Uji Efektifitas Ekstrak Madu Karet dalam Menghambat Pertumbuhan Staphylococcus aureus

(1)

UJI EFEKTIFITAS EKSTRAK MADU KARET DALAM

MENGHAMBAT PERTUMBUHAN Staphylococcus aureus

Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

OLEH :

ARDIN SAHPUTRA

1111103000011

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(2)

ii

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI. LAPORAN PENELITIAN INI UNTUK MEMENUHI PERSYARATAN MEMPEROLEH GELAR STRATA 1 DI UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA.

Ciputat, September 2014

Materai Rp 6000

Ardin Sahputra 1111103000011


(3)

iii


(4)

(5)

v

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, dengan mengucapkan syukur atas kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan hidayah-Nya akhirnya penulis dapat menyelesaikan dan menyusun skripsi ini

dengan judul “UJI EFEKTIFITAS EKSTRAK MADU KARET DALAM

MENGHAMBAT PERTUMBUHAN BAKTERI Staphylococcus aureus”. Disusun sebagai syarat tugas akhir pada Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas islam Negri Syarif Hidayatullah, Jakarta.

Selama penyusunan skripsi, berbagai pihak yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan petunjuk, bimbingan, nasehat-nasehat serta semangat yang sangat berguna bagi penulis. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada :

1.Prof. DR. (hc). dr. M.K. Tadjudin, Sp. And selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.dr. Witri Ardini, M.Gizi, SpGK selaku Ketua Program Studi Pendidikan Dokter

3.dr Erike, M.Pd selaku pembimbing pertama.

4.dr Aisyah, PhD selaku pembimbing kedua.

5.Orang tua (Drs. Arman Zebua dan Dra. Nirwana Malau)

6.Dr. P.A. Kodrat Pramudho, SKM, M. Kes selaku Kepala Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pencegahan Penyakit Menular Jakarta

7.Ibu Murni selaku staf Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pencegahan Penyakit Menular Jakarta

8.Dosen dan staf Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


(6)

vi 9.Rekan-rekan seperjuangan PSPD 2011

Penulis berharap bahwa skripsi ini dapat berguna untuk pihak-pihak lain yang memerlukan. Namun penulis juga mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun untuk kemajuan wawasan ilmu pengetahuan.

Jakarta, September 2014


(7)

vii ABSTRAK

Ardin Sahputra. Program Studi Pendidikan Dokter. UJI EFEKTIFITAS EKSTRAK MADU KARET DALAM MENGHAMBAT PERTUMBUHAN Staphylococcus aureus. 2014.

Bakteri kelompok Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif yang dapat menyebabkan penyakit. Staphylococcus aureus merupakan penyebab utama infeksi nosokomial, keracunan makanan, dan sindroma syok toksik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat aktifitas antibakteri madu karet pada Staphylococcus aureus. Metode yang digunakan adalah Cakram difusi. Madu karet diekstrak menggunakan 2 jenis pelarut, aseton dan n-heksana dengan hasil berupa ekstraksi madu karet residu dan sedimen. Terbentuk zona hambat pada biakan Staphylococcus aureus yang diberikan ekstrak madu karet dengan berbagai kosentrasi. Diukur dan data statistik mengunakan uji one way-anova. Sampel Residu tidak memiliki efek penghambatan sementara sampel sedimen dengan aseton dan madu karet alami kosentrasi 100% memiliki efektifitas baik dengan zona hambatan pertumbuhan 23,5mm dan signifikansi 0,00 (P<0,05).

Kata Kunci : antibakteri, madu karet, Staphylococcus aureus.

Ardin Sahputra. Program Study Education Doctor. The EFFECTIVENESS OF

RUBBER HONEY EXTRAXT IN IN HIBITING Staphylococcus aureus GROWTH 2014

Staphylococcus aureus bacteria is a positive-Gram bacteria which can cause some diseases. Staphylococcus aureus is a major cause of nosocomial infections, food poisoning, and toxic shock syndrome. The aim of this research is to investigate antibacterial activity of honey on Staphylococcus aureus. The method that had been used in this experiment was diffused cakram. The research used 2 types of solvent, acetone and n-hexane. nhibition zone formed in cultured Staphylococcus aureus were given rubber honey extract with various concentrations. Measured and statistical data using one way-anova test. The sample residue has no inhibitory effect while the sediment samples with acetone and honey concentration of 100% natural rubber has good effectiveness with growth inhibition zone 23,5mm and significance of 0.00 (P <0.05).


(8)

viii Daftar Isi

Lembar Judul... i

Lembar Pernyataan Keaslian Karya... ii

Lembar Persetujuan Pembimbing... iii

Lembar Pengesahan... iv

Lembar Pengesahan... v

Kata Pengantar... vi

Abstrak... viii

Daftar Isi... viii

Daftar Gambar... xi

Daftar Tabel... xii

Bab 1 : Pendahuluan... 1

1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Rumusan Masalah... 2

1.3. Hipotesis... 2

1.4. Tujuan... 2

1.4.1. Tujuan Umum... 2

1.4.2. Tujuan Khusus... 3

1.5. Manfaat Penelitian... 3

1.5.1. Bagi Peneliti... 3

1.5.2. bagi masyarakat... 3


(9)

ix

Bab 2 : Tinjauan Pustaka... 4

2.1. Landasan Teori... 4

2.1.1 Definisi Dan kandungannya... 4

2.1.2 Klasifikasi lebah penghasil madu... 5

2.2. Staphylococcus aureus... 6

2.2.1 Penyakit-penyakit akibat Staphylococus aureus... 8

2.3. Mekanisme Kerja Antibakteri... 8

2.4. pengukuran Aktivitas Antibakteri... 9

2.8. Kerangka konsep...12

2.9. Definisi Operasional... 13

Bab 3 : Metode Penelitian... 15

3.1. Desain Penelitian... 15

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian...15

3.3. Sampel Penelitian... 15

3.4 Variabel Penelitian... 16

3.4.1.Variabel Bebas... 16

3.4.2. Variabel Terikat... 16

3.5. Alat dan Bahan Penelitian... 16

3.5.1. Bahan Penelitian...16

3.5.2. Alat Penelitian... 16

3.6. Cara Kerja Penelitian... 17

3.6.1. Sterilisasi alat dan bahan... 17

3.6.2. Ekstraksi...17


(10)

x

3.6.4. Pembuatan Variabel Konsentrasi ekstrak madu... 17

3.6.5. Kultur bakteri... 18

3.6.6. Metode difusi cakram... 18

3.7. Pengolahan dan Analisis Data... 18

3.8. Alur Penelitian... 19

Bab 4 : Hasil dan Pembahasan... 20

4.1. Ekstraksi Madu karet... 20

4.2. Uji antibakteri... 20

4.4.2. Uji antibakteri dengan difusi cakram... 20

Bab 5 : Kesimpulan dan Saran... 26

5.1. Kesimpulan... 26

5.2. Saran... 26

Daftar Pustaka... 27


(11)

xi

Daftar Gambar

2.1 Gambar madu dan sarang madu... 4

2.2 Gambar lebah Apis Maliferaa... 6

2.3 bentuk mikroskop elektron Staphylococcus aureus ... 7

2.8 Kerangka konsep... 12


(12)

xii

Daftar Tabel dan Diagram

2.4 Tabel Zona hambat berdasarkan CLSI guidelines 2011... 10

4.2 Tabel Hasil Pengukuran Uji Zona Hambat... 21 4.2 Grafik pengukuran………... 21


(13)

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Staphylococcus aureus merupakan penyebab utama infeksi nosokomial, keracunan makanan, dan sindroma syok toksik. Infeksi oleh Staphylococcus aureus ditandai dengan kerusakan jaringan yang disertai abses bernanah. Beberapa penyakit infeksi yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus adalah bisul, jerawat, impetigo, dan infeksi luka. Infeksi yang lebih berat diantaranya pneumonia, mastitis, plebitis, meningitis, infeksi saluran kemih, osteomielitis, dan endokarditis1.

