Konsentrasi terendah yang menghambat pertumbuhan bakteri ditunjukkan dengan tidak adanya kekeruhan dan disebut dengan konsentrasi hambat minimal (KHM). Masing-masing konsentrasi antibiotik yang menunjukkan hambatan pertumbuhan ditanam pada agar konsentrasi bakterisida minimal (KBM) (Pratiwi, 2008).

  2. Difusi Ada beberapa cara pada metode difusi ini, yaitu:

  a). Cara cakram kertas Media agar dalam cawan petri diinokulasi dengan bakteri uji.

  Sejumlah zat uji ditambahkan pada cakram kertas, lalu cakram-cakram tersebut diletakkan pada permukaan agar. Setelah diinkubasi beberapa lama, zat uji berdifusi dari cakram kertas ke dalam agar. Semakin jauh jarak difusi dari kertas saring, semakin kecil pula konsentrasi zat uji tersebut. Jika terdapat aktivitas antibakteri pada zat uji, maka pada media agar tersebut akan terlihat zona bening di sekeliling kertas cakram.

  b). Cara tuang Cara tuang dilakukan dengan cara membuat suspensi bakteri dengan media agar, lalu diambil satu mata ose dan dibuat pengenceran kemudian suspensi tersebut dibuat homogen dan dituang pada media agar. Setelah beku, kemudian media agar tersebut dibuat sumuran dengan garis tengah tertentu menurut kebutuhan. Larutan antibiotik yang digunakan kemudian diteteskan kedalam sumuran. Diinkubasi pada suhu 37C selama 18-24 jam (Jawetz et al., 2001).

III. METODE PENELITIAN

  A. Waktu dan Tempat Penelitian

  Penelitian ini dilakukan dari bulan Januari 2011 hingga bulan Juni 2011 di Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia dan Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi FMIPA Unila.

  B. Alat dan Bahan

1. Alat yang digunakan

  Alat yang digunakan pada penelitian ini meliputi peralatan gelas yang umun digunakan di Laboratorium dan peralatan mikrobiologis diantaranya: Alat pengguncang (Environ shaker), lemari Laminar Air

  Flow (LAF) (Cruma 9005-FL), inkubator (Hotcold M P-Selecta), autoklaf

  (Tomy Seiko Co., Ltd, Tokyo, Japan, S-90N), cawan petri, pembakar bunsen, jarum ose, mikropipet 100 μ L-1000 μ L dan mikropipet 20 μ L-200 μ L , alat pelubang, dan jangka sorong.

2. Bahan yang digunakan

  Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah produk komersial yaitu madu hutan dan ekstrak propolis, antibiotik ampisilin (Meiji Seika Kaisha, Ltd, Tokyo, Japan), akuades, nutrient agar (NA) (E.Merck), nutrient broth (NB) (E.Merck), luria agar (LA) (E.Merck), luria broth (LB) (E.Merck), kultur mikroba E. coli dan S. aureus yang diperoleh dari Laboratorim Mikrobiologi, Jurusan Biologi FMIPA Unila.

  C. Metode Penelitian

  Penelitian ini dilaksanakan dalam dua tahapan. Tahap pertama yaitu menentukan aktivitas antibakteri madu dan propolis mengunakan metode difusi sumur pada tingkat konsentrasi senyawa uji 20%, 30%, 40%,50%. Tahap kedua menggunakan metode difusi kertas pada konsentrasi daya hambat terbesar.

  D. Cara Kerja

1. Pembuatan media 1.a. Nutrient agar (NA)

  dipanaskan sampai bubuk media NA benar-benar larut, kemudian disterilkan menggunakan autoklaf selama 15 menit pada tekanan 1 atm dan suhu 121°C. Selanjutnya media ini disimpan untuk digunakan pada uji aktivitas antibakteri.

  1.b. Luria agar (LA)

  Media LA dibuat dengan cara melarutkan 1gram NaCl, 1 gram ekstrak ragi, 1,5 gram pepton, 5 gram ekstrak agar dalam 200 mL akuades pada labu Erlenmeyer. Larutan dipanaskan sampai bubuk LA benar- benar larut, kemudian disterilkan menggunakan autoklaf selama 15 menit pada tekanan 1 atm dan suhu 121°C. Selanjutnya disimpan untuk digunakan pada uji aktivitas antibakteri.

  Nutrien broth (NB) 1.c.

  Media NB dibuat dengan cara melarutkan 1,3 gram bubuk NB dalam akuades, sampai volume 100 mL pada labu Erlenmeyer. Larutan dipanaskan sampai bubuk NB benar-benar larut, kemudian disterilkan menggunakan autoklaf selama 15 menit pada tekanan 1 atm dan suhu 121°C. Selanjutnya larutan ini disimpan untuk digunakan sebagai media pada pembuatan kultur bakteri S. aureus.

  Luria broth (LB) 1.d.

