Kaidah Takrar KAIDAH TAFSIR
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 31
bahwa, “
هلّلا ٍمْسِب ِميِحَرلا ِنََْْرلا
” adalah bukan ayat, yang perlu kita
perbincangkan di sini adalah “apa sisi tikrar pengulangan pada lafadz “
ِميِحَرلا ِنََْْرلا
” dalam surat al-Fatihah?, pada hal Allah swt sudah menyebut
dalam kalimat “
هلّلا ٍمْسِب ِميِحَرلا ِنََْْرلا
” yang posisi salah satu dari dua ayat
saling bersandingan?” bahkan, dinilai kurang tepat pengakuan seseorang
dengan menyatakan, “
هلّلا ٍمْسِب ِميِحَرلا ِنََْْرلا
” adalah bagian ayat dari surat al-
fatihah. Karena kalau ayat tadi diduga sebagai pengulangan yang mempunyai satu makna dengan memakai satu kata tanpa pemisah diantara kedua ayat
tersebut. Dan tidak pernah ditemukan dalam al-Quran terdapat dua ayat yang bersamaan diulang-ulang dengan satu lafadz dan satu makna tanpa ada
pemisah di antara keduanya yang maknanya bertentangan. Mengulang ayat sebab kesempurnaanya dalam satu surat, yang disertai pemisah diantara
kedua ayat tersebut terdapat firman Allah yang dijelaskan tanpa pengulangan kata dan maknanya, tiada pemisah antara firman Allah
“
ِنََْْرلا ِميِحَرلا
” dari
“
هلّلا ٍمْسِب ِميِحَرلا ِنََْْرلا
” dan, “
ِميِحَرلا ِنََْْرلا
” dari “
ِل ُنْمََْْا َْنِمَلاَعْلا يبَر ِهّل
”.
Sebagian pendapat, ayat “
َْنِمَلاَعْلا يبَر ِهّلِل ُنْمََْْا
” adalah pemisah dari
ayat sebelum dan sesudahnya. Sebagian kacamata ulama‟ lainnya
berkomentar: para ahli ta’wil hermeneutik tidak sependapat, mereka
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 32
berkata: redaksi tersebut dengan disebut terakhir, tapi maknanya didahulukan, dengan bunyi
“
ِهّلِل ُنْمََْْا ِميِحَرلا ِنََْْرلا
” dan ahli ta‟wil menilai keshahihannya
apa yang mereka anggap benar, melalui bunyi ayat “
ِنهينلا ِمْوَ ه ِكِلاَم
”, mereka
berkata, bahwa bunyi “
ِنهينلا ِمْوَ ه ِكِلاَم
” adalah bentuk pengajaran dari Allah
kepada hamba-Nya, atau Ia juga memiliki kerajaankekuasaan, sebagai terdapat dalam qira‟ah dibaca; maliki, dan juga dapat dibaca
“milki” adalah qira‟ah dari ulama yang membaca “maliki”, mereka berkata, “demi dzat yang
maha sempurna, yang mempunyai kerajaan atau kepemilikan. bunyi ayat “
يبَر
َنِمَلاَعْلا
”, adalah dzat yang terbaik dari kekuasaannya dari segala jenis ciptaan-
Nya, karena bersanding dengan keagungan serta keilahian sebagai bentuk pujian sepenuhnya kepada Ilahi Rabbi, yakni sifat rahman rahim-Nya.