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang menyerang salah satu bagian atau lebih dari saluran napas. Penyakit ini sering terjadi pada anak. Berdasarkan laporan tahun 2013, lima provinsi dengan angka kejadian ISPA tertinggi adalah Nusa Tenggara Timur (41,7%), Papua (31,1%), Aceh (30,0%), Nusa Tenggara Barat (28,3%), dan Jawa Timur (28,3%). Berdasarkan usia, karakteristik penduduk dengan ISPA tertinggi terjadi pada kelompok umur 1- 4 tahun (25,8%) dan selanjutnya pada usia <1 tahun (22,0%). Menurut jenis kelamin, tidak berbeda antara laki-laki dengan perempuan. Penyakit ini lebih banyak dialami pada kelompok dengan ekonomi rendah atau menengah kebawah2.

Pengobatan untuk penyakit infeksi ini adalah dengan pemberian agen antibakteri yang dapat menghambat pertumbuhan dan atau membunuh bakteri yang menginfeksi. Agen antibakteri telah banyak ditemukan sekarang ini, tetapi beberapa diantaranya menjadi tidak efektif digunakan karena banyaknya bakteri yang resisten dan efek sampingnya sangat merugikan penderita3. Oleh karena itu pencarian antibakteri baru yang lebih efektif dan aman menjadi perlu untuk terus dilakukan, terutama yang berasal dari bahan alam.

Banyak pengobatan secara medikamentosa untuk mengatasi Infeksi Saluran Pernapasan Akut akibat infeksi mikroorganisme terutama Staphylococcus aureus. Namun ada juga pengobatan alternatif menggunakan herbal dengan madu.


(14)

2

Terapi ini dianggap mempunyai efek antibakteri dan memiliki efek antiradang yang membantu penyembuhan akibat infeksi mikroorganisme.

Madu (Mel millis) adalah cairan kental yang diproduksi oleh lebah madu dari nektar bunga dan sejak zaman dahulu dipercaya berkhasiat dalam menyembuhkan berbagai jenis penyakit yang berhubungan dengan infeksi dan alergi. Madu telah digunakan untuk mengobati berbagai luka infeksi bahkan jauh sebelum bakteri ditemukan sebagai penyebab infeksi. Pada tahun 50 Masehi, Dioscorides telah mendeskripsikan bahwa madu cukup efektif untuk mengobati berbagai luka ulcerasi. Beberapa penelitian terkini yang telah dilakukan menunjukan bahwa madu dapat digunakan sebagai antibakteri pada luka termasuk luka pasca operasi. Penelitian yang dilakukan terhadap pasien pasca operasi pada luka yang tidak berhasil disembuhkan oleh antibiotik intravena, dengan mengoleskan madu 5-10 mL dua kali sehari memperlihatkan terjadinya penyembuhan luka pada 5 hari pemakaian4.

Dalam rangka usaha pengembangan dan pemanfaatan madu karet, maka perlu dilakukan penelitian untuk menjadi dasar ilmiah penggunaan madu karet sebagai obat antibakteri melalui pengujian aktifitas madu terhadap bakteri Staphylococcus aureus secara in vitro.

1.2 Rumusan masalah

Apakah ekstrak madu karet efektif dalam menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus.

1.3 Hipotesis

Madu karet Efektif menghambat pertumbuhan terhadap Staphylococcus aureus.

1.4 Tujuan

1.4.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui efektifitas madu karet dalam menghambat pertumbuhan bakteri Stahpylococus aureus.


(15)

3

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui adakah pengaruh ekstrak madu karet dalam menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus.

2. Mengetahui kadar ekstrak madu yang efektif menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococus aureus.

1.5 Manfaat Peneliti 1.5.1 Bagi Peneliti

Untuk memperoleh informasi yang jelas mengenai manfaat madu dalam menghambat pertumbuhan Stahpylococus aureus.

1.5.2 Bagi Masyarakat

Untuk menambah pengetahuan khususnya bagi masyarakat yang ingin mengetahui manfaat dari madu sebagi alternatif pengobatan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus.

1.5.3 Instansi Pendidikan

Sebagai bahan masukan dan bahan bacaan bagi mahasiswa/i fakultas kedokteran dan ilmu kesehatan Uin Syarif Hidayatullah Jakarta dan sebagai referensi Pembanding untuk peneliti selanjutnya.


(16)

4 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Definisi Dan Kandungan madu

Madu adalah cairan alami yang mempunyai rasa manis dan dihasilkan oleh lebah madu dari sari bunga tanaman (floral nektar) atau bagian lain dari tanaman (ekstra floral nektar) atau ekskresi serangga5. pada jaman dahulu madu dipakai untuk mengawetkan daging dan kulit. Orang mesir pada waktu itu mempergunakan madu sebagai bagian dari ramuan rahasianya untuk mengawetkan jenazah raja-raja. Madu juga digunakan untuk makanan kesehatan, obat-obatan serta kosmetik. Banyak bukti yang mendukung madu dapat digunakan untuk luka yakni sebagai antibakteri dan dapat mempercepat pertumbuhan jaringan pada luka6.

Gambar 2.1: Lebah Dan Sarang Madu (http://yoshsolo.com)

Madu tidak mudah larut dalam air. Berdasarkan rendahnya kelarutan madu asli disebabkan rheologi asli madu yang berbentuk kental dengan viskositas tinggi serta adanya komponen-komponen lain dalam madu (meski dalam jumlah yang sangat sedikit) seperti protein,vitamin dan mineral yang tidak dimiliki oleh madu buatan atau madu palsu7.

Madu memiliki beberapa komposisi yaitu air (17,2%), zat gula (81,3%), dan sisanya merupakan asam-asam amino, vitamin, mineral (besi, fosfor, magnesium, alumunium, natrium, kalsium, dan kalium), enzim, hormon, zat bakterisida, dan zat aromatik. Zat gula dalam madu memiliki komposisi yaitu fruktosa (38,19%), glukosa (31,28%), sukrosa (5%), maltosa dan disakarida lain (6,83%). Madu memiliki kandungan vitamin C (asam askorbat), vitamin B6 (piridoksin), thiamin (B1), riboflavin (B2), niasin, asam pantotenat, biotin,


(17)

5

asam folat, dan vitamin K. Selain itu madu memiliki kandungan asam organik yaitu asam asetat, asam butirat, format, suksinat, glikolat, malat, proglutamat, sitrat, dan piruvat8.

Madu juga memiliki beberapa jenis enzim yang terdapat didalamnya seperti enzim peroksidase, lipase, diastase, invertase, dan glukosa oksidase. Enzim yang terdapat pada madu murni memiliki keuntungan untuk kesehatan manusia, tetapi dalam proses pemanasan dan penyimpanan yang terlalu lama dapat mengurangi aktivitas enzim8.

Madu dapat menjadi agen antibakteri. Hal tersebut disebabkan kandungan gula yang tinggi, pH madu yang relatif asam, dan kandungan protein yang rendah. Dengan demikian madu dapat membatasi jumlah air yang tersedia untuk menghalangi pertumbuhan bakteri9.

Banyak juga penelitian bahwa madu memiliki efek antibakteri terhadap bakteri yang sudah resisten terhadap beberapa jenis antibiotik10. Madu gunung memiliki aktifitas antibakteri yang tinggi terhadap bakteri Gram negatif maupun positif11. Banyak penelitian yang sudah meneliti khasiat madu seperti pengaruhnya sebagai agen antibakteri. Tingkat keasaman madu yang tinggi akan mengurangi pertumbuhan, kehidupan bakteri dan terdapat senyawa hidrogen peroksida (H2O2) yang membunuh mikroorganisme patogen10. senyawa organik

dalam madu (polifenol, flavonoid, inhibin, alkaloid, dan glikosida) yang bersifat antibakteri dapat merusak integritas dinding sel sehingga dapat menghambat atau membunuh bakteri. Inhibinsi lebih sensitif terhadap bakteri Gram negatif daripada Gram positif 12.