  Media LB dibuat dengan cara melarutkan 1 gram NaCL, 1 gram ekstrak ragi, 1,5 gram pepton dalam 200 mL akuades pada labu Erlenmeyer. Larutan dipanaskan sampai bubuk LB benar-benar larut, tekanan 1 atm dan suhu 121°C. Selanjutnya disimpan untuk digunakan sebagai media pada pembuatan kultur bakteri E. coli.

  2. Penyiapan inokulum bakteri 2. a. Penyiapan inokulum bakteri

  E. coli

  Satu ose biakan murni bakteri E. coli digores pada NA miring dan ditumbuhkan dalam labu Erlenmeyer berisi 10 mL media LB steril, kultur bakteri ini selanjutnya diinkubasi pada suhu kamar sambil diguncang dengan kecepatan putaran 150 rpm selama 18-24 jam.

  Kultur bakteri tersebut siap digunakan untuk bakteri uji.

  S. aureus 2.b. Penyiapan inokulum bakteri

  Satu ose biakan murni bakteri S.aureus digores pada NA miring dan ditumbuhkan dalam labu Erlenmeyer berisi 10 mL media NB steril, kultur bakteri ini selanjutnya diinkubasi pada suhu kamar sambil diguncang dengan kecepatan putaran 150 rpm selama 18-24 jam.

  Kultur bakteri tersebut siap digunakan untuk bakteri uji.

  et al., 1993)

  3. Uji antibakteri difusi sumur (Garriga

  Media NA (1.a) dan LA (1.b) yang sudah steril dipanaskan sampai mencair, didiamkan pada kisaran suhu 45-50ºC. Kemudian secara aseptis geser pada permukaan datar menyerupai angka delapan supaya bakteri dan agar tercampur secara homogen kemudian didiamkan agar memadat.

  Kemudian media ini dibuat sumuran berdiameter 10 mm. Dalam setiap cawan dibuat 3 sumur yang sudah ditandai sebelumnya. Sumuran tersebut diperkirakan dapat menampung sekitar 100 μ L sampel uji. Sebanyak 100 μ L larutan uji (madu, propolis, dan ampisilin) masing-masing berkonsentrasi 50% diinjeksikan ke dalam sumuran pada cawan petri tersebut. Selanjutnya prosedur yang sama dilakukan terhadap larutan uji yang konsentrasinya 40%, 30%, dan 20%. Masing-masing diinkubasi selama 18-24 jam pada suhu 37ºC dalam inkubator. Campuran ini dilihat aktivitasnya terhadap bakteri uji, dengan mengamati dan mengukur diameter hambat yang terbentuk (skala mm).

4. Uji antibakteri difusi kertas (Jawelz, 2005)

  Sepuluh mililiter media NA (1.a) dan LA (1.b) yang sudah steril dipanaskan sampai mencair dan didiamkan pada kisaran suhu 45-50ºC.

  Kemudian secara aseptis media ini dituang ke cawan petri steril lalu digoyang geser pada permukaan datar menyerupai angka delapan supaya media agar merata dan didiamkan sampai agar memadat. diletakkan pada posisi tertentu pada permukaan agar dan sejumlah sampel uji dan kontrol ampisilin diinjeksikan pada cakram kertas.

  Masing-masing sampel uji diinjeksikan sebanyak 50 μ L pada cakram kertas dan diinkubasi selama 18-24 jam pada suhu 37ºC dalam inkubator, kemudian diamati aktivitasnya terhadap bakteri uji, dengan mengamati dan mengukur diameter hambat yang terbentuk. Konsentrasi sampel uji yang digunakan adalah 50%.

  

Dan tiada seorang pun yang dapat

mengetahui (dengan pasti) apa yang

diusahakannya besok. Dan tiada seorang pun

yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan

mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui

lagi Maha Mengenal

  

(QS. Lukman :34)

Jangan terburu buru untuk mendapatkan

apa yang akan datang. Tidak bijak memetik

buah sebelum matang

  

( Syaikh Aidh bin Abdullah Al Qarni

hafizhahullah)

Sesungguhnya akan sukses

orang yang berserah diri,

diberi rizki yang mencukupi kebutuhannnya,

dan Allah menjadikannya qana ah

dengan apa yang diberikan-Nya kepadanya

(HR. Muslim) Judul Penelitian : PERBANDINGAN DAYA ANTIBAKTERI

  MADU, EKSTRAK LEM LEBAH (Propolis) Staphylococcus

DAN AMPISILIN TERHADAP

  aureus DAN Escherichia coli

  Nama Mahasiswa : Rika Yana Nomor Pokok Mahasiswa : 0617011054 Jurusan : Kimia Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

  

MENYETUJUI

  Ketua Jurusan Kimia Pembimbing Andi Setiawan, Ph.D. Dra. Fifi Martasih, M.S.

  NIP 195809221988111001 NIP 195903061986032001

  

PERSEMBAHAN

Segala puji bagi Allah yang telah menganugerahkan hidayah-Nya

sehingga semangat untuk menggali ilmu tidak pernah padam. Shalawat

serta salam kepada suri tauladan kita Rasulullah saw semoga senantiasa

terlimpah atas keluarga, para sahabat, dan pengikut beliau hingga akhir

zaman.

