9
BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1 Evaluasi Dalam Pembelajaran
Evaluasi merupakan salah satu komponen sistem pembelajaran atau pendidikan. Dalam hal ini evaluasi merupakan kegiatan yang tak terelakkan dalam setiap
kegiatan atau sistem pembelajaran. Kegiatan evaluasi baik evaluasi hasil belajar muapun evaluasi pembelajaran merupakan bagian integral dari kegiatan
pembelajaran atau pendidikan. Evaluasi merupakan proses sederhana memberikan atau menetapkan nilai kepada
sejumlah tujuan kegiatan, keputusan, unjuk kerja, proses, orang, objek, dan masih banyak yang lain, Davies dalam Dimyati 2009: 191. Lebih jauh, evaluasi
diartikan sebagai proses sistematis untuk menentukan nilai sesuatu tujuan kegiatan, keputusan, unjuk kerja, proses, orang, objek, dan yang lain berdasarkan
kriteria tertentu melalui penilaian Dimyati 2009: 191. Ada empat fungsi evaluasi hasil belajar, yaitu: untuk diagnostik dan pengembangan; untuk seleksi; untuk
kenaikan kelas; dan untuk penempatan, Arikunto dalam Dimyati 2009: 200-201. Seorang pendidik membutuhkan berbagai informasi tentang sesuatu agar proses
pembelajaran yang akan dilakukan berjalan optimal. Tujuan khusus evaluasi pendidikan menurut Buchori 1980: 6 mencakup dua
hal, yaitu:
10
1. untuk mengetahui kemajuan belajar siswa setelah mengikuti pelaksanaan
pembelajaran selama kurun waktu tertentu; 2.
untuk mengetahui tingkat efisiensi metode-metode pendidikan yang digunakan.
Evaluasi menurut Dimyati 2009: 194 memiliki syarat-syarat umum, di antaranya:
1. Kesahihan validity
Suatu alat ukur disebut memiliki validitas jika alat tersebut dapat mengukur obyek yang seharusnya diukur. Artinya ada kesesuaian antara alat ukur
dengan fungsi dan sasaran pengukuran; 2.
Keterandalan reliability Artinya jika alat tersebut digunakan berulang-ulang maka akan menunjukan
hasil yang sama. Atau dapat diartikan pula sebagai keajegan atau stabilitas; 3.
Kepraktisan Sifat kepraktisan artinya praktis dari segi perencanaan, pelaksanaan
penggunaan alat dan memiliki nilai ekonomis.
2.2 Struktur Kognitif
Berlangsung atau tidaknya belajar bermakna tergantung pada struktur kognitif yang ada, serta kesiapan dan niat anak didik untuk belajar bermakna, dan
kebermaknaan materi pelajaran secara potensial. Sesuai teori Ausubel bahwa struktur kognitif merupakan kata lain dari pemahaman. Struktur kognitif
11
seseorang pada suatu saat meliputi segala sesuatu yang telah dipelajari oleh seseorang Kalusmeier 1994.
Struktur kognitif menurut Flavell, Miller Miller adalah mental framework yang dibangun seseorang dengan mengambil informasi dari
lingkungan dan menginterpretasikan, mengorganisasikan, serta mentransformasikannya Prasetyo 2010. Ada dua hal penting perlu untuk diingat
dalam membangun struktur kognitif, yaitu: 1.
Keterlibatan secara aktif dalam membangun proses ; 2.
Lingkungan di mana seseorang berinteraksi. Hasil belajar dapat dikelompokkan menjadi 1 informasi verbal; 2
keterampilan; 3 konsep, prinsip dan struktur pengetahuan; 4 taksonomi dan keterampilan memecahkan masalah; 5 strategi belajar dan strategi mengingat,
Ausubel dalam Kalusmeier 1994. Seluruh hal itu dipelajari “initially”, direpresentasikan secara internal, diatur dan disimpan dalam bentuk “images”,
simbol dan makna. Struktur kognitif mengalami perubahan sejak lahir dan maju berkelanjutan sebagai hasil proses belajar dan pendewasaan kematangan. Konsep,
prinsip, struktur pengetahuan termasuk taksonomi dan hierarkinya dan pemecahan masalah merupakan hasil belajar yang penting dalam ranah kognitif.
Menurut Flavell, Miller Miller, struktur kognitif merupakan skemata Schemas, yaitu kumpulan dari skema-skema. Seseorang individu dapat
mengikat, memahami dan memberikan respons terhadap stimulus disebabkan karena bekerjanya skemata. Skemata berkembang secara kronologis, sebagai hasil
interaksi antara individu dengan lingkungannya. Dengan demikian seorang
12
individu yang lebih dewasa memiliki struktur kognitif yang lebih lengkap dibandingkan ketika ia masih kecil, Prasetyo 2010.
2.3 Peta Konsep