2.1.2 Klasifikasi lebah penghasil madu

 Kingdom : Animalia

 Filum : Arthropoda

 Kelas : Insecta

 Ordo : Hymenoptera


(18)

6

 Genus : Apis

 Spesies : Apis dorsata, Apis laboriosa, Apis mellifera, Apis Cerana.

Sumber: Patra Ketut. Lebah untuk kesejahteraan masyarakat bekasi 20117.

Madu dihasilkan oleh lebah penghasil madu. Lebah madu adalah jenis serangga yang berperan dalam menghasilkan madu. Lebah ini tergolongkan menjadi 3 jenis yaitu lebah ratu, lebah pejantan, dan lebah pekerja. Serangga ini mengubah nektar yang dihasilkan tanaman menjadi madu selanjutnya madu akan disimpan dalam sarang lebah. hanya 6 jenis yang tergolong lebah penghasil madu. 2 jenis lebah yang dapat diternakan yaitu Apis mellifera dan Apis cerana. Jenis yang hidup di Asia, termasuk di Indonesia yaitu Apis mellifera indica 8.

Gambar 2.1.2: Apis melifera (David Cappaert Photograph courtesy InsectImages.org)

2.2 Staphylococcus aureus

 Kingdom : Eubacteria

 Filum : Firmicutes

 Kelas : Bacilli

 Ordo : Bacillales

 Famili : Sthapylococcoceae

 Genus : Staphylococcus


(19)

7

Sumber: Jawetz, E., J.L. Melnick., Mikrobiologi Kedokteran. Edisi ke-201

Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif berbentuk bulat berdiameter 0,7-1,2 μm, tersusun dalam kelompok-kelompok yang tidak teratur seperti buah anggur, fakultatif anaerob, tidak membentuk spora, dan tidak bergerak. Bakteri ini tumbuh pada suhu optimum 37 ºC, tetapi membentuk pigmen paling baik pada suhu kamar (20-25 ºC). Koloni pada perbenihan padat berwarna abu-abu sampai kuning keemasan, berbentuk bundar, halus, menonjol, dan berkilau. Lebih dari 90% isolat klinik menghasilkan S.aureus yang mempunyai kapsul polisakarida atau selaput tipis yang berperan dalam virulensi bakteri1.

Fase pertumbuhan Staphylococcus aureus dengan menggunakan metode turbidimetri pada medium Nutrient broth, diketahui fase adaptasi berlangsung dari menit ke-0 sampai menit ke-360, selanjutnya diikuti dengan fase logaritmik pada fase stasioner dimana jumlah sel yang tumbuh hampir sama dengan jumlah sel yang mati dan akhirnya bakteri mengalami penurunan jumlah sel, hal ini diakibatkan oleh nutrisi yang semakin berkurang atau terakumulasinya limbah metabolisme14.

Hanya jalur tertentu dari Staphylococcus aureus yang menghasilkan enterotoksin. Pada umumnya jalur ini adalah koagulasi positif, yaitu mempunyai kemampuan mengkoagulasi plasma darah yang diberi sitrat atau oksalat. Enterotoksin ini tahan panas, tidak berubah walaupun telah didihkan selama 30 menit15.

Keracunan makanan dapat disebabkan kontaminasi enterotoksin dari S. aureus. Waktu onset dari gejala keracunan biasanya cepat dan akut, tergantung pada daya tahan tubuh dan banyaknya toksin yang termakan. Jumlah toksin yang dapat menyebabkan keracunan adalah 1,0 µg/gr makanan. Gejala keracunan ditandai oleh rasa mual, muntah-muntah, dan diare yang hebat tanpa diseritai demam1.

Gambar 2.3: Bentuk mikroskop elektron S. aureus (Ryan KJ, ray CG: Sherris Medical microbiology, 5th Edition:www.accessmedicine.com).


(20)

8

2.2.1 Penyakit-penyakit akibat Staphylococcus aureus

Bakteri Stahpylococus aureus merupakan flora normal pada kulit, saluran pernafasan, dan saluran pencernaan makanan pada manusia. Bakteri ini juga ditemukan di udara dan lingkungan sekitar. Staphylococcus aureus yang patogen bersifat invasif, menyebabkan hemolisis, membentuk koagulase, dan mampu meragikan manitol1.

Staphylococcus aureus juga merupakan penyebab utama infeksi nosokomial, keracunan makanan, dan sindroma syok toksik. Infeksi oleh Staphylococcus aureus ditandai dengan kerusakan jaringan yang disertai abses bernanah. Beberapa penyakit infeksi yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus adalah bisul, jerawat, impetigo, dan infeksi luka. Infeksi yang lebih berat diantaranya pneumonia, mastitis, plebitis, meningitis, infeksi saluran kemih, osteomielitis, dan endokarditis1. Keracunan makanan dapat disebabkan kontaminasi enterotoksin dari Staphylococcus aureus. Waktu onset dari gejala keracunan biasanya cepat dan akut, tergantung pada daya tahan tubuh dan banyaknya toksin yang termakan. Jumlah toksin yang dapat menyebabkan keracunan adalah 1,0 µg/gr makanan. Gejala keracunan ditandai oleh rasa mual, muntah-muntah, dan diare yang hebat tanpa disertai demam1.

Staphylococcus aureus juga dapat menyebabkan Sindroma syok toksik (SST) secara tiba-tiba dengan gejala demam tinggi, muntah, diare, mialgia, ruam, dan hipotensi, dengan gagal jantung dan ginjal pada kasus yang berat. SST sering terjadi dalam lima hari permulaan haid pada wanita muda yang menggunakan tampon, atau pada anak-anak dan pria dengan luka yang terinfeksi Staphylococcus aureus1.

2.3 Mekanisme Kerja Antibakteri

Mekanisme penghambatan dan perusakan mikroorganisme oleh senyawa antibakteri berbeda-beda. Penghambatan bakteri oleh senyawa antibakteri secara umum dapat disebabkan oleh: (1) ganguan pada komponen penyusun sel;


(21)

9

terutama komponen penyusun dinding sel, (2) reaksi dengan membran sel yang dapat mengakibatkan perubahan permeabilitas dan kehilangan komponen penyusun sel, (3) penghambatan terhadap sintesis protein dan (4) ganguan fungsi material genetik16. Mekanisme terjadinya proses tersebut disebabkan oleh adanya perlekatan senyawa antibakteri pada permukaan sel bakteri dan senyawa tersebut berdifusi ke dalam sel17.

2.4 Pengukuran Aktifitas Antibakteri

Pengukuran aktifitas antibakteri dapat dilakukan dengan metode difusi dan metode pengenceran. Metode difusi merupakan salah satu metode yang sering digunakan, metode difusi dapat dilakukan 3 cara yaitu metode silinder, lubang dan cakram kertas. Metode pengenceran dengan mengencerkan zat antibakteri dan dimaksukan ke dalam tabung-tabung reaksi steril. Kedalam masing-masing tabung itu ditambahkan sejumlah mikroba uji yang telah diketahui jumlahnya. Pada interval waktu tertentu, dilakukan pemindahan dari tabung reaksi kedalam tabung-tabung berisi media steril yang lalu di inkubasikan dan diamati penghambatan pertumbuhan18.

Seleksi aktivitas antibakteri dengan difusi sumur dan difusi cakram digunakan sebagai uji pendahuluan. Metode ini dipengaruhi oleh ketebalan lapisan agar dan volume ekstrak yang terserap dalam cakram19. Metode cakram kertas yaitu meletakan cakram kertas yang telah direndam larutan uji di atas media padat yang telah diinokulasi dengan bakteri. Setelah diinkubasi, pertumbuhan bakteri diamati untuk melihat ada tidaknya daerah hambatan disekeliling cakram18.

Metode disk difusi digunakan untuk menentukaan aktivitas antibakteri. Metode ini dilakukan dengan meletakan piringan (blank disk) yang sudah diisi dengan suatu zat antibakteri diatas media agar yang telah ditanami mikroorganisme. Efektifitas zat antibakteri ditunjukan oleh zona hambatan. Zona hambatan tampak sebagai area jernih/bersih yang mengelilingi cakram dimana zat dengan aktivitas antibakteri terdifusi. Diameter zona bisa dihitung dengan penggaris dan jangka sorong.


