Karakterisasi Simplisia, Skrining Fitokimia dan Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Buah Rosela (Hibiscus sabdariffa L.) terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli

(1)

KARAKTERISASI SIMPLISIA, SKRINING FITOKIMIA DAN UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL TUMBUHAN “ROSELA” (Hibiscus sabdariffa L.) TERHADAP Staphylococcus aureus

DAN Esherichia coli

SKRIPSI

OLEH:

ROHANA OKTOFARIDAY SIMBOLON NIM 071524061

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

KARAKTERISASI SIMPLISIA, SKRINING FITOKIMIA DAN UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL TUMBUHAN “ROSELA” (Hibiscus sabdariffa L.) TERHADAP Staphylococcus aureus

DAN Escherichia coli

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk mencapai Gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara OLEH:

ROHANA OKTOFARIDAY SIMBOLON NIM 071524061

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

KARAKTERISASI SIMPLISIA, SKRINING FITOKIMIA DAN UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL TUMBUHAN “ROSELA” (Hibiscus sabdariffa L.) TERHADAP Staphylococcus aureus

DAN Escherichia coli OLEH :

ROHANA OKTOFARIDAY SIMBOLON NIM 071524061

Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Pada tanggal: Juli 2011

Pembimbing I, Panitia Penguji,

Drs. Suryadi Achmad, M.Sc., Apt. Dr. Marline Nainggolan, M.S., Apt. NIP 195109081985031002 NIP 195709091985112001

Pembimbing II, Drs. Suryadi Achmad, M.Sc., Apt. NIP 1951090819850310021

Dra. Nazliniwaty, M.Si., Apt. Dra. Erly Sitompul, M.Si., Apt. NIP 196005111989022001 NIP 195006121980032001

Dra. Aswita Lubis, M.Si., Apt. NIP 195306251986012001 Medan, Juli 2011

Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Dekan,

Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt.


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa sebagai sumber kekuatan dan pengharapan. Karena Dia telah memberikan anugerah sehingga penulis diizinkan untuk menyelesaikan penelitian yang berjudul “Karakterisasi Simplisia, Skrining Fitokimia dan Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Buah Rosela (Hibiscus sabdariffa L.) terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli” yang disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi di Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara, Medan. Terima kasih dan rasa hormat yang besar kepada Ayahanda D. Simbolon dan Ibunda T. Sinaga tercinta, kepada kakak dan adik-adik ku yang selalu memberikan dukungan dan doa, kepada suami serta anak-anak ku Lidya dan Samuel yang membuatku semangat untuk menyelesaikan penelitian ini.

Penulis menyadari dalam penulisan ini banyak mendapatkan bimbingan, bantuan, dan fasilitas yang sangat berharga dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis juga ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Drs. Suryadi Achmad, M.S., Apt sebagai pembimbing I dan Ibu Dra. Nazliniwaty, MSi., Apt sebagai pembimbing II yang telah membimbing penulis dengan penuh kesabaran dan tanggung jawab selama penelitian.

2. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt sebagai Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan fasilitas kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan pendidikan.


(5)

3. Bapak Dr. Martua Pandapotan Nasution, MPS., Apt selaku dosen pembimbing akademik yang telah membimbing penulis selama masa pendidikan.

4. Bapak dan Ibu pengajar Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik penulis hingga menyelesaikan pendidikan.

5. Bapak kepala Laboratorium Obat Tradisional beserta staf yang telah banyak memberikan fasilitas dan bantuan selama penelitian

6. Ibu kepala Laboratorium Mikrobiologi Farmasi beserta staf yang telah memberikan fasilitas dan bimbingan selama penelitian.

7. Teman-teman mahasiswa/i fakultas farmasi Universitas Sumatera Utara khususnya ekstensi 2007 yang telah memberikan bantuan dan dukungan selama perkuliahan.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa melindungi dan melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua. Penulis berharap semoga skripsi ini menjadi sumbangan yang berarti bagi ilmu pengetahuan khususnya dibidang Farmasi.

Medan, Juli 2011 Penulis


(6)

Karakterisasi Simplisia, Skrining Fitokimia dan Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Tumbuhan “Rosela” (Hibiscus sabdariffa L.) Terhadap

Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Abstrak

Rosela merupakan tumbuhan yang banyak digunakan sebagai obat diantaranya sebagai antioksidan, meredakan kejang, mengobati cacingan, mengatasi batuk dan sebagai antibakteri. Rosela mengandung senyawa kimia saponin, flavonoid dan polifenol. Penelitian ini bertujuan untuk melihat aktivitas antibakteri dari ekstrak etanol rosela terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli secara invitro dengan metode difusi agar menggunakan pencadang logam di mana sebelumnya dilakukan karakterisasi dan skrining fitokimia terhadap simplisia rosela.

Hasil karakterisasi simplisia rosela meliputi pemeriksaan makroskopik yaitu rosela berwarna merah, berbentuk kerucut dan terdapat rambut yang menempel pada permukaan, rasa asam (pH±3) dan berbau khas. Mikroskopik serbuk simplisia memperlihatkan adanya kristal kalsium oksalat bentuk druse, rambut penutup monoseluler dan bentuk bintang, papilla serta jaringan epidermis. Penetapan kadar air 6,98%, kadar abu total 8,395%, kadar abu tidak larut asam 0,1373%, kadar sari larut dalam air 29,275% dan kadar sari larut dalam etanol 27,596%. Golongan senyawa kimia yang terdapat pada serbuk simplisia rosela adalah flavonoida, glikosida, steroid dan tanin.

Hasil uji aktivitas antibakteri menunjukkan bahwa ekstrak etanol rosela dapat menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus pada konsentrasi efektif 50 mg/ml dengan diameter daerah hambat sebesar 14,3 mm dan bakteri Escherichia coli pada konsentrasi efektif 60 mg/ml dengan diameter daerah hambat sebesar 14,8 mm.

Kata kunci : Rosela, aktivitas antibakteri, Staphylococcus aureus, Escherichia coli.


(7)

Characterization of Symplicia, Phytochemical Screening and Activity Test Antibacterial Extract Etanol “Rosela” (Hibiscus Sabdariffa L.)

to Staphylococcus aureus and Escherichia coli. Abstract

Rosela represent plant which used many to cure assortedly of disease one of them as antybacterium. at this research to test activity antybacterium of rosela. Job step cover gathering of sampel, processing of sampel, characterization symplicia, screening phytochemical and making of extract etanol of rosela by perkolasi later then extract etanol of rosela in activity test of antybacterium to some bacterium with diffusion method to be using of metal.

Activitys test of antybacterium this is conducted by in vitro with diffusion method so that to be using of metal. Result of activity test of antybacterium indicate that extract of etanol can pursue growth of bacterium of Staphylococcus aureus at concentration 50 mg/ml with area diameter pursue equal to 14,3 mm and bacterium of Escherichia coli at concentration 60 mg/ml with area diameter pursue equal to 14,8 mm.

Result characterization symplicia of rosela that is result of macroscopic inspection rosela rose colored with tip of bud and there are smooth plume which patch at surface, feel acid and smell typically, Result of microscopic inspection of showing symplicia serbuk is existence of calcium crystal of oksalat form druse, hair of form ribbon, epidermis network and papilla. Stipulating of rate irrigate 7,98%, dusty rate totalize 8,395%, insoluble dusty rate of acid 0,1373%, dissolve gist rate in water 29,275% dissolve gist rate conclusion in etanol 27,596%. result symplicia screening phytochemical of rosela show the existence of compound of flovonaida, glikosida, and steroid of tanin.

Keyword : Kernel of Rosela, activity of antibakteri, Staphylococcus aureus, Escherichia coli.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL….. ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR………..iii

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 2

1.3 Hipotesis ... 3

1.4 Tujuan Penelitian ... 3

1.5 Manfaat Penelitian. ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA………....4

2.1 Uraian Tumbuhan………..4

2.1.1 Morfologi Tumbuhan………4

2.1.2 Sistematika Tumbuhan………..5

2.1.3 Nama Daerah……….5

2.1.4 Kandungan Kimia………..5


(9)

2.2 Kandungan Senyawa Tumbuhan……….6

2.2.1 Saponin………...7

2.2.2 Flavonoid………7

2.2.3 Steroid……….8

2.2.4 Glikosida………..8

2.3 Ekstraksi………9

2.4 Uraian Bakteri……….11

2.4.1 Pertumbuhan Bakteri……….11

2.4.2 Fase Pertumbuhan Bakteri………..14

2.4.3 Media Pertumbuhan Bakteri……….15

2.4.4 Sistematika Bakteri………..16

2.4.4.1 Staphylococcus aureus………..16

2.4.4.2 Escherichia coli……….17

2.5 Uji Aktivitas Antibakteri……….17

BAB III METODOLOGI PENELITIAN……….19

3.1 Alat dan Bahan ... 19

3.1.1 Alat-alat………...19

3.1.2 Bahan ... 19

3.2 Pembuatan Larutan Pereaksi ... 20

3.2.1 Larutan Pereaksi Mayer ... 20

3.2.2 Larutan Pereaksi Dragendorff ... 20

3.2.3 Larutan Pereaksi Timbal (II) asetat 0,4 M ... 20

3.2.4 Larutan Pereaksi Bouchardat....………..20


(10)

3.2.6 Larutan Pereaksi Lieberman-Bouchard ... 21

3.2.7 Larutan Pereaksi Molish ... 21

3.2.8 Larutan Pereaksi Kloralhidrat... 21

3.2.9 Larutan Pereaksi Besi (III) klorida 1% b/v ... 21

3.2.10 Larutan Pereaksi Natrium Hidroksida 2 N ... 21

3.3 Pengambilan dan Pengolahan Bahan Tumbuhan ... 21

3.3.1 Pengambilan Bahan Tumbuhan ... 21

3.3.2 Identifikasi Tumbuhan ... 22

3.3.3 Pengolahan Bahan Tumbuhan ... 22

3.4 Pemeriksaan Karakterisasi Simplisia... 22

3.4.1 Pemeriksaan Makroskopik ... 22

3.4.2 Pemeriksaan Mikroskopik ... 23

3.4.3 Penetapan Kadar Air ... 23

3.4.4 Penetapan Kadar Sari Larut Dalam Air ... 24

3.4.5 Penetapan Kadar Sari Larut Dalam Etanol ... 24

3.4.6 Penetapan Kadar Abu Total ... 25

3.4.7 Penetapan Kadar Abu Yang Tidak Larut Dalam Asam ... 25

3.5 Skrining Fitokimia ... 25

3.5.1 Pemeriksaan Steroid/Triterpenoid ... 25

3.5.2 Pemeriksaan Alkaloida ... 26

3.5.3 Pemeriksaan Flavonoida ... 26

3.5.4 Pemeriksaan Glikosida ... 26

3.5.5 Pemeriksaan Saponin ... 27


(11)

