commit to user 14
dengan reseptor di membran sellah yang mencegah timbulnya potensial aksi. Agar dapat melakukan aksinya, obat anestesi pertama sekali harus menembus jaringan
sekitarnya McDonald dan Mandalfino, 1995.
5. Farmakokinetik dan Farmakodinamik Bupivakain
Bupivakain merupakan basa lemah dengan pH sedikit di atas pH fisiologis. Keadaan ini mengakibatkan kurang dari 50 bupivakain berada dalam
bentuk non ion yang larut dalam lemak pada pH fisiologis. Asidosis pada tempat bupivakain disuntikan akan meningkatkan fraksi ion sehingga akan menurunkan
kualitasnya. Bupivakain dengan pKa yang mendekati pH fisiologis memiliki masa kerja yang cepat. Hal ini menggambarkan adanya rasio optimal fraksi obat yang
terionisasi dan tidak terionisasi Hodgson dan Liu, 2001. Absorpsi bupivakain ke dalam sirkulasi sistemik dipengaruhi oleh tempat
suntikan, dosis yang digunakan, penambahan epinepfrin, dan karakteristik farmakologinya. Konsentrasi akhir dalam plasma ditentukan oleh kecepatan
distribusi jaringan dan klirens metabolisme dan ekskresi obat. Setelah mengalami distribusi ke jaringan dengan perfusi yang baik, bupivakain
mengalami redistribusi ke jaringan dengan perfusi yang baik, seperti otot skelet dan jaringan lemak. Kelarutan bupivakain dalam lemak adalah penting untuk
redistribusi. Ikatan bupivakain dengan protein berbanding lurus dengan kelarutannya dalam lemak dan berbanding terbalik dengan konsentrasinya dalam
plasma Hodgson dan Liu, 2001.
commit to user 15
Metabolisme bupivakain terutama terjadi oleh enzim-enzim mikrosomal yang terdapat dalam hepar. Metabolisme anestetika lokal golongan amid seperti
bupivakain ini lebih lambat dibandingkan dengan golongan ester. Ini berarti lebih memungkinkan terjadinya peningkatan konsentrasi lokal dalam plasma dan terjadi
akumulasi Hodgson dan Liu, 2001. Bupivakain adalah obat yang digunakan untuk anestesi regional, yang
menimbulkan hambatan konduksi impuls otonom, sensorik, somato-motorik sepanjang jalur saraf otonom, sensorik-somatik, dan motorik-somatik. Impuls
akan diputus sehingga menghasilkan hambatan sistem saraf otonom, anestesi sensorik, dan paralisis otot skelet pada daerah yang diinervasi oleh saraf yang
dihambatnya. Hilangnya efek bupivakain oleh pulihnya konduksi saraf yang tidak disertai dengan kerusakan struktur serabut saraf Stoelting
et al,
2006. Setelah absorbsi sistemik, anestetika lokal akan menghasilkan stimulasi
dan atau depresi sistem saraf. Bupivakain dapat menyebabkan toksisitas sistemik karena kecelakaan penyuntikan intravena anestetika lokal atau absorbsi sistemik
dari rongga epidural pada teknik anestesi epidural. Manisfestasi yang pertama kali muncul adalah toksisitas terhadap sistem saraf pusat seperti kejang tonik klonik.
Ini dapat terjadi pada kecelakaan penyuntikan bupivakain 2,5 mg yang masuk pembuluh darah arteri. Sedangkan kejadian kardiotoksik membutuhkan
konsentrasi yang lebih tinggi di dalam plasma, yaitu 4-7 kali dosis yang dapat menyebabkan kejang tonik klonik Stoelting
et al
, 2006.
commit to user 16
6. Dexmedetomidine