(22)

10

Ukuran dari zona hambatan dapat dipengaruhi oleh kepadatan atau vikositas dari media biakan, kecepatan difusi zat antibakteri. Konsentrasi zat antibakteri. Sensitivitas mikroorganisme terhadap zat antibakteri dan interaksi zat antibakteri dengan media.

Fase pertumbuhan bakteri berpengaruh terhadap sensitifitas antibakteri terhadap senyawa antibakteri. Bakteri pada fase stasioner lebih sensitif terhadap antibakteri20. Pengujian antibakteri dilakukan pada fase midlog yaitu pertengahan fase logaritmik (eksponesial), yaitu dimana bakteri sedang aktifnya membelah diri, sehingga pengaruh senyawa antibakteri dapat dilihat dengan adanya kematian atau hambatan pada pertumbuhan bakteri. Zona hambat agen antibakteri dapat dibedakan berdasarkan CLSI guidelines 2011. Dapat dilihat dalam tabel 2.4 dibawah ini.

Tabel 2.4 Klasifikasi Zona Hambat Pada Uji Ekstrak Madu berdasarkan CLSI guidelines 2011

Zona hambat agen antibakteri berdasarkan CLSI guidelines 2011 Antibiotik Dosis Perlakuan Susceptible Intermedietly

susceptible

Resistant

Amoksisilin 20/10 ug

Enterobacteriaceae ≥ 18 mm 14-17 mm ≤ 13 mm Haemophilus

influenza

≥ 20 mm ≤ 19 mm

Staphylococcus aureus

≥ 20 mm ≤ 19 mm

Terdapat bermacam-macam metode uji antibakteri yang dapat dilakukan selain Difusi Cakram untuk mengukur respon pertumbuhan populasi mikroorganisme terhadap agen antibakteri:

 Metode Dilusi

Terdapat dua cara untuk melakukan metode ini, metode dilusi cair (broth dilution) dan metode dilusi padat (solid dilution test)21. Metode dilusi digunakan untuk menentukan konsentrasi hambat minimum atau konsentrasi bunuh minimum dari antibakteri terhadap bakteri yang diujikan. Cara yang dilakukan


(23)

11

adalah dengan membuat seri pengenceran agen antibakteri pada medium cair yang ditambahkan dengan bakteri uji. Larutan uji agen antibakteri pada kadar terkecil yang terlihat jernih tanpa adanya pertumbuhan bakteri uji ditetapkan sebagai kadar hambat minimum. Selanjutnya larutan tersebut dikultur ulang pada media cair tanpa penambahan mikroba uji maupun agen antibakteri dan diinkubasi selama 18-24 jam. Setelah diinkubasi media cair yang tetap jernih ditetapkan sebagai kadar bunuh minimum18.

 E-test

Metode E-test digunakan untuk menentukan konsentrasi minimal suatu agen antibakteri yang dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Cara yang dilakukan menggunakan strip plastik yang mengandung agen antibakteri dari kadar terendah hingga tertinggi dan diletakkan pada permukaan media Agar yang sudah ditanami mikroorganisme21.

Ditch-plate technique

Metode ini dilakukan dengan meletakkan agen antibakteri pada parit yang telah dibuat dengan cara memotong media Agar dalam cawan petri pada bagian tengah secara membujur kemudian mikroba uji digoreskan ke arah parit yang berisi agen antibakteri21.

Cup-plate technique (Metode lubang)

Cup-plate technique memiliki prinsip yang serupa dengan metode disk difusi. Pada metode ini, media Agar yang telah ditanami dengan mikroorganisme dibuat lubang yang kemudian diisi dengan zat antibakteri yang akan diuji21.


(24)

12

2.8 Kerangka Konsep

Gambar 2.8: kerangka konsep penelitian

Madu memiliki kandungan senyawa organik dalam madu (polifenol, flavonoid, inhibin, alkaloid, dan glikosida) yang bersifat antibakteri dapat merusak integritas dinding sel sehingga dapat menghambat atau membunuh bakteri. Inhibinsi lebih sensitif terhadap bakteri Gram negatif daripada Gram positif. Efektifitas zat antibakteri ditunjukan oleh zona hambatan. Zona hambatan tampak sebagai area jernih/bersih yang mengelilingi cakram dimana zat dengan aktivitas antibakteri terdifusi.

Madu

Senyawa antibakteri

Etiologi : staphylococcus aureus patogen

Pertumbuhan koloni staphylococcus aureus terhambat Bakteriosidal Bakteriostatik

Sediment Residu

N-heksan (non polar)

Aseton (polar)

Pelarut

Alkaloid Falvanoid

Merusak dinding sel

Merusak membran sel


(25)

13

2.9

Definisi Operasional

Variabel Definisi Operasional Skala Cara

pengukuran Kategori

Variabel Terikat (dependent)

Zona Hambat

Diameter zona hambat pada pertumbuhan bakteri Staphylococcus

aureus secara in vitro

Numerik

Metode Difusi cakram

antibakteri Numerik/angka

Variabel Tidak Terikat (independent)

Madu Karet

Konsentrasi madu karet tanpa proses ekstraksi

Kategorik Metode Difusi cakram antibakteri 100% 50% 25% 20%

Residu (Madu Karet + Aseton)

Konsentrasi residu madu karet dengan proses ekstraksi menggunakan pelarut aseton Kategorik Metode Difusi cakram antibakteri 100% 50% 25% 20% Sedimen (Madu Karet + Aseton)

Konsentrasi sedimen madu karet dengan

proses ekstraksi menggunakan pelarut aseton. Kategorik Metode Difusi cakram antibakteri 100% 50% 25% 20%


(26)

14

Residu (Madu Karet + n-Heksan)

Konsentrasi residu madu karet dengan proses ekstraksi menggunakan pelarut n-heksan Kategorik Metode Difusi cakram antibakteri 100% 50% 25% 20% Sedimen (Madu Karet + n-Heksan)

Konsentrasi sedimen madu karet dengan

proses ekstraksi menggunakan pelarut n-heksan Kategorik Metode Difusi cakram antibakteri 100% 50% 25% 20% Kontrol Negatif

Pelarut dalam proses ekstraksi yang digunakan sebagai kontrol pertumbuhan Staphylococcus aureus Kategorik Metode Difusi cakram antibakteri Aseton n-heksan Kontrol Positif Antibiotik yang digunakan sebagai kontrol pertumbuhan Staphylococcus aureus Kategorik Metode Difusi cakram


(27)

15 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini mengunakan jenis penelitian uji eksperimental dengan teknik disc diffusion secara in vitro dengan melihat hasil setelah perlakuan terhadap pengaruh ekstrak madu karet terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Madu karet yang digunakan pada penelitian ini dibeli dan dilakukan proses determinasi di taman Wisata Lebah madu Cibubur daerah Bumi Perkemahan Pramuka Cibubur. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balittro) Jl. Tentara Pelajar No. 3 Bogor–Jawa Barat 16111 Indonesia. Sedangkan uji sensitivitas madu karet dan Perlakuan pengekstrakan dilakukan di Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit Jakarta. Penelitian dilakukan pada bulan juni-september 2014.

3.3 Sample Penelitian

Penelitian ini mengunakan kultur Bakteri Staphylococcus aureus. Bakteri ini dikultur pada media Nutrein agar yang di inkubasi pada suhu 37OC selama 24 jam.

Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya (Agil Dananjaya, FK UB). menggunakan jumlah kelompok sebanyak 7 kelompok. Madu karet 100%, ekstrak madu karet dengan variasi konsentrasi 20%, 25%, 50%, dan 100%, serta kontrol positif menggunakan antibiotik amoksisilin 25ug maupun kontrol negatif menggunakan pelarut aseton dan n-heksan.

