Halaman ke 1 MEWUJUDKAN PENDEKATAN SAINT

  

MEWUJUDKAN PENDEKATAN SAINTIFIK

DALAM KELAS MATEMATIKA

Oleh: Abdur Rahman As‟ari

  Abstrak

: Salah satu konsekuensi dari diterapkannya Kurikulum 2013 adalah

penggunaan pendekatan saintifik dalam pembelajaran, termasuk matematika.

  Sifat matematika deduktif aksiomatik seakan-akan membuat orang cenderung menganggap penerapan pendekatan saintifik ini mustahil dilakukan di dalam pelajaran matematika. Dalam praktiknya, banyak guru yang ternyata mengalami kesulitan dalam menjalankan pendekatan saintifik dalam pelajaran matematika. Melalui artikel ini, penulis mencoba menyajikan hal-hal yang perlu dilakukan agar pendekatan saintifik bisa dilakukan dalam pembelajaran matematika.Penulis menyimpulkan bahwa untuk mewujudkan pendekatan saintifik dalam kelas matematika, guru perlu melakukan perubahan mindsed. DI dalam artikel ini penulis mengemukakan beberapa perubahan mindset yang perlu dilakukan guru. Penulis selanjutnya, mengemukakan beberapa hal secara lebih detail tentang pendekatan saintifik, dan contoh model penerapan pendekatan saintifik dalam matematika.

  Kata-kata Kunci : kurikulum 2013, matematika, pendekatan saintifik, dan perubahan mindset.

  Kurikulum 2013 dikembangkan dengan berbagai alasan (Kemdikbud, 2013). Alasan- alasan tersebut antara lain: (1) alasan yang menyangkut tantangan masa depan, dan (2) alasan yang menyangkut kompetensi yang dibutuhkan di masa depan. Terkait dengan alasan yang menyangkut dengan tantangan masa depan, dikemukakan bahwa, di masa yang akan datang manusia Indonesia akan dihadapkan dengan hal-hal berikut: 1.

  Globalisasi: WTO, ASEAN Community, APEC, AFTA 2. Masalah lingkungan hidup 3. Kemajuan teknologi Informasi 4. Konvergensi Ilmu dan Teknologi 5. Ekonomi Berbasis Pengetahuan 6. Kebangkitan Industri Kreatif dan Budaya 7. Pergeseran Kekuatan Ekonomi Dunia

  8. Pengaruh dan Imbas Teknosains 9.

  Mutu, Investasi, dan Transformasi pada skctor Pendidikan 10.

  Hasil TIMMS dan PISA Sementara itu, hal yang terkait dengan kompetensi yang dibutuhkan di masa depan, dikemukakan bahwa di masa yang akan datang, kompetensi yang dibutuhkan adalah:

  1. Kemampuan berkomunikasi 2.

  Kemampuan berpikir jernih dan kritis 3. Kemampuan mempertimbangkan segi moral suatu permasalahan 4. Kemampuan menjadi warganegara yang bertanggungjawab 5. Kemampuan mencoba untuk mengerti dan toleran terhadap pandangan yang berbeda

  6. Kemampuan hidup dalam masyarakat yang mengglobal 7.

  Memiliki minat luas dalam kehidupan 8. Memiliki kesiapan untuk bekerja 9. Memiliki kecerdasan sesuai dengan bakat/minatnya 10.

  Memiliki tanggungjawab terhadap lingkungan Sehubungan dengan itu, di samping dilakukan pengembangan dan penataan ulang standar kompetensi serta kompetensi dasar dari kurikulum sebelumnya, proses pembelajaran untuk mencapai kompetensinya pun dilakukan penyesuaian. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, (Kemdikbud, 2013) mengeluarkan Permendikbud no 65 tentang standar proses pembelajaran yang di dalamnya termuat prinsip-prinsip pembelajaran sebagai berikut:

  1. dari peserta didik diberitahu menuju peserta didik mencari tahu, 2. dari guru sebagai satu-satunya sumber belajar menjadi belajar berbasis aneka sumber belajar

  3. dari pendekatan tekstual menuju proses sebagai penguatan penggunaan pendekatan ilmiah,

  4. dari pembelajaran berbasis konten menuju pembelajaran berbasis kompetensi, 5. dari pembelajaran yang menekankan jawaban tunggal, menuju pembelajaran dengan jawaban yang kebenarannya multi dimensi,

  6. dari pembelajaran parsial, menuju pembelajaran terpadu, 7. dari pembelajaran verbalisme menujuk ketarampilan aplikatif, 8. peningkatan dan keseimbangan antara keterampilan fisikal (hardskills) dan keterampilan mental (softskills)