3.6 Pembuatan Ekstrak Etanol Rosela ... 28

3.7 Pembuatan Media ... 28

3.7.1 Pembuatan Media Nutrient Agar (NA) ... 28

3.7.2 Pembuatan Larutan Natrium Klorida 0,9% (b/v) ... 29

3.7.3 Pembuatan Agar Miring ... 29

3.8 Sterilisasi Alat ... 29

3.9. Pembuatan Stok Kultur ... 29

3.9.1 Bakteri Staphylococcus aureus ... 29

3.9.2 Bakteri Escherichia coli ... 30

3.10 Penyiapan Inokulum Bakteri ... 30

3.10.1 Bakteri Staphylococcus aureus ... 30

3.10.2 Bakteri Escherichia coli ... 30

3.11 Pembuatan Larutan Uji Ekstrak Etanol Dengan Berbagai Konsentrasi... 31

3.12 Pengujian Efek Antibakteri secara in vitro ... 31

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 32

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 38

5.1 Kesimpulan ... 38

5.2 Saran ... 38

DAFTAR PUSTAKA ... 39


(12)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 4.1 Karakteristik Simplisia Rosela………..………. 33 Tabel 4.2 Hasil Skrining Fitokimia Serbuk Simplisia Rosela………... 34 Tabel 4.3 Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol terhadap Escherichia coli dan Staphylococcus aureus……… 35


(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Grafik Pertumbuhan Bakteri……….. 15 Gambar 4.1 Diagram Batang Hasil Pengukuran Diameter Daerah Hambatan Pertumbuhan Escherichia coli dan Staphylococcus aureus dari


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Hasil Determinasi Tumbuhan…..……….…... 41

Lampiran 2. Tumbuhan Rosela (Hibiscus sabdariffa. L)………. 42

Lampiran 3. “Rosela” dan Serbuk Simplisia Rosela………..…… 43

Lampiran 4. Mikroskopik Serbuk Simplisia Rosela ……….. 44

Lampiran 5. Bagan Pembuatan Ekstrak Etanol Rosela………... 45

Lampiran 6. Bagan Pengujian Aktivitas Anti Bakteri……….... 46

Lampiran 7. Perhitungan Kadar Air Simplisia Rosela………..……… 47

Lampiran 8. Perhitungan Kadar Sari Larut Dalam Air SimplisiaRosela……… 48

Lampiran 9. Perhitungan Kadar Sari Larut Dalam Etanol Simplisia Rosela…. 49 Lampiran 10. Perhitungan Kadar Abu Total ……….. 50

Lampiran 11. Perhitungan Kadar Abu Tidak Larut Dalam Asam ………. 52

Lampiran 12. Hasil Pengukuran Diameter Hambatan Pertumbuhan Escherichia Coli dan Staphylococcus aureus……… 53

Lampiran 13. Gambar Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Rosela Terhadap Escherichia Coli….………... 54

Lampiran 15. Gambar Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Rosela Terhadap Staphylococcus aureus……….… 58


(15)

Karakterisasi Simplisia, Skrining Fitokimia dan Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Tumbuhan “Rosela” (Hibiscus sabdariffa L.) Terhadap

Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Abstrak

Rosela merupakan tumbuhan yang banyak digunakan sebagai obat diantaranya sebagai antioksidan, meredakan kejang, mengobati cacingan, mengatasi batuk dan sebagai antibakteri. Rosela mengandung senyawa kimia saponin, flavonoid dan polifenol. Penelitian ini bertujuan untuk melihat aktivitas antibakteri dari ekstrak etanol rosela terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli secara invitro dengan metode difusi agar menggunakan pencadang logam di mana sebelumnya dilakukan karakterisasi dan skrining fitokimia terhadap simplisia rosela.

Hasil karakterisasi simplisia rosela meliputi pemeriksaan makroskopik yaitu rosela berwarna merah, berbentuk kerucut dan terdapat rambut yang menempel pada permukaan, rasa asam (pH±3) dan berbau khas. Mikroskopik serbuk simplisia memperlihatkan adanya kristal kalsium oksalat bentuk druse, rambut penutup monoseluler dan bentuk bintang, papilla serta jaringan epidermis. Penetapan kadar air 6,98%, kadar abu total 8,395%, kadar abu tidak larut asam 0,1373%, kadar sari larut dalam air 29,275% dan kadar sari larut dalam etanol 27,596%. Golongan senyawa kimia yang terdapat pada serbuk simplisia rosela adalah flavonoida, glikosida, steroid dan tanin.

Hasil uji aktivitas antibakteri menunjukkan bahwa ekstrak etanol rosela dapat menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus pada konsentrasi efektif 50 mg/ml dengan diameter daerah hambat sebesar 14,3 mm dan bakteri Escherichia coli pada konsentrasi efektif 60 mg/ml dengan diameter daerah hambat sebesar 14,8 mm.

Kata kunci : Rosela, aktivitas antibakteri, Staphylococcus aureus, Escherichia coli.


(16)

Characterization of Symplicia, Phytochemical Screening and Activity Test Antibacterial Extract Etanol “Rosela” (Hibiscus Sabdariffa L.)

to Staphylococcus aureus and Escherichia coli. Abstract

Rosela represent plant which used many to cure assortedly of disease one of them as antybacterium. at this research to test activity antybacterium of rosela. Job step cover gathering of sampel, processing of sampel, characterization symplicia, screening phytochemical and making of extract etanol of rosela by perkolasi later then extract etanol of rosela in activity test of antybacterium to some bacterium with diffusion method to be using of metal.

Activitys test of antybacterium this is conducted by in vitro with diffusion method so that to be using of metal. Result of activity test of antybacterium indicate that extract of etanol can pursue growth of bacterium of Staphylococcus aureus at concentration 50 mg/ml with area diameter pursue equal to 14,3 mm and bacterium of Escherichia coli at concentration 60 mg/ml with area diameter pursue equal to 14,8 mm.

Result characterization symplicia of rosela that is result of macroscopic inspection rosela rose colored with tip of bud and there are smooth plume which patch at surface, feel acid and smell typically, Result of microscopic inspection of showing symplicia serbuk is existence of calcium crystal of oksalat form druse, hair of form ribbon, epidermis network and papilla. Stipulating of rate irrigate 7,98%, dusty rate totalize 8,395%, insoluble dusty rate of acid 0,1373%, dissolve gist rate in water 29,275% dissolve gist rate conclusion in etanol 27,596%. result symplicia screening phytochemical of rosela show the existence of compound of flovonaida, glikosida, and steroid of tanin.

Keyword : Kernel of Rosela, activity of antibakteri, Staphylococcus aureus, Escherichia coli.


(17)

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Masyarakat Indonesia mengenal dan menggunakan tumbuhan berkhasiat obat sebagai salah satu upaya untuk menanggulangi berbagai masalah kesehatan, jauh sebelum pelayanan kesehatan formal dan obat-obatan modern menyentuh lapisan masyarakat. Pemanfaatan tumbuhan obat di Indonesia secara tradisional semakin disukai karena efek samping lebih kecil dari obat yang dibuat secara sintesis. Penggunaan tumbuhan obat di masyarakat terutama untuk mencegah penyakit, menjaga kesegaran tubuh maupun mengobati penyakit (Mursito, 2001).

Banyak jenis tumbuhan yang digunakan sebagai tumbuhan obat, salah satunya adalah tumbuhan rosela (Hibiscus sabdariffa L.) dari familia Malvaceae. Rosela mengandung senyawa flavonoid, kalsium, magnesium, beta-karoten, fosfor, zat besi, asam amino essensial, polisakarida, omega-3 dan berbagai vitamin (Widyanto, 2009), juga mengandung saponin dan polifenol (Depkes, 2001).

Banyak khasiat yang terkandung dalam tumbuhan rosela, daun dapat mengobati luka dan kaki yang pecah-pecah, mempercepat pematangan bisul, melembutkan kulit dan peluruh air seni (diuretik). Biji untuk menyembuhkan gangguan pencernaan dan meningkatkan stamina. Akar dapat digunakan untuk meningkatkan stamina. “Rosela” berkhasiat sebagai obat mual, menurunkan kolesterol, menurunkan tekanan darah, antiplasmodik (antikejang), antibacterial, antihelminthis (anticacing) yang memiliki kemampuan dalam menperlambat pertumbuhan jamur, bakteri atau parasit. Ekstrak rosela dan pewarnanya dapat


(18)

meletalkan bakteri Mycobacterium tuberculosis (bakteri penyebab penyakit TBC) (Mardiah, 2009). Dapat juga sebagai antioksidan, meredakan kejang, mengobati cacingan (antelmintik), mengatasi batuk dan sebagai antibakteri (Widyanto, 2009).

Dalam pengobatan tradisional, rosela sering dipakai untuk mengatasi radang, kanker, jantung, hipertensi, gangguan pencernaan. Beberapa khasiat tersebut telah didukung oleh penelitian ilmiah, sebagai antihipertensi: dosis pemakaian 10 g rosela kering dicampur 0,5 liter air (atau berisi 9,6 mg antosianin) diminum sehari sekali sebelum sarapan. Penurun kolesterol: 1 g ekstrak rosela di minum setiap hari selama sebulan. Mengatasi batuk: 3 g rosela kering dalam 200 ml air panas, air seduhan diminum setiap hari selama 3 hari (Widyanto, 2009).

Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan karakterisasi simplisia rosela, pemeriksaan skrining fitokimia terhadap simplisia rosela dan menguji aktivitas antibakteri ekstrak etanol rosela terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif yang terdapat pada kulit, luka, mulut, selaput lendir dan saluran cerna dan Escherichia coli merupakan bakteri gram negatif sebagai indikator pencemaran air, dapat menyebabkan diare (Lay, 1994).

1.2Perumusan Masalah

a. Apakah karakteristik serbuk simplisia rosela dapat diketahui ?

b. Apakah golongan senyawa kimia yang terdapat dalam serbuk simplisia rosela ?


(19)

c. Apakah ekstrak etanol rosela mempunyai aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli ?

1.3Hipotesis

a. Diduga karakteristik serbuk simplisia rosela dapat diketahui.

b. Diduga bahwa golongan senyawa kimia yang terdapat dalam serbuk simplisia rosela adalah flavonoid, saponin dan tanin.

c. Diduga bahwa ekstrak etanol rosela mempunyai aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli.

1.4Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui karakteristik simplisia rosela.

b. Untuk mengetahui golongan senyawa kimia yang terdapat dalam serbuk simplisia rosela.

c. Untuk mengetahui aktivitas antibakteri dari ekstrak etanol rosela terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli.