Penentuan jumlah sample mengunakan rumus feder Oleh karena itu digunakan rumus Federer : (k-1).(n-1) ≥ 15

Keterangan :

k = jumlah kelompok perlakuan

n = jumlah sample dalam tiap kelompak


(28)

16

(k-1).(n-1) ≥ 15 (7-1).(n-1) ≥ 15 6.(n-1) ≥ 15

6n - 6 ≥ 15 6n ≥ 21

n ≥ 21/4

n 4 (hasil pembulatan)

Maka jumlah pengulangan yang digunakan pada penelitian ini berjumlah 4 pengulangan.

3.4 Variabel Penelitian 3.4.1. Variabel Bebas

Variabel bebas adalah Ekstrak Madu karet dengan berbagai konsentrasi (20,%,25%,50%,100%, kontol positif dan kontrol negatif). Kontrol negatif mengunakan pelarut aseton dan n-heksan yang menghasilkan sedimen dan residu madu karet. Kontrol positf dengan antibiotik amoksisilin 25ug.

3.4.2. Variabel Terikat

Pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus di medium Agar darah yang diukur dengan berbagai diameter zona hambat (zona bening) dalam satuan milimeter (mm).

3.5 Bahan dan Alat 3.5.1. Bahan

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah madu karet asli, madu karet dengan ekstrasi,madu karet dengan pelerut aseton dan n-heksana, aquades steril, nutrein agar dan bakteri Staphylococcus aureus.

3.5.2. Alat

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alkohol, pengaris, inkubator, kapas swab, jam, cawan petri, jangka sorong, bunsen, alumunium foil, tabung reaksi, flacon, mikro pipet, autoclav, label, tibangan, vortex, korek api, pinset dan alat tulis.


(29)

17

3.6 Cara Kerja Penelitian

3.6.1 Sterilisasi alat dan bahan

Seluruh peralatan yang akan digunakan selama penelitian harus dibersihkan dengan cara dicuci kemudian dikeringkan lalu dibungkus dengan kertas alumunium foil. Kemudian dilakukan sterilisasi di dalam autoclave selama 30 menit dengan mengatur tekanan sebesar 15 dyne/cm3 (1atm) pada suhu 121o C. 3.6.2 Ekstrasi

Sampel madu karet sebanyak 150 mL di ekstraksi. menggunakan metode maserasi dengan madu karet dan pelarut (aseton dan n-heksan) sebanyak 150 mL perbandingan 1:1. Letakan pada 2 beaker glass dengan di berikan label. Tuangkan madu karet dengan pelarut aseton di beaker glass A dan tuangkan juga madu karet dengan pelarut n-heksan di beaker glass B. setelah tercampur, masing-masing beaker glass masukan kedalam corong pisah yang berbeda untuk melakukan tahan pengabungan dengan alat soker selama 3 jam. Hal ini dilakukan agar dapat kedua senyawa dapat bercampur dan menghasilkan dua senyawa endapan dan cair setelah di diamkan selama 12 jam di beaker glass yang berbeda dengan mengunakan pipet tetes. Setelah itu diletakan didalam oven dengan suhu 80O agar ekstrak madu karet menjadi lebih pekat Hingga terbentuk 2 bagian. Bagian yang bawah adalah endapan sisa madu karet sedangkan bagian yang atas berwarna cokelat bening.

3.6.3 Pembuatan medium

Pembuatan medium Nutrein Agar sebanyak 11,5 Gram dilarutkan dalam 50mL aquades kemudian dipanaskan dan diaduk dengan menggunakan magnetik stier sampai homogen dan bening. Media disterilisasikan dengan mengunakaan autoklaf pada suhu 121OC, tekanan 1,5 atm dan selama 15 menit setelah distrelisasikan. Medium Nutrient dimasukkan kedalam cawan petri sebanyak 15ml dan dibiarkan mengeras.

3.6.4 Pembuatan variabel konsentrasi ekstrak madu

Uji antibakteri dengan variasi konsentrasi ekstrak madu karet asli, sedimen madu karet+aseton maupun n-heksan, residu madu karet dengan pelarut aseton maupun n-heksan yaitu 20%, 25 %, 50 %, 100 % dan kontrol. Masing masing variasi konsentrasi ekstrak dengan pengulangan sebanyak 4 kali. Agar didapatkan hasil rata-rata pada masing-masing variasi konsentrasi.


(30)

18

Keterangan : n = volume zat terlarut 3.6.5 Kultur bakteri staphylococcus aureus

Butiran cryo yang berasal dari microbank dengan suhu -700C dimasukkan ke dalam media cair Brain heart infussion (BHI) di inkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam, keesokan harinya bakteri tersebut di isolasi pada nutrien agar petri disk atau tabung di inkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam.

3.6.6 Metode Difusi cakram

Buat suspensi bakteri terlebih dahulu dengan metode four plate, dengan mengambil bakteri Staphylococcus aureus yang telah diremajakan dalam bentuk cair, dengan mikropipet dan diletakan kedalam cawan petri yang telah di sterilisasikan, kemudian dicampurkan nutrien agar dalam bentuk cair, aduk hingga rata dan diamkan sampai menjadi padat. Selama menunggu rendam blank disk didalam wadah yang berisi ekstrak madu karet, sedimen madu karet dengan pelarut aseton dan n-heksan, residu madu karet dengan pelarut aseton dan n-heksan, pelarut aseton dan n-heksan selama 15 menit pada suhu 370C. Lalu disk yang sudah terendam ekstrak diletakkan di cawan petri yang sudah berisi suspensi bakteri Staphylococcus aureus dan nutrien agar. Lalu diinkubasi didalam inkubator pada suhu 37o selama 24 jam. Keesokan harinya diamati dan diukur diameter zona hambat diukur dengan menggunakan penggaris dengan satuan milimeter (mm) dan dibandingkan dengan zona hambat pada kontrol.

3.7 Pengolahan dan Analisis Data

Analisis data yang digunakan adalah uji statistik one way ANOVA untuk mengatahui pengaruh ekstrak madu karet.Sebelumnya dilakukan pengujian distribusi normal atau tidak. Jika hasil menunjukan distribusi normal maka langsung mengunakan uji statistik one way anova melihat adakah terdapat perbedaan signifikan pada tiap konsentrasi terhadap zona hambat.Analisis data menggunakan program SPSS (Statistical Product of Service Solution) for Windows.


(31)

19

3.8 Alur Penelitian

Gambar 3.8: alur kerja penelitian

Rerata tiap kelompok

Uji static

dengan Anova kesimpulan Pembelian Madu lebah apis mellifera Dertiminasi Madu Ekstrasi Madu dengan pelarut Pembelian Medium MHA Kultur Bakteri Staphylococcus aureus Pembuatan Cakram Uji dengan Staphylococcus aureus Kelompok C dengan kosentrasi 50 Kelompok B dengan kosentrasi 25 Kelompok A dengan kosentrasi 12,5 Kelompok D dengan kosentrasi 100 Kelompok Kontrol Pembiakan Bakteri Staphylococcus aureus Pengukuran Zona Hambat Staphylococcus aureus

Inkubasi 24 jam di oven


(32)

20 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Ekstraksi Madu Karet

Pelarut yang digunakan dalam penelitian adalah Aseton dan n-heksan. Pelarut aseton dapat menarik zat aktif yang bersifat polar sementara pelarut n-heksana dapat menarik zat aktif bersifat non polar. Aseton (dimetil keton) adalah senyawa cair mudah terbakar dan menguap. Ditemukan alami pada tubuh manusia dalam kendungan kecil. Sementara n-heksana adalah mengestrak lemak dari air. Sering digunakan farmasi tapi telah dihapus karena toksisitas jangka panjang menyebabkan kegaglan system syaraf. Pengunaan n-heksana diganting dengan pelarut n-heptana yang lebih aman. Dari hasil pemisahan menghasilkan dua zat cair(residu) berwarna bening krem dan endapan(sedimen) dengan warna krem namun kental.