  9. pembelajaran yang mengutamakan pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik sebagai pembelajar sepanjang hayat,

  10. pembelajaran yang menerakan nilai-nilai dengan memberi keteladanan (ing ngarso sung tulodo), membangun kemauan (ing madyo mangun karso), dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran (tut wuri handayani)

  11. pembelajaran yang berlangsung di rumah, di sekolah, dan di masyarakat, 12. pembelajaran yang menerapkan prinsip bahwa siapa saja adalah guru, siapa saja adalah siswa, dan dimana saja adalah kelas,

  13. pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran, dan

  14. pengakuan atas perbedaan individual dan latar belakang peserta didik.

PERUBAHAN MINDSET

  Untuk bisa menjalankan prinsip pembelajaran seperti diuraikan di atas, beberapa perubahan mindset yang perlu dilakukan oleh para guru antara lain adalah: (1) Guru harus mengubah pandangannya tentang posisi dia dalam kaitannya dengan sumber belajar siswa. Guru harus ikhlas menerima kenyataan bahwa guru tidak lagi dianggap sebagai

  satu-satunya sumber informasi dalam pembelajaran. Guru harus berubah menjadi

  hanya penyedia pengalaman belajar. Guru hanya menjadi salah satu saja dari sekian banyak sumber informasi yang mungkin.

  Di alam modern sekarang ini, informasi boleh dibilang sangat melimpah ruah. Dengan teknologi internet, apa yang terjadi di belahan benua yang lain, dengan segera dapat kita ketahui.

  Salah satu dampaknya adalah buku dan bahan ajar. Kalau dahulu, buku sering hanya menjadi milik guru, dan guru bisa belajar satu hari lebih dulu dari siswanya, maka saat ini, siswa bisa mencari dan mengunduh buku dari mana-mana. Bahkan, kalau siswa memiliki kemampuan bahasa Inggris dan bahasa Internasional lainnya, maka buku teks matematika yang dimilikinya bisa lebih berkualitas dari buku yang dimiliki oleh gurunya. Penjelasan yang ada di dalam buku yang dimilikinya pun bisa jadi lebih baik dan lebih mudah dimengerti oleh siswa.

  Ini memberikan peluang kepada siswa untuk tidak terlalu bergantung kepada penjelasan guru.

  (2) Guru harus berubah dari semula menjadi sosok yang aktif menjelaskan, menjadi pendorong anak untuk mencari informasi, mengolahnya, dan menyimpulkannya.

  Di dalam era sekarang ini, paradigma belajar sudah bergeser dari paradigma behaviorisme ke paradigma konstruktivisme. Dengan perubahan paradigma belajar tersebut, berubah pula paradigma pembelajarannya. Pembelajaran tidak lagi dipandang sebagai proses

  transfer ilmu pengetahuan kepada siswa.

  Pembelajaran lebih dipandang sebagai proses membantu siswa

  memaknai pengalaman interaksinya dengan sumber belajar. Dengan demikian, guru tidak lagi harus menerangkan. Guru tidak lagi harus menjelaskan materi. Tugas utama guru berubah menjadi lebih banyak sebagai penyedia pengalaman belajar. Guru harus mendorong siswa yang aktif berinteraksi dengan sumber belajar, memaknai informasi yang diperoleh dari interaksi tersebut, dan mengambil kesimpulan. Pengalaman memaknai hasil interaksi ini tentu akan memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar tentang belajar itu sendiri. Ilmu yang kemudian diperoleh dari belajar tentang belajar (learning how to learn) ini akan menjadi ilmu yang berguna untuk menjadikan siswa sebagai pebelajar sepanjang hayat.

  (3) Guru harus mengubah persepsinya bahwa belajar bisa berlangsung dimana saja, dan kapan saja. Belajar tidak lagi dibatasi di dalam ruang kelas. Artinya, meskipun anak kelihatan tidak belajar di kelas, sangat dimungkinkan mereka belajar di luar kelas. Mereka belajar secara mandiri, dan berlangsung dalam suasana yang paling mereka sukai. Melimpah ruahnya informasi yang tersedia di era informasi ini, berimplikasi bahwa pembelajaran tidak lagi menuntut ruang kelas. Belajar bisa berlangsung di ruang terbuka, di rumah, di kafetaria, dan bisa berlangsung di pagi hari, di siang hari, di sore hari, di malam hari. Belajar bisa berlangsung ketika sedang bersantai, ketika sedang mengerjakan sesuatu, dan lain-lain. Dengan begitu, guru harus memandang belajar di dalam kelas hanya sebagai salah satu saja dari sekian banyak macam kegiatan belajar lainnya. Belajar bisa berlangsung di luar kelas (outdoor), sehingga perancangan pembelajaran seharusnya tidak dibatasi di ruang kelas saja .