1.5Manfaat Penelitian

a. Mengetahui karakteristik simplisia rosela.

b. Mengetahui golongan senyawa kimia yang terdapat dalam serbuk simplisia rosela.

c. Mengetahui adanya aktivitas antibakteri dari ekstrak etanol rosela terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli.


(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan

Uraian tumbuhan rosela meliputi morfologi tumbuhan, sistematika tumbuhan, nama daerah, kandungan kimia dan khasiat tumbuhan.

2.1.1 Morfologi Tumbuhan

Tumbuhan rosela berupa semak yang berdiri tegak dengan tinggi 0,5-3 m. Ketika masih muda, batang dan daunnya berwarna hijau, ketika beranjak dewasa dan sudah berbunga, batangnya berwarna merah. Batang berbentuk bulat, tegak dan berkayu, serta memiliki banyak percabangan. Pada batang melekat daun-daun yang tersusun berseling, berwarna hijau, berbentuk bulat telur dengan pertulangan menjari dan tepi beringgit. Ujung daun ada yang runcing atau bercangap, pangkal berlekuk, panjang 5-15 cm, lebar 5-8 cm. Tulang daunnya berwarna merah. Akar yang menopang batangnya berupa akar tunggang, putih.

Bunga tunggal muncul pada ketiak daun. Mahkota bunganya berbentuk corong yang tersusun dari 5 helai daun mahkota, panjang 3-5 cm. Kelopak bunga sangat menarik dengan bentuk yang menguncup indah dan dibentuk dari 5 helai daun kelopak. Selain mahkota dan kelopak, bunga juga dilengkapi 8-12 kelopak tambahan (epikaliks).

Bunga muncul saat tumbuhan berumur 2,5-3 bulan setelah ditanam. Awalnya bunga berwarna merah muda dan belum menyerupai bunga yang sudah matang. Dua minggu kemudian bunga rosela muda berbentuk bulat kecil berwarna hijau dengan jari-jari tipis berwarna merah. Selama pertumbuhan tanaman,


(21)

kelopak ini akan semakin besar, kaku dan menebal serta berubah warna menjadi merah cerah. Pada bunga terdapat putik dan benang sari sekaligus (berumah satu). Bunga yang dibuahi akan menjadi buah. Buah rosela berbentuk kerucut, berambut yang menempel di permukaan kulit buah, terbagi menjadi lima ruang dan berwana merah. Disetiap ruang terdapat 3-4 biji yang juga berbulu, menyerupai bentuk ginjal, panjang ± 5 mm dan lebar ± 4 mm. Biji yang masih muda berwarna putih, sedangkan jika sudah tua berwarna coklat ( Depkes, 2001).

2.1.2 Sistematika Tumbuhan

Tumbuhan rosela mempunyai sistematika (Depkes, 2001) sebagai berikut:

Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Bangsa : Malvales

Suku : Malvaceae

Marga : Hibiscus

Jenis : Hibiscus sabdariffa L.

2.1.3 Nama Daerah

Nama daerah dari tumbuhan rosela adalah mrambos (Jawa Tengah), gamet balonda (Sunda), kasturi roriha (Ternate) (Depkes, 2001). Asam kesur (Meranjat), kesew jawe (Pagar Alam, Sumatera Selatan), asam jarot (Padang), asam rejang (Muara Enim) (Widyanto, 2009).

2.1.4 Kandungan Kimia


(22)

Biji mengandung protein yang tinggi, “Rosela” mengandung flavonoid, polifenol, saponin, kalsium, fosfor, Daun mengandung saponin, flavonoida dan polifenol (Depkes, 2001)

2.1.5 Khasiat Tumbuhan

”Rosela” dapat menghambat terakumulasinya radikal bebas penyebab penyakit kronis, seperti kerusakan ginjal, diabetes, jantung koroner dan kanker darah. Antioksidan yang terkandung dalam rosela juga dapat mencegah penuaan dini. Antosianin merupakan pigmen tumbuhan yang memberikan warna merah pada bunga rosela dan berperan mencegah kerusakan sel akibat paparan sinar UV berlebih. Salah satu khasiatnya adalah dapat menghambat pertumbuhan sel kanker, bahkan mematikan sel kanker tersebut.

Zat aktif yang paling berperan dalam rosela meliputi gossypetin, antosianin dan glukosida hibicin. Zat-zat itu terpercaya sebagai diuretik, menurunkan kekentalan darah, menurunkan tekanan darah dan menstimulasi gerakan usus.

Rosela memiliki kemampuan dalam memperlambat pertumbuhan jamur, bakteri atau parasit penyebab demam tinggi dan dapat meletalkan bakteri Mycobakterium tubercolosis (bakteri penyebabTBC) (Mardiah, 2009).

2.2Kandungan Senyawa Kimia

Senyawa kimia yang terkandung pada tumbuhan rosella (Hibiscus sabdariffa L.) adalah saponin, flavonoid dan polifenol (Depkes, 2001).


(23)

2.2.1 Saponin

Senyawa golongan ini banyak terdapat pada tumbuhan tinggi. Keberadaan saponin sangat mudah ditandai dengan pembentukan larutan koloidal dengan air yang apabila dikocok menimbulkan buih yang stabil. Sapponin merupakan senyawa berasa pahit menusuk, menyebabkan bersin dan sering mengakibatkan iritasi terhadap selaput lender (Gunawan & Mulyani, 1995)

Saponin merupakan senyawa aktif permukaan, bersifat seperti sabun dan dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya membentuk busa dan menghemolisis, sel darah. Pembentukan busa yang mantap sewaktu mengekstraksi tumbuhan atau pada waktu memekatkan ekstrak tumbuhan merupakan bukti terpercaya akan adanya saponin (Harbone, 1987).

2.2.2 Flavonoida

Flavonoida merupakan salah satu golongan fenol alam yang tersebar luas pada tumbuhan hijau dan mengandung 15 atom karbon dalam inti dasarnya, yang tersusun dalam konfigurasi C6-C3-C6 Yaitu dua cincin aromatik yang

dihubungkan oleh satuan tiga karbon yang dapat atau tidak dapat membentuk cincin ketiga (Markham, 1988).

Gambar 1. Struktur Flavonoida

Umumnya senyawa flavonoida dalam tumbuhan terikat dengan gula disebut sebagai glikosida dan aglikon flavonoida yang berbeda-beda mungkin saja


(24)

terdapat pada satu tumbuhan dalam beberapa bentuk kombinasi glikosida. Oleh karena itu dalam menganalisis flavonoida biasanya lebih baik memeriksa aglikon yang telah dihidrolisis dibandingkan dalam bentuk glukosida dengan kerumitan strukturnya. Flavonoida berkhasiat sebagai antioksidan, antibakteri dan inflamasi (Harbone, 1987).

2.2.3 Steroida

Steroid adalah triterpenoid yang kerangka dasarnya system cincin siklopentana perhidrofenantren. Uji yang biasa digunakan adalah reaksi Lieberman Bourchard yang dengan kebanyakan triterpen dan steroid memberikan warna hijau biru (Harbone, 1987).

Gambar 2. Sruktur Steroida

Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam satuan isoprene dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C30 asiklik,

yaitu skualena. Senyawa ini berstruktur siklik yang rumit, kebanyakan berupa alcohol, aldehid atau asam karboksilat. Berupa senyawa warna. Berbentuk Kristal. Sering kali bertitik leleh tinggi dan aktif optic (Harbone, 1987).

2.2.4 Glikosida

Glikosida adalah suatu senyawa yang jika dihidrolisis akan menghasilkan bagian gula yang disebut glikon dan bagian bukan gula disebut aglikon. Gula yang dihasilkan biasanya adalah glukosa, ramnosa, dan lain sebagainya. Jika


(25)

bagian gulanya adalah glukosa maka disebut glukosida, sedangkan jika bagian gulanya selain glukosa disebut glikosida.

Menurut fransworth (1996), Pembagian glikosida berdasarkan atom yang menghubungkan bagian gula dan bagian bukan gula adalah sebagai berikut :

1. O-glikosida : Jika bagian gula dan bukan gula dihubungkan oleh atom O 2. S-glikosida : Jika bagian gula dan bukan gula dihubungkan oleh atom S 3. N-glikosida : Jika bagian gula dan bukan gula dihubungkan oleh atom N 4. C-glikosida : Jika bagian gula dan bukan gula dihubungkan oleh atom C

2.3 Ekstraksi

Estraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair.

Ada beberapa metode ekstraksi, yaitu: 1. Cara Dingin

a. Maserasi

Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan (kamar).

Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama dan seterusnya (Depkes, 2000).

b. Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Proses terdiri dari


(26)

tahap pengembangan bahan, tahap maserasi antara dan tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan).

2. Cara Panas a. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Depkes, 2000).

b. Sokletasi

Sokletasi adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan dengan menggunakan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontiniu dengan jumlah pelarut yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Depkes, 2000).

c. Digesti

Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontiniu) pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan, yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50 (Depkes, 2000).

d. Infus

Infus adalah proses penyaringan yang umumnya digunakan untuk menyari zat kandungan aktif yang larut dalam air dari bahan-bahan nabati. Infus adalah sediaan cair yang dibuat dengan menyari simplisia menggunakan air pada temperatur 96-98 selama 15-20 menit (Depkes, 2000).

e. Dekok

Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (≥ 30 dan temperatur sampai titik didih air (Depkes, 2000).


(27)

2.4 Uraian Bakteri

Bakteri berasal dari kata ”bakterion” (Bahasa Yunani) yang berarti tongkat atau batang, atau disebut juga mikroorganisme yang bersel satu, tidak berklorofil, berkembangbiak dengan pembelahan diri, berukuran kecil sehingga hanya dapat dilihat dengan mikroskop.

Berdasarkan bentuknya, bakteri dapat dibagi atas tiga golongan yaitu golongan kokus (berbentuk bola), basil (berbentuk tongkat pendek) dan golongan spiral (berbentuk bengkok).

Berdasarkan perbedaannya dalam menyerap warna, bakteri dibagi atas dua golongan yaitu bakteri gram positif dan gram negatif. Bakteri gram positif menyerap zat warna pertama yaitu kristal violet yang menyebabkannya berwarna ungu, sedangkan bakteri gram negatif menyerap zat warna kedua yaitu safranin dan menyebabkan warna merah (Dwidjoseputro, 1988).

Bakteri gram positif memiliki kandungan peptidoglikan yang tinggi (dapat mencapai 50%) dibandingkan bakteri gram negatif (sekitar 10%). Sebaliknya kandungan lipida dinding sel bakteri gram positf lebih rendah sedangkan pada dinding sel bakteri gram negatif tinggi yaitu sekitar 11-22% (Lay, 1992).