Mereka menduga bahwa petunjuk “al-rahman al-rahim” maknanya
didahulukan mengakhirkan “
َنِمَلاَعْلا يبَر
”, meskipun tampak redaksinya
diakhirkan. Lebih lanjut ia berkata: menilai ayat tersebut terletak di bagian pangkal, tetapi pada hakikatnya terletak dipenghujung terakhir. Sementara
makna yang terakhir itu terletak di pangkal ayat. Hal ini banyak ditemukan d
alam kalam Arab syi‟ir, banyak sekali hitungannya, demikian kata Ibn Jarir bin „Atiyyah.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 33
Sebagaimana Allah berfirman dalam kitab-Nya “
ىَلَع َلَزْ نَأ يِذَلا ِهَلِل ُنْمَْْا
اًجَوِع ُهَل ْلَعَْ َْلَو َباَتِكْلا ِهِنْبَع -
اًمييَ ق
46
” bermakna, “
ِهِنْبَع ىَلَع َلَزْ نَأ يِذَلا ِهَلِل ُنْمَْْا
اًجَوِع ُهَل ْلَعَْ َْلَو اًمييَ ق َباَتِكْلا
ini adalah dalil sebagai sanggahan bagi orang yang
tidak setuju dengan bunyi ayat “
ِميِحَرلا ِنََْْرلا ِهَللا ِمْسِب
”.
3. Kaidah ketiga
ََا َْنَ ب ُفِلَاُ َ نعَمْلا ِفَاِتْخَِ َّإ ظاَفْل
47
Tidak ada perbedaan lafal kecuali karena adanya perbedaan makna. Allah berifiman: dalam surat al-Kafirun: 1-6.
َنوُرِفاَكْلا اَه هَأاَه ْلُق
1
َنوُنُبْعَ ت اَم ُنُبْعَأ ََ
2
ُنُبْعَأ اَم َنوُنِباَع ْمُتْ نَأ َََو
3
ٌنِباَع اَنَأ َََو ُْتْنَبَع اَم
4
ُنُبْعَأ اَم َنوُنِباَع ْمُتْ نَأ َََو
5
ِنهِد ََِِو ْمُكُهِد ْمُكَل
7
Jika menelaah firman-Nya yang berbunyi “
َنوُنُبْعَ ت اَم ُنُبْعَأ ََ
” dengan
“
ُْتْنَبَع اَم ٌنِباَع اَنَأ َََو
” Mempunyai perbedaan lafaL, tetapi tidak ada perbedaan
kecuali dalam maknanya saja. Lafal
“
َنوُنُبْعَ ت اَم ُنُبْعَأ ََ
” menggunakan bentuk mudhori’ yang
mengandung maksud bahwa Nabi Muhammad tidaklah menyembah berhala pada waktu itu dan waktu yang akan datang. Sedangkan lafal
“
اَم ٌنِباَع اَنَأ َََو
46
al- Qur’an, 18:1.
47
‘Uthman al- Sabt, Qawa’id al-Tafsir, 705.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 34
ْنَبَع ُْت
” menggunakan bentuk madhi mengandung maksud penegasan fi’il pada
masa lalulampau. Imam al-Zarkasy menjelaskan seperti demikian pula, karena jika menggunakan fiil mudhori‟ maka menunjukkan sesuatu yang
berkelanjutan.
48
Sebagaimana telah diketahui, bahwa sebelum datangnya islam kaum musyrikin menganut paham Pholiteisme menyembah banyak
tuhan.
49
Oleh karena itu, kedua redaksi ini menjelaskan sikap tegas Nabi saw dalam menghadapi kaum musyrikin Mekkah, bahwa Nabi saw tidak
menyembah apa yang mereka sembah berhala, termasuk berhala yang telah lebih dulu mereka sembah.
50
4. Kaidah keempat
َعلا َ ر
ُب َت
ْك َر ُرا
َشلا ْي َء
ِي ا
ِِ ْس ِت
ْف َه ِما
ِإ ْس ِت
ْ ب َع َل اًدا
ه
51
Mengulang-ngulang sesuatu dengan meminta penjelasan istifham adalah kebiasaan tradisi orang arab, karena hal itu dinilai jauh dari
pemahaman oleh-nya, supaya lebih paham lagi.
Tradisi dari kalangan Arab ketika menganggap mustahil terjadinya sesuatu, maka mereka mengulang-ngulang dengan bentuk pertanyan
istifham, yakni tanpa menyebutkan maksudnya secara langsung. Seperti contoh anak kecil yang mustahil untuk pergi berjihad, dengan ungkapan
“
َتْنَأ
؟ْنِاَُُ
apakah kamu akan berjihad?, dengan diulang-ulang kalam istifham-
48
al-Zarkashi, al-Burhan..., 25.