4.2 Uji Antibakteri

4.4.2 Uji Antibakteri Menggunakan Difusi Cakram

Metode difusi cakram adalah uji yang dilakukan melihat aktivitas antibakteri dari ekstrak madu karet asli, sedimen madu karet aseton, sedimen madu karet n-heksan, residu madu karet aseton dan residu madu karet n-heksan terhadap bakteri uji Gram positif Staphylococcus aureus. Aktifitas antibakteri diketahui dengan melihat ada tidaknya zona hambat disekitar cakram dengan konsentrasi (20%,25%,50%,100%) pada koloni bakteri dibandingkan dengan zona hambat disekitar cakram yang berisi kontrol positif amoksisilin 25ug. Semakin besar diameter zona hambat yang diukur dengan menggunakan jangka sorong yang memakai satuan milimeter (mm), maka semakin besar aktivitas antibakteri. Penggunaan kontrol negatif bertujuan untuk memastikan bahwa tidak ada pengaruh dari pelarut terhadap zona hambat yang dihasilkan oleh ekstrak madu. Apabila kontrol negatif memiliki zona hambat/bening maka efek antibakteri pada ekstrak akan berkurang validitasnya. Hasil uji aktifitas antibakteri pada madu karet terdapat pada tabel 4.2.


(33)

21

Tabel 4.2 Hasil Pengukuran Uji Zona Hambat Ekstrak Madu Karet Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus.

Sampel Uji

Rata-rata Zona Hambat (mm)

20% 25% 50% 100%

Madu Karet 0 0 17,5 22,5

Residu/cairan (Madu Karet + Aseton)

0 0 0 0

Sedimen (Madu

Karet + Aseton) 0 0 15,1 23,5

Residu/cairan (Madu Karet + n-Heksan)

0 0 0 0

Sedimen (Madu Karet +

n-Heksan)

0 0 15,4 21,9

Kontrol Negatif (Aseton maupun n-heksan)

- - - 0

Kontrol Positif (Amoksisilin 25 ug)

- - - 17,1

Diagram 4.2: Hasil pengukuran

0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 30,00

Mad u karet 10 0%

Mad u karet 50 %

Sedim en ( mad u karet + Aseto n) 1 00%

Sedim en ( mad u karet +

Aseto n) 5 0%

Sedim en ( mad u karet +

N- Heks an) 10 0%

Sedim en ( mad u karet + N- Heks an) 5 0%

Am oksisilin 25 ug Zon a Ha m ba t (m m ) Parameter Uji


(34)

22

Dari hasil tabel dan diagram pengukuran diameter zona hambat. Peneliti melihat Sedimen (Madu Karet + Aseton) konsentrasi 100% memiiki nilai rata-rata sebanyak 23,5 mm. Tetapi pada konsentrasi 50% memiliki nilai 15,1 mm. Sedangkan konsentrasi 25% dan 20% memiliki nilai 0. Jadi dapat disimpulkan jika ekstrak Sedimen (Madu Karet + Aseton) pada konsentrasi 100% bersifat Susceptible,sementara konsentrasi 50%,25% dan 20% bersifat Resistant sesuai dengan CLSI guidline 2011. Sedangkan Hasil dari kontrol negatif berupa pelarut yang digunakan n-heksan dan aseton tidak menunjukan zona hambat (0 mm) yang berarti pelarut aseton dan n-heksan tidak memiliki pengaruh.

Hasil Diagram menunjukan gambaran rerata dari setiap kelompok uji. Sedimen (madu karet+aseton) konsentrasi 100% memiliki angka tertinggi dibandingkan kelompok lain, namun standar defisiasi yang cukup tinggi. Hal ini berarti dari setiap pengulangan terjadi perbedaan hasil yang cukup berbeda.

Ekstrak madu karet asli tanpa pelarut dengan konsentarisi 100% memiliki konsentarasi dibawah sedimen ekstrak madu karet dengan pelarut aseton. Jika mengacu pada pandangan keefektifan suatu zat antibakteri dalam menghambat pertumbuhan tergantung pada sifat bakteri uji, konsentrasi dan lamanya waktu kontak22.. Sedangkan residu madu karet dengan pelarut aseton maupun n-heksan tidak mempunyai zona hambat. Berarti dalam hal ini residu madu karet tidak memiliki senyawa antibakteri.

Hal ini diduga berkaitan dengan pemberian pelarut aseton yang bersifat polar, sehingga menarik senyawa yang memiliki tingkat kepolaran tinggi dalam madu karet bekerja lebih efektif. senyawa yang memiliki tingkat kepolaran lebih tinggi yaitu flavonoid,alkaloid, glycosides dan aglycones22.

Efek antibakteri pada madu berasal dari flavonoid. Jenis-jenis flavonoid yaitu apigenin, galangin, pinocembrin, ponciretin, genkwanin, sophoraflavanone G dan derivatnya, naringin, naringenin, epigallocatechin gallate dan derivatnya, luteolin, luteolin 7-glucoside, quercetin, 3-O-methylquercetin, quercetin glycosides, kaempferol dan derivatnya. Jenis flavonoid lainnya adalah flavone glycosides, isoflavones, flavanones, isoflavanones, isoflavans, flavonols, flavonol glycosides, dan chalcones22.


(35)

23

Flavonoid dapat merusak membran sel dengan cara menghambat sintesis makromolekul22. Flavonoid juga dapat mendepolarisasi membran sel dan menghambat sistesis DNA, RNA, maupun protein yang sudah diobservasi pada Staphylococcus aureus 22. Selain itu flavonoid juga dapat menghambat sintesis asam nukleat, menghambat fungsi membran sitoplasma, dan menghambat metabolisme energi pada bakteri23.

Staphylococcus aureus salah satu Bakteri Gram positif. kandungan peptidoglikan yang tinggi (dapat mencapai 50%) dan kandungan lipid dinding sel bakteri lebih rendah di bandingkan bakteri Gram negatif24. Sedimen madu karet dengan pelarut aseton diduga mengandung senyawa antibakteri bersifat polar dalam madu selain flavonoid yaitu alkaloid. Alkaloid juga memiliki kemampuan sebagai antibakteri. Mekanismenya diduga adalah dengan cara mengangu komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri sehingga dinding sel tidak terbentuk secara utuh, tergangunya sintesis peptidoglikan membuat pembentukan sel tidak sempurna karena tidak mengandung peptidoglikan dan dinding selnya hanya meliputi memberan sel25.

Kerusakan dinding sel terjadi karena proses perakitan dinding sel bakteri yang diawali pembentukan rantai peptida yang akan membentuk jembatan silang peptida yang menggabungkan rantai glikan dari peptidoglikan pada rantai yang lain sehingga menyebabkan dinding sel terkait sempurna. Keadaan ini menyebabkan kematian sel bakteri mudah mengalami lisis, baik berupa fisik maupun osmotik dan menyebabkan kematian sel bakteri Staphylococcus aureus yang memiliki peptidoglikan yang tebal25.

Diduga kerja alkaloid terlebih dahulu merusak dinding sel dan dilanjutkan kerja flavonoid yang merusak membran sel bakteri. Rusaknya dinding sel akan menyebabkan terhambatnya pertumbuhan sel bakteri dan akhirnya bakteri akan mengalami perubahan-perubahan yang mengarah pada kerusakan hingga terhambatnya pertumbuhan25.

Flavonoid dapat menghambat fungsi membran sel dengan menganggu tingkat kestabilan lapisan membran sel yang bersifat hidrofobik maupun hidrofilik. Beberapa kandungan lain seperti Epigallocatechin gallate dapat menginduksi terjadinya kebocoran pada ruang intraliposomal sehingga molekul-molekul kecil


(36)

24

dapat memasuki ruang membran lipid sehingga menganggu fungsi dari lapisan membran dengan Cathechins. Cathechinis dapat juga menyebabkan fusi pada membran luar dan dalam sehingga terjadi kebocoran dan agregasi dari meterial. Semua mekanisme tersebut pada akhirnya dapat meningkatkan permeabilitas sel sehingga sel akan lisis23.

Pada metode ini digunakan antibiotik golongan beta-laktam yaitu Amoksisilin (25ug) sebagai kontrol positif untuk pengujian aktivitas antibakteri, karena merupakan salah satu antibiotika spektrum kerja luas. Efek antibiotik yang bereaksi pada subunit 50S ribosom dan menghalangi aktivitas enzim peptidil transferase. Fungsi enzim dapat menghentikan sintesis protein bakteri dengan cara membentuk ikatan peptida antara asam amino baru melekat pada tRNA dengan asam amino yang masih berkembang. Secara keseluruhan mekanisme kerja antibiotik golongan beta-laktam yaitu merusak dinding sel bakteri14.