  (4) Guru harus mengubah persepsinya bahwa pembelajaran bukan lagi untuk menumpuk-numpuk pengetahuan. Pembelajaran harus dipandang sebagai upaya untuk mengembangkan kemampuan berpikir siswa (kritis, kreatif, dan self regulatif). .

  Di dalam era informasi saat ini, bahkan mungkin nantinya ke depan, pertambahan informasi dari waktu ke waktu mengikuti pertumbuhan eksponensial. Percepatan pertumbuhannya begitu tinggi, sehingga kebenaran suatu informasi mungkin berlangsung hanya dalam tempo yang sangat singkat. Apa yang dianggap benar saat ini, dalam hitungan detik saja sudah bisa dimentahkan oleh informasi berikutnya.

  Karena itu, yang lebih dipentingkan dalam hal ini adalah kemampuan untuk berpikir kritis, kreatif, dan self regulatif. Dengan berpikir kritis, seorang pebelajar bisa memilah dan memilih informasi yang diperlukan, yaitu informasi yang sesuai dengan kebutuhannya. Dengan berpikir kreatif, seorang pebelajar bisa diharapkan mengaitkan antara informasi yang satu dengan yang lain, dan menghasilkan informasi baru yang lebih bermanfaat.

  (5) Guru harus berubah dari pembelajaran yang menekankan kepada kecepatan dan ketepatan berhitung, menjadi pembelajaran yang mengembangkan kemampuan merumuskan masalah. Saat ini, pekerjaan yang sifatnya mekanistis sudah banyak dikerjakan oleh mesin atau robot. Mencuci, menghitung, bahkan menentukan nilai integral tertentu suatu fungsi dengan batas-batas tertentu pun sudah bisa diserahkan kepada mesin.

  Karena itu, guru tidak perlu terlalu memfokuskan pembelajaran mereka untuk membantu siswa “menyaingi” robot atau mesin. Guru harus lebih mengedepankan pembelajarannya untuk membantu anak melokalisir masalah dan mengidentifikasi instrumen yang bisa digunakan untuk menyelesaikannya. Guru harus lebih banyak membantu siswa mengembangkan pemikirannya, dari pada sekedar menjadikan siswa mereka seperti robot dengan tingkat „otomasi‟ yang tinggi. Guru harus berusaha membantu siswa untuk menjadi perancang kegiatan pemecahan masalah. Guru harus lebih banyak mendorong siswa memiliki kemampuan untuk merumuskan masalah.

  (6) Guru harus berubah dari menekankan pembelajaran yang bersifat individualistis, menjadi pembelajaran yang mendukung tumbuh berkembangnya kemauan dan kemampuan bekerjasama. Di dalam era modern dimana pekerjaan-pekerjaan yang ada cenderung bersifat dan unique, kemampuan bekerjasama merupakan prasyarat sukses bekerja

  spesific

  yang sangat penting. Pekerja yang satu harus mau dan mampu bekerja sama dalam tim demi kepentingan system.

  Karena itu, guru perlu menyiapkan agar anak didiknya memiliki potensi untuk bekerjasama. Pembelajaran klasikal yang sifatnya cenderung mengembangkan kemampuan individu saja harus makin dikurangi. Pembelajaran dengan pendekatan cooperative tampaknya harus lebih banyak dilakukan.

  (7) Guru harus mengubah persepsinya bahwa pekerjaan mengajar itu tidak lagi dominasi dirinya, tetapi siapa saja bisa menjadi guru.

  Dengan informasi yang melimpah ruah sekarang, informasi terbaru bukan lagi milik guru saja. Sangat dimungkinkan adanya siswa yang menguasai sesuatu yang justru tidak dimiliki gurunya. Karena itu, bisa saja terjadi guru harus belajar pada siswanya.

  Dengan demikian, guru tidak boleh lagi mengklaim bahwa dirinya saja lah yang berhak menjadi guru. Guru harus berani menerima kenyataan bahwa mungkin saja mereka belajar dari siswanya. Siswanya lah yang menjadi gurunya.

  Guru juga harus mengubah mindset mereka bahwa siswa bisa belajar dari orang lain. Mereka tidak harus menunggu gurunya untuk mempelajari sesuatu.

PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM MATEMATIKA

  Kalau perubahan mindset sudah bisa diwujudkan, guru memiliki peluang yang lebih besar untuk mau dan mampu menjalankan pendekatan saintifik, dan pembelajaran yang menekankan kemampuan berpikir kritis, kreatif, dan self regulatif lainnya. Pertanyaannya sekarang:

  

“Apakah kalau mindset guru sudah berubah seperti ini, mereka akan mampu menjalankan

Pendekatan Saintifik?”

  Jawabannya adalah tidak otomatis. Ada banyak hal lain yang masih harus dipelajari guru agar mampu menerapkan Pendekatan Saintifik, terutama guru matematika dan guru-guru non sains lainnya, yang konon sifat materi ajarnya berbeda jauh dengan materi ajar sains. Bertentangannya sifat matematika yang deduktif dan pendekatan saintifik yang lebih mengedepankan logika induktif menuntut guru matematika untuk belajar menyesuaikan diri lebih keras.

  Terkait dengan 5 M dalam Pendekatan Saintifik, yaitu Mengamati, Menanya, Menggali Informasi, Mengasosiasi, dan Mengkomunikasikan di atas, berikut beberapa hal yang perlu mendapatkan perhatian kita bersama.

  Mengamati

  Mengamati pada dasarnya adalah kegiatan memperhatikan sesuatu, dengan menggunakan indera, secara cermat. Mengamati tidak hanya dilakukan dengan bantuan mata, tetapi juga bisa dengan indera yang lain. Dalam pembelajaran matematika, obyek pengamatannya bisa fenomena matematika dan bisa juga obyek matematika itu sendiri. Ketika mengamati orang yang melakukan jual beli di pasar, misalnya, siswa bisa diajak untuk mengamati fenomena matematika, misalnya untung, rugi, impas, dan lain-lain. Tetapi, ketika mengamati gambar bangun segiempat dan diagonal-diagonalnya, misalnya, maka siswa diajak untuk mengamati obyek matematika itu sendiri.

  Apa yang perlu diamati oleh siswa sebenarnya sangat bergantung kepada apa pesan dari kompetensi dasar dalam kurikulumnya. Karena itu, memahami kompetensi dasar merupakan syarat utama dan pertama untuk mengembangkan kegiatan mengamati. Tanpa itu, kegiatan mengamati akan tidak terarah, dan pencapaian kompetensi dasar tidak akan terjamin.

  Perhatikan KD berikut:

  

Membandingkan dan mengurutkan berbagai jenis bilangan serta menerapkan

operasi hitung bilangan bulat dan bilangan pecahan dengan memanfaatkan berbagai sifat operasi

  Kalau dianalisis, kompetensi dasar ini dapat dijabarkan menjadi beberapa sub kompetensi, antara lain:

1. Membandingkan dua bilangan 2.

  Mengurutkan beberapa bilangan 3. Menerapkan operasi hitung bilangan dengan memanfaatkan sifat operasi

  Terkait dengan membandingkan bilangan, maka cakupannya antara lain: 1.

  Membandingkan dua bilangan bulat (sama-sama positif, satu positif satu negatif, sama-sama negatif)

  2. Membandingkan dua bilangan pecahan (sama-sama positif, satu positif satu negatif, sama-sama negatif)

  3. Membandingkan bilangan bulat dengan pecahan ((sama-sama positif, satu positif satu negatif, sama-sama negatif) Terkait dengan bilangan bulat atau pecahan tersebut, bisa saja bilangan-bilangan yang dibandingkan itu tunggal (berdiri sendiri) atau bilangan-bilangan itu sebagai hasil operasi bilangan. Jadi yang dibandingkan bisa saja perbandingan antara a dan b, tetapi juga bisa antara a * b dengan a*c.

  Selanjutnya tentang mengurutkan bilangan. Terkait dengan mengurutkan bilangan, maka cakupannya antara lain: 1.

  Mengurutkan beberapa bilangan yang semuanya berupa bilangan bulat (semuanya positif atau ada yang positif dan negatif; banyak digit pembentuknya sama atau tidak sama)

2. Mengurutkan beberapa bilangan yang semuanya berupa bilangan pecahan

  (semuanya positif atau ada yang positif dan negatif) 3. Mengurutkan beberapa bilangan campuran antara pecahan dan bulat (semuanya positif atau ada yang positif dan negatif)

  Seperti halnya dengan membandingkan bilangan, bilangan-bilangan yang diurutkan di sini bisa juga merupakan bilangan yang tunggal atau bilangan yang dinyatakan sebagai hasil operasi beberapa bilangan. Terkait dengan menerapkan operasi hitung bilangan dengan memanfaatkan sifat operasi, maka dalam hal ini beberapa sifat yang mungkin digunakan antara lain:

  1. Komutatif (penjumlahan, dan perkalian)

  2. Asosiatif (penjumahan dan perkalian)

  3. Distributif (perkalian terhadap penjumlahan/pengurangan)

  4. Identitas (a + 0 = 0 + a = a; a . 1 = 1 . a = a)

  5. Lainnya, misalnya Ketajaman analisis kita tentang kompetensi dasar ini akan memberikan inspirasi kepada kita tentang apa yang harus diamati.