49
Ibid., 705.
50
Nashruddin Baidan, Metode Penafsiran al- Qur’an, Yogyakarta: PUSTAKA
BELAJAR, 2002, 87.
51
‘Uthman al- Sabt, Qawa’id al-Tafsir, 709.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 35
nya, dengan “
؟ْنِاَُُ َتْنَأَأ
Apakah anda berjihad diri ?.
52
Contoh pengulangan
dengan bentuk istifham ini menunjukkan mustahil terjadinya fi’il dan fa’il.
Penerapannya: Sebagaimana firman Allah
53
َنوُجَرُْ ْمُكَنَأ اًماَظِعَو اًباَرُ ت ْمُتُْكَو ْم تِم اَذِإ ْمُكَنَأ ْمُكُنِعَهَأ
Apakah ia menjajikan kepada kamu sekalian, bahwa bila kamu telah mati dan telah menjadi tanah dan tulang belulang, kamu
sesungguhnya akan dikeluarkan dari kuburmu?
Kalimat awal “
ْمُكَنَأ ْمُكُنِعَهَأ
” kemudian diikuti kalimat akhir “
ْمُكَنَأ
َنوُجَرُْ
” ini mengandung arti mustahilnya kebangkitan setelah kematian. Jadi
maksud dari ayat ini adalah jawaban dari pengingkaran orang-orang kafir terhadap adanya hari akhir.
5. Kaidah kelima
َتلا ْك َر
ُرا َه ُن
ل َع َل
ِِا ى ْع ِت َ
ِءا
54
Pengulangan kata menunjukkan bentuk perhatian atas hal tersebut Tiada diragukan kembali dengan pengulangan kalimat, akan
menimbulkan pada makna baru, sebagai bentuk “perhatiannya”, sebagai dasar penguatan. Sebagaimana pengulangan sifat-sifat Allah menunjukkan atas
52
Ibid., 709.
53
al- Qur’an, 23:35.
54
‘Uthman al- Sabt, Qawa’id al-Tafsir, 709.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 36
perhatiannya dengan mengenal-Nya, pengulangan sejarahkisah menunjukkan atas perhatian dengan pitutur, demikian pula pada ancaman dan janji Allah.
Penerapan ayat: Sebagaimana firman Allah swt.
“
ْرُ ثاّكَتْلا ُمُكاَْلَا -
ْرِباَقَمْلا ُُتْرُز َََح
ayat 1-2
Artinya, bermegah-megahan dengan harta dan anak, kemudian mereka mencegah dari bermegah-megahan, dengan mengucapkan
“
َاَك
”, lantas Allah
mengancam mereka dengan lanjutan firman-Nya “
َنْوُمَلْعَ ت َفْوَس
”, kemudian Ia
mengukuhkan dengan cegahan pertama dengan menggunakan kata cegahan kedua
“
َاَك
”, hingga Allah mencegah dengan firmannya “
َنْوُمَلْعَ ت َفْوَس
”,
kemudian mencegah dengan kata “
َاَك
” yang ketiga, kemudian Allah
mencegah mereka ketiga kalinya karena perhatiannya, serta menakut- nakutinya dengan kedua kalinya.
55
6. Kaidah keenam
ِفِرْعَما ِف َاِِِ ُد نَعَ تلا ىَلَع ْتَلَد ْتَرَرَكَت اَذِإ ُةَرِكَلا
56
Isim nakirah bentuk umum ketika diulang-ulang maka menunjukkan banyaknya, berbeda dengan isim ma’rifat.
Ketika disebutkan kalimat isim dua kali, maka mempunyai 4 tingkah: 1 keduanya kejadian dari isim
ma’rifat, 2 keduanya kejadian dari isim
55
‘Uthman al- Sabt, Qawa’id al-Tafsir, 711.