2.4.1 Pertumbuhan Bakteri

Pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri dipengaruhi oleh: 1. Zat Makanan (Nutrisi)

Semua bentuk kehidupan termasuk mikroorganisme mempunyai persamaan dalam hal persyaratan nutrisi tertentu dalam bentuk zat-zat kimiawi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan secara normal. Sumber zat makanan (nutrisi)


(28)

bagi bakteri diperoleh dari senyawa karbon, nitrogen, sulfur, fosfor, unsur logam (natrium, kalsium, magnesium, mangan, besi, seng, tembaga dan kobalt), vitamin dan air untuk fungsi metabolik dan pertumbuhannya.

2. Keasaman atau kebasaan (pH)

Kebanyakan bakteri mempunyai pH optimum pertumbuhan antara 6,5-7,5 namun beberapa spesies dapat tumbuh dalam keadaan sangat asam atau sangat basa.

a. Acidofil, bakteri yang hidup pada suasana asam. b. Basofil, bakteri yang hidup dalam suasana basa. 3. Temperatur

Temperatur merupakan salah satu faktor yang penting di dalam kehidupan. Beberapa jenis mikroba dapat hidup pada daerah temperatur yang luas sedangkan jenis lainnya pada daerah yang terbatas. Pada umumnya batas daerah temperatur bagi kehidupan mikroba terletak diantara 0 dan 90 , sehingga untuk masing-masing mikroba dikenal nilai temperatur minimum, optimum dan maksimum.

a. Suhu minimum, di bawah suhu ini pertumbuhan mikroorganisme tidak dapat terjadi lagi.

b. Suhu optimum, adalah suhu di mana pertumbuhan paling cepat.

c. Suhu maksimum, di atas suhu ini pertumbuhan mikroorganisme tidak mungkin terjadi lagi.

Berdasarkan daerah aktivitas temperatur, mikroba dibagi menjadi tiga golongan yaitu:


(29)

a. Mikroba psikrofilik, adalah golongan mikroba yang dapat tumbuh pada daerah temperatur antara 0-30 , dengan temperatur optimum 15 .

b. Mikroba mesofilik, adalah golongan mikroba yang mempunyai temperatur optimum antara 25-37 , minimun 15 dan maksimum 55 .

c. Mikroba termofilik, adalah golongan mikroba yang dapat tumbuh pada daerah temperatur tinggi, optimum di antara 55 -60 , minimum 40 , sedangkan maksimum 75 .

4. Oksigen

Beberapa spesies bakteri dapat hidup dengan adanya oksigen dan sebaliknya spesies lain akan mati. Bakteri dibagi menjadi empat kelompok berdasarkan kebutuhan akan oksigen yaitu:

a. Bakteri aerobik, yaitu bakteri yang membutuhkan oksigen di dalam pertumbuhannya (Pelczar, 1986).

b. Bakteri anaerob, yaitu bakteri yang tidak membutuhkan oksigen di dalam pertumbuhannya, bahkan oksigen ini dapat menjadi racun bagi mikroba tersebut.

c. Bakteri anaerob fakultatif, yaitu bakteri yang dapat hidup tumbuh dengan/ tanpa adanya oksigen.

d. Bakteri mikro-aerofilik, yaitu bakteri yang membutuhkan hanya sedikit oksigen dalam pertumbuhannya (Pelczer, 1986).

5. Kelembaban

Secara umum bakteri tumbuh dan berkembang biak dengan baik pada lingkungan yang lembab. Bakteri tidak tahan pada keadaan kering, hanya bakteri


(30)

yang berkapsul atau bentuk spora yang masih tahan dalam kekeringan, misalnya Mycobacterium tuberculosa dan Clostridium tetani (Dwidjoseputro, 1988).

2.4.2 Fase Pertumbuhan Bakteri

1. Fase Lag

Selama fase ini perubahan bentuk dan pertumbuhan jumlah individu tidak secara nyata terlihat. Karena fase ini dapat juga dinamakan sebagai fase adaptasi. Waktu dibutuhkan untuk kegiatan metabolisme dalam rangka persiapan dan penyesuaian diri dengan kondisi pertumbuhan dalam lingkungan yang baru.

2. Fase Logaritmik

Setelah beradaptasi terhadap kondisi baru, se-sel ini akan tumbuh dan membelah diri secara eksponensial sampai jumlah maksimum yang dapat dibantu oleh kondisi lingkungan yang dicapai.

3. Fase Tetap

Pertumbuhan populasi mikroorganisme biasanya dibatasi oleh habisnya bahan gizi yang tersedia atau penimbunan zat racun sebagai hasil akhir metabolisme. Akibatnya kecepatan pertumbuhan menurun dan pertumbuhan akhirnya berhenti.

4. Fase menurun

Se-sel yang berada dalam fase tetap, akhirnya akan mati bila tidak dipindahkan ke media segar lainnya. Kecepatan kematian berbeda-beda tergantung dari lingkungan dan spesies mikroorganisme (Lee, 1983).


(31)

Gambar 2.1 Grafik pertumbuhan bakteri 2.4.3 Media Pertumbuhan Bakteri

Pertumbuhan mikroorganisme membutuhkan media yang berisi zat hara serta lingkungan pertumbuhan yang sesuai bagi mikroorganisme.

Pembagian Media

1. Menurut konsistensinya, media dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu : a. Media padat

b. Media cair c. Media semi padat

2. Berdasarkan sumber bahan baku yang digunakan, media dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu :

a. Media sintetik. Bahan baku yang digunakan merupakan bahan kimia atau bahan yang bukan berasal dari alam. Pada media sintetik, kandungan dan isi bahan yang ditambahkan diketahui secara terperinci, contohnya: glukosa dan kalium phosfat.

b. Media non sintetik. Menggunakan bahan yang terdapat di alam, biasanya tidak diketahui kandungan kimiawinya secara terperinci, contohnya: ekstrak daging, pepton.


(32)

a. Media selektif, bila media tersebut mampu menghambat satu jenis bakteri tetapi tidak menghambat yang lain.

b. Media differensial, yaitu media untuk membedakan antara beberapa jenis bakteri yang tumbuh pada media biakan. Bila berbagai kelompok mikroorganisme tumbuh pada media differensial, maka dapat dibedakan kelompok mikroorganisme berdasarkan perubahan pada media biakan atau penampilan koloninya.

c. Media diperkaya yaitu media dengan menambahkan bahan-bahan khusus pada media untuk menumbuhkan mikroba yang khusus (Lay, 1994).

2.4.4 Sistematika Bakteri 2.4.4.1 Staphylococcus aureus

Klasifikasi Staphylococcus aureus menurut (Tjitrosoepomo, 1994) adalah: Divisi : Schizophyta

Kelas : Schizomycetes Bangsa : Enterobacteriales Suku : Micrococcaceae Marga : Staphylococcus

Jenis : Staphylococcus aureus

Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif aerob atau anaerob fakultatif berbentuk bola atau kokus yang bergerombol membentuk buah anggur, diameter 0,8-1,0 mikrometer tidak membentuk spora dan tidak bergerak, koloni berwarna kuning, bakteri ini tumbuh suhu optimal sekitar 350C dan pH optimal untuk pertumbuhan Staphylococcus aureus adalah 7,4 (Tim Mikrobiologi


(33)

FK Unibaw, 2003). Bakteri ini terdapat pada kulit, selaput lendir, bisul dan luka. Dapat menimbulkan penyakit melalui kemampuannya berkembang biak dan menyebar luas dalam jaringan (Jawetz, 2001).

2.4.4.2 Escherichia coli

Klasifikasi Escherichia coli menurut (Tjitrosoepomo, 1994) adalah: Divisi : Schizophyta

Kelas : Schizomycetes Bangsa : Enterobacteriales Suku : Enterobacteriaceae Marga : Escherichia

Jenis : Escherichia coli

Morfologi Escheichia coli disebut juga Bacterium coli, merupakan bakteri gram negatif, aerob atau anaerob fakultatif, panjang 1-4 mikrometer, lebar 0,4-1,7 mikrometer, berbentuk batang, tidak bergerak. Bakteri ini tumbuh baik pada suhu 37 C tapi dapat tumbuh pada suhu 8-40 C, membentuk koloni yang bundar, cembung, halus dan dengan tepi rata. Escherichia coli biasanya terdapat dalam saluran cerna sebagai floral normal (Jawetz, 2001).

2.5 Uji Aktivitas Antibakteri

Pengujian aktivitas antibakteri terdiri dari tiga metode yaitu metode difusi agar, metode dilusi dan turbidimetri.

1. Metode Difusi Agar

Pengujian ini menggunakan pencadang logam sebagai pencadang antibakteri. Agar cair yang telah diinokulasikan dengan mikroba uji dituangkan ke


(34)

dalam cawan petri dan dibiarkan sampai padat. Pencadang logam diletakkan di atas agar, zat antibakteri diteteskan, kemudian diinkubasi pada suhu yang cocok untuk bakteri pada suhu 36-37 C selama 18-24 jam. Daerah bening yang terdapat disekeliling pencadang logam menunjukkan hambatan pertumbuhan mikroba, diamati dan diukur menggunakan jangka sorong.

2. Metode Dilusi

Prinsip metode ini adalah sejumlah ekstrak diencerkan hingga diperoleh beberapa macam konsentrasi, lalu masing-masing konsentrasi diberikan pada suspensi bakteri dalam media. Setelah diinkubasi, diamati ada atau tidaknya pertumbuhan bakteri yang ditandai dengan terjadinya kekkeruhan. Konsentrasi terendah yang menghambat pertumbuhan bakteri yang ditunjukkan dengan tidak adanya kekeruhan disebut Konsentrasi Hambat Minimal (KHM) atau Inhibitor Minimum Concentration (MIC).

3. Metode Turbidimetri

Metode ini menggunakan media cair dengan cara mengukur kekeruhan yang disebabkan pertumbuhan mikroba memakai alat yang cocok seperti spektrofotometer.


(35)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Jenis penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimental yang meliputi pengumpulan bahan tumbuhan dan pembuatan simplisia, pemeriksaan karakterisasi simplisia, skrining fitokimia, pembuatan ekstrak etanol rosela dengan cara perkolasi serta pengujian aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli dengan metode difusi agar menggunakan pencadang logam.

3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat

Alat-alat yang digunakan terdiri dari: Alat-alat gelas laboratorium, blender, oven listrik, seperangkat alat destilasi penetapan kadar air, alat Stahl, freeze dryer, inkubator (Fiber Scientific), autoklaf, pencadang logam, jarum ose, lampu Bunsen, pinset, Laminar Air Flow Cabinet (Astec HLF 1200L), lemari pendingin (Toshiba), hot plate, spatula, mikro pipet (Eppendorf), jangka sorong, kain kasa, kapas, kertas saring, aluminium foil, mikroskop, vacum rotary evaporator (Buchi), neraca kasar, neraca analitis (Vibra), waterbath (Yenaco) dan sarung tangan, spektrofotometer visibel (Dynamic) dan tanur.