  Menanya

  Salah satu alasan dipilihnya pendekatan saintifik sebagai pendekatan yang harus diterapkan dalam Kurikulum 2013 adalah meningkatkan kemauan dan kemampuan bertanya anak bangsa. Kemauan dan kemampuan bertanya ini akan mendorong seseorang untu menanya atau mempertanyakan. Kegiatan menanya tersebut, selanjutnya, akan mendorong diadakannya penyelidikan dan penelitian yang mungkin sekali akan membuahkan suatu karya produktif yang akan membantu bangsa ini bisa lebih maju dan diakui keberadaannya dalam kancah percaturan hubungan internasional.

  Karena itu, di dalam fase menanya ini, yang perlu membuat pertanyaan adalah siswa, bukan gurunya. Siswalah yang didorong untuk menanya (mengajukan pertanyaan).

  Dalam banyak kasus, sementara ini, siswa di Indonesia cenderung pasif, menerima kenyataan apa adanya. Mereka jarang mempertanyakan. Karena itu, pada tahap awal, guru akan kesulitan mendorong siswanya menanya. Untuk itu, guru harus memiliki kiat bagaimana mendorong siswanya menanya, baik yang dikemukakan secara eksplisit maupun yang implisit. Salah satu kiat yang bisa dilakukan adalah “mengenalkan suatu fenomena menarik yang belum pernah dikenali ol eh siswa sebelumnya”. Sebagai contoh, misalkan kita mengenalkan istilah “hixam” yang belum pernah dikenal oleh siswa dan memang tidak ada artinya sama sekali. Istilah hixam ini kita kenalkan dengan meminta siswa mengamati hal berikut: Kalau diperhatikan dengan seksama, istilah hixam itu sebenarnya sama saja artinya dengan luas daerah segitiga. Tetapi, kalau kita menggunakan istilah yang sebenarnya, yaitu luas daerah segitiga, maka anak akan cenderung mengandalkan kepada ingatan dan tidak mengajukan pertanyaan. Kalau itu yang terjadi, maka gagallah rencana kita untuk mendorong anak menanya. Kiat yang lain adalah dengan meminta anak untuk membuat kalimat tanya yang memuat dua kata tertentu, misalnya:

  Buatlah kalimat Tanya yang memuat kata- kata “berpotongan” dan “diagonal”. Dengan memberikan sedikit contoh pancingan, misalnya: “Apakah diagonal-diagonal segiempat selalu berpotongan di tengah- tengah?”, siswa diharapkan mampu membuat pertanyaan-pertanyaan lain yang memuat dua kata tersebut.

  Agar mereka mau dan mampu membuat pertanyaan, sesi untuk membuat pertanyaan yang memuat kata-kata tertentu ini hendaknya diberikan dengan alokasi waktu yang agak lama. Untuk variasi atau bahkan untuk meningkatkan kualitas pertanyaan yang dibuat, guru dapat juga meminta siswa untuk bekerja dalam kelompok untuk membuat beberapa pertanyaan terlebih dahulu, dan selanjutnya meminta mereka bersepakat untuk memilih satu pertanyaan tertentu yang layak ditindak lanjuti dengan penyelidikan, baik oleh kelompok lain atau kelompok itu sendiri.

  Menggali Informasi Menggali informasi merupakan keterampilan pokok dalam era informasi sekarang.

  Ketersediaan informasi yang berlimpah ruah, menuntut seseorang untuk mampu menemukan sumber informasi, memilah dan memilih informasi yang diperlukan, mengolah dan menganalisisnya, serta mengambil kesimpulan, dan menindaklanjutinya dengan tepat. Karena itu, berlatih menggali informasi merupakan sesuatu yang perlu mendapatkan penekanan dalam pembelajaran. Ketika siswa menanya “jika a < b dan c ditambahkan kepada b, apakah tandanya tetap tidak berubah?”, maka sebagai guru kita tidak boleh langsung menjawab. Kita harus pandai membantu siswa menggali informasi dan menyimpulkannya sendiri. Dengan brainstorming, guru dapat meminta siswa untuk memikirkan dan menentukan “informasi apa yang harus mereka kumpulkan?”, “bagaimana caranya informasi itu bisa diperoleh?”, “bagaimana nanti informasi itu diolah dan dianalisis”.