56
Ibid., 711.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 37
nakirah 3 yang pertama nakirah dan yang kedua ma’rifat , dan 4 pertama
ma’rifat dan kedua nakirah. Penerapan ayat:
a. Ma‟rifat kedua. Allah berifrman dalam surat al-Fatihah “
َطاَريصلا اَنِنْا
َميِقَتْسُمْلا
”, ayat 6-7. Term “
َطاَريصلا
” adalah isim ma‟rifat yang
kemasukan Alif dan Lam, sedangkan kalimat “
َتْمَعْ نَأ َنهِذَلا َطاَرِص
ْمِهْيَلَع
” juga isim ma‟rifat, karena “
َطاَريصلا
” menjadi mawsufyang
disifati. b.
Nakirah keduanya. Sebagaimana bunyi ayat “
ْنِم ْمُكَقَلَخ يِذَلا ُهَللا
ًةَبْيَشَو اًفْعَض ٍةَوُ ق ِنْعَ ب ْنِم َلَعَج َُث ًةَوُ ق ٍفْعَض ِنْعَ ب ْنِم َلَعَج َُث ٍفْعَض
”, al-Rum:
45. Yang dimaksud dengan kata “
ٍفْعَض
” yang pertama adalah air
manidebu, sedangkan yang kedua, berarti lemahnya janin, sedangkan term
“
ٍفْعَض
” yang ketiga berarti orang yang sudah tua.
c. Yang pertama Isim Nakirah, sementara yang kedua isim Ma‟rifat.
Sebagaimana bunyi “
ٌبَكْوَك اَهَ نَأَك ُةَجاَج زلا ٍةَجاَجُز ِي ُحاَبْصِمْلا ٌحاَبْصِم اَهيِف
”,
al- Nur: 35. Pengulangan kata yang mempunyai arti “lentera” yang
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 38
pertama berbunyi “
ٌحاَبْصِم
”, berupa isim nakirah, sedangkan
“
ُحاَبْصِمْلَا
” berupa isim ma‟rifat, dengan ditandahi “al ma’rifat”,
demikian juga dengan lafadz “
ُةَجاَج زلَا
”.
d. Yang pertama berupa isim ma‟rifat لا, sedangkan lafadz yang
kedua berupa isim nakirah tanpa لا. Mengenai pembagian ini,
penulis akan menjelaskan dengan wujudnya “qarinah” atau “tanda”.
Seperti contoh dalam al-Rum: 55. “
اَم َنوُمِرْجُمْلا ُمِسْقُ ه ُةَعاَسلا ُموُقَ ت َمْوَ هَو
ٍةَعاَس َرْ يَغ اوُثِبَل
”, kata “
ةّعاَسلَا
” yang pertama berarti “hari akhir”,
sedangkan yang kedua berarti, “masa yang terbatas”. Demikian juga dalam surat Ghafir: 53-54.
“
َليِئاَرْسِإ ِنَب اَْ ثَرْوَأَو ىَنُْلا ىَسوُم اَْ يَ تآ ْنَقَلَو
ىَرْكِذَو ىًنُ َباَتِكْلا
”, term “al-huda” yang pertama berarti “semua
apa yang diberikan kepada musa, baik itu agama, mu‟jizat, maupun syariat
agama, sementara term “huda” yang kedua berarti, nabi yang memberi petunjuk, penjelas kebenaran. Kata yang ditunjuk kedua
ini, qarinah-nya kembali pada ladfal “ila al-kitab”.
7. Kaidah ketujuh
ىَلَع َلَد ًاظْفَل َءاَزَْْا َو َطْرَشلا َذَََِا اَذِإ ْةَماَخَفْلا
57
57
‘Uthman al- Sabt, Qawa’id al-Tafsir, 715.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 39
Isim syarat dan Jawab yang tidak dapat dipisahkan, dalam “satu lafadz” menunjukkan pada “pengagungan”.
Penerapan ayat: “
ْةَقاََْا -
ْةَقاَْْا اَم
”, surat al-Haqqah: 1-2. Kedua lafal
tersebut menjadi satu, sehingga tidak dapat diidentifikasi isim syarat dan jawabnya, maka redaksi ayat tersebut menunjukkan pada hal “yang penuh
kedahsayatan”.