3.1.2 Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah rosela yang siap panen berumur 4-5 bulan. Bahan-bahan kimia yang digunakan berkualitas pro analisis kecuali disebut lain adalah air suling, etanol 96 % (hasil destilasi etanol teknis),


(36)

kloralhidrat, asam klorida encer, kloroform, besi (III) klorida, natrium hidroksida, timbal (II) asetat, asam asetat anhidrat, asam asetat pekat, natrium klorida, kalium iodida, iodium, α-naftol, asam nitrat, bismuth nitrat, etil asetat, isopropanol, natrium sulfat anhidrat, serbuk seng, serbuk magnesium, etanol, eter, Staphylococcus aureus (ATCC 25923) dan Escherichia coli (ATCC 25922), NA (Nutrient Agar), Aquabidest, NaCl 0,9%.

3.2 Pembuatan Larutan Pereaksi 3.2.1 Larutan Pereaksi Meyer

Sebanyak 5 g kalium iodida dalam 10 ml air suling kemudian ditambahkan larutan 1,36 g merkuri (II) klorida dalam 60 ml air suling. Larutan dikocok dan ditambahkan air suling hingga 100 ml (Depkes RI, 1995).

3.2.2 Larutan Pereaksi Dragendorff

Sebanyak 8 g bismuth (III) nitrat dilarutkan dalam asam nitrat 20 ml kemudian dicampur dengan larutan kalium iodida sebanyak 27,2 g dalam 50 ml air suling. Campuran didiamkan sampai memisah sempurna. Larutan jernih diambil dan diencerkan dengan air secukupnya hingga 100 ml (Depkes RI, 1995).

3.2.3 Larutan Pereaksi Timbal (II) asetat 0,4 M

Sebanyak 15,17 g Timbal (II) asetat ditimbang, kemudian dilarutkan dalam air suling bebas CO2 hingga 100 ml (Depkes RI, 1995).

3.2.4 Larutan Pereaksi Bouchardat

Sebanyak 4 g kalium iodida dilarutkan dalam 20 ml air suling kemudian ditambahkan 2 g iodium sambil diaduk sampai larut, lalu ditambah air suling hingga 100 ml (Depkes RI, 1995).


(37)

3.2.5 Larutan Pereaksi Asam Klorida 2N

Sebanyak 17 ml asam klorida pekat diencerkan dengan air suling hingga 100 ml (Depkes RI, 1995).

3.2.6 Larutan Pereaksi Lieberman-Bouchard

Sebanyak 5 ml asam asetat anhidrida dicampurkan dengan 5 ml asam sulfat pekat kemudian ditambahkan etanol hingga 50 ml (Depkes RI, 1995).

3.2.7 Larutan Pereaksi Molish

Sebanyak 3 g α-naftol dilarutkan dalam asam nitrat 0,5 N secukupnya kemudian ditambahkan 2 g iodida dan air suling hingga 100 ml (Depkes RI, 1995).

3.2.8 Larutan Pereaksi Kloralhidrat

Sebanyak 70 g kloralhidrat dilarutkan dalam 100 ml air (Depkes RI, 1995).

3.2.9 Larutan Pereaksi Besi (III) klorida 1 % (b/v)

Sebanyak 1 g besi (III) klorida ditimbang, kemudian dilarutkan dalam air suling hingga volume 100 ml (Depkes RI, 1995).

3.2.10 Larutan Pereaksi Natrium hidroksida 2 N

Sebanyak 8,002 g kristal natrium hidroksida dilarutkan dalam air suling hingga 100 ml (Depkes RI, 1995).

3.3 Pengambilan dan Pengolahan Bahan Tumbuhan 3.3.1 Pengambilan Bahan Tumbuhan

Pengambilan rosela dilakukan secara purposif yaitu tanpa membandingkan dengan tumbuhan yang sama dari daerah lain. Bahan penelitian


(38)

ini adalah rosela yang berwarna merah berumur 4-5 bulan, pengambilan bahan tumbuhan dilakukan pada pagi hari yang diperoleh dari Jln. Prona 3 Kelurahan Petapahan, Kecamatan Lubuk Pakam, Kabupaten Deli Serdang.

3.3.2 Identifikasi Tumbuhan

Identifikasi tumbuhan rosela dilakukan di “Herbarium Bogorriense” Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi- LIPI Bogor, Jl. Raya Jakarta-Bogor Km. 46 Cibinong 16911, Indonesia P.O Box 25 Cibinong.

3.3.3 Pengolahan Bahan Tumbuhan

Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah rosela yang siap panen berwarna merah dan masih segar, dicuci bersih dan ditiriskan. Rosela yang sudah bersih disortir basah lalu dilap satu persatu dengan tissue serta ditimbang. Selanjutnya buah tersebut dikeringkan selama 2 minggu dengan cara dikering-anginkan (terlindung dari sinar matahari). Simplisia yang telah kering diblender menjadi serbuk lalu disimpan di dalam wadah plastik tertutup.

3.4 Pemeriksaan Karakterisasi Simplisia

Pemeriksaan karakterisasi simplisia meliputi pemeriksaan makroskopik dan mikroskopik, penetapan kadar air, penetapan kadar sari yang larut dalam air, penetapan kadar sari yang larut dalam etanol, penetapan kadar abu total, penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam (Ditjen POM, 1995; WHO, 1992).

3.4.1 Pemeriksaan Makroskopik

Pemeriksaan makroskopik terhadap rosela segar meliputi pemeriksaan secara organoleptis dan visual. Organoleptis terdiri dari rasa dan bau, sedangkan


(39)

visual dengan cara memperhatikan bentuk dan warna. Pengukuran pH dilakukan terhadap serbuk simplisia rosela menggunakan pH indikator universal.

3.4.2 Pemeriksaan Mikroskopik

Pemeriksaan mikroskopik dilakukan terhadap serbuk simplisia rosela dengan cara menaburkan serbuk simplisia di atas kaca objek yang telah diteteskan dengan larutan kloralhidrat dan tutup dengan kaca penutup, kemudian diamati di bawah mikroskop.

3.4.3 Penetapan Kadar Air

Penetapan kadar air dilakukan dengan metode Azeotropi (Destilasi Toluen). Alat ini meliputi labu alas bulat 500 ml, alat penampung, tabung penerima 5 ml berskala 0,05 ml pendingin, tabung penyambung, pemanas.

Cara Penjenuhan Toluen:

Dimasukkan 200 ml toluen dan 2 ml air suling ke dalam labu alas bulat, didestilasi selama 2 jam. Setelah itu didinginkan dan volume air pada tabung penerima dibaca (WHO, 1992).

Cara Penetapan Kadar Air Simplisia

Dimasukkan 5 g serbuk simplisia yang telah ditimbang seksama ke dalam labu alas bulat yang berisi dipanaskan hati-hati selama 15 menit. Setelah toluen mulai mendidih, kecepatan tetesan diatur kurang lebih 2 tetes tiap detik hingga sebagian besar air terdestilasi. Kemudian kecepatan tetesan dinaikkan hingga 4 tetes tiap detik. Setelah semua air tersuling, bagian dalam pendingin dibilas dengan toluen yang telah dijenuhkan. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, kemudian tabung penerima dibiarkan mendingin hingga suhu kamar. Setelah air dan toluen memisah sempurna, volume air dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. Selisih kedua


(40)

volume air yang dibaca sesuai dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa. Kadar air dihitung dalam persen (v/b) (WHO, 1992).

Kadar air = x 100%

3.4.4 Penetapan Kadar Sari Yang Larut Dalam Air

Sebanyak 5 g serbuk yang telah dikeringkan di udara, dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml air-kloroform (2,5 ml kloroform dalam air suling sampai 1 liter) dalam labu bersumbat sambil dikocok sesekali selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam dan disaring, ditambahkan air-kloroform hingga 100 ml. Sejumlah 20 ml filtrat pertama diuapkan sampai kering dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa dipanaskan dalam oven pada suhu 105oC sampai bobot tetap. Kadar dalam persen sari yang larut dalam air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Depkes RI, 1989).

3.4.5 Penetapan Kadar Sari Yang Larut Dalam Etanol

Sebanyak 5 g serbuk yang telah dikeringkan di udara, dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml etanol 96% dalam labu bersumbat sambil dikocok sesekali selama 6 jam pertama dan dibiarkan selama 18 jam. Kemudian disaring cepat untuk menghindari penguapan etanol, dan ditambahkan etanol hingga 100 ml. Sejumlah 20 ml filtrat pertama diuapkan sampai kering dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Sisanya dipanaskan dalam oven pada suhu 105oC sampai diperoleh bobot tetap. Kadarnya dalam persen sari yang larut dalam etanol 96% dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Depkes RI, 1989).


(41)

3.4.6 Penetapan Kadar Abu Total

Sebanyak 2 g serbuk yang telah digerus dan ditimbang seksama dimasukkan dalam krus porselen yang telah dipijar dan ditara, kemudian diratakan. Krus dipijar perlahan-lahan sampai arang habis, pijaran dilakukan pada suhu 600oC selama 3 jam kemudian didinginkan dan ditimbang sampai diperoleh bobot tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (WHO, 1992).

3.4.7 Penetapan Kadar Abu Yang Tidak Larut Dalam Asam

Abu yang telah diperoleh dalam penetapan kadar abu dididihkan dalam 25 ml asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam dikumpulkan, disaring melalui kertas saring dipijarkan pada suhu 600oC sampai diperoleh bobot tetap, kemudian didinginkan dan ditimbang. Kadar abu yang tidak larut dalam asam dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (WHO, 1992).

3.5 Skrining Fitokimia

3.5.1 Pemeriksaan Steroid/ Triterpenoida

Sebanyak 1 g serbuk simplisia dimaserasi dengan 20 ml eter selama 2 jam, lalu disaring. Filtrat diuapkan dalam cawan penguap, pada sisa ditambahkan 2 tetes asam asetat anhidrat dan 1 tetes asam sulfat pekat (pereaksi Lieberman-Bouchard). Terbentuk warna ungu atau merah kemudian berubah menjadi hijau biru menunjukkan adanya steroida/triterpenoida (Harborne, 1987).


(42)

3.5.2 Pemeriksaan Alkaloida

Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 0,5 g kemudian ditambahkan 1 ml asam klorida 2 N dan 9 ml air suling, dipanaskan diatas penangas air selama 2 menit, didinginkan dan disaring. Filtrat yang diperoleh dipakai untuk uji alkaloida yaitu :

a. Filtrat 3 tetes ditambah 2 tetes pereaksi Mayer, akan terbentuk endapan menggumpal berwarna putih atau kuning.

b. Filtrat 3 tetes ditambah 2 tetes pereaksi Bouchardat, akan terbentuk ndapan berwarna coklat sampai kehitaman.

c. Filtrat 3 tetes ditambah 2 tetes pereaksi Dragendroff, akan terbentuk endapan merah atau jingga.