  Dengan begitu, siswa akan belajar bagaimana belajar, bukan sekedar belajar sesuatu. Merek a belajar tentang cara belajar yang notabene “transferable” ke dalam segala situasi, termasuk dalam menghadapi masalah nyata dalam kehidupan sehari-hari.

  Mengasosiasi

  Mengasosiasi adalah kata lain dari mengait-ngaitkan. Artinya, siswa diharapkan untuk mengaitkan antara fakta yang satu dengan fakta yang lain, terutama hasil penggalian informasinya, dan menemukan pola serta kesimpulannya. Guru harus melatih siswa agar mampu mengasosiasi ini. Salah satu caranya adalah dengan memodelkan (sambil dinyaringkan proses pemikirannya), sehingga siswa bisa melihat dan belajar bagaimana mengaitkan informasi yang satu dengan yang lain.

  Membuat daftar secara sistematis, menyusunnya ke dalam tabel, diagram, grafik dan lain-lain akan membantu siswa menemukan pola secara lebih baik.

  Satu hal penting yang perlu ditekankan di sini, bahwa hasil asosiasi ini adalah hasil belajar yang diharapkan. Karenanya, asosiasi yang diperoleh pada dasarnya adalah kompetensi yang ingin dikembangkan. Asosiasi ini pada dasarnya juga merupakan jawaban terhadap pertanyaan yang muncul pada tahap menanya. Kalau pertanyaan yang dikemukakan pada kegiatan menanya adalah “jika a < b, apakah a < b + d?”, maka hasil dari tahap asosiasi harusnya menyatakan bahwa hubungan itu tidak selalu benar.

  Hasil asosiasinya, mungkin: Jika a < b mengakibatkan a < b + d hanya jika d > 0. Untuk d yang lain masih belum tentu.

  Mengkomunikasikan

  Di dalam komunitas ilmuwan, temuan, betapapun sederhananya, harus di-sharing-kan agar diketahui oleh seluruh anggota komunitas yang ada dan diketahui posisinya dalam khazanah ilmu pengetahuan. Temuan tersebut bisa jadi langsung diterima tetapi bisa juga mendapat kritik dan saran.

  Dengan kritik dan saran, temuan yang baru bisa diketahui kekuatan dan kelemahannya, dan dapat diperoleh ide penyelidikan yang baru yang nantinya akan menguatkan kualitas temuan tersebut. Karena itu, guru harus mendorong siswa untuk selalu berbagi ide, pengalaman, hasil kerja mereka untuk dicermati, dikomentari, dikritisi oleh teman sejawat mereka. Pengalaman mengkritisi dan mempertahankan ide yang dikomunikasikan ini secara tidak langsung akan memperkuat skema kognitif mereka dan memberikan inspirasi untuk penyelidikan lanjutan. Dengan begitu, kegiatan mengkomunikasikan ini harus dibuat dalam suasana yang serius meskipun tetap terkesan santai dan menyenangkan.

SEBUAH CONTOH

  Mari kita perhatikan contoh pembelajaran tentang konsep fungsi dengan pendekatan saintifik berikut dan kita ambil hikmahnya.

  Misalkan kita mempunyai dua himpunan, yaitu: A = {1,2,3} dan himpunan B = {a,b}. Beberapa relasi yang mungkin terjadi antara anggota-anggota himpunan A dengan anggota-anggota himpunan B antara lain adalah: 1. {(1,a)} 2. {(1,b)} 3. {(2,a)} 4. {(2,b)} 5. {(3,a)} 6. {(3,b)} 7. {(1,a),(2,b)} 8. {(1,a),(3,b)} 9. {(1,b),(2,a)} 10. {(1,b),(3,a)} 11. {(2,a),(3,b)} 12. {(2,b),(3,a)}

  13. {(1,a),(2,a),(3,a)} 14. {(1,b),(2,b),(3,b)} 15. {(1,a),(2,a),(3,b)} 16. {(1,a),(2,b),(3,a)} 17. {(1,a),(2,b),(3,b)} 18. {(1,b),(2,a),(3,a)} 19. {(1,b),(2,b),(3,a)} 20. {(1,b),(2,a),(3,b)} Dari 20 relasi di atas, yang bisa dikategorikan sebagai fungsi dari himpunan A ke himpunan B adalah relasi nomor 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, dan 20. Jadi, hanya ada sebanyak 8 fungsi dan yang lain bukan fungsi.