Hasil pengukuran zona hambat dihubungkan dengan klasifikasi zona hambat berdasarkan tabel CLSI guidelines 2011. dosis peneliti (25 ug) yang digunkaan tidak sama dengan CLSI guidelines 2011 namun dengan perbedaan dosis sekitar 25% maka dapat dianggap mendekati CLSI guidelines 2011. Bakteri yang digunakan Staphyococcus aureus.

Hasil peneliti jika dibandingkan dengan penelitian lain yang menggunakan variasi konsentrasi 5%, 10%, 25%, dan 50% dengan diameter zona hambat berturut-turut 22,8; 26,9; 28,8 dan 28,7 mm dari madu yang diproduksi oleh lebah Apis mellifera dan dilakukan oleh Hendri Wasito, Sani Ega dan Yani Lukmayani di Farmasi FMIPA Universitas islam Bandung(2009). Pada penelitian tersebut didapatkan hasil yaitu pada konsentrasi 25% merupakan konsentrasi terendah ditemukan zona hambat. Tetapi pada penelitian ini, pada konsentrasi 25% tidak ditemukan zona hambat dan zona Hambat minimum di konsentrasi 50%26.

Pada penelitian lain yang dilakukan oleh (Yugo Berri, Djamal Aziz, Asterina) pada tahun (2012). Pada penelitian tersebut dilakukan perbandingan antara madu Asli Sikabu dan madu Lubuk Minturun dengan variasi konsentrasi 5%, 10%, 25%, dan 50% dalam menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus, Penelitian tersebut menghasilkan bahwa madu Asli Sikabu dan madu Lubuk Minturun dan zona hambat terkecil ada pada konsentrasi 10%. pada peneliti tidak


(37)

25

dilakukan uji zona hambat pada konsentrasi 50% (3,03mm) dan madu minturun zona hambat pada kosentrasi 50% (2,9mm) tetapi pada konsentrasi terkecil yang dilakukan oleh peneliti yaitu 5% di kedua madu (madu sikabu dan lubuk minturun) sudah tidak mengindikasikan adanya zona hambat. Hal ini terjadi karena efek agent antibakteri dengan konsentrasi terkecil yang terdapat pada madu Sikabu maupun madu lubuk minturun pada peneliti tersebut lebih kecil dibandingkan oleh madu karet yang diteliti oleh peneliti mengunakan madu karet yang memiliki zona hambat (23,5mm) terhadap bakteri Staphylococcus aureus27. Pada penelitian lain yang dilakukan oleh (Rostinawati Tina) pada tahun (2009). Pada penelitian tersebut dilakukan perbandingan antara madu amber dan madu putih dengan konsentrasi 50% dalam menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus, Penelitian tersebut menghasilkan bahwa madu amber memiliki zona hambat (36,5mm) dan madu putih (31,5). Jika di bandingkan dengan madu karet yang digunakan peneliti memiliki zona hambat (17,5mm) pada kosentrasi 50%28.

Peneliti melakukan pengolahan data statistik menggunakan SPSS. Uji nomalitas menghasilkan signifikansi 0,006 (p>0,05) dan homogenitas dengan signifikansi 0,083 (p>0,05) yang mengindikasi bahwa normal.. sehingga selanjutnya melakukan uji one way anova menghasilkan signifikasi 0,000 (p<0,05) yang mengindikasikan bahwa terdapat perbedaan signifikan pada tiap konsentrasi terhadap zona hambat. Hasil uji Post Hoc menunjukkan bahwa kelompok sedimen (madu karet + aseton) dengan konsentrasi 100% memiliki peran dalam menghambat pertumbuhan bakteri stapylococcus aureus lebih baik daripada kelompok yang lain sebesar perbandingan rerata 8.4 dan signifikansi 0,000.


(38)

26 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1.Kesimpulan

1. Sebagian besar ekstrak madu karet, memiliki efek daya hambat terhadap bakterti Staphylococcus aureus.

2. Ekstraksi sedimen madu karet dengan pelarut aseton dan madu karet alami konsentrasi 100% memiliki daya hambat yang baik terhadap bakteri Staphylococcus aureus.

3. Residu madu karet semua konsentrasi tidak memiliki zona hambat terhadap bakteri Staphylococcus aureus

4. Hasil uji pengolahan data statistik menggunakan SPSS. Uji nomalitas menghasilkan signifikansi 0,006 (p>0,05) dan homogenitas dengan signifikansi 0,083 (p>0,05).

5.2.Saran

1. Dibutuhkan penelitian selanjutnya secara in vivo dan klinis untuk bisa digunakan sebagai pengobatan alternatif.

2. Sebaiknya pengunaan pelarut n-heksana di ganti dengan pelarut yang lebih aman seperti n-heptana.

3. Dibutuhkan penelitian jenis madu lain yang lebih spesifik terhadap Staphylococcus aureus

4. Diperlukan penelitian selanjutnya menggunakan pelarut yang bersifat semi polar seperti etil asetat.


(39)

27

DAFTAR PUSTAKA

1. Jawetz, E., J.L. Melnick., E.A. Adelberg., G.F. Brooks., J.S. Butel., dan L.N. Ornston.Mikrobiologi Kedokteran. Edisi ke-20 (Alih bahasa :Nugroho & R.F.Maulany). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. hal.211,213,215. 1995.

2. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar: Jakarta (27/04/2014) www.Riskesdas.com.

3. Soemiati, A., dkk, uji aktivitas antimikroba ekstrak aseton dan ekstrak n-Heksan kulit batang Garcinia porrecta wall terhadap bakteri staphylococcus aureus ATCC 29213, bacillus subtilis ACTT 6633 dan salmonella typhosa ATCC 14028, jamur microsporum gypsum dan candida albicans, proseding kongres ilmiah ISFI pusat, jakarta. 2007. 4. Vardi dkk.local application of honey for treatment of neonatal ostoperative

wound infection, http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/9628301. 1998. 5. Sumoprasto, RM dan Agus Suprapto, R. Berternak lebah madu

modern,Bhratara-jakarta. 1993.

6. Molan P. Potential of honey in treatment of wounds of honey on some microbial isolates. J Sci Res Med Sci. 2000.

7. Patra Ketut. Lebah untuk kesejahteraan masyarakat bekasi: Gaceca Exact. 2011

8. Suranto Adji. Khasiat dan Manfaat Madu Herbal. Jakarta : Agromedia Pustaka. 2004.

9. National Honey Board. pH and acid in honey. http://www.nhb.org. 1997. [14 agustus 2014].

10.Patton T, Barrett J, Brennan J, Moran N. "Use of a spectrophotometric bioassay for determination of microbial sensitivity to manuka honey". J. Microbiol. Methods 64(1):84-95. 2006.

11.Mekawey, AAI. Evaluation the inhibitory action of Egyptian honey from various sources on fungal and bacterial growth and aflatoxins production. Ann. Agric. 55(2):221-223. 2010.


(40)

28

12.M Motior Rahman, Allan Richardson, & M Sofian-Azirun. Antibacterial Activity of Propolis and Honey Against Staphylococcus aureus and Escherichia coli. African Journal of Microbiology Research Vol.4(16) pp. 1872-1878, 18 September, 2010

13.Bilsel, Y., Bugra, D., Yamaner, S., Bulut, T. and Cevikbas, U. (2002). Could honey have a place in colitis therapy? Effects of honey, prednisolone and disulfiram on inflammation, nitric oxide and free radical formation. Dig.Surgery 19:306-311

14.Khotimah, F.K.isolasi senyawa aktif antibakteri dariminyak atsiri jahe (zingber offcinale). Skripsi. Program studi kimia fakultas sains dan teknologi UIN syarif hidayatullah jakarta. 2010.