Alkaloida positif jika terjadi endapan atau kekeruhan pada paling sedikit dua hari tiga percobaan diatas (Depkes RI, 1989).

3.5.3 Pemeriksaan Flavonoida

Sebanyak 10 g serbuk simplisia ditambahkan 100 ml air panas, dididihkan selama 5 menit dan disaring dalam keadaan panas. Filtrat yang diperoleh kemudian diambil 5 ml lalu ditambahkan 0,1 g serbuk magnesium dan 1 ml asam klorida pekat dan 2 ml amil alkohol, dikocok dan dibiarkan memisah. Flavonoida positif jika terjadi warna merah atau kuning atau jingga pada lapisan amil alkohol (Fransworth, 1966).

3.5.4 Pemeriksaan Glikosida

Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 3 g kemudian disari dengan 30 ml campuran 7 bagian volume etanol 96% dan 3 bagian volume air suling (7:3) dan ditambahkan 10 ml asam klorida 2 N, direfluks selama 2 jam, didinginkan dan


(43)

disaring. Diambil 20 ml filrat lalu ditambahkan 25 ml air suling dan 25 ml timbal (II) asetat 0,4 M, dikocok,didiamkan selama 5 menit lalu disaring. Filtrat disari sebanyak 3 kali, tiap kali dengan 20 ml campuran 3 bagian volume kloroform P dan 2 bagian volume isopropanolol P (3:2). Sari air dikumpulkan dan diuapkan pada temperatur tidak lebih dari 50 C. Sisanya dilarutkan dalam 2 ml metanol, kemudian diambil 0,1 ml larutan percobaan, dimasukkan dalam tabung reaksi dan diuapkan diatas penangas air. Pada sisa ditambahkan 2 ml air dan 5 tetes pereaksi Molish, kemudian secara perlahan-lahan ditambahkan 2 ml asam sulfat pekat melalui dinding tabung, terbentuknya cincin berwarna ungu pada batas kedua cairan menunjukkan adanya gula (glikon) (Depkes RI, 1989).

3.5.5 Pemeriksaan Saponin

Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 0,5 g dan dimasukan ke dalam tabung reaksi, lalu ditambahkan 10 ml air suling panas, dinginkan kemudian dikocok kuat-kuat selama 10 detik. Jika terbentuk busa setinggi 1-10 cm yang stabil tidak kurang dari 10 menit dan tidak hilang dengan penambahan 1 tetes asam klorida2 N menunjukan adanya saponin (Depkes RI, 1989).

3.5.6 Pemeriksaan Tanin

Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 0,5 g disari dengan 10 ml air

suling, disaring lalu filtratnya diencerkan dengan air sampai tidak berwarna. Diambil 2 ml larutan lalu ditambahkan 1 sampai 2 tetes pereaksi besi (III) klorida 1%. Jika terjadi warna biru atau hijau kehitaman menunjukan adanya tanin (Farnsworth, 1966).


(44)

3.6 Pembuatan Ekstrak Etanol Rosela

Pembuatan ekstrak dilakukan secara perkolasi dengan menggunakan

pelarut etanol 96 %. Sebanyak 200 g serbuk simplisia dimasukkan ke dalam wadah kaca dan dibasahi dengan etanol 96 % dan dilakukan maserasi selama 3 jam. Massa dipindahkan sedikit demi sedikit ke dalam perkolator sambil tiap kali ditekan dengan hati- hati, kemudian cairan penyari dituangkan secukupnya sampai cairan mulai menetes dan di atas simplisia masih terdapat selapis cairan penyari, perkolator ditutup dan dibiarkan 24 jam. Cairan dibiarkan menetes dengan kecepatan 1 ml tiap menit, cairan penyari ditambahkan berulang- ulang secukupnya dengan memasang botol cairan penyari diatas perkolator dan diatur kecepatan penetesan cairan penyari sama dengan kecepatan tetes perkolat, sehingga selalu terdapat selapis cairan penyari di atas simplisia. Perkolasi dihentikan jika 500 mg perkolat yang keluar terakhir diuapkan, tidak meninggalkan sisa (Ditjen POM, 1979).

Ekstrak yang diperoleh digabung dan disaring, lalu pelarut diuapkan pada tekanan rendah dengan suhu tidak lebih dari 40 C menggunakan Rotary evaporator, sehingga didapat ekstrak kental. Ekstrak kental yang diperoleh dikeringbekukan dengan freeze dryer.

3.7 Pembuatan Media

3.7.1 Pembuatan Media Nutrient Agar (NA)

Komposisi : Beef extract 3 g Peptone 5 g

Agar 15 g


(45)

Sebanyak 23 g nutrient agar (NA) dimasukkan kedalam erlenmeyer tambahkan air suling hingga 1000 ml, lalu dipanaskan sampai larut. Kemudian disterilkan di dalam autoklaf pada suhu 115°C selama 30 menit (Difco, 1977).

3.7.2 Larutan Natrium Klorida 0,9 % (b/v)

Komposisi : Natrium klorida 9 g Air suling hingga 1000 ml Cara pembuatan:

Sebanyak 9 g natrium klorida dilarutkan dengan air suling 1000 ml sampai larut sempurna dalam labu ukur lalu disterilkan di autoklaf pada suhu 1150C selama 30 menit (Sonnenwirth,1980).

3.7.3 Pembuatan Agar Miring

Ke dalam tabung reaksi dimasukkan 3 ml media nutrient agar, didiamkan pada suhu kamar sampai sediaan membeku pada posisi miring. Hasil disimpan pada lemari pendingin.

3.8 Sterilisasi Alat

Alat-alat yang digunakan dalam uji aktivitas antibakteri ini, disterilkan terlebih dahulu sebelum dipakai. Alat-alat gelas disterilkan didalam oven pada suhu 170°C selama 1 jam. Media disterilkan di autoklaf pada suhu 115°C selama 30 menit. Jarum ose dan pinset dengan lampu bunsen (Lay,1994).

3.9 Pembuatan Stok Kultur

3.9.1 Bakteri Staphylococcus aureus

Diambil satu koloni bakteri Staphylococcus aureus dengan menggunakan jarum ose steril lalu ditanamkan pada media nutrient agar (NA) miring dengan


(46)

cara menggores. Kemudian diinkubasi dalam inkubator pada suhu 36 ±1°C selama 18-24 jam (Ditjen POM, 1995).

3.9.2 Bakteri Escherichia coli

Diambil satu koloni bakteri Escherichia coli dengan menggunakan jarum ose steril lalu ditanamkan pada media nutrient agar (NA) miring dengan cara menggores. Kemudian itu diinkubasi dalam inkubator pada suhu 36 ±1°C selama 18-24 jam (Ditjen POM, 1995).

3.10 Penyiapan Inokulum Bakteri 3.10.1 Bakteri Staphylococcus aureus

Stok kultur bakteri Staphylococcus aureus yang telah tumbuh diambil dengan jarum ose steril lalu disuspensikan ke dalam tabung yang berisi 10 ml larutan NaCl 0,9% steril diinkubasi selama 3 jam, kemudian diukur kekeruhan larutan pada panjang gelombang 580 nm sampai diperoleh transmitan 25% (Ditjen POM, 1995).

3.10.2 Bakteri Escherichia coli

Stok kultur bakteri Escherichia coli yang telah tumbuh diambil dengan jarum ose steril lalu disuspensikan ke dalam tabung yang berisi 10 ml larutan NaCl 0,9% steril diinkubasi selama 3 jam, kemudian diukur kekeruhan larutan pada panjang gelombang 580 nm sampai diperoleh konsentrasi 25% (Ditjen POM, 1995).


(47)

3.11 Pembuatan Larutan Uji Ekstrak Etanol Rosela dengan berbagai

Konsentrasi.

Sebanyak 5 g ekstrak etanol rosela ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 10 ml, dilarutkan dengan etanol hingga 10 ml. Konsentrasi ekstrak adalah 500 mg/ml. Kemudian dibuat pengenceran selanjutnya sampai diperoleh ekstrak dengan konsentrasi 400 mg/ml, 300 mg/ml, 200 mg/ml, 100mg/ml, 90 mg/ml, 80 mg/ml, 70 mg/ml, 60 mg/ml, 50 mg/ml, 40 mg/ ml, 30 mg/ml, 20 mg/ml dan 10 mg/ml.

3.12 Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Rosela secara Invitro

Sebanyak 0,1 ml suspensi bakteri dimasukkan ke dalam cawan petri steril, kemudian ditambahkan 20 ml media nutrient agar steril suhu 45-50oC, dihomogenkan dan dibiarkan sampai media memadat. Setelah itu ditanamkan pencadang logam. Selanjutnya ke dalam masing-masing pencadang logam dimasukkan ekstrak etanol rosela sebanyak 0,1 ml dengan berbagai konsentrasi. Kemudian diinkubasi pada suhu 36-37oC selama 18-24 jam. Selanjutnya diameter daerah hambat di sekitar pencadang logam diukur dengan menggunakan jangka sorong. Pengujian dilakukan sebanyak 3 kali terhadap masing-masing bakteri (Ditjen POM, 1995).


(48)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil identifikasi tumbuhan yang dilakukan di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi Bogor “Herbarium Bogorriense”, menunjukkan bahwa tumbuhan rosela yang digunakan adalah jenis Hibiscus sabdariffa L., suku Malvaceae.

Hasil pemeriksaan makroskopik rosela menunjukkan bahwa rosela berwarna merah dengan ujung menguncup, terdiri dari lima helai kelopak dan terdapat rambut yang menempel pada permukaan, rasanya asam (pH±3) dan berbau khas dan pemeriksaan mikroskopik serbuk simplisia rosela diperoleh adanya kristal kalsium oksalat bentuk druse, rambut penutup, papilla dan jaringan epidermis.

Karakteristik simplisia rosela diperoleh kadar air 6,98%, kadar abu total 8,395%, kadar abu tidak larut asam 0,1373%, kadar sari larut dalam air 29,275%, kadar sari larut dalam etanol 27,596%.

Kadar air dalam simplisia menunjukkan jumlah air yang terkandung dalam simplisia yang digunakan. Kadar air simplisia berhubungan dengan proses pengeringan, kadar air ditentukan untuk mengetahui bahwa simplisia yang digunakan tidak ditumbuhi jamur dan aman digunakan. Hasil penetapan kadar air dari simplisia rosela memenuhi persyaratan pada Materia Medika Indonesia yaitu tidak lebih dari 10%. Dengan kadar air yang cukup aman maka simplisia tidak mudah rusak dan dapat disimpan dalam jangka waktu yang cukup lama. Apabila


(49)

simplisia yang dihasilkan tidak cukup kering maka akan terjadi pertumbuhan jamur dan jasad renik lainnya.