  Ayo Kita Menanya

  Sebelum kalian bertanya “Apa ciri-ciri dari suatu fungsi?”, sebaiknya perhatikan uraian berikut.

  Yang bisa menjadi fungsi dari B = {a,b} ke A = {1,2,3} adalah: 1. {(a,1),(b,1)} 2. {(a,1),(b,2)} 3. {(a,1),(b,3)} 4. {(a,2),(b,1)} 5. {(a,2),(b,2)} 6. {(a,2),(b,3)} 7. {(a,3),(b,1)} 8. {(a,3),(b,2)} 9. {(a,3),(b,3)} Perlu kalian ketahui, dalam konteks fungsi dari Himpunan A ke Himpunan B, maka Himpunan A disebut Daerah Asal atau Domain dan Himpunan B disebut dengan Daerah Kawan (Kodomain) dari fungsi tersebut.

  Contoh 1

  Kalau himpunan pasangan berurutan {(1,a),(2,a),(3,a)} merupakan fungsi dari {1,2,3} ke {a,b}, maka Domain dan Kodomain dari fungsi ini berturut-turut adalah {1, 2, 3} dan {a,b}.

  Contoh 2

  Kalau himpunan pasangan berurutan {(a,3),(b,1)}merupakan fungsi dari {a,b} ke {1,2,3}, maka Domain dan Kodomain dari fungsi ini berturut-turut adalah {a,b} dan {1,2,3}.

  Mungkin kalian bertanya, “lho…pada fungsi {(1,a),(2,a),(3,a)}, seperti pada Contoh 1 di atas, sama sekali tidak disebut huruf b. Mengapa Kodomain nya tetap {a,b}? Mengapa tidak {a} saja?”.

  Pertanyaan kalian ini penting. Dalam konteks fungsi {(1,a),(2,a),(3,a)} dari {1,2,3} ke {a,b}, himpunan semua anggota Kodomain yang menjadi pasangan dari anggota-anggota himpunan Domain memiliki istilah tersendiri, yaitu Daerah Hasil atau Range. Jika f = {(1,a), (2,b), (3,c), (4,b)} adalah fungsi dari {1,2,3,4} ke himpunan {a,b,c}, maka f(1) = a. Bentuk terakhir ini dibaca dengan “bayangan dari 1 oleh fungsi f adalah a” atau “nilai dari f(1) adalah a”.

  Jika kita cari nilai dari setiap anggota domain, diperoleh f(1) = a, f(2) = b, f(3) = c, dan f(4) = b. Kalau dikumpulkan semuanya ini, {f(1), f(2), f(3), f(4)} = {a,b,c}.

  Himpunan semua nilai fungsi atau himpunan semua bayangan inilah yang disebut dengan Daerah Hasil atau Range.

  Karena itu, pada konteks fungsi {(a,3),(b,1)} dari {a,b} ke {1,2,3}, Domainnya adalah {a,b}, Kodomainnya adalah {1,2,3}, dan Rangenya adalah {1,3} Pemahaman akan nilai fungsi ini seringkali diperlukan untuk merumuskan bentuk fungsi.

  Contoh 3

  Suatu fungsi linier f memiliki nilai 5 pada waktu x = 1, dan memiliki nilai 1 pada waktu x = -1. Tentukan rumus fungsinya.

  Jawab: Dari soal tersebut, diketahui bahwa fungsi f adalah fungsi linier. Karena itu, fungsi f bisa dinyatakan dengan rumus f (x) = ax + b Diketahui lebih lanjut bahwa f (1) = 5 dan f (-1) = 1 Maka a + b = 5 dan

  • –a + b = 1 Akibatnya 2b = 6 sehingga b = 3 dan a = 2 Jadi rumus fungsinya adalah f (x) = 2x + 3 Pemahaman akan nilai fungsi juga akan membantu kita menentukan Daerah Hasil atau Range dari fungsi yang didefinisikan pada himpunan bilangan real. Contoh.4. Daerah asal fungsi f dari x ke
  • – adalah . Tentukanlah daerah hasilnya! Jawab: Jadi daerah hasilnya adalah: Nach… sekarang cobalah untuk membuat pertanyaan yang memuat kata-kata berikut? 1.

  “Fungsi dari A ke B”, “Anggota A”, “selalu dipasangkan”, “anggota B” 2. “Fungsi dari A ke B”, “anggota A”, “tidak dipasangkan”, “anggota B”

  3.