15.Irianti, K. Mikrobiologi menguak tentang mikroorganisme jilid 2. Yrama widya. Bandung. 2006.

16.Davidson P.M. Chemical preserveratives and natural antimicrobal compounds. Food microbiology. ASM press, Washington DC. 2001. 17.Kanazama, A.T.Ikeda T, Endo. A novel approach to made of action on

cationic biocides: morfological effecton antibacterial activity. J Appl. Bacterial, 78:55-60. 1995.

18.Kusmiyati dan N.W.S. Agustini. Uji aktivitas senyawa antibakteri dari mikroalga porphyridium cruentum. Pusat penelitian bioteknologi, lembaga ilmu pengetahuan indonesia (LIPI), cibinong. Biodiversitas, 8:48-53. 2006.

19.Dorman, H. J. D. dan Deans, S. G., Antimicrobial Agents from Plants:Antibacterial Activity of Plant Volatile Oils, Journal of Applied Microbiology, 88, 308-310. 2000.

20.Thompson dan hinton. inhibition of growth of mycotoxigenic fusarium sp. By buthylated hydroxyanisole and/or carvacrol. Journal food protect, 59: 412-415. 1996.

21.Pratiwi, S. T. Mikrobiologi Farmasi. Jakarta: Penerbit Airlangga. Hal 188-190.2008.

22.Jean Paul Dzoyem, Hiroshi Hamamoto, Barthelemy Ngameni, Bonaventure Tchaleu Ngadjui, Kazuhisa Sekimizu. Antimicrobial action


(41)

29

mechanism of flavonoids from Dorstenia Species. Drug Discoveries & Therapeutics. 2013; 7(2):66-72. 2013.

23.T.P. Tim Cushnie, Andrew J. Lamb. Review Antimicrobial Activity of Flavonoids. International Journal of Antimicrobial Agents 26 (2005) 343–356. Elsevier. 2005.

24.Lay, B. W dan sugyo, H. Analisis mikroba di laboratorium. PT. Raja Grasindo persada jakarta. 1992.

25.Retnowati yuliana, bialangi N, Posamgi W.N. Pertumbuhan bakteri Stapylococcus aureus pada media yang diekspos dengan infus daun sambiloto. Jurusan biologi dan pendidikan kimia universitas Negeri Gorontalo. 2011.

26.Wasito A, dkk. Uji aktivitas antibakteri madu terhadap bakteri staphylococcus aureus. Farmasi FMIPA Universitas Islam bandung. 2009. 27.Yugo Berri Putra Rio, Aziz Djamal, Asterina. Perbandingan Efek

Antibakteri Madu Asli Sikabu dengan Madu LubukMinturun terhadap Staphylococcus aureus secara In Vitro. Fakultas kedokteran universitas andalas padang. 2012

28.Rostinawati Tina. Aktivitas antibakteri madu amber dan madu putih terhadap bakteri pseudomonas aeruginosa dan Staphylococcus aureus. Fakultas farmasi universitas padjadjaran jatinangor.2009


(42)

30

LAMPIRAN 1

Hasil SPSS


(43)

31

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnov

a

Shapiro-Wilk

Statistic

Df

Sig.

Statistic

df

Sig.

Zona_hambat

.200

28

.006

.935

28

.083

a. Lilliefors Significance Correction

Test one way Anova

Zona_hambat

Hasil

Parameter

N

Mean

Std. Deviation

Std. Error

Madu karet

100%

4

22.5750

2.13600

1.06800

Madu karet 50%

4

17.5750

1.21484

.60742

Sedimen (madu

karet + Aseton)

100%

4

23.5750

3.31700

1.65850

Sedimen (madu

karet + Aseton)

50%

4

15.1000

.61644

.30822

Sedimen (madu

karet +

N-Heksan)

100%

4

21.9500

1.74642

.87321

Sedimen (madu

karet +

N-Heksan) 50%

4

15.4500

1.56098

.78049

Amoksisilin

25ug

4

17.1000

.00000

.00000


(44)

32

LAMPIRAN 2

Hasil Uji Disk Difusi

Madu Asli 100% Residu (madu + aseton)

Sedimen (madu + aseton) Sedimen (madu + n-heksan)

(aseton) n-heksana Amoksisilin Madu Asli 100%


(45)

33

LAMPIRAN 3

CARA EKSTRAKSI MADU KARET

A

Shaker

B

C D


(46)

34

Lampiran 4

Riwayat Penulis

Nama : Ardin Sahputra

Tempat, tanggal lahir : Medan 4, September 1993

Alamat : jln H.M Said no 16, medan. Sumatera utara

No HP : 089688002954

Email : ardinsahputra@gmail.com

Riwayat Pendidikan

1.TK Aisiyah Medan (1997-1999)

2.SDN 060874 Medan (1999-2005)

3.SMPN 27 Medan (2005-2008)

4.MAN 1 Medan (2008-2011)


(1)

Therapeutics. 2013; 7(2):66-72. 2013.

23.T.P. Tim Cushnie, Andrew J. Lamb. Review Antimicrobial Activity of Flavonoids. International Journal of Antimicrobial Agents 26 (2005) 343–356. Elsevier. 2005.

24.Lay, B. W dan sugyo, H. Analisis mikroba di laboratorium. PT. Raja Grasindo persada jakarta. 1992.

25.Retnowati yuliana, bialangi N, Posamgi W.N. Pertumbuhan bakteri Stapylococcus aureus pada media yang diekspos dengan infus daun sambiloto. Jurusan biologi dan pendidikan kimia universitas Negeri Gorontalo. 2011.

26.Wasito A, dkk. Uji aktivitas antibakteri madu terhadap bakteri staphylococcus aureus. Farmasi FMIPA Universitas Islam bandung. 2009. 27.Yugo Berri Putra Rio, Aziz Djamal, Asterina. Perbandingan Efek

Antibakteri Madu Asli Sikabu dengan Madu LubukMinturun terhadap Staphylococcus aureus secara In Vitro. Fakultas kedokteran universitas andalas padang. 2012

28.Rostinawati Tina. Aktivitas antibakteri madu amber dan madu putih terhadap bakteri pseudomonas aeruginosa dan Staphylococcus aureus. Fakultas farmasi universitas padjadjaran jatinangor.2009


(2)

LAMPIRAN 1 Hasil SPSS


(3)

Kolmogorov-Smirnov

a

Shapiro-Wilk

Statistic

Df

Sig.

Statistic

df

Sig.

Zona_hambat

.200

28

.006

.935

28

.083

a. Lilliefors Significance Correction

Test one way Anova

Zona_hambat

Hasil

Parameter

N

Mean

Std. Deviation

Std. Error

Madu karet

100%

4

22.5750

2.13600

1.06800

Madu karet 50%

4

17.5750

1.21484

.60742

Sedimen (madu

karet + Aseton)

100%

4

23.5750

3.31700

1.65850

Sedimen (madu

karet + Aseton)

50%

4

15.1000

.61644

.30822

Sedimen (madu

karet +

N-Heksan)

100%

4

21.9500

1.74642

.87321

Sedimen (madu

karet +

N-Heksan) 50%

4

15.4500

1.56098

.78049

Amoksisilin

25ug

4

17.1000

.00000

.00000


(4)

LAMPIRAN 2 Hasil Uji Disk Difusi

Madu Asli 100% Residu (madu + aseton)

Sedimen (madu + aseton) Sedimen (madu + n-heksan)

(aseton) n-heksana Amoksisilin Madu Asli 100%


(5)

CARA EKSTRAKSI MADU KARET

A

Shaker

B

C D


(6)

Lampiran 4 Riwayat Penulis

Nama : Ardin Sahputra

Tempat, tanggal lahir : Medan 4, September 1993

Alamat : jln H.M Said no 16, medan. Sumatera utara

No HP : 089688002954

Email : ardinsahputra@gmail.com

Riwayat Pendidikan

1.TK Aisiyah Medan (1997-1999)

2.SDN 060874 Medan (1999-2005)

3.SMPN 27 Medan (2005-2008)

4.MAN 1 Medan (2008-2011)