Tabel 4.1 Karakteristik Simplisia Rosela

No Parameter Hasil (%)

1 Kadar air 6,98

2 Kadar sari larut dalam air 29,275

3 Kadar sari larut dalam etanol 27,596

4 Kadar abu total 8,395

5 Kadar abu tidak larut dalam asam 0,1373

Penetapan kadar sari simplisia mengetahui jumlah senyawa polar yang larut dalam air sedangkan penetapan kadar sari yang larut dalam etanol untuk mengetahui senyawa yang terlarut dalam etanol, baik polar maupun non polar. Dalam simplisia rosela menunjukkan bahwa kadar sari yang larut dalam air lebih tinggi daripada sari yang larut dalam etanol, berarti senyawa kimia yang tersari dalam air lebih besar daripada yang tersari dalam etanol.

Penetapan kadar abu dilakukan untuk mengetahui kadar senyawa anorganik dalam simplisia seperti logam K, Ca, Na, Pb, Hg, silika. Abu total terbagi dua, yang pertama abu fisioligis adalah abu yang berasal dari jaringan tumbuhan itu sendiri dan abu non fisiologis adalah sisa pembakaran yang berasal dari bahan-bahan dari luar. Penetapan kadar abu tidak larut asam untuk mengetahui kadar senyawa yang tidak larut dalam asam, seperti silika, logam-logam berat seperti Pb, Hg (WHO, 1992).

Skrining fitokimia serbuk simplisia rosela menunjukkan adanya senyawa flavonoid, glikosida, tanin dan steroid/triterpenoid. Menurut Robinson


(50)

(1995), senyawa fenol seperti flavonoid dan tanin memiliki aktivitas sebagai antibakteri. Hasil skrining dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut :

Tabel 4.2 Hasil Skrining Fitokimia Serbuk Simplisia Rosela.

No Senyawa Hasil Skrining

Serbuk Simplisia

1 Alkaloid -

2 Flavonoid +

3 Glikosida +

4 Saponin -

5 Steroid/Triterpenoid +

6 Tanin +

Keterangan: (+) mengandung senyawa yang diperiksa (-) tidak mengandung senyawa yang diperiksa.

Pada serbuk simplisia rosela, penambahan serbuk Mg dan asam

klorida pekat memberikan warna merah menunjukkan adanya senyawa flavonoid. Pada skrining glikosida terbentuknya cincin ungu menunjukkan adanya senyawa glikosida. Penambahan FeCl3 1% memberikan warna hijau yang menunjukkan

adanya senyawa tanin.

Aktivitas antibakteri dapat disebabkan adanya kandungan senyawa kimia yaitu tanin dan flavonoida. Tanin dan flavonoid merupakan golongan senyawa fenol. Golongan fenol diketahui memiliki aktivitas antimikroba yang bersifat bakterisidal namun tidak bersifat sporisidal (Pratiwi, 2008). Senyawa fenol bekerja dengan cara mendenaturasi protein sel dan merusak dinding sel bakteri sehingga bakteri mati, juga dapat merusak lipid pada membran sel melalui mekanisme penurunan tegangan permukaan membran sel (Pelczar dan Chan, 1986).

Hasil perkolasi 200 g serbuk simplisia rosela diperoleh 55,9974 g ekstrak etanol. Hasil uji aktivitas antibakteri menunjukkan bahwa ekstrak etanol rosela


(51)

mempunyai aktivitas antibakteri terhadap Escherichia coli dan Staphylococcus aureus. Data hasil uji aktivitas antibakteri dari ekstrak etanol rosela dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut.

Tabel 4.3 Hasil Uji Aktivitas Antibkteri Ekstrak Etanol Rosela Terhadap Escherichia coli dan Staphylococcus aureus.

Konsentrasi Ekstrak Etanol

(mg/ml)

Diameter Daerah Hambat Pertumbuhan Escherichia coli

D*

Staphylococcus aureus D*

500 23,6 25,7

400 21,0 24,5

300 20,3 22,5

200 19,4 21,3

100 18,6 20,2

90 17,5 19,1

80 16,7 17,8

70 15,3 16,6

60 14,8 15,5

50 13,4 14,3

40 12,4 13,7

30 12,0 12,7

20 11,6 12,2

10 10,2 10,5

Blanko - -


(52)

Gambar 4.1 Diagram Batang Hasil Pengukuran Diameter Daerah Hambatan Pertumbuhan Escherichia coli dan Staphylococcus aureus dari Ekstrak Etanol Rosela.

Pada grafik di atas terlihat bahwa semakin besar konsentrasi ekstrak yang diberikan akan menghasilkan daerah hambat yang semakin besar karena semakin banyak zat aktif yang terkandung dalam ekstrak. Menurut Ditjen POM (1995), suatu zat dikatakan memiliki daya hambat yang efektif dengan diameter daerah hambatan lebih kurang 14 sampai 16 mm. Pada Escherichia coli daya hambat yang efektif mulai konsentrasi 60 mg/ml, sedangkan pada Staphylococcus aureus daya hambat yang efektif mulai konsentrasi 50 mg/ml. Rosela memiliki khasiat sebagai antiplasmodik (anti kejang), antibakterial, antihelminthis (anti cacing), juga memiliki kemampuan menghambat pertumbuhan jamur, bakteri atau parasit penyebab demam tinggi. Bahkan ekstrak cairan bunga dan pewarnanya ditemukan dapat meletalkan bakteri Mycobacterium tuberculosis (bakteri penyebab TBC) (Mardiah, 2009). 23,6 21,0 20,3 19,4 18,6 17,5 16,7 15,3 14,8 13,4

12,4 12,0 11,6 10,2

0,0 25,7 24,5 22,5 21,3 20,2 19,1 17,8 16,6 15,5 14,3 13,7 12,7 12,2 10,5 0,0 0,0 5,0 10,0 15,0 20,0 25,0 30,0


(53)

Ekstrak etanol rosela memberi daya hambat yang lebih besar terhadap bakteri Staphylococcus aureus dibandingkan dengan bakteri Escherichia coli, hal ini disebabkan bakteri Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif memiliki kandungan peptidoglikan yang tinggi (dapat mencapai 50%) dibandingkan bakteri Escherichia coli merupakan bakteri gram negatif (sekitar 10%). Sebaliknya kandungan lipida dinding sel bakteri gram positf lebih rendah sedangkan pada dinding sel bakteri gram negatif tinggi yaitu sekitar 11-22% (Lay, 1994).


(54)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

a. Karakteristik secara makroskopik menunjukkan rosela terdiri dari lima kelopak dengan ujung menguncup dan terdapat rambut yang menempel pada permukaan, rasanya asam (pH±3) serta berbau khas. Secara mikroskopik serbuk simplisia rosela diperoleh adanya kristal kalsium oksalat bentuk druse, rambut penutup monoseluler dan bentuk bintang, papilla dan jaringan epidermis. Kadar air 6,98%, kadar sari larut dalam air 29,275%, kadar sari larut dalam etanol 27,596%, kadar abu total 8,395%, kadar abu tidak larut dalam asam 0,1373%.

b. Skrining fitokimia serbuk simplisia rosela menunjukkan adanya senyawa flavonoid, glikosida, steroid/triterpenoid dan tanin. Adanya kandungan senyawa kimia tersebut menunjukkan bahwa rosela bersifat antibakteri. c. Ekstrak etanol rosela mempunyai aktivitas antibakteri terhadap

Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Pada Staphylococcus aureus dengan konsentrasi efektif mulai 50 mg/ml dengan diameter 14,3 mm dan pada Escherichia coli mulai 60 mg/ml dengan diameter 14,8 mm.

5.2 Saran

Diharapkan peneliti selanjutnya dapat mengidentifikasi/mengisolasi zat mempunyai efek farmakolgis sebagai antibakteri dari tumbuhan rosela.


(55)

DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. (1989). Materia Medika Indonesia. Jilid V. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat Dan Makanan. Halaman 194-197, 513-520, 536, 539-540,549-552.

Depkes RI. (1995). Materia Medika Indonesia. Jilid VI. Cetakan Keenam. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat Dan Makanan. Halaman 92-94, 195-199.

Depkes RI. (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Cetakan Pertama. Jakarta : Depkes RI. Hal. 10-11

Depkes RI. (2001). Inventaris Tumbuhan Obat Indonesia I. Jilid 2. Jakarta: Depkes RI. Hal.164.

Difco Laboratories. (1977). Difco manual of Dehydrated culture Media and Reagent for Microbiology and clinical Laboratory Procedures. 9th edition. Michigan. Detroit. P. 32,93

Ditjen POM. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Halaman 9.

Dwidjoseputro, D. (1988). Dasar – Dasar Mikrobiologi. Jakarta: Penerbit Djambatan. Hal. 22 – 47.

Fransworth, N.R., (1966). Biological and Phytochemical Screening of Plants, Journal of Pharmaceutical Sciences. Volume 55. No.3. Chicago: Reheis Chemical Company. Pages 247-268.

Harbone, J.B. (1987). Metode Fitokimia, Penuntun Cara Modern Menganalisa Tumbuhan, terjemahan K.Padmawinata. Edisi II. Bandung : ITB Press. Hal. 102-103, 147-148.

Jawetz, E. Menick, J,L., dan Adelberg, E. A. (2001). Mikrobiologi Kedokteran. Ahli bahasa: Eddy Mudihardi. Jakarta: Penerbit Salemba Medika. Hal 350. Lay, B.W. (1994). Analisis Mikroba di Laboratorium. Jakarta: Raja Grafindo

Persada. Hal. 57-58, 109.

Lee, J. (1983). Microbiology. First Edition. USA: The Barnes and Nobel Outline Series. Pages 57-58.

Mardiah. (2009). Rosela. Jakarta: Penerbit: Agro Media Pustaka. Hal 13-14, 21, 30.


(56)

Markham, K.R. (1988). Cara Mengidentifikasi Flavonoida. Bandung: Penerbit ITB. Halaman 23-47.

Mursito. (2001). Ramuan Tradisional Untuk Kesehatan Anak. Jakarta: Penebar Swadaya. Hal.2.

Pelczar, M. J., dan E.C.S.Chan. (1986). Dasar-Dasar Mikrobiologi I. Jakarta: Penerbit UI-Press. Hal. 101.

Pratiwi, S. T. (2008). Mikrobiologi Farmasi. Jakarta: Penerbit Erlangga. Hal 105-117

Robinson, T. (1995). Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Bandung: ITB. Hal 71 – 72

Tim Mikrobiologi FK Universitas Brawijaya. (2003). Bakteriologi Medik. Cetakan Pertama. Malang: Bayu Media Publishing.