  “Fungsi dari A ke B”, “anggota A”, “dipasangkan”, “lebih dari satu”, “anggota B”

  Ayo Kita Menggali Informasi

  Dari sekian pertanyaan yang kalian berhasil buat, mungkin ada di antaranya pertanyaan-pertanyaan berikut:

  1. Jika f adalah fungsi dari A ke B, apakah setiap anggota dari A selalu dipasangkan dengan tepat satu anggota B?

  2. Jika f adalah fungsi dari A ke B, apakah ada anggota A yang tidak dipasangkan dengan satu pun anggota dari B?

  3. Jika f adalah fungsi dari A ke B, apakah ada anggota A yang dipasangkan dengan lebih dari satu anggota B? Nach… untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, cobalah kaji contoh- contoh fungsi yang telah diberikan di atas.

  Buatlah dugaan tentang ciri-ciri dari suatu fungsi dan tuliskan dugaan tersebut di kertas kalian masing-masing. Selanjutnya, cobalah kalian diskusikan dengan teman sebangku kalian fungsi- fungsi yang mungkin dibentuk dari:

  1.

  {1,2,3,4} ke {c,d} 2. {c,d} ke {1,2,3,4}

  Setelah selesai, mintalah kepada guru kalian atau teman kalian yang paling pandai untuk memberikan tanda check ( ) pada jawaban kalian yang benar.

  Ayo Kita Menalar

  Perhatikan Contoh dan Bukan Contoh fungsi- fungsi dari himpunan A = {1,2,3} ke himpunan B = {a,b} berikut! Contoh fungsi:

  Contoh bukan fungsi: 1. {(1,a),(2,a),(3,a)}

  1. {(1,a),(1,a),(2,a)} 2. {(1,b),(2,b),(3,b)}

  2. {(1,b),(2,b),(2,b)} 3. {(1,a),(2,a),(3,b)}

  3. {(1,a),(1,a),(3,b)} 4. {(1,a),(2,b),(3,a)}

  4. {(2,a),(2,b),(3,a)} 5. {(1,a),(2,b),(3,b)}

  5. {(2,a),(2,b),(2,c)} 6. {(1,b),(2,a),(2,a)}

  6.

  {(1,b),(2,a),(3,a)} 7. {(1,b),(2,b),(3,a)} 8. {(1,b),(2,a),(3,b)}

  Coba pusatkan perhatian kita kepada dua hal: (1) apakah setiap anggota A dipasangkan dengan anggota di B?, dan (2) berapa anggota B yang dihubungkan dengan satu anggota A? Kemudian lengkapilah tabel berikut.

  Contoh Fungsi Apakah setiap anggota Apakah pasangan dari setiap A selalu dipasangkan anggota domain hanya satu dengan anggota B? saja di Kodomain (YA/TIDAK) (YA/TIDAK)

  Contoh Bukan Apakah setiap anggota Apakah pasangan dari setiap Fungsi A selalu dipasangkan anggota domain hanya satu dengan anggota B? saja di Kodomain

  (YA/TIDAK) (YA/TIDAK) Tuliskan simpulan kalian pada lembar pengamatan kalian.

  Nach… sekarang coba kalian terapkan simpulan tersebut untuk memeriksa apakah himpunan pasangan berurutan berikut merupakan fungsi dari himpunan B = {a,b} ke himpunan A = {p,q,r,s} atau tidak? 1.

  {(a,p),(b,p)} 2. {(a,p),(b,q)} 3. {(a,p),(b,r)} 4. {(a,q),(b,s)} 5. {(a,q),(a,r)} 6. {(a,r),(b,t)} 7. {(b,s),(b,r), (a,p)}

  8.

  {(a,p),(b,q), (a,t)}

  Ayo Kita Berbagi

  Tulislah kesimpulan kalian tentang ciri-ciri dari fungsi A ke B, dan hasil pemeriksaan kalian terhadap 8 soal di atas. Selanjutnya, pertukarkan tulisan tersebut dengan teman sebangku. Secara santun, silahkan saling berkomentar, menanggapi komentar, memberikan usul dan menyepakati ide-ide yang paling tepat.

  PENUTUP

  Dari uraian di atas, tampak bahwa untuk mewujudkan pendekatan saintifik, guru perlu melakukan perubahan mindset terlebih dahulu. Selanjutnya, guru perlu lebih memahami makna dari masing-masing kegiatan dalam pendekatan saintifik itu sendiri, dan hubungan antar kegiatan. Terakhir, guru perlu mendapatkan contoh model penerapan pembelajaran dengan pendekatan saintifik yang praktis dan dalam jumlah yang memadai.

  REFERENSI

  Kemdikbud, 2013. Bahan Uji Publik Kurikulum 2013. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

  Kemdikbud, 2013. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, No 65, tahun 2013.

  Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.