Kupersembahkan karya kecilku ini terkhusus untuk AYAHKU

tersayang alm. Nasyarudin latief (semoga Allah memberikan tempat yang

terbaik) , dan IBUKU tersayang Umayah Hamid yang telah memberikan

semangat, dukungan, dan doa yang tiada henti hentinya untuk

keberhasilanku,

Juga kepada Kakak-kakaku : Atu Sun, Kiyai Yulizar, Adin Novrizal,

  

Batin Okta, Kak Miam, Abang Abizar dan Kak Fiti yang telah

memberikan keceriaan dan dukungan selama ini,

Dan untuk para Dosen-dosenku di Universitas Lampung yang

senantiasa membimbing dan berbagi ilmu kepadaku. Semoga Allah

membalasnya dengan balasan terbaik,

  

Riwayat Hidup

  Penulis dilahirkan di Tanjung Karang pada tanggal 8 Maret 1988, sebagai anak kedelapan dari delapan bersaudara, yang merupakan buah hati dari pasangan Bapak alm. Nasyarudin Latief dan ibu Umayah Hamid. Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-Kanak di TK Pertiwi di Krui pada tahun 1994, dan Sekolah Dasar Negeri di SD Negeri 1 Kebon Jeruk pada tahun 2000, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di SLTP Negeri 5 Bandar Lampung pada tahun 2003, dan penulis menyelesaikan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1 Bandar Lampung pada tahun 2006. Pada tahun yang sama, penulis diterima sebagai mahasiswa Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung melalui Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah menjadi asisten dosen pada praktikum Biokimia untuk Fakultas Pertanian dan Jurusan Biologi Fakultas MIPA. Pada tahun 2009 penulis melakukan Praktek Kerja Lapangan di laboratorium Biokimia Jurusan Kimia dan Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi FMIPA Unila. Dan pada tahun 2011, penulis memulai penelitiannya di tempat yang sama. Selama di Universitas, penulis aktif dibeberapa organisasi internal diantaranya Rohis FMIPA sebagai anggota muda rohis, Himaki sebagai anggota bidang sosial kemasyarakatan.

  TKS SMPN 5 sebagai sekretaris bidang pembinaan.

  

SANWACANA

  Segala puji bagi Allah SWT yang telah menjadikan ilmu sebagai sifat kesempurnaan yang paling tinggi. Sholawat dan salam semoga selalu tercurah kepada suri tauladan umat yaitu Nabi Muhammad saw. Alhamdullillah atas rahmat, lipahan berkah dan hidayah- Nya lah penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul : “

  Perbandingan Daya Antibakteri Madu, Ekstrak Lem Lebah (Propolis) dan Ampisilin Terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Universitas Lampung.

  Dalam kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

  1. Bapak Prof. Suharso Ph.D., selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Unversitas Lampung.

  2. Bapak Andi Setiawan Ph.D., selaku Ketua Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Unversitas Lampung.

  3. Ibu Dra. Fifi Martasih, M.S., sebagai Pembimbing Utama atas kesediaan dan kesabarannya meluangkan waktu dan memberikan bimbingan, nasehat, saran dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi.

Dokumen yang terkait

Uji Aktivitas AntiBakteri Ekstrak n-Heksan Dan Etilasetat Serta Etanol Dari Talus Kappaphycus alvarezii (Doty) Terhadap Bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus

4 78 71

Perbandingan Efektifitas Daya Hambat Terhadap Staphylococcus Aureus Dari Berbagai Jenis Ekstrak Buah Mengkudu (Morinda Citrofolia Liin) ( In vitro)

5 48 68

Karakterisasi Simplisia, Skrining Fitokimia dan Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Buah Rosela (Hibiscus sabdariffa L.) terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli

2 59 77

Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Kulit Manggis terhadap Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Escherichia coli, dan Pseudomonas aeruginosa secara In vitro

0 53 68

Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Binara Dan Ekstrak Etanol Daun Ulam-Ulam Terhadap Bakteri Staphylococcus Aureus Dan Escherichia Coli

8 82 96

Skrining Fitokimia dan Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Nipah (Nypa fruticans Wurmb) terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli

23 113 70

Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak N-Heksana, Etil Asetat Dan Etanol Teripang(Holothuria Scabra Jaeger) Terhadap Staphylococcus Aureus Dan Pseudomonas Aeruginosa

1 25 94

Uji Efektifitas Ekstrak Madu Karet dalam Menghambat Pertumbuhan Staphylococcus aureus

0 14 46

Uji efektifitas ekstrak madu karet dalam menghambat pertumbuhan staphylococcus aureus

0 24 46

DAYA ANTI BAKTERI EKSTRAK LEM LEBAH (Propolis) TERHADAP Staphylococcus aureus ATCC 6538 dan Escherichia coli ATCC 11229 SECARA IN VITRO.

0 0 4