Tjitrosoepomo, G. (1994). Taksonomi Tumbuhan (Schizophyta, Thallophyta, bryophyte, Pteridophyta). Yogyakara: Gadjah Mada University Press. Halaman 4-20.

Widyanto, P.S. (2009). Rosella. Jakarta: Penerbit: Penebar Swadaya. Hal. 4, 6-7, 9, 11-12, 14.

World Health Organization. (1992). ”Quality Control Methods For Medicinal Plant Material”. Switzerland: WHO. Pages 31-33.


(57)

(58)

(59)

Lampiran 3. Gambar Rosela dan dan Serbuk Simplisia Rosela

Rosela


(60)

1

2 4 4

5

Lampiran 4. Mikroskopik Serbuk Simplisia Rosela

Keterangan: 1. Papilla

2. Rambut Penutup monoseluler 3. Kalsium oksalat bentuk druse 4. Lapisan Epidermis

5. Rambut Penutup Bentuk Bintang

2 3


(61)

Lampiran 5. Bagan Pembuatan Ekstrak Etanol Rosela

Dimaserasi selama 3 jam dengan pelarut etanol 96%

Dimasukkan ke dalam perkolator

Dituangkan pelarut etanol 96% secukupnya sampai semua terendam (satu lapis di atas simplisia), didiamkan selama 24 jam

Dibuka kran infus dan dibiarkan cairan menetes dengan kecepatan 1 ml/menit Ditambahkan cairan penyari dari atas dengan menggunakan corong pisah dengan kecepatan aliran sama dengan kecepatan perkolator

Diuapkan dengan alat rotary evaporator Dipekatkan dengan freeze dryer

200 g Simplisia

perkolat ampas

Ekstrak kental 55,9974 g


(62)

Lampiran 6. Bagan Pengujian Aktivitas Antibakteri

Diambil 1 ose

Disuspensikan ke dalam 10 ml NaCl 0,9% Diinkubasi selama 3 jam

Diukur kekeruhan pada panjang gelombang 580 nm sampai diperoleh transmitan 25%

Dimasukkan 0,1 ml inokulum ke dalam cawan petri steril

Ditambahkan 20 ml media nutrient agar suhu 45-50oC ke dalam cawan petri yang berisi inokulum bakteri.

Dihomogenkan dan dibiarkan hingga memadat

Ditanamkan pencadang logam

Dimasukkan 0,1 ml ekstrak dengan berbagai konsentrasi

Diinkubasi pada suhu 36-37oC selama 18-24 jam

Diukur diameter hambatan pertumbuhan di sekitar pencadang logam menggunakan jangka sorong.

Stok kultur

Inokulum bakteri

Media padat


(63)

Lampiran 7. Perhitungan Kadar Air Simplisia Rosela

% Kadar air simplisia = %

1. Berat Sampel = 5,0061 g Volume awal = 1,9 ml Volume akhir = 2,3 ml

Kadar air =

– = 7,98%

2. Berat sampel = 5,0055 g Volume awal = 2,3 ml Volume akhir = 2,6 ml

Kadar air = – = 5,99%


(64)

Lampiran 8. Perhitungan Kadar Sari Larut dalam Air Simplisia Rosela

% Kadar sari larut dalam air =

1. Berat sampel = 5,0085 g Berat sari = 0,2909 g

Kadar sari larut dalam air = = 29,040%

2. Berat sampel = 5,0076 g Berat sari = 0,2839 g

Kadar sari larut dalam air = = 28,345%

3. Berat sampel = 5,0093 g Berat sari = 0,3050 g

Kadar sari larut dalam air = = 30,440%


(65)

Lampiran 9. Perhitungan Kadar Sari Larut dalam Etanol Simplisia Rosela

% Kadar sari larut dalam etanol =

1. Berat sampel = 5,0082 g

Berat sari = 0,2885 g

Kadar sari larut dalam etanol = = 28,8%

2. Berat sampel = 5,0086 g

Berat sari = 0,2675 g

Kadar sari larut dalam etanol = = 26,7%

3. Berat sampel = 5,0071 g

Berat sari = 0,2733 g

Kadar sari larut dalam etanol = = 27,29%


(66)

(67)

% Kadar abu total =

1. Berat sampel = 2,0003 g

Berat abu = 0,1703 g

Kadar abu total = = 8,513%

2. Berat sampel = 2,0004 g

Berat abu = 0,1684 g

Kadar abu total = = 8,418%

3. Berat sampel = 2,0003 g

Berat abu = 0,1651 g

Kadar abu total = = 8,253%


(68)

Lampiran 11. Perhitungan Kadar Abu Tidak Larut dalam Asam Simplisia Rosela

% Kadar abu tidak larut dalam asam=

1. Berat sampel = 2,0003 g

Berat abu = 0,0026 g

Kadar abu tidak larut dalam asam = = 0,129%

2. Berat sampel = 2,0004 g

Berat abu = 0,0027 g

Kadar abu tidak larut dalam asam = = 0,134%

3. Berat sampel = 2,0003 g

Berat abu = 0,0030 g

Kadar abu tidak larut dalam asam = = 0,149%

% Rata-rata kadar abu tidak larut dalam asam = = 0,1373%


(69)

Lampiran 12. Hasil Pengukuran Diameter Hambatan Pertumbuhan Escherichia coli dan Staphylococcus aureus.

Konsentrasi (mg/ml)

Diameter Hambatan Pertumbuhan (mm) Escherichia coli Staphylococcus aureus

D1 D2 D3 D* D1 D2 D3 D*

500 24,4 23,2 23,2 23,6 25,9 25,5 25,7 25,7 400 21,4 20,8 20,8 21,0 24,8 24,0 24,7 24,5 300 20,4 20,2 20,3 20,3 22,7 22,2 22,6 22,5 200 19,4 19,6 19,2 19,4 21,5 21,1 21,3 21,3 100 18,7 18,7 18,4 18,6 20,4 19,9 20,3 20,2 900 17,6 17,4 17,6 17,5 19,1 19.2 19,0 19,1 80 16,7 16,7 16,7 16,7 17,9 17,7 17,8 17,8 70 15,4 15,4 15,2 15,3 16,6 16,6 16,6 16,6 60 14,8 14,8 14,8 14,8 15,6 15,4 15,5 15,5 50 13,5 13,3 13,4 13,4 14,4 14,1 14,4 14,3 40 12,4 12,4 12,5 12,4 13,8 13,8 13,5 13,7 30 12,0 11,8 12,2 12,0 12,7 12,9 12,5 12,7 20 11,8 11,3 11,7 11,6 12,2 12,1 12,3 12,2 10 10,1 10,3 10,2 10,2 10,5 10,6 10,4 10,5

Blanko - - - -

Keterangan: Blanko = etanol, (-) = tidak terdapat daerah hambatan, (*)=Diameter Hambatan Pertumbuhan rata-rata.


(70)

Lampiran 13. Gambar Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Rosela terhadap Escherichia coli.

Escherichia coli Escherichia

coli

500 mg/ml


(71)

Lampiran 13. Lanjutan

Escherichia coli Escherichia

coli

300 mg/ml

200 mg/ml

90 mg/ml

100


(72)

Lampiran 13. Lanjutan

Escherichia coli

50 mg/ml 60

mg/ml

70 mg/ml

Escherichia coli 30 mg/ml

80 mg/ml 10


(73)

Lampiran 13. Lanjutan

Escherichia coli 20

mg/ml

Blanko 40


(74)

Lampiran 14. Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Rosela Terhadap Staphylococcus aureus.

Staphylococcus aureus

400 mg/ml 500 mg/ml

Staphylococcus aureus


(75)

Lampiran 14. Lanjutan

Staphylococcus aureus

Staphylococcus aureus

100 mg/ml

200 mg/ml 300 mg/ml


(76)

Lampiran 14. Lanjutan

20 mg/ml

90 mg/ml

70 mg/ml

Staphylococcus aureus

10 mg/ml

60 mg/ml 80

mg/ml

Staphylococcus aureus


(77)

Lampiran 14. Lanjutan

50 mg/ml

40 mg/ml

Staphylococcus aureus

30 mg/ml


(1)

Escherichia coli

50 mg/ml 60

mg/ml

Escherichia coli

30 mg/ml

80 mg/ml 10


(2)

Lampiran 13. Lanjutan

Escherichia coli

20 mg/ml

Blanko 40


(3)

Staphylococcus aureus 400 mg/ml 500 mg/ml

Staphylococcus aureus


(4)

Lampiran 14. Lanjutan

Staphylococcus aureus

Staphylococcus aureus

100 mg/ml

200 300 mg/ml


(5)

90 mg/ml

70 mg/ml Staphylococcus

aureus

10 mg/ml

60 mg/ml

Staphylococcus aureus


(6)

Lampiran 14. Lanjutan

50 mg/ml

40 mg/ml

Staphylococcus aureus 30


Dokumen yang terkait

Uji Aktivitas AntiBakteri Ekstrak n-Heksan Dan Etilasetat Serta Etanol Dari Talus Kappaphycus alvarezii (Doty) Terhadap Bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus

4 78 71

Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa L) Terhadap Bakteri Escherichia coli dan Stapylococcus aureus

7 97 50

Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Binara Dan Ekstrak Etanol Daun Ulam-Ulam Terhadap Bakteri Staphylococcus Aureus Dan Escherichia Coli

8 82 96

Karakterisasi Simplisia dan Skrining Fitokimia Serta Uji Antibakteri Ekstrak Etanol Rumput laut Turbinaria decurrens Bory terhadap Bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus

0 6 69

UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL DAUN ROSELLA (Hibiscus sabdariffa L) TERHADAP BAKTERI Staphylococcus aureus ATCC Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Rosela(Hibiscus sabdariffa L) Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus ATCC 6538 DAN Esc

1 8 15

PENDAHULUAN Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Rosela(Hibiscus sabdariffa L) Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus ATCC 6538 DAN Escherichia coli ATCC.

0 5 4

UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI KOMBINASI EKSTRAK ETANOL KELOPAK ROSELA (Hibiscus sabdariffa Linn) DAN Uji Aktivitas Antibakteri Kombinasi Ekstrak Etanol Kelopak Rosela (Hibiscus Sabdariffa Linn) Dan Siprofloksasin Terhadap Escherichia Coli Dan Escherichia Col

1 1 13

Karakterisasi Simplisia dan Skrining Fitokimia Serta Uji Antibakteri Ekstrak Etanol Rumput laut Turbinaria decurrens Bory terhadap Bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus

0 0 13

Karakterisasi Simplisia dan Skrining Fitokimia Serta Uji Antibakteri Ekstrak Etanol Rumput laut Turbinaria decurrens Bory terhadap Bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus

0 0 2

Karakterisasi Simplisia dan Skrining Fitokimia Serta Uji Antibakteri Ekstrak Etanol Rumput laut Turbinaria decurrens Bory terhadap Bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus

0 0 3